You are on page 1of 31

HUBUNGAN PREMATURITAS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA DI RSUD TASIKMALAYA TAHUN 2009

Oleh : ERNILA CONSTANTIA PUTRI NPM : 0200070015

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk Memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Ahli Madya Kebidanan (AM.Keb)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RESPATI TASIKMALAYA 2010 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 diharapkan angka kematian di Indonesia bisa ditekan. Sebagai indikator yang dijadikan dasar untuk mengukur keberhasilan yang telah dicapai terhadap kegiatan pelayanan kebidanan adalah angka kematian ibu dan bayi. Untuk itu telah digariskan bahwa salah satu kebijaksanaan dasar pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kualitas kehidupan dan usia harapan hidup, menekan angka kematian ibu dan bayi baru lahir seoptimal mungkin.1 Secara nasional angka kematian ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2007 berjumlah 286 jiwa dari 100 ribu kelahiran hidup, dan angka kematian bayi (AKB) sebanyak 32 dari 1000 kelahiran hidup.2 Sedangkan kematian neonatal (umur 0-7 hari) adalah 275 neonatal meninggal setiap hari. Sedangkan kematian neonatal (umur 0-28 hari) adalah 275 neonatal meninggal. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat jumlah angka kematian bayi kurang dari 1 tahun sebesar 69 per 1000 kelahiran hidup.3 Penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatus diantaranya karena komplikasi pada bayi baru lahir BBLR, asfiksia, pneumonia dan infeksi serta

ikterus neonatorum. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kematian bayi karena asfiksia masih cukup tinggi. Pola penyakit penyebab kematian menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi adalah prematur dan berat badan lahir rendah yaitu sebanyak 35%, kemudian asfiksia lahir 33,6%, malnutrisi janin dan imaturitas, serta BBLR (17%).4 Berdasarkan data WHO (World Health Organization), setiap tahunnya kirakira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir satu juta bayi ini meninggal, sedangkan survei WHO tahun 2006 dan 2007 kematian bayi baru lahir disebabkan oleh asfiksia sebesar (27%).4 Angka kematian bayi di Indonesia sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 5 menit terdapat satu neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia yaitu asfiksia sebesar (27%).5 Survey pendahuluan di RSUD Tasikmalaya tahun 2009 diperoleh data angka kejadian asfiksia sebanyak 916 bayi dari jumlah kelahiran sebanyak 185 kelahiran hidup, dari jumlah bayi yang mengalami asfiksi sebanyak 88 bayi adalah bayi prematur dan dari jumlah bayi yang mengalami asfiksia tersebut sebanyak 8 berakhir dengan kematian.6 Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas kedua tertinggi. Akibat jangka panjang asfiksia perinatal ini dapat diperbaiki secara bermakna bila hal ini diketahui sebelum kelahiran (misalnya pada keadaan gawat janin), sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/oksigenasi janin

intrauterin atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.7 Berbagai penyebab utama terjadinya asfiksia neonatus yaitu prematuritas dengan ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan bayi cukup bulan. Prematuritas adalah bayi yang dilahirkan tidak cukup bulan, sehingga organ tubuhnya baik itu jantung maupun paru-paru belum berkembang secara sempurna sehingga proses pernapasan tidak dapat berjalan dengan baik.8 Proses yang terjadi pada asfiksia dapat diramalkan meskipun penyebabnya belum diketahui seperti pada kasus kelahiran prematur yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada bayi. Berdasarkan data yang diperoleh dapat diasumsikan bahwa tidak setiap bayi prematur mengalami asfiksia, begitupun sebaliknya asfiksia tidak selalu disebabkan oleh prematur. Melihat paparan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yaitu mengenai hubungan prematuritas dengan kejadian asfiksia di RSUD Tasikmalaya tahun 2009.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan paparan tersebut di atas, penulis mengidentifikasikan rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana hubungan antara prematuritas dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Tasikmalaya thun 2009?.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara prematuritas dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Tasikmalaya tahun 2009. 1.3.2 1. Tujuan Khusus Mengetahui angka kejadian prematuritas di RSUD

Tasikmalaya tahun 2009. 2. Mengetahui angka kejadian asfiksia neonatorum di RSUD

Tasikmalaya tahun 2009. 3. Mengetahui hubungan kejadian asfiksia yang disebabkan

prematuritas di RSUD Tasikmalaya tahun 2009.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjadi based evidence bagi pengembangan Ilmu Kebidanan dan Ilmu Kesehatan Anak dan Ilmu Kegawatdaruratan. 1.4.2 1. Manfaat Praktis Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat menginformasikan dan memberikan sumbang saran yang konstruktif bagi masyarakat khususnya bagi ibu yang

mempunyai bayi dengan asfiksia neonatorum sehingga dapat mengubah perilaku dalam peningkatan kesehatan ibu hamil. 2. Bagi RSUD Tasikmalaya

Penelitian in dapat dijadikan sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan melalui perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi asuhan kebidanan pada kehamilan prematuritas melalui pemberian terapi dengan oksigenasi atau terminasi sehingga dapat mencegah terjadinya asfiksia neonatorum di RSUD Tasikmalaya. 3. Bagi STIKes Respati

Penelitian ini dapat dijadikan bahan kepustakaan dan sebagai landasan untuk mendorong mahasiswa kebidanan agar lebih memahami manajemen asuhan kebidanan pada asfiksia neonatorum. 4. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat dijadikan bekal untuk pengembangan profesi kebidanan sehingga apabila nanti sudah terjun ke lapangan dapat memberikan asuhan kebidanan pada ibu yang mempunyai bayi dengan asfiksia neonatorum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 1. Prematuritas Pengertian Prematuritas adalah kelahiran bayi pada saat masa kehamilan kurang dari 259 hari dihitung dari hari terakhir haid ibu.9 Prematuritas bayi yang dilahirkan pada minggu ke 37 usia kehamilan. Bayi yang lahir cukup bulan yang beratnya kurang dari 2500 gr bukan prematuritas, walaupun lebih kecil dari semestinya. Prematuritas ialah bayi lahir pada kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan yang sesuai.10 Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa prematuritas ialah bayi yang lahir sebelum cukup bulan yaitu < 37 minggu dengan berat badan < 2500 gr atau berat badan yang sesuai. 2. Klasifikasi Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya

prematuritas digolongkan dalam 3 kelompok, yaitu : 1) Bayi yang sangat prematur berat (extremely premature) : bayi yang lahir pada usia kehamilan 24-30 minggu masih sangat sukar hidup terutama di negara belum atau yang sedang berkembang. 6

2) Bayi pada derajat prematur sedang (moderately premature) : bayi yang lahir pada usia kehamilan 31-36 minggu. 3) Bayi yang kurang bulan (bordeline premature) : bayi yang lahir pada usia 37-39 minggu.11 3. Karakteristik prematuritas Prematuritas ukurannya kecil, kepalanya terlihat besar untuk tubuhnya yang kecil. Mukanya kecil tapi tidak ada lemak di pipinya dan matanya menonjol. Daun kupingnya tidak ada atau tidak sempurna. Rambutnya sedikit tidak teratur, banyak lanugo di tubuhnya, verniks sedikit sekali, kulitnya keriput tipis dan sangat merah muda. Scrotumnya belum berbentuk dan tidak berisi testikel. Pada bayi perempuan klitorisnya besar dan labia menora terlihat jelas. Refleknya masih buruk, demikian juga tonus ototnya terutama otot polos di saluran cerna dan di sistem kemih belum siap menunaikan fungsinya. Bagi prematuritas sebenarnya masih harus terapung dalam cairan uterus dengan segala kenyamanannya bukan malah berjuang keras beradaptasi dengan dunia luar.12 Oleh karena itu tubuhnya belum cukup terdesain untuk diletakan dalam posisi dan postur untuk waktu yang lama. Jika prematuritas dibiarkan dalam posisi yang ia kehendaki, ia akan mengambil posisi mirip katak. Anggota gerak dapat digerakannya

dan akhirnya ia akan mampu mengubah posisinya seperti bayi normal yang selalu aktif bergerak. Pada awalnya saat bayi berada dalam inkubator, perawatlah yang akan mngubah posisi dan postur prematuritas. Perubahan-perubahan ini mencegah terjadinya tekanan yang tidak dikehendaki pada tubuh bayi. Semua sistem dalam tubuh prematuritas dapat berfungsi secara sempurna, tetapi dihari-hari pertama sistem-sistem tersebut masih bekerja secara lamban . 4. Prognosis Prematuritas 1) Hipoksia perinatal (kekurangan oksigen) Umumnya gangguan telah dimulai sejak di kandungan, misalnya gawat janin atau jenis stress janin saat proses kelahiran, yang membuat bayi mengalami asfiksia (kegagalan bernafas spontan dan teratur dalam menit-menit pertama setelah lahir. Biasanya dokter akan melakukan resusitasi agar tidak menimbulkan kerusakan organ, khususnya otak. 2) Masalah kardiovaskular Masalah kardrovaskular adalah kelainan yang paling sering ditemui pada prematuritas. Hal ini disebabkan belum menutupnya Patent Ductus Arterious (PDA), yaitu saluran yang

menghubungkan aorta dan arteri paru-paru kiri. Saluran/duktus ini mengalirkan darah-keluar dari paru yang belum berfungsi dan ia

10

tatap terbuka selama kehamilan Saat masih dalam kandungan, pembuluh darah ini digunakan untuk benapas. Ketika lahir, bayi akan bernapas secara normal. sehingga pembuluh darah itu akan menutup. Tapi karena gagal napas maka pembuluh darah ini tak menutup. 3) Mata juling Strabismus atau mata juling biasa dialami prematuritas: dokter mata sebaiknya menilai keadaan mata, terutama bila strabismus menetap sampai' usia lebih dari 9 bulan Selain itu bila ditemukan gangguan pada retina atau retinopaty of prematurity

(ROP) bayi harus diawasi lebih ketat. 4) Gangguan napas Gangguan ini terjadi karena paru-paru belum matang sehingga kekurangan bahan surfaktan yang diproduksi oleh paruparu. Surfaktan berfungsi mempertahankan mengembangnya alveoli atau gelembung paru. Kekurangan surfaktan membuat pertukaran udara menjadi tidak baik dan bayi akan mengalami sesak napas atau sindroma gangguan napas. 5) Bayi Kuning Ketika lahir, sebagian besar prematuritas mengalami kuning yang disebabkan fungsi hatinya belum sempurna. Kemungkinannya akan semakin besar bila saat hamil ibu menderita infeksi, khususnya

11

infeksi plasenta. Tindakan untuk mengatasinya adalah dengan terapi sinar - biru, bila kasusnya berat sekali maka dilakukan transfusi tukar. 6) Cedera Kedinginan Masalah pengaturan suhu tubuh bayi pun terkadang belum sempurna sehingga bayi harus dimasukkan ke dalam inkubator. Tujuannya menghindari bayi dari kedinginan akibat suhu

lingkungan yang terlalu rendah, terlalu tinggi, atau suhu yang naik turun karena dapat menyebabkan cedera dengan ciri-ciri kutitnya akan teraba keras pada tempat tertentu. 5. Penanganan

Penanganan prematuritas dan BBLR saling berhubungan11 Tabel 2.1 Penanganan Prematuritas dan BBLR Kriteria Extremely premature gestasi 24-30 minggu Berat lahir bayi < 2500 gram Kategori BBLR < 1500 gram (Moderately BBLR 1500-2500 gr premature) (Bordeline Premature) Penilaian Gestasi 31-36 minggu Getasi 37-38 minggu penanganan Puskesmmas Keringkan secepatnya dengan handuk hangat Kain yang basah secepatnya diganti dengan yang kering dan hangat, pertahankan tetap hangat Berikan lingkungan hangat dengan cara kontak kulit dan dibungkus dengan kain hangat atau juga dengan metode kanguru Beri lampu 60 watt dengan jarak minimal 60 cm dari bayi Kepala bayi ditutupi topi Beri oksigen jika bayi sianosis/ sukar bernafas Tali pusat dalam keadaan bersih

12

Rumah Sakit Sumber : 10 6.

Tetesi ASI bila dapat menelan, bila tidak dapat menelan langsung rujuk Rujuk ke rumah sakit

Beri ASI bila tidak dapat menghisap bisa menelan langsung diteteki dari putting Bila tidak dapat menelan langsung rujuk

Sama dengan di atas Beri minum dengan sonde /teksi ASI Bila tidak mungkin, infus peketose 10% + bicarbonas natritus 1,5% = 4:1 Hari I : 60 cc/kg/hari, hari II : 70cc / kg/ hari Antibiotika Bila tidak dapat menelan/ sesak/ biru, tanda-tanda hipotermia berat, terangkan kemungkinan akan meninggal Perawatan prematuritas Prematuritas akan menyebabkan berat badan lahir rendah yang

memerlukan perawatan khusus. Perawatan bayi tersebut perlu diperhatikan hal-hal yang sesuai dengan kebutuhan bayi, yakni memberi lingkungan yang baik, mencegah terjadinya peradangan, memberi makanan minuman yang teliti, mengamati pernapasan dan menolongnya bila perlu, memberikan ASI ekslusif, menjaga suhu tubuh suhu lingkungan, memastikan semuanya bersih/ steril, memberikan stimulus yang sesuai. 2.1.2 1. Asfiksia Definisi Asfiksia adalah suatu keadaan dimana sistem pernafasan terhenti disebabkan oleh kekurangan oksigen di dalam darah dan badan tidak

13

dapat menerima bekalan oksigen yang mencukupi. Neonatus adalah organisme yang sedang berada pada periode adaptasi kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstra uterin, tepatnya 0 sampai 28 hari. Pengertian asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi yang baru dilahirkan tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan, yang disebabkan oleh hipoksia janin di dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir.13 Pengertian asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan, yang disebabkan oleh terjadinya kekurangan oksigen di dalam darah dan badan tidak dapat menerima bekalan oksigen yang mencukupi. Pengertian lain dari asfiksia neonatorum yaitu keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan oksigen dan makin meningkatkan karbondioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.14 Pada asfiksia atau hipoksemia yang terjadi atau ditemukan sebelum kelahiran, gejala yang dapat dideteksi dari luar umumnya berupa fetal bradikardia (gawat janin). Asfiksia yang terjadi sebelum kelahiran dapat diperbaiki bila hal ini diketahui jauh sebelum

kelahiran (misalnya pada keadaan gawat janin), sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/oksigenasi janin intra uterin atau

14

segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia yang terjadi. Asfiksia dalam kelahiran merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting yang harus segera ditanggulangi dan asfiksia yang terdeteksi sesudah lahir prosesnya berjalan dalam beberapa tahapan (Dawes) yaitu: 1) Bayi bernafas megap-megap (gasping), diikuti dengan masa henti nafas (fase henti nafas primer). 2) Jika asfiksia berlanjut terus, timbul seri pernafasan megapmegap yang kedua selama empat sampai lima menit (fase gasping kedua), diikuti dengan masa henti nafas kedua (henti nafas sekunder) Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen, akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia barlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung mulai menurun, sedangkan tonus otot neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu yang dikenal sebagai apneu primer. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigenasi selama periode apneu primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan. Apabila asfiksia terus berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan

15

terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu yang disebut apneu sekunder. Akan tetapi pada kenyataan di lapangan, secara klinis bayi yang lahir dalam keadaan apneu sulit dibedakan apakah bayi tersebut mengalami apneu primer atau apneu sekunder. Hal ini berarti bahwa menghadapi bayi yang dilahirkan dengan apneu, maka kita harus beranggapan bahwa bayi tersebut mengalami apneu sekunder dan kita harus segera melakukan tindakan.11 2. Etiologi Asfiksia Asfiksia neonatorum dapat disebabkan oleh hipoksia janin di dalam uterus dan hipoksia ini terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transpor oksigen dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat berlangsung akibat kelainan pada ibu selama kehamilan atau persalinan.13 Gangguan dalam kehamilan yang dapat menyebabkan asfiksia dapat berupa gizi ibu yang buruk, anemia dan hipertensi. Pada keadaan tersebut pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi serta kekurangan zat-zat makanan. Pada keadaan asifiksia atau hipoksemia yang terjadi atau ditemukan dalam kehamilan, gejala yang dapat dideteksi dari luar umumnya berupa fetal bradikardia (gawat janin).13 Proses yang terjadi pada asfiksia dapat diramalkan meskipun penyebabnya belum diketahui. Kekurangan oksigen pada janin sering disertai hiperkapnia dan asidosis campuran metabolik-respiratorik.

16

Pada keadaan asfiksia / hipoksemia yang terjadi / ditemukan sebelum kelahiran, gejala yang dapat dideteksi dari luar umumnya berupa fetal bradikardia (sering disebut dengan istilah umum / generalisasi berupa gawat janin). Jika dilanjutkan dengan pemeriksaan darah misalnya lewat darah tali pusat, dapat ditemukan asidosis. Pada bayi dengan asfiksia, secara kasar terdapat korelasi antara frekuensi jantung dengan curah jantung. Karena itu pemantauan frekuensi jantung (misalnya dengan stetoskop, atau perabaan nadi tali pusat) merupakan cara yanng baik untuk memantau efektifitas upaya resusitasi Asfiksia. Disebabkan oleh ber-kurangnya kemampuan tubuh dalam menangkap oksigen atau mengakibatkan kadar O2 menjadi berkurang. Berbagai penyebab utama terjadinya asfiksia neonatus yaitu prematuritas dengan ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan bayi cukup bulan. Prematuritas adalah bayi yang dilahirkan tidak cukup bulan, sehingga organ tubuhnya baik itu jantung maupun paru-paru belum berkembang secara sempurna sehingga proses pernapasan tidak dapat berjalan dengan baik. 3. Penyebab Asfiksia

1) Faktor Ibu (1) (2) (3) Perdarahan antepartum Penyakit hipertensi Penyakit DM dan sistemik lainnya

17

2) Faktor Janin (1) Prematur (2) Serotinus (3) Anomali (4) Jenis presentasi (5) Berat badan janin 3) Faktor Plasenta dan Tali pusat 4. Penilaian pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia Resusitasi yang efektif, berlangsung melalui serangkaian kegiatan berupa: menilai bayi, menentukan/merencanakan tindakan yang akan dilakukan, melakukan tindakan tersebut dan evaluasi. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata hanya menilai tiga faktor penting, yaitu : 1) Usaha bernafas, apakah menangis atau tidak. Jika tidak ada lakukan ventilasi dengan tekanan positif 2) Denyut jantung, apakah cepat atau lambat. Jika frekuensi denyut jantung kurang dari 100 per menit, berikan ventilasi tekanan positif. Jika lebih dari 100 per menit, evaluasi warna kulit janin. Frekuensi denyut jantung dievaluasi setelah pemberian ventilasi tekanan positif 15-30 detik. Jika frekuensi denyut jantung >100 per menit, evaluasi warna seperti pada langkah 6. jika frekuensi denyut jantung 60-100 per menit dan meningkat, lanjutkan ventilasi. jika

18

frekuensi denyut jantung <60 atau 80 per menit dan tidak meningkat, ventilasi dilanjutkan dan kompresi dada dimulai. Pada situasi ini intubasi trakea harus dipertimbangkan. 3) Warna kulit, apakah merah atau tidak. Jika janin berwarna merah atau hanya menunjukkan sianosis perifer, lanjutkan observasi sederhana. Jika terlihat sianosis sentral, berikan oksigen bebas dengan konsentrasi 80-100% Nilai Apgar tidak dipakai lagi untuk menentukan kapan kita memulai resusitasi atau untuk membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi, karena menilai Apgar dilaksanakan pada satu menit dan lima menit pertama setelah bayi lahir, sehingga apabila bayi memerlukan intervensi segera seperti halnya resusitasi maka waktu tersebut terlalu lama untuk melakukan tindakan resusitasi.11 Karena makin lama menunda resusitasi setelah tarikan nafas terakhir, maka makin lama pula terjadi tarikan nafas pertama setelah resusitasi. Dimana setiap penundaan satu menit, terjadinya tarikan nafas pertama bertambah hampir dua menit, dan onset terjadinya nafas yang teratur tertunda lebih dari empat menit. Penilaian awal pada bayi baru lahir apakah bayi menangis kuat, apakah warna kulit bayi kemerahan dan bagaimana pergerakan bayi tersebut.15

19

5.

Asuhan Kebidanan pada Asfiksia Neonatorum Asuhan kebidanan adalah aktivitas atau intervensi yang

dilaksanakan

oleh

bidan

kepada

klien

yang

mempunyai

kebutuhan/permasalahan. Asuhan kebidanan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya asfiksia dalam kehamilan yaitu dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur, sehingga deteksi dini dan perbaikan sedini mungkin kalau terjadi sesuatu yang tidak diharapkan dapat segera dilakukan sesuai dengan Standar Pelayanan Kebidanan yaitu standar ke-4 Bidan memberikan sedikitnya 4 x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan selanjutnya.16 Resusitasi diperlukan oleh neonatus yang dalam beberapa menit pertama kehidupannya tidak dapat mengadakan ventilasi efektif dan perfusi adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi dan eliminasi karbondioksida atau bila sistem kardiovaskuler tidak cukup dapat memberi perfusi secara efektif kepada susunan saraf pusat, jantung dan organ metal lain.

20

Asuhan kebidanan yang dapat dilakukan untuk memantau jika terjadi asfiksia dalam persalinan yaitu dengan : 1) Melakukan observasi dalam menolong menggunakan partograf 2) Mendeteksi mekonium dalam air ketuban. Setelah bayi lahir secara cepat langsung menilai 3 hal penting yaitu usaha nafas, denyut jantung dan warna kulit dalam beberapa detik. Bila dari ke tiga hal tersebut tidak ada masalah, selain tindakan penjagaan agar bayi tertap kering dan hangat juga bidan harus segera memastikan bahwa jalan nafas bayi bebas dari berbagai bahan atau material yang dapat menghalangi masuknya udara ke dalam paru. Hal ini dapat dilakukan dengan menghisap cairan pada mulut kemudian pada hidung dari cairan ketuban, mekoneum atau bahanbahan lainnya. Bila sudah yakin jalan nafas terbebas dari sumbatan, maka tidurkan bayi dengan kepala dimiringkan pada salah satu sisi untuk mencegah terjadinya aspirasi.10 Apabila dari hasil penilaian ke tiga faktor di atas ada yang kurang baik sehingga harus dilakukan resusitasi, maka sebelum memakai alat resusitasi harus di cek terlebih dahulu dan alat harus yang siap pakai. Tindakan untuk semua jenis asfiksia adalah sama yaitu : 1) Membersihkan jalan nafas persalinan dengan

21

2) Memotang tali pusat secara cepat 3) Pindahkan bayi pada tempat yang datar dan di bawah pemancar panas serta posisikan terlentang dengan kepala ekstensi 4) Keringkan bayi dan bungkus agar hangat 5) Beri oksigen dengan menggunakan masker yang diletakan pada daerah mulut dan hidung. Tindakan selanjutnya apabila bayi tersebut mengalami asfiksia ringan maka pastikan jalan nafas bersih, kemudian mulai melakukan Ventilasi Tekanan Positif (VTP) dengan ambu bag yang ukuran maskernya tepat yang dihubungkan dengan oksigen 2.2 Kerangka Teori Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana sistem pernafasan terhenti disebabkan oleh kekurangan oksigen di dalam darah dan badan tidak dapat menerima bekalan oksigen yang mencukupi. Asfiksia neonatorum dapat disebabkan oleh faktor ibu, janin dan plasenta. Yang termasuk dari faktor ibu adalah perdarahan antepartum, hipertensi, DM dan penyakit sistemik lainnya, yang termasuk faktor janin adalah prematur, serotinus, anomali, jenis presentasi dan berat badan janin. Pada keadaan tersebut pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi serta kekurangan zat-zat makanan. Berdasarkan tinjauan kepustakaan, maka kerangka teori dapat digambarkan sebagai berikut :

22

Faktor Ibu Perdarahan antepartum, hipertensi, DM dan penyakit sistemik lainnya Faktor Janin Prematur Serotinus Anomali Jenis presentasi Berat badan janin Faktor Plasenta dan tali pusat Gambar 2.1 Kerangka Teori

Asfiksia

2.3 Kerangka Pemikiran Banyaknya penyulit pada ibu yang mungkin terjadi pada saat kehamilan, persalinan dan nifas merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatus. Salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada neonatal adalah asfiksia. Persalinan preterm yang menyebabkan kelahiran prematuritas dengan ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan bayi cukup bulan, ketuban pecah dini, lilitan tali pusat dan distosia memberikan kontribusi yang cukup bermakna pada angka kejadian asfiksia. Adapun kerangka konsep dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

23

Prematur

Asfiksia

Keterangan : huruf yang dicetak miring tebal variabel yang diteliti Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

2.4 Hipotesis Terdapat hubungan antara prematuritas dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Tasikmalaya tahun 2009

24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian 3.1.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu untuk dipelajari.17 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi baru lahir yang dirawat di RSUD Tasikmalaya tahun 2009 berjumlah berjumlah 185 orang. 3.1.2 Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling yaitu seluruh populasi yang berjumlah 185 orang dijadikan sampel.

3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Rancangan Penelitian analitik

Jenis penelitian ini kuantitatif, metode yang digunakan adalah

korelasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu pengambilan data dilakukan pada waktu yang sama.

23

25

3.2.2 1. 2. 3.2.3

Identifikasi Variabel Variabel bebas : prematuritas Variabel terikat : Kejadian asfiksia Definisi operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Prematuritas Definisi Operasional Alat ukur Prematuritas ialah bayi Format yang dilahirkan sebelum Cheklist cukup bulan yaitu usia Asfiksia neonatorum keamilan 20 - 37 minggu. Asfiksia neonatorum Format adalah bernafas dan dilahirkan. 3.2.4 1. Cara kerja dan teknik pengumpulan data Cara Kerja Sebelum menentukan tempat dan masalah penelitian, terlebih dahulu penulis mencari data-data awal sebagai sumber untuk dijadikan masalah penelitian. Kemudian peneliti melakukan pengurusan surat izin penelitian ke Kesbang dengan membawa surat rekomendasi dari STIKes Respati. Dilanjutkan dengan permohonan penelitian ke pihak Rumah sakit untuk pengambilan data, sejalan dengan itu penulis keadaan secara teratur dimana Cheklist spontan setelah bayi baru lahir tidak segera Ya Tidak Nominal Kategori Ya Tidak Skala Nominal

26

melakukan pengajuan judul yang dilanjutkan dengan pembuatan proposal. 2. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data menggunakan data sekunder melalui daftar chek list sebagai rekapan dari laporan rekam medik RSUD Tasikmalaya tahun 2009 mengenai kasus prematuritas dan data asfiksia serta data lain yang diperlukan sesuai kebutuhan penelitian. 1) Editing Data, yaitu pemeriksaan data apakah lengkap atau tidak, data-data tersebut mengenai kejadian bayi asfiksia dan bayi prematur pada tahun 2009. 2) Coding Data, yaitu mengubah data yang berbentuk huruf ke dalam bentuk angka sehingga memudahkan mengentri data. Artinya, pemberian kode ini perubahan hasil checklist dengan kategori YA diberi angka 1 dan TIDAK diberi angka 0. 3) Entry Data, yaitu memasukan data ke dalam komputer dengan menggunakan program SPSS untuk selanjutnya dianalisis statistik. 4) Tabulating Data, yaitu pengorganisasian data agar dapat dengan mudah dijumlahkan, disusun dan ditata untuk disajikan serta dianalisis. Dengan kata lain memisahkan tiap kasus sesuai dengan kategori masing-masing dengan bentuk tabel.

3.2.5

Rancangan Analisis Data

27

1.

Analisis Univariat Analisa univariat dilakukan untuk mendeskripsikan variabel

bebas dan variabel terikat. Teknik analisis data yang penulis gunakan ialah dengan cara perhitungan presentase dari hasil kuesioner. Caranya yaitu dengan membagi distribusi kategori (n) dengan jumlah sampel (N) dan dikalikan 100%. 2. Analisis Bivariat Sesuai dengan tujuan penelitian maka analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan independen menggunakan skala nominal dengan uji chi square. Dengan rumus :
X2 = N ( ad bc ) 2 ( a + c )( b + d )( a + b)( c + d )

3.2.6 1.

Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUD Tasikmalaya 2. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan bulan Mei sampai Juni tahun 2010.

3.3 Etika Penelitian

28

Sebelum dilakukan pengumpulan data, terlebih dahulu penulis melakukan etika dalam penelitian dimana etika ini merupakan salah satu syarat dilakukannya penelitain terhadap subjek berupa manusia. Beberapa prinsip penelitian pada manusia yang harus dipahami antara lain: 1. Prinsip Manfaat Dengan berprinsip pada aspek manfaat, maka segala bentuk penelitian yang dilakukan memiliki harapan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Prinsip ini dapat ditegakan dengan membebaskan, tidak memberikan atau menimbulkan kekerasan pada manusia, tidak dijadikan manusia untuk dieksploitasi. Penelitian yang dihasilkan dapat memberikan manfaat dan mempertimbangkan antara aspek resiko dengan aspek manfaat, bila penelitian yang dilakukan dapat mengalami dilema dalam etik 2. Prinsip menghormati manusia Manusia memiliki hak dan makhluk yang mulia yang harus dihormati, karena manusia memiliki hak dalam menentukan pilihan antara mau atau tidak untuk diikutsertakan menjadi subjek penelitian. 3. Prinsip Keadilan Prinsip ini dilakukan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia dengan menghargai hak dan memberikan pengobatan secara adil, baik menjaga privasi manusia, dan tidak berpihak dalam perlakuan terhadap manusia.

29

Masalah etika penelitian kebidanan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian kebidanan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. masalah etika yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : Informed Consent Sebelum melakukan penelitian, maka akan diedarkan lembaran persetujuan untuk mejadi responden dengan tujuan agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian jika subjek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak responden. b. Anonimity Pada pengumpulan data dijelaskan terlebih dahulu alat ukur penelitian dengan tidak perlu mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data sehingga nama rersponden bisa dirahasiakan, cukup engan memakai kode pada masing-masing lembar tersebut. c. Confidentaly Penelitian menjamin kerahasiaan masalah-masalah reponden yang harus dirahasiakan dalam penelitian. Kerahasiaan informasi yang telah terkumpul dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Cholil, 2007. Angka Kematian Ibu Dan Bayi Masih Signifikan, Ibi Gelar Loka Karya Bidan Delima. Http://www.,mediaonline.com 2. Marwan. Kematian Perempuan di Indonesia. 2008 (Diunduh dari 1 Maret 2010) tersedia dari http://www.acehrecovery-forum.org 3. Cholil, ABdullah MPH,2003. Kesehatan Reproduksi Perempuan

Memprihatinkan http://litbang.depkes.go.id di akses tahun 2005 4. Warouw, 2008. Muallimat Materi Kesehatan Tumbuh Kembang Bayi Di Tahun Pertama. Dari http://www.scrib.com 5. (Depkes RI, 2007). 6. RSUD Tasikmalaya. Profil Catatan Rekam Medik RSUD Tasikmalaya. 2010 7. Tobing, 2007). Deteksi Awal Penyakit Neonatus http:// Srobgyn. www 3.50megs.com/mnh/resus.htm 8. Kariati, 2006,Ketuban Pecah Dini Kehamilan Aterm terhadap Insiden Sepsis Neonatorum Dini. Dari www.portal-kalbe.com 9. Firmansyah, 2005. Korioamnionitis Histopatologik sebagai Risiko Persalinan Preterm di RS Sanglah Denpasar. http://www.CerminDunnia Kedokteran.com diakses tahun 2007 10. Saifuddin, 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

31

11. Prawirohardjo, S. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 12. Gupte, S., 2004, Panduan Perawatan Anak, Pustaka Populer Obor. Jakarta. 13. Wiknjosastro, 2002. Wiknjosastro, H.,1999, llmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 14. Manuaba, 2002, Ilmu Kebidanan Penyakit dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan EGC.Jakarta 15. Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Asculapius. 16. Depkes RI, 2001. Catatan Tentang Perkembangan Praktik Kebidanan, Depkes RI, Jakarta 17. Notoatmodjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rhineka Cipta. Jakarta

You might also like