You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Bahan galian merupakan mineral asli dalam bentuk aslinya, yang dapat

ditambang untuk keperluan manusia. Mineral-mineral dapat terbentuk menurut berbagai macam proses, seperti kristalisasi magma, pengendapan dari gas dan uap, pengendapan kimiawi dan organik dari larutan pelapukan, metamorfisme, presipitasi dan evaporasi, dan sebagainya . Pada wilayah kabupaten Purbalingga terdapat daerah pertambangan tanah liat atau lempung yang terletak pada wilayah Karang Pinggir kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga. Kabupaten Purbalingga, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Purbalingga. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Pemalang di utara, Kabupaten Banjarnegara di timur dan selatan, serta Kabupaten Banyumas di barat dan selatan. Lempung di pergunakan sebagai bahan baku keramik, batu bata, bahan semen dan gerabah. Lempung atau tanah liat ialah kata umum untuk partikel mineral berkerangka dasar silikat yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Lempung mengandung leburan silika dan/atau aluminium yang halus. Unsur-unsur ini, silikon, oksigen, dan aluminum adalah unsur yang paling banyak menyusun kerak bumi. Lempung terbentuk dari proses pelapukan batuan silika oleh asam karbonat dan sebagian dihasilkan dari aktivitas panas bumi.

1.2

Permasalahan Permasalahan yang diambil pada makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah latar belakang dari pertambangan tanah liat di Kali Pinggir Purbalingga ? 2. Bagaimanakah pengaruh pertambangan tanah liat terhadap lingkungan jika dilihat dari aspek Geologi Lingkungan dan rekomendasi yang perlu diberikan terkait dengan permasalahan lingkungannya ?

1.3

Hipotesa Pada daerah Karang Pinggir Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga terdapat adanya pertambangan tanah liat yang berguna dalam industri keramik dan genteng. Berbeda dengan pertambangan pada umumnya yang selalu berakibat buru terhadap lingkungan sekitar baik saat atau pasca tambang. Pertambangan tanah liat pada wilayah ini justru bermanfaat khususnya dalam normalisasi lahan dan peningkatan sumber daya alam bagi wilayah tersebut serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan.

1.4

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan di perairan barat sumatera adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui latar belakang dari pertambangan tanah liat di Kali Pinggir Purbalingga. 2. Dapat mengetahui pengaruh pertambangan tanah liat terhadap lingkungan jika dilihat dari aspek Geologi Lingkungan dan rekomendasi yang perlu diberikan terkait dengan permasalahan lingkungannya.

1.5

Kegunaan Penelitian Kegiatan penelitian tambang tanah liat pada daerah Karang Pinggir Bukateja dapat dijadikan topik penelitian dan pembahasan oleh beberapa mahasiswa dari Program Studi Teknik Geologi Unsoed untuk mendukung kegiatan perkuliahan di kampus.

1.6

Ruang Lingkup Daerah yang di amati adalah daerah Karang Pinggir Kecamatan Bukateja

Kabupaten Purbalingga.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah Liat digolongkan Sebagai Bahan Pertambangan Batuan Menurut UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 Pasal 34 ( 2 ) Pada studi kasus penambangan tanah liat didesa Karang Pinggir kecamatan Bukateja, diketahui bahwa penambangan di lapangan berupa lempung tetapi nama dagang dan ijin penambangan adalah tanah liat. Menurut pasal 34 ( 2 ), tanah liat termasuk golongan pertambangan batuan. Dimana komoditas pertambangan batuan terdiri dari pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanahdiatome, tanah serap (fullers earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batuapung, opal, kalsedon, chert, Kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batukali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasirurug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah merah (laterit), batugamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsure mineral logam atau unsur mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. Lempung membentuk gumpalan keras saat kering dan lengket apabila basah terkena air. Sifat ini ditentukan oleh jenis mineral lempung yang mendominasinya. Mineral lempung digolongkan berdasarkan susunan lapisan oksida silikon dan oksida aluminium yang membentuk kristalnya. Golongan 1:1 memiliki lapisan satu oksida silikon dan satu oksida aluminium, sementara golongan 2:1 memiliki dua lapis golongan oksida silikon dan satu lapis oksida aluminium.

Mineral lempung golongan 2:1 memiliki sifat elastis yang kuat, menyusut saat kering dan membesar saat basah. Karena perilaku inilah beberapa jenis tanah dapat membentuk kerutan-kerutan atau "pecah-pecah" bila kering.Rumus kimia SiO2 Al2 O3, Fe2 O3 TiO2 terdapat di Pulau Mare dengan cadangan yang menyebar Lempung atau tanah liat telah dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk membuat genteng dan bata merah. anah liat terbentuk dari hasil pelapukan lanjut suatu batuan dasar. Tanah pelapukan yang masih berada di lokasi batuan induknya biasanya memiliki komposisi ukuran butir yang beraneka ragam, dari halus hingga kasar, lazimnya disebut tanah laterit. Sedangkan tanah pelapukan yang telah mengalami proses pengikisan, pelarutan dan pengangkutan oleh aliran air hingga diendapkan kembali pada lokasi lain yang lebih rendah akan mengalami pemilahan dan ukuran butirnya pun menjadi relatif seragam yakni halus, lazimnya disebut tanah liat. Tanah liat yang dianggap cukup baik sebagai bahan baku perkakas rumah tangga atau sebagai bahan baku genteng, bata dan lainnya, biasanya yang berasal dari pelapukan batuan yang mengandung mineral silika. Tanah liat yang berada di Kabupaten Serang diduga merupakan hasil pelapukan batu pasir tufaan atau tufa berbatu apung.

gambar 1 Papan Nama Pertambangan Tanah Liat

2.2 Kondisi Morfologi Desa Karang Pinggir Kecamatan Bukateja Purbalingga Pada wilayah Karang Pinggir yang merupakan desa dari Kecamatan Bukateja termasuk pada wilayah Purbalingga bagian tenggara dan berdekatan dengan wilayah Bukateja. Selain itu, daerah pertambangan tanah liat ini juga terdapat pada wilayah dataran rendah dimana pada daerah tersebut hanya terdapat persawahan dan tidak subur. Pada wilayah studi kasus ini terdapat akumulasi endapan lempung yang cukup besar. Diperkirakan tempat tersebut adalah suatu cekungan dimana material sedimen yang diendapkan material dengan ukuran lempung yang kemungkinan berasal dari sedimen sungai. Dalam proses pengendapan, material yang memiliki ukuran lempung akan diendapkan paling akhir. Pada wilayah ini terletak pada Latitude sebesar -7,449787 dan Longitude sebesar 109,411186. Berikut dibawah ini adalah peta morfologi dari Purbalingga :

gambar 2Peta Morfologi Kabupaten Purbalingga

gambar 3Kondisi morfologi daerah ini dikelilingi oleh persawahan

gambar 4 Jalan desa menuju lokasi pertambangan

gambar 5 jalan menuju lokasi pertambangan

2.3 Kondisi Geologi Desa Karang Pinggir Kecamatan Bukateja Purbalingga

gambar 6 Peta Geologi Kabupaten Purbalingga

Pada peta geologi wilayah Purbalingga tampak bahwa termasuk dalam aluvium dan formasi Halang. Dimana Alluvium lebih mendominasi. Dimana material aluvium terdiri dari kerikil, pasir, lanau dan lempung. Selain itu, aluvium dapat sebagai endapan sungai dan pantai. Dalam studi kasus didaerah Kali Pinggir, terdapat sebuah sungai Pekacangan sehingga dapat diasumsikan bahwa endapan aluvium pada daerah studi kasus berasal dari Sungai Pekacangan. Berikut dibawah ini adalah gambar dari sungai serayu.

gambar 7 sungai Serayu dan Sungai Pekacangan

Berikut dibawah ini adalah peta batuan atau litologi Kabupaten Purbalingga.

gambar 8 Peta Batuan / Litologi Kabupaten Purbalingga

Daerah Penelitian ( Kecamatan Bukateja )

10

BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian lapangan Penelitian dilakukan dengan melalui survey langsung kelapangan dengan langkah langkah :

Penentuan posisi dilakukan untuk menentukan titik pengamatan karakteristik dari tanah liat pada daerah penelitian. Pengamatan karakteristik tanah liat dilakukan secara visual sepanjang daerah penelitian dengan mengamati antara lain kondisi geologi, morfologi dan relief, vegetasi penutup, tata guna lahan, keberadaan dan kependudukan beserta aktivitasnya sepanjang areal pertambangan.

Selain itu kami juga mengadakan wawancara denga Bapak Mugi selaku pemilik dari pertambangan tersebut.

Penelitian Pustaka Penelitian pustaka meliputi mencari data data sekunder untuk memperlengkap makalh. Diantaranya penulis mencari sumber dari internet dan juga meminta data dari pemilik pertambangan.

11

BAB IV PEMBAHASAN A. Material yang ditambang Tanah liat yang terdapat pada daerah pertambangan tidak langsung tersingkap diatas permukaan. Tetapi dibawah lapisan tanah humus yang tingginya hanya kurang lebih 40 cm. Berdasarkan dari gambar dibawah tampak bahwa tanah humus berada pada horison O dimana horison O merupakan horison yang umumnya berisi tanah humus. Kemudian pada horison A dan B merupakan tanah liat yang ditambang. Sedangkan dibawahnya merupakan endapan sedimen yang berupa pasir pasir halus.Lapisan-lapisan dalam penampang tanah, biasanya hampir sejajar dengan permukaan tanah, tiap lapisan mempunyai karakteristik yang berbeda sebagai hasil proses perkembangan tanah. Penjelasan tiap horison yakni sebagai berikut : Horison O Utamanya dijumpai pada tanah-tanah hutan yang belum terganggu.

- Merupakan horison organik yang terbentuk di atas lapisan tanah mineral - Horison organik merupakan tanah yang mengandung bahan organik > 20% pada seluruh penampang tanah, tanah mineral biasanya kandungan bahan organik kurang dari 20% karena sifat-sifatnya didominasi oleh bahan mineral. Horison A

12

-Merupakan horison yang terletak dekat dengan permukaan ( dekat dengan humus ) -Merupakan campuran bahan organik dan bahan mineral. -Merupakan horison eluviasi (pencucian). Horison B - horison iluviasi (penimbunan) dari bahan-bahan yang tercuci di atasnya (liat, Fe, Al, bahan organik).

gambar 9 Singkapan tanah liat

13

gambar jelasnya terletak pada gambar disamping

gambar 10 singkapan tanah liat dari dekat

Selain itu, pada daerah pertambangan tersebut setelah dilakukan penggalian tanah liat ditemukan kayu kayu yang telah terkubur cukup lama tetapi belum menjadi fosil. Karena syarat fosil adalah berumur Holosen, dimana kayu yang ditemukan tersebut belum mengalami perubahan fosilisasi, hanya berubah menjadi empuk saja. Hal ini dimungkinkan karena terendapkan lempung yang mengandung banyak air. Kemungkinan kayu tersebut berasal dari tumbuhan tumbuhan yang ditanami pada wilayah tersebut sebelumnya dimana kemungkinan tumbuhan tersebut tumbuh sebelum endapan lempung terjadi.

14

Kayu yang telah tersingkap (sebelumnya terkubur bersama tanah liat )


gambar 11 kayu yang telah tersingkap

B. Teknis Penambangan Penambangan tanah liat untuk bahan baku genting ( genteng ) dilakukan secara manual dengan sekop. Top soil sudah disisipkan untuk dikembalikan lagi bila penambangan selesai. Namun kedalaman penambangan yang mencapai 2 meter lebih dari kondisi semula membuat lahan menjadi terlalu rendah dan sawah sekitarnya rawan longsor. Tanah liat diguyur air terlebih dahulu agar mudah ditambang dan dibentuk semacam gumpalan gumpalan agar mudah diangkut truk.

15

gambar 12 Bentuk tanah liat yang akan diangkut ke truk

gambar 13 suasana pertambangan tanah liat

16

C. Dampak Terhadap Lingkungan 1. Dampak Positif Proses pengambilan tanah liat berasal dari taanah lapang yang sudah hamper 10 tahun tidak berproduksi. Tanah lapang tersebut sudah pernah di tamanami berbagai tanaman seperti padi, jagung, hingga pohon alba yang tumbuh tidak sempurna. Namun, hasil dari coba-coba warga sekitar yang penasaran dengan keadaan lahan tersebut membuat inisiatif salah satu warganya untuk mencoba menggali hingga kedalaman kurang lebih 2 meter. Hasil yang di dapat adalah adanya lapisan tanah liat yang kurang lebih mempunyai ketebalan 1,5 meter. Seperti yan telah di ketahui bahwa lapisan lempung/tanah liat mempunyai permeabilitas yang besar yang menyebabkan air tidak dapat terserap masuk oleh tanaman. Warga juga menemukan bahwa jenis lempung tersebut merupakan bahan yang berkualitas tinggi sebagi bahan dasar untuk membuat genteng. Selain itu juga lapisan lempung tersebut diekspor ke daerah Kalimantan dan Bali untuk di gunakan sebagai pelicin dalam kegiatan pemboran air tanah. Lapisan lempung di ambil dan kemudian di jadikan bahan genteng, sedangkan lapisan humus yang terletak diatas lapisan lempung di tinggal sebagai bahan penyubur tanaman. Setelah dilakukan aktivitas penambangan, daerah yang tidak dapat di tamami, sekarang dapat berproduksi kembali. Hal tersebut disebabkan karena lapisan panghambat masuknya air yaitu lapisan lempung sudah ditambang. Jenis tanaman yang tumbuh subur di daerah bekas tambang tersebut adalah tanaman padi sebagai tanaman utama di daerah tersebut. Kini sang pemilik lahan berloma-lomba untuk menambang tanah liat agar lahannya bias kembali berproduksi. 2. Dampak Negatif Lahan yang ditambang merupakan areal persawahan dengan irigasi teknis. Dengan alasan sawah tidak produktif karena irigasi sulit sehingga agar mudah dialiri irigasi, maka tanah diturunkan dengan penggalian. Penggalian yang terlalu dalam
17

dapat menyebabkan tanah malah justru menjadi terlalu rendah sehingga pada musim penghujan menjadi tergenang dan tidak bisa ditanami. Penggalian yang terlalu dalam juga dapat mengakibatkan sawah/ lahan sekitarnya menjadi rawan longsor dan juga berpotensi merusak saluran irigasi yang digunakan untuk mengaliri sawah sawah teknis disekitarnya. Pengelolaan top soil yang tidak benar akan menyebabkan pencetakan sawah kembali setelah penambangan menjadi sulit karena lahan sudah tidak subur lagi. Selain itu, Truk pengangkutan tanah liat yang terlalu sering melewati jalan desa, berpotensi mengotori dan merusak jalan desa yang dilaluinya tersebut

D. Pemasaran Hasil Penambangan Tanah liat untuk bahan baku genting dipasarkan dengan harga sekitar Rp 40.000 per truk, terutama untuk memenuhi kebutuhan pabrik genting Ajibarang, Kabupaten Banyumas, sedangkan sebagian kecil dipasarkan ke pabrik genting lokal yaitu yang ada di Desa Jetis, Kecamatan Kemangkon. E. Kelengkapan Perizinan Penambangan tanah liat pada wilayah ini telah mendapatkan izin dari Pemerintah Purbalingga. Izin yang dimiliki oleh pertambangan ini merupakan izin SIPD ( Surat Izin Pertambangan Daerah ). Dimana merut pemilik dari pertambangan tersebut, izin tersebut diperbaharui tiap 2 tahun. F. Potensi Pengembangan Usaha

18

Penambangan tanah liat didesa Karang Pinggir, Kecamatan Bukateja akan lebih berniali ekonomis apabila dijual sudah dalam bentuk barang kerajinan. Karena hanya untuk bahan baku barang kerajinan maka penambangan cukup dilakukan dalam skala kecil dan hanya pada daerah yang benar- benar aman untuk ditambang saja sehingga tidak merusak sawah irigasi teknis dan lingkungan sekitarnya. Perkembangan pariwisata di Kabupaten Purbalingga akan sangat mendukung pengembangan usaha barang kerajinan / souvenir dari tanah liat.

G. Rekomendasi Dengan memanfaatkan tanah Liat yang terdapat pada Desa Karang Pinggir Bukateja, dapat dikembang usaha souvenir atau barang kerajinan. Penambangan tanah liat cukup dilakukan dalam skala kecil pada daerah aman. Pengembangan usaha ini dapat mendukung perkembangan pariwisata pada daerah Purbalingga. Untuk itu perlu dilakukan upaya pembinaan dari dinas atau instansi terkait.

Para pengelola dan pekerja penambangan perlu diarahkan untuk kembali ke matapencahariannya semula sebelum melakukan penambangan.

19

KESIMPULAN

Kondisi lingkungan di daerah tambang menjadi subur dengan adanya aktifitas penambangan. Warga sekitar tidak hanya mengandalkan mata pencaharian dari bertani tetapi dari hasil kegiatan penambangan. Kegiatan ekonomi di sekitar daerah penambangan dapat berjalan dengan sangat pesat. Pemilik lahan yang mempunyai tanah gersang dan diprediksi mempunyai kadungan lempung menginginkan agar lahannya dapat ditambang.

20

DAFTAR PUSTAKA

http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/2064230-horisontanah/#ixzz1PjnrbTKc ( online pada tanggal 17 Juni 2011 ) http://www.purbalinggakab.go.id/download/download-peta-purbalingga.html ( online pada tanggal 16 Juni 2011 ) http://www.purbalinggakab.go.id/topografi/topografi ( online pada tanggal 16 Juni 2011 ) http://www.wikipedia.com/lempung ( online pada tanggal 10 Juni 2011 )

21

22

You might also like