You are on page 1of 36

Atresia Ani Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital

tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti.Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndromVACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Soper 1975 memberikan terminologi untuk atresia anorektal meliputi sebagian besar malformasi kongenital dari daerah anorektal. Kanalis anal adalah merupakan bagian yang paling sempit tetapi normal dari ampula rekti.Menurut definisi ini maka sambungan anorektal terletak pada permukaan atas dasar pelvis yang dikelilingi muskulus sfingter ani eksternus. 2/3 bagian atas kanal ini derivat hindgut, sedang 1/3 bawah berkembang dari anal pit.Penggabungan dari epitilium disini adalah derivat ectoderm dari anal pit dan endoderm dari hindgu dan disinilah t letak linea dentate. Garis ini adalah tempat anal membrana dan disini terjadi perubahan epitelium columner ke stratified squamous cell. Pada bayi normal, susunan otot serang lintang yang berfungsi membentuk bangunan seperti cerobong yang melekat pada os pubis, bagian bawah sacrum dan bagian tengah pelvis. Kearah medial otot-otot ini membentuk diafragma yang melingkari rectum, menyusun kebawah sampai kulit perineum.Bagian atas bangunan cerobong ini dikenal sebagai m levator dan bagian terbawah adalah m sfingter externus Pembagian secara . lebih rinci, dari struktur cerobong ini adalah: m. ischiococcygeus, illeococcygeus, pubococcygeus, puborectalis, deep external spincter externus dan superficial external sfingter. M sfingter externus merupakan serabut otot para sagital yang saling bertemu didepan dan dibelakang anus.Bagian diantara m. levator dan sfingter externus disebut muscle complex atau vertikal fiber. Kanal anal dan rectum mendapat vaskularisasi dari arteria hemoroidalis superior, a hemoroidalis media dan a hemoroidalis inferior. Arteri hemoroidalis superior merupakan akhir dari arteria mesenterika inferior dan melalui dinding posterior dari rectum dan mensuplai dinding posterior, juga ke kanan dan ke kiri dinding pada bagian tengah rectum, kemudian turun ke pectinat line. e Arteria hemoroidalis media merupakan cabang dari arteria illiaca interna. Arteria hemoroidalis inferior cabang dari arteri pudenda interna, ia berjalan di medial dan vertical untuk mensuplai kanalis anal di bagian distal dari pectinate line. Inervasi para simpatis berasal dari nervus sacralis III, V yang kemudian membentuk N Epiganti, memberikan cabang ke rectum dan berhubungan dengan pleksus Auerbach. Saraf ini berfungsi sebagai motor dinding usus dan inhibitor sfingter serta sensor distensi rectum. Persarafan simpatis berasal dari ganglion Lumbalis II, III, V dan pleksus para aurticus, kemudian membentuk pleksus hipogastricus kemudian turun sebagai N pre sacralis. Saraf ini berfungsi sebagai inhibitor dinding usus dan motor spingter internus. Inervasi somatic dari m levator ani dan muscle complex berasal dari radix anterior N sacralis III, V. Embriologi Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut dan Hindgut. Forgut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pancreas. Mid gut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon ascenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ectoderm dari protoderm / analpit .Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut.Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak

tinggi atau supra levator.Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital.Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter . Patofisiologi Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya fese mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki2 biasanya letak tinggi , umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika) . pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis) Klasifikasi MELBOURNE membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati ischii kelainan disebut :
y y y

Letak tinggi , rectum berakir diatas m.levator ani (m.pubo coxigeus) Letak intermediet, akiran rectum terletak di m.levator ani Letak rendah, akhiran rectum berakhir bawah m.levator ani Etiologi Atresia anorectal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau mekanisme pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau supra levator, septum urorectal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat jalan penurunannya Diagnosisis

y y y

Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan perineum yang teliti . PENA menggunakan cara sebagai berikut: 1 Bayi LAKI-LAKI dilakukan pemeriksaan perineum dan urine bila :

y y

Fistel perianal (+) , bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia letak rendah, Minimal PSARP tanpa kolostomi Mekoneum (+) , atresia letak tinggi , dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan 8 minggu kemudian dilakukan tindakan definitive.

Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram . Bila


y y

Akhiran rectum < 1 cm dari kulit, disebut letak rendah Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi Pada laki-laki fistel dapat berupa rectovesikalis, rektourethralis dan rektoperinealis. 2 Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel. Bila ditemukan

y y y

Fistel perineal (+), minimal PSARP tanpa kolostomi. Fistel rektovaginal atau rektovestibuler, kolostomi terlebih dahulu. Fistel (-) , invertrogram : - Akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti - Akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu LEAPE (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel perianal, Letak rendah . Bila Pada pemeriksaan Fistel (-), Letak tinggi atau rendah Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar ususterisis udara, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertical dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) , bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi. Penatalaksanaan Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya.Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu.Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorectoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel . Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis.Sebagai Goalnya adalah defekasi secara teratur dan konsistensinya baik. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rectum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena ke gagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk.Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rectum dan ada tidaknya fistula. Leape(1987) menganjurkan pada :

Atresia letak tinggi & intermediet sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 12 bulan baru dikerjakan tindakan definitive (PSARP)

y y y

Atresia letak rendah perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untukidentifikasi batas otot sfingter ani ekternus, Bila terdapat fistula cut back incicion Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin , berbeda dengan Pena dimana dikerjaka minimal n PSARP tanpa kolostomi. Pena secara tegas menjelaskan bahwa Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi.Operasi definitive setelah 4 8 minggu. Saat ini tehnik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorectoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti Teknik Operasi

y y y y y y y

Dilakukan dengan general anestesi , dengan endotrakeal intubasi , dengan posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal dimple. Incisi bagian tengah sacrum kearah bawah melewati pusat spingter dan berhenti 2 cm didepanya Dibelah jaringan subkutis , lemak, parasagital fiber dan muscle complek. Os Coxigeus d ibelah sampai tampak muskulus levator , dan muskulus levator dibelah tampak dinding belakang rectum Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya . Rektum ditarik melewati levator , muscle complek dan parasagital fiber Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension. Perawatan Pasca Operasi PSARP Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama 8- 10 hari. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai mencapai ukuran ynag sesuai dengan umurnya . Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk UMUR 1 4 Bulan 4 12 bulan 8 12 bulan 1-3 tahun 3 12 tahun > 12 tahun FREKUENSI Tiap 1 hari Tiap 3 hari Tiap 1 minggu Tiap 1 minggu Tiap 1 bulan UKURAN # 12 # 13 # 14 # 15 # 16 # 17 DILATASI 1x dalam 1 bulan 1x dalam 1 bulan 2 x dal;am 1 bulan 1x dalam 1 bulan 1x dalam 3 bulan

y y

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan sertsa tidak ada rasa nyeri dilakukan 2x selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan. Skoring Klotz VARIABEL 1 Defekasi KONDISI 1- 2 kali sehari 2 hari sekali 3 5 kali sehari 3 hari sekali > 4 hari sekali Tidak pernah Kadang-kadang Terus menerus Normal Lembek Encer Terasa Tidak terasa Tidak pernah Terjadi bersama flatus Terus menerus > 1 menit < 1 menit Tidak bisa menahan Tidak ada Komplikasi minor Komplikasi mayor SKOR 1 1 2 2 3 1 2 3 1 2 3 1 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Kembung

Konsistensi

4 5

Perasaan ingin BAB Soiling

Kemampuan menahan feses yang akan keluar Komplikasi

Penilaian hasil skoring : Nilai scoring 7 21 7 = Sangat baik

8 10 = Baik 11 13 = Cukup > 14 = Kurang

Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibularis Atresia ani termasuk kelainan kongeniatal yang cukup sering dijumpai, menunjukkan suatu keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia anididapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus Frekuensi paling tinggi didapatkan pada ras kaukasia dan kulit berwarna, sedangkan pada negro bantu frekuensi paling rendah . Secara embriologis atresia ani terjadi akibat gangguan perkembangan pada minggu 4 -6 kehamilan, dimana terjadi gangguan pertumbuhan septum urorectal yang menyebabkan yang menyebabkan kelainan atresia ani letak tinggi, dan gangguan perkembangan proktodeum dengan lipatan genital yang menyebabkan letak atreasiani letak rendah. Pada letak tinggi otot levatorani pertumbuhannya abnormal, sedang otot sefingterani eksterna dan inter dapat tidak ada atau na rudimenter. Definisi Atresia ani atau anus imperforata, dalam kepustakaan banyak disebut sebagai malforasi anorectal atau anomali anorectal, adalah suatu kelainan kongenital yang menunjukkan keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Keadaan ini disebabkan oleh karena gangguan perkembangan embrional berupa tidak sempurnanya kanalisasi saluran pencernaan bagian bawah, yaitu gangguan pertumbuhan septum urorectal, dimana tidak terjadi perforasi membran yang memisahkan bagian entodermal dengan bagian ektodermal. Klasifikasi Terdapat bemacam macam klasifikasi kelainan anorektal menurut beberapa penulis. Menurut Ladd & Gross cit Prasadio et al (1988) terdapat 4 tipe : 1 Tipe I stenosis ani kongenital. 2 Tipe II anus imperforata membranase, 3 Tipe III anus imperforata, 4 Tipe IV atresia recti. Klasifikasi ini sekarang sudah ditinggalkan. Menurut Wingspread cit Prasadio et al (1988), bila bayangan udara pada ujun rectum dari foto di g bawah garis puboischias adalah tipe rendah, bila bayangan udara diatas garis pubococcygeus adalah tipe tinggi dan bila bayangan udara diantara garis puboischias dan garis pubococcygeus adalah tipe intermediet. Klasifikasi yang sering digunakan adalah klasifikasi internasional tahun 1970 (Amri & Soedarno, 1988 ; Spitz, 1990). Yaitu kelainan anorektal letak tinggi, intermediet dan letak rendah.Kelainan letak tinggi disebut juga supralevator, kelainan intermediet dan letak rendah disebut juga infralevator.Klasifikasi internasional mempunyai arti penting dalam penatalaksanaan kelainan anorektal.

Klinis dan Diagnosis Anamnesis penderita biasanya datang dengan keluhan tidak mempunyai anus.Keluhan lain dapat berupa gangguan saluran pencernaan bagian bawah, tidak bisa buang air besar, perut kembung atau bisa buang air besar tidak melewati anus normal, kadang -kadang mengeluarkan feses bercampur urine. Pada pemeriksaan klinis tidak di dapat anus normal, atau perineal abnormal, distensi abdomen terjadi cepat dalam 8-24 jam bila tidak terdapat fistula (Groff, 1975 ; Bisset, 1977 ; Filston, 1986 ). Pada atreasiani letak tinggi, bagian distal rectum dan anus tidak berkembang, pada wanita biasanya terdapat fistula bagian atas vagina, kadang kadang langsung ke vesika urinaria, sedang pada laki-laki biasanya fistula ke vesika urinaria atau uretra, sehingga pengeluaran urine bercampur feses. Pada atresiani letak rendah orifisium ani ektopik atau fistula bisa di dapat di sebelah anterior dari posisi normal, pada laki-laki fistula sering terdapat sepanjang raphe sekrotalis, sedangkan pada wanita orifisium ani ektopik terdapat pada perineum, vestibulum, atau bagian bawah vagina (De Lorimier, 1981 ; Filston, 1986 ; Goligher cit. Amri & Soedarno, 1988). Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen pelvis lateral metoda wangensten & Rice digunakan untuk menentukan jarak antarakantong rectum yang buntu dengan anal dimple. Udara secara normal akan mencapai rektum 18-24 jam sesudah lahir, sehingga foto dapat dibuat se sudah waktu tersebut (Groff, 1975 ; Filston, 1986 ; Spitz, 1990). Metoda foto rongten yang lebih disukai adalah invertogram dengan posisi pronas, paha semifleksi, sinar X dipusatkan pada trokhanter mayor femur (Spitz, 1990).Kelainan anorektal yang disertai fistula, dilakukan pemeriksaan fistulografi (Filston, 1986).Groff (1975) menyarankan pemeriksaan IVP pada penderita anus imperforata, tetapi bukan prosedur sebagai gawat darurat. Chystourethrografi menunjukkan fistula rektourinaria pada penderita laki-laki yang sangat berguna bila lesi meragukan (De Lorimer, 1981 ; Spitz 1990). Radiografi kontras dengan injeksi kontras larut air kedalam kantong distal melalui perineum dibawah kontrol fluoroskopi akan memberikan informasi dan penentuan yang akurat apakah usus melalui penggantung puborektal atau tidak (filston, 1986 ; Spitz, 1990). USG dapat menentukan secara akurat jarak antara anal dimple dan kantong rektum yang buntu. Pemeriksaan CT Scan dapat menentukan anatomi yang jelas otot otot sfingterani dalam hubungannya dengan usus dan jumlah massa yang ada. Pemeriksaan ini berguna untuk rencana preoperatif dan memperkirakan prognosis penderita (Kohda et al 1985 ; Smith 1990).

Penatalaksanaan Pada kelainan anorektal letak rendah, penderita laki-laki dilakukan anoplasti perineal dengan prosedur V- Y plasti, sedang untuk wanita dilakukan cut back atau prosedur V-Y seperti laki-laki. Bila fistula cukup adekuat maka tindakan anoplasti dapat ditunda menurut keinginan (Bisset 1977 ; Filston 1986 ; Spitz 1990). Pada kelainan anorektal letak tinggi atau intermediet, setelah diagnosis ditegakkan, segera dilakukan kolostomi selanjutnya dibuatkan lopogram untuk mengetahui macam fistula. Menurut De Lorimer (1981) dan Spitz (1990) kolostomi dilakukan pada kolon sigmoid, sedangkan Spitz (1990) mengatakan kolostomi dilakukan pada kolon tranversum dekstra dengan keuntungan

kolon kiri bebas, sehingga tidak terkontaminasi bila dilakukan Pull Ttrogh . Tindakan d efinitif dapat menunggu sampai beberapa minggu bulan (Bisset 1977 ; Splitz 1990), sedangkan Goligher cit Amri & Soedarno (1988 ) menyatakan tindakan definitif dilakukan setelah penderita berumur 6 bulan 2 tahun atau berat badan minimal 10 kg. Tindakan definitif dilakukan dengan prosedur Pull Through sakroperineal dan abdomino perineal, serta posterior sagital anorektoplasti (PSARP) (De Lorimer, 1981 ; Spitz, 1990). Jorge et al (1987) menyatakan bahwa PSARP dapat digunakan untuk penderita dewasa terpilih untuk mendapatkan kontinensia fekal terbaik sesudah operasi.Sedangkan Iwai et al (1988) mendapatkan kontinensia fekal dan fungsi seksual yang baikdengan tindakan abdominoperineal rektoplasti. Prognosis Kelainan anorektal letak rendah biasanya dapat diperbaiki dengan pembedahan melalui perineum dan prognosis baik untuk kontinensia fekal. Sedangkan kelainan anorektal letak tinggi diperbaiki dengan pembedahan sakroperineal atau abdominoperineal, pada kelainan ini sfingterani eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter ani internus, maka kontinensia fekal tergantung fungsi otot puborektalis (DeLorimer 1981 ; Iwai et al 1988). Ong dan Beasley (1990) mendapatkan perjalanan klinis jangka panjang dari kelainan anorektal letak rendah yang dilakukan operasi perineal lebih dari 90% penderita mencapai kontrol anorektal yang secara sosial dapat diterima.Insidensi soiling pada penderita umur lebih 10 tahun lebih rendah dari penderita yang lebih muda. Insidensi Smearing atau Stainning tidak mengurang dengan bertambahnya usia. Pada kelainan anorektal letak tinggi hasilnya hanya 1/3 yang benar benar bagus, 1/3 lagi dapat mengontrol kontinensia fekal.Pada wanita hasilnya lebih baik daripada laki laki karena pada wanita lesi seringkali intermediet.Kebanyakan lesi supralevator dengan tindakan PSARP dapat dikerjakan melalui perineum tanpa membuka abdomen (Smith, 1990).Beberapa penderita dengan kelainan anorektal letak tinggi mempunyai masalah-masalah kontinensia bila dilakukan pembedahan dibanding letak rendah.

Obstruksi Usus Pada Neonatus Obstruksi usus pada neonatus mempunyai tempat tersendiri dalam penanganan obstruksi usus karena beberapa kondisi dapat merupakan suatu keadaan gawat darurat bedah yang paling sering pada neonatus dan menghasilkan morbiditas dan mortalitas yang cukup menjadi tantangan para dokter bedah anak. Disamping itu sifat neonatus yang sangat rentan terhadap perubahan homeostasis, temperatur juga tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Keberhasilan penanganan neonatus dengan obstruksi usus tergantung pa diagnosa yang cepat da dan terapi segera.Oleh karena itu, diagnosa yang tepat dan penanganan yang cepat adalah mutlak pada pasien-pasien obstruksi usus pada neonatus.Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak pasien pediatrik dengan kondisi obstruksi usus pertama kali datang kepada dokter spesialis anak. Bila dokter tersebut cepat mengenali masalah bedah pada pasien tersebut maka ia akan segera merujuk pasien tersebut kepada dokter bedah bedah anak sehingga pasien bisa segera mendapat penanganan bedah. Sebaliknya bila dokter spesialis anak tersebut tidak mengenali masalah bedah pada pasien tersebut tentu akan terlambat ia merujuk pasien ke dokter bedah / bedah anak dan akan terlambat pula penanganan bedah pasien ini dan mungkin berakhir dengan morbiditas atau bahkan kematian. Obstruksi total pada anak merupakan salah satu bentuk akut abdomen yang memerlukan diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat. Angka insidensinya belum ada yang menjelaskan secara nominal tanpa melihat etiologinya, sedangkan berdasarkan etiologi adhesi didapatkan 1015% dari seluruh obstruksi usus. Angka kejadian obstruksi pada anak berdasarkan penyebabnya frequensi berbeda-beda berdasarkan keadaan atau penyakit yang mendasarinya , seperti yang sudah pernah dilaporkan fallat bahwa intususpsi merupakan penyebab obstruksi pada anak yang sering, keadaan lainnya seperti stenosis duodenum, hernia inkarserata juga dapat menyebabkan obstruksi dengan frequensi yang lebih kecil, Anderson menyatakan bahwa intususepsi merupakan penyebab yang umum terjadi pada kasus bedah anak. Keadaan obstruksi gastrointestinal ini dapat kita bagi dalam 3 kategori yaitu letak tinggi, medium dan rendah yang masingmasing memberikan gambaran yang khas. Penatalaksanaan obstruksi total pada prinsipnya adalah mengembalikan pasase usu agar jadi baik kembali meskipun tindakan bervariasi berdasarkan penyakit yang mendasarinya dan temuan durante operasinya, yang tidak melupakan sebelumnya untuk memperhatikan tiga stabilitas, agar outcomenya dapat memberikan hasil yang memuaskan . Obstruksi total merupakan salah satu keadaan akut abdomen yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat, diagnosis dapat dengan cepat dan tepat bila kita mengetahui gejalagejala obstruksinya yaitu S (sakit) OK (kembung) M (muntah) A (abdominal sign) berdasarkan inspeksi palpasi perkusi dan auskultasi . (obstipasi) Etiologi obstruksi berbagai sebab penyakit yang mendasarinya, prinsipnya ialah adanya gangguan pasase pada saluran gastrointestinal antara lain : Gangguan gastric outlet (aplasia pylorus, atresia pylorus, stenosis pylorus dan stenosis pilorika hipertropi),

Pada duodenum (atresia duodenum, stenosis duodenum dan pankreas anular), mekoneum ileus, atresia ani, megacolon kongenital, invaginasi, hernia diafragmatika, adhesiva Gambaran klinis pada obstruksi umumnya sama hanya ada beberapa sfesifitas tertentu berdasarkan etiologi yang mendasarinya. Secara umum dapat dibagi gambaran klinis Obstruksi letak tinggi, disini akan lebih dominan muntah ( yang bersifat frequen dan proyektil ) sedangkan pada pemeriksaan fisik kemungkinan akan didapatkan abdomen scapoid. Obstruksi letak medium dapat didapatkam muntah tetapi tidak frequen dan obstipasi yang gejalanya tidak saling dominan, Obstruksi letak rendah akan lebih dominan obstipasinya dan gambaran abdomen yang khas yaitu distensi, darm contour dan darm staifung Cara mendiagnosis obstruksi dapat dengan mudah dikenali bila kita mengenali tanda -tanda obstrksi yaitu dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberpa etiologi untuk dapat dengan pasti kita harus memerlukan pemeriksaan penunjang mulai pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi, contoh untuk pemeriksaan penunjang akan bervariasi sesuari etiologi yang mendasarinya seperti SPH gambaran OMDnya stringsign(+), stenosis duodenum gambaran OMDnya double bubble (+) sedangkan pada atresia duodenum atau aplasi gastersingle bubble (+). Pada invaginasi pada palpasi didpatkan sousage sign, dancing sign, pada hernia diafragmatika tampak gambaran usus pada rongga thorak (pada baby grama atau ro thoraks). Penanganan obstuksi adalah dengan cara operatif sesuai dengan kausanya, tindakan ini dapat berupa tindakan sementara yang kemudian akan dilakukan operasi definitif waktu selanjutny a atau satu kali tindakan operasi langsung tindakan definitf. Tindakan operasi penyebab obstruksi total pada anak Kausa obstruksi total HIL Dextra Inkarserata Megacolon Congenital Atresia Ani Invaginasi HIL sinistra Inkarserata Stenosis Duodenum Atresia Duodenum Adhesive Hernia Diafragmatika Post Boley Prosedure Tindakan operasi Herniotomi Sigmoidostomi Transvesocoloctomi dextra Laparotomi explorasi Milking Herniotomi Shunt anastosmose Duodeno duodenostomi Reseksi-anastosmose Duodenoduodenostomi Laparotomi explorasi Adhesiolisis Laparotomi explorasi tutup defek Laparotomi explorasi abdominal perineal pulltrough

Total Colon Aganglionik Pankreas Anular

Ileostomi Reseksi-anastosmosi Duodenoduodenostomi

Penanganan etiologi tersebut diatas ada yang bersifat sementara (untuk menjaga kelancaran pasase usus) yang selanjutnya akan dilakukan operasi definitif dan pada kasus kasus tertentu tindakan sudah langsung tindakan operatif definitif, ada 2 pasien yang meninggal sebelum dioperasi karena datang terlambat dan sepsis. Etiologi Penyebab obstruksi usus dapat berupa kelainan kongenital dan sering terjadi pada periode neonatal.Sebagai contoh atresia usus (atresia duodenum, jejuno-ileal, atresia rekti dan lain-lain), intestinal aganglionosis, mekonium ileus, atau duplikasi intestinal. Penyebab / kelainan didapat (acquired) diantaranya intususepsi, obstruksi usus sebagai konsekuensi dari kelainan bawaan lain misalnya volvulus midgut karena adanya malrotasi, hernia inguinal lateral yang mengalami inkarserata atau sebagai konsekuensi dari inflamasi intra abdomen misalnya abses appendiks, striktur usus akibat NEC (Neonatal enterocolitis). Penyakit neoplastik dapat pula menyebabkan obstruksi usus. Limfoma maligna merupakan neoplasma maligna yang paling sering menyebabkan obstruksi usus halus dan polip usus merupakan neoplasma jinak tersering sebagai penyebab obstruksi usus pada anak. Akhir-akhir ini terdapat peningkatan insidensi karsinoma kolon pada anak dan tipe yang sering ditemukan adalah karsinoma jenis signet ring cell yang tingkat keganasannya sangat tinggi.Adhesi usus setelah tindakan laparotomi adalah kelainan didapat lainnya yang bisa menyebabkan obstruksi usus halus.Setiap anak yang pernah menjalani operasi laparotomi mempunyai risiko untuk terjadinya adhesi usus halus. Kira-kira 70% kejadian obstruksi disebabkan oleh adhesi tunggal Di bawah ini adalah beberapa penyebab obstruksi usus pada pasien pediatrik. Obstruksi setinggi gaster : Volvulus gaster Gastric outlet obstruction ( hypertropic pyloric stenosis, atresia pylorus, bezoar) Obstruksi setinggi duodenum : Intrinsik (Atresia duodenum, web, stenosis) Ekstrinsik /kompresi eksternal (pancreas anular, preduodenal portal vein) Stenosis duodenum Volvulus midgut pada malrotasi Obstruksi setinggi jejenoileal : atresia jejuno-ileal

adhesi mekonium ileus intususepsi komplikasi dari divertikel Meckel Obstruksi setinggi kolon rektum: morbus Hirschsprung atresia kolon, rektum malformasi anorektal meconium plug syndrome mekonium ileus karsinoma kolo-rektal Klasifikasi Tipe obstruksi terdiri dari obstruksi simpel dan strangulasi. Obstruksi simpel terjadi bila salah satu ujung usus mengalami bendungan.Obstruksi ini dapat parsial maupun total. Bila pada segmen usus terbendung pada bagian proksimal dan distal maka kondisi ini disebutclosed loop obstruction. Kondisi ini dapat terjadi pada herniasi loop usus melalui celah sempit seperti hernia inguinal indirek atau defek mesenterial atau pita adhesi (Adhesive band). Closed loop obstruction dapat terjadi pula pada kolon yang mengalami obstruksi pada bagian distal dimana katup ileosaekal masih intak. Obstruksi usus strangulasi terjadi bila sirkulasi menuju segmen usus yang terbendung terganggu sehingga terjadi iskemi yang dapat berlanjut menjadi ganggren bila tidak segera dilakukan koreksi bedah. Volvulus dimana suplai darah mesenterial mengalami puntiran adalah salah satu contoh obstruksi strangulasi yang jelas. Contoh lainnya adalah kondisiclosed loop obstruction. Diagnosis Evaluasi diagnostik obstruksi usus harus cepat karena beberapa penyebab dapat menimbulkan iskemi (obstruksi strangulasi) yang kemudian potensial untuk terjadi nekrosis dan gangren usus. Gejala kardinal obstruksi usus terdiri dari muntah, distensi abdominal, nyeri abdomen y ang bersifat kolik dan obstipasi. Pada neonatus polihidramion maternal dan tidak keluarnya mekonium pada neonatus merupakan tanda kardinal lain yang penting. Gejala tersebut dapat bermanifestasi dalam berbagai tingkat berat gejala. Kadang-kadang tanda dan gejala dapat tidak jelas dan tidak spesifik terutama pada neonatus. Kebanyakan penyebab obstruksi usus dapat didiagnosa dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis sederhana Muntah atau aspirat lambung dapat memberikan info rmasi yang penting bagi dokter anak / Bedah Anak dalam diagnosa kelainan gastrointestinal. Warna muntah yang tidak bersifat bilious

bila dicurigai disebabkan kelainan bedah menggambarkan obstruksi diatas level ampulaVater.Muntah yang bersifat bilious tidak selalu disebabkan oleh obstruksi, tetapi bila ada kecurigaan obstruksi gejala tersebut menunjukan level obstruksi distal dariampula Vater. Kira-kira 85% atresia jejunum memperlihatkan muntah bilious. Sebagai pegangan, anak yang mengalami muntah bilious harus dipertimbangkan adanya obsruksi usus sampai terbukti tidak Pemeriksaan Fisik Distensi abdomen yang terlokalisir pada epigastrium menggambarkan level obstruksi pada usus proksimal misalnya volvulus gaster, volvulus midgut, Hypertropic pyloric stenosis atau atresia duodenum. Sedangkan distensi abdomen menyeluruh menggambarkan level obstruksi yang lebih distal seperti atresia ileum, atresia kolon, morbus Hirschsprung dan lain lain. Pada inspeksi kadang-kadang dapat terlihat kontur usus dengan atau tanpa terlihatnya peristaltik.Adanya parut bekas operasi pada abdomen dapat mengarahkan kita pada kecurigaan adhesi usus sebagai penyebab Inspeksi daerah inguinal atau perineal mungkin dapat menemukan adanya hernia atau malformasi anorektal sebagai penyebab. Palpasi kadang dapat membantu diagnosa misalnya olive sign pada 62 % pasien denganHypertropic Pyloric Stenosis, massa pada intususepsi, infiltrat pada inflamasi intra abdomen, tumor intra abdomen dan lain-lain. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Rontgen Foto polos abdomen datar dan tegak harus dibuat untuk mencari penyebab obstruksi. Pada anak yang sakit berat dan lemah dapat dilakukan foto left lateral decubitus sebagai pengganti posisi tegak. Pola distribusi gas abdomen dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi usus proksimal dan distal. Makin distal letak obstruksi, makin banyak jumlah loop usus yang distensi dan air fluid level akan tampak. Foto kontras barium enema dapat memperlihatkan perbedaan antara distensi ileum dan kolon, melihat apakah kolon pernah terpakai atau tidak/ unused (mikrokolon) dan dapat pula 6 mengevaluasi lokasi sekum untuk kemungkinan kelainan rotasi usus . Pemeriksaan kontras oral mungkin bermanfaat pada kondisi obstruksi usus parsial. Tetapi pada kondisi obstruksi total pemeriksaan ini merupakan kontra indikasi6. Atresia duodenum merupakan penyebab tersering obstruksi usus proksimal memperlihatkan gambaran spesifik double bubble denganair fluid level tanpa udara di bagian distal Pada atresia jejunum proksimal terlihat beberapa gelembung udara air-fluid level) dan pada bagian distal dari obstruksi tidak ada udara. . Semakin distal lokasi segmen atretik semakin banyak jumlah gelembung yang terlihat Jika ditemukan lebih banyak gelembung / loop usus berisi udara tetapi tidak terlihat udara di rektum, maka level obstruksi usus lebih distal. Malrotasi dengan volvulus midgut dapat memperlihatkan gambaran dilatasi lambung dan duodenum yang membesar, sedangkan usus halus terlihat berisi udara sedikit-sedikit yang tersebar (Scattered). Gambaran seperti paruh burung (bird s beak sign) dapat terlihat pada barium enema.

Pemeriksaan Ultrasonogafi Ultrasonografi dapat membantu menegakkan diagnosa pasien dengan massa di abdominal. Pada Hypertropic Pyloric Stenosis USG merupakan gold standard untuk diagnostik dengan kriteria diagnosa diameter pilorus lebih dari 14 mm, kanal pylorus 16 mm dan tebal otot pylorus 4 mm5. Dengan USG intussusepsi ditegakkan bila terlihat target sign pada penampang melintang dan pseudokidney sign pada penampang longitudinal. USG dapat pula membantu menegakkan diagnosa obstruksi usus yang disebabkan tumor intra abdomen, atau proses inflamasi seperti abses apendiks yang menyebabkan obstruksi. Pemeriksaan foto kontras barium (Upper GI) dapat memperlihatkan elongasi kanal pilorus dan indentasi garis antrum (shoulders sign ) Tatalaksana Obstruksi Usus Tatalaksana Pra-Operasi Secara umum tatalaksana awal pasien dengan obstruksi usus adalah mengatasi dehidrasi dan gangguan elektrolit, dekompresi nasogastrik atau orogastrik dengan ukuran yang adekuat, pemberian antibiotik intravena.Termoregulasi, pencegahan terhadap hipotermi penting sekali pada pasien pediatrik khususnya pasien neonatus.Tidak boleh dilupakan untuk identifikasi kemungkinan adanya kelainan penyerta bila penyebab obstruksi adalah kelainan kongenital.Harus selalu diingat bahwa setiap kelainan kongenital dapat disertai kelainan kongenital lain (VACTER), sehingga perlu dicari karena mungkin memerlukan penanganan secara bersamaan.Perkiraan dehidrasi baik dari muntah atau sekuestrasi cairan akibat obstruksi usus perlu dihitung dan diganti.Dengan sedikit pengecualian, dehidrasi yang ditimbulkan obstruksi usus biasanya berupa dehidrasi isotonik, sehingga cairan pengganti yang ideal yang mirip cairan ekstraselular adal h a Ringer asetat. Tetapi pada Hypertropic Pyloric Stenosis karena dehidrasi yang terjadi bersifat hipokloremik dengan alkalosis hipokalemik sehingga bukan cairan ringer asetat yang dipakai melainkan cairan NaCl dengan tambahan KCl . Cairan yang keluar dari nasogastrik juga harus diganti dengan Ringer asetat atau NaCl sesuai volume9,11. Ringer asetat dipakai sebagai pengganti cairan yang bersifat bilious, sebaliknya bila cairan bening cairan NaCl digunakan sebagai pengganti. Nasogastic tube (NGT) atau orogastrik tube(OGT) dengan ukuran yang adekuat sangat bermanfaat untuk dekompresi dan mencegah aspirasi. Orogastric tube lebih dipilih untuk pasien neonatus karena neonatus bernapas lebih dominan melalui lubang hidung.Dekompresi dengan NGT / OGT kadang dapat menolong dan menghindarkan pembedahan pada pasien obstruksi usus parsial karena adhesi pasca pembedahan. Antibiotik intravena untuk bakteri-bakteri usus hampir selalu perlu diberikan pada pasien-pasien yang mengalami obstruksi usus.Antibiotik ini dapat bersifat profilaktif atau terapeutik bila lamanya obstruksi usus telah memungkinkan terjadinya translokasi flora usus. Tatalaksana Bedah Secara umum tatalaksana pasien obstruksi usus adalah tindakan pembedahan. Penanganan konservatif atau non-operatif dapat dilakukan pada beberapa penyebab seperti meconium ileus dan adhesi usus pasca laparotomi dan intususepsi. Gastrografin enema digunakan sebagai

penanganan nonoperatif pada meconium ileu9, sedangkan pada adhesi dengan obstruksi usus parsial dapat dicoba dekompresi konservatif.Tujuan utama penanganan ini adalah pembebasan obstruksi sebelum terjadi trauma iskemik usus. Jadi bila tidak tercapai perbaikan dalam 12 jam maka harus segera dilakukan tindakan pembedahan. Pada intussusepsi reduksi hidrostatik dengan barium (fluoroscopy- guided) atau NaCl (USG-guided) patut dilakukan selama tidak terdapat kontraindikasi. Bila usaha tersebut gagal, pembedahan adalah jalan keluarnya.Tatalaksana bedah amat bervariasi tergantung kepada jenis penyebab obstruksi ususnya. Pada Hypertropic Pyloric Stenosis, pyloromyotomy merupakan tindakan bedah pilihan. Pada obstruksi setinggi duodenum insisi transversal supraumbilikus memberikan akses terbaik untuk mencapai duodenum.Pilihan tindakan tergantung situasi anatomis intraoperatif.Pada obstruksi yang disebabkan oleh atresia atau pankreasannulare, duodeno-duodenostomi adalah pilihan tindakan bedah terbaik.Sebaiknya duodenojejenostomi tidak dilakukan karena dengan tehnik ini bagian distal duodenum dieksklusi dan dianggap prosedur yang tidak fisiologis.Sedangkan bila penyebab obstruksinya berupaduodenal web atau diafragma duodenum, duodenotomi vertikal dan eksisi dari web tersebut (septectomy) adalah pilihan terbaik.Pada saat eksisi webinjury pada ampula Vater.Tekanan ringan pada kantung empedu dilakukan untuk mengidentifikasi ampula Vater dengan melihat keluarnya cairan empedu.Bila eksisi komplit tidak memungkinkan, maka eksisi parsial dengan meninggalkan segmen bagian medial yang mengandung bagian terminal dari duktus koledokus. perlu diingat untuk menghindari Setelah prosedur tersebut jangan lupa untuk menilai ulang kemungkinan adanya obstruksi tambahan lainnya dengan cara melewatkan kateter 8 fr ke proksimal dan distal. Bila telah yakin tidak ada obstruksi lainnya maka duodenotomi segera dijahit kembali15.Ladd s proceduredikerjakan pada obstruksi duodenum yang disebabkan olehLadd s band dengan cara memotong adhesinya, melepaskan adhesi antara usus dan peritoneum parietal dan antara usu s dan usus, mobilisasi sekum dan menempatkan kolon pada abdomen kiri. Apendiks sebaiknya diangkat untuk menghindari kesulitan diagnosis apendisitis dikemudian hari. Pada obstruksi jejunoileal insisi transversal supra umbilikal juga merupakan akses terpilih.Prosedur operatif tergantung pada temuan patologi, seperti tipe atresia, panjang usus, ada tidaknya perforasi usus, malrotasi dan volvulus, mekonium peritonitis, mekonium ileus.Dilakukan eksplorasi, bila terdapat perforasi seluruh rongga abdomen diirigasi dengan NaCl hangat, semua debris dibersihkan, adhesi dilepaskan dan sebisanya semua usus dieksteriorisasi.Inspeksi dilakukan mulai dari duodenum sampai sigmoid untuk mencari area atresia lainnya, ada tidaknya kelainan penyerta seperti malrotasi, atau meko nium ileus yang memerlukan koreksi pada saat bersamaan. Prosedur operatif atresia jejunoileal pada umumnya adalah reseksi anastomosis. Berdasarkan sejarah dan bukti-bukti eksperimental prosedur yang dianjurkan berkembang darieksteriorisasi menjadi anastomesis side-to-side, kemudian end-to-end atau end-to-side, dan terakhir : reseksi segmen atretik proksimal yang dilatasi dan hipertofi diikuti anastomosis end-toend/ end-to-back dengan atau tanpa tailoring segmen proksimal. Perlu diingat bahwa segme n atresia proksimal yang berdilatasi dan hipertrofi dapat menyebabkan kembalinya fungsi peristaltik yang terlambat setelah koreksi anastomosis sehingga reseksi bulbus proksimal segmen atretik perlu dilakukan agar hasilnya memuaskan

Tatalaksana Pasca Operatif Obstruksi Usus Meskipun laparotomi pada bayi atau anak memberikan stres yang signifikan kepada pasien, kebanyakan pasien berangsur membaik setelah koreksi bedah terhadap penyebab obstruksi ususnya.Pada periode pasca operatif awal, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, metabolisme glukosa dan gangguan respirasi biasa terjadi.Kebanyakan bayi yang menjalani operasi laparotomi biasanya mengalami sekuestrasi cairan ke rongga ketiga dan ini memerlukan tambahan jumlah cairan pada periode pasca operatif.Kebutuhan pemeliharaan disesuaikan dengan kondisi pasien.Semua kehilangan cairan tubuh harus diperhitungkan.Kehilangan cairan melalui muntah, NGT, ileostomi, atau jejenostomi harus diganti sesuai volume yang hilang. Swenson menyebutkan untuk berhati-hati dalam instruksi pasca operasi! Tidak ada istilah rutin dalam intruksi pasca operasi terhadap bayi atau anak. Semua dosis obat, elektrolit atau cairan untuk terapi harus dikalkulasi secara individual dengan mempertimbangkan berat badan, umur atau kebutuhan metabolic Dekompresi nasogastrik dengan ukuran yang adekuat sampai tercapai fungsi usus yang normal merupakan bantuan yang tak dapat dipungkiri dalam dekompresi bagian proksimal usus dan fasilitasi penyembuhan anastomosis usus.Ileus hampir selalu terjadi pada pasien pasca operasi dengan obstruksi usus.Pada atresia duodenum atau atresia jejunoileal misalnya, ileus yang memanjang dapat terjadi lebih dari 5 hari. Swenson menyebutkan pulihnya fungsi duodenum dapat lambat sekali bila duodenum sangat berdilatasi.Cairan berwarna hijau dapat keluar dari nasogastrik dalam periode waktu yang memanjang.Hal ini disebabkan bukan hanya karena edema di daerah anastomosis tetapi juga karena terganggunya peristaltik pada segmen duodenum proksimal yang mengalami dilatasi hebat15. Kesabaran yang tinggi sangat diperlukan sebelum memutuskan re-operasi pada bayi dengan obstruksi anastomose, karena diskrepansi ukuran lumen atau disfungsi anastomosis yang bersifat sementara dapat menyebabkan ileus yang memanjang. Permulaan asupan melalui oral dengan air gula / dextrose dapat dimulai bila drainase gaster mulai berkurang atau warnanya mulai kecoklatan atau jernih yang kemudian diikuti oleh susu formula (progestimil, isomil) secara bertahap. Bila program feeding tersebut tidak bisa diterima pasien atau terdapat ileus yang memanjang maka nutrisi parenteral perlu dipertimbangkan dalam menjaga kecukupan asupan nutrisi pasca operasi.

Hipospadia Komentar ditutup Kelainan kongenital pada penis menjadi masalah yang sangat penting karena penis selain berfungsi sebagai saluran pengeluaran urin juga sebagai alat seksual dikemudian hari yang akan berpengaruh terhadap fertilitas Salah satu kelainan kongenital pada penis yang paling banyak kedua setelah undescensus testiculorum ( cryptorchidism ) yaitu hipospadia. Angka kejadian hipospadia sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor genetik, hormonal, ras, geografis dan sekarang yang harus mendapat perhatian k husus yaitu pengaruh faktor pencemaran lingkungan limbah industri. Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai tingkatan defisiensi uretra.Jaringan fibrosis yang menyebabkan chordee menggantikan fascia Bucks dan tunika dartos.Kulit dan preputium pada bagian ventral menjadi tipis, tidak sempurna dan membentuk kerudung dorsal di atas glans (Duckett, 1986, Mc Aninch, 1992).Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksternus terletak dipermukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal pada ujung glans penis. Di Amerika Serikat, hipospadia diperkirakan terjadi sekali dalam kehidupan dari 350 bayi laki-laki yang dilahirkan . Angka kejadian ini sangat berbeda tergantung dari etnik dan geogafis. Di Kolumbia 1 dari 225 kelahiran bayi laki-laki, Belakangan ini di beberapa negara terjadi peningkatan angka kejadian hipospadia seperti di daerah Atlanta meningkat 3 sampai 5 kali lipat dari 1,1 per 1000 kelahiran pada tahun 1990 sampai tahun 1993. Banyak penulis melaporkan angka kejadian hipospadia yang bervariasi berkisar antara 1 : 350 per kelahiran laki laki. Bila ini kita asumsikan ke negara Indonesia karena Indonesia belum mempunyai data pasti berapa jumlah penderita hipospadia dan berapa angka kejadian hipospadia. Maka ber asarkan data dari Biro d Pusat Statistik tahun 2000 menurut kelompok umur dan jenis kelamin usia 0 4 tahun yaitu 10.295.701 anak yang menderita hipospadia sekitar 29 ribu anak yang memerlukan penanganan repair hipospadia. Embriologi Pada embrio berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ektoderm dan entoderm.Baru kemudian terbentuk lekukan ditengah tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan entoderm.Di bagian kaudal ektoderm dan entoderm tetap bersatu membentuk membrana kloaka.Pada permulaan minggu ke 6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut genital tubercle. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan dimana dibagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebutgenital fold. Selama minggu ke 7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki . Bila wanita akan menjadi klitoris. Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk, sehingga penis juga tak terbentuk. Bagisan anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu sepasang lipatan yang disebut genital fold akan membentuk sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu diatas sinus urogenitalia maka akan timbul hipospadia. Selama periode ini juga, terbentuk genital swelling di bagian lateral kiri dan kanan.Hipospadia yang terberat yaitu jenis penoskrotal skrotal dan perineal, terjadi karena kegagalan fold dan genital sweling untuk bersatu di tengah-tengah.

Anatomi Penis Anatomi normal penis terdiri dari sepasang korpora kavernosa yang dibungkus oleh tunika albugenia yang tebal dan fibrous dengan septum di bagian tengahnya. Uretra melintasi penis di dalam korpus spongiosum yang terletak dalam posisi ventral pada alur diantara kedua korpora kavernosa. Uretra muncul pada ujung distal dari glans penis yang berbentuk konus. Fascia spermatika atau tunika dartos, adalah suatu lapisan longgar penis yang terletak pada fascia tersebut. Di bawah tunika dartos terdapat facia Bucks yang mengelilingi korpora kavernosa dan kemudian memisah untuk menutupi korpus spongiosum secara terpisah.Berkas neurovaskuler dorsal terletak dalam fascia Bucks pada diantara kedua korpora kavernos a. Etiopatogenesis Hipospadia terjadi karena gangguan perkembangan urethra anterior yang tidak sempurna sehinggaurethra terletak dimana saja sepanjang batang penis sampai perineum. Semakin proksimal muara meatus maka semakin besar kemungkinan ventral penis memendek dan melengkung karena adanya chordae. Sampai saat ini terjadinya hipospadia masih dianggap karena kekurangan androgen atau kelebihan estrogen pada proses maskulinisasi masa embrional Devine, 1970mengatakan bahwa deformitas yang terjadi pada penderita hipospadia disebabkan oleh Involusi sel sel interstitial pada testis yang sedang tumbuh yang disertai dengan berhentinya produksi androgen dan akibatnya terjadi maskulanisasi yang tak sempurna organ genetalia eksterna Ada banyak faktor penyebab hipospadia dan banyak teori yang menyatakan tentang penyebab hipospadia antara lain :
y

Faktor genetik.. 12 % berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila punya riwayat keluarga yang menderita hipospadia.50 % berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bilabapaknya menderita hipospadia. Faktor etnik dan geografis.. Di Amerika Serikat angka kejadian hipospadia pada kaukasoid lebih tinggi dari pada orang Afrika, Amerika yaitu 1,3 .

Faktor hormonal Faktor hormon androgen / estrogen sangat berpengaruh terhadap kejadian hipospadia karena berpengaruh terhadap proses maskulinisasi masa embrional. Sharpe dan Kebaek (1993) mengemukakan hipotesis tentang pengaruh estrogen terhadap kejadian hipospadia bahwa estrogen sangat berperan dalam pembentukan genital eksterna laki-laki saat embrional. Perubahan kadar estrogen dapat berasal dari : Androgen yaitu perubahan pola makanan yang meningkatkan lemah tubuh. Sintetis seperti oral kontracepsi (Ethynil Estradiol) Tanaman seperti kedelai Estrogen chemical seperti senyawa organochlcrin Androgen dihasilkan oleh testis dan placenta karena terjadi defisiensi androgen akan menyebabkan penurunan produksi dehidrotestosterone (DHT) yang dipengaruhi oleh 5 reduktase, ini berperan dalam pembentukan penis sehingga bila terjadi defisiensi androgen akan menyebabkan kegagalan pembentukan bumbung urethra yang disebut hipospadia. Faktor pencemaran limbah industri. Limbah industri berperan sebagai Endocrin discrupting chemicals baik bersifat eksogenik maupun anti androgenik seperti polychlorobiphenyls, dioxin, furan, peptisida organochlorin, alkilphenol polyethoxsylates dan phtalites.

y y y y

Sudah diketahui bahwa setelah tingkat indiferen maka perkembangan genital eksterna lakilaki selanjutnya dipengaruhi oleh estrogen yang dihasilkan tes tis primitif. Suatu hipotesis mengemukakan bahwa kekurangan estrogen atau terdapatnya anti androgen akan mempengaruhi pembentukan genitalia ekterna laki-laki. Beberapa kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan hipospadia, yaitu :
y

Kegagalan tunas sel-sel ektoderm yang berasal dari ujung glans untuk tumbuh kedalam massa glans bergabung dengan sel-sel entoderm sepanjang uretra penis. Hal ini mengakibatkan terjadinya osteum uretra eksternum terletak di glans atau korona glandis di permukaan ventral. Kegagalan bersatunya lipatan genital untuk menutupi alur uretra uretral groove kedalam uretra penis yang mengakibatkan osteum uretra eksternum terletak di batang penis. Begitu pula kegagalan bumbung genital bersatu dengan sempurna mengakibatkan osteum uretra ek ternum bermuara di penoskrotal atau perineal. Dari kegagalan perkembangan penis tersebut akan terjadi 5 macam letak osteum uretra eksternum yaitu di : 1. Glans, 2. Koronal glandis, 3. Korpus penis, 4. Penos skrotal, 5. Perineal. Paulozzi dkk, 1997 dimana Metropolitan Congenital Defects Program (MCDP) membagi hipospadia atas 3 derajat, yaitu :

y y y

Derajad I : OUE letak pada permukaan ventral glans penis & korona glandis. Derajat II : OUE terletak pada permukaan ventral korpus penis Derajat III: OUE terletak pada permukaan ventral skrotum atau perineum Biasanya derajat II dan derajat III diikuti oleh melengkungnya penis ke ventral yang disebutchordee . Chordee ini disebabkan terlalu pendeknya kulit pada permukaan ventral penis.

Hipospadia derajat ini akan mengganggu aliran normal urin dan fungsi reproduksi , oleh karena itu perlu dilakukan terapi dengan tindakan operasi Diagnosis Kelainan hipospadia diketahui segera setelah kelahiran.Kelainan ini diketahui dimanaletak muara uretra tidak diujung gland penis tetapi terletak di ventroproksimal penis.Kelainan ini terbatas di uretra anterior sedangkan leher vesica urinaria dan uretraposterior tidak terganggu sehingga tidak ada gangguan miksi. Klasifikasi Barcat (1973) berdasarkan letak ostium uretra eksterna maka hipospadia dibagi 5 type yaitu :
y o o y o y o o

Anterior ( 60-70 %) Hipospadia tipe gland Hipospadia tipe coronal Midle (10-15%) Hipospadia tipe penil Posterior (20%) Hipospadia tipe penoscrotal Hipospadia tipe perineal A : Penis yang Normal Hipospadias dengan chorda

B :

Penatalaksanaan Tujuan repair hipospadia yaitu untuk memperbaiki kelainan anatomi baik bentuk penis yang bengkok karena pengaruh adanya chordae maupun letak osteum uretra eksterna sehingga ada 2 hal pokok dalam repair hipospadia yaitu:
y o  

Chordectomi , merelease chordae sehingga penis bisa lurus kedepan saat ereksi. Urethroplasty , membuat osteum urethra externa diujung gland penis sehingga pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan. Apabila chordectomi dan urethroplasty dilakukan dalam satu waktu operasi yang sama disebutsatu tahap, bila dilakukan dalam waktu berbeda disebut dua tahap Ada 4 hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan repair hipospadia agar tujuan operasi

bisa tercapai yaitu usia, tipe hipospadia dan besarnya penis dan ada tidaknya chorde Usia ideal . untuk repair hipospadia yaitu usia 6 bulan sampai usia belum sekolah karena mempertimbangkan faktor psikologis anak terhadap tindakan operasi dan kelainannya itu sendiri, sehinggatahapan repair hipospadia sudah tercapai sebelum anak sekolah. Ada 3 tipe rekonstruksi sebagai berikut : Sedangkan tipe hipospadia dan besar penis sangat berpengaruh terhadap tahapan dan tehnik operasi hal ini berpengaruh terhadap keberhasilan operasi. Semakin kecil penis dan semakin ke proksimal tipe hipospadia semakin sukar tehnik dan keberhasilan operasinya.

o   o o

Methode Duplay Untuk repair hipospadia tipe penil. Kulit penil digunakan untuk membuat urethroplastinya atau bisa juga digunakan kulit scrotum. Methode Ombredane , Untuk repair hipospadia coronal dan distal penil. Nove-josserand, Untuk repair hipospadia berbagai tipe tapi urethroplastinya menggunakan skin graft. Tujuan perbaikan hipospadia untuk melepaskan chordee dan menempatkan kembali native uretra atau membentuk uretra pada ujung glans penis Salah satu masalah terpenting dalam . pembedahan hipospadia tersebut adalah kesulitan dalam membentuk uretra meatus yang baru.Skin graff uretroplasty pertama dirancang oleh Nove Joserand. Namun oleh karena memiliki banyak komplikasi seperti stenosis sehingga saat ini tidak dipergunakan lagi . Thiersche dan Duplay melakukan suatu perbaikan dua tahapdimana tahap pertama memotong lapisan yang menyebabkan chordee dan meluruskan penis.Beberapa bulan selanjutnya uret ra dibentuk dengan melakukan pemotongan memanjang ke bawah pada permukaan ventral dari penis untuk membentuk sebuah uretra. Kelemahan operasi ini bahwa tekhnik tersebut tidak memperluas uretra menuju ujung glans. Cecil memperkenalkan tekhnik perbaikan hipospadia tiga tahap dimana pada tahap ke 2 penis dilekatkan pada skrotum. Baru pada tahap ke 3 dilakukan pemisahan penis dan skrotum Pada semua tehnik operasi tersebut pada tahap pertama adalah dilakukan eksisi chordee. Penutupan luka Operasi dilakukan dengan menggunakan preputium bagian dorsal dari kulit penis . Tahap pertama ini dilakukan pada usia 1,5 2 tahun bila ukuran penis sesuai untuk usianya. Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus, tapi meatus masih pada tempatnya yang abnormal. Pada tahap ke dua dilakukan uretroplasty yang dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama. Tekhnik reparasi yang paling populer dilakukan oleh dokter bedah plastik adalah tekhnik modifikasi operasi Thiersch Duplay.Kelebihan jaringan preputium ditransfer dari dorsum penis ke permukaan ventral.Byar, 1951 memodifikasi operasi ini dengan membelah preputium pada garis tengah dan membawa flap preputium ini ke arah distal permukaan ventral penis.Hal demikian memberikan kelebihan jaringan untuk rekontroksi uretra lebih lanjut.Setelah interval sedikitnya 6 bulan, suatu strip sentral dari kulit dipasangkan pada permukaan ventral penis, dan tube strip dari kulit ditarik sejauh mungkin kearah distal. Byar bisa menutupi uretra baru dengan mempertemukan tepi kulit lateral di garis tengah dengan penutupan yang berlapis lapis.

Tekhnik Thirsh duplay dimodifikasi oleh Byar 1. Adalah penis dengan chordee. 2. Insisi pada linea media dari meatus uretra ke korona dan di sekitar penis sebelah proksimal dari glans. 3. Jaringan yang menyebabkan chordee dipotong. Irisan itu dibuat sedemikian rupa sehingga terletak pada linea media dari proputium yang tak melipat. 4. Flap pada kulit preputium ditransfer ke ventral. 5. Pada tahap yang kedua, suatu strip sentral diisolasi untuk membentuk uretra. Jaringan dibelakang flap ini cukup longgar untuk terbentuknya tube. 6. Tubulus (tube) telah terbentuk, suatu irisan sirkumsisi dilakukan dan flap lateral dari kulit digunakan. 7. Tapi dari flap diperdekatkan dengan berbagai lapisan penutup. 8. Tepi-tepi kulit selanjutnya diperdekatkan. Operasi tahap kedua, Browne 1953 melakukan irisan yang paralel pada permukaan ventral penis yang meluas dari meatus keujung penis. Irisan ini akan mengisolasi strip kulit pada garis tengah. Lebarnya tergantung kaliber uretra baru yang dikehendaki. Kulit lateral selanjutnya diperdekatkan pada garis tengah untuk menutup strip kulit yang dibenamkan. Irisan relaksing dorsal akan memungkinkan kulit lateral itu bisa saling diperdekatkan tanpa menimbulkan tension, meskipun demikian tekhnik ini memiliki kemungkinan besar terjadinya fistula dan stenosis sehingga dilanjutkan hanya untuk dokter bedah yang berpengalaman Culp, 1959 memodifikasi cara operasi yang dilakukan oleh Cecil, 1955. Pada operasi tahap pertama chordee dilepaskan setelah sembuh, uretra dibentuk dengan membuat pembuluh dari kulit sentral pada permukaan ventral penis, Seperti tekhnik Thiersch Duplay dan menutup permukaan yang kasar dengan cara menanamkan penis ini dalam kantung yang dibuat dalam sokrotum. Ujung kulit penile dan jaringan subkutan diatas uretra saling diperdekatkan ke lapisan skrotal.Dengan jahitan yang beberapa kali.Anastomosis Skorotal- penil selanjutnya dipisahkan sehingga meninggalkan banyak sekali kulit skrotal pada penis untuk me nutupi permukaan ventral. Tindakan reparasi dilakukan sebelum anak itu berusia sekolah. 1,5 2 tahun. Sebelum dilakukan uretroplasty semua jaringan yang menyebabkan terjadinya chordee harus dibuang. Setelah itu pengujian ereksi artifical dilakukan jika chordee tetap ada meskipun telah dilakukan usaha tersebut, maka dilakukan reseksi lebih lanjut atas lapisan tersebut Diversi urine untuk reparasi Hipospadia distal dilakukan dengan kateter foley ukuran kecil no. 8. Selama 3 sampai 4 hari. Hipospadia penile, uretrostomy periental lebih disukai sedangkan Hipospadia skrotal dan perineal bisa didiversi dengan drainase suprapubik Tehnik Hipospadia bagian Distal Reparasi hipospadia jenis ini dilakukan jika v- flap dari jaringan glans mencapai uretra normal setelah koreksi chordee, dibuat uretra dari Flip Flop kulit. Flap ini akan membentuk sisi ventral dan lateral uretra dan di jahit pada flap yang berbentuk v pada jaringan glans, yang mana akan melengkapi bagian atas dan bagian sisi uretra yang baru. Beberapa jahitan ditempatkan dibalik v- flap granular dipasangkan pada irisan permukaan dorsal uretra untuk membuka meatus aslinya. Sayap lateral dari jaringan glans ini dibawah kearah ventral dan didekat an pada garis k tengah. Permukaan ventral penis di tutup dengan suatu preputium. Ujung dari flap ini biasanya berlebih dan harus dipotong. Di sini sebaiknya mempergunakan satu flap untuk membentuk permukaan di bagian belakang garis tengah.

Desain granular flap berbentuk Z dapat juga dilakukan untuk memperoleh meatus yang baik secara kosmetik dan fungsional pemotongan berbentuk 2 dilaksanakan pada ujung glans dalam posisi tengah keatas. Rasio dimensi dari Z terhadap dimensi glans adalah 1 : 3, Dua flap ini ditempatkan secara horisontal pada posisi yang berlawanan. Setelah melepaskan chordee, sebuah flap dua sisi dipakai untuk membentuk uretra baru dan untuk menutup permukaan ventral penis, Permukaan bagian dalam dari preputium dipersiapkan untuk perpanjangan uretra. Untuk mentransposisikan uretra baru , satu saluran dibentuk diatas tinika albuginia sampai pada glans. Meatus uretra eksternus dibawa menuju glans melalui saluran ini. Bagian distal dari uretra dipotong pada bagian anterior dan posterior dengan ar vertikal kedua ah flap Trianggular dimasukkan ke dalam fissure dan dijahit dengan menggunakan benang 6 0 poli glatin. Setelah kedua flap dimasukkan dan dijahit selanjutnya anastomosis uretra pada glans bisa diselesaikan. Tehnik Hipospadia bagian Proksimal Bila flap granular tidak bisa mencapai uretra yang ada, maka suatu graf kuli dapat dipakai untuk memperpanjang uretra. Selanjutnya uretra normal dikalibrasi untuk menentukan ukurannya ( biasanya 12 French anak umur 2 tahun ). Segmen kulit

yang sesuai diambil dari ujung distal preputium. Graft selanjutnya dijahit dengan permukaan kasar menghadap keluar , diatas kateter pipa atau tube ini dibuat dimana pada ujung proksimalnya harus sesuai dengan celah meatus uretra yang lama dan flap granular dengan jahitan tak terputus benang kromic gut 6 0, Sayap lateral dari jaringan granular selanjutnya dimobilisasi kearah distal untuk menutup saluran uretra dan untuk membentuk glans kembali diatas uretra yang baru yang akan bertemu pada ujung glans. Komplikasi Komplikasi yang timbul paska repair hipospadia sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor usia pasien, tipe hipospadia, tahapan operasi, ketelitian teknik operasi, serta perawatan paska repair hipospadia. Macam komplikasi yang terjadi yaitu : Perdarahan Infeksi y Fistel urethrokutan y Striktur urethra, stenosis urethra y Divertikel urethra. Komplikasi paling sering dari reparasi hipospodia adalahfistula, divertikulum, penyempitan uretral dan stenosis meatus (Ombresanne, 1913 ). Penyebab paling sering dari fistula adalah nekrosis dari flap yang disebabkan oleh terkumpulnya darah dibawah flap.Fistula itu dapat dibiarkan sembuh spontan dengan reparasi sekunder 6 bulan sesudahnya. Untuk itu keteter harus dipakai selama 2 minggu setelah fistulanya sembuh, dengan harapan tepi-tepinya akan menyatu kembali, sedangkan kegunaannya untuk terus diversi lebih lama dari dua minggu. Penyempitan uretra adalah suatu masalah. Bila penyempitan ini padat, maka dilatasi dari uretra akan efektif. Pada penyempitan yang hebat, operasi sekunder diperlukan. Urethrotomy internal akan memadai untuk penyempitan yang pendek. Sedang untuk penyempitan yang panjang uretra itu harus dibuka disepanjang daerah penyempitan dan ketebalan penuh dari graft kulit yang dipakai untuk menyusun kembali ukuran uretra Suatu keteter bisa dipergunakan untuk mendukung skin graft.
y y

Perawatan Pasca Operasi Suatu tekanan ringan dan elastis dari perban dipakai untuk memberikan kompres post operatif bagi reparasi hipospadia, untuk mengatasi udema dan untuk mencegah pendarahan setelah operasi. Dressing harus segera dihentikan bila terlihat keadaan sudah membiru disekitar daerah tersebut, dan bila terjadi hematoma harus segera diatasi. Setiap kelebihan tekanan yang terjadi karena hematoma akan bisa menyebabkan nekrosis. Oleh karena efek tekanan pada penyembuhan, maka pemakaian kateter yang dipergunakan harus kecil, dan juga steril, dan terbuat dari plastik dan dipergunakan kateter dari kateter yang lunak. Ereksi waktu malam hari (nokturnal erektion ) bisa terjadi tanpa terkendali oleh pasien Obat seperti amyl nitrit dapat menghilangkan rangsang ereksi dan uapnya dihirup bila masih terjadi ereksi. Pemakaian yang cepat akan mencegah terjadinya ereksi pada siang hari, bila ereksi itu tetap terjadi maka bisa dicoba etil klorida . Disini tidak ada obat sistematis untuk mencegah ereksi pada malam hari, akan tetapi pemakaian sedatif akan sangat membantu. Dalam keadaan dimana terjadi luka yang memburuk sebagai akibat edema pada luka, ereksi atau hematoma, maka sebaiknya dikompres dengan mempergunakan bantalan saline steril yang hangat. Diversi urine terus dilanjutkan sampai daerah yang luka itu sembuh. Bila jaringan tersebut telah sembuh, maka masalahnya bisa direparasi dalam operasi yang kedua 6 12 bulan yang akan datang. Hipospadia merupakan kelainan kongenital pada penis dimana letak dari ostium urethra eksterna di proksimal dari gland penis dan berada di bagian ventral penis yang bisa disertai adanya chordae sehingga bentuk penis bengkok ke ventral saat ereksi sehingga penanganannya ditujukan kepada tiga hal kelainan tersebut agar tujuan setiap operasi bisa tercapai yaitu membuat kelainan seanatomis mungkin secara estetik dan fungsi yaitu :

o o o    

Meluruskan bentuk penis (release chordae). Meletakkan osteum urethra ekterna di ujung gland penis (urethroplasty) Membentuk : Kaliber urethra bebas dari rambut, fistel dan stricture. Simetris antara gland penis dengan bagian tengah penis. Pancaran urin lurus ke depan Pancaran sperma lurus ke depan sehingga fungsi fertilitas tercapai. Waktu yang ideal untuk melakukan repair hipospadia yaitu usia antara 6 bulan sampai 18 bulan. Diharapkan sebelum anak sekolah, repair hipospadia sudah selesai sehingga kelainan tersebut secara anatomi dan fungsi tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut. Hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan repair hipospadia antara lain usia, tipe hipospadia ada atau tidak chordae atau derajat chordae, kwalitas kulit serta ukuran penis. Sehingga apakah dilakukan satu tahap atau dua tahap. Pada saat repair fistula urethrokutaneus harus mempertimbangkan hal hal sebagai berikut agar tidak kambuh :

Operator menggunakan microscope agar membantu melihat fistula yang kecil.

y y

Tract Fistula harus di eksisi dengan tajam dan epithelnya harus saling menempel (water tight repair of the epithelium) dan komplit serta menutupnya harus multi layer. Untuk Fistula yang besar memerlukan diseksi dan ditutup multi layer. Invaginasi Anatomi usus halus Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, yejunum dan ileum. Panjang duodenum 26 cm, sedangkan yejunum + ileum : 6 m Dimana 2/5 bagian adalah yejunum (Snel, 89). Sedangkan menurut schrock 1988 panjang usus halus manusia dewasa adalah 5 m. Batas antara duodenum -6 dan yejunum adalah ligamentum treits. Yejunum dan ileum dapat dibedakan dari : Lekukan lekukan yejunum terletak pada bagian atas rongga atas peritoneum di bawah sisi kiri mesocolon transversum ; ileum terletak pada bagian bawah rongga peritoneum dan dalam pelvis. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan lebih merah daripada ileum Dinding jejunum terasa lebih tebal karena lipatan mukosa yang lebih permanen yaitu plica circularis, lebih besa r, lebih banyak dan pada yejunum lebih berdekatan ; sedangkan pada bagian atas ileum lebar, dan pada bagian bawah lipatan ini tidak ada. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen diatas dan kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat dibawah dan kanan aorta. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya menmbentuk satu atau dua aarkade dengan cabang-cabang yang panjang dan jarang yang berjalan ke dinding usus halus. Ileum menerima banyak pembuluh darah yang pendek, yang beraal dari 3 atau 4atau malahan lebih arkade. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan lemak jarang ditemukan didekat dinding usus halus. Pada ujung mesenterium ileum lemak disimpan di seluruh bagian , sehingga lemak ditemukan dari pangkal sampai dinding usus halus. Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum bagian bawah sepanjang pinggir anti mesentrik. Perbedaan usus halus dan usus besar pada anatomi adalah :Perbedaan eksterna Usus halus (kecuali duodenum) bersifat mobil, sedang kan colon asenden dan colon desenden terfiksasi tidak mudah bergerak. Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan dengan usus besar yang terisi. Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang berjalan ke bawah menyilang garis tengah, menuju fosa iliaka kanan. Otot longitudinal usus halus membentuk lapisan kontinyu sekitar usus. Pada usus besar (kecuali appendix) otot longitudinal tergabung dalam tiga pita yaitu taenia coli. Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada dindingnya. Usus besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan appandices epiploideae. Dinding usus halus adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular. Perbedaan interna Mucosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang dinamakan plica silcularis, sedangkan pada usus besar tidak ada. Mukosa usus halus mempunyai fili, sedangkan mukosa usus besar tidak mempunyai.

y y

y y

y y y y y y

y y

Kelompokan jaringan limfoid (agmen feyer) ditemukan pada mukosa usus halus , jaringan limfoid ini tidak ditemukan pada usus besar. Intususepsi adalah keadaan yang umumnya terjadi pada anak -anak, dan merupakan kejadian yang jarang terjadi pada dewasa, intususepsi adalah masuknya segmen usus proksimal (kearah oral) kerongga lumen usus yang lebih distal (kearah anal) sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus Definisi lain Invaginasi atau intususcepti yaitu masuknya segmen usus (Intesusceptum) ke dalam segment usus di dekatnya (intususcipient). Pada umumnya usus bagian proksimal yang mengalami invaginasi (intussuceptum) memasuki usus bagian distal (intussucipient), tetapi walaupun jarang ada juga yang sebaliknya atau retrograd (Bailey,90) Paling sering masuknya ileum terminal ke kolon. Intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan intususipien yaitu segmen usus yang dimasuki segmen lain Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik berlebihan, biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Pada anak -anak 95% penyebabnya tidak diketahui, hanya 5% yang mempunyai kelainan pada ususnya sebagai penyebabnya.Misalnya diiverticulum Meckeli, Polyp, Hemangioma (Schrock, 88).Sedangkan invaginasi pada dewasa terutama adanya tumor yang menyebabkannya (Dunphy 80). Perbandingan kejadian antara pria dan wanita adalah : 3 : 2 (Swenson,90), pada orang tua sangat jarang dijumpai (Ellis ,90). Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi adalah ileo coecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah ke dalam coecum yang longgar.Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partiil maupun total.Intususepsi paling sering mengenai daerah ileosekal, dan lebih jarang terjadi pada orang tua dibandingkan dengan pada anak-anak.Pada kebanyakan kasus pada orang tua dapat diketemukan penyebab yang jelas, umumnya tumor yang membentuk ujung dari intususeptum. Invaginasi atau intususepsi merupakan keadaan gawat darurat, dimana bila tidak ditangani segera dan tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Hampir 70% kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, paling sering dijumpai pada ileosekal.Invaginasi sangat jarang dijumpai pada orang tua, serta tidak banyak tulisan yang membahas hal ini secara rinci. Ada perbedaan etiologi yang mencolok antara anak -anak dan dewasa, pada anak-anak etiologi terbanyak adalah idiopatik yang mana lead pointnya tidak ditemukan sedangkan pada dewasa penyebab terbanyak adalah keadaan patologik intra lumen oleh suatu neoplasma baik jinak maupun ganas sehingga pada saat operasi lead poinnya dapat ditemukan Klasifikasi Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe :

y y y y

Enterik : usus halus ke usus halus Ileosekal : valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan menarik ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari intususepsi. Kolokolika : kolon ke kolon. Ileokoloika : ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon. Umumnya para penulis menyetujui bahwa paling sering intususepsi mengenai valvula ileosekalis.Namun masih belum jelas perbandingan insidensi untuk masing -masing jenis intususepsi. Perrin dan Linsay memberikkan gambaran : 39% ileosekal, 31,5 % ileokolika, 6,7% enterik, 4,7 % kolokolika, dan sisanya adalah bentuk-bentuk yang jarang dan tidak khas (Tumen

1964). Invaginasi dapat ditemukan di semua umur, pada penderita dewasa ditemukan 5%kasus obstruksi usus disebabkan karena invaginasi (Ellis,90). Biasanya terdapat tumor pada apex intussuception, pada usus halus biasnya tumor jinak dan tumor ganas pada usus besar. (Ellis 90). Tumor usus halus banyak ditemukan diduodenum, yejunum bagian proksimal dan terminal ileum. Distal yejunum dan proksimal ileum relatif jarang (Leaper 89) dan terbanyak di temukan di terminal ileum (Schrok,88). Tumor usus halus merupakan 1-5% tumor di dalam saluran pencernaan makanan, hanya 10 % yang akan menimbulkan gejala -gejala antara lain perdarahan, penyumbatan atau invaginasi. Perbandingan tumor jinak dan tumor ganas adalah 10 : 1 (Schrock,88). Tumor jinak usus halus biasanya adenoma, leyomiomalipoma, hemangioma, ployposis. Sedangkan tumor ganas biasanya carcinoma, carcinoid tumor, sar coma, tumor metastase (Leaper,89). Epidemiologi Angka kejadian intususepsi (invaginasi) dewasa sangat jarang , menurut angka yang pernah dilaporkan adalah 0,08% dari semua kasus pembedahan lewat abdomen dan 3% dari kejadian obstruksi usus , angka lain melaporkan 1% dari semua kasus obstruksi usus, 5% dari semua kasus invaginasi (anak-anak dan dewasa), sedangkan angka-angka yang menggambarkan angka kejadian berdasarkan jenis kelamin dan umur belum pernah dilaporkan, sedangkan segmen usus yang telibat yang pernah dilaporkan Anderson 281 pasien terjadi pada usus halus ( Jejunum, Ileum ) 7 pasien ileocolica, 12 pasien cecocolica dan 36 colocolica dari 336 kasus yang ia laporkan . Desai pada 667 pasien menggambarkan 53% pada duodenum,jejunum atau ileum, 14% lead pointnya pada ileoseccal, 16% kolon dan 5% termasuk appendik veriformis. Hampir 70 % kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun (Bisset et all, 1988) sedangkan Orloff mendapatkan 69% dari 1814 kasus pada bayi dan anak -anak umur kurang dari 1 tahun (Cohn 1976). Chairl Ismail 1988 mendapatkan insiden tertinggi dicapai pada anak anak umur antara 4 sampai dengan 9 bulan. Perbandingan antara laki laki dan wanita adalah 2:1 (Kartono, 1986; Cohn 1976; Chairul Ismail !988). Insidensi tertinggi dari inttususepsiterdapat pada usia dibawah 2 tahun (Ellis 1990). Orloof mendapatkan 69% dari1814 kasus pada anak -anak terjadi pada usia kurang dari 1 tahun (Cohn 1976). Pada bayi dan anak-anak intususepsi merupakan penyebab kira -kira 80-90% dari kasus obstruksi. Pada orang dewasa intususepsi lebih jarang terjadi dan diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 5% dari kasus obstruksi (Ellis, 1990) Patofisiologi Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya akanmenyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum.

Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan.Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mese nterium.Edema dan pembengkakan dapat terjadi.Pembengkakan dapt sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi.Adanya bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen.Ulserasi pada dindidng usus dapat terjadi.Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren.Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps.Pembengkakan ddari intisuseptum umumnya menutup lumen usus.Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi (Tumen 1964). Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun total dan strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal.Usus bagian distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan neurogenik obstruksi paralitik (Meingot s 90 ; Bailey 90). Menurut etiologinya ada 3 keadaan :
y y y

sebab didalam lumen usus sebab pada dinding usus sebab diluar dinding usus (Meingot s 90) Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak tinggi , obstruksi usus halus letak rendah dan obstruksi usus besar. Berdasarkan waktunya dibagi :

y y y

Acuta intestinal obstruksi Cronik intestinal obstruksi Acut super exposed on cronik Sekitar 85 % dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus dan 15 % terjadi di usus besar (Schrock, 82). Aethiologiobstruksi usus halus menurut Schrock 88 adalah :

y y y y y y y y y y y

Adhesion Hernia Neoplasma Intussusception volvulus benda asing batu empedu imflamasi strictura cystic fibrosis hematoma

Etiologi Menurut kepustakaan 90-95% terjadi pada anak dibawah 1 tahun akibat idiopatik.Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dinding ileum terminal berupa hipertrophi jaringan limfoid (plaque payer) akibat infeksi virus (limfadenitis) yang mengkuti suatu gastroenteritis atau infeksi saluran nafas. Keadaan ini menimbulkan pembengkaan bagian intusupseptum, edema intestinal dan obstruksi aliran vena -> obstruksi intestinal -> perdarahan. Penebalan ini merupakan titik permulaan invaginasi. Pada anak dengan umur > 2 tahun disebabkan oleh tumor seperti limpoma, polip, hemangioma dan divertikel Meckeli. Penyebab lain akibat pemberian anti spasmolitik pada diare non spesifik. Pada umur 4-9 bulan terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pola makan dicurigai sebagai penyebab invaginasi Invaginasi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, tidak dijumpai kelinan yang jelas sebagai penyebabnya, sehingga digolongkan sebagai invantile idiophatic intususeption. Sedangkan pada anak-anak umur lebih dari 2 tahun dapat dijumpai kelinan pada usus sebagai penyebabnya, misalnya divertical meckel, hemangioma, polip. Pada orang tua sangat jarang dijumpai kasus invaginasi (Tumen 1964; kume GA et al, 1985; Ellis 1990), seta tidak banyak tulisan yang membahas tentang invaginasi pada orangtua secar rinci. Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat tradisional berupa pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti-diare juga berperan pada timbulnya invaginasi.Infeksi rotavirus yang menyerang saluran pencernaan anak dengan gejala utama berupa diare juga dicurigai sebagai salah satu penyebab invaginasi Keadaan ini merupakan keadaan gawat darurat akut di bagian bedah dan dapat terjadi pada semua umur. Insiden puncaknya pada umur 4 9 bulan, hampir 70% terjadi pada umur dibawah 1 tahun dimana lakilaki lebih sering dari wanita kemungkinan karena peristaltic lebih kuat. Perkembangan invaginasi menjadi suatu iskemik terjadi oleh karena penekanan dan penjepitan pembuluh-pembuluh darah segmen intususeptum usus atau mesenterial.Bagian usus yang paling awal mengalami iskemik adalah mukosa. Ditandai dengan produksi mucus yang berlebih dan bila berlanjut akan terjadi strangulasi dan laserasi mukosa sehingga timbul perdarahan. Campuran antara mucus dan dara h tersebut akan keluar anus sebagai suatu agar-agar jeli darah (red currant jelly stool). Keluarnya darah per anus sering mempersulit diagnosis dengan tingginya insidensi disentri dan amubiasis.Ketiga gejala tersebut disebut sebagai trias invaginasi. Iskemik dan distensi sistem usus akan dirasakan nyeri oleh pasien dan ditemukan pada 75% pasien. Adanya iskemik dan obstruksi akan menyebabkan sekuestrisasi cairan ke lumen usus yang distensi dengan akibat lanjutnya adalah pasien akan mengalami dehidrasi, lebih jauh lagi dapat menimbulkan syok. Mukosa usus yang iskemik merupakan port de entry intravasasi mikroorganisme dari lumen usus yang dapat menyebabkan pasien mengalami infeksi sistemik dan sepsis. Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patol gi pada lumen usus, yaitu suatu o neoplasma baik yang bersifat jinak dan atau ganas, seperti apa yang pernah dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon sebab terbanyak intususepsi pada usus halus adalah neoplasma yang bersifat jinak (diverticle meckel s, polip) 12/25 kasus sedangkan pada kolon adalah bersifat ganas (adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang frequensiny labih

rendah seperti tumor extra lumen seperti lymphoma, diarea , riwayat pembedahan abdomen sebelumnya, inflamasi pada apendiks juga pernah dilaporkan intususepsi terjadi pada penderita AIDS , pernah juga dilaporkan karena trauma tumpul abdomen yang tidak dapat diterangkan kenapa itu terjadi dan idiopatik . Perbedaan dalam etiologi merupakan hal utama yang membedakan ka yang terjadi pada bayi/ sus anak-anak penyebab intususepsi tidak dapat diketahui pada kira -kira 95% kasus.Sebaliknya 80% dari kasus pada dewasa mempunyai suatu penyebab organik, dan 65% dari penyebabnya ini berupa tumor baik benigna maupun maligna. Oleh karenannya banyak kasus pada orang dewasa harus ditangani dengan anggapan terdapat keganasan.Insidensi tumor ganas lebih tinggi pada kasus yang hanya mengenai kolon saja (Cohn 1976). Gambaran Klinis Rasa sakit adalh gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan adanya serangan rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan kemudian menghilang sama sekali, diagnosis hampir dapat ditegakkan. Rasa sakit berhubungan dengan passase dari intususepsi. Diantara satu serangan dnegan serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama sekali bebas dari gejala. Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah, keluarnya darah melalui rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di perut. Beratnya gejala muntah tergantung pada letak usus yang terkena.Semakin tinggi letak obstruksi, semakin berat gejala muntah.Hemathocezia disebabkan oleh kembalinya aliran darahdari usus yang mengalami intususepsi.Terdapatnya sedikit darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang banyakbiasanya tidak ditemukan. Pada kasus-kasus yang dikumpulkan oleh Orloof, rasa sakit ditemukan pada 90%, muntah pada 84%, keluarnya darah perektum pada 80%dan adanya masa abdomen pada 73% kasus (Cohn, 1976). Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam ke dua disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi pada anak-anak. Pada orng dewaasa sering ditemukan perjalanan penyakit yang jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang -ulang dalam usaha menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan pemeriksaan lain (Cohn, 1976). Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan kemungkinan intususepsi.Kegagalan untuk memperkuat diagnosis dengan pemeriksaan radiologis seringkali menyebabkan tidak ditegakkanya diagnosis.Pemeriksaan radiologis sering tidak berhasil mengkonfirmasikan diagnosis karena tidak terdapat intususepsi pada saat dilakukan pemeriksaan.Intussusepsi yang terjadi beberapa saat sebelumnya telah tereduksi spontan.Dengan demikian diagnosis intussusepsi harus dipikirkan pada kasus orang dewasa dengan serangan obstruksi usus yang berulang, meskipun pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan -pemeriksaan laim tidak memberikan hasil yang positif.

Pada kasus intususepsi khronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak jelas dan membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap.Ini terutama terdiri dari serangan kolik yang berulang, yang seringkali disertai muntah, dan kadang-kadang juga diare.Pada banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan lendir melalui rektum, namun kadang -kadang ini juga tidak ditemukan.Gejala-gejala lain yang juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia.Masa abdomen dapat diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan (Tumen, 1964). Diagnosis Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang ditandai dengan flexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri disebabkan oleh iskemi segmen usus yang terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus bila berlanjut akan terjadi strangulasi yang ditandai dengan keluarnya mucus bercampur dengan darah se hingga tampak seperti agaragar jeli darah Terdapatnya darah samar dalam tinja dijumpai pada + 40%, darah makroskopis pada tinja dijumpai pada + 40% dan pemeriksaan Guaiac negatif dan hanya ditemukan mucus pada + 20% kasus. Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan faali saluran pencernaan ataupun oleh karena infeksi.Diare yang disebut sebagai gejala paling awal invaginasi, didapatkan pada 85% kasus.Pasien biasanya mendapatkan intervensi medis maupun tradisional pada waktu tersebut.Intervensi medis berupa pemberian obat-obatan.Hal yang sulit untuk diketahui adalah jenis obat yang diberikan, apakah suatu antidiare (suatu spasmolitik), obat yang sering kali dicurigai sebagai pemicu terjadinya invaginasi.Sehingga keberadaan diare sebagai salah satu gejala invaginasi atau pengobatan terhadap diare sebagai pemicu timbulnya invaginasi sulit ditentukan Muntah reflektif sampai bilus menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi, gejala ini dijumpai pada + 75% pasien invaginasi.Muntah dan nyeri sering diumpai sebagai gejala yang dominan pada j sebagian besar pasien.Muntah reflektif terjadi tanpa penyebab yang jelas, mulai dari makanan dan minuman yang terakhir dimakan sampai muntah bilus.Muntah bilus suatu pertanda ada refluks gaster oleh adanya sumbatan di segmen usus sebelah anal.Muntah dialami seluruh pasien. Gejala lain berupa kembung, suatu gambaran adanya distensi sistem usus oleh suatu sumbatan didapatkan pada 90%. Gejala lain yang dijumpai berupa distensi, pireksia, Dance s Sign dan Sousage Like Sign, terdapat darah samar, lendir dan darah makroskopis pada tinja serta tanda -tanda peritonitis dijumpai bila telah terjadi perforasi. Dance s Sign dan Sousage Like Sign dijumpai pada + 60% kasus, tanda ini patognomonik pada invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang tersering ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intususeptum akan teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai Dance s Sign. Pemeriksaan colok dubur teraba seperti portio uteri, feces bercampur lendir dan darah pada sarung tangan merupakan suatu tanda yang patognomonik. Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di kwadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney signpada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun ter apetik.

TRIAS INVAGINASI :
y y y

Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping pain), bila lanjut sakitnya kontinyu Muntah warna hijau (cairan lambung) Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) currantjelly stool Obstruksi usus ada 2 : Mekanis kaliber usus tertutup Fungsional kaliber usus terbuka akibatperistaltik hilang Pemeriksaan Fisik : Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter. Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan Nyeri tekan (+) Dancen sign (+) Sensai kekosongan padakuadran kanan bawah karena masuknya sekum pada kolon ascenden RT : pseudoportio(+), lender darah (+) Sensasi seperti portio vagina akibat invaginasi usus yang lama Radiologis: Fotoabdomen 3 posisi Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika circularis usus) DAH Colon In loop berfungsi sebagai :

y y

y y y y y

y y

Diagnosis : cupping sign, letak invaginasi Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2 obstruksi dan kejadian < 24 jam Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar bersama feses dan udara Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit, meskipun pada umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa dapat memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja tidaklah cukup sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiologi (barium enema, ultra sonography dan computed tomography), meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat melakukan pembedahan. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisik.Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon, barium enema mungkin dapat memberi konfirmasi diagnosis. Mungkin akan didapatkan obstruksi aliran barium pada apex dari intususepsi dan suatu cupshaped appearance pada barium di tempat ini. Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi mungkin akan tereduksi. Jika barium dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh suatu coil spring appearance yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika salah satu atau semua tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada tempat obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan (Cohn 1976).

Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus intususepsi mempunyai riwayat perjalanan penyakit yang khronis, bahkan kadang-kadnag mencapai waktu bertahun tahun.Keadaan ini lebih sering ditemukan padaorng dewasa daripada anak-anak (Tumen 1964).Biasanya ditemukan suatu kelainanlokal pada usus namun Goodal (cit Tumen, 1964) telah mengumpulkan dari literatur 122 kasus intususepssi khroni primeir pada orang dewasa.Beberapa penulis tidak menyetujui konsep bahwa intususepsi tersebut berlangsung terus menerus dalam waktu demikian lama.Stallman (cit Tumen 1964) mempertanyakan tepatnya penggunaan istilah intususepsi khronis.Goldman dan Elman (cit Tumen 1964) mengemukakan keyakinannya bahwa penderita tidak mungkin dapat bertahan hidup dengan intususepsi yang berlangsung lebih dari 1 minggu.Para penulis ini berpendapat, hal yang paling mungkin telah terjadi pada kasus seperti ini adalah adanya reduksi spontan dan rekurensi yang terjadi berganti-ganti. Adanya mesenterium yang panjang, yang memungkinkan invaginasi terjadi tanpa gangguan sirkulasi,kemungkinan dapat menyebabkan terpeliharanya integritas striktural usus. Serangan ini dapat berulang dalam waktu yang lama dengan status kesehatan penderita yang relatif baik, sampai akhirnya terdapat suatu serangan yang demikian beratnya sehingga tidak dapat tereduksi spontan, dan tindakan bedah menjadi diperlukan. Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya dengan penyakit lainnya yaitu melalui :
y y

Anamnesis , pemeriksaan fisik ( gejala umum, khusus dan status lokalis seperti diatas). Pemeriksaan penunjang ( Ultra sonography, Barium Enema dan Computed Tomography)

Penatalaksanaan Dasar pengobatan adalah :


y y y y

Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selangnasogastrik. Antibiotika. Laparotomi eksplorasi. Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan memberikan prognosa yang lebih baik. Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan :

Reduksi hidrostatik Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976. Reduksi manual (milking) dan reseksi usus Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lan yang ditandai dengan distensi abdomen, jut feces berdarah, gangguan sistema usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi.Laparotomi dengan incisi transversal interspina

merupakan standar yang diterapkan di RS. Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan milking harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada ketrampilan dan pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose end to end apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi. Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan.Diagnosis pada saat pembedahan tidak sulit dibuat.Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat besar kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli bedah dianjurkan untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan usaha reduksi.Pada intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hati-hati.Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990).Pada kasus-kasus yang idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi (Aston dan Machleder, 1975 cit Ellis, 1990).Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada keragu-raguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan. 1. Pre-operatif Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit 2. Durante Operatif Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi, karena kausa terbanya intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan neoplasma maka tindakan yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose segmen usus yang te rlibat dengan memastikan lead pointnya, baik itu neoplasma yang bersifat jinak maupun yang ganas. Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko: 1. Ruptur dinding usus selama manipulasi 2. Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi 3.Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi 4. Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas 5. Pembengkakan segmen usus yang terlibat Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi tepi segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side. Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya tidak ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada kasus retrograd intusus epsi pasca gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan, keadaan lainya seperti intususepsi pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien intususepsi tanpa riwayat pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi anastosmose . 3. Pasca Operasi
y

Hindari Dehidrasi

y y y

Pertahankan stabilitas elektrolit Pengawasan akan inflamasi dan infeksi Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas usus Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai penyebabnya adalh besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi langsung dilakukan reseksi. Sedangkan bila invaginasinya pada usus halus reduksi boleh dicoba dengan hati-hati , tetapi bila terlihat ada tanda necrosis, perforasi, oedema, reduksi tidak boleh dilakukan, maka langsung direseksi saja (Elles , 90). Apabila akan melakukan reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya dipertimbangkan juga sisa usus halus yang ditinggalkan, ini untuk menghindari / memperkecil timbulnya short bowel syndrom. Gejala short bowel syndrom menurut Schrock, 1989 adalah:

y y y y

adanya reseksi usus yang etensif diarhea steatorhe malnutrisi Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan menimbulkan gangguan nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Jika usus halus yang tersisa 2 meter atau kurang fungsi dan kehidupan sangat terganggu. Dan jika tinggal 1 meter maka dengan nutrisi prenteralpun tidak akan adequat. (Schrock, 1989).

You might also like