You are on page 1of 24

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sumber daya laut yang memiliki Indonesia sebagai sebuah negara dengan wilayah laut yang cukup luas sangatlah besar. Salah satu sumber daya laut yang melimpah ialah dari sector rumput laut. Sejak jaman dahulu rumput laut sudah dikenal memiliki banyak manfaat. Hingga saat ini pun banyak industry yang memanfaatkan eksraksi rumput laut sebagai campuran dalam pengolahan berbagai macam produk. Misalnya dalam produk kecantikan, sampo, pupuk, hingga industri pengolahan bahan pangan. Rumput laut memiliki beraneka ragam jenis. Diantaranya ialah ganggang merah (Rhodophyceae), ganggang hijau (Chlorophyceae), ganggang hijau biru (Cyanophyceae), dan ganggang coklat (Phaeophyceae). Namun dari berbagai jenis tersebut yang paling banyak dimanfaatkan ialah jenis rumput laut dari golongan ganggang merah (Rhodophyceae) dang ganggang coklat (Phaeophyceae). Karagenan merupakan salah satu jenis koloid dari rumput laut yang paling penting dalam industri pangan. Karagenan banyak dimanfaatkan sebagai bahan pengental dalam pembuatan beberapa macam produk makanan, misalnya cokelat milk, ice cream, infat formula, jelly dan sebagainya (Sugeng, 2004). Menurut Angka dan Suhartono (2000), jenis rumput laut merah ternyata lebih banyak dimanfaatkan ada sekitar 230 jenis, sebagian besar digunakan di bidang industri tetapi masih sedikit untuk obat. Salah satu jenis rumput laut merah yang banyak dimanfaatkan adalah Kappaphycus alvarezii (repository.ipb.ac.id) Kappaphycus alvarezii termasuk dalam rumput laut yang mempunyai nilai komersial dan komoditas ekspor. Rumput laut jenis ini merupakan salah satu carragenophytes yaitu rumput laut penghasil karaginan. Hasil olahan dari Kappaphycus alvarezii banyak digunakan sebagai pengemulsi, pembentuk gel, penstabil, dan pengental (repository.ipb.ac.id) Tiga tipe utama karagenan yang digunakan dalam industri makanan adalah karagenan, -karagenan(E. cottonii), dan -karagenan (E. spinosum).Karagenan

diperoleh melalui ekstraksi dari rumput laut yang dilarutkan dalam air atau larutan basa kemudian diendapkan menggunakan alkohol atau Kcl. Alkohol yang digunakan terbatas pada metanol, etanol, dan isopropanol. Karagenan dapat digunakan pada makanan hingga konsentrasi 1500mg/kg.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Karagenan).

1.2 Tujuan Mengisolasi karagenan dari rumput laut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput Laut Rumput laut merupakan bagian terbesar dari tumbuhan laut. Rumput laut terdiri atas tiga kelas yaitu Chlorophyceae (ganggang hijau), Phaeophyceae (ganggang coklat), dan Rhodophyceae (ganggang merah). Ketiga kelas ganggang tersebut merupakan sumber produk bahan alam hayati lautan yang sangat potensial dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah maupun bahan hasil olahan (Aslan, 1998). Jenis rumput laut yang bernilai ekonomis penting antara lain : Acantthopeltia, Gracilaria, Giledella, Gelidium, sebagai penghasil agar-agar, Eucheuma, Gigartina, Hypnea, sebagai penghasil karagenan, Ascophyllum, Ecklonia, Turbinaria sebagai penghasil alginate. Pertama kali rumput laut dimanfaatkan sebagai sayuran dan bahan obat obatan, namun ada pula yang memanfaatkannya sebagi bahan baku pembuatan gelas. Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah jenis ganggang merah. Jenis ganggang merah banyak diamanfaatkan sebab mengandung agar-agar, karaginan, porpiran, maupun furcelaran. Alga merah mengandung pigmen fikibilin yang terdiri dari fikoeritrin dan fikosianin, sedangkan cadangan makanannya berupa karbohidrat (Floridean starch) (Nehen, 1987). Gulmalautataurumputlautmerupakansalahsatusumberdayahayati yang terdapat di

wilayahpesisirdanlaut.Istilahrumputlautrancusecarabotanikarenadipakaiuntuk duakelompoktumbuhan yang berbeda. Dalambahasa Indonesia, Yang yang di

istilahrumputlautdipakaiuntukmenyebutbaikgulmalautdanlamun. dimaksudsebagaigulmalautadalahanggotadarikelompokvegetasi dikenalsebagaialga perairan yang (ganggang).Sumberdayainibiasanyadapatditemui

berasosiasidengankeberadaanekosistemterumbu di

karang.Gulmalautalambiasanyadapathidup atassubstratpasirdankarangmati(Istiani dkk., 1985).

Selainhidupbebas

di

alam,

beberapajenisgulmalautjugabanyakdibudidayakanolehsebagianmasyarakatpes isir Indonesia.Contohjenisgulmalaut yang banyakdibudidayakan di

antaranyaadalahEuchemacottoniidanGracilaria spp.Beberapadaerahdanpulau di Indonesia yang di

masyarakatpesisirnyabanyakmelakukanusahabudidayagulmalautini

antaranyaberada di wilayahpesisirKabupatenAdministrasi Kepulauan Seribu, ProvinsiKepulauan Riau, Pulau Lombok, Sulawesi, MalukudanPapua. Secarabotani, yang dimaksudsebagairumputlautadalahlamun, yang laut,

sekelompoktumbuhansejatianggotakelompokmonokotil telahberadaptasidenganair

bahkantergantungpadalingkunganini.Lamunkurangberartisecaraekonomibagi manusia, tetapipadanglamunmenjaditempathidup yang

disukaiberbagaipenghuniperairanlautdangkal di daerahtropika.

2.1.1 Morfologi Rumput laut merupakan salah satu komoditi perikanan yang akhirakhir ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat diantaranya adalah Eucheuma Cottonii (Kappaphycus alvarezii) (Fibrianto, 2007). Tanaman ini hanya terdiri dari thallus, tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati. Fungsi ketiga bagian ini digantikan oleh thallus(Meiyana et. al. 2001) Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu carragaenophtytes yaitu rumput laut penghasil karagenan, yang berupa senyawa polisakarida. Karagenan dapat terekstraksi dengan air panas yang mempunyai kemampuan untuk membentuk gel. Sifat pembentukan gel pada rumput laut ini dibutuhkan untuk menghasilkan pasta yang baik, karena termasuk ke dalam golongan Rhodophyta yang menghasilkan florin starch (Winarno 1990). Kappaphycus alvarezii umumnya terdapat di daerah tertentu dengan persyaratan khusus, kebanyakan tumbuh di daerah pasang surut atau yang selalu terendam air. Melekat pada substrat di daerah perairan berupa

karang batu mati, karang batu hidup, batu gamping dan cangkang molusca. Kappaphycus alvarezii masuk kedalam marga Euchema dengan ciri-ciri umum (Aslan 1999) adalah : Berwarna merah, merah-coklat, hijau-kuning Thalli (kerangka tubuh tanaman) bulat silindris atau gepeng Substansi thalli gelatinus dan atau kartilagenus (lunak seperti tulang rawan) Memiliki benjolan-benjolan dan duri. 2.1.2 Klasifikasi Klasifikasi rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii menurut Doty (1986) diacu dalam Atmadja et al. (1996) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieriaceae Genus : Eucheuma Spesies : Eucheuma cottonii Doty / Kappaphycus alvarezii Doty

2.1.3 Komposisi Kimia Komposisi kimia rumput laut bervariasi antar individu, spesies, habitat, kematangan dan kondisi lingkungannya. Kandungan rumput laut segar adalah air yang mencapai 80-90 %, sedangkan kadar protein dan lemaknya sangat kecil. Walaupun kadar lemak rumput laut sangat rendah, tetapi susunan asam lemaknya sangat penting bagi kesehatan. Lemak rumput laut mengandung asam lemak omega-3 dan omega-6 dalam jumlah yang cukup tinggi. Kedua asam lemak ini merupakan asam lemak yang penting bagi tubuh, terutama sebagai pembentuk membran jaringan otak, syaraf, retina mata, plasma darah dan organ reproduksi. Dalam 100 gram rumput laut

kering mengandung asam lemak omega-3 berkisar 128-1.629 mg dan asam lemak omega-6 berkisar 188-1.704 mg (Winarno 1990). Komposisi kimia rumput laut Kappaphycus alvarezii dapat dilihat pada Tabel1. Tabel 1. Komposisi kimia rumput laut Kappaphycus alvarezii

Komposisi Air (%) Protein (%) Lemak (%) Abu (%) Serat makanan tidak larut (%) Serat makanan larut (%) Total serat makanan (%) Mineral Zn (mg/g) Mineral Mg (mg/g)

Jumlah 83,3 0,7 0,2 3,4 58,6 10,7 69,3 0,01 2,88

Mineral Ca (mg/g)

2,80

Mineral K (mg/g) Mineral Na (mg/g) Sumber: Santoso et al.(2003)

87,1 11,93

2.1.4 Siklus Hidup dan Reproduksi Divisi Rhodophyta meliputi algae merah yang dapat dibedakan dengan algae eukariotik lain menurut kombinasi dari karakteristiknya. Dalam reproduksinya algae merah tidak memiliki stadia gamet berbulu cambuk. Reproduksi seksualnya melibatkan sel betina yang disebut karpogonia dan gamet jantan yang disebut spermatia (Dawes,1981; Bold and Wynne,1985;

Sadhori,1992). Alat pelekat (holdfast) terdiri dari perakaran sel tunggal atau sel banyak, Algae dari divisi ini memiliki pigmen fikobilin yang terdiri dari fikoeretrin (berwarna merah) dan fikosianin (berwarna biru), bersifat adaptasi kromatik, yaitu memiliki penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai warna pada thalli seperti : merah tua, merah muda, pirang, coklat, kuning dan hijau. Dalam dinding selnya algae ini terdapat selulosa, agar, carrageenan, porpiran dan selaran (Aslan,1998). Rhodopyceae dapat melakukan reproduksi secara vegetative, yaitu dengan fragmentasi talusnya. Akan tetapi cara demikian ini hanya terdapat pada beberapa jenis tertentu saja. Rhodopyceae membentuk satu atau beberapa macam spora yang tidak berflagel yaitu karpospora, spora netral, monospora, bispora, tetraspora, atau polispora (Taylor,1960). Karpospora adalah spora yang terbentuk secara seksual, spora ini terbentuk secara langsung atau tidak langsung dari zigot. Spora-spora lainnya adalah spora aseksual. Spora netral adalah spora yang terbentuk langsung dari sel vegetative yang mengalami metamorfosa. Monospora adalah spora yang terbentuk dalam sporangium yang hanya menghasilkan satu spora saja (Taylor, 1960). Reproduksi gametik pada Rhodopyceae berbeda dengan golongan alga lainnya dan untuk struktur yang berkaitan dengan reproduksi ini, mempunyai erminology tersendiri. Alat kelamin jantan disebut

spermatangium, sel kelamin jantan tidak berflagella disebut spermatium, dalam satu spermatangium hanya dibentuk satu spermatium saja. Alat kelamin betina disebut karpogonium yang terdiri dari satu sel yang di bagian ujung distalnya terdapat tonjolan yang disebut trikhogin, inti terdapat di bagian dasar dari karpogonium. Spermatium yang dibebaskan dari spermatangium terbawa gerakan air sampai trikhogin. Pada tempat menempelnya spermatium terbentuklah lubang kecil sehingga inti dari spermatium dapat masuk ke dalam trikhogin dan berimigrasi ke bagian dasar dari karpogium di mana inti karpogium berada. Kedua inti bersatu dan

terbentuklah zygot. Rhodophyceae yang tinggi tingkatannya mempunyai daur hidup dengan pergantian keturunan yang bifasik dan trifasik (Romimohtarto, 2001). Pada umumnya Kappaphycus alvarezii terdapat di daerah tertentu dengan persyaratan khusus, kebanyakan tumbuh di daerah pasang surut (intertidal) atau daerah yang selalu terendam air (sub tidal) dan melekat pada substrat di dasar perairan berupa karang mati, karang batu atau cangkang moluska. Umumnya mereka tumbuh dengan baik di daerah pantai berbatu (reef), karena di tempat inilah beberapa persyaratan untuk pertumbuhannya banyak terpenuhi, diantaranya faktor kedalaman perairan, cahaya, substrat dan gerakan air (Aslan, 1995).

2.2 Karageenan 2.2.1 Struktur Kimia Karageenan Menurut Imeson (2000), karagenan merupakan polisakarida berantai linear dengan berat molekul yang tinggi. Rantai polisakarida tersebut terdiri dari ikatan berulang antara gugus galaktosa dengan 3,6-

anhidrogalaktosa (3,6 AG), keduanya baik yang berikatan dengan sulfat maupun tidak, dihubungkan dengan ikatan glikosidik -(1,3) dan -(1,4).

Struktur kimia karagenan disajikan pada Gambar 1. Gugus molekul yang diberi lingkaran merah merupakan gugus 3,6-anhidrogalaktosa sedangkan gugus molekul yang tidak diberi lingkaran merah adalah gugus galaktosa.

Gambar 1. Struktur kimia kappa, iota, dan lambda karagenan (Bubnis, 2000)

Kappa karagenan tersusun atas -(1,3) D-galaktosa-4-sulfat dan (1,4) 3,6-anhidrogalaktosa. Kappa karagenan mengandung 25% ester sulfat dan 34% 3,6-anhidrogalaktosa. Jumlah 3,6-anhidrogalaktosa yang terkandung dalam kappa karagenan adalah yang terbesar diantara dua jenis karagenan lainnya. Iota karagenan tersusun atas -(1,3) D-galaktosa-4-sulfat dan -(1,4) 3,6 anhidrogalaktosa-2-sulfat. Iota karagenan mengandung 32% ester sulfat dan 30% 3,6-anhidrogalaktosa. Lambda karagenan tersusun atas -(1,3) Dgalaktosa-2 sulfat dan -(1,4) D-galaktosa-2,6-disulfat. Lambda karagenan mengandung 35% ester sulfat dan hanya mengandung sedikit atau tidak mengandung 3,6-anhidrogalaktosa (Imeson, 2000). Selain ketiga jenis tipe karagenan tersebut, terdapat pula dua jenis tipe karagenan lain yaitu, mu ( ) dan nu ( ) karagenan. Komponen penyusun karagenan disajikan secara lengkap pada Tabel 1.

Tabel 1. Komponen penyusun karagenan

Jenis karagenan

Komponen penyusun

Iota karagenan

D-galaktosa-4-sulfat, 3,6-anhidrogalaktosa-2-sulfat

Kappa karagenan

D-galaktosa-4-sulfat, 3,6-anhidrogalaktosa

Lambda karagenan

D-galaktosa-2-sulfat, D-galaktosa-2,6-disulfat

Mu karagenan

D-galaktosa-4-sulfat, D-galaktosa-6-sulfat,

Nu karagenan

D-galaktosa-4-sulfat, D-galaktosa-2,6-disulfat

Sumber : Glicksman (1979)

Mu karagenan merupakan prekursor dari kappa karagenan sedangkan nu karagenan adalah prekursor dari iota karagenan (Imeson,2000). Kedua jenis karagenan ini tidak memiliki gugus 3,6- anhidrogalaktosa tetapi memiliki gugus sulfat yang berikatan dengan C6 dari gugus galaktosa seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia mu karagenan (Bubnis, 2000) Menurut Bubnis (2000), gugus sulfat yang berikatan dengan C6

dapat menghambat terjadinya proses pembentukan gel. Hal ini disebabkan gugus sulfat tersebut membuat rantai panjang polisakarida menjadi kaku (kink) sehingga tidak bisa membentuk heliks. Adanya enzim dekinkase yang terdapat pada rumput laut dapat memecah ikatan gugus sulfat tersebut dan menghasilkan 3,6-anhidrogalaktosa seperti disajikan pada Gambar 3. Penambahan alkali pada proses ekstraksi rumput laut juga membantu proses pemutusan ikatan pada gugus sulfat. Hal ini menyebabkan berubahnya struktur mu karagenan menjadi kappa karagenan. Proses yang sama juga terjadi pada struktur nu karagenan yang berubah menjadi iota karagenan.

Gambar 3. Proses perubahan struktur mu karagenan menjadi kappa karagenan (Bubnis, 2000) Hal inilah yang menjadi prinsip pemisahan fraksi karagenan menggunakan teknik presipitasi. Menurut Anonim (2008c), presipitasi merupakan teknik pemisahan dengan menambahkan senyawa kimia. Pada proses pengolahan karagenan, presipitasi digunakan untuk memisahkan fraksi fraksi karagenan yang terdapat pada ekstrak rumput laut. Senyawa kimia yang digunakan adalah senyawa alkali seperti Kcl. Fraksi yang peka terhadap ion kalium disebut kappa karagenan sedangkan fraksi yang tidak peka terhadap ion kalium disebut lambda karagenan (Belitz dan Grosch, 1999). Perbedaan fraksi hasil pemisahan karagenan tersebut didasarkan pada jumlah 3,6-anhidrogalaktosa dan posisi dari gugus ester sulfat (Glicksman, 1983). Kappa karagenan mengandung jumlah 3,6-anhidrogalaktosa yang lebih banyak dibandingkan lambda karagenan. Namun lambda karagenan

mengandung lebih banyak gugus sulfat dibandingkan kappa karagenan (Glicksman, 1983). 2.2.2 Biosintesa Karageenan Biosintesismerupakanpembentukkanmolekulalami yang terjadi di dalamseldarimolekullain melaluireaksiendeorganik. biosintesisakanberlangsungsangatkompleks, yang kurangrumitstrukturnya, Proses tergantungdarimacamenzim

yang tersediasehinggatumbuhansejenis yang tumbuh di daerah yang berbedasangatmemungkinkanuntukmempunyaijalurpembentukkanmetabolitte rtentu yang tidak identic (Paolo Manito, 1992). 2.3 Manfaat Karageenan Karagenanmerupakansuatujenisgalaktan yang

umumdigunakanpadaindustrimakanan, industriminuman, industrikosmetik, tekstil, obat-obatan, dan cat (Aslan, 1998). Padaindustrikosmetik, master, karaginandigunakansebagaisediaankrem, pasta

gigidanlotion.Padabidangteknologidigunakansebagaisediaankulturbakteridans ebagaiimobilisasienzim. kombinasigaramnatriumdengan Di bidangindustrikuedan roti, lambda-

Karaginandapatmeningkatkanmutuadonan.Padajumlahkecilkaraginanjugadap atdigunakanpadaprodukmakananlain, misalnyamakaroni, jelly, dan sari buah (Winarno, 1990). Selain itu juga berfungsi sebagai penstabil, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi kolid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent (mengikat bahan-bahan) (Anggadireja et al. 1993). Pada penelitian Cristiane, dkk (2006) alga merah jenis Gigartina acicularis yang menghasilkan ekstrak lamda karaginan berpotensi sebagai antioksidan. Alga merah jenis Eucheuma cottoni menghasilkan ekstrak kappa karaginan juga berpotensi sebagai antioksidan. Alga merah jenis Eucheuma spinosium menghasilkan ekstrak iota karaginan juga sebagai antioksidan.

2.3.1 Industri Makanan Dalambidangindustrimakanandanminuman, misalnyadalamindustrieskrim, susu, birdanmakanankaleng.

Dimanfaatkanuntukpengawetdaginguntukindustrimakanandansebagaipenstabi lminumancoklatdankrim.Di kombinasigaramnatriumdengan bidangindustrikuedan roti, lambda-

Karaginandapatmeningkatkanmutuadonan.Padajumlahkecilkaraginanjugadap atdigunakanpadaprodukmakananlain, misalnyamakaroni, jelly, dan sari buah (Winarno, 1990). 2.3.2 Industri Farmasi Dalam dunia farmasi, manfaat karagenan yaitu untuk pasta gigi dan obat-obatan,serta industri tekstil, kosmetik, dan cat (http://blogekonomi.com). Untuk industri selain makanan antara lain pada industri farmasi suspensi, emulsi, stabilizer (http://laporanakhirskripsitesisdisertasima kalah.wordpress.com). 2.4 Standar Mutu Karagenan Indonesia belum mempunyai standar mutu karaginan. Standar mutu yang dikenal adalah EEC Stabilizer Directive dan FAO/WHO Specification. Tepung karaginan mempunyai standar 99 % lolos saringan 60 mesh, tepung yang terendap alcohol 0,7 dan kadar air 15 % pada RH 50 dan 25 % pada RH 70 (ftpitp09.blogdetik.com). Di Indonesia belum ada standar mutu karagenan, tetapi secara internasional telah dikeluarkan spesifikasi mutu karagenan sebagai

sebagaipersyaratan minimum yang diperlukan bagi suatu industri pengolahan baikdari segi teknologi maupun dari segi ekonomis yang meliputi kualitas dankuantitas hasil ekstraksi rumput laut.Spesifikasi kemurnian karagenan yang dikeluarkan oleh FAO, FCC dan EEC dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Spesifikasi mutu karagenan Spesifikasi Zat volatile (%) Sulfat (%) Visikositas pada larutan 1,5 % Abu (%) Abu tidak larut asam (%) Logam Berat : Pb (ppm) As (ppm) Cu + Zn (ppm) Zn (ppm) Maks 10 Maks 3 Maks 10 Maks 3 Maks 2 Maks 10 Maks 3 Maks 50 Maks 25 15-40 Maks 35 Maks 1 cps 15-40 FAO Maks 12 15-40 min 5 cps FCC Maks 12 18-40 min 5 cps EEC Maks 12 15-40 05/06/11

Kehilangan karena pengeringan

Sumber : A/S Kobenhavsn Pektifabrik, 1978

BAB III MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Hari : Senin

Tanggal: 6Juni 2011 Waktu : 08.00-13.00 WIB Tempat: Laboratorium kimia, Ilmu Kelautan, FPIK, Universitas Diponegoro.

3.2 Alat dan Bahan Alat :


 Timbangan : Untuk menimbang rumput laut dan peralatan

praktikum lain.
 Gunting/pisau: Untuk memotong rumput laut.  Pemanas : Untuk memanaskan rumput laut.  Wadah/Ember : Untuk menaruh rumput laut.  Termometer : Untuk mengukur suhu pada saat dipanaskan.

Bahan:
 Rumput laut ( Kappaphycus alvarezii) : Sebagai bahan percobaan  KOH : Sebagai bahan percobaan  Kaporit : Sebagai bahan percobaan  Aquades: Sebagai bahan percobaan

3.3 Cara kerja

Kappaphycus Alvarezii 50 gr Timbang

- Rumput laut dicuci dalam air tawar selama 2 x 10 menit - Dipotong, ukuran 2-3 cm - Direndam dalam KOH 6 % - Dipanaskan pada suhu 50 0C, selama 30 menit,saring - Dicuci dalam air tawar selama 3 x 10 menit, PH netral (mencapai 9 ) - Direndam dgn kaporit 1000 ppm, selama 10 menit - Dicuci dgn air tawar selama 10 menit - Dikeringkan pada suhu 60 0C, selama 24 jam Hasil Timbang dan hitung kadar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Sebelum dicuci dengan air tawar yang mengalir rumput laut berwarna coklat dan berekstraksi. Setelah dicuci dengan air tawar yang mengalir, rumput laut yang semula warnanya coklat berubah menjadi agak pudar. Saat rumput laut direndam dengan KOH 6% dan dipanaskan dengan suhu 50 0C, kemudian dicuci dengan air tawar, warnanya akan berubah menjadi agak kekuningan dengan tekstur agak lunak sedangkan PH nya netral (mencapai 9). Setelah itu rumput laut direndam dengan kaporit, warnanya berubah menjadi lebih putih dengan tekstur lunak. Kemudian dikeringkan, hasilnya yaitu:

Berat Awal = 20 gr Hasil dari penimbangan ( setelah kering) : Berat 1,8 gr pada tanggal 8 mei 2011

Kadar karagenan diambil dari berat penimbangan yang terakhir,yaitu:

Berat Kering Kadar = Berat Awal x 100 %

1,8 = 20 x 100 %

=9%

Hasil praktikum dari semua kelompok dapat dilihat pada tabel:


Kelompok 1A 1B 1C 2A Jenis rumput laut E. spinosium E. spinosium E. spinosium Kappaphycus alvarezii 2B Kappaphycus alvarezii 2C Kappaphycus alvarezii 2,50 gram 12,25 % 2,32 gram 11,6% Berat karagenan kering 5,10 gram 4,30 gram 6,65 gram 1,80 gram Kadar karagenan 22,55% 21,5 % 33,25 % 9%

4.2 Pembahasan Pembuatan larutan KOH KOH 6% artinya perbandingan jumlah KOH dengan volume aquadest adalah 6:100. Dimana 6 gram KOH dilarutkan dalam 100 ml air. Karena jumlah sampel yang digunakan (Eucheuma spinosium) sebnyak 20 gram, maka jumlah KOH dan aquadest pun disesuaikan yaitu dengan menggunakan jumlah KOH 12 gram dan aquadest 200 ml. Dimana hasil ini tidak merubah konsentrasi Larutan KOH yang dihasilkan karena perbandingan yang digunakannya juga sama yaitu 12:200=6:100 dan larutan KOH yang dihasilkannya pun sama larutan KOH 6%. A. MengisolasikaragenandarirumputlautEucheumaspinosium 1. Penimbangansampel Penimbanganinidilakukanuntukmengetahuiberapabanyaksampel yang kitabutuhkan, dandaribanyaksampel yang

digunakaninijugakitadapatmemprediksikirakiraberapabanyakLarutanbasa yang diperlukan,

danberapapersenkaragenan yang akandihasilkan. 2. Pencuciansampeldengan air tawar Pencuciansampelmenggunakan air tawardimaksudkan agar yang pencucianmenggunakan air

sampelterpisahdarikemungkinanpasir masihmenempelpadasampel.Selainitu,

tawarinijugauntukmenghilangkan rasaasinpadasampelsehinggasampelmenjadiberasatawar. 3. Pemotongansampelmenjadikecil-kecil PemotonganrumputlautEucheumaspinosiummenjadiukuran inibertujuan rumputlautitulebihmudahuntukperendamandanukuran 2-3 cm agar yang

dihasilkannantinyasamadanjugamemudahkan proses pengolahannya. 4. Perendamanpada KOH KOH merupakan salah satu basa kuat dan barsifat alkali. maka dengan penambahan larutan alkali pada sampel ini ada dua fungsi yaitu membantu ekstraksi polisakarida menjadi lebih sempurna dan mempercepat eliminasi 6 sulfat dari unit monomer menjadi 3,6anhidro-D-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan reaktifitas produk terhadap protein (Guiseley dalam Anggraini, 2004). Menurut Istini et. al. Dalam Iza (2001) suasana alkalis dapat diperoleh dengan menambahkan larutan basa misalnya NaOH, atau KOH sehingga pH larutan mencapai9,0 9,6. Dan pada praktikum ini menggunakan larutan KOH sebagai pembuat suasana alkalisnya. 5. Pencuciansampeldengan air Pencucianinidimaksudkanuntukmembersihkanjikadimungkinkanmasih adasulfat yang menempeldanmenetralkansampelpada pH

9danjugasupayasisa KOH yang masihmenempelbisaternetralisir. 6. Penambahankaporit 1000 ppm Penambahankaporitiniadalahtahapanakhirdariekstraksikaragenan.Dima napenambahankaporitinidimaksudkanuntukmemisahkankaragenandari ekstraknya, denganmengendapkanekstraknyasehinggaterpisahdarikaragenandanakh irnyakitamndapatkankaragenandenganwrnaputih. 7. Pencuciankaragenandengan air Pencucianinidimaksudkanuntukmembersihkankaragenandarikaporit yang menimbulkanbau yang

khas.Darihasilpencucianinididapatkankaragenanberwarnaputihdanme miliki aroma/baukhaskaragenan. 8. Proses pengeringankaragenan Proses pengeringankaragenanadaduacara,

yaitudenganmengeringkannyadibawahsinarmataharilangsungataumeng gunakan oven. Padapraktikum kali ini, karenacuaca di kami

Semarangbagusmaka melakukanpengeringandenganmenjemurkaragenandibawah sinarmatahariselama 12

jam

dandidapatkankaragenankeringberwarnaputih. 9. Penimbangankaragenan Penimbnganinidimaksudkanuntukmengetahuiberapaberatkaragenan yang berapapresentasekaragenannyadanbisamengetahuiberat hilangnya. Dari praktikum dihasilkan, yang kali gram

inidengandidapatkanberatkaragenansebanyak1,18 dengankadarkaraginan 9%. 10. Pengemasankaragenan

Pengemasaninidilakukanketikasampelsudahkeringdandilakukanpenimb nganmakakaragenen dihasilkanituharusdisimpandalamtempat/plastik yang yang

kedapudarasupayakaragenantersebutterhindardarizatlaindanterjagakele mbapannya.

B. Perbandingantiappercobaan Dari beberapa praktikum yang dilakukan, baik itu menggunakan sampel yang sama (E. Spinosium) atau menggunakan sampel berbeda (kappaphycus alvarezii) mendapatkan hasil yang berbeda-beda. Untuk praktikum dengan sampel sama (sama-sama E.spinosium) didapatkan hasil yang berbeda itu da beberapa kemungkinan yang menyababkan hal itu terjadi, diantarnya: perbedaan pada proses penimbangan awal pengembilan sampel, ketidak telitian ketika pencucian sampel menggunakan air. Karena ketika pencucian itu menggunakan wadah dan

langsung disaring menggunakan penyaring dan dikembalikan lagi ke wadah, sehingga dari proses itu dimungkinkan untuk banyak sampel yang terbuang terbawa air tanpa isadari dan diketahui olkeh praktikan itu sendiri. Begitupun untuk praktikum dengan sampel yang berbeda (menggunakan sampel

kappaahycus alvarezii) kemungkinan seperti itu bisa terjadi. Hasil dari praktikum itu bisa berbeda juga ada kemungkinan karena kandungan garam dan sulfat dari tiap sampel itu berbeda, sehingga ketika garam dan sulfat itu terpisah secara otomatis kadar karagenannya pun akan berbeda. Selain itu, hasil dari E.spinossium dan Kappaphycus alvarezi berbeda karena kadar sulfat yang dikandung oleh kedua jenis karagenan tersebut juga berbeda. Untuk E.spinosium yang mengandung iota karagenan mengandung kadar sulfat lebih dari 30%. Sedangkan untuk Kappaphycus alvarezi yang mengandung kappa karagenan mengandung kadar sulfat kurang dari 28% (doty,1987). Dari hal itu untuk kedua jenis ini kenapa hasil karagenannya berbeda, karena ketika ekstraksi pemisahan sulfat dan sulfat yang terkandung terpisah maka sisa sampel dari sampel itu akan berbeda pula dan hasil karagenan yang dihasilkannya pun akan berbeda.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa rumput laut atau seaweed secara ilmiah dikenal dengan istilah Alga atau Ganggang. Rumput laut termasuk salah satu anggota Alga yang merupakan tumbuhan berklorofil. Spesies rumput laut yang digunakan untuk membuat Kerupuk Rumput Laut adalah Eucheuma cottonii. Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karagenan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa karagenan. Maka jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii. Nama daerah Cottonii umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia perdagangan Nasional maupun Internasional. Peranan karagenan terutama sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), gelling agent (pembentuk gel), pengemulsi, dan lainlain. Sifat ini banyak dimanfaatkan oleh industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya

3.2 Saran
y Dalam melaksanakan praktikum, praktikan harus lebih teliti dalam

melakukan percobaan.
y Alat yang digunakan untuk praktikum harusnya lebih komplit. y Menggunakan peralatan harus dengan hati-hati dan benar. y Harus tetap menjaga kebersihan

DAFTAR PUSTAKA

Anggadireja, J.T., AchmadZatnika, HeriPurwoto, Sri Istiani.2006. RumputLaut.


Jakarta: PenebarSwadaya

Anonim. 2008c. Precipitation Chemistry. http://en.wikipedia.org. [30 Agustus 2008]. Aslan, 1995. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Aslan, L.M 1998. Seri Budi Daya Rumput laut. Kanisius.Yogyakarta Atmadja WS, Kadi A, Sulistijo, Rachmaniar. 1996. Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta: PUSLITBANG Oseanologi. LIPI. Belitz, H. D dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer, Berlin. Bold, H. C. and M.J Wynne. 1985. Introduction to the Algae. Second edition. Bubnis, W. A. 2000. Carrageenan. http://www.fmcbiopolymer.com/ [12 Agustus 2008]. Fibrianto. 2007. Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Dengan Metode Rakit Apung di Kampung Manggonswan, Distrik Kepulauan Aruri, Kabupaten Supiori-Papua. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloids. Vol. II. CRC Press, Boca Raton, Florida. Glicksman, M. 1979. Gelling Hydrocolloids in Food Product Appliction di dalam Polysaccharides in Food. J. M. V. Blanshard dan J. R. Mitchell (eds.). Butteworths, London. Imeson. A. P. 2000. Carrageenan di dalam Handbook of Hydrocolloids. G. O. Phillips dan P. A. Williams (eds.). CRC Press, New York. Istiani, S. danSuhaimi. 1998. ManfaatdanPengolahanRumputLaut. Jakarta: LembagaOseanologiNasional Nehen, I. K., 1987.StudyKelayakan Usaha Budidaya Rumput Laut di daerah Bali. Denpasar: Universitas Udayana Santoso J, Yumiko Y, Takeshi S. 2003. Mineral, fatty acid and dietary fiber compositions in several Indonesian seaweeds. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 11: 45-51.

Sugeng A.2004.Pembuatan Dodol Rumput Laut.Yogyakarta: Anggota IKAPI Suhardi, M.S. Dkk.2002.Kamus Istilah Pangan Nutrisi.Yogyakarta: Anggota IKAPI Winarno FG. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. http://www.blogekonomi.com/2011/01/manfaat -pemasaran-rumput-laut-di.html http://laporanakhirskripsitesisdisertasimakalah.wordpress.com/2010/08/19/kumpu lan-abstrak-contoh-judul-penelitian-tentang-karagenan-dan-rumput-laut/ ftpitp09.blogdetik.com/files/2010/10/bhn-ind-2-carrageenan.ppt repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/.../C08rnh_abstract.pdf?... http://id.wikipedia.org/wiki/Karagenan http://www.hawaii.edu/reefalgae/invasive_algae/rhodo/kappaphycus_alvarezii.ht m http://jlcome.blogspot.com/2007/10/karagenan-apaan-sich.html http://www.scribd.com/doc/55386505/Suhana-Karaginan http://id.wikipedia.org/wiki/Karagenan http://www.scribd.com/doc/7754691/Rumput -Laut-Danjenis-Morfologinya1

You might also like