You are on page 1of 25

LAPORAN KASUS

DIABETES MELLITUS dan KOMPLIKASI

Pembimbing Dr.Amrita, Sp.PD

Disusun oleh Albert Novian 406100008

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA 2011

LEMBAR PENGESAHAN Laporan Kasus DIABETES MELLITUS dan KOMPLIKASI

Telah didiskusikan tanggal:

Pembimbing

(dr. Amrita, Sp.PD)

Pelapor

KPS Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kudus

Albert Novian (406100008)

dr. Amrita, Sp. PD

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kudus

DATA SOSIAL Nama Umur Jenis Kelamin Agama Status Pendidikan Alamat Dikirim oleh Nomor CM Dirawat di Ruang Masuk bangsal Keluar bangsal

: Ny. S : 40 thn : Perempuan : Islam : Menikah : Tamat SLTA : Sidomulyo 1/1 Jekulo Kudus : Suami : 613842 : Bougenvil 2 : 06 Juni 2011 : 16 Juni 2011

DATA DASAR A. ANAMNESIS : Autoanamnesis dengan penderita tanggal 13 Juni 2011 Keluhan Utama : Nyeri telapak kaki kiri Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri telapak kaki kiri bekas luka tertusuk paku dengan 4cm. Disertai pusing, nyeri perut, muntah-muntah, badan lemas, dan kaki kesemutan. Pasien mengaku pernah kehilangan penglihatan secara tiba-tiba dan sampai sekarang penglihatannya seperti melihat bayang-bayang hitam. Pasien juga mengaku sering merasa haus, lapar, dan sering kencing. Dalam keluarganya ada yang memiliki riwayat kencing manis. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat tekanan darah tinggi diakui Riwayat kencing manis diakui Riwayat asma disangkal Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat kencing manis dalam keluarga diakui Riwayat Sosial Ekonomi Penderita dibiayai oleh Jamkesda Kesan Ekonomi : cukup

B. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : Baik TB : 166 BB : 70kg BMI : 27, 34 kg/cm2 Kesan : Obese tipe 1 Kesadaran : kompos mentis Tekanan darah : 160/90 mmHg Denyut nadi : 135/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup Laju pernapasan : 20/ menit Suhu : 39,4C (aksila) SPO2 : 95 % GDS : 314 Kulit : Pucat (-), ikterik (-), cyanosis (-), turgor baik Kepala : Mesocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, turgor kulit dahi cukup Mata : Pupil isokor, diameter pupil 3mm, konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-) Hidung : Rhinorrhea (-), Epistaksis (-) Telinga : Nyeri tekan tragus (-), Keluar cairan (-), keluar darah (-) Mulut : Sulkus nasolabialis simetris, lidah normal , tremor (-), deviasi lidah (-), faring hiperemis (-), Tonsil T1=T1. Leher : Pembesaran nnll. colli (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),trakea ditengah, JVP R-2 cmH2O Jantung Inspeksi : Tak tampak pulsasi ic Palpasi : Tak teraba pulsasi ic Perkusi : Batas kanan atas ICS II LPSD, batas kanan bawah ICS VI LPSD, batas kiri atas ICS II LPSS, batas kiri bawah sesuai iktus Auskultasi : BJ I-II reguler, isi dan tegangan cukup, murmur (-), gallop (-), HR 112x/menit Paru depan Inspeksi Kanan Pergerakan statis, dinamis sama dengan kiri Retraksi interkostal (-) nyeri tekan (-) stem fremitus normal, sama kuat dengan kiri Sonor, sama kuat dengan kiri suara dasar vesikuler sama dengan kiri Wheezing (-), Ronchi (-) Kiri Pergerakan statis, dinamis sama dengan kanan Retraksi interkostal (-) nyeri tekan (-) stem fremitus normal, sama kuat dengan kanan Sonor, sama kuat dengan kanan suara dasar vesikuler sama dengan kanan Wheezing (-), Ronchi (-) Kiri Pergerakan statis, dinamis sama dengan kanan Retraksi interkostal (-)

Palpasi

Perkusi Auskultasi

Paru belakang Inpeksi Kanan Pergerakan statis, dinamis sama dengan kiri Retraksi interkostal (-)

Palpasi

Perkusi Auskultasi

nyeri tekan (-) stem fremitus normal, sama kuat dengan kiri Sonor, sama kuat dengan kiri suara dasar vesikuler sama dengan kiri Wheezing (-), Ronchi (-)

nyeri tekan (-) stem fremitus normal, sama kuat dengan kanan Sonor, sama kuat dengan kanan suara dasar vesikuler sama dengan kanan Wheezing (-), Ronchi (-)

Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi

: : : :

Cembung bising usus (+) normal timpani, pekak alih (-) Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di epigastrium Superior -/-/-/-/+/+ 5/5 N/N -/N/N Inferior -/-/-/-/+/+ 5/5 N/N -/N/N

Ekstremitas Ptekhie Sianosis Oedem Pembesaran nnll aksila Pembesaran nnll inguinal Gerakan Kekuatan Refleks fisiologis Refleks patologis Tonus

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG HEMATOLOGI tgl 6 Juni 2011 Jumlah WBC 32100/mm3 RBC 3510000/ mm3 HGB 9,7g/dL HCT 27.0 % PLT 506000/ mm3 PCT .330% MCV 81 m3 MCH 28.4 pg MCHC 35.2 g/dL RDW 14 % MPV 8.7 m3 LYM 1900/ mm3 MON 500/ mm3 GRA 20.3 H.103/ mm3

KIMIA DARAH tgl 6 Juni 2011 Ureum 75,6 mg/dL Creatinin 1,8 mg/dL S.G.O.T 142 U/I S.G.P.T 69 U/I Uric Acid 8,7 mg/dL Albumin 2,7 mg/dL

HEMATOLOGI tgl 10 Juni 2011 Jumlah WBC 26500/mm3 RBC 3270000/ mm3 HGB 8,9g/dL HCT 25,0% PLT 464000/ mm3 PCT .505% MCV 83 m3 MCH 28.1 pg MCHC 34 g/dL RDW 15 % MPV 7.9 m3 LYM 1900/ mm3 MON 800/ mm3 GRA 20.6 H.103/ mm3

KIMIA DARAH tgl 10 Juni 2011 Gula darah puasa 421 Gula darah 2 jam pp 390 KIMIA DARAH tgl 11 Juni 2011 Gula darah Sewaktu (Pagi) 307 KIMIA DARAH tgl 11 Juni 2011 Gula darah Sewaktu (Siang) 214 KIMIA DARAH tgl 12 Juni 2011 Gula darah Sewaktu (Siang) 294 KIMIA DARAH tgl 12 Juni 2011 Gula darah Sewaktu (Sore) 376 KIMIA DARAH tgl 13 Juni 2011 Gula darah puasa 262 Gula darah 2 jam pp 309

URINE RUTIN tgl 14 Juni 2011 Urine Warna Kuning muda Kekeruhan keruh PH (4,6-8) 5 BD (1,001-1,030) 1,010 Sedimen Leukosit 2-3 Eritrosit Epitel + Silinder Bakteri Kristal Yeast +

DAFTAR MASALAH Obs febris DM tipe II Hipertensi Insufisiensi renal

PROBLEM Gagal jantung

INITIAL ASSESMENT y Fungsional: Decompens atio cordis kiri NYHA II Menilai fungsi tyroid

PLAN DIAGNOSTIK y EKG y Elektrolit y CKMB

PLAN THERAPY Dexamethason 1x1mg/hari Cefotaxim 2x1mg/hari PTU 3x100mg/hari Propanolol 3x10 mg/hari Aspilet 1x1 mg/hari

PLAN MONITORING y Vital sign y Keluhan subjektif y EKG y CKMB y y y y FT4 TSHs Vital sign Keluhan subjektif

PLAN EDUCATION Beritahu pasien dan keluarganya tentang penyakit dan therapinya Beritahu pasien dan keluarganya tentang penyakit dan therapinya

Klinis Hipertiroid

y y

FT4 TSHs

Hipertensi Grade II

mencari komplikasi : -Retinopati hipertensi -CKD

-Retinopati

Lisinopril -0-0

hipertensi konsul Sp.M - CKD : Cek Lab. Ureum, kreatinin

y y

Vital sign Keluhan subjektif

-Beritahu pasien dan keluarganya tentang penyakit dan therapinya -makan rendah garam

PEMECAHAN MASALAH 1. Problem : Assessment DD :

Plan Diagnostik Plan Terapi

: :

Plan Monitoring Plan Edukasi

: :

Obs. Febris 1. Thypoid 2. Malaria 3. DFH Widal, Malaria, Lab d/r, rumple lead Infus NaCl 20tpm Inj Ciprofloxacin 2x1 flash Inj Pamol 3x1 amp Inj Ranitidin 2x1 amp TTV Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan

2. Problem Assessment DD Plan Diagnostik Plan Terapi Plan Monitoring Plan Edukasi

: : : : : :

DM DM tipe I DM tipe II GDS, GD puasa, GD 2 jam pp , sensibilitas tes Humulin R 8U-8U-8U Vital sign, GD puasa, GD 2 jam pp Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan Olah raga secara teratur, pengaturan makan/diet

3. Problem Plan Diagnostik Plan Terapi

: : :

Dislipidemia Kimia darah Gemfibrosil 2x300 mg jam a.c Simvastatin 3x5mg a.c

Plan Monitoring Plan Edukasi

: :

Kimia darah rutin, efek samping obat Diet rendah kalori, diet rendah lemak + olah raga secara teratur, peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.

4. Problem Assesment DD Plan Diagnostik Plan Terapi Plan Monitoring Plan Edukasi

: : : : : :

Insufisiensi renal GGA, CKD Ureum, creatinin, urin rutin Kendali gula darah, kendali tekanan darah, kendali lemak Ureum, creatinin, urin rutin Edukasi diet. Diet rendah protein. Mengganti daging merah dengan daging ayam.

PROGRESS NOTE Tanggal 13 Juni 2011 Subyektif: Nyeri di kaki, nyeri perut, sering muntah, bab (-) 5 hari, bak (+) Obyektif: Tensi 160/100mmHg Nadi 88/menit RR 26x/menit Suhu 36,2C Paru2 : Inspeksi : Pergerakan simetris ka - ki Palpasi : Stem fremitus simetris ka - ki Perkusi : Sonor ka - ki Auskultasi : Suara dasar vesikuler Wheezing (-), Ronchi (-) Jantung: Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis Perkusi : Batas atas ICS II LPSS, Batas kanan ICS IV LPSD, Batas kiri ICS VI LMCS, Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen : Nyeri tekan epigastrium (+) Assessment: Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi Planning: Terapi : Infus NaCl 12tpm

Pamol 3x1 amp Ciprofloxacin 2x1 flash Gemfibrosil 300 mg 0-0-1 Simvastatin 10 mg 0-0-1 Ranitidin 2x1 amp Humulin R 8U-8U-8U Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah. Edukasi: Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur, peningkatan konsumsi sayur buah dan serat. Tanggal 25 Maret 2011 Subyektif: Badan lemes, badan panas, bab(+), bak(+) Obyektif: Tensi 120/80mmHg Nadi 84/menit RR 24x/menit Suhu 37,8C Paru2 Jantung : : dbn Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis Perkusi : Batas atas ICS II LPSS, Batas kanan ICS IV LPSD, Batas kiri ICS VI LMCS, Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) dbn

Abdomen : Assessment: Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi Planning: Terapi : Infus NaCl 12tpm Pamol 3x1 amp Ciprofloxacin 2x1 flash Gemfibrosil 300 mg 0-0-1 Simvastatin 10 mg 0-0-1 Ranitidin 2x1 amp Humulin R 8U-8U-8U Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah

Edukasi: Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur, peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.

Tanggal 26 Maret 2011 Subyektif: Badan lemes, badan panas, bab(+), bak(+) Obyektif: Tensi 120/70mmHg Nadi 81/menit RR 24x/menit Suhu 37,8C Paru2 : dbn Jantung : Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis Perkusi : Batas atas ICS II LPSS, Batas kanan ICS IV LPSD, Batas kiri ICS VI LMCS, Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen : dbn Assessment: Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi Planning: Terapi : Infus NaCl 12tpm Pamol 3x1 amp Ciprofloxacin 2x1 flash Gemfibrosil 300 mg 0-0-1 Simvastatin 10 mg 0-0-1 Ranitidin 2x1 amp Humulin R 8U-8U-8U Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah Edukasi: Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur, peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.

Tanggal 28 Maret 2011 Subyektif: Panas menurun, badan masih lemas, kaki kesemutan, bab (+), bak(+) Obyektif: Tensi 120/800mmHg Nadi 76/menit RR 24x/menit Suhu 37,5C Paru2 :

dbn

Jantung

: Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis Perkusi : Batas atas ICS II LPSS, Batas kanan ICS IV LPSD, Batas kiri ICS VI LMCS, Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) dbn

Abdomen : Assessment: Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi Planning: Terapi : Infus NaCl 12tpm Pamol 3x1 amp Ciprofloxacin 2x1 flash Gemfibrosil 300 mg 0-0-1 Simvastatin 10 mg 0-0-1 Ranitidin 2x1 amp Humulin R 8U-8U-8U Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah

Edukasi: Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur, peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.

Tanggal 29 Maret 2011 Subyektif: Panas menurun, badan lemes, kaki sering kesemutan, bab (+), bak (+) Obyektif: Tensi 130/90mmHg Nadi 80/menit RR 26x/menit Suhu 37,5C

Paru paru Jantung

: :

dbn Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis Perkusi : Batas atas ICS II LPSS, Batas kanan ICS IV LPSD, Batas kiri ICS VI LMCS, Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) dbn

Abdomen Assessment:

Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi Planning: Terapi : Infus NaCl 12tpm Ciprofloxacin 2x1 flash Gemfibrosil 300 mg 0-0-1 Simvastatin 10 mg 0-0-1 Ranitidin 2x1 amp Humulin R 8U-8U-8U Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah Edukasi: Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur, peningkatan konsumsi sayur buah dan serat Tanggal 30 Maret 2011 Subyektif: Panas menurun, masih lemas, bab (+), bak (+) Obyektif: Tensi 110/70mmHg Nadi 80/menit RR 24x/menit Suhu 36,8C Paru paru : dbn Jantung : Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis Perkusi : Batas atas ICS II LPSS, Batas kanan ICS IV LPSD, Batas kiri ICS VI LMCS, Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen : dbn Assessment: Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi

Planning: Terapi

: Infus NaCl 12tpm Gemfibrosil 300 mg 0-0-1 Simvastatin 10 mg 0-0-1 Ranitidin 2x1 amp Humulin R 8U-8U-8U : TTV, Lab darah rutin, kimia darah

Monitoring Edukasi:

Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur, peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.

DIABETES MELITUS
Definisi
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh

secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan ( gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa ) dapat tetap beresiko mengalami komplikasi metabolik diabetes.

Etiologi
Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozygot hampir 100%. Resiko berkembangnya diabetes tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi genetik adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa mu (MODY), yaitu subtipe penyakit da diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carrier) diabetes tipe 2. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan seringkali dikaitan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.

Patofisiologi
Patofisiologi DM tipe 1 Insulin pada DM tipe 1 tidak ada karena pada jenis ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta insulitis. Ini menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel beta yang

disebut ICA ( Islet Cell Antibody ). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitis bisa disebabkan macam -macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Yang diserang pada insulitis itu hanya sel beta, biasanya sel alfa dan delta tetap utuh. Pada studi populasi ditemukan adanya hubungan antara DM tipe 1 dengan HLA DR3 dan DR4. Patofisiologi DM tipe 2 Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa didalam pembuluh darah meningkat. Pada DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin. Pada DM tipe 2 faktor-faktor dibawah ini banyak berperan :
y y y y

Obesitas terutama yang bersifat sentral ( bentuk apel ) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat Kurang gerak badan Faktor keturunan (herediter) Pada DM tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal. Jumlah

sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin.Baik pada DM tipe 1 atau 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urin. Klasifikasi DM I. Diabetes Melitus Tipe 1 ( destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut ) A. Melalui proses imunologik B. Idiopatik II. Diabetes Melitus Tipe 2 ( bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin) III. Diabetes Melitus Tipe Lain

A. Defek genetik fungsi sel beta :

kromosom 12, HNF-1alfa (MODY 3), kromosom 7, glukokinase (MODY 2), kromosom 20, HNF-4alfa

(MODY 1), DNA mitokondria B. Defek genetik kerja insulin C. Penyakit Eksokrin Pankreas : Pankreatitis,Trauma/pankreatektomi, Neoplasma,Cystic fibrosis, Hemokromatosis,Pankreatopati fibro kalkulus D. Endokrinopati : Akromegali, Sindroma Cushing, Feokromositoma, Hipertiroidisme E. Karena Obat/Zat kimia : Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, tiazid, dilantin, interferon alfa F. Infeksi : rubella kongenital dan CMV G. Imunologi : antibodi anti reseptor insulin H. Sindrom genetik lain : Sindrom Down, Klinefelter, Turner, Huntington Chorea, Sindrom Prader Wili IV. Diabetes Melitus Gestational (Kehamilan)

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik

defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikeminya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk. Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya, pasien dengan DM tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada

hiperglikemia yang lebih berat, pasien mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara a bsolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak berespon terhadap terapi diet, atau terhadap obatobatan hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi tetap tidak memadai untuk memeprtahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen. Perbedaan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2 DM Tipe 1 Nama lama Umur Keadaan klinik saat diagnosa Kadar insulin DM Juvenil < 40 tahun Berat Tidak ada insulin DM Tipe 2 DM dewasa > 40 tahun Ringan Insulin cukup/tinggi Berat badan Pengobatan kurus Insulin, diet, olahraga normal/gemuk Diet, olahraga, tablet, insulin Faktor resiko DM 1. Usia > 45 tahun 2. Berat badan lebih : BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2 3. Hipertensi ( >140/90 mmHg ) 4. Riwayat DM dalam garis keturunan 5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram 6. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 250 mg/dl Keluhan khas DM 1. Poliuria 2. Polidipsia

3. Polifagia 4. Berat badan turun drastis tanpa sebab yang jelas Keluhan tidak khas DM 1. Sering kesemutan 2. Keputihan 3. Gatal didaerah genital 4. Infeksi yang sulit sembuh 5. Bisul yang hilang timbul 6. Penglihatan kabur 7. Cepat lelah

Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilaboratorium klinik yang terpecaya. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) Bukan DM Kadar GDS Plasma vena Darah kapiler Kadar GDP Plasma vena Darah kapiler <110 <90 <110 <90 Belum Pasti DM 110-199 90-199 110-125 90-199 DM 200 200 126 110

Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain

yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glu kosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200 mg/dl. Cara Pelaksanaan TTGO :
y

3 hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup), kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan.

Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih diperbolehkan.

y y

Diperiksa kadar glukosa darah puasa. Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak) dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.

y y

Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa. Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) :

TTGO

GD 2 Jam pasca pembedahan

200

140-199

< 140

DM

TGT

Normal

Penatalaksanaan Terapi Gizi


Penilaian Kebutuhan Kalori untuk penderita DM 1. Angka Metabolisme Basal / AMB (kebutuhan sedang istirahat) 2. Aktivitas fisik 3. Pengaruh dinamika khusus makanan / SDA, Specific Dynamic Action ( dapat diabaikan). Rumus untuk menghitung kebutuhan energi basal / AMB Laki-laki Wanita : 66.5 + 13,7 BB + 5,0 TB - 6,8 U : 65.5 + 9,6 BB + 1,8 TB - 4,7 U

( BB = Berat Badan dalam Kg ; TB = Tinggi Badan dalam cm ; U = Umur ) Bila kegemukan / terlalu kurus dikurangi atau ditambah sekitar 20 -30% tergantung pada tingkat kegemukan dan kekurusannya. BB ideal ( kg ) [(90% x (TB dalam cm -100) x 1 kg]

Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm rumus modifikasi menjadi : (TB dalam cm 100) x 1 kg BB Normal Kurus Gemuk : BB ideal 10% : < BBI 10% : > BBI + 10%

Indeks massa tubuh dapat juga dihitung dengan rumus IMT : BB (Kg)/TB(m) BB kurang BB normal BB lebih < 18,5 18.5-22.9 > 23.0 23.0-24.9 25.0-29.9 >30

Dengan resiko Obes I Obes II

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain : Jenis kelamin Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria, kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB. Umur Untuk pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurang 5% untuk dekadeantar 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan kurangi 20%, diatas 70 tahun.

Aktivitas fisik dan pekerjaan Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik, dan penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, 50% dengan aktivitas sangat berat.

Berat Badan
o o

Bila kegemikan dikurangi sekitar 20-30% bergantung pada tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah sekutar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.

o Untuk tujuan penurunan BB jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 -1200 kkal /hari untuk wanita dan 1200-1600 kkal untuk pria.

Penatalaksanaan
Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik, dan penyuluhan 1.Perencanaan makan (meal planning) PERKENI menganjurkan santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60% -70%). Protein (10%-15%) dan Lemak (20%-25%). 2. Latihan Jasmani Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 x tiap minggu selama 0,5 jam. 3.Obat berkhasiat hipoglikemik

a. Obat Hipoglikemi Oral (OHO) Nama Generik Dosis Maksimal Dosis Awal Lama Kerja (jam ) Frekuensi

Sulfonilurea Klorpropamid Glibenklamid Glipisid Giklasid Glikuidon 500 15-20 20 240 120 50 2,5 5 80 30 6-12 12-24 10-16 10-20 10-20 1 1-2 1-2 1-2 2-3

Glipisid GITS Glimepirid Biguanid Metformin Inhibitor glukosidase Acarbose

20 6

5 1

1 1

2500

500

1-3

300

50

1-3

Tabel 1. Obat Hipoglikemik oral yang tersedia di Indonesia.

b. Insulin Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah :


 DM dengan berat badan yang menurun cepat/kurus.  Ketoasidosis, asidosis laktat, koma hiperosmolar  DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat dan lain-lain.)  DM dengan kehamilan ?Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makanan  DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemi oral dosis maksimal atau ada

kontraindikasi dengan obat tersebut. Jenis Kerja Kerja Pendek Preparat Actrapid human 40/Humulin Actrapid Human 100 Kerja Sedang Monotard Human 100 Insulatard NPH Kerja Panjang PZI (Tidak dianjurkan karena risiko hipoglikemi)

Campuran kerja pendek dan sedang/panjang

Mixtard

Tabel 2 Preparat Insulin yang tersedia.

You might also like