You are on page 1of 1

EKSOTISME YOGYA PASCABENCANA

Wisata Merapi menjadi daya tarik tersendiri yang kini secara serius digarap pemerintah setempat demi menjaring wisatawan.

KOTA TEMPO DOELOE


Pemerintah mesti menentukan central business district yang tepat karena selama ini pusat Kota Jakarta tersebar sehingga menambahkan keruwetan.
Fokus Megapolitan, Hlm 32-33
MI/PANCA SYURKANI

Pemasangan Iklan & Customer Service: 021 5821303 No Bebas Pulsa: 08001990990 e-mail: cs@mediaindonesia.com Rp2.900/eks (di luar P. Jawa Rp3.100/eks) Rp67.000/bulan (di luar P.Jawa + ongkos kirim)

Hlm 21-24
ANTARA/ANDIKA WAHYU

J U M AT, 2 4 J U N I 2 011 | N O .110 6 5 | TA H U N X L I I | 3 6 H A L A M A N

EDITORIAL

Inpres Moratorium Miskin Apresiasi


PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan instruksi presiden soal perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI). Inpres yang dibacakan di Istana Negara, kemarin, itu berisi antara lain moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi mulai 1 Agustus; pembentukan konsulat hukum dan HAM di setiap kedutaan negara tujuan; dan membentuk satuan tugas pembela TKI yang terancam hukuman mati. Itu berarti sejak 2006, telah tiga kali SBY mengeluarkan inpres yang isinya mirip-mirip tentang perkara yang sama. Dua inpres yang lain ialah Inpres 3/2006 tentang Penempatan dan Perlindungan serta Inpres 3/2010 tentang Pembentukan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI). Namun, inpres yang dikeluarkan enam hari setelah pemancungan Ruyati binti Satibi, TKI asal Bekasi, oleh aparat hukum Arab Saudi itu miskin apresiasi publik. Publik yang kecewa karena pemerintah tidak mengetahui pemancungan Ruyati tetap menganggap pemerintah gagal melindungi warga negara. Kekecewaan dipicu penjelasan tiga menteri, Menakertrans Muhaimin Iskandar, Menlu Marty Natalegawa, dan Menkum dan HAM Patrialis Akbar, yang sangat defensif. Sebaliknya, SBY bertindak sebagai moSilakan tanggapi Editorial ini melalui: derator. mediaindonesia.com Publik tidak membutuhkan berapa jumlah warga Filipina yang dipancung dan berapa warga Indonesia yang bernasib sama. Publik tidak memerlukan berapa kali menteri berkunjung ke Arab Saudi dan bertemu siapa di sana. Yang amat mengecewakan ialah fakta bahwa Ruyati dipancung tanpa ada otoritas negara Indonesia yang tahu. Jangan cuma menyalahkan Arab Saudi yang melanggar tata pergaulan internasional ketika lalai memberi tahu. Warga Filipina ada juga yang dipancung. Yang membedakan Filipina dan Indonesia ialah komitmen dan kesungguhan pembelaan para pemimpin dan otoritas negara terhadap warga. Bila harus dipancung, publik memaafkan karena pemerintah membuktikan telah bekerja sungguh-sungguh. Dalam kasus Ruyati, pemerintah tidak mampu membuktikan bahwa aparatur mereka telah bekerja sungguh-sungguh membela warga negara. Celakanya, untuk menjelaskan kesungguhan itu dipilih format pidato tiga menteri yang sangat defensif dan sangat terlambat pula. Yang menjadi pertanyaan serius ialah mengapa publik sangat pelit mengapresiasi kerja aparatur? Aparatur pemerintah sangat gampang menuduh media berkepentingan menonjolkan yang jelek dan mengabaikan yang baik. Namun, harus diingat bahwa media, termasuk televisi, merupakan reeksi suara publik. Media tidak mengarang pendapat orang. Sebuah prestasi negara/pemerintah yang tidak mendapat apresiasi publik bisa disebabkan banyak hal. Pertama, memang pemerintah miskin prestasi. Kedua, pemerintah selalu terlambat bereaksi. Ketika kejengkelan publik memuncak, reaksi apa pun--apalagi defensif--tidak ada gunanya. Ketiga, dan ini yang paling ironis, SBY yang selalu dituding mementingkan politik citra justru sangat lemah dalam pengelolaan public relations.

RUMGAPRES

SAMPAIKAN PERNYATAAN: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Menlu Marty Natalegawa (kiri), Menakertrans Muhaimin Iskandar, serta Menkum dan HAM Patrialis
Akbar (kanan) menyampaikan pernyataan terkait dengan kematian Ruyati binti Satibi, TKI yang dipancung di Arab Saudi, di Kantor Kepresidenan, Jakarta, kemarin.

SBY yang selalu dituding mementingkan politik citra justru sangat lemah dalam pengelolaan public relations.

Pemerintah Defensif
Butuh lima hari bagi Presiden untuk merespons kasus Ruyati. Itu berbeda dengan respons cepat atas isu-isu di seputar dirinya.
ARYO BHAWONO
KHIR NYA Presiden Susilo Bambang Yudho yono memberikan pernyataan soal kematian Ruyati binti Satibi, tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dipancung di Arab Saudi pada 18 Juni lalu. Butuh waktu lima hari bagi Presiden untuk merespons kasus Ruyati. Itu berbeda dengan respons SBY saat menanggapi isu-isu di seputar dirinya, seperti kasus SMS gelap, yang hanya butuh waktu kurang dari tiga hari. Alih-alih meminta maaf kepada keluarga Ruyati karena pemerintah lalai, dalam konferensi pers yang digelar di Istana Negara itu Presiden justru memprotes keras tindakan pemerintah Arab Saudi yang tidak memberi tahu jadwal eksekusi Ruyati. Pemerintah baru mengetahui eksekusi sehari sesudah pemancungan. Hal itu menabrak norma dan tata krama yang berlaku di internasional, kata SBY. Presiden mengungkapkan telah mengirimkan surat protes kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz. Namun, Presiden juga mengucapkan terima kasih atas bantuan pembebasan beberapa TKI. Dalam konferensi pers itu, Presiden membuka penjelasan lalu dilanjutkan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, dan ditutup lagi oleh Presiden. Ketiga menteri juga menyampaikan sejumlah tangkisan kelambanan melindungi TKI. Dalam pidatonya, Presiden memutuskan menerapkan moratorium (penghentian sementara) penempatan TKI ke Arab Saudi mulai 1 Agustus 2011. Hingga waktu penerapan moratorium,

Balita Berwajah Arab di Rumah Peduli TKI

pemerintah mengawasi dan memperketat pengiriman TKI. Pemerintah juga membentuk satuan tugas untuk membantu 23 TKI yang kini menunggu hukuman pancung di Arab Saudi. Menangkis Di sisi lain, Menlu Marty Natalegawa menangkis anggapan masyarakat bahwa Filipina lebih bagus dalam menangani tenaga kerja mereka. Hukuman mati bagi enam warga Filipina pada 2001-2008 juga gagal diintervensi kepala negara mereka. Menakertrans Muhaimin Iskandar menangkis tudingan tidak bekerja maksimal dengan menyebut, Selama 40 tahun memberangkatkan TKI, baru kali ini Arab Saudi mau duduk bersama dan menandatangani nota awal MoU pada Mei lalu. Menkum dan HAM Patrialis Akbar menjelaskan pengampunan negara (Arab Saudi) hanya bisa diberikan bila ada pengampunan keluarga. Dalam kasus Ruyati, itu tak didapatkan. Berbagai kalangan kecewa dengan pidato Presiden dan tiga menteri itu. Tidak ada langkah konkret negara. Apa yang disampaikan lebih banyak pembenaran, kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin. Negara tidak hadir secara berwibawa dalam diplomasi. Tanpa itu, satgas tidak akan efektif, anggota MPR Hidayat Nur Wahid menandaskan. Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menilai tidak penting membentuk satgas. Copot saja pejabat-pejabat yang tidak bekerja dengan baik. Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning menyebut pemerintah cuma cari pembenaran diri. (Wta/NY/*/X-7) bhawono@mediaindonesia.com Berita tekait hlm 2 dan 8

MI/ANGGA YUNIAR

NASIB BAYI TKI: Bayi-bayi yang dititipkan para TKI bermain bersama
pengasuh mereka di Rumah Peduli Anak Tenaga Kerja Indonesia (RPA TKI) di Tangerang, Banten, kemarin. ALANG nian nasib anak-anak itu. Mereka, sembilan anak berwajah kearab-araban berusia dua bulan hingga 1,5 tahun, dirawat di sebuah rumah yang beralamat di Jalan Jurumudi, Perumahan Alam Raya, Blok A-75, Kelurahan Belendung, Kecamatan Benda, Kota Tangerang, Banten. Mereka anak-anak titipan para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di negaranegara Timur Tengah. Anakanak itu lahir dari TKI yang menjadi korban pemerkosaan para majikan di Arab Saudi. Karena malu membawa darah daging hasil hubungan tidak dikehendaki, para TKI yang berasal dari daerah Jawa Barat, Jakarta, dan Sulawesi Tengah itu menitipkan bayi-bayi mereka ke rumah tersebut, Rumah Peduli Anak Tenaga Kerja Indonesia (RPA TKI). Bayi-bayi itu dititipkan kepada kami selama enam bulan. Setelah itu, biasanya diambil kembali oleh orang tuanya untuk dibawa pulang, kata Ketua RPA TKI, Yudi Ramdhani, 30, kepada Media Indonesia, Rabu (22/6). Sehari-hari mereka dirawat oleh empat pengasuh yang memiliki tugas masing-masing. Ada yang memandikan dan ada pula yang menjaga

balita itu bermain perosotan, bola, dan boneka. Setiap hari suasana rumah berlantai dua itu tak pernah sepi dari tangis dan celoteh balita yang lahir tidak dikehendaki tersebut. Entah bagaimana nasib mereka kelak. Yudi menuturkan, adopsi memang menjadi sebuah pilihan yang dapat ikut menentukan masa depan anak-anak itu. Namun, RPA TKI lebih mengutamakan bayi-bayi itu kembali kepada orang tua mereka.
Kirimkan tanggapan Anda atas berita ini melalui e-mail: interupsi
@mediaindonesia.com atau mediaindonesia.com

PAUSE

Kota dan Kinerja Otak


KEHIDUPAN di kota-kota besar ternyata berpengaruh besar terhadap perkembangan dan aktivitas otak. Demikian kesimpulan studi tim dari University of Heidelberg di Mannheim, Jerman. Dalam penelitian itu, tim mengamati kinerja otak pelajar yang SENO mengalami tekanan sosial. Mereka diberi soal matematika yang sudah didesain sedemikian rupa sehingga pelajar hanya sanggup menjawab sepertiga dari semua jawaban yang benar. Para peneliti terus mendorong pelajar tersebut berupaya lebih baik. Hasilnya, pelajar yang mengikuti tes itu mendapat nilai buruk. Selama menjalani tes yang penuh tekanan tersebut, pada pelajar yang hidup di perkotaan terdapat peningkatan aktivitas otak di bagian perigenual anterior cingulate cortex (PACC). Selain itu, pada pelajar yang dibesarkan di perkotaan juga terjadi peningkatan aktivitas otak di bagian amygdala. PACC dan amygdala bersama-sama membentuk jalur respons stres dalam otak. (Livescience/*/X-5)

Kalau selama enam bulan tidak diambil, kami beri kesempatan enam bulan lagi. Pokoknya, kami tetap berusaha semaksimal mungkin agar bayi itu kembali kepada orang tua mereka. Sebisa mungkin tidak diadopsi orang lain, tutur Yudi. Tragedi Ruyati, TKI asal Bekasi yang dipancung di Arab Saudi pekan lalu, menjadi bukti betapa getirnya kehidupan buruh migran. Ada lebih banyak lagi nasib pahit TKI yang tak terungkap. Salah satu jejaknya mereka tinggalkan di RPA TKI. (SM/X-9)

Polri Enggan Panggil Andi Nurpati


MANTAN anggota Komisi Pemilihan Umum Andi Nurpati masih bisa bernapas lega. Pasalnya, Polri menegaskan tidak akan memanggil Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat itu tanpa memiliki bukti pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi. (Andi) belum akan dipanggil karena kami belum menemukan bukti (surat palsu MK), kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Anton Bachrul Alam saat menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, kemarin. Anton beralasan pemanggilan Nurpati akan sia-sia jika tidak diiringi dengan bukti yang cukup. Kalau kita belum punya bukti tapi sudah kita panggil, akan sia-sia. Akan bolak-balik dipanggil. Meski begitu, Anton mengaku pihaknya sudah meminta keterangan 10 orang dari MK dan KPU. Ketika ditanya siapa saja 10 orang itu, Anton emoh membeberkan. MK sudah melaporkan kasus tersebut 16 bulan lalu. Penjelasan Polri acap berubah-ubah yang membuat kasus itu belum juga diproses. Kapolri Jenderal Timur Pradopo sempat mengatakan terdapat kesalahan petugas piket yang tidak meneruskan laporan MK ke Bareskrim Polri. Namun, pejabat Humas Polri kemudian mengatakan bahwa nama Andi Nurpati tidak ada dalam laporan tersebut. Di sisi lain lagi disebutkan bahwa MK belum melaporkan secara resmi kasus itu ke kepolisian. Secara terpisah, Ketua MK Mahfud MD menyatakan akan membuat surat pelaporan secara resmi yang diminta Kabareskrim Polri Komjen Ito Sumardi. Ya, gampanglah itu, nanti kita bikin lagi kalau memang polisi maunya begitu. Di Makassar, tim pengacara Dewi Yasin Limpo membantah kliennya terlibat pembuatan surat palsu MK untuk lolos ke Senayan pada Pemilu 2009. Dewi mengaku saat itu sudah meminta klarikasi Mahfud MD. Ketua MK meminta kepada saya agar Ibu Dewi tidak perlu melanjutkan kasus tersebut karena dia sudah ditipu seorang panitera di MK, Hasan Masruri, dan sudah diberi sanksi pemecatan oleh MK. Karenanya kasus tersebut pun terhenti sampai di situ, papar Tadjuddin Rahman, ketua tim pengacara Dewi Yasin Limpo. (*/LN/X-6)

You might also like