You are on page 1of 6

Latar Belakang Remaja merupakan mahkluk sosial yaitu mahkluk yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang

lain. Mereka membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sosial yang meliputi kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan perhatian dan cinta. Remaja tidak dapat lepas dari lingkungan sosialnya karena remaja belajar dan berkembang dari dan di dalamnya. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga dirumah atau dengan teman-teman disekolah tetapi juga mulai menjalin hubungan dengan orang-orang dewasa di luar lingkungan rumah dan sekolah, yaitu lingkungan masyarakat. Kondisi lingkungan selalu berubah setiap saat, oleh karenanya remaja dituntut untuk dapat membina dan menyesuaikan diri dengan bentukbentuk hubungan yang baru dalam berbagai situasi, sesuai dengan peran yang dibawanya pada saat itu dengan lebih matang. Mengingat besarnya arti dan manfaat penerimaan dari lingkungan, baik teman sebaya maupun masyarakat, remaja diharapkan mampu bertanggung jawab secara sosial, mengembangkan kemampuan intelektual dan konsep-konsep yang penting bagi kompetensinya sebagai warganegara dan berusaha mandiri secara emosional (Hurlock, 1997) Tuntutan situasi sosial tersebut akan dapat dipenuhi oleh remaja bila ia memiliki kemampuan untuk memahami berbagai situasi sosial dan kemudian menentukan perilaku yang sesuai dan tepat dalam situasi sosial tertentu, yang biasa disebut dengan kemampuan penyesuaian sosial. Pada masa remaja mereka dituntut untuk dapat menentukan sikap pilihannya dan kemampuannya dalam menyesuaikan diri terhadap tuntutan lingkungannya agar

partisipasinya selalu relevan dalam kegiatan masyarakat. Berdasarkan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, kenyataan memperlihatkan bahwa tidak semua remaja berhasil atau mampu melakukan penyesuaian sosial dalam lingkungannya Jika remaja tidak mampu

melakukan penyesuaian sosial, maka akan menimbulkan permasalahan yang semakin kompleks. Permasalahan-permasalahan tersebut menuntut suatu penyelesaian agar tidak menjadi beban yang dapat mengganggu perkembangan selanjutnya. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa masa remaja dinilai lebih rawan daripada tahaptahap perkembangan manusia yang lain (Hurlock, 1997). Menghadapi masalah yang begitu kompleks, banyak remaja dapat mengatasi masalahnya dengan baik, namun tidak jarang ada sebagian remaja yang kesulitan dalam melewati dan mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapinya. Penelitian yang dilakukan oleh Eko Setianingsih, Zahrotul Uyun, Susantyo Yuwono mengenai Hubungan Antara Penyesuaian Sosial dan Kemampuan Menyelesaikan Masalah dengan Kecenderungan Perilaku Delinkuen (Pelanggaran atau kejahatan) Pada Remaja, didapatkan hasil berdasarkan perhitungan dengan menggunakan teknik analisis regresi ganda 2 prediktor menghasilkan koefisien R = 0,651 dengan Freg = 27,540 dengan p<0,01. Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis mayor yang diajukan, yaitu ada hubungan yang sangat signifikan antara penyesuaian sosial dan kemampuan menyelesaikan masalah dengan kecenderungan perilaku delinkuen pada remaja. Hasil korelasi parsial (r par) yang dilakukan terhadap hubungan antara penyesuaian sosial dengan kecenderungan perilaku delinkuen pada siswa diperoleh r = -0,450 dengan p<0,01. Hal ini berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara penyesuaian sosial dengan kecenderungan perilaku delinkuen pada siswa. Hal ini berarti hipotesis minor pertama yang diajukan diterima. Hasil korelasi parsial (r par) terhadap hubugan kemampuan menyelesaikan masalah dengan kecenderungan perilaku delinkuen pada siswa diperoleh nilai r = -0,137 dengan p< 0,05. Hal ini berarti ada hipotesis minor kedua juga terbukti yaitu hubungan negatif yang signifikan antara kemampuan menyelesaikan masalah dengan kecenderungan perilaku

delinkuen ada siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tuntutan situasi sosial akan dapat dipenuhi oleh remaja bila ia memiliki kemampuan untuk memahami berbagai situasi sosial dan kemudian menentukan perilaku yang sesuai dan tepat dalam situasi sosial tertentu, yang biasa disebut dengan kemampuan penyesuaian sosial. Remaja yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, tentu akan mampu melewati masa remajanya dengan lancar dan diharapkan ada perkembangan ke arah kedewasaan yang optimal serta dapat diterima oleh lingkungannya. Masalah yang kompleks ini akan dapat terselesaikan dengan baik ketika remaja memiliki penyesuaian sosial yang baik, sebab apabila remaja memiliki penyesuaian sosial yang baik maka ia akan dapat memahami berbagai situasi sosial dan kemudian menentukan perilaku yang sesuai dan tepat dalam situasi sosial tertentu. Kemampuan remaja dalam melakukan penyesuaian dengan lingkungan sosialnya tidak timbul dengan sendirinya. Kemampuan ini diperoleh remaja dari bekal kemampuan yang telah dipelajari dari lingkungan keluarga, dan proses belajar dari pengalamanpengalaman baru yang dialami dalam interaksinya dengan lingkungan sosialnya. Saat individu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, individu tersebut harus memperhatikan tuntutan dan harapan sosial yang ada terhadap perilakunya. Maksudnya bahwa individu tersebut harus membuat suatu kesepakatan antara kebutuhan atau keinginannya sendiri dengan tuntutan dan harapan sosial yang ada,sehingga pada akhirnya individu akan merasakan kepuasan pada hidupnya. Kemampuan remaja dalam melakukan penyesuaian sosial juga di pengaruhi oleh kecerdasan interpersonal. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan individu dalam berhubungan dengan orang lain. Individu yang tinggi kecerdasan interpersonalnya akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati dengan baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Individu yang

memiliki kecerdasan interpersonal tinggi dapaat dengan cepat memahami tempramen, sifat, dan kepribadian orang lain, mampu memahami suasana hati, motif, dan niat orang lain. Semua kemampuan ini akan membuat individu lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain (Safaria 2005:23). Remaja yang memiki kecerdasan interpersonal tinggi memiliki karakteristik yang positf sehingga memudahkan dalam penyesuaian sosialnya. Remaja yang memiliki kecerdasan interpersonal yang rendah tentu akan mengalami hambatan dalam melakukan penyesuaian sosialnya, sebab jika remaja tersebut memiliki kecerdasan interpersonal yang rendah akan memiliki karakteristik yang negatif. Center of Creative Leaderships di Greensboro, North Carolina meneliti

membandingkan 21 eksekutif yang gagal dengan 20 eksekutif yang berhasil menduduki puncak organisasi. Para eksekutif yang gagal ini sebenarnya merupakan orang-orang yang cerdas, ahli di bidangnya masing-masing, merupakan orang-orang pekerja keras dan diharapkan maju dengan cepat, tetapi sebelum mereka sampai kepuncak organisasi, mereka di pecat atau dipaksa untuk pensiun/ mengundurkan diri. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa kebanyakan eksekutif yang gagal bukan karena mereka tidak ahli di bidangnya, tetapi karena mereka tidak memiliki keterampian membina hubungan dengan orang lain. Para eksekutif ini digambarkan sebagai seorang yang dingin, tidak memiliki sikap empati, mementingkan diri sendiri, menjaga jarak, terlalu ambisius, sehingga mereka lebih banyak dibenci oleh bawahannya (McCall & Lombardo dalam Safaria 2005: 14). Penelitian tersebut juga menemukan tujuh alasan pokok penyebab kegagalan yang mereka alami, antara lain yaitu: Tidak sensitif, tidak peduli, suka melakukan intimidasi, omong besar Dingin, menjada jarak, dan arogan Menghianati kepercayaan pribadi Terlalu ambisius, egoistik, bermain politik, mementingkan diri sendiri.

Mempunyai masalah kinerja dengan dunia bisnis Tidak mampu mendelegasikan dan membangun tim kerja Tidak mampu memilih bawahan yang tepat. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa para eksekutif yang gagal disebabkan karena ia tidak mampu melakukan penyesuaian sosial dan memiliki kecerdasan interpersonal yang rendah. Hal ini ditandai dengan kemampuan empati yang rendah, dingin, mementingkan diri sendiri, menjaga jarak dengan bawahan, kurang mampu menjalin dan mempertahankan relasi dengan bawahan, tidak mampu memahami situasi sosial. Kemampuan terhadap pemahaman sosial yang rendah inilah yang menyebabkan para eksekutif kesulitan dalam merespon situasi lingkungan yang mengakibatkan penyesuaian sosialnya terhambat. Salah satu aspek penyesuaian sosial adalah penyesuaian terhadap lingkungan sekolah. Penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan sekolah memiliki ciri-ciri adanya perhatian, penerimaan, minat dan partisipasi terhadap fungsi dan aktivitas sekolah, serta adanya hubungan yang baik dengan komponen sekolah. Remaja dikatakan mempunyai penyesuaian diri yang baik di sekolah apabila remaja tersebut dapat menciptakan hubungan yang baik dengan gutu-guru, teman-temanya disekolah, serta peraturan-peraturan disekolah. Setiap sekolah telah mempunyai peraturan tersendiri bukanlah berarti sekolah tersebut tidak menemukan berbagai bentuk pelanggaran. Pelanggaran terhadap peraturan sekolah kerap dilakukan oleh para siswa. Dalam Buku 4 Pedoman Tatakrama dan Tata Tertib Kehidupan Sosial bagi SMP yang diterbitkan oleh Depdiknas (2001:1) disebutkan bahwa dunia pendidikan kita dewasa ini menghadapi berbagai masalah yang amat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian kita semua. Salah satu masalah tersebut adalah menurunnya tatakrama kehidupan sosial dan etika moral dalam praktik kehidupan sekolah yang mengakibatkan sejumlah ekses negatif yang amat merisaukan masyarakat. Ekses tersebut antara lain semakin maraknya penyimpangan berbagai norma kehidupan agama dan sosial

kemasyarakatan yang terwujud dalam bentuk: kurang hormat kepada guru dan pegawai sekolah, kurang disiplin terhadap waktu dan tidak mengindahkan tata tertib serta peraturan sekolah, kurang memelihara keindahan dan kebersihan lingkungan, perkelahian antar pelajar, penggunaan obat terlarang, dan lain-lain (http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/12/antarahukuman-dan-disiplin-sekolah/ ). Masalah-masalah tersebut menunjukkan bahwa adanya kemampuan sosial yang rendah pada siswa tersebut. Di SMA Negeri 1 Kayen terdapat berbagai peraturan sekolah dan tidak semua peraturan sekolah tersebut dipatuhi. Sebagian besar siswa telah mematuhi peraturan-peraturan tersebut, namun tak sedikit pula yang melanggar peraturan yang telah dibuat. Pelanggaran peraturan yagn sering dan umum dilakukan adalah pemakaian atribut atau seragam sekolah yang tidak lengkap. Ada beberapa siswa yang kadang tidak membawa ikat pinggang, seragam tanpa papan nama, pakaian terlalu ketat, dll. Meskipun setiap hari senin dan hari-hari tertentu telah dilakukan pemeriksaan dan sekaligus pemberian sanksi pada yang melanggar peraturan tersebut masih saja ada yang melanggar peraturan sekolah itu. Selain itu ada beberapa siswa yang sering terlambat masuk sekolah, dan biasanya siswa yang terlambat masuk sekolah dan siswa- siswa yang sering tidak memakai atribut lengkap adalah siswa yang sama. Selain itu ada beberapa siswa juga yang sering kabur meninggalkan jam pelajaran, atau kadang ada yang tidak masuk tanpa ijin. Beberapa contoh pelanggaran yang dilakukan oleh siswa ini adalah contoh penyesuaian sosial yang rendah. Dari berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh siswa tersebut menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak mengerti atau tidak memahami situasi sosial yang dihadapi, sehingga mereka tidak mampu menentukan sikap yang sesuai yang seharusnya mereka pilih. Mereka juga tidak memiliki perhatian serta penerimaan terhadap peraturan yang telah ditetapkan sehingga mereka tidak menaati peraturan tersebut.

You might also like