You are on page 1of 396

1

Dr. Ir. Gandjar Kiswanto, M.Eng


Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Produksi
(Manufacturing Processes)
2
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pengajar : Gandjar Kiswanto
Office : Manufacturing Laboratory, Dept. of Mechanical Eng. UI
Telepon : 7270032 ext. 222
E-mail : gandjar_kiswanto@eng.ui.ac.id
Referensi :
3 Lindberg, R. A., Process and materials of manufacture, Allyn and Bacon, 4
th
edition, 1990.
3 Black, S. C., et. al., Principles of engineering manufacture, Arnold, 3
rd
edition,
1996.
3 Degarmo P. E., et. al., Materials and Process in Manufacturing, Prentice-Hall,
8
th
edition, 1997.
3 Groover M. P., Fundamentals of modern manufacturing materials, processes
and system, Jhon-Wiley, 1998.
3 Schey J. A., Introduction to manufacturing processes, McGraw-Hill, 2
nd
edition, 1987.
Pengajar dan Referensi
3
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Keterkaitan ke-ilmuan Proses Produksi
4
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Topik kuliah
1. Proses pengecoran logam (Casting)
2. Proses pembentukan logam : Forging, Rolling, Extrusion,
Drawing, Sheet Metal Forming
3. Proses penyambungan (Joining)
4. Proses pemesinan konvensional (Conventional Machining)
5. Optimasi proses pemesinan
6. Proses pemesinan non-konvensional (Non-Conventional
Machining)
7. Rekayasa balik (Reverse Engineering)
8. Rapidprototyping
9. Praktikum (Lab section)
5
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Evaluasi kuliah
Evaluasi :
Group Work (Tugas + Praktikum) 30%
Mid Test 20%
Quiz (2 times x 5 %) 10%
Final Test 40%
Skala nilai :
A/ A- 80 - 100
B+/ B/ B- 70 - 79
C+/ C/ C- 55 - 69
D+/ D/ D- 30 - 54
6
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Conceptual design
Prototype
Final design
Verification
Revised design
Preliminary design
Process selection, design and
planning
Production planning
and scheduling
Ma n u fa ct u r in g
Tool selection and design
Tool construction and
installation
Tahap dari desain hingga proses manufaktur
D
e
s
i
g
n
P
l
a
n

f
o
r

p
r
o
d
u
c
t
i
o
n
T
o
o
l
i
n
g
7
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Evolusi Material
Material untuk proses manufaktur
8
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Ma n u fa ct u r in g
Pr oces s e s
Casting
Forging
Rolling
Extrusion
Forming
Machining
Ma t e r ia ls
Rapidprototyping
(Material Incress
Manufacturing)
J oining
Cast Iron
Steel
Fe r r ou s
Alumunium
Copper
Zinc
Titanium
Magnesium
Nickel
Non -Fer r ou s
Alloys
Com p os it es
Cer a m ics
Polym e r s
Heat treatment
Jenis Material dan Proses Manufaktur
Surface treatment
9
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
Expendable mold
Multiple use mold
Sand casting
Shell casting
Investment casting
Lost foam casting
Die Casting
Permanent mold casting
Machining
Conventional
Machining
Non-conventional
Machining
Turning
Milling
Drilling, Boring
Taping
Grinding, Honing, Lapping
Etching
Electro Discharge machining
Electro Polishing
Water jet
Laser beam
Forging
Rolling
Extrusion
Bending
Deep Drawing
Spinning
Swaging
Oxyfuel
Arc
Plasma
Laser
Discrete fastener
Integral fastener
Shrink fit
Press fit
Hot Forming
Cold Forming
Welding
Brazing
Soldering
Adhesive Bonding
Mechanical
Bonding
Forming
Joining
Pengelompokan Proses Manufaktur
10
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
Expendable mold
Multiple use mold
Sand casting
Shell casting
Investment casting
Lost foam casting
Die Casting
Permanent mold casting
Machining
Conventional
Machining
Non-conventional
Machining
Turning
Milling
Drilling, Boring
Taping
Grinding, Honing, Lapping
Etching
Electro Discharge machining
Electro Polishing
Water jet
Laser beam
Forging
Rolling
Extrusion
Bending
Deep Drawing
Spinning
Swaging
Oxyfuel
Arc
Plasma
Laser
Discrete fastener
Integral fastener
Shrink fit
Press fit
Hot Forming
Cold Forming
Welding
Brazing
Soldering
Adhesive Bonding
Mechanical
Bonding
Forming
Joining
11
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Definisi ? :
Sebuah proses dimana metal (logam) atau material cair dialirkan dengan
gravitasi atau gaya lain ke-dalam cetakan (mold) sehingga logam
(material) cair tersebut membeku di dalam rongga cetakatan.
Bentuk produk casting a.l. :
Ingot
Produk bentukan
Biasanya dikerjakan di foundry (dapur casting pengecoran -penuangan
Casting (pengecoran)
History of casting (sejarang pengecoran) :
Dimulai 6000 thn lalu casting perunggu 3000 SM di Mesopotamia
Pengocaran besi kasar secara besar tjd pada abad ke-14 ketika Jerman-Itali
merubah tanur primitif beralas datar menjadi tanur tiup berbentuk silinder
Pengecoran dgn menggunakan cetakan pasir yang dikenal dengan sand
casting telah dikenal selama beratus-ratus tahun yang lalu.
Secara umum pengecoran modern dibagi atas 3 masa 1) tahun 1700an, 2)
pertengahan 1700-1800an, 3) 1875 sampai dengan sekarang.
Benda cor produk tahun 1900-1940an cenderung tebal dan performancenya
lebih baik. Kualitas proses produksi mencapai puncaknya dimulai pada tahun
1920-1940an.
12
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Part yg dibuat memiliki bentuk internal dan external (cavities) yg kompleks e.g.
asymetric parts tidak dapat atau sulit di jangkau (inaccessible) oleh pahat
dalam proses pemesinan.
Part yg dibuat memiliki cavity (cross sectional area) yg besar dan mungkin
memerlukan penghilangan material yang banyak.
Part yg dibuat dpt mencapai spesifikasi toleransi yang mendekati spesifikasi
toleransi akhir close tolerance (net-shape).
Mengurangi directional properties dari material (metals). Kualitas anisotropic
yang lebih baik dibandingkan dengan material yang di kempa (melalui proses
forging) atau pembentukan.
Metal berharga (precious metals) tidak ada atau sedikit kehilangan material.
Membutuhkan material yg memiliki karakteristik redam (damping) yg baik
e.g. Gray Cast Iron.
Keuntungan dalam penggunaan proses casting (pengecoran)? :
Kekurangan dalam proses casting (pengecoran)? :
Keterbatasan dalam sifat mekanik (mechanical properties) Porositas
Keterbasan dalam ke-akurasi-an dimensi (ukuran) & permukaan akhir utk
beberapa proses casting
Keamanan bekerja dengan metal cair yg panas
Tungku peleburan yang mengeluarkan limbah padat dan polusi udara
Part dpt di manufaktur dengan proses lain yg lebih mudah dan hemat biaya
(cost effective) : deep drawing, atau punch-press, dll
Keuntungan dan kekurangan Casting :
Casting
13
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Contoh produk casting
Camera case
Disc brake
Transmission
housing
Casting
14
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Alur proses casting (garis besar)
Pem bu a t a n m old ( cet a ka n )
Pele bu r a n m a t er ia l m et a l ( loga m )
Pen u a n ga n m e t a l ca ir
ke d a la m m old
Pen ga n gka t a n p r od u k cet a ka n
d a n p em ber s ih a n
Sa n d ca s t in g :
Da u r u la n g s a n d m old ( p a s ir cet a k)
Casting
Pr os e s p em beku a n m e t a l ca ir
15
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
1. Tipe MOLD berdasarkan mampu pakainya :
a. Expandable mold (single-use mold)
3 Mold dari produk hasil pengecoran (metal cair yg kemudian
mengeras) harus di hancurkan untuk mendapatkan produk tsb.
3 Dibuat dari pasir (sand), plaster & material sejenis
3 Lebih ekonimis laju produksi kecil
b. Multiple-use mold
3 Mold dapat digunakan berulang kali untuk menghasilkan produk
casting
3 Dibuat dari metal atau graphite
3 Biaya tinggi laju produksi besar
2. Tipe MOLD berdasarkan keterbukaan moldnya :
a. Open Mold
b. Close Mold
Jenis Mold untuk Casting
Casting
16
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Jenis Mold untuk Casting (contd)
b) Clos ed m old Geometri mold
lebih kompleks dan memerlukan
sistem gating utk bentuk
produk yg lebih kompleks
(internal & eksternal)
a ) Op en m old Mold dgn
bentuk sederhaana spt
kontainer (wadah) yg
berbentuk produk yg
diinginkan
Casting
Ga m ba r : J en is m old d a n kom p on en -kom p on en p a d a m old
17
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Komponen-komponen Mold
Casting
1. Mold : Cetakan tempat dimana material cair di tempatkan dan memiliki cavity yg
merupakan bentuk dari produk yg di inginkan.
2. Mold ca vit y : Rongga yg memiliki bentuk sesuai dengan bentuk part yg akan di
hasilkan dan tempat di mana material cair dituang
3. Pa t t er n : Duplikat/ tiruan dari produk akhir yg di-inginkan dan digunakan dalam
pembuatan mold (cavity). Pertimbangkan shringkage allowance lebih besar (e.g.
2% dari aslinya).
4. Fla s k : Box (wadah) yg men-support/ menampung bahan/ material mold.
18
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Komponen-komponen Mold (contd)
Casting
5. Cor e : Bagian yg ditambahkan (disisipkan) ke dalam mold cavity sebagai bagian
untuk membentuk produk casting (utk menghasilkan bentuk geometrik yg
diinginkan) lubang yg memang ada pada disain dr produk.
6. Cor e p r in t : Bagian yg ditambahkan ke dalam pattern untuk menyangga core.
7. Ris er : Extra rongga yg dibuat di dalam mold yg juga di isi oleh material (e.g.
metal) cair sebagai cadangan (reservoir) metal cair yg dpt juga mengalir kedalam
mold cavity untuk kompensasi tjd-nya shringkage proses pembekuan.
19
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
Komponen-komponen Mold (contd)
8 . Ga t in g s ys t em : pouring cup, sprue (kanal vertikal dari gating), runner (kanal
horizontal) utk mengalirkan material cair, vents (way-out udara/ gas di dlm
mold).
9. Cop e : Bagian atas mold, pattern, core dan flask.
10 . Dr a g : Bagian bawah mold, pattern, core dan flask.
11. Pa r t in g s u r fa ce ( lin e) : interface yg memisahkan cope dan drag termasuk :
flask, pattern atau core (pd sebagian proses castin).
12. Dr a ft : taper yg memungkinkan produk casting dapat di tarik dari mold
20
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Ferrous :
Cast iron (besi cor)
Steel (baja)
Material untuk casting
Ma t er ia l ya n g d a p a t d i lebu r d a n m en ga la m i p em beku a n s et ela h n ya :
Met a l, a lloy, p olym er s , d ll
Contoh yg umum : Met a l
Non Ferrous :
Alumunium
Copper (Tembaga)
Zinc (Seng)
Timah
Magnesium
Nickel
Titanium
Ha m p ir s e m u a loga m d a p a t d ica s t in g
Ya n g lebih ba ik m e m iliki s ifa t :
Titik lebur rendah
Beda titik lebur dengan titik didih cukup jauh
Fluiditasnya baik
Tidak terlalu reaktif dengan udara pada suhu tinggi
Casting
21
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Persyaratan dasar dalam proses casting
6 syarat dasar yg berhubungan dengan hampir semua proses casting :
1. Mold ca vit y :
Memiliki bentuk dan ukuran sesuai yg di inginkan ( spek. geometri dari
casted part yg di-inginkan harus ada di cavity).
Harus mempertimbangkan allowance utk shringkage (penciutan) material yg
membeku.
Material Mold harus tahan dan tidak bereaksi terhadap material cair (e.g.
metal) produk tidak boleh mengandung material mold.
2. Melt in g p r oces s (Proses pelelehan) :
Harus dapat menghasilkan metal/ logam/ material cair pada suhu yg sesuai
dan pd jumlah & kualitas yang diinginkan dgn harga yg beralasan.
3. Pou r in g t ech n iqu e (metoda/ teknik Penuangan) :
Harus memiliki mekanisme untuk mengalirkan material (e.g. metal) cair ke
dlm mold
Harus ada mekanisme utk menghilangkan udara/ gas yg ada (terjebak) didlm
cavity sebelum proses penuangan full dense (porositas sesuai spek)
Casting
22
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Persyaratan dasar dalam proses casting (contd)
4. Solid ifica t ion p r oces s (Proses pembekuan) :
Harus di rancang dan di kendalikan dengan baik proses pembekuan
(solidifikasi) dan penciutan (shringkage) karena pembekuan material (metal)
cair tdk boleh menyebabkan porositas dan rongga (void).
Mold tidak boleh membatasi terjadinya shringkage pada proses pendinginan
(cooling) secara berlebihan casting mudah crack (retak) dan kekuatannya
rendah.
5. Mold a n d ( ca s t ed ) p a r t r em ova l :
Harus dapat membuka mold dan melepas produk (casted material) dengan
mudah dan tidak menyebabkan cacat pada part .
6. Fin is h in g op er a t ion clea n in g, fin is h in g + in p ect ion :
Pembersihan pada permukaan produk thd : material mold, material lebih
(dari material produk itu sendiri) yg terbentuk saat penuangan dan
solidifikasi sepanjang parting line !
Casting
23
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Penggunaan Energi dalam metal casting
Melting 55 %
Heat Treatment 6 %
Post cast 7 %
Core making 12 %
Mold making 12 %
Lainnya 12 %
Energy Use in Metal casting
55%
12%
12%
6%
7%
8%
Melting
Heat Treatment
Post Cast
Coremaking
Moldmaking
Other
Casting
24
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
( ) ( ) {
m p l f o m s
T T C H T T C V H + +
Energi panas (heat energy) yg di butuhkan adalah penjumlahan dari :
3 Heat (kalor) untuk menaikan suhu ke titik lebur
3 Heat of fusion untuk merubah padat (solid) ke cair (liquid)
3 Heat utk menaikan metal cair ke suhu penuangan yg diinginkan
H = total heat required to raise the temperature of the
metal to the pouring temperature, Btu (J)
= density, lbm/ in
3
(g/ cm
3
)
Cs = weight specific heat for the solid metal, Btu/ lbm-
Of
(J/ g-
o
C)
Tm = melting temperature of the metal
To = starting temperature, usually ambient,
o
F (
o
C)
Hf = heat of fusion, Btu/ lbm (J/ g)
Cl = weight specific heat of the liquid metal, Btu/ lbm-
o
F (J/ g-
o
C)
Tp = pouring temperature,
o
F (
o
C)
V = volume of metal being heated, in
3
(cm
3
)
(1)
Casting
Pemanasan Metal (logam)
25
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Contoh :
One cubic foot of a certain eutectic alloy will be heated in a crucible from
room temperature to 200
o
above its melting point for casting. The
properties of the alloy are density = 0.15 lbm/ in
3,
Melting point = 1300
o
F,
specific heat of the liquid metal = 0.082 Btu/ lbm-
o
F in the solid state; and
heat of fusion = 72 Btu/ lbm. How much heat energy must be added to
accomplish the heating, assuming no losses?
Solusi :
Assume ambient temperature in the foundry = 80
o
F and that the densities
of liquid and solid states of the metal are the same. Nothing that 1 ft
3
=
1728 in
3
and substituting the property values into eq. (1), we have :
H = (0.15) (1728) {0.082 (1300 80) + 72 + 0.071 (1500 1300)}
= 48,273.4 Btu
Casting
Pemanasan Metal (contd)
26
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pouring temperature (Suhu penuangan)
3 Suhu penuangan (suhu metal cair saat
dituang ke dalam mold)
Pouring rate (Laju penuangan)
3 Laju volumetrik penuangan metal cair ke
dalam mold
Turbulence
3 Perubahan kecepatan fluida yg tidak
teratur, baik besar maupun arahnya
erosi mold yg berlebihan tjd keausan
pada badan mold (karena aliran metal
cair)
Casting
Penuangan Metal cair
27
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Laju aliran (Flow velocity) :
Laju volumetrik aliran (Volume rate of flow) :
Waktu pengisian mold dgn volume V(Time required to fill a
mold cavity of volume V) :
3 MFT = mold filling time, sec (s)
3 V = volume of mold cavity, in
3
(cm
3
)
3 Q = volume flow rate, in
3
/ sec (cm
3
/ s)
gh v 2
Q
V
MFT
2 2 1 1
A v A v Q
(2)
(3)
(4)
Casting
Analisa proses penuangan (pouring)
28
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Contoh :
A certain mold has a sprue whose length is 8.0 in. and the cross-sectional
area at the base of the sprue is 0.4 in2. The sprue feeds a horizontal runner
leading into a mold cavity whose volume is 100 in.3. Determine (a) velocity
of the molten metal at the base of the sprue, (b) volumetric flow-rate , and
(c) time to fill the mold
Solusi :
(a) The velocity of the flowing metal at the base of the sprue is given by eq (2):
(b) The volumetric flow rate is
(c) The time required to fill a mold cavity of 100 in.3 at this flow rate is
sec / . 65 . 78 ) 0 . 8 )( 6 . 386 ( 2 2 in gh v
sec 2 . 3
5 . 31
100

Q
V
MFT
sec / . 5 . 31 sec) / . 65 . 78 )( . 4 . 0 (
3 2
in in in vA Q
Casting
Analisa proses penuangan (contd)
29
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
Sifa t -s ifa t p r os es p em beku a n d iket a h u i m ela lu i Coolin g cu r ve kurva
yg menggambarkan transisi pada struktur material (metal) dari liquid ke padat
menurut perubahan suhu-waktu penting utk proses penuangan dan pembekuan
!!!
Pa d a p r os es p em beku a n :
Karakteristik struktur yg menentukan properties (sifat) dari
produk di-set
Dapat terjadi Cacat produk casting (cor) porositas gas dan
penciutan produk
Du a t a h a p p em beku a n ( Solid ifica t ion s t a ges ) : Nu clea t ion ( n u klea s i)
gr owt h ( p er a m ba t a n beku )
Nu klea s i : terbentuknya partikel solid yg stabil dari material cair (molten
liquid)
Gr owt h : terjadi saat heat-of-fusion yg terlibat terlepas secara kontinyu dari
material cair.
Proses pembekuan (solidification process)
30
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Figure : Cooling curve for a pure metal during casting
Pelep a s a n p a n a s t r a n s is i liqu id ke s olid !
s
u
p
e
r
h
e
a
t
Proses pembekuan (contd)
Casting
31
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Figure : (a) Phase diagram for a copper-nickel alloy system, and (b)
associated cooling curve for a 50%Ni-50%Cu composition during casting
Casting
Tot a l liq u id
Tot a l s olid
Two p h a s e
Fr eezin g r a n ge
Proses pembekuan (contd)
32
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Chvorinovs Rule (memperkirakan waktu pembekuan) :
Dimana :
TST = Total solidification time, min
V = volume of the casting, in.
3
(cm
3
)
A = surface area of the casting, in.
2
(cm
2
)
N = Sbh exponent (umumnya n = 2)
Cm = mold constant, min/ in.
2
n
m
A
V
C TST

,
`

.
|

Casting
Sh = Pt - Ft
Semakin besar superheat semakin banyak waktu yg di ijinkan bagi
material untuk mengalir kedalam detail cavity sebelum mulai pembekuan !
(5)
(6)
Waktu pembekuan (Solidification Time)
33
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
1. Liqu id con t r a ct ion
2. Solid ifica t ion
3. Solid t h er m a l
con t r a ct ion
Sh r in gka ge t jd d a la m 3
p r os e s :
Penciutan (Shringkage)
Volumetric reduction of
the casted parts due to
solidification and cooling
(Penciutan (pengurangan
ukuran) volumetrik casted-
part karena proses
solidifikasi dan
pendinginan).
34
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
6. 0 5. 5 Bronze ( Cu- Sn)
7. 5 4. 5 Copper
7. 2 3. 0 Low carbon cast st eel
3. 0 0 Gray cast iron, high carbon
3. 0 1. 8 Gray cast iron
5. 0 7. 0 Aluminum alloy ( t ypical)
5. 6 7. 0 Aluminum
Solid t hermal
cont ract ion, %
Solidificat ion
shrinkage, %
Met al
Volumet r ic cont ract ion due t o:
Penciutan (Shringkage) (contd)
35
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Struktur produk cor (casted part)
1. Ch ill zon e : zone kristal yg sempit dan ber-orientasi secara
random dan membentuk permukaan benda cor . Proses nukleasi
yg cepat (pembentukan partikel solid) terjadi pada zone ini
karena adanya dinding mold dan pendinginan permukaan yg
relatif cepat.
2. Colu m n a r zon e : Zone yg berbentuk kolom terbentuk karena
saat terjadinya chill zone Laju pelepasan panas + laju
pembekuan menurun kristal berkembang ke arah
perpendikular (tegak lurus) permukaan casting paralell kristal
yg sangat terarah !
3. Equ ia xed zon e : Kristal spheris yg terorientasi secara random !
Per m u ka a n ca s t in g
Casting
36
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Permasalahan dalam metal-cair
1. Dr os s a t a u Sla g metal oxida (i.e. ceramic material), yg tjd karena reaksi
antara Oxygen dengan metal cair dan sekelilingnya, yg terbawa saat
penuangan dan pengisian (mold) cavity t e r jeba k d a la m p r od u k cor
memperburuk permukaan produk cor (casted part), mampu mesin
(machinibility) dan sifat mekanik (mechanical properties).
Pen cega h a n a.l. :
menutup/ melindungi metal cair sebelum dan saat penuangan, atau
pelelehan (peleburan) dan penuangan material cair dilakukan di dalam
ruangan terkendali atau vakum.
Membuat pour ladle (alat penuang metal cair) khusus yg dapat
menutup kemungkinan reaksi antara lingkungan (udara/ oxigen) dgn
metal cair.
Merancang gating system untuk menjebak dross sehingga tidak masuk
kedalam mold cavity.
Casting
37
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
2. Ga s p or os it y tjd karena gas bercampur dengan metal cair membentuk
rongga/ gelembung udara (bubbles) di dalam produk cor (casting).
Pen cega h a n a.l. :
Peleburan di lakukan dalam : ruang vakum, lingkungan yg memiliki
gas yg solubilitas-nya rendah, atau dengan penutup yg menghindari
kontak dengan udara.
Menjaga suhu superheat rendah untuk meminimasi solubilitas.
Penanganan proses penuangan yg hati-hati untuk mencegah turbulens
yg dpt menyebabkan bercampurnya udara dengan material cair.
Gas flushing : melewatkan gelembung-gelembung gas reaktif dgn gas
yg larut dalam metal cair (e.g. bubles dari nitrogen/ chlorine
menghilangkan hydrogen di dlm alumunium cair).
Permasalahan dalam metal-cair (contd)
Casting
38
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tingkat ke-cair-an (Fluiditas / fluidity)
Kem a m p u a n m et a l ca ir u n t u k m en ga lir ( flow) d a n kem u d ia n m en gis i
( fill) m old ca vit y.
Ca ca t p r od u k cor tjd bila metal cair mulai membeku sebelum seluruhnya
mengisi mold cavity m is r u n s atau cold s lu t s
Tergantung pd : komposisi, suhu pembekuan, range pembekuan dari
materal cair (metal, alloy). Plg dipengaruhi suhu penuangan, atau jumlah
superheat !
Su h u p en u a n ga n
=
Flu id it a s
Hin d a r i Su h u Tu a n g yg t er la lu t in ggi ! metal cair penetrasi ke
permukaan mold (mengisi rongga/ celah pada mold) pada sand-
casting : metal cair bagian luar menyusup pada permukaan pasir
p er m u ka a n p r od u k cor m en ga n d u n g p a s ir !
Casting
39
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
Gating system
Ga t in g s ys t em d a n La ju Pen gis ia n ( p en u a n ga n )
Laju pengisian yg cepat erosi pada gating system dan
mold cavity = ikutnya material mold/ gating kedalam
produk cor.
Laju pengisian yg rendah (slow filling) dan heat loss pada
metal cair cepat membeku m is r u n s dan cold s lu t s .
Per t im ba n ga n d a la m m er a n ca n g ga t in g-s ys t em
m em p en ga r u h i ke-m a m p u -a lir a n ( flowd it y/ flowd it a s ) m et a l ca ir :
Ka n a l p en d ek dan p en a m p a n g bu n d a r a t a u p er s e gi dari gating system
menghindari Kerugian Panas (Heat loss).
Ga t es lebih d a r i s a t u a t a u d u a ( Mu lt ip le ga t es ) mempercepat distribusi
metal cair ke dalam mold cavity (utk big cavity).
Pa n ja n g Sp r u e yg p en d ek ( Sh or t s p r u e) mempercepat jalannya metal cair
ke-dalam mold.
40
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
Gating system (contd)
41
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
Riser
Ext r a r on gga yg d ibu a t d i d a la m m old yg juga di isi oleh material (e.g. metal) cair
sebagai cadangan (reservoir) metal cair yg dpt juga mengalir kedalam mold cavity
untuk kompensasi tjd-nya shringkage proses pembekuan.
Ris er h a r u s m em beku s et ela h p r od u k cor (casting) bila sebaliknya : metal
cair dari mold cavity akan mengalir ke riser shringkage lebih banyak !!!
Pr os e s ca s t in g h a r u s d i r a n ca n g a ga r a r a h p em beku a n be r ja la n d a r i m old
ca vit y ke r is e r ! s h g r i s er d p t m em be r ika n m old ca vit y t a m ba h a n
m a t er ia l ( m et a l) ca ir u t k kom p en s a s i p en ciu t a n !
Pem bu a t a n m u lt ip le r is er s d i m u n gkin ka n a ga r kom p en s a s i s h r in gka ge
p a d a m old ca vit y : le bih cep a t d a n m er a t a .
Des a in Ris er yg BAI K ? :
1. Luas permukaan yg kecil
pembekuan yg panjang.
2. Berbentuk spheris/ cone/ silinder.
3. Di tmpkan pd bagian casting dgn
ketebalan tertinggi.
42
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pattern (Pola) : karakteristik
Casting
43
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pattern (Pola) (contd)
Pa t t er n :
Pertimbangkan allowance A) shringkage allowance dibuat lebih besar dari
dimensi asli produk (Kontraksi casting karena proses pendinginan e.g. 2%
tergantung dari metal/ material yang di casting). B) Machining (finishing)
allowance. C) Distortion allowance
Mold dibuat menjadi 2 atau lebih bagian mempermudah pengambilan pattern
dan produk casting.
Buat DRAFT untuk mempermudah pelepasan pattern yg memiliki permukaan
tegak-lurus parting-line (parallel dgn arah penarikan mold).
Allowance untuk
kontraksi
Material No
1.5% Brass 4
1.0-1.3% Alumunium 3
1.5-2.0% Steel 2
0.8-1.0% Cast Iron 1
Casting
44
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pattern (Pola) (contd)
Contoh S h r i n k r u le d a n
a llow a n ces
Casting
Pen a m ba h a n DRAFT
45
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pattern (Pola) (contd)
Casting
Pen a m ba h a n DRAFT
46
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pa r t in g p la n e m em p en ga r u h i :
1. J umlah core : perubahan parting line dpt menghilangkan core !
2. Penggunaan gating system yg efektif dan ekonomis
3. Berat akhir produk casting
4. Metode untuk menyangga core
5. Ke-akurasian dimensi akhir
6. Kemudahan molding
Pertimbangan dalam perancangan casting
Ket e ba la n m in im u m ba gia n ca s t in g :
Casting
47
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pertimbangan dalam perancangan casting (contd)
Pem a ka ia n fillet p a d a p er p ot on ga n d u a ba gia n ca s t in g mengurangi
konsentrasi tegangan. Fillet berlebihan Hot Spot !
Ga m ba r : At u r a n d a la m p em a ka i a n fillet
Hot Sp ot
Casting
48
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
Alur Casting pembuatan Baja (Steel)
49
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Alur Casting pembuatan Baja (Steel)
Casting
50
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
1. Berdasarkan tipe MOLD :
a. Expandable mold (single-use mold) casting
3 Mold dari produk hasil pengecoran (metal cair yg
kemudian mengeras) harus di hancurkan untuk
mendapatkan produk tsb.
3 Dibuat dari pasir (sand), plaster & material sejenis
3 Lebih ekonimis laju produksi kecil
b. Multiple-use mold casting
3 Mold dapat digunakan berulang kali untuk
menghasilkan produk casting
3 Dibuat dari metal atau graphite
3 Biaya tinggi laju produksi besar
2. Jenis MATERIAL mold : Sand (pasir) sand casting, metal,
atau material lain.
3. Proses Penuangan (POURING process): gravity (gravitasi),
sentrifugal (centrifuge), vacum, tekanan (low/ high pressure).
Jenis proses Casting
51
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
Proses Casting : Keuntungan dan keterbatasannya
52
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
Kekasaran permukaan (Ra) & proses casting
53
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Karakteristik Umum berbagai proses Casting
Casting
54
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Expendable Mold Casting
1. Sin gle-u s e m old d en ga n m u lt ip le -u s e p a t t er n
2. Sin gle-u s e m old d en ga n s in gle-u s e p a t t er n
Casting
55
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
Sand casting
Gambar : produk sand-casting frame air compressor (680 kg) (Elkhart foundry, Indiana)
56
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Gambar : Tahapan proses sand casting (termasuk pembuatan pattern dan mold)
Core making
(if needed)
Preparation of
sand
Melting
Pattern
making
Mold making
Pouring
Solidification
and cooling
Removal of
sand mold
Cleaning and
inspection
Fin is h ed
ca s t in g
Raw
material
Sand
Tahapan Proses Sand Casting
Casting
57
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tahapan Proses Sand Casting (contd)
Casting
58
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tahapan Proses Sand Casting (contd)
Casting
59
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tahapan Proses Sand Casting (contd)
Per h a t i ka n u r u t a n !!!
Drag
Cope
Pemampatan pasir
di DRAG
Dibalik
Drag
Cope
Pemampatan pasir
di COPE
Board
Board
Casting
60
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tahapan Proses Sand Casting (contd)
Casting
61
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tipe-tipe Pattern (Pola)
a . On e-p iece p a t t er n a t a u Solid p a t t er n plg mudah dan murah : utk produk
sederhana dan jumlah casting sedikit.
b. Sp lit p a t t e r n jumlah produk casting lebih banyak dari solid pattern.
c. Ma t ch -p la t e p a t t e r n jumlah produk casting lebih banyak dari split pattern.
d . Cop e a n d d r a g p a t t er n dimensi produk casting besar dan dalam jml besar.
Casting
62
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
Pembuatan Core (inti)
Ka r a kt er is t ik Cor e ya n g b a ik u n t u k ca s t in g :
Memiliki kekerasan dan kekuatan yg cukup untuk tahan terhadap
penanganannya dan gaya dari metal cair. Compressive strength berada
pada 100-500 psi.
Kekuatan yg cukup sebelum hardening untuk memungkinkan
penanganan pada kondisi tersebut.
Permeabilitas yg sesuai untuk memungkinkan dilalui oleh gas.
Collapsibility yg cukup spt pattern.
Refractoriness yg baik.
Permukaan yg halus.
Menghasilkan gas yg minimum saat di panaskan selama proses
penuangan.
63
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Gambar : Engine blok V-8 dam lima dry-sand core nya
Pembuatan Core (inti) (contd)
Casting
64
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Sand Conditioning (Pengkondisian Pasir)
1. Refr a ct or in e s s kemampuan utk tahan terhadap suhu tinggi
sifat alami dari sand.
2. Coh e s iven e s s (bond atau strength of sand) kemampuan untuk
mempertahankan bentuk yg dibuat saat di tempatkan di mold
didptkan dengan melapiskan biji (partikel) pasir dgn clay (pelekat) :
bentonite, kaolite, atau illite.
3. Per m e a bilit y kemampuan untuk dilalui gas fungsi dari ukuran
partikel pasir, jumlah dan tipe dari pelekat (clay), kelembaban, dan
tekanan pemampatan pd pasir.
4. Colla p s ib ilit y kemampuan untuk membiarkan metal menciut
setelah proses pembekuan yg akhirnya berguna utk melepaskan
produk casting.
SAND Silica ( SiO2) , zir con a t a u olivin e ( for s t er it e d a n fa ya lit e) +
ba h a n a d d it ive .
SAND TESTI NG
Casting
65
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Sifat Sand yg baik untuk Casting
13 s ifa t
1. Tidak mahal dalam jumlah besar
2. Tahan terhadap proses transportasi dan penyimpanan
3. Dapat mengisi flask secara merata
4. Dapat di mampatkan dgn metode yg sederhana
5. Memiliki elastisitas yg cukup untuk tahan thd proses penarikan
(pemisahan) pattern
6. Dapat tahan suhu tinggi dan menjadi ukurannya hingga metal
(material) membeku
7. Cukup permeable untuk melepaskan (melewatkan gas)
8. Cukup padat untuk mencegah penetrasi metal cair
9. Cukup cohesive untuk mencegah terlepasnya agregat kedalam
penuangan
10. Tahan reaksi terhadap metal (material) yg di cast
11. Dapat membiarkan solidification dan thermal shringkage mencegah
crack (retak) dan sobekan
12. Memiliki collapsibility untuk memungkinkan pelepasan produk
casting dengan mudah
13. Dapat di daur ulang (recycled dipakai lagi)
Casting
66
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pembuatan Mold
Ber ba ga i jen is t ekn ik p em bu a t a n s a n d m old :
Fla t -h ea d s qu eezi n g Pr ofile-h ea d s qu eezin g
Equ a li zin g s qu eez p is t on s
Flexible d ia p h r a gm a
J olt in g
Casting
67
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pembuatan Mold (contd)
Casting
68
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Greensand:
3 Dibuat dari campuran sand (pasir), clay (tanah liat), and air.
3 Kekuatan yang baik, good collapsibility, good permeability, good
reusability, dan plg tidak mahal.
Dry-sand:
3 Dibuat dari pengikat organik ketimbang tanah liat (clay), dan mold
di panggang dalam sebuah oven yg besar pada suhu antara 400
o
to
600
o
F (204
o
to 316
o
C).
3 Dimensi akhir yg lebih baik tapi lebih mahal .
Skin-dried:
3 Dengan cara mengeringkan permukaan mold hingga kedalaman 0.5
hingga 1 in (2.5 cm) pada permukaan cavity mold, menggunakan
tork (torches), lampu pemanas, dll.
Klasifikasi Sand Mold
Casting
69
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Shell-Mold Casting
Casting
Alu r p r os es Sh ell m old in g
70
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Shell-Mold Casting (contd)
Ka r a kt er is t ik Sh ell-m old ca s t in g :
Casting
71
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Shell-Mold Casting (contd)
Con t oh s a n d m old ca s t in g :
Pattern untuk Sand-mold casting
Dua shell sebelum clamping dan produk akhir
Shell mold
Casting
72
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Vacuum molding : Menggunakan cetakan pasir bersamaan dengan
tekanan vakum tidak adanya binder = tidak ada moisture related
defects (e. g. fumes = binder yg terbakar).
J enis Vacuum molding:
Va cu u m a s s is t ed m old in g
Va cu u m in je ct ion m old in g
Vacuum Molding
Casting
73
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Vacuum Molding (contd)
Alu r p r os es Va cu u m Mold in g
Casting
74
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Menggunakan bentuk plastik reinforced yang harganya murah dalam
tekanan yang mengapit bentukan atas dan bentukan bawah.
Vacuum Assisted Molding
Casting
75
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Vacuum Injection Molding
Mes in in ject ion m old in g
Casting
76
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pengecoran presisi menghasilkan produk berukuran teliti dengan
permukaan yang sangat halus.
Investment casting yang paling khas adalah lost wax process.
Investment Casting
Gambar : Contoh investment casting untuk pembuatan Stator Compresor dengan 108 airfoils terpisah
(courtesy Howmet Corp.)
Casting
77
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Alur proses Investment Casting
Gambar : urutan proses investment-mold casting (investment casting institute)
Casting
78
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Fleksibilitas desain dapat membuat bentuk apapun yang sesuai dengan
keinginan, bentuk yang rumit dan detail yang sangat teliti.
Dapat diperoleh permukaan yang rata dan halus tanpa garis pemisah.
Banyaknya pilihan logam dan paduan yang dapat menggunakan proses
casting ini.
Menghilangkan set-up tooling dengan menawarkan konfigurasi near-
net-shape maka akan mengurangi atau menghilangkan biaya perlengkapan.
Mengurangi biaya produksi dan meningkatkan keuntungan investment
casting tidak memerlukan modal atau biaya permesinan yang besar.
Investment Casting (contd)
Keu n t u n ga n :
Ke r u gia n :
Proses mahal.
Terbatas untuk benda cor yang kecil.
Sulit, bila diperlukan inti.
Lubang harus lebih besar dari 1,6 mm dengan kedalaman maksimal 1,5 kali
diameter.
Casting
79
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Ka r a kt er is t ik I n ves t m en t -m old ca s t in g :
Investment Casting (contd)
Casting
80
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Casting
Expanded Polystyrene Casting
Casting dimana pattern yg terbuat dari polystyrene tidak perlu di lepas
dari mold sebelum dan saat penuangan metal cair ke dalam cavity,
karena pattern menguap saat metal cair di tuang kedalam mold cavity
keuntungan dibanding investment-mold casting !
Disebut juga full-mold casting.
81
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Ka r a kt er is t ik Fu ll-m old ( exp en d ed p olys t yr e n e) ca s t in g :
Expanded Polystyrene Casting (contd)
Casting
82
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Multiple-use Mold Casting
Casting
83
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pr os es d a s a r Per m a n en t Mold ca s t in g:
Tidak perlu mengalami pergantian cetakan.
Dibentuk dari 2 bagian buka tutup.
Ditambah cores untuk membentuk bagian dalam produk.
Pr os es :
Pemanasan cetakan sampai 200
0
C.
Pelapisan cetakan + dituangkan (metal cair mengalir karena
gaya gravitasi).
Cetakan dibuka.
Permanent Mold casting
Keuntungan :
Permukaan baik
Ketelitian dimensi baik
Produk kuat
Kerugian :
Terbatas pada logam
Bentuk sederhana
Casting
84
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Ka r a kt er is t ik Per m a n en t -m old ca s t in g :
Permanent Mold casting (contd)
Casting
85
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses dasar Permanent Mold casting
Casting
86
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
1. Alloy yg di cast (cor) semakin tinggi titik lebur, semakin pendek
umur mold.
2. Material mold gray cast iron memiliki thermal fatigue yg terbaik dan
dpt di mesin dgn mudah banyak digunakan sbg mold.
3. Suhu penuangan Semakin tinggi suhu penuangan, semakin pendek
umur mold, meningkatkan masalah penciutan (shringkage).
4. Suhu mold bila suhu terlalu rendah, misruns dpt terjadi. Bila suhu
terlalu tinggi, erosi mold dpt terjadi.
5. Konfigurasi mold perbedaan ukuran dari bagian2 mold atau produk
yg di cor, dpt menurunkan umur mold.
Parameter pengaruh umur Mold
Casting
87
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Slush Casting hanya memungkinkan metal cair berada di mold cavity
hingga shell dengan ketebalan tertentu terbentuk (metal cair selebihnya di
tuang kembali keluar) menghasilkan produk casting yg hollow.
Low-Pressure Casting menggunakan tekanan rendah 5-15 psi thd
metal cair di dlm cavity.
Vacuum Permanent Mold Casting pem-vakum-an mold cavity untuk
menarik metal cair ke dalam mold (cavity).
Variasi dari Permanent Mold Casting
Casting
88
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pen ger t ia n :
Penginjeksian logam cair dengan tekanan tinggi.
Seja r a h :
Dari mesin Linotype , dikembangkan oleh O. Margenthaler
Digunakan komersial pertama kali di New York oleh The Tribune
Pematenan pertama mesin Die Casting oleh H. Doehler (1906)
1907 , E. Wagner menggunakan mesin ini untuk mencetak teropong
dan masker gas.
Die Casting
Casting
Ga m ba r : s kem a u m u m m es in ( cold ch a m ber ) d ie-ca s t in g
89
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Siklus cold chamber Die Casting
Ga m ba r : Si klu s d a la m cold -ch a m ber ca s t in g
Casting
90
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Siklus hot chamber Die Casting
Casting
91
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Die Casting
Casting
92
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Die Casting
Ka r a kt er is t ik Die-ca s t in g :
Casting
93
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metalurgi Serbuk (Powder Metalurgy)
94
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Sebuah proses manufaktur dimana part yang dihasilkan dari serbuk
metal (plastik injection molding).
Serbuk dimampatkan menjadi suatu bentuk tertentu.
Lalu di panaskan untuk membuat ikatan dari partikel serbuk menjadi
keras dan kokoh (Sintering)
Metalurgi Serbuk (Powder Metalurgy)
Part dapat di produksi masal dalam bentuk net-shape atau near net-
shape
Sedikit menghasilkan material scrap/ tdk terpakai (waste)
Part memiliki tingkat porositas yg dispesifikasikan
Metal tertentu sulit untuk di produksi dengan metoda lain tungsten !
Dapat menghasilkan kombinasi metal alloy tertentu
Dapat di otomatisasi untuk produksi yg lebih ekonimis
Men ga p a m e m a ka i Powd e r Met a lu r gy ? :
Metalurgi
Serbuk
95
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Biaya tooling dan peralatan yg tinggi
Serbuk metal yg mahal
Kesulitan dalam menyimpan dan menangani serbuk metal (
degradasi kualitas)
Keterbatasan geometri part karena serbuk metal tidak langsung
mengalir di dalam die selama proses penekanan
Variasi dalam kepadatan material pada part akhir
Keku r a n ga n Powd e r Met a lu r gy ? :
Metalurgi Serbuk (Powder Metalurgy) (contd)
Metalurgi
Serbuk
96
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Uku r a n Scr e en Mes h
Metalurgi Serbuk (Powder Metalurgy) (contd)
Metalurgi
Serbuk
97
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metalurgi Serbuk (Powder Metalurgy) (contd)
Ber b a ga i ben t u k p a r t ikel :
Metalurgi
Serbuk
98
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Metalurgi Serbuk
Metalurgi
Serbuk
99
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Produksi Metalurgi Serbuk
Ga s a t om i za t ion
Wa t er a t om iza t ion
Cen t r ifu ga l a t om iza t ion
Metalurgi
Serbuk
100
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Ur u t a n p r os e s p e m bu a t a n s er bu k m et a l
Produksi Metalurgi Serbuk (contd)
Metalurgi
Serbuk
101
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Perangkat Blending dan Mixing Metalurgi Serbuk
Metalurgi
Serbuk
102
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Compacting
Metalurgi
Serbuk
103
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metalurgi
Serbuk
Sintering
104
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metalurgi
Serbuk
Cold isostatic pressing
105
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metalurgi
Serbuk
Rolling Powder
106
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metalurgi
Serbuk
Produk PM
107
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metalurgi
Serbuk
Produk PM (contd)
108
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pr os es p e m bu a t a n Pa r t Leg Sh ield ka n a n / kir i
p a d a Sep ed a m ot or
Injection
Molding
109
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Produk Leg Shield pelindung kaki pada sepeda motor + penahan
angin dari arah depan sifat yang dibutuhkan : kokoh, kuat, tahan
terhadap tumbukan dan tahan terhadap cuaca.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan material plastik yang
digunakan untuk part Leg Shield R/ L = thermoplastik jenis ABS
(Acrylonitrile Butadiene Styrene).
Pemilihan Material
Injection
Molding
110
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Fa kt or m eka n ik : kokoh, kuat, stabil, tahan tumbukan, tahan
pengikisan
Fa kt or ket a h a n a n : high electric resistance, chemical resistance
Fa kt or t em p er a t u r : baik untuk penggunaan pada temperatur
rendah
Sifat Material
Material yang digunakan :
1. ABS RESIN NATURAL Mpf 100-11XS77
- Type : MPF 100 11XS77
- Made by : Toray Plastics (Malaysia) Sdn.
Bhd.
2. HAIMASTER 9802
- Grade : Black 9802
- Made by : PT. Halim Samudra Interutama
Indonesia
CAMPURAN :
ABS Natural 100 kg + Haimaster 1,5 kg
SUHU HOPPER :
85 C - 95 C
Material untuk part LEG SHIELD , RIGHT/ LEFT
Injection
Molding
111
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Charging
Injection
Molding
112
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Clamping/ Die Closing
Injection
Molding
113
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Barrel forward & injection
Injection
Molding
114
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Barrel backward, cooling & metering
Injection
Molding
115
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Mold open, ejection & pelepasan part
Injection
Molding
116
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Injection
Molding
117
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pengambilan dan pelepasan produk
Injection
Molding
118
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Met a l For m in g
119
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Cakupan Topik Metal Forming
1. Klasifikasi Proses
Proses Bulk Deformation
Pengerjaan Logam Lembaran (Sheet Metalworking)
2. Perilaku Material dalam Metal Forming
Flow Stress
Average Flow Stress
3. Suhu dalam Metal Forming
4. Efek dari Laju Regangan (strain rate)
5. Gesekan dan Pelumasan (Friction and Lubrication)
Metal
Forming
120
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Bulk Metal Forming
4 jen is p r os es yang umum
Rolling Proses penekanan (kompresi) untuk mengurangi
ketebalan sebuah slab oleh sepasang mekanisme roll.
Forging Proses penekanan (kompresi) yang dilakukan oleh
sepasang dies.
Extrusion Proses penekanan (kompresi) material hingga
mengalir ke bukaan dies.
Drawing Proses menarik kawat atau batang melalui bukaan
dies.
Metal
Forming
121
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Bulk Metal Forming (contd)
Rolling Forging
Extrusion Drawing
Metal
Forming
122
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pengerjaan Logam Lembaran
(sheet metalworking)
Proses pembentukan pada metal lembaran, strip dan gulungan
kawat (coils). Normalnya proses cold working yang
menggunakan satu set punch dan die.
Ben d in g Peregangan dari lembaran metal (logam) untuk
membentuk sebuah sudut bending.
Dr a win g Pembentukan sebuah lembaran sehingga berbentuk
hollow (berlubang secara axial) atau cekungan.
Sh ea r in g Proses pengguntingan material (logam) bukan
proses pembentukan.
ga m ba r
Metal
Forming
123
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pengerjaan Logam Lembaran (contd)
Ben d in g Dr a win g
Sh ea r in g
Metal
Forming
124
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Perilaku Material dalam Metal Forming
n
f
K Y
n
K
Y
n
f
+

Y
f
Flow Stress
Maximum strain
untuk proses forming
K Strength coefficient
Average flow stress
f
Y
Metal
Forming
Strain hardening exponent
n
125
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Perhitungan Tekanan dan Gaya pada proses Deformasi Plastik
harus mempertimbangkan 4 hal :
1. Analisa stress state (kondisi tegangan) Yield Criteria
2. Flow stress harus di ketahui
3. Efek dari gesekan (friction) harus ditentukan (pengaruhnya)
4. Inhomogenuous deformation (deformasi tidak homogen)
Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming
Metal
Forming
126
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metal
Forming
Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
St r es s -s t a t e
t r ia xia l = tegangan (stress) bekerja ke semua arah, bia xia l =
tegangan bekerja pada dua arah (plane stress) !!
terdiri dari principal-stresses (bila shear stress dihilangkan) :
harus memenuhi yield -cr it er ia (flow-cr it er ia )
menghubungkan principle-stresses dgn tensile atau
compressive yield strength (dari material).
Yield-criteria berdasarkan Tresca :
Yield-criteria berdasarkan von Mises :
Safety factor Critical stress = flow-stress ! (von Mises)
1 2 3
, , dan
max min
2 2
f

( ) ( ) ( )
2 2 2
2
1 2 2 3 3 1
2
f
+ +
Per h a t ika n Ku r va Tr es ca d a n von Mis es !
1.15
f

127
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
Metal
Forming
Ga m ba r : Ku r va Tr es ca yield Hexa gon d a n von Mis es yield ellip s e
128
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metal
Forming
Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
Flow-s t r es s
tegangan untuk memelihara plastic-deformation
diperlukan untuk menangani : suhu, regangan dan laju regangan
(strain and strain rates) yield-strength handbook kurang
berguna (tegangan untuk memulai plastic deformation) !
Bergantung pd process-state : stady-state dan non steady-state
proses !
Proses cold-working :
Non steady-state ambil instantaneous flow-stress pada
point of interest !. Maximum force ambil flow-stress pada
final-strain !
Steady-state ambil mean-flow stress = integrasi
dari limit strain ybs. Untuk annealed material :
K dan n cari dari Tabel atau lakukan
pengujian kompresi (compression test) !.
f

n
fm Y K
1
1
n
fm
K
Y
n

+
]

]
+
]
129
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
Metal
Forming
Gambar : a) Strain hardening yg tinggi (ditunjukkan dgn n yg tinggi) menghasilkan
elongasi besar yg uniform, post-necking deformation meningkat dgn meningkatnya
strain-rate sensitivity (m), shg fracture tertunda. b) Material dgn nilai n yg rendah
menghasilkan neck yg cepat dan jika nilai m rendah, cepat tjd fracture.
130
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
Metal
Forming
Gambar : Plane-strain condition dibatasi oleh a) elemen dies, b) bagian
yg tidak terdeformasi (point 4 pada von Mises)
131
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metal
Forming
Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
Effect of Fr ict ion
Terjadi karena kontak antara benda-kerja dgn tools/ dies !
Berdasarkan koefisien gesek
Meningkatnya tekanan inerface p meningkatkan interface
shear-stress secara linear ! koefisien gesek konstan !
Bila gesekan besar (shear stress) interface shear-stress
mencapai shear flow-stress dari material benda-kerja
benda kerja menolak pergeseran dgn tools/ dies tjd deformasi
dgn shearing (pergeseran) pada bagian dalam benda-kerja !
i
F
P p

Proses hot-working : dipengaruhi strain-rate sensitivity !


Flow-stress dihitung berdasarkan : C dan m
(strenght coeficient dan strain-rate sensitivity exponent) diambil
dari tabel !. Bila tidak ada lakukan pengujian compression !
Strain berbeda C dan m berbeda.
T = m Yf C
m
f
Y C
&
Flow-s t r es s (contd)

&

132
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Gambar :
Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
Metal
Forming
133
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metal
Forming
Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
I n h om ogen eou s Defor m a t ion :
Saat tools/ dies melakukan penetrasi, tjd identasi lokal
inhomogenuos material flow = aliran material tak-homogen !
Gambar :
134
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Ct h 1 :
Tarikan murni di kenakan pada komponen pesawat 7075-T6 Alumunium
alloy : diameter = 25mm, panjang 400 mm. Diketahui dari tabel E =
70 GPa, Ys = 496 MPa, Ts = 558 MPa. Hitung : a) perpanjangan
komponen bila terbeban = 80 kN, b) beban dimana komponen
mengalami deformasi permanen, c) beban maksimum tanpa fracture.
J awab :
a) Penampang bar A
0
= 20
2
./ 4 = 314 mm2. Tensile stress =
80.000/ 314 = 255 N/ mm2 (= 255 Mpa) kurang dari Ys deformasi
= elastik ! e
t
= / E= 255/ 70000 = 0.0036 (36%).
b) Ys =
0.2
= 496 N/ mm2 P
0.002
= (
0.2
)(A
0
) = 496*314 = 156 kN
c) Pmax = (Ts)(A
0
) = 558*314 = 175 kN
Metal
Forming
Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
135
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
Gambar : Sifat mekanik dari beberapa material
Metal
Forming
136
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metal
Forming
Ct h 2 :
Sebuah komponen dgn ketebalan 6.35 mm dan lebar 6.38 mm, panjang l
0
= 25 mm di
dpt dr proses pemesinan thd plat 80Cu-20Ni alloy yg di annealed. Dilakukan
penarikan (tension) dgn gaya 10000 kgf (98kN). Setelah tjd fracture = l
f
= 42.2
mm, dengan penampang adl 2.85 mm x 3.50 mm. Hitunglah : a) Modulus
Young, b)
0.2
c) Ts, d) elongasi, dan e) pengurangan penampang.
J awab :
a) Di dpt P = 5.7 kN dan A
0
= (6.35)(6.38) = 40.5 mm2 = 40.5 (10
-6
) m2.
Perpanjangan 0.025 mm, e
t
= 0.025/ 25.0 = 0.001.
b) Pada regangan 0.2% =
Shg perpanjangan = (0.002)(25.0) = 0.05 mm. Tarik garis paralel thd garis
elastik memotong titik dimana P =4.4 kN. Shg
6
5700
141
40.5(10 )(0.001)
E GPa


0.002
25
t
o
l l
e
l


( )
0.2
2
4400
109
40.5
N
MPa
mm

Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
137
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metal
Forming
Ct h 2 :
c) Beban maksimum P
max
= 14.2 kN
d) Elongasi dgn l
f
yg diukur pada spesimen
e) Luas penampang saat fracture Af =(2.85)(3.5) = 9.98 mm2.
2
14200
351
40.5
N
TS
mm

42.2 25.0
0.688 68.8%
25.0
f
e


40.5 9.98
0.75 75%
40.5
q


Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
138
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
Metal
Forming
139
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metal
Forming
Ct h 3 :
Sebuah komponen, silinder baja dgn diameter 15.00 mm dan tinggi 22.5 mm di buat
dari hot-rolled AISI 1020 steel, di tekan (compression) pada suhu ruang.
Pelumas grafit digunakan untuk mengurangi gesekan. Gaya P yg terlihat di 6
titik berikut tinggi sesaat (instantaneous height) tercatat pd tabel. Hitunglah : a)
true-stress pada setiap point, b) compressive strain ec.
J awab :
a) Volume dari komponen tsb (152./ 4)(22.5)=3976 mm3. Penampang A sesaat =
A=V/ h = (3976)/ (8.5)
b) Dihitung dgn
P
A

0 0
0
c
h h A A
e
h A


Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
140
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
141
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Ct h 4 :
Dari kurva displacement dari contoh 2, hitung flow stress dari material tsb pada
beberapa point. Plot-lah utk mendapatkan nilai K dan n.
J awab :
a) Untuk mendptkan luas penampang sesaat, volume dari komponen (specimen) di
hitung pada panjang l0 V = (6.35)(6.38)(25.0) = 1031 mm3. Luas penampang
sesaat diperoleh dari
flow stress dari
true-strain dari
Titik terakhir pada tabel di hitung dari penampang saat tjd fracture :
f
=P
f
/ A
f
=
(9300)/ (2.85)(3.5)=932 MPa, dan regangan dari regangan saat tjd fracture =
ln(A0/ A1) = ln(40.5/ 9.98)=1.4. Plot dari titik2 pada kertas log-log garis lurus
K = 760 Mpa, dan n = 0.45.
0
0
l V
A A
l l

f
P
A

0
0
ln ln
A l
l A

Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
Metal
Forming
142
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tekanan dan Gaya dalam Metal Forming (contd)
Tabel : Tabulasi dari flow-stress pada beberapa titik
Metal
Forming
143
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Suhu dalam Pengerjaan Logam
1. Cold wor kin g (Pen ger ja a n Din gin )
3 Pr o :
Akurasi yg lebih baik.
Permukaan akhir yg lebih baik.
Pengerasan regang (strain hardening) meningkatkan kekuatan
dan kekerasan (strength and hardness).
Aliran butir (grain) selama deformasi menyediakan sifat
direksional penting utk proses pengerjaan logam lembaran
(sheet metalworking).
Tidak memerlukan pemanasan.
3 Kon t r a :
Membutuhkan gaya dan daya yg lebih besar high flow-stress !
Permukaan sebaiknya di bersihkan.
Ductility rendah (krn kepadatan dislokasi meningkat) +
pengerasan regang (strain-hardening) membatasi pembentukan.
Ductility rendah fracture pada bendakerja dibutuhkan
annealing (utk tahap recovery dan recrystallization) softening !
Metal
Forming
144
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Suhu dalam Pengerjaan Logam (contd)
Metal
Forming
Gambar : Cold working meningkatkan kekuatan material (strength of material) dan
menurunkan ductility
145
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metal
Forming
Suhu dalam Pengerjaan Logam (contd)
Gambar :
146
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Suhu dalam Pengerjaan Logam (contd)
2. Wa r m wor kin g suhu antara suhu ruang dan
suhu rekristalisasi, secara garis besar sekitar 0.3
T
m
3 Pr os yg berseberangan dgn cold working :
Ga ya d a n Da ya yg lebih r en d a h flow stress lebih rendah
(ketimbang cold working)!.
Memungkinkan pengerjaan terhadap Geometri yg lebih
kompleks.
Kebutuhan untuk dilakukan proses annealing mungkin dapat di
kurangi atau bahkan dihilangkan.
Metal
Forming
147
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Suhu dalam Pengerjaan Logam (contd)
3. Hot wor kin g Deformasi pada suhu dibawah
suhu rekristalisasi umumnya antara 0.5T
m
to 0.75T
m
3 Pr os
Memungkinkan deformasi yg lebih besar.
Gaya dan daya yang lebih rendah.
Pembentukan material dengan keuletan rendah dengan suhu
ruang dimungkinkan.
Menghasilkan sifat isotropik (isotropic properties) dari
proses.
Tidak ada pekerjaan pengerasan.
Metal
Forming
148
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Suhu dalam Pengerjaan Logam (contd)
I s ot h e r m a l For m in g proses preheating terhadap
tools (e.g. dies) ke suhu yang sama dengan suhu metal
yg dikerjakan :
menghilangkan : pendinginan permukaan dan gradient
thermal yg di hasilkan di benda-kerja (metal yg dikerjakan).
Normalnya di lakukan terhadap baja paduan tinggi (highly
alloyed steels), titanium alloys dan paduan nikel suhu tinggi
(high-temperature nickel alloys).
Metal
Forming
149
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
= strain rate
Efek dari Laju Regangan (Effect of Strain Rate)
m
f
Y C
&

&
n m
f
Y K
&
K = a strength coefficient
Metal
Forming
= strain-rate sensitivity exponent
The strain rate dipengaruhi
secara kuat oleh temperatur.
m
1
( )
v
s
h

v = instantaneous Deformation veloc.


h = instant. Length of workpiece
150
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Efek dari Laju Regangan
Metal
Forming
Cold working -0.05 < m < 0.05
Hot working 0.05 < m < 0.3
Superplasticity 0.3 < m < 0.7
Newtonian Fluid m = 1
Nilai dari m (strain rate sensitivity exponent) yg umum :
151
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Gesekan dan Pelumasan (Friction and Lubrication)
Ges eka n (Friction) = tidak di inginkan krn :
3 Aliran metal yg lambat menyebabkan tegangan sisa
(residual stress).
3 Meningkatkan gaya dan daya (forces and power).
3 Keausan yg cepat dari tools (peralatan, e.g. dies, dll) .
Pelu m a s a n (Lubrication) untuk mengurangi
gesekan pada pertemuan permukan bendakerja-
dan-tools .
Metal
Forming
152
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
(Bulk Deformation Process in
Metalworking)
Metal
Forming
Pr os es Defor m a s i Bu lk
d a la m Pen ger ja a n Loga m
153
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Rolling
Proses deformasi dengan mengurangi ketebalan oleh
gaya tekan yg di hasilkan oleh sepasang (dua buah)
rolls.
Metal
Forming
154
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Rolling (contd)
Metal
Forming
Seja r a h :
Desain pertama kali pada abad 14
Pada 1700, pengenalan hot rolling
Rol modern : 1783 di Inggris
Rol untuk rel kereta api : 1820 di Inggris
Sumber energi untuk rolling :
Water Wheel
Steam Engine
Motor Elektronik
155
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Rolling (contd)
90% material yg mengalami deformasi mengalami proses rolling !
Ukuran 6.0mm tebal, 1800-5000mm lebar & berat up-to 150
ton untuk material : ship-building, boiler, bangunan
konstruksi, pipa, dll.
Ukuran 0.8-6.0mm tebal, 2300 lebar dalam coil dgn berat up-
to 30 ton utk material : cold-pressing untuk kendaraan, alat-
berat dan permesinan, dan pipa yg dilas.
Hot-rolled permukaan kasar, toleransi tinggi, gaya rol rendah
utk deformasi plastik yg besar.
Cold-rolled permukaan akhir lebih baik (halus) dan untuk
toleransi rendah.
Metal
Forming
156
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Rolling (contd)
Metal
Forming
Gambar : Skema proses rolling (encarta encyclopedia)
157
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Mekanika Rolling : Gesekan (friction)
Proses rolling dapat di laksanakan krn adanya ga ya ges ek Fs
a n t a r a r oller ( p e-r oll) d a n ben d a ker ja (workpiece).
Gaya gesek (Fsi) pada sisi masuk > dari sisi keluar (Fso)
memungkinkan roller untuk menarik bendakerja kearah sisi-
akhir keluaran.
Metal
Forming
Fsi
Fso
Gesekan Gaya + Daya
Energi terbuang.
Gesekan merusak benda yg
dirol.
Perlu Pelumasan! utk mendptkan
titik optimal.
158
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metal
Forming
Gesekan (Friction) (contd)
v
o
<v
r
<v
f
Ma xim u m d r a ft , yg merupakan
pengurangan ketebalan, diberikan
sebagai = t o-t f =
2
R.
Koefisien gesek bergantung pada
pelumasan, umumnya :
cold working 0.1
warm working 0.2
hot working 0.4
159
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Analisa proses Rolling
Kekeka la n ( con s er va t ion
of) m a t er ia l :
Kon t in u it a s volu m e la ju
a lir a n :
For w a r d s li p :
Ga ya Rollin g, F :
f f f o o o
v w t v w t
f f f o o o
L w t L w t
r
r f
v
v v
s

wL Y pdL w F
f
L

0


0
( )
f
L R t t
Metal
Forming
160
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Analisa proses Rolling (contd)
5. Rega n ga n d efor m a s i
6. Tega n ga n a lir r a t a -r a t a (average flow stress)
7. Tor s i yang dibutuhkan untuk p r os e s d efor m a s i
8 . Da ya ya n g d ibu t u h ka n ole h p r os e s
f
o
t
t
ln
n
K
Y
n
f
+

FL T 5 . 0
FL P 2
wL Y pdL w F
f
L

0

gaya tanpa gesekan ! semakin tinggi


koefisien gesek = semakin besar perbedaan dgn
gaya sebenarnya.
Metal
Forming
161
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
1. Suatu strip tembaga yg mengalami proses annealing mempunyai lebar 9 in.(228
mm) dan tebal 1 in.(25 mm), diroll menjadi setebal 0.8 in.(20 mm). J ari-jari roll
sebesar 12 in.(300 mm) dan berotasi pada 100 rpm. Diketahui, tegangan saat tidak
teregang 12000 psi dan tegangan saat ketebalan 0.8 in adalah 40000 psi. Hitung
gaya roll dan daya dalam operasi ini. !
J awaban :
L = R (ho hf) = 12 ( 1 - 0.8 ) = 1.55 in. = 0.13 ft
True strain =
= ln ( 1 / 0.8 ) = 0.223
sebesar = (12000 + 40000)/ 2 psi = 26000 psi. J adi
F = L w Yrata-rata = (1.55) (9) (26000) = 363000 lb = 1.6 MN
Daya per roll dimana N = 100 dan L = 0.13 ft. Maka :
Daya = 2 F L N / 33000 = 2 (363000) (0.13) (100) / 33000 = 898 hP = 670 kN
Maka daya total dalam rolling adalah 1796 hP = 1340 kN
Analisa proses Rolling (contd)
f Y
Metal
Forming
162
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Analisa proses Rolling (contd)
2. Baja slab AISI 1015 dari tebal ho = 300mm, lebar wo = 1000mm, di lakukan
pengerolan panas (hot-rolled) pd 1000
o
C dgn rol berdiameter 600mm.
Gesekan = 0.3. Pengurangan ketebalan hingga 27 mm. Kecepatan roll 1.2
m/ s. Hitung gaya rol dan kebutuhan daya.
J awaban :
Ketebalan setelah rolling = h1 = 273 mm.
Pengurangan ketebalan = ec = 27/ 300 = 9%.
Regangan (true strain), e = ln(300/ 273) = 0.094 have = (300+273)/ 2 =
286.5mm.
L = [(300)(27)]
1/ 2
= 90mm = 0.09 m. = (1.2)(0.094)/ 0.09 = 1.25 s
-1
.
Diketahui C=120 MPa, m=0.1. Y
f
= 120(1.25)
0.1
= 123 MPa.
Cek h/ L = 286.5/ 90 = 3.2 inhomogenous deformation.
J adi Gaya rol = F = (1.15)(123)(2)(0.09)(1)= 25.46 MN (2800 tonf).
Daya yg dibutuhkan = (25.46)(0.09)(1.2)/ 0.3 = 9170 kW.
Metal
Forming
163
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Parameter Material dan Proses Rolling
Pa r a m et er Ma t er ia l :
3 Keuletan (ductility)
3 Koefisien gesek (coefficient of friction)
3 Kekuatan (strength), modulus dan Poissons ratio
Pa r a m et er Pr os es :
3 Kecepatan roller (vr)
3 Daya (power)
3 Draft (pengurangan ketebalan)
3 Pelumasan (lubrication)
Metal
Forming
164
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Penge-rol-an Bentuk (Shape Rolling)
Sebagai tambahan thd parameter material dan proses, roller
(penge-rol) berlaku spt satu set dies dan harus di pra-bentuk
(pre-formed) untuk mendapatkan bentuk negatif dari
penampang.
Mungkin terdapat lebih dari satu set roller yang dibutuhkan
untuk mengurangi/ membentuk bendakerja hingga berbentuk
sesuai yg di inginkan.
Metal
Forming
ga m b a r
165
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Konfigurasi Rolling Mill
a ) t wo h igh b) t h r ee h igh c) fou r h igh
d ) clu s t e r m ill e) t a n d em r ollin g m ill
Metal
Forming
166
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Penge-rol-an Cincin (Ring Rolling)
Untuk membuat sbh cincin yg lebih besar atau lebih kecil dari
ukuran cincin awal.
Biasanya proses h ot -r ollin g digunakan untuk cincin (ring)
besar dan cold rolling untuk cincin kecil.
Aplikasi umumnya : bearing races, steel tires, cincin untuk
pressure vessel.
Metal
Forming
167
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Penge-rol-an Thread (Thread Rolling)
Proses manufaktur thread luar (external).
Menggunakan proses Cold r olli n g.
Laju produksi yang tinggi & kompetitif hingga 8 part
per detik.
Metal
Forming
168
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Penge-rol-an Roda Gigi (Gear Rolling)
Proses pengerjaannya sama dengan proses untuk
screw thread.
Umumnya diterapkan pada roda-gigi helix (helical
gears).
Menghasilkan keuntungan-2 :
3 Penggunaan material yg lebih baik.
3 Permukaan yang lebih halus.
3 Thread yg lebih kuat karena pengerasan yg tjd selama proses
pengerjaan.
3 Ketahanan lelah (fatigue) yg lebih baik karena faktor tekanan
(kompresi).
Metal
Forming
169
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Roll Piercing
Merupakan proses Hot working.
Biasa digunakan untuk menghasilkan tabung dinding tebal
tanpa sambungan (seamless thick-wall tubes)
Metal
Forming
170
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Forging - Pendahuluan
Penempaan (Forging): Sebuah proses dimana benda kerja
dibentuk dengan gaya tekan (kompresif) melalui cetakan (die)
dan tool.
Dikenal sejak 4000 SM mungkin lebih dari 8000 SM.
Produk tempa: bolts & rivet, connecting rods, shafts untuk
turbin, gear, hand tools, structural components untuk
permesinan, pesawat terbang, rel, dan berbagai peralatan
transportasi.
Metal
Forming
171
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Part yang ditempa memiliki kekuatan dan ketangguhan, sangat
baik diaplikasikan pada kondisi high stress dan kritis.
Proses Tempa
3 Tempa Dingin (Cold forging)
Membutuhkan daya yang lebih besar
Benda kerja harus ulet dalam temperatur ruang
Menghasilkan part dengan permukaan akhir dan akurasi dimensi
yang baik
3 Tempa Panas (warm/ hot forging)
Membutuhkan daya yang lebih kecil
Part yang dihasilkan memiliki permukaan akhir dan akurasi
dimensi yang tidak begitu baik
Forging Pendahuluan (contd)
Metal
Forming
172
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Gambar : outline proses forging dan operasi2 yg berhubungan
Forging Pendahuluan (contd)
Metal
Forming
173
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Forging
Open-die forging
Impression-die forging
Flashless forging
Metal
Forming
(Closed die forging)
174
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Mekanika proses Forging
Dib a wa h kon d is i id ea l :
h
h
o
ln
A Y F
f

Dimana F = gaya forging


Y
f
= Tegangan alir (flow stress)
A = Penampang bendakerja
Metal
Forming
175
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Produk Forging
Metal
Forming
176
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Produksi Connecting Rod
Metal
Forming
177
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Forging
Pada open-die forging terjadi barreling (lihat gambar atas).
Pada hot forging issue menjadi lebih kompleks karena distribusi
thermal di dalam bendakerja dan aliran metal yg terjadi.
Metal
Forming
178
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Faktor Bentuk (Shape factor)
Gaya aktual proses Forging lebih
besar dari kondisi ideal :
(1)
Faktor bentuk diperlukan untuk
mengoreksi efek barelling dan
gesekan.
(2)
(3)
Load-stroke curve
A Y K F
f f

h
D
K
f
4 . 0
1+
Metal
Forming

,
`

.
|
+
h
r
r Y F
f
3
2
1
2

179
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Faktor Bentuk (Shape Factor)
Metal
Forming
180
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Soa l:
Sebuah logam silinder terbuat dari stainless steel 304 dengan
diameter 150 mm dan tinggi 100 mm. Benda tersebut akan
dikurangi tingginya 50% pada temperatur ruang menggunakan
open-die forging dengan die yang datar. Diasumsikan koefisien
friksi adalah 0,2, hitunglah gaya tempa pada bagian ujung
langkah (stroke).
J awab:
Tinggi akhir h = 100/ 2 = 50 mm, dan radius akhir, r, didapatkan
dengan volume konstan.
Dengan menghitung volume awal dan akhir, didapatkan:
() (75)
2
(100) = () (r)
2
(50) r = 106 mm.
Perhitungan Gaya Forging
Metal
Forming
181
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Nilai true strain benda kerja :
= ln (100/ 50) = 0,69
Berdasarkan kurva stress strain, didapatkan tegangan aliran
untuk stainless steel pada regangan aktual 0,69 adalah kurang
lebih 1000 MPa. Sehingga besar gaya tempa adalah:
F = (1000) (10
6
) () (0.106)
2
{1 + (2) (0.2) (0.106) / ((3) (0.050))}
= 4,5 x 10
7
N = 45 MN = 10
7
lb = 5000 tons
Perhitungan Gaya Forging (contd)
Metal
Forming
182
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Open-die Forging
Fullering
Edging
Cogging
Metal
Forming
183
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Open-die Forging
Fullering
3 Pengurangan penampang workpiece (benda kerja) yang
diperlukan untuk proses pembentukan selanjutnya.
3 Menggunakan Dies dengan permukaan cembung (convex
surface cavity).
Edging
3 Sama dengan Fullering, tapi dies memiliki permukaan
cekung (concave surface cavitiy).
Cogging
3 Dies terbuka dengan permukaan rata atau sedikit berkontur
mengurangi penampang dan meningkatkan panjang.
Tidak menghasilkan net-shape produk masih memerlukan
proses pemesinan untuk mendapatkan net-shape produk.
3 J en is Op en -d ie For gin g :
Metal
Forming
184
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Impression-die Forging
Dies memiliki bentuk kebalikan dari bentuk benda-kerja.
Flash dimungkinkan pada bagian parting surface. Flash
berfungsi untuk menjaga aliran logam dan membantu
untuk mengisi bagian-bagian dies yang dalam dari cavity
(intricate part).
Membutuhkan Gaya forging yang lebih dibanding open-
die forging. Faktor bentuk (Shape factor) memiliki nilai yg
lebih tinggi.
Metal
Forming
185
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Impression-die Forging
Gaya yang paling besar terjadi pada bagian akhir
proses ketika proyeksi penampang benda-kerja
awal (blank) dan gesekan adalah yang terbesar.
Progessive dies diperlukan untuk merubah bentuk
awal benda-kerja menjadi geometri akhir yang di-
inginkan.
Pemesinan diperlukan untuk menghasilkan
toleransi akhir yang diinginkan.
Metal
Forming
186
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Impression-die Forging
Pr os :
Laju produksi tinggi
conservation of metal
Menghasilkan kekuatan produk yg lebih baik
Orientasi grain yang diinginkan
Forging Machining
Metal
Forming
187
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Flashless Forging
Conventional forging part Precision forging part
Metal
Forming
188
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Flashless Forging (Closed Die Forging)
Pengendalian volume adalah penting
Menghasilkan produk akhir yang presisi yang kebalikan dari
geometri cavity (dies)
Biasanya digunakan untuk material aluminum dan magnesium
alloy.
Metal
Forming
189
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Perbandingan Closed-die dan Flash Forging
Metal
Forming
190
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Corning
Metal
Forming
191
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Drop Hammer dan Dies
Dies normalnya dibuat dari baja dengan high impact strength
dan high wear resistance.
Webs Bagian tipis paralel thd parting line.
Ribs Bagian tipis tegak-lurus thd parting line
Gutter Area untuk menampung flash
Metal
Forming
192
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Upsetting dan Heading
Bagian awal dari benda-kerja (stock) di tempa untuk
membentuk bagian kepala menggunakan closed-die forging.
Metal
Forming
193
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Upsetting dan Heading
Upsetting digunakan untuk membentuk kepada dari mur dan
baut dengan bentuk geometri yang berbeda.
Metal
Forming
194
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Swaging
Swaging digunakan untuk
mengurangi penampang
dari batang atau tabung
yang telah di tempa
(forging) menggunakan
sepasang Dies yg berputar
(rotating dies).
Sebuah mandrel kadang-
kadang digunakan untuk
mengendalikan bentuk
internal dari tube
(tabung).
Metal
Forming
195
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Roll Forging
Metal
Forming
196
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Orbital Forging
Kontak area yang kecil
mengurangi gaya forging yg
dibutuhkan secara substansial.
Metal
Forming
197
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Hobbing
Proses penekanan die terhadap benda-kerja yang lebih lunak untuk
menghasilkan bentuk akhir.
Metal
Forming
198
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Trimming
Trimming adalah sebuah proses
pengguntingan untuk
menghilangkan flash dari
benda-kerja
Metal
Forming
199
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Cacat Forging
Metal
Forming
200
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Cacat Forging
J ika volume material tidak mencukupi untuk mengisi rongga
cetak, akan muncul web buckle atau lap
J ika web buckle terlalu tebal, material sisa akan mengalir ke
bagian yang telah dibentuk sehingga menimbulkan retak
internal.
Penyebab lain adalah:
3 Radius yang bervariasi dari rongga cetak
3 Material yang tidak uniform
3 Gradien temperatur selama penempaan
3 Perubahan mikrostruktur yang disebabkan oleh tranformasi
fase
Cacat tempa dapat menyebabkan kerusakan fatik sehingga
menimbulkan masalah korosi dan keausan komponen.
Metal
Forming
201
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Design Considerations
1. Ma t er ia l
2. Die d es ign
3. Ma ch in e
3 Machine processing range
3 Machine process setting
Metal
Forming
202
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Design Considerations
1. Ma t er ia l
3 Ductility
3 Strength
3 Plastic deformation law
(constitutive
relationship)
3 Coefficient
(Die/ workpiece)
3 Variation of properties at
processing temperature
range
2. Die Des ign
3 Number of die stations
(progressive die)
3 Geometric complexity of the
part
3 Die geometric details
Draft angle, fillet, radii
Webs and ribs
Flash
3 Parting surface and parting
direction
3 Die material
3 Die life
Metal
Forming
203
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Design Considerations
3. Ma ch in e p r oces s in g r a n ge
3 Maximum forging force
3 Maximum power
3 Maximum speed
3 Maximum die size
4. Ma ch in e p r oces s s et t in g
3 No. of stations
3 Velocity profile
3 Temperature / time profile
3 Force
Metal
Forming
204
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Ekstrusi (Extrusion)
Eks t r u s i: Sebuah billet (biasanya bundar) yg diberikan gaya
melalui sebuah cetakan dengan cara seperti keluarnya pasta gigi
dari tube.
Material ekstrusi: aluminum, copper, steel, magnesium dan lead
Gambar :
Metal
Forming
205
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Produk Ekstrusi
Produk ekstrusi: rel sliding door, tabung, bentuk struktural
dan arsitektur, frame pintu dan jendela.
Gambar :
Metal
Forming
206
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tipe Proses Ekstrusi
Gambar :
Metal
Forming
207
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Ekstrusi (contd)
Cir cu m s cr ibin g Cir cle Dia m et er ( CCD) : diameter lingkaran terkecil
penampang melintang benda kerja yang diekstrusi
Fa kt or ben t u k: kompleksitas sebuah proses ekstrusi merupakan fungsi
rasio dari keliling produk yang diekstrusi terhadap luas penampang
melintangnya.
Gambar :
Gambar :
Metal
Forming
208
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Ekstrusi (contd)
Ga ya Eks t r u s i :
3 k adl konstanta ekstrusi, A
o
dan A
f
adl billet dan
penampang produk yg di ekstrusi.

,
`

.
|

f
o
o
A
A
k A F ln
Gambar :
Metal
Forming
209
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Contoh Perhitungan Ekstrusi Panas
Soa l : Sebuah billet bundar dengan bahan kuningan (brass)
diekstrusi pada temperatur 675
o
C (1250
o
F). Diameter billet
adalah 5 in (125 mm) dan diameter ekstrusi adalah 2 in. (50
mm). Hitunglah gaya ekstrusi yang dibutuhkan
J a wa b : Gaya ekstrusi menggunakan persamaan 1, dimana
konstanta ekstrusi, k, didapatkan pada grafik konstanta k.
Untuk material ini, didapatkan k = 35.000 psi (250 MPa)
pada temperatur ekstrusi. Sehingga:
F = (2,5)
2
(35.000) ln [ (2.5)
2
/ ( (1.0)
2
) ] = 1,26 x 10
6
lb
= 630 ton = 5.5 MN
Metal
Forming
210
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Aliran Logam Proses Ekstrusi
Gambar :
Metal
Forming
211
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Ekstrusi Panas
975 - 2200 Refractory alloys
875 1300 Steels
650 975 Copper and its alloys
375 475 Aluminum and its alloys
200 250 Lead
O
C
J angkauan (range) temperatur ekstrusi untuk berbagai logam
Gambar :
Metal
Forming
212
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Ekstrusi Panas (contd)
Gambar :
Metal
Forming
213
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Ekstrusi Panas (contd)
Gambar :
Metal
Forming
214
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Material & Pelumas Ekstrusi Panas
Biasanya digunakan hot-work die steel.
Coating seperti zircona dapat diberikan pada die
untuk memperpanjang umurnya
Glass adalah pelumas yang baik untuk baja,
stainless steel, dan logam serta paduan
temperatur tinggi.
Metal
Forming
215
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Ekstrusi Dingin
Ekstrusi dingin memiliki keuntungan dibanding ekstrusi panas:
3 Perbaikan sifat mekanik yang dihasilkan dari pengerasan kerja (work-
hardening), dimana panas yang ditimbulkan oleh deformasi plastis dan
friksi tidak merekristalisasi logam yang diekstrusi.
3 Pengendalian toleransi dimensi yang baik, mengurangi kebutuhan
operasi permesinan maupun finishing lanjut.
3 Perbaikan permukaan akhir, karena tidak adanya lapisan film oksida.
3 Tidak diperlukannya pemanasan billet.
3 Laju produksi dan biaya yang kompetitif dengan metode lain untuk
memproduksi part yang sama.
Gambar :
Metal
Forming
216
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Ekstrusi Impak
Gambar :
Gambar :
Metal
Forming
217
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Ekstrusi Hidrostatik
Medium yang digunakan untuk menekan adalah fluida
incompressible.
Tidak terdapat friksi container-dinding.
Tekanan yang diberikan sebesar 1400 MPa (200 ksi).
Biasanya dilakukan pada temperatur ruang, menggunakan minyak
tumbuhan karena viskositasnya tidak berubah karena tekanan.
Untuk temperatur tinggi, digunakan fluida lilin, polimer dan glass.
Material yang rapuh dapat diproses karena tekanan hidrostatik
dapat meningkatkan keuletan material.
Aplikasinya terbatas di dunia industri, karena peralatan yang
kompleks dan waktu siklus yang lama.
Metal
Forming
218
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Cacat Ekstrusi
Ret a k p er m u ka a n ( s u r fa ce cr a ckin g) :
3 Karena temperatur, friksi atau kecepatan terlalu tinggi
3 Retak yang terjadi adalah intergranular (sepanjang batas butiran)
3 Sering terjadi pada aluminum, magnesium dan zinc
3 Cacat bambu (Bamboo defect): pada tempertur lebih rendah, akibat
tekanan yang tidak konstan
Pip a
3 Diminimalkan dengan memodifikasi bentuk aliran logam agar
seragam
3 Menghilangkan kotoran (impurities) pada permukaan billet dengan
etching kimia
Ret a k in t e r n a l ( in t er n a l cr a ckin g)
3 Bertambah seiring meningkatnya sudut die
3 Bertambah dengan meningkatnya jumlah pengotor
3 Menurun dengan bertambahnya rasio ekstrusi dan friksi
Metal
Forming
219
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Cacat Ekstrusi (contd)
Gambar :
Metal
Forming
220
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Peralatan Ekstrusi
Peralatan dasar ekstrusi adalah sebuah press hidrolik horisontal
Kapasitas gaya ram setinggi maksimal 120 MN (14.000 ton) untuk
memproduksi billet besar dengan ekstrusi panas
Pres hidrolik vertikal digunakan untuk ekstrusi dingin dan
kapasitasnya lebih rendah dibanding ekstrusi panas.
Gambar :
Metal
Forming
221
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Penarikan (Drawing)
Pen a r ika n ( Dr a win g): Sebuah operasi dimana penampang
melintang rod solid, kawat/ kabel (wire) atau tabung dikurangi
atau diubah bentuknya dengan menariknya melalui cetakan.
Rod yang ditarik digunakan untuk as, spindel, dan piston kecil
Rod memiliki penampang melintang lebih besar daripada
kawat/ kabel (wire).
Di industri, wir e didefinisikan sebagai sebuah rod yang telah
ditarik melalui cetakan minimal sekali. Aplikasi: kabel listrik,
kabel, tension-loaded structural members, elektroda las, per
(springs), paper clips, dan kawat instrumen musik.
Metal
Forming
222
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Penarikan (Drawing) (contd)
Ga ya p en a r ika n :
Y
avg
adalah tegangan aktual rata-rata material dalam gap
cetakan.
J ika reduksi bertambah, gaya penarikan semakin tinggi.
Idealnya, reduksi maksimum luas penampang melintang per
laluan adalah 63%.

,
`

.
|

f
o
f avg
A
A
A Y F ln
Gambar :
Metal
Forming
223
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Operasi Penarikan (drawing)
Gambar :
Metal
Forming
224
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Sheet Metal Forming
225
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Outline
Metal
Forming
226
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Karakteristik Pembentukan Logam Lembaran
Part aksisimet ris kecil at au besar, permukaan akhir baik, biaya
t ool rendah, biaya pekerj a dapat t inggi kecuali proses
diot omasikan
Spinning
Drawing dan embossing bent uk sederhana dan kompleks,
permukaan lembaran diprot eksi dengan membran karet , operasi
fleksibel, biaya t ool rendah
Rubber forming
Terdiri dari: blanking, embossing, bending, flanging dan coining;
bent uk sederhana dan kompleks pada laj u produksi t inggi, biaya
peralat an dan t ool, biaya pekerj a rendah
St amping
Part sederhana dengan kont ur rendah at au dalam, laj u produksi
t inggi, biaya peralat an dan t ool t inggi
Drawing
Part besar dengan kont ur yang rendah, cocok unt uk j umlah
produksi rendah, biaya pekerj a t inggi, biaya peralat an dan t ool
t ergant ung ukuran part
St ret ch Forming
Part panj ang dengan penampang konst an, permukaan akhir
baik, laj u produksi t inggi, biaya t ool t inggi
Roll Forming
Karakt erist ik Proses
Metal
Forming
227
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pembent ukan kont ur rendah, bulging dan embossing pada
lembaran dengan kekuat an yang rendah, cocok unt uk bent uk
t abung, laj u produksi t inggi, membut uhkan t ool khusus
Magnet ic- pulse
Forming
Lembaran yang sangat lebar dengan bent uk yang kompleks
meskipun biasanya aksisimet ris, biaya t ooling rendah, biaya
pekerj a t inggi, cocok unt uk j umlah produksi rendah, wakt u siklus
rendah
Explosive Forming
Kont ur yang rendah pada lembaran yang lebar, operasi fleksibel,
biaya peralat an dapat t inggi, prosses menggunakan part
pengencang
Peen Forming
Bent uk kompleks, det ail dan t oleransi yang kecil, wakt u
pembent ukan lama, laj u produksi rendah, part t idak cocok unt uk
t emperat ur t inggi
Superplast ic
Forming
Karakt erist ik Proses
Karakteristik Pembentukan Logam Lembaran
Metal
Forming
228
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Shearing (pemotongan)
Pa r a m et er p r os es u t a m a d a la m s h e a r in g:
- Bentuk dan material untuk memukul (punch) dan cetakan (die)
- Kecepatan pemukulan
- Pelumasan
- Kelonggaran
Gambar :
Metal
Forming
229
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Bu r r : sebuah sisi tipis
(ridge)
Proses untuk
menghilangkan burr -
> Debu r r in g
Shearing (contd)
Metal
Forming
230
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Shearing (contd)
Gambar :
Efek clearance
Metal
Forming
231
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Punching Force (gaya pemukulan)
Ga ya m a ks im u m p em u ku la n , F :
F = 0 , 7 x T x L x ( UTS)
dimana:
T = ketebalan lembaran
L = panjang total yang dipotong (misalnya keliling lubang
pemotongan)
UTS = Ultimate Tensile Strength material.
Metal
Forming
232
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Contoh perhitungan
Soa l :
Hitunglah gaya yang dibutuhkan untuk memukul sebuah
lubang dengan diameter 1 in. (25 mm) pada sebuah lembaran
paduan titanium annil Ti-6Al-4V dengan ketebalan 1/ 8 in.
(3,2 mm) pada temperatur ruang.
J a wa b :
Dari tabel UTS untuk paduan material tersebut adalah 1000
MPa, atau 140.000 psi, sehingga :
F = 0,7 x (1/ 8) x () x (1) x (140.000) = 38.500 lb = 19,25 ton
= 0 , 17 MN
Metal
Forming
233
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Shearing Operation (operasi pemotongan)
Pu n ch in g : slug yang terpotong dibuang
Bla n kin g : slug adalah partnya, sedangkan sisanya adalah scrap
Die cu t t in g : proses pemotongan yang terdiri dari operasi berikut ini:
- Per for a t in g : punching sejumlah lubang dalam lembaran
- Pa r t in g : shearing lembaran menjadi 2 atau lebih bagian
- Not ch in g : membuang bagian-bagian (atau bentuk yang bervariasi) pada bagian tepi
- La n cin g : membuat sebuah bentukan tanpa membuang material
Gambar :
Metal
Forming
234
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Fine Blanking
Dikembangkan sejak tahun 1960 dengan kelonggaran 1% dari
ketebalan lembaran
Toleransi dimensi berkisar 0,05 mm (0,002 in.), dan kurang dari
0,025 mm (0,001 in.)
Biasanya dilakukan pada pres hidrolik dengan triple-action, dimana
gerakan punch, pressure pad, dan die secara terpisah dikendalikan
Cocok untuk lembaran dengan kekerasan berkisar 50 dan 90 HRB
Gambar
Metal
Forming
235
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Slitting
Pisau pemotong (blade) bergerak pada garis lurus atau melingkar.
Tepi slit biasanya menghasilkan burr
Pada tipe driven, pisau diberikan daya pemotongan
Pada tipe pull-throug, lembaran ditekan pada pisau yang idle
Gambar :
Metal
Forming
236
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Shearing Dies
Clea r a n ce (Kelonggaran) :
3 Kelonggaran untuk material yang lunak kurang dari material yang
lebih keras
3 Lubang yang kecil (dibandingkan dengan ketebalan lembaran)
membutuhkan kelonggaran yang lebih besar dibanding lubang yang
besar
3 Bisanya berkisar antara 2% dan 8 %
Gambar :
Metal
Forming
237
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Shearing Dies (contd)
Ben t u k Pu n ch d a n Die :
3 Beveling punch cocok untuk pemotongan blank yang tebal, sebab
mengurangi gaya pada awal langkah
Gambar :
Metal
Forming
238
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Shearing Dies (contd)
Tip e Dies
Com p ou n d d ies
3 Beberapa operasi pada lembaran yang sama dapat dilakukan dalam satu
kali langkah pada satu stasiun dengan menggunakan compound die
Pr ogr e s s ive d ies
3 Logam lembaran diumpankan dan operasi yang berbeda dilakukan pada
stasiun yang sama dalam setiap langkah oleh rangkaian pukulan.
Tr a n s fe r d ies
3 Logam lembaran mengalami operasi yang berbeda pada stasiun yang
berbeda, dengan aliran proses berbentuk lurus atau melingkar.
Ma t e r ia l Tool d a n d ie
3 Biasanya tool steels, karbida
3 Pelumasan dibutuhkan untuk mengurangi keausan tool dan die dan
memperbaik kualitas tepi pemotong
Metal
Forming
239
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Shearing Dies (contd)
Gambar :
Metal
Forming
240
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tipe Cutting (pemotongan) yg lain
1. Ba n d Sa w (Gergaji pita), untuk plat dan lembaran
2. Fla m e Cu t t in g, untuk plat tebal dan komponen struktur
berat
3. La s er Bea m Cu t t in g, untuk bentuk dan ketebalan yang
bervariasi.
4. Fr ict ion Sa win g, menggunakan sebuah piringan atau
pisau pada kecepatan yang tinggi
5. Wa t er J et Cu t t in g, efektif untuk material logam atau
non logam.
Metal
Forming
241
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Karakteristik Logam Lembaran
Elongation
Yield-point Elongation
Anisotropy (planar)
Anisotropy (normal)
Grain Size
Residual Stresses
Springback
Wrinkling
Quality of Sheared Edges
Surface Condition of Sheet
Gambar :
Metal
Forming
242
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Bending Lembaran dan Plat
Ben d Allowa n ce: panjang sumbu netral bending dan
digunakan untuk mendapatkan panjang blank dari sebuah part
yang dibending.
: sudut bending (dalam radian)
3 T : tebal lembaran
3 R : radius bending
3 k : konstanta (biasanya berkisar dari 0.33 (untuk R < 2T) s/ d 0.5
(untuk R > 2T)
( ) kT R L
b
+
Gambar :
Metal
Forming
243
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Radius Bending Minimum
Mi ni m um Bend Radi us:

,
`

.
|

1 r
50
T R
Gambar :
Metal
Forming
244
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Springback
Sp r in gba ck:
Springback akan bertambah bila:
3 Rasio R/ T dan Tegangan luluh Y material bertambah
3 Modulus elastisitas E berkurang
1
ET
Y R
3
ET
Y R
4
R
R
i
3
i
f
i
+

,
`

.
|

,
`

.
|

Gambar :
Metal
Forming
245
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Gambar :
Springback
Kom p en s a s i Sp r in gba ck :
3 Overbending
3 Melakukan penekanan berbentuk koin pada luasan yang dibending,
menggunakan gaya tekan tinggi yang terlokalisasi -> Bottoming
punch
3 Stretch bending, part diberikan tekanan selama proses bending
berlangsung dan temperaturnya dinaikkan
Metal
Forming
246
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Gaya Bending
W
kYLT
P
2

W
LT ) UTS (
P
2

Ga ya ben d in g
Ga ya ben d in g m a ks im u m ,
P:
3 L : panjang bending
3 T : ketebalan lembaran
3 W : ukuran bukaan die
3 k : 0.3 untuk wiping die, 0.7
untuk U-die , 1.3 untuk V-die,
3 Y : yield stress material
Un t u k V-d ie :
Gambar :
Metal
Forming
247
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Operasi Bending lainnya
Gambar :
Metal
Forming
248
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Operasi Bending lainnya (contd)
Gambar :
Metal
Forming
249
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Peralatan Sheet Metal Forming
Gambar :
Metal
Forming
250
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pr os es Tu r n in g
( Pr os es p em es in a n bu bu t )
251
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Skema Proses Turning
Gambar
a ) Ilustrasi skematik dari proses turning memperlihatkan depth of cut, d, dan feed,
f. Cutting speed (kecepatan potong) adl kecepatan permukaan dr benda-kerja pd
tool-tip. b) Gaya-gaya yg bekerja pd sebuah pahat potong (cutting tool) dlm
turning. Fc = gaya potong (cutting force), Ft = thrust atau gaya pemakanan/ feed
force (pd arah pemakanan), dan Fr adl gaya radial yg cenderung mendorong
pahat lepas dr benda kerja yg sdg dipotong.
252
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Skema Proses Turning (contd)
253
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Mesin Turning Manual
Gambar
254
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Mesin Turning Manual (contd)
255
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Mesin Turning CNC
Gambar :
256
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Kisaran Kekasaran Permukaan Proses Pemesinan
257
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Kisaran Toleransi Dimensi Proses Pemesinan
258
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Facing Taper Turning Contour Turning Form Turning
Chamfering Cutoff Threading
Boring Drilling
Knurling
Jenis-jenis Proses Turning
259
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Sudut dalam Pemotongan Turning
260
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Sudut dalam Pemotongan Turning (contd)
Mekanisme pembentukan chips
261
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Temperatur dalam Pemotongan
262
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pendinginan (cutting fluids) dalam Pemotongan
263
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pahat Potong Turning
Gambar
Pahat insert :
264
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pahat Potong Turning (contd)
Pahat insert :
265
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Grooves pd pahat potong
sebagai pemutus chip
(chip breaker)
Pahat Potong Turning (contd)
Pemutus chip (chip breaker) pada pahat :
266
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Kisaran Cutting Speed dan Feed-rate Material
Pahat Potong
Gambar :
267
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Collet
Gambar :
268
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Metode Pencekaman (clamping) Benda Kerja
Gambar :
269
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Mandrel
Gambar :
270
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Pemotongan Ulir (thread cutting)
Gambar
271
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pemesinan Turning dengan Turret Turning
Gambar
272
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Boring (pembesaran lubang)
Gambar :
273
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Boring Bar & Boring Mill
Gambar :
274
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
3. Wa kt u Pem ot on ga n ( Cu t t in g t im e)
, m/ men
L
tot
= L + L
a
, m L
a
= Allowance
4. Kecep a t a n Pelep a s a n Ger a m
(Material Removal Rate/ MRR)
MRR = Volume terbuang / waktu(t
m
)
= v.f.d , mm
3
/ men
f
tot
m
v
L
t
1. Kecep a t a n Pot on g
( Cu t t in g Sp eed )
, m/ men
d
avg
= (d
o
+ d
f
) / 2 , mm
2. Kecep a t a n Ma ka n ( Feed )
v
f
= f.N , m/ men
1000
N . d .
v
avg

Perhitungan Proses Turning


275
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
1. Wa kt u Pem ot on ga n
, m/ men
L
tot
= L + L
a
, m
L
a
= Allowance
2. MRR
(mm
3
/ men)
f
tot
m
v
L
t
f
2
2
2
1
v / L
4 / ) D D ( L
MRR

1. Wa kt u Pem ot on ga n
, m/ men
L
tot
= L + L
a
, m
L = D/ 2 (pejal) atau
(D - D
1
) (tabung)
L
a
= Allowance
2. MRR
,mm
3
/ men
f
tot
m
v
L
t
L 4
N . f . l . D .
MRR
1
2

Perhitungan Proses Turning (contd)


276
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
1. Wa kt u Pem ot on ga n
, m/ men
L
tot
= L + L
a
, m
L
a
= Allowance
2. MRR
, mm
3
/ men
f
tot
m
v
L
t
L 4
N . f . l . D .
MRR
1
2

Perhitungan Proses Turning (contd)


277
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Sebuah silinder besi pejal diameter 10 cm, panjang 63,5 cm akan diproses
bubut menggunakan mesin bubut manual dan pahat cemented-carbide
sehingga diameternya menjadi 8,8 cm, dengan kondisi permesinan: v =
90 m/ men, f = 0,4 mm/ put, dan d = 3,2 mm.
Silinder akan dipasang pada sebuah pencekam dan ditahan pada bagian
akhir dengan sebuah live center. Dengan pemasangan seperti ini, kedua
bagian akhir dari benda kerja harus dibubut (dengan cara dibalik). Dengan
menggunakan sebuah overhead crane, waktu yang dibutuhkan untuk
memasang dan membongkar benda kerja adalah 5 menit, dan waktu untuk
membalik benda kerja adalah 3 menit.
Untuk setiap pemotongan bubut, sebuah allowance harus ditambahkan
pada panjang pemotongan pada saat sebelum dan sesudah proses
pemotongan (approach & overtravel). Allowance total (approach +
overtravel) = 12,5 mm. Carilah waktu total proses permesinan & MRR !
Contoh Soal Proses Turning
278
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pr os es Pem es in a n Millin g
279
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Produk Pemesinan Milling
Gambar :
280
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Peripheral/ Plane Milling Face Milling
Proses Pemesinan Milling
281
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Up Milling (Conventional
Milling)
Down Milling (Climb
Milling)
Proses Pemesinan Milling (contd)
282
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Perbedaan Up Milling & Down Milling
Kele bih a n :
Kerja gigi tidak dipengaruhi oleh
karakteristik permukaan benda
kerja
Kontaminasi/ serpihan-serpihan
kecil pada permukaan benda kerja
tidak mempengaruhi usia alat
Proses pemotongannya lembut,
sehingga gigi pemotong tetap tajam
Keku r a n ga n :
Ada kecenderungan peralatan
gemeretak (karena longgar)
Ada juga kecenderungan benda
kerja terangkat ke atas, sehingga
pengontrolan terhadap penjepit
sangat penting
Kele bih a n :
Gerak potongnya menimbulkan gaya yang
menahan benda kerja untuk tetap berada
di tempatnya
Keku r a n ga n :
Pada saat gigi memotong benda kerja,
terjadi resultan gaya impact yang besar
sehingga peralatan dalam operasi ini
harus di set up dengan kuat.
Tidak cocok untuk permesinan benda
kerja dengan permukaan yang kasar
(banyak serpihan / scale), seperti logam
yang di kerjakan dengan hot working,
ditempa (forging), ataupun dicor
(casting).Karena serpihan-serpihan
tersebut bersifat abrasif, sehingga
menyebabkan pemakaian yang
berlebihan, merusak gigi pemotong
sehingga mempersingkat usia alat
Up Millin g Down Millin g
283
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Slab Milling Slotting Side Milling Straddle Milling
Conventional Face Milling Partial Face Milling End Milling
Jenis Proses Milling
284
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Profile Milling Pocket Milling Surface Countouring
Jenis Proses Milling (contd)
285
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Face Milling
Gambar :
286
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Face Milling (contd)
Gambar : Pengaruh bentuk insert thd
permukaan hasil proses milling.
287
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Gambar :
Proses Face Milling (contd)
288
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Efek Lead Angle
Gambar
289
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pahat Potong T-Slot & Shell Mill
Gambar :
290
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Arbor
Gambar :
291
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tabel :
Kapasitas Mesin dan Dimensi Benda Kerja
292
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Biaya Pahat Potong untuk Pemesinan
Tabel :
293
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
R
e
k
o
m
e
n
d
a
s
i
u
n
t
u
k
p
r
o
s
e
s
M
i
l
l
i
n
g
Tabel :
294
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Cacat Pemesinan Milling
Gambar :
295
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Geometri Pahat Potong
D
v
N

Cu t t in g Sp ee d
(Kecepatan potong)
) ( d D d A
Ap p r oa ch Dis t a n ce
f
m
V
A L
t
+

Cu t t in g Tim e
z N f V
f
. .
Feed r a t e
(Laju pemakanan)
z = number of teeth
Vf d w MRR . .
MRR
w = width of machined
workpiece
d = depth of machined
workpiece
296
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Approach dan Overtravel
2
D
A O
Approach Distance
( ) A O w D w
Approach Distance
Gambar :
297
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Jenis Mesin Milling (Knee-and-Column) 3-axis
Horizontal
Vertikal
Ram Type
Universal
298
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Jenis Mesin Milling 5-axis
a ) Ta ble-t ilt in g t yp e b) Sp in d le-t ilt in g t yp e c) Ta ble-Sp in d le-t ilt in g t yp e
299
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Jenis Mesin Milling 5-axis : PKM
Pa r a llel Kin em a t ics Ma ch in e ( PKM)
Keu n t u n ga n :
1. Payload-to-weight rasion yg lebih
besar.
2. Non-cumulative joint error.
3. Struktur yg lebih rigid.
4. Modularitas.
Keku r a n ga n :
1. Singularity
2. Rasio workspace-to-work yg rendah
3. Sistem kontrol yg lebih rumit
4. Stifness yg rendah pada posisi
singularitas
5. Stabilitas thermal yg rendah
6. Kalibrasi kinematik error yg susah
7. Dll.
300
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Permasalahan Pemesinan Milling
Gambar :
301
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Panduan Menghindari Vibrasi dan Chatter
Pada Pemesinan Milling
Pahat potong dipasang sedekat mungkin pada
spindel untuk mengurangi defleksi
Pemegang mata pahat harus dipasang sekuat
mungkin
Apabila terjadi vibrasi dan ketukan, bentuk
peralatan dan kondisi operasi harus
dimodifikasi. Pahat potong dengan banyak gigi
dan spasi gigi secara acak dianjurkan untuk
digunakan
302
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Soal
Diketahui:
Benda awal silinder 60 mm x 50 mm.
Dilakukan proses permesinan sebagai berikut:
Mesin Milling
Kecepatan potong = 700 rpm
Laju pemakanan = 100 mm/menit
Diameter pahat = 10 mm
Kedalaman potong = 2 mm
Mesin Bubut
Kecepatan potong = 9 m/menit
Umpan = 1,5 mm/putaran
Kedalaman potong = 2 mm
Kelonggaran = 5 mm
Mesin Drill
Kecepatan potong = 6 m/menit
Umpan = 1 mm/putaran
Waktu setup mesin milling = 15 menit
Waktu setup mesin bubut = 15 menit
Waktu setup mesin drill = 10 menit
Waktu persiapan dan pembersihan seluruh alat permesinan = 20 menit
Upah pekerja = Rp. 15.000,-/jam
Harga material = Rp. 20.000,-/komponen
Biaya listrik, pemakaian mesin dan pemeliharaan = Rp. 25.000,-/jam
Hitung:
a. Waktu pemesinan
b. Waktu total pembuatan benda kerja/komponen tersebut
c. Estimasi biaya pembuatan satu komponen tersebut
303
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pr os es Dr illin g
( Pr os es Gu r d i)
304
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pahat Potong Drilling
Gambar :
305
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pahat Potong Drilling (contd)
Gambar :
306
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Rekomendasi Geometri Pahat Drilling
Tabel : Rekomendasi umum untuk Geometri Pahat Drilling (High Speed Twist Drill)
307
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pahat Potong Drilling (contd)
Gambar :
308
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Gun Drilling
Awalnya dikembangkan untuk
penggurdian laras senapan, gun
drilling digunakan untuk
menggurdi lubang yang dalam dan
pekerjaan yang membutuhkan
gurdi yang khusus
Rasio kedalaman terhadap
diameter lubang yang dihasilkan
dapat mencapai 300:1 atau bahkan
lebih tinggi
Kecepatan potong gun drilling
biasanya tinggi dan umpannya
rendah.
Fluida pemotong didorong dengan
tekanan yang tinggi melalui
lubuang memanjang di dalam
badan gurdi
Fluida juga membilas chip yang
terjebak dalam lubang yang digurdi
309
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Trepanning
Pahat potong menghasilkan lubang dengan membuang bagian
berbentuk piringan (core) biasanya plat datar.
Dapat menghasilkan piringan sampai diameter 150 mm (6 in.), atau
groove sirkuler dimana O-ring diletakkan.
Gambar
310
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Kemampuan Pahat Drilling untuk Pelubangan
8 5 3- 1200 Boring
100 10 40- 250 Trepanning
300 100 2- 50 Gun
100 30 25- 150 Spade
50 8 0, 5- 150 Twist
Mak si m um Ti pi k al
Kedal am an
l ubang/ di am et er
Jangk auan
Di am et er
( m m )
Ti pe Pahat
311
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Rekomendasi Umum untuk Cutting Speed
dan Feed-rate dalam Drilling
500- 800 4300- 6400 0, 30 0, 025 20- 30 St eel
250- 500 2100- 4300 0, 18 0, 025 10- 20 St ainless St eel
150- 500 1300- 4300 0, 15 0, 010 6- 20 Tit anium Alloy
500- 1500 4300- 12. 000 0, 30 0, 025 20- 60 Cast I ron
0, 025
0, 025
0, 025
0, 025
0, 025
1,5
m m
Um pan ( Feed) ,
m m / put
Di am et er pahat
dr i l l i ng
20- 60
30- 60
15- 60
45- 120
30- 120
m / m i n
Kecepat an
Per m uk aan
0, 10
0, 13
0, 25
0, 30
0, 30
12,5
m m
500- 1500 4300- 12. 000 Thermoset s
800- 1500 6400- 12. 000 Thermoplast ics
400- 1500 3200- 12. 000 Copper Alloy
1100- 3000 9600- 25. 000 Magnesium Alloy
800- 3000 6400- 25. 000 Aluminum Alloy
12,5 m m 1,5 m m
Rpm
Mat er i al Benda
Ker j a
312
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Umur Pahat Drilling
Diperlukan penajaman atau penggantian pahat drilling
yang telah tumpul.
Umur pahat drilling didefinisikan sebagai jumlah lubang
yang dapat di-drill (gurdi) sampai proses transisi (pahat
tumpul) terjadi.
Gambar :
313
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Mesin Drilling
Gambar :
314
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Reaming
Su a t u op er a s i ya n g d igu n a ka n u n t u k :
3 Membuat sebuah lubang yang secara dimensional akurat dan
dilakukan dengan proses drilling.
3 Memperbaiki permukan akhir (menghaluskan).
La n gka h op er a s i yg u m u m s ebelu m p r os es r ea m in g :
1. Centering
2. Drilling
3. Boring
4. Reaming
315
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Reamer
Gambar :
Pahat potong dengan
banyak sisi potong
lurus atau flute heliks
dan mengambil
sedikit material
Untuk logam lunak,
reamer mengambil
minimum 0,2 mm
dari diamter sebuah
lubang yang digurdi
Untuk logam keras,
0,13 mm.
316
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tapping dan Tap
Tapping: operasi untuk membuat ulir dalam pada
benda kerja
Tap: pahat potong ulir dengan gigi potong banyak.
Gambar :
317
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tapping dan Tap
Tersedia dengan flute berjumlah dua (paling
umum), tiga (paling kuat) atau empat.
Ukuran tap sampai dengan 100 mm.
Tap tirus didesain untuk mengurangi torsi yang
dibutuhkan.
Tapping dapat dilakukan pada:
3 Mesin drilling
3 Mesin Turning
3 Mesin ulir otomatis
3 Mesin milling CNC Vertikal
Dengan menggunakan pelumasan yang tepat,
umur tap bisa lebih dari 10.000 lubang.
318
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pertimbangan Desain untuk Drilling,
Reaming dan Tapping
Lubang yang di-drill pada plat datar harus tegak lurus
terhadap gerakan drilling, jika tidak akan terjadi defleksi
dan letak lubang tidak akan akurat.
Permukaan lubang yang terinterupsi harus dihindari untuk
memperbaiki akurasi dimensi.
Bagian bawah lubang, jika memungkinkan harus sesuai
dengan sudut titik drilling. Permukaan yang rata sebaiknya
dihindari
Diperlukan lubang pendahuluan untuk menghasilkan
lubang yang lebih besar.
Part harus didesain sehingga penggurdian dapat dikerjakan
dengan fixturing yang minimum dan tanpa mereposisi
benda kerja.
319
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Concept
design
Geometric
modeling
CAD-system
Collision check
Kinematics
engine
Machine
simulation
Tool path generation
Tool path
simulation
CAM-system
NC-machine
NC-file
Z
Y
X
C
B
- functions
- specs.
Dari Desain ke Mesin NC
320
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Cu t t in g Tools
( Pa h a t Pot on g)
321
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Material Pahat Potong, Waktu Pemotongan,
dan Kecepatan Potong
Perbaikan material cutting tool telah mengurangi waktu pemesinan
322
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Karakteristik pahat potong yang diinginkan
1. Kekerasan yang tinggi
2. Ketahanan terhadap pengikisan, aus, pembentukan chip
(chipping) pada sisi pemotong
3. Ketangguhan (toughness) yang tinggi (kekuatan impak)
4. Kekerasan panas (hot hardness) yang tinggi
5. Kekuatan untuk menahan deformasi
6. Stabilitas kimiawi yang baik
7. Sifat termal yang mencukupi
8. Modulus elastisitas tinggi (stiffness)
9. Umur alat yang konsisten
10. Geometri dan permukaan akhir yang baik
323
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Pemilihan Material dan geometri Pahat
Potong dan Kondisi Pemotongan
KEPUTUSAN
PEMILIHAN
TOOL
BATASAN (CONSTRAINT)
I
N
P
U
T
O
U
T
P
U
T
Ketersediaan (Material, komposisi, sifat, dan aplikasi, ukuran,
bentuk geometri, jadwal pengiriman, biaya dan data kinerja)
Kualitas/kapabilitas
yg dibutuhkan
Ukuran Lot
(produksi batch kecil vs massal)
Ukuran & geometri part
Tipe pemotongan
(pengerjaan kasar vs halus,
kontinyu vs intermitten)
Material kerja
(komposisi & keadaan metalurgi)
Pengalaman lalu dari
pembuatan keputusan
Parameter pemotongan
Kecepatan (rpm)
Feed
Kedalaman potong
Fluida pemotongan
Tool yang dipilih
(material tool spesifik, grade, bentuk
dan geometri tool)
Proses manufaktur (kontinyu vs intermiten)
Kondisi & kapabilitas dari mesin yang tersedia (rigiditas)
Persyaratan geometry, finish, akurasi & integritas permukaan
Peralatan pemegang benda kerja (rigiditas)
Waktu proses yang dibutuhkan (jadwal produksi)
324
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Sifat-sifat Material Pahat Potong
325
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Kekerasan Material Pahat Potong (Vickers)
326
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Material Pahat
TOOL STEEL
Baja karbon dan baja campuran rendah/ menengah.
Baja karbon 0,9% sampai dengan 1,3% karbon, ketika
mengalami proses pengerasan (hardening) dan tempering
memiliki kekerasan, kekuatan dan ketangguhan yang baik
sehingga menghasilkan sisi pemotongan yang tajam.
Akan tetapi tool steels kehilangan kekerasannya pada
suhu di atas 400F yang dikarenakan proses tempering
dan umumnya digantikan dengan material lain untuk
pemotongan logam.
327
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Material Pahat (contd)
BAJ A KECEPATAN TI NGGI ( HI GH SPEED STEEL/ HSS)
Pertama kali ditemukan tahun 1900 oleh Taylor dan White
Baja campuran tinggi sangat baik untuk tool steel yang memiliki kemampuan potong
pada suhu di atas 1100F.
Kandungan HSS: W, Mo, Co, V dan Cr selain Fe dan C.
W, Mo, Cr dan Co dalam ferrite adalah larutan padat yang memperkuat matriks pada
sekitar suhu tempering, hal ini juga meningkatkan kekerasan panas (hot hardness).
Vanadium (V) bersama dengan W, Mo dan Cr dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan pakai.
Kelarutan padat yang merata pada matriks juga meningkatkan kekerasan yang baik
pada baja jenis ini.
Meskipun banyak formulasi yang digunakan, tetapi komposisi khususnya adalah
tipe18-4-1 (Tungsten 18%, Chromium 4%, Vanadium 1%), disebut T1.
Baja kecepatan tinggi secara umum masih digunakan pada mesin bor dan jenis-jenis
umum dari mesin frais, sedangkan single-point tools digunakan pada mesin-mesin
umum.
Untuk mesin produksi, sebagian besar materialnya dapat diganti dengan carbide,
coated carbide dan coated HSS.
328
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Material Pahat (contd)
CAST COBALT ALLOYS
Stellite tools adalah suatu material yang kaya akan cobalt,
campuran chromium-tungsten-karbon dan memiliki sifat
serta aplikasinya ada di antara baja kecepatan tinggi dan
cemented carbides.
Meskipun dibandingkan dalam kekerasan pada suhu
kamar alat dengan material baja kecepatan tinggi, pahat
dengan material cast cobalt alloys mempertahankan
kekerasannya pada suhu yang lebih tinggi.
Hal ini menyebabkan material cast cobalt alloys dapat
digunakan pada kecepatan potong yang lebih tinggi (25%
lebih tinggi) dari alat bermaterial HSS.
Cast cobalt alloys sendiri merupakan material yang sangat
keras dan tidak bisa dilunakkan dengan pemberian
perlakuan panas.
329
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Geometri Pahat
330
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tool Wear (Keausan pahat)
331
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Kurva keausan pahat
332
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Kurva umur pahat Taylor
333
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Biaya per unit vs Kecepatan Potong
334
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Pemesinan
non-Konvensional
335
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Keterbatasan Kondisi Pemesinan Konvensional
Kekerasan dan kekuatan material yang sangat
tinggi (di atas 400 HB), atau material terlalu
rapuh.
Benda kerja terlalu fleksibel.
Bentuk part kompleks termasuk profil internal
dan eksternal, atau diameter lubang kecil (e.g.
pada nosel injeksi bahan bakar).
Persyaratan permukaan akhir dan toleransi
dimensi cukup tinggi.
Menghindari kenaikan temperatur dan tegangan
sisa (residual stress) benda kerja.
336
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Contoh Part hasil Proses Pemesinan non-
Konvensional
Gambar :
337
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Chemical Machining : Chemical Milling
Gambar :
338
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Chemical Machining : Chemical Milling (contd)
Memproduksi rongga yang rendah pada plat, lembaran,
tempa dan ekstrusi sampai dengan 12 mm.
Pembentukan dengan reagent kimia pada luasan yang
berbeda di permukaan benda kerja dan dikendalikan oleh
lapisan material removabel disebut m a s kin g.
Kemampuan: produksi komponen pesawat, panel kulit
misil, airframe, divais mikroelektronik.
Gambar :
339
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Kekasaran Permukaan dan Toleransi Pemesinan
Gambar :
340
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Chemical Machining : Chemical Blanking
Mirip seperti proses blanking, hanya saja menggunakan
bahan kimia.
Produknya: printed-circuit board, panel dekorasi, stamping
logam lembaran tipis.
Gambar :
341
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Chemical Machining : Photochemical Blanking
Disebut juga p h ot oet ch in g atau p h ot och em ica l
m a ch in in g, menggunakan teknik fotografi.
Material yang dapat dibentuk setipis 0,0025 mm.
Kemampuan: pembuatan fine screen, printed-circuit card,
lapisan motor listrik, mask untuk tv berwarna.
Skill pekerja dibutuhkan, biaya peralatan rendah, proses dapat
diotomasikan, ekonomis untuk volume produksi berskala
medium sampai tinggi.
342
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Chemical Machining : Pertimbangan Desain
Karena etchant mengenai semua permukaan secara kontinyu,
desain dengan sudut tajam, rongga yang dalam dan rendah, tirus,
sambungan lipatan harus dihindari.
Karena etchant mengenai material dalam arah vertikal dan
horisontal, maka undercut akan muncul.
Untuk memperbaiki laju produksi, benda kerja harus dibentuk
dengan proses lainnya sebelum chemical machining.
Variasi dimensi dapat terjadi karena perubahan kelembaban dan
temperatur.
Gambar kerja yang didesain harus cocok dengan peralatan
photochemical.
343
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Electrochemical Machining (ECM)
Gambar :
Seperti kebalikan prinsip electroplating, dan elektrolit berfungsi sebagai
pembawa muatan.
Benda kerja (anoda), pahat (katoda)
Pahat dibuat dari kuningan, tembaga, brons atau stainless steel.
Elektrolit: sodium klorida dicampur dengan air atau sodium nitrat
Arus yang diberikan mesin maksimal 40.000 A dan minimal 5 A.
Laju penetrasi pahat proporsional terhadap kerapatan arus.
344
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Electrochemical Machining (contd)
Kemampuan proses ECM : produksi rongga pada material dengan
kekuatan tinggi, seperti bilah turbin, part mesin jet, nosel, rongga
cetakan tempa.
Gambar :
345
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Electrochemical Machining : Pertimbangan Desain
Karena kecenderungan elektrolit mengerosi profil
yang tajam, ECM tidak cocok untuk memproduksi
tepi persegi yang tajam atau bagian bawah yang rata.
Pengendalian aliran elektrolit sulit, sehingga bentuk
rongga yang tidak teratur tidak dapat diproduksi
sesuai bentuk yang diinginkan.
Desain harus dapat dimesin bila dihasilkan bentuk
tirus untuk lubang atau rongga.
346
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Contoh ECM untuk Implantasi Biomedis
Gambar :
347
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Electrochemical Grinding
Gabungan ECM dan gerinda konvensional.
Gerinda terbuat dari aluminum oksida berputar pada kecepatan
permukaan 1200 m/ min 2000 m/ min
Kerapatan arus 1 A/ mm
2
3 A/ mm
2
.
Gerinda berfungsi sebagai:
3 Insulator antara roda dan benda kerja
3 Secara mekanis membuang produk elektrolitik dari daerah kerja
Desain harus menghindari bentuk radius dalam yang tajam
Gambar :
348
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Electrical-Discharge Machining (EDM)
Gambar :
349
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Electrical-Discharge Machining (contd)
Discharge kapasitor bekerja pada 50 kHz dan 500 kHz dan voltase
antara 50 dan 380 V, serta arus 0,1 500 A.
Fungsi dielektrik:
3 Sebagai insulator sampai beda potensialnya menjadi tinggi
3 Sebagai media pembilas dan membawa kotoran di bagian gap
3 Sebagai media pendingin
Volume material yang dibuang per discharge berkisar 10
-6
- 10
-4
mm.
Elektroda terbuat dari grafit, kuningan, tembaga atau coper-
tungsten dan berdiameter 0,1 mm dan rasio kedalaman terhadap
diameter lubang 400:1.
Keausan pahat berkaitan dengan titik lebur material, semakin
rendah titik leburnya semakin tinggi laju keausannya.
350
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Electrical-Discharge Machining (contd)
Gambar :
Gambar :
351
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Wire EDM
Gambar :
352
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Wire EDM (contd)
Dapat memotong plat setebal 300 mm.
Kawat terbuat dari kuningan, tembaga atau tungsten,
zinc atau brass coated dan multicoated wire.
Diameter kawat kurang lebih 0,30 mm untuk
pemotongan kasar dan 0,20 mm untuk pemotongan
akhir.
Kecepatan gerakannya konstan berkisar 0,15 9
m/ menit dan gap (kerf) yang konstan selama proses
pemotongan.
353
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Laser Beam Machining
LASER = Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation
Gambar :
354
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Laser Beam Machining (contd)
Ba h a n la s er :
-CO
2
(gelombang pulsa atau kontinyu)
-Nd: YAG (neodymium: yttrium-aluminum-garnet)
-Nd: glass, ruby
-Excimer laser (Excited & dimer, artinya dua mer/ molekul pada komposisi kima yg sama
Gambar :
355
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Laser Beam Machining (contd)
Parameter fisik yang penting adalah sifat reflektif dan
konduktivitas termal benda kerja, termasuk panas spesifik dan
panas laten saat melebur atau menguap.
Semakin rendah nilai parameter tersebut, proses semakin efisien.
Dapat dikombinasikan dengan gas seperti oksigen, nitrogen atau
argon (laser-beam torch) untuk pemotongan material lembaran
tipis.
Dapat memotong lubang diameter 0,005 mm dengan rasio
kedalaman dan diameter 50:1. Ketebalan plat yang dapat dipotong
setebal 32 mm.
Penggunaan lain: pengelasan, perlakukan panas, marking
(penanda).
356
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Water Jet Machining
Gambar :
357
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Water Jet Machining (contd)
Disebut juga dengan Hydrodynamic Machining
Tekanan yang digunakan adalah 400 MPa, atau bisa mencapai 1400
MPa.
Diameter nosel jet antara 0,05 mm 1 mm..
Material yang dipotong: plastik, kain, karet, produk kayu, kertas,
kulit, material insulasi, batu bata, material komposit.
Ketebalan dapat mencapai 25 mm atau lebih.
Kelebihan:
3 Pemotongan dapat dilakukan pada setiap lokasi tanpa
pelubangan awal
3 Tidak terjadi panas
3 Tidak terdapat defleksi benda kerja
3 Hanya sedikit saja material yang terbasahi
3 Produksi burr yang minim
358
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Abrasive-Jet Machining
Gambar :
359
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Abrasive-Jet Machining (contd)
Menggunakan udara kering, nitrogen atau karbon dioksida
dicampur dengan partikel abrasif dengan kecepatan tinggi.
Digunakan untuk pemotongan:
3 Lubang kecil, slot, pola pada material yang sangat
keras atau rapuh
3 Deburring atau pembuangan flash pada part
3 Trimming dan bevelling
3 Pembuangan oksida dan permukaan film lainnya
3 Pembersihan komponen terhadap permukaan yang
tidak beraturan
Tekanan suplay gas sebesar 850 kPa dan kecepatan abrasif
hingga mencapai 300 m/ s dikendalikan dengan katup.
Ukuran abrasif dari 10 50 m.
360
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Micromachining
MEMS = Microelectromechanical System
Gambar :
361
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Micromachining (contd)
Menggunakan chemical etching.
Contoh:
3 Assembly roda gigi yang digerakkan oleh rotor berdiameter
55m dan berputar dengan kecepatan 300.000 rpm searah
maupun berlawanan arah jarum jam.
3 Probe dan piranti pengukuran pada aplikasi pesawat luar
angkasa, aliran fluida.
3 Sistem fiber optik.
362
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Gambar :
Nanofabrication
363
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Melibatkan pembentukan dan manipulasi struktur dengan
karakteristik panjang kurang dari 1 m.
Proses nanofabrikasi seperti photolithography, lithography, dll.
Atomic Force Microscope (AFM) telah banyak digunakan dalam
litografi berskala nano, dengan resolusi atomis, telah dapat
digunakan untuk memanipulasi molekul tunggal dan atom pada
permukaan.
Contoh produk:
3 Media informasi, dimana 1 bit informasi dapat disimpan
dalam 100 atom, maka buku dapat disimpan dalam 0,5 mm
3
.
3 Robot mikroskopis untuk membawa obat.
Nanofabrication (contd)
364
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Penyambungan :
Welding (pengelasan)
365
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Penyambungan (Joining Processes)
Gambar :
366
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Alasan menggunakan Proses Penyambungan
1. Produk tidak mungkin di manufaktur dalam satu benda.
2. Produk lebih mudah dan ekonomis di manufaktur dan di kirim
(transport) sebagian komponen-komponen yg kemudian di rakit
(assembly).
3. Memungkinkan untuk mengambil komponen untuk perbaikan atau
pemeliharaan thd bagian yg rusak.
4. Sifat material yg berbeda mungkin lebih diinginkan untuk tujuan
fungsional dari produk.
367
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Klasifikasi Proses Penyambungan
Gambar :
368
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Contoh Penyambungan dengan Welding
Gambar :
369
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Tiga Proses Penyambungan : Shielded Metal,
Gas Metal, dan Gas Tungsten Arc Welding
1. Setiap proses menggunakan arus DC untuk menghasilkan
arc antara electroda dan benda kerja.
2. Setiap proses menggunakan shielding untuk melindungi
weld dari kontaminasi.
3. Setiap proses menggunakan material pengisi (filler), yang
memiliki komposisi kimia yg sama dengan benda kerja.
Kes a m a a n d a r i t iga p r os es :
370
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Shielded Metal Arc Welding
Dikembangkan pada awal abad ke 20. Penggunaan
utamanya di dalam pengelasan baja (steel welding).
Shielded metal arc welding dilaksanakan dengan membuat
arc antara elektroda metal berlapis dan benda kerja. Sesaat
arc terbentuk benda kerja menjadi cair pada titik lokasi arc.
Batang elektroda memiliki dua fungsi Pertama : sebagai
media utk arus listrik. Kedua : material pengisi digunakan
untuk menghasilkan sambungan.
Lapisan yg mengelilingi elektroda membentuk gas yg
membantu melindungi lasan.
371
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Shielded Metal Arc Welding (contd)
372
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Gas Metal Arc Welding
Gas metal arc welding (GMAW), juga dinamakan Metal Inert Gas
(MIG) atau Metal Active Gas (MAG) welding, melindungi las-an
dengan gas eksternal spt : argon, helium, carbon dioxide, atau
campuran gas lain.
GMAW digunakan untuk mengelas semua metal-metal komersial
penting a.l. baja (steel), aluminum, tembaga (cooper), dan
stainless steel.
Pemilihan metal pengisi (filler metal) memiliki komposisi kimia
yang sama dengan material yg di las.
Proses dapat dilakukan dalam berbagai posisi : datar, horizontal,
vertical, dan overhead.
373
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Gas Metal Arc Welding (contd)
374
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Panas dihasilkan oleh busur listrik (electric arc) antara elektroda dan
benda kerja. Kedua metal, benda kerja dan pengisi, melebur. Area las-an
dilindungi oleh gas inert (inert shiled gases).
Metal yg dapat di Las :
-steel carbon
- steel low-allow
- steel stainless
- aluminum
- copper and its allows
- nickel and its allows
- magnesium
- reactive metal (titanium,
zirconium, tantalum)
Proses GMAW
Characteristics of the weld joint by GMAW
(Modern Welding (p63))
375
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
1. Ada empat metode pemindah metal : short circuit, globular,
spray, dan pulsed spray. Setiap metode membutuhkan
setting dan penggunaan yg berbeda.
2. Gas pelindung (shielding gas).
3. Ukuran elektroda (electrode size).
4. Parameter elektrik : Tegangan (voltage) dan Arus (current)
(GMAW menggunakan arus kontinyu).
5. Laju pengumpanan (feed rate : kecepatan penyuplai-an
pengisi).
6. Laju penge-las-an (travel speed).
Parameter dalam proses GMAW
376
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
1. torch
2. sumber daya elektrik (electric power source)
3. Sumber gas pelindung (shielding gas source)
4. wire spool with wire drive control
Perlengkapan Utama
Peralaran yg dibutuhkan dlm GMAW
(Modern Welding (p63))
377
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Gas Tungsten Arc Welding
Dalam GTAW, elektroda tungsten digunakan sebagai pengganti
elektroda metal dlm shielded metal arc welding.
Gas inert yg bersifat kimia (chemically inert gas), spt argon,
helium, atau hydrogen, digunakan utk melindungi metal dari
oksidasi.
Panas dari arc (busur) yg dibentuk oleh elektroda dan metal
melebur bagian tepi metal.
Proses ini dpt digunakan untuk hampir semua metal dan
menghasilkan las-an dgn kualitas tinggi. Namun laju pege-las-
an cukup lambat.
378
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Gas Tungsten Arc Welding (contd)
379
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Elektroda Tungsten memiliki titik lebur yg tinggi hal ini membuat
GTAW memiliki keuntungan spesifik :
3 Pengelasan (Welding) dapat di lakukan dalam setiap posisi.
3 Hasil las-an memiliki komposisi yg sama dengan metal benda kerja.
3 Tidak digunakan Flux; sehingga, hasil las-an tidak membutuhkan
pembersihan dari sisa las-an yg bersifat korosif.
3 Tidak ada asap atau gas yg merusak penglihatan.
3 Penyimpangan dari metal benda kerja adalah minim karena panas
terkonsentrasi pada luasa yg kecil.
3 Tidak ada cipratan api yg dihasilkan karena metal tidak di transfer
melewati arc (busur).
Gas Tungsten Arc Welding (contd)
380
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Burn hazard
Protection clothes and
gloves
Eye protection against splatters
and ultraviolet and infrared rays
Helmet or special
glasses
Toxic gases:
- carbon monoxide (CO)
- ozone (O2)
- phosgene gases produced with
some metals when welded
Well ventilated area
Faktor Keamanan dlm Pengelasan
381
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
The ESAB CaB 600 installed at
AB Martin Larsson in Plsboda,
Sweden.
382
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Rapid Prototyping
(Material Increase Manufacturing)
383
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
J uga dinamakan :
3 Layered Manufacturing (LM)
3 Desktop Manufacturing
3 Solid Freeform Fabrication (SFF)
Rapid Prototyping (RP)
384
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Rapid Prototyping : Layered Manufacturing ?
385
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Rapid Prototyping : Layered Manufacturing ?
Awal dari teknologi
rapid mechanical
prototyping
3 Topography
Pada 1890,
metode pelapisan
untuk membuat
mold untuk peta
relief topografi.
3 Photosculpture
Pada 1879, usaha
untuk membuat
replika obyek 3-
dimensi,
termasuk bentuk
manusia.
Layered mold dari
st acked sheet s oleh
DiMat t eo ( 1974)
386
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Produk Rapid Prototyping
Polyurethane/ Epoxy turbines Alumina vane
Embedded copper
Internal cooling
channels S.S 316L surfaces
Invar core
387
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Kualitas Produk : Shrouded Fan
Rapid Prototyped Part
388
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Proses Rapid Prototyping
CAD Pr oces s Pla n n in g Mes in RP
+ Mudah dalam
perencanaan utk 3D
+ Berbagai jenis material
+ Fast turn around
Akurasi : ketebalan
layer (lapisan)
389
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Rapid Prototyping : Stereolithography
Liquid Photopolymer .
Menghasilkan akurasi dan permukaan akhir yg sangat baik
Kecepatannya rata2 + biaya $100~500K
Belakangan dapat menghasilkan produk metal dan ceramic green
390
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Rapid Prototyping : Mesin Stereolithography
391
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Rapid Prototyping : Kimia Photopolymer
Gambar :
Photoinitiator dan
cairan reactive
monomers
Cross-linking
Solidified
photopolymer tidak
meleleh, tapi melunak
(soften)
392
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
1. Dapat menghasilkan geometri 3D yg kompleks.
2. Automatic process planning berdasarkan CAD model.
3. Mesin fabrikasi yg umum, i.e., tidak membutuhkan spesifik
fixturing dan tooling.
4. Membutuhkan minimum atau tanpa intervensi dari operator.
Rapid Prototyping : Keuntungan
393
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
5. Mudah untuk visualisasi, verifikasi, iterasi, dan optimasi
desain.
6. Sebagai alat komunikasi dalam simultaneous
engineering.
7. Studi pemasaran thd keingingan konsumen.
8. Prototipe produk metal dan tooling dibuat dari polymer.
Rapid Prototyping : Keuntungan (contd)
394
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
1. Model solid CAD.
2. .STL file.
3. Slicing file.
4. Final build file.
5. Fabrikasi produk.
6. Post processing.
Rapid Prototyping : Urutan Proses
Deposition
codes
Process
Description
Slicing
Deposition
Planning
STL
Product
Model
395
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Model Stereolithography dari
telepon selular.
Rapid Prototyping : Contoh Aplikasi
396
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DTM FTUI
Rapid Prototyping : Contoh Aplikasi (contd)
Pembuatan patung melalui proses Solid Photography

You might also like