You are on page 1of 3

TRIBUN TIMUR, RABU, 16 JULI 2008 | 07:29 WITA

Mengenal Laporan Keuangan BI


Oleh : Marsuki Dosen Unhas

TRIBUN TIMUR

BI dalam menerapkan sistem akuntansi dan pencatatan laporan keuangannya telah berusaha tidak berhenti pada makna-makna akuntansi murni semata, namun juga dalam makna yang lebih luas dalam kaitannya dengan kegiatan perekonomian nasional. Akhir-akhir ini Bank Indonesia (BI) memang banyak dipersoalkan orang, tapi tampaknya belum banyak masyarakat Indonesia yang mengenal apalagi memahami dengan benar keberadaannya, dibandingkan dengan bank-bank umum, seperti BRI, Mandiri, BNI atau BCA. Kemungkinannya disebabkan karena BI tidak berhubungan langsung dengan aktivitas masyarakat. Sehingga masih sering timbul kesan BI sebagai lembaga eksklusif, sulit terjamah atau kurang merakyat. Padahal, sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi terutama setelah UU kebanksentralan pertama di Indonesia diamandemen, yaitu UU No 10 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia, menjadi UU RI No 23 Tahun 1999, yang disempurnakan dengan UU No 3 Tahun 2004. Walaupun UU BI terakhir dengan tegas menetapkan bahwa Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, namun BI diwajibkan menginformasikan secara transparan berbagai kegiatannya sebagai pertanggungjawabannya ke publik. Dengan cara mempublikasi beberapa laporannya mengenai kebijakan moneter, sistem pembayaran dan pengaturan perbankan setelah dijelaskan di legislatif (DPR) serta laporan keuangan tahunannya setelah di audit BPK. Tapi sayang tampaknya berbagai informasi tersebut belum banyak dimanfaatkan masyarakat guna mengenal atau memahami eksistensi, peran, kinerja dan prospek peranan BI. Hal ini tercermin dari masih adanya pendapat atau pernyataan beberapa pihak yang simpang siur yang sering kurang sesuai referensi ilmiah atau praktek yang berlaku di bank sentral umumnya. Misalnya, mempersoalkan surplus BI dapat menjadi obyek pajak, atau BI dianggap bukan sebagai bank sentralnya perbankan (Banker's Bank). Untuk memahami perihal bank sentral di suatu negara termasuk bank sentral di Indonesia, BI sebenarnya dapat dilakukan dengan menelaah berbagai laporannya ke publik, diantaranya mealalui laporan keuangannya. Dari laporan keuangan bank sentral dapat digali berbagai informasi berkaitan dengan aktivitas, kinerja, kondisi keuangan bank sentral, serta peranannya dalam membantu melancarkan kegiatan ekonomi dan bisnis dengan fungsinya sebagai pengedar uang, mengatur sistem pembayaran, serta mengawal kinerja perbankan. Hanya perlu diakui bahwa sumber pengetahuan untuk memahami hakekat kebanksentralan khususnya pemahaman laporan keuangannya masih belum banyak ditulis, diungkap apalagi ditelaah secara mendalam dalam buku-buku ilmiah maupun bacaan populer. Hal ini dimungkinkan karena adanya beberapa kesulitan teknis. Diantaranya praktek akuntansi yang diterapkan bank sentral dalam sistem pencatatan dan penyusunan laporan keuangannya sangat spesifik dan berbeda secara signifikan dengan lembaga lainnya,
1

perbankan konvensional sekalipun. Disebabkan adanya perbedaan mendasar pada tujuan pendirian, fungsi, tugas dan tanggungjawab suatu bank sentral. Sehingga pada gilirannya berimplikasi adanya perbedaan interpretasi atas laporan keuangan pada bank sentral. Dalam kasus BI misalnya, UU menegaskan bahwa kegiatan BI tidak diorientasikan pada kepentingan komersial atau mencari untung semata, namun untuk kepentingan publik dengan mengendalikan jumlah uang beredar, memelihara sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi sistem perbankan. Untuk itu, BI menerapkan sistem akuntansi spesifik dalam pencatatan dan penyusunan laporan keuangannya yang didasarkan pada Pedoman Akuntansi Keuangan BI (PAKBI). Penyusunan PAKBI mengacu pada prinsip akuntansi berlaku umum dan praktek akuntansi yang lazim pada bank sentral lain (IAS) dengan melibatkan lembaga kompoten dibidang akuntansi, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). Tampaknya, BI dalam menerapkan sistem akuntansi dan pencatatan laporan keuangannya telah berusaha tidak berhenti pada makna-makna akuntansi murni semata, namun juga dalam makna yang lebih luas dalam kaitannya dengan kegiatan perekonomian nasional. Sehingga diharapkan informasi-informasi yang terkandung dalam laporan keuangan BI tersebut dapat bermanfaat bagi penggunanya dalam rangka pengambilan keputusan terbaiknya. Wajib Dipublikasi Secara umum, laporan keuangan BI merupakan salah satu indikator penting yang menunjukkan keadaan moneter, keuangan dan perekonomian Indonesia dalam waktu tertentu, sebab laporan keuangan BI mengandung berbagai informasi tentang posisi keuangan otoritas moneter Indonesia yang ditugaskan negara mengelola sektor moneter atau keuangan masyarakat. Namun secara khusus, laporan keuangan BI sebenarnya menjadi salah satu media pertanggungjawaban ke publik tentang sejauhmana kinerja keuangan dan manajemen Bank Indonesia. Sesuai ketentuan, laporan keuangan BI yang disebut dengan "Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI)" wajib dipublikasi setiap tahunnya ke publik. Tapi biasanya publik baru bisa mengakses laporan ini sekitar bulan Mei karena harus menunggu selesainya proses audit yang dilakukan BPK. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya informasi yang tersampaikan sudah cukup terlambat untuk dimanfaatkan pihak eksternal sebagai dasar pengambilan keputusan strategis. LKTBI terdiri dari empat jenis laporan disertai catatannya, meliputi: 1. Neraca; 2. Laporan Surplus-Defisit; 3. Laporan Perubahan Posisi Modal/Ekuitas, dan 4. Laporan Arus Kas. Neraca BI menggambarkan kondisi keuangan BI pada suatu waktu tertentu. Sebagaimana Neraca bank sentral lainnya, salah satu karakteristik khusus Neraca BI adalah bahwa perubahan umum nilai pos-pos dalam neraca sangat ditentukan oleh perubahan nilai pos-pos kewajibannya (Liability driven), Artinya, dalam merumuskan berbagai strategi kegiatannya, BI terlebih dahulu harus menetapkan besarnya kewajiban yang harus dipenuhi sebab fungsi utamanya sebagai otoritas moneter Indonesia. Baru selanjutnya menentukan alokasi penanaman dananya secara efektif dan efisien guna dapat mengimbangi beban-beban yang timbul dari kewajiban dan tanggung jawabnya yang harus ditanggungnya sendiri sebagai otoritas moneter. Laporan Surplus Defisit BI di antaranya mencerminkan kemampuan atau kinerja manajemen BI dalam mengelola operasi usahanya menghasilkan surplus atau meminimalisasi defisitnya. Tampaknya, tugas untuk menstabilkan nilai mata uang rupiah dengan menjaga posisi inflasi dan nilai tukar rupiah dari waktu ke waktu selalu membutuhkan biaya moneter yang selalu besar dibandingkan dengan biaya tugas-tugas lainnya, sebagai akibat masih sering kurang kondusifnya perekonomian nasional, sehingga BI tampaknya selalu mengalami posisi keuangan defisit. Laporan Perubahan Ekuitas BI, diantaranya memberikan informasi tentang kewajiban yang harus dipenuhi BI terhadap "pemiliknya", yakni Negara yang diwakili Pemerintah. UU menetapkan standar kecukupan
2

modal BI sebesar 10 persen dari total Kewajiban Moneternya. Rasio sebesar 10 persen tersebut dianggap cukup bagi BI menjalankan kewajiban moneternya, sehingga apabila jumlahnya melebihi 10 persen, maka BI harus menyerahkannya ke Pemerintah. Sejak amandemen UU BI yang pertama tahun 1999, BI sudah dua kali menyetorkan sisa surplusnya ke pemerintah, yaitu pada periode 2005 dan 2006. Tahun 2007 BI tidak dapat melakukan penyetoran, sebab BI mengalami nilai rasio kecukupan modalnya hanya 8,04 persen. Laporan Arus Kas BI menggambarkan kemampuan BI dalam menghasilkan kas dan setara kas serta kebutuhan BI memanfaatkan dana tersebut, melalui aktivitas operasi, investasi dan pendanaan. Masalahnya, belum ada pedoman akuntansi khusus mengenai tata cara pencatatan dan pelaporan arus kas BI, sehingga tampaknya berpotensi menimbulkan multi tafsir bagi pengguna laporan keuangan BI, Dibeberapa bank sentral lainnya, Laporan Arus Kas ini tidak dipublikasikan, karena dianggap sudah terungkap dalam laporan-laporan keuangan lainnya. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pengenalan terutama pemahaman tentang laporan keuangan suatu bank sentral, termasuk BI jelas sangat diperlukan, terutama jika ingin mengetahui pentingnya keberadaan BI sebagai entitas manajemen dan sebagai lembaga negara yang spesifik, dalam peran, fungsi, tugas-tugas dan kewajibannya membantu melancarkan pelaksanaan kegiatan ekonomi dan bisnis para pemangku kepentingan di tingkat nasional maupun internasional.

You might also like