You are on page 1of 45

SINTESIS 4,4-DIFLUORO-3-OKSO-2-(TRIFENILFOSFORANILIDENA)--VALEROLAKTONA MELALUI REAKSI REFORMATSKY

KOLOKIUM Disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Kolokium program S-1 di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

NILA HUDA 1408 100 045 Dosen Pembimbing Prof. MARDI SANTOSO, PhD

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011

SINTESIS 4,4-DIFLOURO-3-OKSO-2-(TRIFENILFOSFORANILIDENA)--VALEROLAKTONA MELALUI REAKSI REFORMATSKY


KOLOKIUM Disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Kolokium program S-1 di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya NILA HUDA 1408 100 045

Surabaya, Mei 2011 Dosen Pembimbing,

Prof. Mardi Santoso, PhD NIP. 19650131 198910 1 001

Mengetahui : Ketua Jurusan Kimia,

Lukman Atmaja, PhD NIP. 19610816 198903 1 001


2
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

SURAT PENGESAHAN Dosen Penguji yang bertandatangan di bawah ini, adalah Dosen Penguji pada ujian kolokium dari mahasiswa : Nama : NILA HUDA NRP : 1408 100 045 Judul Tulisan : Sintesis 4,4-difluoro-3-okso-2-(trifenilfosforanilidena)--valerolaktona Melalui Reaksi Reformatsky Dengan ini menyatakan bahwa nasskah kolokium tersebut telah diperbaiki sesuai hasil sidang Ujian Kolokium pada hari Kamis, tanggal 19 Mei 2011

DOSEN PENGUJI No. 1. 2. 3. NAMA Prof. Dr. Taslim Ersam Prof. Mardi Santoso, PhD Drs. Refdinal Nafwa, MS JABATAN Ketua Anggota Anggota TANDA TANGAN

3
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

Karya ini kupersembahkan untuk Abi dan Ibu tercinta Kakak-kakak tersayang serta Sahabat C-26

4
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

ABSTRAK
-Valerolaktona merupakan ester siklik yang tersusun atas lima atom karbon. Senyawa ini antara lain dijumpai dalam senyawa organik bahan alam yang menunjukkan adanya bioaktivitas. Keberadaan gugus difluorometilena pada cincin laktona diketahui dapat mempengaruhi bioaktivitas. Reaksi Karbetoksimetil-trifenilfosfonium bromida dengan anhidrida bromodifluoroasetat dan trietilamina dalam tetrahidrofuran anhidrat selama dua jam diperoleh etil 4-bromo-4,4-difluoro-3-okso-2-(trifenilfosforanilidena) butanoat dengan rendemen 85%. Reaksi Reformatsky dengan merefluks etil 4bromo-4,4-difluoro-3-okso-2-(trifenil-fosforanilidena)butanoat dengan aldehida dan keton dalam dioksan anhidrat yang dikatalisis tembaga (I) klorida selama 27 jam diperoleh senyawa-senyawa -valerolaktona terdifluorinasi dengan rendemen 31-85%.

Kata kunci: -Valeroaktona, gugus terfluorinasi, difluorometilena, reaksi Reformatsky

5
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

ABSTRACT
-Valerolactone is a cyclic ester containing five carbon. This structural element commonly found in a large number of natural products shown as biologically active compounds. The presence of difluoromethylene groups on lactone ring known give greatly change at biological activity. The reaction of carbetoxymethyl-triphenylphosphonium bromide with bromodifluoroacetic anhydride and triethylamine in anhydrous tetrahydrofuran for two hours give ethyl 4-bromo-4,4-difluoro-3-oxo-2-(triphenylphosphoranilidene)butanoate in 85% yield. Reformatsky reaction by refluxing ethyl 4-bromo-4,4-difluoro-3oxo-2-(triphenylphosphoranilidene)butanoate with aldehide and ketone in anhydrous dioxane catalytic amount of cuprous chloride for 27 hours give difluorinated -valerolactone in 31-85% yield.

Keyword: -Valerolactone, fluorinated group, difluoromethylene, Reformatsky reaction

6
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga naskah kolokium yang berjudul, Sintesis 4,4-difluoro-3-okso-2-(trifenilfosforanilidena)--

valerolaktona Melalui Reaksi Reformatsky, dapat diselesaikan oleh penulis dengan baik. Naskah ini disusun sebagai syarat mata kuliah Kolokium,

program pendidikan S-1 jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan, baik moral maupun material, kepada : 1. Prof. Mardi Santoso, PhD, selaku dosen pembimbing atas semua bimbingan, pengarahan, masukan dan nasehat yang berharga dalam penyusunan naskah ini. 2. Dr. Afifah Rosyidah, M.Si., selaku dosen wali yang sudah memberikan banyak saran demi kelancaran kuliah penulis di Jurusan Kimia ITS. 3. Lukman Atmaja, PhD, selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA ITS. 4. Dra. Yulfi Zetra, MS, selaku Koordinator Kolokium Jurusan Kimia FMIPA ITS. 5. Ayah dan ibu beserta keluarga, atas dukungan, motivasi, kasih sayang

serta doa yang selalu menyertai penulis dalam penyelesaian naskah ini.

7
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

6. Teman-teman C-26 Kimia FMIPA ITS dan semua pihak atas dukungan dan bantuan yang selama ini telah diberikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa naskah kolokium ini tentu tidak lepas dari kekurangan, maka dari itu penulis terbuka terhadap saran dan kritik yang membangun. Semoga naskah kolokium ini memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Surabaya, Mei 2011

Penulis

8
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

BAB I PENDAHULUAN

1. 1

Latar Belakang

-Valerolaktona merupakan ester siklik yang tersusun atas lima atom karbon. Senyawa ini dimanfaatkan sebagai intermediet dalam sintesis senyawa organik. Laktona banyak dijumpai dalam senyawa organik bahan alam yang menunjukkan adanya bioaktivitas (Ramachandran, 2004), seperti compactin (1) dimanfaatkan sebagai penurun kadar kolesterol (Kirk, 2009). Keberadaan gugus difluorometilena pada beberapa senyawa organik diketahui dapat meningkatkan bioaktivitas, sebagai contoh 2-deoksi-2,2-difluorositidina (gemsitabina) (2a) menunjukkan aktifitas yang lebih tinggi dari pada 2-

deoksisitidina (2b) terhadap enzim deoksisitidina kinase pada sel kanker leukemia (Wang, 2001; Bregman, 2002).
HO O Et Me O Me O O HN HO O O N X OH X (2) O R

(1)

X: (a) F; (b) H

Reaksi

Reformatsky

yang

melibatkan

reaksi

haloester

bergugus

difluorometilena, serbuk seng dengan senyawa-senyawa karbonil secara 9


Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

insentif dikaji. Reaksi Reformatsky etil bromodifluoroasetat (3), serbuk seng dengan aldehida maupun keton diperoleh 2,2-difluoro-3-hidroksi ester (4); sedangkan reaksi klorodifluorometil keton (5), serbuk seng, katalis titanium tetraklorida, senyawa-senyawa karbonil diperoleh 2,2-difluoro-3-hidroksi keton (6). -Hidroksil-,-difluoro--ketoester (8) diperoleh dari reaksi Reformatsky 4-bromo-4,4-difluoroasetoasetat (7), serbuk seng, katalis

tembaga (I) klorida dengan aldehida aromatik maupun aril alkil keton. Etil4,4-difluoro-3-etoksi-4-bromokrotonat (9) bereaksi dengan senyawa-senyawa karbonil dan serbuk seng dalam pelarut tetrahidrofuran pada suhu 60 oC selama tiga jam dihasilkan turunan 4,4-difluorokrotonat (10).

Difluorokrotonat (11) dapat tersiklisasi lebih lanjut menjadi 4,4-difluoro-2laktenon (12) dengan memperpanjang waktu reaksi (Tozer dan Herpin, 1996; Hu dan Hu, 1997; Wang dan Zhu, 2001).
O Br F F (3) O Br F F (7) O R' OEt R" F F (8) F F OEt Ar O O Ar = Ph Ar = p-ClC6 H4 (12) OEt R' R" OH F (4) OH O O OEt Br F F (9) OEt O Cl F OEt F F (5) O R R' R" OH F (6) OEt O OEt O R F

OH R' R" F

OEt F (10)

O Ar OEt

OH F

OEt F

Ar = Ph Ar = p-ClC 6H 4 (11)

10
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

Reaksi anhidrida bromodifluoroasetat (13) dengan karbetoksimetiltrifenilfosfonium bromida (14) dan trietilamina dalam tetrahidrofuran anhidrat dilaporkan menghasilkan etil 4-bromo-4,4-difluoro-3-okso-2-

(trifenilfosforanilidena)butanoat (15). Sehubungan dengan studi literatur yang telah dilakukan, maka hipotesis penelitian adalah reaksi Reformatsky haloester (15), sebagaimana haloester (9), akan diperoleh -difluoro-hidroksiketoester (16) yang diperkirakan tersiklisasi lebih lanjut sehingga terbentuk -valerolaktona yang mengandung gugus difluorometilena (17) (Fang, 2009).

O Br F F O

O F Br F

+ Ph3 P Br :

O OEt (14) Br F

O F

O OEt PPh3 (15)

(13)
R' R" OH O O OEt PPh3

R' R" F

F (16)

F O

PPh3 (17)

1. 2

Permasalahan

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian adalah apakah reaksi Reformatsky yang melibatkan reaksi etil 4-bromo-4,4-difluoro-3-okso-2(trifenilfosforanilidena)butanoat (15), serbuk seng dan senyawa-senyawa karbonil secara langsung (one-pot) menghasilkan -valerolaktona yang mengandung gugus difluorometilena (17).

11
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

1. 3

Tujuan

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan -valerolaktona yang mengandung gugus difluorometilena (17) melalui reaksi Reformatsky yang melibatkan reaksi etil 4-bromo-4,4-difluoro-3-okso-2-(trifenilfosforanilidena)butanoat (15), serbuk seng dan senyawa-senyawa karbonil.

12
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1

Laktona

Laktona adalah ester siklik yang merupakan hasil kondensasi intramolekul gugus alkohol dan gugus karboksilat dari molekul yang sama. Berdasarkan

ukuran cincinnya, laktona dibedakan menjadi -asetolaktona (etanolida) (18), -propiolaktona (propanolida) (19), -butirolaktona (butanolida) (20) dan valerolaktona (pentanolida) (21) (March, 2001).
O O O O O (18) (19) (20) (21) O O O (22) O O O O

Laktona banyak dijumpai dalam senyawa-senyawa organik bahan alam yang menunjukkan adanya bioaktivitas (Ramachandran, 2004), sebagai contoh adalah senyawa compactin (2) dan dehidroleusodina (22). banyak ditemukan pada spesies Penicillium Compactin (2) yang

brevicompactum

menujukkan aktivitas sebagai agen anti jamur dan penurun kadar kolestrol pada hewan dan manusia, sedangkan dehidroleusodina (22) diisolasi dari spesies Artemisia douglastana Besser dan menunjukkan aktivitas

antiulcerogenic, anti tumor dan anti mikroba (Endo, 1985; Penissi et al., 2006). 13
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

2. 2

Reaksi Reformatsky

Reaksi Reformatsky merupakan reaksi kondensasi senyawa karbonil (aldehida dan keton), baik alifatik maupun aromatik dengan haloester dan serbuk seng. Reaksi Reformatsky merupakan salah satu metode standar untuk sintesis -hidroksiester (Suh, 2004). Reaksi Reformatsky pada awalnya menghasilkan senyawa organo seng yang berperan sebagai nukleofil. Nukleofil tersebut selanjutnya menyerang gugus karbonil dari suatu aldehida atau keton sebagaimana pada reaksi Grignard, sehingga diperoleh -hidroksiester setelah dihidrolisis dalam suasana asam (Loundon, 1984).
O X O X Zn R1 R2 O O OMe OMe Zn X Zn O H3O+ HO R1 R2 O OMe OMe R1 R2

(X = Halogen; R1 dan R2 = H, alkil, aril) Gambar 2.1. Tahapan Reaksi Reformatsky

Salah satu keunggulan dari reaksi Reformatsky adalah proses reaksinya yang berlangsung pada kondisi netral. Berbeda halnya dengan reaksi aldol yang secara umum membutuhkan suasana basa untuk pembentukan nukleofil dan suasana asam untuk aktivasi elektrofil (Ocampo, 2004). Reaksi Reformatsky dikenal sebagai metode yang sering digunakan untuk pembentukan ikatan karbon-karbon dalam sintesis organik dengan aplikasi yang luas serta dapat digunakan dalam reaksi antar molekul maupun intra molekul (Zhao, 2004). Reaksi Reformatsky yang melibatkan halodifluoroasetat 14
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

dan halodifluoroketon dijadikan sebagai metode untuk memasukkan gugus difluorometilena. Hu (1997) melaporkan reaksi Reformatsky etil 4,4-difluoro3-etoksi-4-bromokrotonat (9) dengan senyawa-senyawa karbonil menghasilkan 5-hidroksi-4,4-difluorokrotonat (11). Ketika reaksi diperpanjang, maka gugus hidroksi pada posisi C-5 akan menyerang karbonil dari ester (11) sehingga tersiklisasi lebih lanjut menjadi 4,4-difluoro-2-laktenon (12) (Tozer dan Herpin, 1996; Hu dan Hu, 1997).

2. 3

Pemisahan dan Pemurnian Hasil Sintesis

2. 3. 1 Pemisahan Hasil Sintesis Hasil sintesis pada umumnya bercampur dengan pelarut dan mengandung senyawa lain yang tidak diinginkan. Pemisahan hasil sintesis tersebut antara lain dapat dilakukan melalui filtrasi dan ekstraksi pelarut (Vogel, 1989). Filtrasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan pengotor hasil sintesis berupa padatan menggunakan penyaring. Filtrasi dalam skala laboratorium biasa dilakukan menggunakan kertas saring, penyaring Hirsch dan Buchner (Vogel, 1989). Ekstraksi pelarut juga dapat digunakan untuk memisahkan komponen dan menghilangkan pengotor dari suatu campuran (Adam, 1963). Metode ini didasarkan pada kelarutan komponen dalam pelarut, sehingga membutuhkan pemilihan pelarut yang sesuai. Pelarut yang dipilih bergantung pada kelarutan zat yang akan diekstraksi dan kemudahan untuk dipisahkan dari zat terlarut (Vogel, 1989). Ekstraksi pelarut dilakukan dengan mengocok campuran yang 15
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

akan dipisahkan menggunakan pelarut yang sesuai dalam corong pisah. Eter merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik dan memiliki titik didih rendah sehingga mudah dipisahkan dari zat terlarut (Norris, 1924). Hasil ekstraksi biasanya dikeringkan terlebih dahulu melalui kontak langsung dengan zat padat pengering. Pemilihan pengering diatur berdasaran pertimbangan pengering tidak berinteraksi kimiawi dengan hasil sintesis (seperti

polimerisasi, reaksi kondensasi, auto-oksidasi), dapat menyerap air dengan cepat, memiliki kapasitas pengeringan yang efektif dan ekonomis (Vogel, 1989).

2. 3. 2 Pemurnian Hasil Sintesis Pemurnian senyawa organik padat dapat dilakukan dengan rekristalisasi dengan pelarut yang didasarkan pada prinsip kelarutan. Zat-zat yang direkristalisasi dilarutkan dalam pelarut pada suhu tinggi, dihilangkan pengotornya, disaring untuk menghilangkan residu yang tak larut dan didinginkan. Kristal yang terbentuk kemudian disaring pada tekanan rendah, dicuci dan dikeringkan (McKee, 1997). Pemilihan pelarut merupakan hal yang penting dalam rekristalisasi. Kriteria pelarut yang baik untuk rekristalisasi adalah mudah melarutkan senyawa yang dimurnikan pada suhu tinggi dan sulit melarutkan pada suhu rendah, menghasilkan kristal dengan baik dari senyawa yang dimurnikan, mudah dipisahkan dari senyawa yang dimurnikan (memiliki titik didih yang relatif rendah) dan tidak bereaksi dengan senyawa yang dimurnikan (Vogel, 1989).

16
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

Selain

rekristalisasi,

kromatografi

juga

sering

digunakan

untuk

memurnikan senyawa organik padat. Kromatografi biasanya terdiri dari fasa diam dan fasa gerak. Fasa gerak yang membawa komponen dari campuran melewati fasa diam, sedangkan fasa diam tersebut akan berinteraksi dengan senyawa-senyawa yang dipisahkan dengan afinitas yang berbeda-beda (Bresnick, 2003). Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang masih banyak digunakan. Kromatografi kolom digunakan untuk

memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan daya adsorpsi dan partisi. Adsorben yang umum digunakan adalah silika gel, alumina, selulosa dan karbon aktif. Fasa gerak (eluen) pada kromatografi kolom melalui fasa diam (adsorben) yang berada dalam kolom, sehingga campuran akan terpisah membentuk pita-pita karena perbedaan sifat kepolaran (Gritter, 1991). Titik leleh merupakan salah satu sifat fisik padatan yang dapat digunakan untuk menguji kemurniannya. Penentuan titik leleh ditentukan dari

pengamatan trayek lelehannya, dimulai saat terjadinya pelelehan, transisi padat-cair, sampai seluruh padatan mencair. Senyawa organik murni umumnya memiliki titik leleh yang tajam, yaitu rentang titik leleh tidak melebihi sekitar 0,5oC (Vishnoi, 1996). Pengotor dalam jumlah sedikit dapat memperlebar trayek titik leleh dan menyebabkan suhu awal terjadinya pelelehan lebih rendah atau tinggi dari pada titik leleh senyawa murninya (Sudjadi, 1988).

17
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

2. 4

Penentuan Struktur Hasil Sintesis

2. 4. 1 Spektroskopi Resonansi Magnet Inti (NMR) Jenis spektroskopi yang sangat besar maanfaatnya dalam penetapan struktur organik adalah spektroskopi NMR. Spektroskopi NMR didasarkan pada penyerapan gelombang radio oleh inti tertentu molekul organik, yang berada dalam lingkungan magnet yang sangat kuat dan homogen. Spektroskopi NMR akan dapat memperolah gambaran perbedaan sifat magnet dari berbagai inti yang ada dalam molekul (Supratman, 2010). Spektroskopi resonansi magnet inti dapat dilakukan pada inti yang memiliki momen magnet, seperti
1

H dan

13

C (Pine, 1988). Inti tersebut

bertindak seperti suatu magnet kecil, yang biasanya searah dengan medan magnet yang mengenai. Energi eksternal yang ditambahkan menyebabkan magnet kecil ini dapat berputar arah berlawanan dengan medan magnet dan bila energi eksternal dihilangkan, maka inti akan kembali searah dengan medan magnet dengan melepaskan kelebihan energinya. Energi yang

dilepaskan dapat digunakan untuk mendapat informasi mengenai inti yang tereksitasi tersebut (Supratman, 2010). Pengukuran menggunakan resonansi magnet inti menghasilkan spektrum
1

H-NMR yang memberikan informasi mengenai jumlah setiap jenis hidrogen

yang terdapat dalam suatu molekul dan sifat lingkungan dari setiap jenis atom hidrogen tersebut. Spektrum
13

C-NMR memberikan informasi tentang jumlah

karbon yang terdapat dalam molekul dengan semua pergeseran kimianya sehingga dapat diketahui sifat lingkungannya (Hart, 2003).

18
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

Pergeseran kimia adalah posisi penyerapan NMR akibat efek perlindungan elektron. Pengukuran dengan spektroskopi NMR pada umumnya menggunakan senyawa standar sebagai pembanding terhadap senyawa yang diuji.

Tetrametilsilan (TMS) sering digunakan sebagai standar internal karena proton pada senyawa ini sangat terlindungi dibanding senyawa organik lain sehingga sinyal hasil analisis sampel biasanya muncul pada medan yang lebih rendah dari pada TMS. Semakin besar elektronegatifitas suatu gugus yang berdekatan, maka efek perlindungan elektron semakin besar sehingga semakin jauh pergeseran sinyal dari standar TMS (Bresnick, 2003). Proton-proton dalam senyawa organik kebanyakan menunjukkan serapan pada medan lemah terhadap TMS pada 0-10 ppm, hanya beberapa proton yang seperti protonproton gugus aldehida dan karboksilat yang menunjukkan posisi pergeseran di luar rentang tersebut. Serapan karbon-13 ditunjukkan pada medan lemah terhadap TMS pada 0-200 ppm sehingga spektrum
13

C-NMR yang muncul lebih

sederhana dari pada spektrum 1H-NMR. Nilai pergeseran kimia pada 1H-NMR dan 13C-NMR terlihat pada Tabel 2.1 dan 2.2 (Supratman, 2010). Tabel 2.1. Nilai pergeseran Kimia pada 1H-NMR TMS R-CH3 R2-CH2 R3-CH Ph-CH3 R-CH2-I R-CH2-Br R-CH2-Cl R-CH2-F R-CHCl2 0 0,8 1,2 1,4 2,2 3,1 3,4 3,6 4,3 5,8 1,2 1,4 1,65 2,5 3,3 3,6 3,8 4,4 5,9 RCCH R-CO-CH3 R-O-CH3 R2C=CHR C6H6 RCHO R-COOH R-OH Ar-OH R2-NH 2,3 2,9 2,0 2,7 3,3 3,9 4,9 5,9 6,0 8,0 9,4 10,4 10 - 12 16 68 24

19
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

Tabel 2.2. Nilai pergeseran Kimia pada 13C-NMR TMS R-CH3 R2-CH2 R3-CH R4-C O-CH3 N-CH3 0 0 - 30 20 45 30 60 30 50 50 60 15 45 CC C=C C (aromatik) C (heteroaromatik) CN C=O (karboksilat) C=O (aldehida/keton) 75 95 105 145 110 155 105 165 115 125 155 185 185 225

Selain informasi dari pergeseran kimia yang terdapat dalam spektrum, pemisahan spin-spin juga memberikan banyak informasi mengenai struktur molekul suatu senyawa. Pemisahan spin-spin terjadi akibat perbedaan

lingkungan magnet yang ditimbulkan oleh proton tetangganya. Pola pemisahan dapat diperkirakan dengan aturan n + 1, dengan n adalah banyaknya proton tetangga yang memiliki konstanta kopling sama. Misal, jika terdapat dua proton tetangga, maka sinyal proton akan terpisah menjadi tiga puncak (triplet). Intensitas (tinggi) masing-masing puncak tersusun menurut aturan segitiga Pascal. Puncak duplet (n=1) memberikan rasio 1:1, puncak triplet (n=2) memberikan rasio 1:2:1, puncak kuartet (n=3) memberikan rasio 1:3:3:1 dan seterusnya. Akan tetapi aturan segitiga Pascal ini tidak berlaku pada puncak multiplisitas yang kompleks (Silverstein et al., 2005).

2. 4. 2 Spektroskopi Massa (MS) Spektrometer massa adalah sebuah alat yang mengubah molekul menjadi ion-ion, kemudian memisahkan menurut rasio massa terhadap muatan (m/z) dan menentukan jumlah relatif setiap ion yang ada (Hart, 2003). Sampel yang diukur dengan spektrometer massa tumbukan elektron (IE) diubah dalam keadaan gas kemudian dibombardir dengan elektron yang menyebabkan 20
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

lepasnya sebuah elektron dari melekul itu dan terbentuknya suatu ion molekul yang tidak stabil dan pecah menjadi fragmen yang lebih kecil, baik berbentuk radikal bebas maupun ion-ion lain. Hanya fragmen bermuatan positif yang terdeteksi oleh spektrometer massa (Fessenden, 1999). Hasil pengukuran spektrometer massa berupa spektrum massa yang merupakan alur kelimpahan relatif fragmen-fragmen bermuatan positif terhadap massa per muatan ion (m/z) dari fragmen-fragmen tersebut. Muatan ion dari kebanyakan partikel yang terdeteksi adalah +1, sehingga nilai m/z sama dengan massa molekulnya (Fessenden, 1990). Pecahnya suatu molekul atau ion menjadi fragmen-fragmennya tergantung pada kerangka karbon dan gugus fungsi yang ada, sehingga struktur dan massa fragmen memberikan petunjuk mengenai struktur induknya (Supratman, 2010). Spektroskopi massa beresolusi tinggi (HRMS) adalah teknik pengukuran massa dari ion dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi sehingga dapat memberikan informasi massa relative yang sangat akurat, komposisi unsur dan isotop yang jelas. Unsurunsur dapat diindentifikasi dengan metode ini karena massa atom monoisotop tidak merupakan bilangan bulat (McLafferty, 1988).

2. 4. 3 Spektroskopi Infra Merah (IR) Spektroskopi infra merah adalah metode yang banyak digunakan untuk menentukan keberadaan gugus fungsi dengan prinsip absorpsi cahaya pada daerah infra merah (Hoffman, 2004). Radiasi infra merah merupakan radiasi elektromagnetik yang wilahnya di antara wilayah sinar tampak dan gelombang 21
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

mikro. Radiasi ini diaplikasikan sebagian besar dalam bidang organik dengan frekuensi 4000-200 cm-1 (Silverstein et al., 2005). Bila suatu molekul menyerap radiasi infra merah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat sehingga molekul berada dalam keadaan tereksitasi. Energi yang diserap akan dibuang dalam bentuk panas jika molekul kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang dari absorpsi suatu tipe ikatan bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut, tipe ikatan yang berlainan akan menyerap pada panjang gelombang yang berlainan. Spekroskopi infra merah dengan demikian dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul (Supratman, 2010). Banyaknya energi infra merah yang diserap oleh suatu molekul beraneka ragam. Hal ini disebabkan oleh perubahan momen dipol pada saat energi diserap. Ikatan non polar seperti C-H atau C-C menyebabkan absorpsi lemah, sedangkan ikatan polar seperti O-H, N-H dan C=O menyebabkan absorpsi yang lebih kuat (Supratman, 2010). Tipe vibrasi suatu molekul akibat radiasi infra merah pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu vibrasi ulur (stretching) dan vibrasi tekuk (bending). Vibrasi ulur adalah vibrasi sepanjang ikatan yang menyebabkan terjadinya pemendekan dan pemanjangan ikatan. Sedangkan vibrasi tekuk adalah vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan sehingga terjadi pembesaran dan pengecilan sudut ikatan. Frekuensi vibrasi ulur dapat dijumpai pada frekuensi yang lebih tinggi pada spektrum IR (4000-1200 cm-1), sedangkan frekuensi vibrasi tekuk dijumpai pada frekuensi yang lebih rendah (~1200-600 22
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

cm-1). Frekuensi vibrasi ulur merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus fungsi dalam suatu senyawa (Hoffman, 2004). Frekuensi vibrasi ulur suatu ikatan kimia dipengaruhi oleh massa atom yang terikat. Ikatan yang terbentuk antara atom dengan perbedaan massa lebih besar akan bervibrasi pada frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan ikatan yang terbentuk antara atom dengan massa hampir sama. Jenis ikatan juga mempengaruhi frekuensi vibrasi, ikatan rangkap bergetar pada frekuensi yang lebih tinggi dari pada ikatan tunggal yang terbentuk dari atom yang sama (Hart, 2003). Tabel 2.3. Frekuensi Vibrasi Infra Merah Jenis Ikatan Ikatan Tunggal Gugus CC CO CH =CH CH OH Kelompok Senyawa Alkana Ester dan eter Alkana, alkena, alkuna dan senyawa aromatik Alkohol dan fenol Rentang Frekuensi (cm-1) ~ 1200 1080 1300 2850 3000 3030 3140 ~ 3300 3500 3700 (bebas) 3200 3500 (berikatan hidrogen) 2500 3000 3200 3600 2550 2600 1600 1680 1500 1650 1700 1725 1720 1740 1700 1725 1735 1750 1770 1800 1735 1750 1760 1780 1630 1690 1785 1815 1740 1810 2100 2260 2200 2400

Ikatan rangkap dua

NH SH C=C C=N C=O

Ikatan rangkap tiga

CC CN

Asam karboksilat Amina Tiol Alkena Imina dan oksim Keton Aldehida Asam Ester Ester fenolat -Valerolaktona -Butirolaktona Amida Asil halida Asam anhidrat Alkuna Nitril 23

Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

BAB III METODOLOGI

3. 1

Alat dan Bahan

3. 1. 1 Alat Peralatan yang digunakan dalam sintesis ini adalah gelas beker, gelas ukur, labu Erlenmeyer, pipet, neraca analit, alat untuk membuat pellet, alat pengukur titik leleh, penyaring, evaporator, kromatografi kolom,

spektrometer IR Nicolet Magna IR-550, spektrometer massa, spektrometer massa resolusi tinggi Finnigan GC-MS-4021 dan spektrometer NMR Bruker AC500.

3. 1. 2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah karbetoksimetil-trifenilfosfonium bromida (14), tetrahidrofuran (THF) anhidrat, trietilamina, dioksan anhidrat, eter, toluena, anhidrida bromodifluoroasetat (13), benzaldehida (23a), pmetilbenzaldehida (23b), p-metoksibenzaldehida (23c), p-bromobenzaldehida (23d), p-klorobenzaldehida (23e), o-klorobenzaldehida (23f), p-

nitrobenzaldehida (23g), p-sianobenzaldehida (23h), isobutiraldehida (23i), akroleina (23j), sinamaldehida (23k), metilfenilketon (23l) dan metil-p-

metilfenilketon (23m), metanol, air, es, serbuk seng, tembaga (I) klorida,

24
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

ammonium klorida, etil asetat, natrium sulfat, petroleum eter, silika gel, natrium, kalium bromida, tetrametilsilan dan deuterokloroform (CDCl3).

3. 2

Prosedur Kerja

3. 2. 1 Sintesis Etil-4-bromo-4,4-difluoro-3-okso-2-(trifenilfosforanilidena) butanoat (15) Karbetoksimetil-trifenilfosfonium bromida (14) (21,5 g; 50 mmol) dan trietilamina (15 mL; 110 mmol) dalam 100 mL tetrahidrofuran anhidrat didinginkan dalam penangas es dan diaduk selama 30 menit. Campuran kemudian ditambahkan anhidrida bromodifluoroasetat (13) (18,25 g; 55 mmol) tetes demi tetes, dan diaduk lebih lebih lanjut selama 2 jam. Hasil reaksi kemudian disaring, dan endapan yang diperoleh dicuci tiga kali dengan tetrahidrofuran dingin. Filtrat yang diperoleh selanjutnya dipekatkan pada tekanan rendah dan ditriturasi dengan 60 mL air. Kristal yang terbentuk disaring, dicuci dengan air, dikeringkan, dan direkristalisasi dalam metanolair.

3. 2. 2 Reaksi Reformatsky Haloester (15) dengan Aldehida dan Keton Larutan haloester (15) (1 ekivalen) dan aldehida atau keton (1.1 ekivalen) dalam 1 mL dioksan anhidrat ditambahkan tetes demi tetes pada serbuk seng (3 ekivalen) dan tembaga (I) klorida (0,3 ekivalen) dalam 2 mL dioksan anhidrat. Campuran kemudian direfluks selama 27 jam, dan didinginkan sehingga mencapai suhu kamar. Campuran ditambahkan larutan ammonium 25
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

klorida jenuh, disaring, dan endapan yang diperoleh dicuci dengan 10 mL etil asetat. Fasa air selanjutnya dipisahkan dan diekstrak dengan etil asetat tiga kali 10 mL. Fasa organik yang diperoleh digabung dan dicuci berturut-turut dengan air dan larutan garam, dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrat dan diuapkan pada tekanan rendah. Residu yang diperoleh kemudian dimurnikan dengan kromatografi silika gel menggunakan eluen petroleum eter:etil asetat (3:1).

26
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1

Sintesis

Etil-4-bromo-4,4-difluoro-3okso-2-(trifenilfosforanilidena)

butanoat (15) Etil 4-bromo-4,4-difluoro-3-okso-2-(trifenilfosforanilidena)butanoat (15) merupakan bahan sintesis -valerolaktona yang mengandung gugus

difluorometilena. Sintesis senyawa (15) dilakukan melalui prosedur Hamper dengan mereaksikan anhidrida bromodifluoroasetat (13) (18,25 g; 55 mmol), garam fosfonium (14) (21,5 g; 50 mmol) dan trietilamina (15 mL, 110 mmol) dalam pelarut tetrahidrofuran anhidrat yang berlangsung pada temperatur rendah selama 2 jam. Pemisahan hasil sintesis diawali dengan menyaring endapan yang terbentuk dan mencuci endapan dengan tetrahidrofuran dingin. Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan pada tekanan rendah dan ditriturasi dengan 60 mL air. Kristal yang terbentuk selanjutnya disaring, dicuci dengan air, dan dikeringkan sehingga diperoleh hasil reaksi sebanyak 21,5 g atau dengan rendemen 85%. Rekristalisasi hasil sintesis dalam metanolair diperoleh haloester (15) dengan titik leleh 121-122C. Identifikasi haloester (15) (dalam CDCl3) dengan spektrometer NMR menggunakan TMS sebagai standar internal diperoleh spektrum 1H-NMR yang menunjukkan lima sinyal. Signal pertama berupa triplet pada pergeseran

kimia 0,88 ppm (J=7,2 Hz) merupakan signal dari ketiga proton gugus metil 27
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

yang

dikopling

dengan

proton-proton

gugus

metilena

tetangga

yang

memberikan signal kuartet pada pergeseran kimia 3,80 ppm (J=7,2 Hz). Proton-proton aromatik memberikan tiga signal multiplet pada pergeseran kimia 7,47-7,52 (6H); 7,57-7,61 (3H); dan 7,65-7,72 ppm (6H). Spektrum
13

C-

NMR haloester (15) (dalam CDCl3) menunjukkan signal pada pergeseran kimia 14,3 ppm yang merupakan signal karbon metil; signal pada pergeseran kimia 60,7 ppm merupakan signal karbon metilena dan signal pada pergeseran kimia 68,7 ppm merupakan signal karbon gugus bromodifluorometilena. Karbonkarbon alkena dan aromatik memberikan signal pada pergeseran kimia 116,0; 125,0; 129,6; 133,1 dan 134,0 ppm; sedangkan dua karbon karbonil memberikan signal pada pergeseran kimia 166,4 dan 177,6 ppm. Data NMR haloester (15) dapat pula dilihat pada Tabel 4.1. Identifikasi adanya dua gugus karbonil diperkuat dengan spektrum infra merah haloester (15) yang menunjukkan puncak pada bilangan gelombang 1689 cm-1 dan Analisis haloester (15) dengan spektrometer massa 1586 cm-1.

memberikan spektrum

massa yang menunjukkan ion molekul pada m/z 504 yang sesuai dengan massa relatif haloester (15). Hal ini diperkuat dengan hasil pengukuran haloester (15) dengan spektrometer massa resolusi tinggi yang menunjukkan massa 504,0301 yang sangat mendekati massa relatif haloester (15) sebesar 504,0302. Mekanisme reaksi pembentukan etil-4-bromo-4,4-difluoro-3okso-2(trifenilfosforanilidena)butanoat (15) dapat dilihat pada Gambar 4.1.

28
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

Tabel 4.1. Data NMR Haloester (15) Tipe Proton -CH3 >CH2 ArH Pergeseran Kimia (dalam ppm) 0,88 (t, J=7,2 Hz, 3H) 3,80 (k, J=7,2 Hz, 2H) 7,47 7,52 (m, 6H) 7,56 7,61 (m, 3H) 7,65 7,72 (m, 6H) Tipe Karbon -CH3 >CH2 >CF2 C=P ArCH ArC Pergeseran Kimia (dalam ppm) 14,3 60,7 68,7 116,0 125,0 129,6 133,1 134,0 166,4 177,6

C=O

H H

PPh3 OEt O Br

Et3N H

PPh3 OEt O Et3NH Br O Br F F O O OEt F PPh3 (15) O Et3N Br F F O H

PPh3 OEt O O F O O Ph3P H O Br F F OEt Et3NH Br Br F Et3NH Br

BrF2CCO2 Et3NH

Et3NH Br

Br F

Gambar 4.1. Mekanisme Reaksi Pembentukan Haloester (15)

4. 2

Optimasi Reaksi Reformatsky Haloester (15) dengan Benzaldehida

Kajian sintesis -valerolaktona yang mengandung gugus difluorometilena melalui reaksi Reformatsky diawali dengan optimasi kondisi reaksi haloester (15) dengan benzaldehida (23a). Tabel 4.2 menunjukkan bahwa reaksi 29
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

Reformatsky haloester (15) (1 ekivalen), benzaldehida (23a) (1 ekivalen), serbuk seng (3 ekivalen) dan tembaga (I) klorida (0,3 ekivalen) dalam pelarut dietil eter pada suhu kamar tidak menghasilkan produk setelah reaksi

berlangsung selama 2 jam (data 1). Reaksi serupa dalam pelarut THF tanpa tembaga (I) klorida selama 18 jam juga belum memberikan hasil reaksi (data 2), dan campuran menghasilkan produk adisi (16a) dan -valerolaktona yang mengandung gugus difluorometilena (17a) setelah direfluks selama 40 jam (data 3). Penambahan reaksi tembaga Reformatsky (I) klorida sehingga sebanyak dapat 0,3 ekivalen

mempermudah

mengoptimalkan

pembentukan senyawa (17a) (data 7), tetapi penambahan tembaga (I) klorida sebanyak 1 ekivalen tidak meningkatkan hasil reaksi secara signifikan (data 8). Tabel 4.2. Optimasi Kondisi Reaksi Reformatsky Haloester (15) dengan Benzaldehida (23a) CuCl (ekivalen) 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 1 0,3 0,3
a

Data 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pelarut eter THF THF THF THF THFb THF THF dioksan toluena

Temperatur 0C suhu kamar suhu kamar refluks refluks refluks refluks refluks refluks refluks refluks

Waktu (jam) 2 18 40 10 16 40 40 40 27 27

Rendemen -a -a (16a) dan (17a) (15) dan (16a) (15), (16a) dan (17a) (17a), 45%c (17a), 66% (17a), 67% (17a), 66% (17a), 48% c

tidak terbentuk produk adisi 16a atau 17a; b THF tidak kering; c terbentuk produk samping HCF2COC(PPh3)CO2Et

Reaksi

dalam

pelarut

dioksan

yang

selanjutnya

dikaji

(data

9)

menghasilkan rendemen 66% dengan waktu reaksi yang lebih singkat, sedangkan reaksi dalam pelarut toluena dalam waktu yang sama memberikan 30
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

rendemen 45% (data 10). Tabel 4.2 dengan demikian menunjukkan bahwa kondisi reaksi seperti pada data 9 adalah yang terbaik, sehingga dipilih untuk kajian reaksi Reformatsky lebih lanjut. Pemisahan hasil reaksi Reformatsky data 9 dilakukan dengan terlebih dahulu menambahkan larutan ammonium klorida jenuh ke dalam hasil reaksi. Endapan yang diperoleh disaring dan dicuci dengan etil asetat. Fasa air dipisahkan dan diekstrak dengan etil asetat 3 kali. Fasa organik selanjutnya digabung dan dicuci berturut-turut dengan air dan larutan garam, kemudian dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrat dan diuapkan pada tekanan rendah. Pemurnian hasil reaksi dilakukan dengan kromatografi silika gel menggunakan eluen petroleum eter:etil asetat (3:1) sehingga diperoleh valerolaktona (17a) sebanyak 321 mg (rendemen 66%) dengan titik leleh 8182C. Identifikasi 5-fenil-4,4-difluoro-3-okso-2-(trifenilfosforanilidena)--

valerolaktona (17a) (dalam CDCl3) menggunakan spektrometer NMR diperoleh spektrum 1H-NMR yang menunjukkan adanya empat signal. Signal doubletdoublet pada pergeseran kimia 5,60 ppm merupakan signal proton dari gugus metin pada posisi C5 -valerolaktona, dan dua puluh proton aromatik dari keempat gugus fenil memberikan tiga signal multiplet pada pergeseran kimia 7,39-7,42 (4H); 7,51-7,56 (8H) dan 7,62-7,72 ppm (8H). Spektrum
13

C-NMR -

valerolaktona (17a) (dalam CDCl3) menunjukkan dua signal karbon metin dan difluorometilena masing-masing pada pergeseran kimia 69,6 dan 109,6 ppm, karbon-karbon alkena dan aromatik memberikan signal pada pergeseran kimia 123,1; 128,8; 128,9; 129,7; 133,8 dan 134,5 ppm; sedangkan dua karbon 31
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

karbonil memberikan signal pada pergeseran kimia 166,7 dan 179,6 ppm. Data spektrum NMR senyawa (17a) dapat juga dilihat seperti pada Tabel 4.3. Spektrum inframerah -valerolaktona (17a) menunjukkan adanya serapan dua gugus karbonil pada bilangan gelombang 1690 cm-1 dan 1628 cm-1. Identifikasi -valerolaktona (17a) tersebut diperkuat dengan spektrum massa hasil analisis dengan spektrometer massa yang menunjukkan ion molekul pada m/z 486 yang sesuai dengan massa relatif senyawa -valerolaktona (17a) dari pengukuran spektrum massa resolusi tinggi yang menunjukkan massa 486,1197 yang sangat mendekati massa relatif -valerolaktona (17a) sebesar 486,1196. Mekanisme reaksi pembentukan -valerolaktona (17a) dapat dilihat pada Gambar 4.2. Tabel 4.3. Data NMR Senyawa (17a) Tipe Proton -CH ArH Pergeseran Kimia (dalam ppm) 5,60 (dd, 1H) 7,39 7,42 (m, 4H) 7,51 7,56 (m, 8H) 7,62 7,72 (m, 8H) Tipe Karbon -CH >CF2 C=P ArCH ArC Pergeseran Kimia (dalam ppm) 69,6 109,6 123,1 128,8 128,9 129,7 133,8 134,5 166,7 179,6

C=O

4. 3

Reaksi Reformatsky Haloester (15) dengan Aldehida Lain dan Keton

Reaksi Reformatsky haloester (15) dengan aldehida lain dan keton dikaji dengan prosedur sama dengan data 9 Tabel 4.2, dan hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.4. Gugus pensubstitusi pada aldehida aromatik memberikan pengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan. Gugus-gugus 432
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

siano dan 4-bromo meningkatkan rendemen yang diperoleh (data 4 dan 8), tetapi gugus 4-nitro dapat mendeaktivasi benzaldehida sehingga reaksi tidak menghasilkan produk (data 7). Aldehida alifatik (23i) memberikan rendemen 75% (data 9); aldehida -tak jenuh seperti sinamaldehida (23j) dan akroleina (23k) hanya menghasilkan rendemen masing-masing 47% dan 31% (data 10 dan 11). Reaksi dengan metilfenilketon (23l) dan metil-pmetilfenilketon (23m) masing-masing menghasilkan rendemen sebesar 56% dan 54%, dengan haloester (15) yang berhasil diperoleh ulang 10-20% (data 12 dan 13). Data spektroskopi -valerolaktona yang mengandung gugus

difluorometilena (17) dapat dilihat seperti dalam Tabel 4.5; 4.6; 4.7 dan 4.8.
O Br F OEt F PPh3 (15) F F PPh3 O Zn Br Zn OEt O O

Ph C O (23a) H

Ph F F

O ZnBr OEt PPh3 BrZn O Ph F F PPh3 O O

OEt

Ph F F

O + PPh3

OEt-

+ZnBr

O (17a)

Gambar 4.2. Mekanisme Reaksi Pembentukan -Valerolaktona (17a) 33


Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

O Br F

O O + R1

O R2 (23)

Zn (3 ekivalen) CuCl (0,3 ekivalen) Dioksan Refluks

R2 R1 F F

O PPh3

PPh3 (15)

(17)

Tabel 4.4. Hasil Reaksi Haloester (15) dengan Aldehida Lain dan Keton Valerolaktona Rendemen (%) a (17) (17a) 66 (17b) 56 (17c) 63 (17d) (17e) (17f) (17g) (17h) (17i) (17j) (17k) (17l) (17m)
b

Data 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
a

(23) (23a) (23b) (23c)

R1

R2 H H H H H H H H H H H CH3 CH3

Ph 4-CH3C6H4 4CH3OC6H4 (23d) 4-BrC6H4 (23e) 4-ClC6H4 (23f) 2-ClC6H4 (23g) 4-O2NC6H4 (23h) 4-NCC6H4 (23i) (CH3)2CH (23j) PhCH=CH (23k) CH2=CH (23l) Ph (23m) 4-CH3C6H4

Titik Leleh (C) 81-82 217-219 199-201 86-87 190-191 104-105 218-219 56-60 69-70 158-159 200-202 215-217

80 64 70 85 75 47 31 56b 54b

perhitungan berdasarkan haloester (15);

haloester (15) yang diperoleh ulang 10-20%

34
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

Tabel 4.6. Data 1H-NMR Senyawa -Valerolaktona Terdifluoronasi (17) Tipe Proton -CH3 -CH Pergeseran Kimia 1H-NMR Senyawa -Valerolaktona terdifluoronasi (17) dalam ppm (17a) 5,60 (dd, J= 7 Hz, J=18 Hz, 1H) 7,39 - 7,42 (m, 4H) 7,51 - 7,56 (m, 8H) 7,62 - 7,72 (m, 8H) (17b) 2,23 (s, 3H) 5,48 (dd, J= 9 Hz, J= 16 Hz,1H) 7,08 (d, 2H) 7,30 7,60 (m, 17H) (17c) 3,77 (s, 3H) 5,56 (dd, J= 7,5 Hz, J= 17,6 Hz, 1H) 6,90 (d, 2H) 7,42 7,80 (m, 17H) (17d) 5,58 (dd, J= 3,4 Hz, J= 21 Hz, 1H) 7,45(d, J= 8,4 Hz, 2H) 7,51 7,56 (m, 8H) 7,62 7,73 (m, 9H) (17e) 5,59 (d, J= 21 Hz, 1H) 7,34 (d, 2H) 7,47 7,71 (m, 17H) (17f) 6.62 (d, J= 23,5 Hz, 1H) 7,31 7,43 (m, 2H) 7,52 7,82 (m, 17H)

=CH ArH

35
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

Tipe Proton -CH3 -CH

Pergeseran Kimia 1H-NMR Senyawa -Valerolaktona terdifluoronasi (17) dalam ppm (17h) 5,65 (d, J= 23 Hz, 1H) (17i) 1,14 (t, J= 6,8 Hz, 6H) 2,33 (td, J= 6,6 Hz, J= 13,3 Hz, 1H) 4,30 (d, J= 27 Hz, 1H) (17j) 5,24 (dt, J= 5 Hz, J= 16,6 Hz, 1H) (17k) 5,03 (dt, J= 18 Hz, 1H) (17l) 1,84 (s, 3H) (17m) 1,75 (s, 3H) 2,33 (s, 3H) -

=CH

6,40 (dd, J= 5,8 Hz, J= 16 Hz, 1H) 6,96 (d, J= 16 Hz, 1H) 7,27 7,74 (m, 20H)

5,52 (d, J= 10,7 Hz, 1H) 5,66 (d, J= 17,3 Hz, 1H) 6,00 6,08 (m, 1H) 7,47 7,69 (m, 15H)

ArH

7,51 - 7,72 (m, 19H)

7,46 7,68 (m, 15H)

7,37 7,69 (m, 20H)

7,13 (d, J= 8 Hz, 2H) 7,37 7,69 (m, 17H)

36
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

Tabel 4.7. Data 13C-NMR Senyawa -Valerolaktona Terdifluoronasi (17) Tipe Karbon -CH3 Pergeseran Kimia 1H-NMR Senyawa -valerolaktona terdifluoronasi (17) dalam ppm (17a) (17b) 21,7 (17c) 55,8 (17d) (17e) (17f) (17h) (17i) 18,9 19,8 27,5 -CH -CF2 -CN -C=C -C=P ArCH ArC 69,6 109,6 123,1 128,8 128,9 129,7 133,8 134,5 69,5 109,6 122,9 128,5 129,0 129,5 133,6 134,3 139,5 69,5 109,7 122,9 123,9 127,5 129,6 129,7 130,1 131,4 133,7 134,3 C=O 166,7 179,6 166,5 179,4 166,7 179,6 69,8 109,6 122,9 124,1 129,8 130,5 131,1 132,1 133,9 134,5 166,4 179,2 69,7 109,4 122,7 129,0 129,7 130,1 130,5 133,8 134,3 135,7 166,2 179,1 69,4 109,8 122,8 127,3 129,6 129,9 131,0 131,3 133,7 134,4 166,6 179,3 37
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

(17j) -

(17k) -

(17l) 22,9

(17m) 20,1 21,3

69,8 109,2 113,7 119,0 129,4 129,7 132,6 133,9 134,4 135,1

70,1 111,1 122,6 129,7 133,7 134,3

69,8 110,0 119,4 123,1 127,6 129,2 129,4 129,7 133,8 134,5 136,8

69,0 109,1 121,7 122,3 127,8 129,0 133,1 133,7

69,5 109,2 122,9 126,4 129,1 129,5 133,5 134,2 140,0

67,7 110,5 121,5 124,9 127,8 128,1 132,7 135,8 136,9

165,9 178,8

168,0 179,9

166,3 179,3

165,5 178,3

165,9 179,0

164,5 177,6

Tabel 4.8. Data Serapan IR Senyawa -Valerolaktona Terdifluoronasi (17) Tipe Serapan C=O Bilangan Gelombang Serapan IR Senyawa -Valerolaktona terdifluoronasi (3) dalam cm-1 (17a) 1628 1690 (17b) 1628 1690 (17c) 1625 1698 (17d) 1629 1691 (17e) 1621 1703 (17f) 1633 1695 (17h) 1639 1685 (17i) 1622 1686 (17j) 1626 1689 (17k) 1622 1689 (17l) 1628 1687 (17m) 1625 1686

Tabel 4.9. Data Hasil Analisa Senyawa -Valerolaktona Terdifluorinasi (17) dengan Spektrometer Massa Senyawa yang dianalisa (17a) (17b) (17c) (17d) (17e) (17f) (17h) (17i) (17j) (17k) (17l) (17m) Massa relatif senyawa 486,1196 500,1353 516,1302 564,0302 520,0807 520,0807 511,1149 452,1353 512,1353 436,1040 500,1353 514,1509 Massa relatif hasil pengukuran dengan HRMS 486,1197 500,1353 516,1301 564,0303 520,0808 520,0807 511,1150 452,1353 512,1353 436,1040 500,1353 514,1510 38
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

Puncak ion molekul (m/z) pada spektrum massa hasil pengukuran dengan MS 486 (M+, 25%) 500 (M+, 13%) 516 (M+, 8%) 564 (M+, 11%) 520 (M+, 17%) 520 (M+, 3%) 511 (M+, 39%) 452 (M+, 6%) 512 (M+, 3%) 436 (M+, 18%) 500 (M+, 20%) 514 (M+, 17%)

BAB V KESIMPULAN

5. 1

Kesimpulan -valerolaktona yang mengandung gugus

Senyawa-senyawa

difluorometilena (17) telah berhasil disintesis secara langsung (one-pot) melalui reaksi Reformatsky yang melibatkan etil 4-bromo-4,4-difluoro-3-okso2-(trifenilfosforanilidena)butanoat (15) dengan senyawa-senyawa karbonil selama 27 jam dalam pelarut dioksan pada temperatur refluks dan menggunakan katalis tembaga (I) klorida. Etil 4-bromo-4,4-difluoro-3-okso-2(trifenilfosforanilidena)butanoat (15) yang digunakan merupakan hasil reaksi karbetoksimetil-trifenilfosfonium bromida (14) dengan anhidrida

bromodifluoroasetat (13) dan trietilamina dalam tetrahidrofuran anhidrat selama dua jam dalam penangas es.

5. 2

Saran 4,4-difluoro-3-okso-2-(trifenilfosfor-

Uji bioaktivitas senyawa-senyawa anilidena)--valerolaktona.

39
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

DAFTAR PUSTAKA

Adam, R., Johnson, J. R., Wilcox, C. F., 1963. Laboratory Experiments in Organic Chemistry, The Macmillan Company, New York Bergman, A. M., Pinedo, H. M., Peters, G.J., 2002 Reviews: Determinants of resistance to 2,2-difluorodeoxycytidine (gemcitabine), Drug Resistance Updates Vol. 5, 19-33 Bresnick, S., 2003. Intisari Kimia Organik, Alih Bahasa Hadian Kotong, Hipokrates, Jakarta Endo, A., 1985. Compactin (ML-236B) and Related Compounds as Potential CholesterolLowering Agent That Inhibit HMG-CoA Reductase. American Chem. Society Vol. 28 Fang, X., Yang, X., Zhao, M.,Di, Q., Wang, X., Wu, F., 2009. One-pot Synthesis of 4,4-Difluoro-3-Okso-2-(Triphenylphosphoranylidene)-Lactones by Reformatsky Reaction. J. Fluorine Chem. Vol. 130, 974-978 Fessenden, R. J., Fessenden, J. S., 1999. Kimia Organik, Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta Gritter, R. J., Bobbitt, J. M., Schwarting, A. E., 1991. Pengantar Kromatografi, Terjemahan Kokasih Padmawinata, Edisi Kedua, Penerbit ITB, Bandung Hart, H., Leslie, E. C., David, J.H., 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat, Erlangga, Jakarta 40
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

Hoffman, R. V., 2004. Organic Chemistry: an Intermediate Text, 2nd Edition, John Willey & Sons, Inc., New York Hu, Q. S., Hu, C. M., 1997. Reformatsky Reactions of Ethyl 4,4-Difluoro-3-Ethoxy-4-Halocrotonates: Synthesis of 4,4-Difluorocarbonate Derivatives and 2-Lactenones, J. Fluorine Chem. Vol. 83, 87-88 Kirk, K. L., 2006. Fluorine in Medicinal Chemistry: Recent Therapeutic Applications of Fluorinated Small Molecular, J. Fluorine Chem. Vol. 127, 1013-1029 Loundon, G. M., 1984. Organic Chemistry, Addison-Wesley Publishing Company, West Lafeyette March, J., Smith, M. B., 2001. March's Advanced Organic Chemistry: Reactions, Mechanisms, and Structure, 5th Edition, Wiley-Interscience, New York McKee, J. R., Zanger, M., 1997. Essential of Organic Chemistry, Small Scale Laboratory Experiments, Wm. C. Brown Publishers, Dubuque, USA McLafferty, F. M., 1988. Interpretasi Spektra Massa, Terjemahan Hardjono Sastrohamidjojo, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Norris, J. F., 1924. Experimental Organic Chemistry, McGraw-Hill Book Company Inc., New York Ocampo, R., Dolbier, W. R., 2004. The Reformatsky Reaction in Organic Synthesis. Recent Advances, Tetrahedron Vol. 60, 93259374 Penissi, A. B., Giordano, O. S., Guzman, J. A., Rudolph, M. I., Piezzi, R. S., 2006. 41
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

Chemical and Pharmacological Properties of Dehydroleucodine, A Lactone isolated from Artemisia douglasiana Besser. Molecular Medical Chemistry Vol. 10, 1-11 Pine, S. H., Hendrickson, J. B., Cram, D. J., Hammond, G. S., 1988. Kimia Organik 1, Terjemahan Roehyati Joedodibroto dan Susanti W. Purbo-Hadiwidjoyo, Edisi Keempat, Penerbit ITB, Bandung Ramachandran, P. V., Padiya, K. J., Rauniyar, V., Reddy, M. V. R., Brown, H. C., 2004. Asymmetric Synthesis of 6-(2,3,4,5,6-Pentafluorophenyl)--Lactones via allylboranes: Application for the Synthesis of Fluorinated Analog of Key Pharmacophore of Statin Drugs, J. Fluorin Chem. Vol. 125, 615-620 Silverstein, R. M., Webster, F. X., Kiemle, D. J., 2005. Spectrometric Identification of Organic Compounds, 7th Edition, John Willey & Sons, Inc., New York Sudjadi, 1988. Metode Pemisahan, Kanisius, Yogyakarta Suh, Y., Rieke, R. D., 2004. Synthesis of -Hydroxy Ester Using highly Active Manganese, Tetrahedron Letters Vol. 45, 1807-1809 Supratman, U., 2010. Elusidasi Struktur Senyawa Organik (Metode Spektroskopi Penentuan Struktur Senyawa Organik), Widya Pajajaran, Bandung Tozer, M. J., Herpin, T. F., 1996. Methods for the Synthesis of gem-Difluoromethylene Compounds, Tetarahedron Vol. 52, 8619-8647 Vishnoi, N. K., 1996. Advance Practical Organic Chemistry, Vikas Publishing House Pvt. Ltd., Kanpur untuk

42
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

Vogel, A. I., 1989. Textbook of Practical Organic Chemistry, Fifth Edition, Longman Group, London Wang, Y., Zhu, S., 2001. Reformatsky-Type Aldol Reactions of 4-Bromo-4,4-Difluoroacetoacetate with Aldehydes and Ketones, Tetrahedron Letters Vol. 42, 5741-5744

43
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

LAMPIRAN A SKEMA KERJA

1. Sintesis etil 4-bromo-4,4-difluoro-3-okso-2-(trifenilfosforanilidena) butanoat (15) Karbetoksimetil-trifenilfosfonium bromida (14) (1,5 g; 50 mmol) dalam THF anhidrat (100 mL) didinginkan dalam penangas es ditambahkan trietilamin (15 mL; 110 mmol) diaduk selama 30 menit ditambah tetes demi tetes anhidrida bromodifluoroasetat (13) (18,25 g; 55 mmol) diaduk lebih lanjut selama 2 jam disaring

Filtrat (a)

Endapan Filtrat (b) dicuci dengan THF dingin (3 kali) Endapan

dipekatkan pada tekanan rendah ditriturasi dengan air (60 mL) disaring

Filtrat

Produk kotor dicuci dengan air dikeringkan pada tekanan rendah direkristalisasi dalam metanol-air

Haloester (15)

44
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

2. Reaksi Reformatsky Haloester (15) dengan Aldehida dan Keton Serbuk Seng (3 ekiv) + CuCl (0,3 ekiv) dalam 2 mL dioksan anhidrat ditambah tetes demi tetes Aldehida / Keton (23) (1,1 ekiv) + Senyawa (15) (1 ekiv) dalam 1 mL dioksan anhidrat diaduk sambil direfluks selama 27 jam didinginkan sehingga mencapai suhu kamar ditambah NH4Cl jenuh 5 mL disaring

Filtrat

Endapan dicuci dengan EtOAc

Filtrat

Endapan

dipisahkan lapisan organik

Lapisan Organik

Lapisan Air diekstraksi dengan EtOAc (3 x 10 mL)

dicuci dengan air dicuci dengan air garam dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat diuapkan pada tekanan rendah

Residu Hasil (17)

Uap

dimurnikan dengan kromatografi pada silika gel dengan eluen PE:EtOAc (3:1)

45
Naskah ini ditulis berdasarkan J. Fluorine Chem., 2009, 130, 974-978

You might also like