You are on page 1of 19

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Angka kejadian keganasan hidung dan sinus paranasal tergolong rendah, akan tetapi diagnosis yang terlambat menyebabkan keterlambatan

penatalaksanaan sehingga memerlukan perhatian khusus oleh dokter umum maupun dari ahli THT. Dari data ditemukan bahwa keganasan hidung dan sinus paranasal hanya sekitar 1% dari keganasan di seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala dan leher. Dengan predileksi tersering adalah sinus maksila (70-80%), diikuti oleh sinus etmoid dan hidung (20-30%), sedangkan sinus frontal dan sphenoid jarang dijumpai (kurang dari 1%). Hidung dan sinus paranasal merupakan rongga yang dibatasi oleh tulang tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga tumor yang timbul di daerah sinus sulit diketahui secara dini. Asal primer sulit ditentukan karena biasanya pasien berobat dalam keadaan penyakit telah lanjut dan tumor sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus. Gejala tumor sinus pun dikatakan mirip dengan sinusitis pada umumnya, sehingga seringkali lewat dari pengamatan pemeriksa. Umumnya keganasan sinus paranasal ditemukan berada dalam stadium lanjut sehingga penanganannya bersifat multidisiplin. Oleh karena itu, perlu dipelajari lebih dalam tentang tumor ganasa sinus paranasal untuk diagnosa dini dan penanganan lebih awal.

1.2 TUJUAN PENULISAN Makalah ini bertujuan memaparkan berbagai aspek mengenai tumor ganas sinus paranasal serta untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik senior di departemen THT FK USU.

PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 1 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI Hampir seluruh jenis histopatologi tumor jinak dan ganas dapat tumbuh di daerah sinonasal. Tumor ganas sinonasal dapat berasal dari epitel maupun nonepitel. 1 2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI2 Sinus paranasal adalah rongga berisi udara dalam tulang tengkorak. Secara klinis terbagi atas 2 grup : Anterior : sinus maksila, frontal, dan etmoid anterior Posterior : sinus etmoid posterior dan sphenoid

Gambar 1. Anatomi hidung Sinus maksila merupakan sinus terbesar, saat lahir memiliki volume 6-8 ml yang kapasitasnya hingga 15 ml pada dewasa. Sinus maksila berkembang dengan cepat dan mencapai ukuran maksimal pada usia dewasa. Dinding anterior
PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 2 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fossa kanina. Dinding posterior adalah permukaan infra temporal maksila. Dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung. Dinding superior ialah dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Sinus frontal terletak di os frontal dan akan mencapai ukuran maksimal pada usia 20 tahun. Bentuk dan ukurannya bervariasi namun asimetris kanan dan kiri. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal yang berhubungan dengan infundibulum etmoid. Sinus etmoid berbentuk piramid dengan dasarnya dibagian posterior. Ukuran anteroposterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebar anterior dan posterior masing masing 0,5 dan 1,5 cm. sinus etmoid terdiri dari rongga kecil menyerupai sarang tawon dan terletak antara konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus media dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sinus sphenoid terletak di dalam os sphenoid di belakang sinus etmoid posterior dan dibagi oleh septum intersfenoid. Batas superiornya adalah fosa serebri dan kelenjar hipofise, sebelah inferiornya atap nasofaring, lateralnya sinus kavernosus dan arteri karotis interna, dan di sebelah posteriornya adalah fosa serebri posterior.

Gambar 2. Anatomi sinus paranasal

PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 3 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

2.3 EPIDEMIOLOGI Di Indonesia, kekerapan jenis tumor ganas hanya berkisar 1% dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala dan leher. Di departemen THT FKUI RSCM, keganasan ini ditemukan pada 10-15% dari seluruh tumor ganas THT.1 Angka kejadian terhadap laki laki kebih besar dibandingkan wanita yaitu sekitar 2:1.1,3,5 80% dari tumor ganas sinus paranasal timbul pada kisaran usia 4585 tahun.3,7 Diperkirakan 60-70% dari keganasan sinus timbul pada sinus maksilaris, sedangkan minoritas terjadi pada sinus frontalis dan sfenoid.3

2.4 ETIOLOGI Etiologi tumor ganas ini belum diketahui, namun diduga beberapa zat kimia dan bahan industri merupakan penyebab seperti nikel, debu kayu, formaldehid, dll.1,5,6 Alcohol, asap rokok, makan diasin dan diasap diduga meningkatkan kemungkinan terjadinya keganasan.1,5,7,9 Para pekerja pabrik sepatu, perabot, dan kayu dikatakan memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena keganasan ini.9 Dikatakan bahwa karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma berkaitan dengan paparan abu nikel, minyak isopropyl, kromium, atau sulfidadiklorodietil. Infeksi virus dan kaitannya dengan malignansi masih belum jelas dan memerlukan investigasi lanjut.3 Virus HPV 6 dan 12 dukatakan terdapat pada 4% karsinoma sel skuamosa.5,7 Kronik sinusitis dikatakan juga memiliki peranan nuntuk timbulnya keganasan.6

2.5 PATOFISIOLOGI Kanker timbul saat sel tubuh menjadi abnormal dan membelah dengan tidak terkontrol. Sel ini membentuk jaringan disebut tumor. Tumor maligna bersifat kanker dan menginvasi serta merusak jaringan sehat.7 Papiloma adalah suatu bentuk tumor jinak yang dapat berkembang ke arah degenerasi maligna.4 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa epidermal growth
PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 4 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

factor receptor dan transforming growth factor alpha yang meningkat memiliki hubungan dengan kejadian awal karsinogenesis dari inverting papiloma. Infeksi virus HPV dan Epstein barr juga mungkin terlibat dalam proses perubahan inverting papiloma menjadi ganas. Walaupun inverting papiloma bersifat jinak, tumor ini dapat menjadi agresif dan ganas secara lokal. Setidaknya 10% inverting papiloma menuju ke arah karsinoma sel skuamosa. Evaluasi histologis menunjukkan hiperplasia multi lapisan epitel skuamosa-columnar tanpa atau dengan atipia.3

2.6 KLASIFIKASI Klasifikasi Histopatologi Tumor ganas hidung dan sinus paranasal tediri dari jenis epitelial dan nonepitelial. Tumor ganas epitelial adalah karsinoma sel skuamosa, kanker kelenjar air liur, adenokarsinoma, karsinoma tak terdiferensiasi, dan lain lain. Jenis nonepitelial ganas adalah hemangioperisitoma, sarkoma, limfoma maligna, plasmasitoma.1

Karsinoma sel skuamosa Karsinoma ini mencakup 80% keganasan pada hidung dan sinus paranasal. Sekitar 70% terjadi pada sinus maksilaris.3,4,5,6,10 Sinus etmoid merupakan daerah kedua yang sering terkena.10 Beberapa jenis karsinoma sering dianggap varian dari karsinoma sel skuamosa, seperti karsinoma verukosa dan karsinoma sel skuamos basalaoid.3 Pada awalnya mungkin tampak hanya seperti ulkus kecil. Pada tahap lanjut, ulkus yang besar, nekrosis, dan invasi tulang dan jaringan lunak mungkin ditemukan. Prognosa lebih baik pada pasien dengan tumor pada etmoid, lesi awal yang cepat diterapi dan adanya riwayat inverted papiloma. Kelenjar limfe jarang terlibat.3 Keterlibatan KGB regional hanya sekitar 15% dari semua kasus.6 Harapan hidup 5 tahun adalah 60-64%.3

PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 5 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

Karsinoma adenoid kistik Berasal dari kelenjar air liur dan merupakan keganasan sinus kedua yang sering ditemukan.3,10 Tumor ini dapat timbul dari kelenjar air liur minor dan mayor serta dari kelenjar mukus paru dan rongga mulut.5 Ada 3 subtipe secara histologi yaitu tubuler, kribiformis, dan solid. Pembagian subtipe ini penting karena tipe solid memiliki prognosa yang buruk. Jarang terdapat keterlibatan kelenjar limfe leher. Rekurensi yang lambat serta metastase jauh sering ditemukan berpuluh tahun setelah gejala awal. Pembedahan adalah terapi pilihan dengan radiasi post operasi. Angka harapan hidup 5 tahun berkisar 63-70 tahun.3

Adenokarsinoma Terjadi dengan peranan faktor resiko yang spesifik yaitu paparan debu kayu, pernis, dan bahan organik.3,5 Adenokarsinoma menyebabkan gejala hidung tersumbat, epistaksis, dan rhinorhea. Rasa nyeri dan ulkus mulut didapati pada tipe ganas. Destruksi lokal mata dan dasar tengkorak sering ditemui. Metastase kelenjar limfe regional dan metastase jauh jarang dijumpai. Terapi yang dilakukan adalah pembedahan luas dan radiasi post operasi. Angka harapan hidup untuk tipe ganas hanya 35% untuk 3 tahun.3

Melanoma maligna Sangat jarang terjadi yaitu hanya berkisar 45 dari keganasan hidung. Presentasi klinis dari lesi adalah massa ulserasi lunak berwarna abu keputihan atau merah jambu kehitaman. Secara histologis, mukosa melanoma dapat bervariasi. Terapi primer adalah pembedahan local dengan margin luas dengan radiasi post operasi.3

Tumor neuroendokrin sinonasal Bersifat unik karena hamper sama dengan beberapa keganasan lain seperti estesioneuroblastoma, karsinoma tak terdiferensiasi, dan karsinoma neuroendokrin. Angka harapan hidup cukup tinggi yaitu 93% dalam 5 tahun.3
PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 6 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

Estesioneuroblastoma Sering disebut neuroblastoma olfaktori.3 Tumor ini berasal dari nervus olfaktorius.4 Merupakan tumor yang lambat tumbuh berbentuk massa eksofitik polipoid dan sesil dengan permukaan yang halus.5 Gejala yang sering terjadi adalah obstruksi nasal dan epistaksis. Tumor ini sering berasal dari sel olfaktori dekat lempeng kribiformis. Namun manifestasi sering timbul pada stadium lanjut. Metastase KGB leher ditemukan kurang dari 5%.3 Karsinoma neuroendokrin sel kecil Timbul pada rongga hidung dan sinus paranasal pada pasien dengan usia 26-77 tahun. Beberapa sinus hampir selalu terlibat. Metastase KGB leher dan metastase paru sering terjadi. Terapi berupa kombinasi antara pembedahan., radiasi, dan kemoterapi. Prognosis sangat jelek.3

Karsinoma verukosa Merupakan tipe karsinoma skuamosa dengan karakteristik tampilan seperti jamur dengan kompleks papilar. Pada pemeriksaan histologis tampak sel skuamos berkeratin dengan hiperplasia atau banyak sel. Menyebabkan kerusakan dengan invasi lokal namun jarang metastase.3

Karsinoma tak terdiferensiasi Karsinoma ini jarang terdapat pada sinus paranasal. Jenis ini agresif dan prognosa buruk dengan rekurensi yang tinggi. Dilakukan pembedahan dengan kemoterapi.3

Limfoma Tumor ini adalah lesi sinonasal yang bersifat destruktif berkaitan dengan gajala obstrukstif, destruksi tulang dan kelenjar lunak, dan perdarahan. Terapi adalah dengan radiasi dengan atau tanpa kemoterapi. Prognosis masih dikatakan buruk.3

PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 7 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

Sarcoma Tumor ini sangat jarang pada sinus. Yang paling sering terjadi pada anak adalah rabdomiosarkoma. Terapi yang dilakukan adalah kombinasi kemoterapi dan radioterapi.3

Klasifikasi Stadium Bermacam macam klasifikasi untuk menentukan stadium hanya berlaku untuk karsinoma sinus maksilaris, etmoid, dan rongga hidung. Sedangkan untuk tumor sfenoid dan frontal tidak termasuk karena sangat jarang ditemukan.1 Kalsifikasi yang digunakan adalah TNM yang diciptakan oleh AJCC.4,5 Perluasan tumor primer dikategorikan dalam T1-T4. Metastasis ke kelenjar limfa leher regional dikategorikan dengan N0-N3. Sedangakan metastasis jauh dikategorikan dengan M0 dan M1. 1 Tx : tumor primer tidak dapat dinilai T0 : tidak ada bukti adanya tumor Tis : karsinoma insitu4 Tumor primer Maksila3,4,7 T1 T2 Tumor terbatas di mukosa dan tidak ditemukan erosi atau destruksi tulang Tumor sudah mengakibatkan erosi atau destruksi tulang, meluas ke palatum durum dan atau meatus media tanpa perluasan ke dinding posterior sinus maksila dan tulang pterigoid T3 Tumor sudah menginvasi salah satu organ : dinding posterior sinus maksila, jaringan subkutan, dasar atau medial orbita, fossa pterigoid, sinus etmoid T4a Tumor sudah menginvasi salah satu organ : masuk anterior orbita, kulit pipi, os pterigoid, fossa infratemporal, kribiformis, sinus sphenoid atau frontal T4b Tumor sudah menginvasi salah satu organ : apeks orbita,

dura/intraserebral, fossa kranii media, saraf cranial selain cabang maksila


PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 8 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

saraf trigeminal, nasofaring atau klivus Tumor primer etmoid dan rongga hidung 3,4,7 T1 Tumor terbatas pada salah satu organ di rongga hidung atau satu sisi sinus etmoid, dengan atau tanpa invasi tulang T2 Tumor sudah meluas kedua organ di rongga hidung atau kedua sisi sinus etmoid atau meluas ke kompleks nasoetmoid, dengan atau tanpa invasi tulang T3 Tumor sudah meluas dan menginvasi dinding medial atau lantai orbita, sinus maksila, palatum, daerah kribiformis T4a Tumor sudah menginvasi salah satu organ : masuk anterior orbita, kulit pipi atau hidung, os pterigoid, pelruasan minimal ke fossa kranii anterior, sinus sphenoid atau frontal T4b Tumor sudah menginvasi salah satu organ : apeks orbita,

dura/intraserebral, fossa kranii media, saraf cranial selain cabang maksila saraf trigeminal, nasofaring atau klivus Keterlibatan kelenjar getah bening regional 3,4,7 Nx N0 N1 Adanya metastase ke KGB regional tidak dapat dinilai Tidak terdapat metastase ke KGB regional Metastase ke salah satu KGB regional ipsilateral dengan diameter terbesar sama dengan atau < 3 cm N2 Metastase ke salah satu KGB ipsilateral dengan diameter terbesar antara 3-6 cm atau multiple ipsilateral, atau bilateral atau kontralateral dengan diameter terbesar < 6 cm N2a Metastase ke salah satu KGB ipsilateral dengan diameter terbesar antara 3-6 cm N2b N2c Metastase ke KGB ipsilateral dengan diameter terbesar < 6 cm Metastase ke KGB bilateral atau kontralateral dengan diameter terbesar

PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 9 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

sampai 6 cm N3 Metastase ke KGB dengan diameter terbesar > 6 cm

Adanya metastase jauh1,4 Mx M0 M1 Adanya metastase jauh tidak dapat dinilai Tidak terdapat metastase jauh Terdapat metastase jauh

Klasifikasi stadium TNM4,7 Stadium 0 Stadium 1 Stadium II Stadium III Stadium Iva Stadium IVb Stadium IVc Tis T1 T2 T1,T2 / T3 T1, T2, T3 / T4a T4b / setiap T Setiap T N0 N0 N0 N0 / N0, N1 N2 / N0, N1, N2 Setiap N / N3 Setiap N M0 M0 M0 M0 M0 Mo M1

2.7 DIAGNOSIS Diagnosa ditegakkan dengan berbagai pemeriksaan. Langkah awal yang dilakukan adalah identifikasi tanda dan gejala dengan anamneses. Diagnosa tumor ganas sering terlambat karena gejala seperti sinusitis kronik. 10% penderita mengalami riwayat sinusitis kronik yang menetap sebelum timbul keganasan.6,10

Anamnesa Gejala bergantung dari asal primer tumor serta arah perluasannya. Tumor di dalam sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor besar, mendorong, atau menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, mulut, pipi atau orbita.1 Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rhinorhea. Secret sering bercampur darah atau terjadi epistaksis.1,6 Dapat terjadi deformitas hidung.
PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 10 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

Sekret pada tumor ganas berbau akibat jaringan nekrotik.1 Gejala nasal ditemukan 50% dari semua pasien.5 Gejala orbital berupa diplopia, proptosis, oftalmoplegia, gangguan visus, dan epifora.1,6 Gejala oral berupa penonjolan atau ulkus di palatum atau di prosesus alveolaris.1 Gejala oral lain dapat berupa hilangnya gigi, perdarahan dari gusi, nyeri oral, dan trismus.6 Gejala fasial berupa penonjolan pipi disertai nyeri, anestesi, atau parastesia akibat terlibatnya nervus trigeminus.1,6 Gejala intrakranial menyebabkan sakit kepala hebat, oftalmoplegia, gangguan visus, dan gejala saraf yang lain.1 Gejala awal yang dapat terjadi yaitu epistaksis, obstruksi nasal, sinusitis berulang, nyeri sinus, proptosis, parestesia wajah, diplopia, atau adanya massa leher yang asimptomatik.3

Pemeriksaan Fisik Pertama inspeksi wajah pasien. Jika ada proptosis, perhatikan arah terdorongnya bola mata. Jika terdorong ke atas berarti tumor berasal dari sinus maksilaris, jika terdorong ke bawah dan lateral berarti berasal dari sinus frontalis atau etmoid.1 Massa yang permukaannya berbenjol benjol, rapuh dan mudah berdarah, merupakan pertanda tumor ganas. Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada di sinus maksila.1

Pemeriksaan Radiologi Gambaran ragiologi menunjukkan adanya densitas bayangan dalam sinus yang terlibat, biasanya dengan penipisan atau penggembungan dari dinding tulang sekitar.6 Foto polos sinus paranasal kurang berfungsi untuk mendiagnosa, namun berfungsi untuk diagnose awal terutama jika ada erosi tulang dan perselubungan padat unilateral.1

PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 11 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

CT scan merupakan sarana terbaik karena lebih jelas memperlihatkan perluasan tumor dan destruksi tulang.1 tulang yang menjadi kunci adalah dinding orbita, lempeng kribiformis, fossa etmoidalis, dinding posterior sinus maksila, fossa pterigopalatina, sinus sphenoid, dan tabula posterior sinus frontal.5 Osteolisis sering ditemukan pada karsinoma sel skuamosa, sarcoma, dan karsinoma tak terdiferensiasi.3 CT harus dilakukan untuk mengetahui jangkauan pembedahan.10 MRI dapat membedakan jaringan tumor dari jaringan normal.1 MRI berguna untuk melihat adanya kerterlibatan organ lain seperti invasi orbita, penyebaran perineural, invasis basis kranii, ekstensi intrakranial, dan invasi tumor ke organ lainnya.3 MRI dapat membedakan jaringan tumor dengan jaringan inflamasi dan secret pada sinus.5

Gambar 3. Malignansi sinus paranasal

Gambar 4. Potongan axial MRI malignansi sinus paranasal


PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 12 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

Histopatologi Diagnosis pasti ditegakkan secara histopatologis dengan biopsi. Jika tumor telah menyebar ke rongga hidung atau mulut maka biopsi mudah untuk dilakukan. Biopsi tumor sinus dapat dilakukan melalui tindakan sinoskopi atau melalui operasi Caldwell-luc.1

2.8 PENATALAKSANAAN Diperlukan pendekatan multidisiplin sebagai pengobatan tumor ini. Pengobatan untuk kekambuhan termasuk surgikal, kemoterapi, dan atau radiasi.3 Pembedahan dikontraindikasikan pada kasus kasus yang telah bermetastasis jauh, sudah meluas ke sinus kavernosus bilateral, atau tumor sudah mengenai kedua orbita.1 Pada kasus dimana massa tidak bias lagi direseksi, kemoterapi bersamaan dengan radioterapi dosis tinggi terbukti efektif dan dapat memperbaiki prognosis pasien walaupun pada dasarnya prognosa sudah buruk.1 Kemoterapi sangat baik pada tumor ganas atau yang bersifat residif.1 Protokol yang digunakan untuk tumor sinonasal adalah regimen platin untuk karsinoma sel skuamos dan dengan doxorubicin atau fluorouracil untuk neoplasma malignan kelenjar.5 Tindakan pembedahan harus seradikal mungkin. Biasanya dilakukan maksilektomi, dapat berupa maksilektomi medial, total, atau radikal. Sesudah maksilektomi total, harus dipasang prosthesis maksila sebagai tindakan rekonstruksi dan rehabilitasi.1 Terapi radiasi diperlukan dalam keganasan sinus karena metastase ke KGB retrofaring.10 Pada pasien dengan tumor yang dapat dibedah, secara umum dilakukan radiasi sebelum dan setelah pembedahan. Beberapa institusi tetap memberikan radiasi dosis penuh preoperatif pada pasien stadium II dan III dan 4 6 setelahnya.4 Dosis preoperatif adalah 50 Gy dan dosis post operatif adalah 60-70 Gy.5 Kebanyakan stadium T1 dan T2 karsinoma sinus maksilaris di tatalaksana dengan pembedahan saja. Sedangkan stadium T3 dan T4 diterapi dengan
PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 13 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

pembedahan dan radioterapi.9 Beberapa tekhnik pembedahan yang dapat dilakukan antara lain3 : - endoskopik maksilektomi medial - rhinotomi lateral - Anterior maksilari punch - reseksi kraniofasial - transfasial dengan tekhnik degloving midface - pendekatan fossa infratemporal

Terapi tumor ganas pada sinus maksila Terapi utama untuk tumor sinus maksilaris adalah reseksi surgikal. Maksilektomi merupakan pendekatan standar.5 Stadium I : dilakukan reseksi surgikal dengan mempetimbangkan radiasi post operasi untuk tumor dengan margin tertutup.4 Stadium II dan III : reseksi surgikal dengan radiasi dosis tinggi pre dan postoperasi.4 Stadium IV : radioterapi dosis tinggi. Pembedahan merupakan kontraindikasi.4

Terapi tumor ganas pada sinus etmoid Stadium I : terapi radiasi eksternal tunggal digunakan untuk kasus tanpa pembedahan. Lesi yang terlokalisir dapat direseksi dan dilakukan radiasi post operasi.4 Stadium II : radiasi eksternal tunggal lebih baik daripada pembedahan.4 Stadium III : reseksi kraniofasial dengan radiasi dosis tinggi pre dan post operasi.4,5 Stadium IV : seperti stadium III, namun pada pasien yang tak dapat dioperasi diberikan kombinasi kemoterapi dan radioterapi.4

Terapi tumor ganas sinus sfenoid

PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 14 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

Stadium I, II : terapi seperti karsinoma naso faring dengan terapi primer adalah radioterapi.4 Stadium III, IV : kombinasi kemoterapi dan radioterapi dapat dipertimbangkan.4

Rehabilitasi Rehabilitasi dilakukan sebagai lanjutan. Rehabilitasi yang dilakukan meliputi pelatihan bicara dan menelan.7

2.9 DIAGNOSIS BANDING Gejala yang tidak spesifik dan terjadi dalam waktu lama menyebabkan keterlambatan diagnosa, bahkan kesalahan diagnosa. Manifestasi gejala tumor ganas sinus dapat dikaburkan dengan diagnosa lain seperti rhinosinusitis, infeksi saluran nafas atas, hidung tersumbat, serta epistaksis.8

2.10 KOMPLIKASI Komplikasi keganasan sinus terkait dengan


3

peembedahan

dan

rekonstruksi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi yaitu : 1. Perdarahan : untuk menghindari perdarahan arteri etmoid anterior dan posterior dan arteri sfenopalatina dapat dikauter atau diligasi. 2. Kebocoran cairan otak : cairan otak dapat bocor dekat dengan basis kranii. Tanda dan gejala yang terjadi termasuk rinorhea yang jernih, rasa asin di mulut, dan tanda halo. Perawatan konservatif dengan tirah baring dan drainase lumbal dapat dilakukan selama 5 hari bersama antibiotik. Jika gagal, harus dilakukan intervensi pembedahan. 3. Epifora : hal ini sering terjadi saat pembedahan disebabkan oleh obstruksi pada aliran traktus lakrimalis. Endoskopik lanjutan dan tindakan dakriosistorhinostomi mungkin perllu dilakukan. 4. Diplopia : perbaikan dasar orbita yang tepat adalah kunci untuk menghindari komplikasi ini. Jika terjadi diplopia, penggunaan kacamata prisma merupakan terapi yang paling sederhana.
PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 15 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

5. Rekonstruksi : jika terjadi invasi orbita atau destruksi tulang, maka harus diputuskan apakah orbita tetap dibiarkan atau harus diangkat.

Rekonstruksi diperlukan pada defek yang luas yang menyebabkan reseksi dasar orbita secara total melibatkan 2 atau lebih dinding orbita untuk mencegah disfungsi mata.

2.11 PROGNOSIS Pada umumnya prognosis kurang baik. Faktor faktor seperti perbedaan diagnosis histologis, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan sebelumnya, status batas sayatan, terapi adjuvan, status imunologis, follow up, dapat berpengaruh terhadap prognosis penyakit. Pengobatan yang agresif akan memberikan hasil terbaik dalam mengontrol tumor dan akan meningkatkan angka bertahan hidup selama 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium.1 Angka ketahanan hidup khususnya untuk tumor sinus maksilaris sekitar 40% dalam 5 tahun. Tumor stadium dini dapat sembuh hingga 80%. Pasien dengan tumor yang tidak direseksi dan melakukan terapi radiasi memiliki angka kesembuhan kurang dari 20%. 3 pada umumnya tumor ganas sinus ditemukan pada stadium yang telah lanjut, sehingga angakar kesembuhan < 50%.4

PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 16 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

BAB 3 PENUTUP

3.1 KESIMPULAN Tumor sinus paranasal pada dasarnya jarang ditemukan, baik yang jinak maupun yang ganas. Faktor faktor resiko untuk keganasan sinus paranasal sangat kompleks, multifaktor, dan kontroversial seperti paparan nikel, kromium, rokok, alkohol, dan infeksi virus. Tumor hidung dan paranasal secara garis besar dikelompokkan menjadi epitel dan nonepitel. Klasifikasi juga dibedakan yaitu klasifikasi berdasarkan histopatologisnya dan stadiumnya. Gejala awal yang sering adalah gejala nasal seperti epistaksis, hidung tersumbat, sinusitis berulang, sekret berbau di hidung, dan juga terdapat gejala organ lain seperti diplopia, proptosis, nyeri wajah, dan adanya massa pada leher. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamneses, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Namun, diagnose pasti ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologis dengan biopsi. Prinsip penatalaksanaan bergantung pada

stadiumnya. Namun meliputi pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi.

PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 17 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

DAFTAR PUSTAKA
1. Armiyanto, Roezin A. Tumor Hidung dan Sinonasal. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2007. h. 178-181. 2. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus Paranasal. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2007. h. 145-149. 3. Klem C, Theler JM. 2011. Malignant Tumors of the Sinuses. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/847189-overview [updated 25 May 2011] 4. NCI. 2011. Paranasal Sinus and Nasal Cavity Cancer Treatment. National Cancer Institute. Diunduh dari :

http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/paranasalsinus/HealthP rofessional [updated 2 April 2011] 5. Katzenmeyer K, Pou A. 2000. Neoplasms of the Nose and Paranasal Sinuses. MediSepcialty Otolaryngology. Diunduh dari :

http://www.otohns.net/default.asp?id=14054 [updated : 7 Juni 2000] 6. Shahinian HK. 2011. Endoscopic Surgery of the Paranasal Sinuses and Anterior Skull Base. Skull Base Institute. Diunduh dari :

http://www.skullbaseinstitute.com/head-and-neck-tumors/paranasalsinonasal-tumor-endoscopic-surgery.html 7. American Society of Clinical Oncology. 2011. Nasal cavity and Paranasal Sinus Cancer. ASCO University. Diunduh dari :

http://www.cancer.net/patient/Cancer+Types/Nasal+Cavity+and+Paranasa l+Sinus+Cancer [updated : 11 Agustus 2011] 8. Shapiro NL, Bhattacharyya N. 2009. Staging and Survival for Sinus Cancer in the Pediatric Population. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology. Diunduh dari www.elsevier.com/locate/ijporl

[updated 31 Agustus 2009]


PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 18 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

[TUMOR GANAS SINUS PARANASAL]

2011

9. Goldenberg D, Golz A, Fradis M, Martu D, Netzer A, Joachims HZ. 2011. Malignant Tumors of the Nose and Paranasal Sinuses : a Retrospective review of 291 Cases. Ear, Nose, & Throat Journal. Diunduh dari : http://findarticles.com/p/articles/mi_m0BUM/is_4_80/ai_75176941/ [updated 28 May 2011] 10. Adams GL. Tumor Tumor Ganas Kepala dan Leher. Dalam : Adams GL, Boies LR, Higler PH, ed. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC, 1997. h. 443.

PPPD Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher 19 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

You might also like