Professional Documents
Culture Documents
Wisata Merapi menjadi daya tarik tersendiri yang kini secara serius digarap pemerintah setempat demi menjaring wisatawan.
Pemasangan Iklan & Customer Service: 021 5821303 No Bebas Pulsa: 08001990990 e-mail: cs@mediaindonesia.com Rp2.900/eks (di luar P. Jawa Rp3.100/eks) Rp67.000/bulan (di luar P.Jawa + ongkos kirim)
Hlm 21-24
ANTARA/ANDIKA WAHYU
EDITORIAL
RUMGAPRES
SAMPAIKAN PERNYATAAN: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Menlu Marty Natalegawa (kiri), Menakertrans Muhaimin Iskandar, serta Menkum dan HAM Patrialis
Akbar (kanan) menyampaikan pernyataan terkait dengan kematian Ruyati binti Satibi, TKI yang dipancung di Arab Saudi, di Kantor Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
SBY yang selalu dituding mementingkan politik citra justru sangat lemah dalam pengelolaan public relations.
Pemerintah Defensif
Butuh lima hari bagi Presiden untuk merespons kasus Ruyati. Itu berbeda dengan respons cepat atas isu-isu di seputar dirinya.
ARYO BHAWONO
KHIR NYA Presiden Susilo Bambang Yudho yono memberikan pernyataan soal kematian Ruyati binti Satibi, tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dipancung di Arab Saudi pada 18 Juni lalu. Butuh waktu lima hari bagi Presiden untuk merespons kasus Ruyati. Itu berbeda dengan respons SBY saat menanggapi isu-isu di seputar dirinya, seperti kasus SMS gelap, yang hanya butuh waktu kurang dari tiga hari. Alih-alih meminta maaf kepada keluarga Ruyati karena pemerintah lalai, dalam konferensi pers yang digelar di Istana Negara itu Presiden justru memprotes keras tindakan pemerintah Arab Saudi yang tidak memberi tahu jadwal eksekusi Ruyati. Pemerintah baru mengetahui eksekusi sehari sesudah pemancungan. Hal itu menabrak norma dan tata krama yang berlaku di internasional, kata SBY. Presiden mengungkapkan telah mengirimkan surat protes kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz. Namun, Presiden juga mengucapkan terima kasih atas bantuan pembebasan beberapa TKI. Dalam konferensi pers itu, Presiden membuka penjelasan lalu dilanjutkan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, dan ditutup lagi oleh Presiden. Ketiga menteri juga menyampaikan sejumlah tangkisan kelambanan melindungi TKI. Dalam pidatonya, Presiden memutuskan menerapkan moratorium (penghentian sementara) penempatan TKI ke Arab Saudi mulai 1 Agustus 2011. Hingga waktu penerapan moratorium,
pemerintah mengawasi dan memperketat pengiriman TKI. Pemerintah juga membentuk satuan tugas untuk membantu 23 TKI yang kini menunggu hukuman pancung di Arab Saudi. Menangkis Di sisi lain, Menlu Marty Natalegawa menangkis anggapan masyarakat bahwa Filipina lebih bagus dalam menangani tenaga kerja mereka. Hukuman mati bagi enam warga Filipina pada 2001-2008 juga gagal diintervensi kepala negara mereka. Menakertrans Muhaimin Iskandar menangkis tudingan tidak bekerja maksimal dengan menyebut, Selama 40 tahun memberangkatkan TKI, baru kali ini Arab Saudi mau duduk bersama dan menandatangani nota awal MoU pada Mei lalu. Menkum dan HAM Patrialis Akbar menjelaskan pengampunan negara (Arab Saudi) hanya bisa diberikan bila ada pengampunan keluarga. Dalam kasus Ruyati, itu tak didapatkan. Berbagai kalangan kecewa dengan pidato Presiden dan tiga menteri itu. Tidak ada langkah konkret negara. Apa yang disampaikan lebih banyak pembenaran, kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin. Negara tidak hadir secara berwibawa dalam diplomasi. Tanpa itu, satgas tidak akan efektif, anggota MPR Hidayat Nur Wahid menandaskan. Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menilai tidak penting membentuk satgas. Copot saja pejabat-pejabat yang tidak bekerja dengan baik. Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning menyebut pemerintah cuma cari pembenaran diri. (Wta/NY/*/X-7) bhawono@mediaindonesia.com Berita tekait hlm 2 dan 8
MI/ANGGA YUNIAR
NASIB BAYI TKI: Bayi-bayi yang dititipkan para TKI bermain bersama
pengasuh mereka di Rumah Peduli Anak Tenaga Kerja Indonesia (RPA TKI) di Tangerang, Banten, kemarin. ALANG nian nasib anak-anak itu. Mereka, sembilan anak berwajah kearab-araban berusia dua bulan hingga 1,5 tahun, dirawat di sebuah rumah yang beralamat di Jalan Jurumudi, Perumahan Alam Raya, Blok A-75, Kelurahan Belendung, Kecamatan Benda, Kota Tangerang, Banten. Mereka anak-anak titipan para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di negaranegara Timur Tengah. Anakanak itu lahir dari TKI yang menjadi korban pemerkosaan para majikan di Arab Saudi. Karena malu membawa darah daging hasil hubungan tidak dikehendaki, para TKI yang berasal dari daerah Jawa Barat, Jakarta, dan Sulawesi Tengah itu menitipkan bayi-bayi mereka ke rumah tersebut, Rumah Peduli Anak Tenaga Kerja Indonesia (RPA TKI). Bayi-bayi itu dititipkan kepada kami selama enam bulan. Setelah itu, biasanya diambil kembali oleh orang tuanya untuk dibawa pulang, kata Ketua RPA TKI, Yudi Ramdhani, 30, kepada Media Indonesia, Rabu (22/6). Sehari-hari mereka dirawat oleh empat pengasuh yang memiliki tugas masing-masing. Ada yang memandikan dan ada pula yang menjaga
balita itu bermain perosotan, bola, dan boneka. Setiap hari suasana rumah berlantai dua itu tak pernah sepi dari tangis dan celoteh balita yang lahir tidak dikehendaki tersebut. Entah bagaimana nasib mereka kelak. Yudi menuturkan, adopsi memang menjadi sebuah pilihan yang dapat ikut menentukan masa depan anak-anak itu. Namun, RPA TKI lebih mengutamakan bayi-bayi itu kembali kepada orang tua mereka.
Kirimkan tanggapan Anda atas berita ini melalui e-mail: interupsi
@mediaindonesia.com atau mediaindonesia.com
PAUSE
Kalau selama enam bulan tidak diambil, kami beri kesempatan enam bulan lagi. Pokoknya, kami tetap berusaha semaksimal mungkin agar bayi itu kembali kepada orang tua mereka. Sebisa mungkin tidak diadopsi orang lain, tutur Yudi. Tragedi Ruyati, TKI asal Bekasi yang dipancung di Arab Saudi pekan lalu, menjadi bukti betapa getirnya kehidupan buruh migran. Ada lebih banyak lagi nasib pahit TKI yang tak terungkap. Salah satu jejaknya mereka tinggalkan di RPA TKI. (SM/X-9)