You are on page 1of 99

PENGAMATAN POTENSI FISHING GROUND DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER KUALITAS AIR PADA PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PURSE SEINE

DI KM SURYA SINAR ABADI JUWANA, JAWA TENGAH

KERJA PRAKTEK AKHIR (KPA)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Perikanan (A.Md.Pi) Jurusan Ilmu Kelautan Dan Perikanan Politeknik Negeri Pontianak

Oleh :

RIZKY FAJARY LESTIAWAN 320 050 9011

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN JURUSAN ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK 2008

PENGAMATAN POTENSI FISHING GROUND DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER KUALITAS AIR PADA PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI KM SURYA SINAR ABADI JUWANA, JAWA TENGAH

KERJA PRAKTEK AKHIR (KPA)

OLEH :

RIZKY FAJARY LESTIAWAN 320 050 9011

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN JURUSAN ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK 2008

KERJA PRAKTEK AKHIR PENGAMATAN POTENSI FISHING GROUND DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER KUALITAS AIR PADA PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI KM SURYA SINAR ABADI JUWANA, JAWA TENGAH.

RIZKY FAJARY LESTIAWAN NIM. 320 050 9011


Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Kerja Praktek Akhir telah diterima dan disyahkan Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Politeknik Negeri Pontianak Pada Tanggal 8 Juli 2008 Menyetujui : Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ahijrah Ramadhani,S.St.Pi NIP.132.307.414

Nurmala Elmin Simbolon, S.S NIP.132.308.119 Mengetahui :

Ketua Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan

Ketua Program Studi TPI

Budiman,S.Pi NIP.132.301.338 Direktur

Frangky F.Tumion,S.IK NIP.132.302.209

Ir. Muhammad Abduh NIP. 131 862 530

BERITA ACARA SIDANG TUGAS AKHIR KERJA PRAKTEK AKHIR (KPA)

Tugas akhir (Kerja Praktek Akhir/KPA) telah dipertahankan dihadapan Panitia Ujian KPA Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan Politeknik Negeri Pontianak pada : Hari Tanggal Tempat : Selasa : 8 Juli 2008 : Politeknik Negeri Pontianak

Atas Nama Nama NIM : Rizky Fajary Lestiawan : 3 2005 09 011

Program Studi : Teknologi Penangkapan Ikan

Telah diterima oleh Panitia KPA. Tanggal : Agustus 2008

Tim Penguji : Ketua Penguji

Rendra Irawan, S.St.Pi NIP. 132 305 203 Penguji I Penguji II

Rendra Irawan, S.St.Pi NIP. 132 305 203

Frangky F Tumion, S.Ik NIP. 132 305 209

KITA DITAKDIRKAN DI DUNIA INI DENGAN MENGGUNAKAN SAYAP. LANTAS MENGAPA KITA HARUS MERANGKAK MENJALANI HIDUP. DALAM HIDUP TEMAN BUKANLAH SEGALA-GALANYA, TAPI HIDUP TANPA TEMAN MERUPAKAN SUATU PETAKA YANG TAKKAN PERNAH ADA HABISNYA

HIDUPKU TAKKAN TERASA INDAH TANPA KEHADIRAN SEORANG PENYEMANGAT HIDUP. WALAUPUN IA SELALU KUPANDANG DARI SISI GELAPKU.
TERIMA KASIH KU UCAPKAN KEPADA MAMA, YANG TELAH BERSEDIA DENGAN IKHLAS MEMBANGUNKAN AKU DARI TIDURKU YANG AMAT LELAP SETIAP HARINYA.
TERIMA KASIH JUGA KEPADA BAPAK, DAN SEMUA KAKAK-KAKAK DAN ABANG-ABANG YANG TELAH MEMBANTU SAYA SELAMA MENJALANI KULIAH INI

LAPORAN INI KUPERSEMBAHKAN KEPADA AYAH, IBU, BESERTA SELURUH KELUARGA DAN TEMAN-TEMAN YANG AKU SAYANGI

ABSTRAK

RIZKY FAJARY LESTIAWAN. Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan Menggunakan Parameter Kualitas Air Pada Alat Tangkap Purse Seine di KM Surya Sinar Abadi Juwana, Jawa Tengah. Tujuan penulisan laporan KPA ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pengoperasian alat tangkap purse seine, dan juga Mengetahui Potensi Fishing Ground Dengan Menggunakan Parameter Kualitas Air. Parameter kualitas air yang dibahas adalah parameter fisika dan parameter kimia. Data yang diperoleh dari lapangan selama praktek, berupa teknik pengoperasian akan dianalisis dengan menggunakan cara deskriptif, sedangkan untuk komposisi hasil tangkapan, dan pengukuran pada parameter fisika dan kimia akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis secara kuantitatif berdasarkan teori-teori yang sudah teruji kebenarannya, dan metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode pengumpulan data primer dan sekunder yaitu dengan melakukan observasi langsung di lapangan dan bertanya ataupun wawancara kepada pihak terkait. Hasil dari praktek kerja akhir menunjukkan bahwa proses pengoperasian alat tangkap Purse Seine di KM. Surya Sinar Abadi sebelum melakukan pengoperasian terlebih dahulu memperhatikan daerah penangkapan ikan (Fishing Ground). Sedangkan hasil dari pengamatan potensi Fishing Ground berdasarkan parameter fisika didapat bahwa yang paling berpengaruh dalam hal parameter fisika adalah faktor suhu. Karena ikan cenderung memilih tempat yang hangat, sedangkan dalam parameter kimia, yang paling berpengaruh adalah kadar zat besi (Fe), karena keberadaan zat besi (Fe) menandakan bahwa diperairan tersebut terdapat plankton sebagai sumber makanan ikan dalam jumlah yang sebanding dengan kadar zat besi (Fe) tersebut.

Kata Kunci : Purse Seine, Fishing Ground, Kualitas Air, Parameter Fisika, Parameter Kimia

ABSTRACT RIZKY FAJARY LESTIAWAN. Perception of Potency Fishing Ground by Using Water Quality Parameter at Purse Seine Fishing Gear in KM. Surya Sinar Abadi, Juwana, Central Java. The target of this report is to know the process of appliance the operation of purse seine, as well as knowing the potency of fishing ground by using water quality parameter. Parameter of water Quality is studied by Parameter of Chemical Parameter and Physics. Data obtained from field of during practice, in the form of operation technique will be analysed by using descriptive way, while for the composition of haul, and measurement of parameter of physics and chemistry will be analysed by using quantitative analisist trully tested by theory, and method of data collecting used by method of primary and secondary that is by doing direct observation in field and enquire and or interview to related parties. Result from final job practice indicates that the process of appliance operation the Purse Seine in KM. Surya Sinar Abadi before doing operation should pay attention to the area of fish catching (Fishing Ground). While result from perception of potency of Fishing Ground of pursuant to physics parameter got by that most having an effect on in the case of physics parameter is temperature factor. Because fish tends to choose the warm place, while in chemistry parameter, what most having an effect on is ferrum rate (Fe), because ferrum existence (Fe) designate that the territorial water having plankton as proportionate fish food source in number with the ferrum rate (Fe).

Keyword : Purse Seine, Fishing Ground, Water Quality, Physics Parameter, Chemical Parameter

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, bahwa atas Berkat dan Rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini berjudul Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan Menggunakan Parameter Kualitas Air Pada Alat Tangkap Purse Seine di KM. Surya Sinar Abadi Juwana, Jawa Tengah. Tugas Akhir ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan program pendidikan Diploma III pada Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Politeknik Negeri Pontianak. Dalam kesempatan ini penulis megucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara moril dan materil dalam penyusunan proposal ini sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat : 1. Bapak Ir.H.Muhammad Abduh, selaku Direktur Politeknik Negeri Pontianak, 2. Bapak Budiman S.Pi. selaku Ketua Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, 3. Bapak Frangky F.Tumion, S.IK, selaku Ketua Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, 4. Bapak Ahijrah Ramadhani S.St.Pi., selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia membimbing saya dalam hal perencanaan hingga pembuatan Laporan Kerja Praktek Akhir, 5. Ibu Nurmala Elmin Simbolon S,S, Selaku Dosen Pembimbing II yang juga banyak membantu penulisan Laporan Kerja Praktek Akhir, 6. Bapak Rendra Irawan S.St.Pi selaku Koordinator Kerja Praktek Akhir, 7. Seluruh Dosen Ilmu Kelautan Perikanan yang telah memberikan Bimbingan Akademik kepada penulis selama perkuliahan, 8. Bapak Agus Setiawan, S.Pi yang telah memberikan literatur-literaturnya kepada penulis sebagai bahan Laporan Kerja Praktek Akhir ini,

ii

9. Bapak Dudung, selaku koordinator Pengujian Kualitas Air di laboratorium Universitas Pasundan Bandung yang telah membantu penulis dalam Pengujian Kualitas Air, 10. Bapak Jumono dan Mbah Yanto selaku Nakhoda I dan Nakhoda II yang telah menerima kami untuk melaksanakan Kerja Praktek Akhir di KM. Surya Sinar Abadi, 11. Mas Nur, Mbak Lis, Pak Jaryo dan Ibu Tris yang telah menyediakan tempat tinggal selama penulis berada di Juwana, Jawa Tengah, 12. Papa, Mama, Kakak, Keponakan, Om dan Tante yang selalu memberikan dorongan moral maupun material dan kasih sayangnya kepada penulis, 13. Ico Suhendra, Arif Maulana, Ferdy dan Muamar yang dengan ikhlas memberikan bantuan kepada penulis pada saat praktek di Juwana, Jawa Tengah sampai terselesaikannya Laporan Kerja Praktek Akhir ini, 14. Bang Koko, Bang Tayib, Andre, dan seluruh BLUE FINS CREW yang tak bisa disebutkan satu per satu, 15. Sundhari Oktafiyani yang telah membantu penulis saat perkuliahan hingga terselesaikannya laporan Kerja Praktek Akhir ini. 16. Teman-teman dan para secret admirer ( )
wingding 2

yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis pada saat kuliah hingga terselesaikannya Laporan Kerja Praktek Akhir ini Akhirnya, ibarat kata pepatah Tak ada gading yang tak retak, penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna dan dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan koreksi, kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan penulisan di masa yang akan datang.

Pontianak,

Juli 2008

Penyusun

iii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang i iii vi viii ix 1 1 2 3 3

1.2 Tujuan 1.3 Batasan Masalah 1.4 Waktu dan Tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.2 Usaha dan Sarana Penangkapan Alat Tangkap 2.2.1 Purse Seine 2.2.2 Bentuk dan Jenis Alat Tangkap 2.2.3 Pengoperasian Alat Tangkap Purse Seine 2.3 2.4 Daerah Penangkapan Komposisi Hasil Tangkapan

4 4 7 7 8 8 10 10 11 11 12 14 15 17 17

2.5 Faktor Kimiawi Pengujian Kualitas Air 2.5.1 Zat Besi 2.5.2 Salinitas Air Laut 2.5.3 pH 2.5.4 BOD5 2.6 Faktor Fisika Pengujian Kualitas Air 2.6.1 Suhu

iv

2.6.2 Kedalaman

19

BAB III METODOLOGI 3.1 3.2 3.3 Alat dan Bahan Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data

20 20 20 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 4.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Juwana Gambaran Umum Pangkalan Pendaratan Ikan Bajomulyo Juwana 4.1.2.1 Sejarah Singkat 4.1.2.2 Tenaga Pelaksana 4.1.2.3 Keadaan Nelayan 4.1.2.4 Produksi dan Nilai Produksi 4.1.2.5 Pengolahan dan Industri Perikanan 4.1.2.6 Pengelolaan Pendapatan PPI, Bajomulyo 4.1.2.7 Fasilitas Sarana dan Prasarana 4.1.2.8 Permasalahan dan Upaya Pemecahan 4.2 Kapal Purse seine KM. Surya Sinar Abadi 4.2.1 Data Umum kapal 4.2.2 Data Mesin 4.2.3 Alat Navigasi 4.2.4 Alat Komunikasi 4.2.5 Data Lampu 4.2.6 Dokumen Kapal 4.2.7 Alat Tangkap 4.2.8 Pengoperasian Alat Tangkap 4.2.9 Daerah Tangkapan

22 22 22

23 23 24 25 25 25 26 26 28 28 28 29 30 32 32 33 33 35 41

4.2.10 Alat Bantu Penangkapan 4.2.11 Hasil Tangkapan

42 48

4.3 Pembahasan 4.3.1 Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan Pengujian Kualitas Air Berdasarkan Parameter Fisika 4.3.2 Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan Pengujian Kualitas Air Berdasarkan Parameter Kimia 4.3.1.1 Perlakuan Pengambilan Sampel 4.3.1.2 Hasil Analisa Laboratoium Parameter Kimia

52

52

57 57

65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA LEMBAR KONSULTASI RIWAYAT HIDUP

68 68 70

vi

DAFTAR GAMBAR Halaman

Gambar 2.1 Kapal Purse Seine Gambar 2.2 Penampang Alat Tangkap Purse Seine Gambar 4.1 Kantor Kecamatan Juwana Gambar 4.2 Kantor PPI Juwana Jawa Tengah Gambar 4.3 KM. Surya Sinar Abadi Gambar 4.4 Tampak samping Mesin KM. Surya Sinar Abadi Gambar 4.5 Alat Navigasi GPS Pada KM. Surya Sinar Abadi Gambar 4.6 Alat Navigasi Kompas Pada KM. Surya Sinar Abadi Gambar 4.7 Alat Navigasi Echo Sounder Pada KM. Surya Sinar Abadi Gambar 4.8 Alat Komunikasi Radio SSB Pada KM. Surya Sinar Abadi Gambar 4.9 Lampu Galaksi Pada KM. Surya Sinar Abadi Gambar 4.10 Penyusunan Jaring Setelah Dipakai Gambar 4.11 Lampu Galaksi (lampu sorot) pada KM. Surya Sinar Abadi Gambar 4.12 Proses pembuatan Rumpon Gambar 4.13 Gelok A Pada KM. Surya Sinar Abadi Gambar 4.14 Penggunaan serok di atas kapal Gambar 4.15 Gardan KM Surya Sinar Abadi Gambar 4.16 Echo Sounder Pada KM Surya Sinar Abadi Gambar 4.17 GPS Pada KM Surya Sinar Abadi Gambar 4.18 Lampu Pelampung KM. Surya Sinar Abadi Gambar 4.19 Hasil Tangkapan KM. Surya Sinar Abadi Gambar 4.20 Jerigen Ukuran 1 Liter Sebagai Media Untuk Pengujian Zat Besi, Salinitas dan pH Gambar 4.21 Cool Box Sebagai Media Penyimpanan Jerigen dan Botol Aqua Yang Telah Berisi Air Laut Gambar 4.22 Media Penyimpanan Sampel Gambar 4.23 pH meter

5 8 23 24 29 30 31 31 32 32 33 41

42 43 44 45 45 46 47 48 51

58

59 60 61

vii

Gambar 4.24 Refraktometer Gambar 4.25 Alat Pengukur Zat Besi Gambar 4.26 Pengujian BOD Yang Didiamkan Selama 5 Hari Untuk Ditemukan Hasil Selisih Dari Kadar Oksigen Yang Terlarut

62 63

64

viii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan Tabel 3.1 Alat Yang Digunakan Dalam Pengamatan Potensi Fishing Ground Tabel 4.1 Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Juwana Tabel 4.2 Data Produksi dan Nilai Produksi TH 2000 2002 Tabel 4.3 Posisi Daerah Penangkapan Ikan KM. Sinar Surya Abadi Tabel 4.4 Hasil tangkapan ikan KM. Surya Sinar Abadi Tabel 4.5 Total Hasil Tangkapan Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Potensi Fishing Ground Berdasarkan Parameter Fisika Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan Pengujian Kualitas Air Berdasarkan Parameter Kimia 65 52 20 22 25 41 49 50 15

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi KM. Surya Sinar Abadi Lampiran 2. Surat Keterangan Berlayar KM. Surya Sinar Abadi Lampiran 3. Tanda Pelunasan Pungutan Perikanan KM. Surya Sinar Abadi Lampiran 4. Surat Ijin Penangkapan Ikan KM. Surya Sinar Abadi Lampiran 5. Sertifikat ANKAPIN III Nakhoda KM. Surya Sinar Abadi Lampiran 6. Surat Ijin Berlayar KM. Surya Sinar Abadi Lampiran 7. Peta Kecamatan Juwana, Jawa Tengah Lampiran 8. Konstruksi Alat tangkap Purse Seine pada KM. Surya Sinar Abadi Lampiran 9. Baku mutu Air Laut

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sudah banyak dibahas oleh para pakar kelautan dan perikanan Indonesia dalam berbagai media bahwa wilayah perairan laut Indonesia memiliki kandungan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hayati (ikan) yang berlimpah dan beraneka ragam. Menurut Komnas Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut (Komnas Kajian laut, 1998), potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia, diduga sebesar 6,26 juta ton per tahun, sementara produksi tahunan ikan laut Indonesia pada tahun 1997 mencapai 3,68 juta ton. Ini berarti tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia baru mencapai 58,80%. Masalah utama yang dihadapi dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan ikan khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya data dan informasi mengenai kondisi oceanografi yang berkaitan erat dengan daerah potensi penangkapan ikan. Armada penangkap ikan berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkap tetapi untuk mencari lokasi penangkapan sehingga selalu berada dalam ketidakpastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti. Disamping itu, sebagai akibat dari ketidakpastian lokasi penangkapan mengakibatkan kapal penangkap banyak menghabiskan waktu dan bahan bakar untuk mencari lokasi fishing ground, dan ini berarti terjadi pemborosan bahan bakar. Diperlukan teknologi yang tepat dalam menyediakan informasi potensi penangkapan yang akurat, mencakup wilayah perairan laut yang sangat luas dan tersedia tepat waktu. Telah dilakukan penelitian cukup lama tentang daerah potensi penangkapan ikan dan mengembangkan metode pengolahan dan analisis data untuk menghasilkan informasi zona potensi penangkapan harian. Untuk melakukan sosialisasi dan penerapan informasi ona potensi penangkapan ikan harian di berbagai daerah lainnya, perlu dilaksanakan kegiatan secara cermat dan efektif dengan upaya yang cukup berat dan dana yang cukup besar.

Analisis kualitas air sangat diperlukan dalam pembahasan mengenai lingkungan hidup. Karena air adalah salah satu unsur yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup. Setiap makhluk hidup mempunyai toleransi terhadap kualitas air di lingkungannya, beberapa zat akan terkandung di dalam air, setiap parameter mempunyai nilai ambang batas tertentu. Bila nilai tersebut terlampaui, maka dapat dinyatakan air tersebut tercemar atau tidak. Dalam kondisi normal. Untuk mengetahui konsentrasi setiap parameter dilakukan analisa, bila analisa telah diperoleh, maka akan dapat ditentukan hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk menghadapi hal-hal yang telah terjadi. Disuatu perairan, khususnya laut memiliki berbagai macam zat yang terkandung di dalamnya. Apabila zat tersebut jumlahnya tidak seimbang (berlebihan / kekurangan), maka makhluk hidup yang hidup pada perairan tersebut akan mencari daerah lain yang kondisi kandungan zat-zatnya masih di ambang batas. Oleh sebab itu, salah satu cara yang tepat untuk mendeteksi atau mengetahui keberadaan ikan adalah mengadakan pengamatan terhadap kualitas air pada perairan. Sebab, ikan lebih cenderung senang terhadap tempat tinggal yang kandungan zat-zatnya masih diambang toleransi daya tahan tubuh ikan. Peristiwa-peristiwa perubahan musim yang menyebabkan perubahan suhu, kadar garam dan kejernihan air mempunyai efek-efek terhadap kondisi fishing ground maupun terhadap kelakuan ikan.. Terdorong oleh berbagai hal diatas, maka diambil judul Usulan Praktek Akhir adalah Pengamatan Potensi Fishing ground Dengan Menggunakan Parameter Kualitas Air Pada Pengoperasian Alat Tangkap Purse Seine di KM Surya Sinar Abadi Juwana, Jawa Tengah 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari Kerja Praktek Akhir ini adalah : 1) Mengetahui potensi fishing ground dengan menggunakan parameter kualitas air berdasarkan parameter Fisika dan Kimia di KM. Surya Sinar Abadi. 2) Mengetahui pengoperasian alat tangkap purse seine di KM. Surya Sinar Abadi.

1.3 Batasan Masalah Mengingat luasnya ruang lingkup permasalahan yang ada dan waktu yang tersedia sangat terbatas, maka penyusunan laporan ini hanya membahas masalah yang berkaitan dengan Potensi Fishing ground berdasarkan parameter Kimia dan Fisika, yaitu : Zat Besi, Suhu Permukaan Laut, Salinitas, BOD5, pH, Kedalaman Perairan terhadap hasil tangkapan.

1.4 Waktu dan Tempat Kegiatan Praktek akhir dilaksanakan pada tanggal pada tanggal 1 April sampai dengan 1 Juni 2008. Adapun tempat pelaksanaan Kerja Praktek Akhir (KPA) yang telah penulis pilih yaitu di KM. Surya sinar Abadi dengan alat tangkap Purse seine yang bertempat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Juwana, Jawa Tengah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Usaha dan Sarana Penangkapan Usaha penangkapan ikan adalah suatu usaha melakukan penangkapan ataupun pengumpulan ikan dan jenis-jenis aquatic resources lainnya, dengan dasar pemikiran bahwa ikan dan aquatic resources tersebut mempunyai nilai ekonomis (Ayodhyoa, 1981) Menurut Ayodhyoa (1981), bahwa usaha penangkapan ikan adalah suatu usaha yang menghasilkan atau memanfaatkan seluruh benda-benda hidup pada suatu perairan. Penangkapan ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan menggunakan alat bantu atau dengan cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkan. Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan penangkapan adalah kapal. Hal-hal yang mendukung atau persyaratan yang harus diperhatikan antara lain mengenai ukuran kapal dan tenaga penggerak harus sesuai dengan alat tangkap yang digunakan Panjangnya kapal Purse seine ditentukan oleh panjangnya alat tangkap. Adapun persyaratan khusus yang harus ada di kapal Purse seine antara lain; palkah ikan, kestabilan kapal serta kemampuan olah gerak yang cepat (Balai Pengembangan Perikanan Tangkap, 1988). Menurut Balai Pengembangan Perikanan Tangkap (1988), pengertian dari kapal ikan adalah sarana apung yang memiliki geladak utama dan bangunan atas atau rumah geladak serta memiliki peralatan khusus yang dipergunakan untuk menangkap ikan, mengumpulkan dan mengangkut ikan segar serta mengolah ikan. Menurut Balai Pengembangan Penangkapan Ikan (1988), bahwa kapal ikan mempunyai fungsi operasional yang lebih rumit dan berat sehingga diperlukan persyaratan khusus yang merupakan keistimewaan dan karakteristik

kapal ikan. Kapal perikanan khususnya perikanan tangkap memiliki keistimewaan dan karateristik utama, antara lain :

Sumber :http.www.google.com/purseseine Gambar 2.1 Kapal Purse Seine a. Kecepatan Kapal Kapal ikan biasanya memiliki kecepatan yang lebih tinggi karena dilihat dari segi alur pelayaran yang ditempuhnya, kapal ikan berlayar mencari

fishing ground pada suatu perairan atau mengikuti dan mengejar gerombolan ikan, dan dari segi operasi pengangkapan, kapal ikan beroperasi menangkap ikan dan mengangkut hasil tangkapan guna menjaga tingkat kesegaran yang tinggi hingga sampai ke pelabuhan-pelabuhan perikanan. Untuk mendapatkan kecepatan kapal yang efisien dan efektif untuk kapal penangkapan harus mempertimbangkan besarnya tenaga penggerak dan tidak melebihi tingkat kecepatan yang diperlukan. Kecepatan kapal yang melebihi

tingkat kecepatan yang diperlukan akan mengakibatkan kapal ikan tidak efisien. Dalam kegiatan operasional usaha penangkapan ikan, kapal harus mampu bergerak dengan baik dalam kecepatan tinggi dan kecepatan rendah. b. Kemampuan Olah Gerak Pada saat operasi penangkapan, kapal diusahakan mempunyai kemampuan olah gerak yang cepat. Pengoperasian kapal penangkap lebih rumit dan kompleks, sehingga kapal tersebut harus mempunyai stabilitas yang baik, lingkaran putar (Turning Cycle) dengan sudut yang lebih kecil serta mudah diolah gerak dalam arti kapal harus dengan mudah dan cepat melakukan gerakan maju dan mundur. c. Kelaik Lautan Pada umumnya kapal penangkap ikan berukuran lebih kecil dan daerah palayarannya jauh dari pantai maka kapal penangkap ikan harus benar-benar laik laut, dengan maksud kapal ikan harus sanggup melakukan operasi pelayaran dengan aman secara terus menerus. d. Ruang Lingkup Area Pelayaran Ruang lingkup area pelayaran kapal ikan tergantung dari gerakan gerombolan ikan, musim dan perpindahan daerah penangkapan (fishing ground), sehingga kapal penangkap ikan tidak ada ketentuan tentang ruang lingkup area pelayaran. e. Tenaga Penggerak Sebagian besar kapal-kapal penangkap ikan menggunakan motor diesel dari jenis motor pembakaran dalam sebagai tenaga penggerak kapal. Untuk memperoleh kecepatan yang efektif dan efisien bagi kapal penangkap ikan diperlukan tenaga penggerak yang besar tetapi dengan ukuran motor yang kecil, sehingga memperkecil ruangan mesin, karena ruangan dalam kapal dapat digunakan sebagai ruangan penyimpanan hasil tangkapan (palkah) yang cukup besar, ruangan akomodasi, ruang penyimpan jaring, dan sebagainya. Untuk pemilihan motor penggerak kapal penangkap ikan sebaiknya dilakukan secara teliti dan cermat atau menggunakan motor khusus diperairan laut sehingga motor penggerak kapal dapat bertahan pada kondisi-kondisi

kritis diperairan laut dan mempunyai ketahanan yang lama sebagai motor kapal penangkap ikan. f. Perlengkapan Kapal dan Pengelolaan Hasil Untuk memperoleh hasil tangkapan dengan tingkat kesegaran yang baik, kapal penangkap ikan harus dilengkapi dengan perlengkapan-perlengkapan kapal, antara lain, ruang penyimpanan ikan (palkah), ruang pendingin dan refrigasi dengan bahan insulasi yang baik.

2.2 Alat Tangkap 2.2.1 Purse Seine Purse seine biasa disebut jaring kantong karena bentuk jaring tersebut waktu dioperasikan meyerupai kantong. Purse seine kadang juga disebut jaring kolor karena bagian bawah jaring (tali ris bawah) dilengkapi dengan tali kolor (tali kerut) yang berfungsi untuk menyatukan bagian bawah jaring sewaktu operasi dengan cara menarik tali kolor tersebut. Prinsip menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap Purse seine ialah dengan melingkari suatu gerombolan ikan dengan jaring, setelah itu jaring pada bagian bawah dikerucutkan, dengan demikian ikan-ikan terkumpul dibagian kantong. Dengan perkataan lain dengan memperkecil ruang lingkup gerak ikan, ikan-ikan tidak dapat melarikan diri dan akhirnya tertangkap (Ayodhyoa, 1981). Dikatakan bahwa ikan yang menjadi tujuan penangkapan dari purse seine ialah ikan-ikan yang pelagic shoaling species yang berarti ikan-ikan tersebut haruslah membentuk sesuatu shoal (gerombolan), berada dekat dengan permukaan air (sea surface), dan sangatlah diharapkan pula agar densitas shoal itu tinggi, yang berarti jarak antara ikan dengan ikan lainnya haruslah sedekat mungkin. Jika ikan-ikan belum terkumpul pada suatu catchable area, ataupun jika ikan-ikan berada di luar kemampuan tangkap dari jaring, maka haruslah diusahakan agar ikan-ikan itu datang berkumpul ke sesuatu catchable area. Hal ini dapat ditempuh misalnya dengan penggunaan cahaya, rumpon, dan sebagainya.

2.2.2 Bentuk dan Jenis Alat Tangkap Pada mulanya jenis jaring ini mempunyai kantong, lama kelamaan berubah dan ternyata bahwa jaring tanpa kantong lebih praktis. Pada garis besarnya, jaring terdiri dari bag, chork line, wing, lead line (sinker line), purse line, purse ring, bridle.

Gambar 1. Model Alat Tangkap Purse Seine

Sumber :http.www.google.com/purseseine Gambar 2.2 Penampang Alat Tangkap Purse Seine 2.2.3 Pengoperasian Alat Tangkap Purse Seine Menurut Ayodhyoa (1981), pengoperasian alat tangkap Purse seine dapat digambarkan sebagai berikut : a. Pertama-tama haruslah diketemukan gerombolan ikan terlebih dahulu. Ini dapat dilakukan berdasarkan pengalaman-pengalaman seperti adanya perubahan warna permukaan air laut karena gerombolan ikan berenang dekat pada permukaan air, ikan-ikan yang melompat-lompat dipermukaan, terlihat riak-

riak kecil karena gerombolan ikan berenang dekat permukaan, buih-buih permukaan laut akibat udara-udara yang dikeluarkan ikan, burung-burung yang menukik-nukik dan menyambar-nyambar dipermukaan laut dan lain

sebagainya. Hal-hal tersebut diatas biasanya terjadi pada dini hari sebelum matahari terbit atau senja hari setelah matahari terbenam. Dewasa ini dengan adanya berbagai alat bantu seperti Fish Finder, dll, waktu operasi tidak lagi terbatas pada dini hari dan senja hari, siang hari sekalipun jika ada gerombolan ikan diketemukan segera jaring dapat dipasang. b. Pada operasi malam hari, mengumpulkan atau menaikan ikan kepermukaan laut dilakukan dengan menggunakan alat bantu cahaya lampu. Biasanya dengan alat bantu fish finder bisa diketahui depth (kedalaman) dari gerombolan ikan, juga besar dan densitasnya. Setelah posisi ini telah ditentukan barulah lampu dinyalakan. Kuat cahaya (light intensity) yang digunakan berbeda-beda, tergantung pada besarnya kapal, kapasitas sumber cahaya, juga pada sifat phototaksisnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Sebagai contoh Purse seine untuk ikan sardine nelayan jepang menggunakan cahaya sekitar 3.000 5.000 cahaya lilin (Candle Light). c. Setelah gerombolan ikan (fish Shoaling) diketemukan perlu juga diketahui arah renang (Swimming Direction), kecepatan renang (Swimming Speed), kepadatan (density) ikan. Hal-hal ini dipertimbangkan lalu diperhitungkan pula arah, kekuatan , kecepatan angin dan arus. Sesudah hal-hal diatas diperhitugkan barulah jaring dipasang. Penentuan keputusan ini haruslah dengan cepat, mengingat bahwa ikan yang menjadi tujuan penangkapan terus dalam keadaan bergerak, baik oleh kehendaknya sendiri maupun akibat dari bunyi kapal, jaring diturunkan dan lain-lain sebagainya. Tidak boleh pula luput dari perhitungan, ialah keadaan dasar perairan, dengan dugaan bahwa ikan-ikan yang telah terkepung berusaha melarikan diri mencari tempat yang aman (pada umumnya ketempat yang mempunyai kedalaman/depth lebih dalam), dengan demikian arah perentangan jaring harus pula dapat menghadang ikan yang terkepung dalam keadaan yang memungkinkan ikan-ikan tersebut melarikan diri ke kedalaman yang lebih dalam. Pada waktu melingkari gerombolan ikan, kapal

10

dijalankan dengan cepat, tujuannya agar gerombolan ikan segera dapat terkepung, setelah selesai mulailah Purse line (tali kolor) ditarik dengan demikian bagian bawah jaring akan tertutup. Melingkari gerombolan ikan dengan jaring adalah dengan tujuan supaya ikan-ikan tidak dapat melarikan diri pada arah horizontal, sedangkan dengan menarik Purse line adalah untuk mencegah ikan supaya tidak dapat melarikan diri kearah bawah. Untuk mencegah hal ini dipakai pemberat (Toms Weight) ataupun dengan pergerakanpergerakan galah, memukul-mukul permukaan air, dan lain sebagainya. Setelah Purse line ditarik barulah tali pelampung (Float line) serta tubuh jaring (wing). Ikan-ikan yang telah terkumpul diserok keatas kapal.

2.3 Daerah Penangkapan Ayodhyoa (1981), mengemukakan bahwa fishing ground merupakan tempat penangkapan ikan. Pada umumnya semua tempat dimana ikan berada dan dapat dioperasikan suatu alat tangkap. Cara mencari gerombolan ikan dapat dibantu dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Perubahan warna air laut. b. Lompatan ikan-ikan kepermukaan laut c. Riak-riak kecil diatas permukaan laut d. Adanya buih-buih di permukaan laut e. Burung-burung yang menukik menyambar ikan di permukaan laut 2.4 Komposisi Hasil Tangkapan. Menurut Ayodhyoa (1976), ikan yang menjadi tujuan penangkapan dari Purse seine adalah ikan-ikan pelagic shoaling species yang berarti ikan-ikan tersebut haruslah membentuk gerobolan (schooling), berada dekat dengan

permukaan air dan sangatlah diharapkan pula densitas shoal tersebut tinggi, yang berarti jarak antara ikan yang satu dengan yang lainnya haruslah sedekat mungkin. Menurut Suwarman Prtosuwiryo, hasil tangkapan yang biasanya terdapat pada alat tangkap purse seine adalah jenis ikan kembung, layang bawal hitam,

11

jenis ikan selar, lemuru, bentong, madidihang, tongkol.

2.5 Faktor Kimiawi Pengujian Kualitas Air 2.5.1 Zat Besi Menurut teori David A.Hutchins, seorang ilmuwan dari Universitas Delware jurusan Kelautan dan pemimpin Journal Nature, Bila di satu wilayah perairan yang banyak ikannya, maka berarti wilayah itu banyak mengandung zat besi. dengan alasan bahwa di daerah itulah phytoplankton dapat tumbuh pesat. Tumbuhan laut itu merupakan bahan makanan yang sangat dibutuhkan oleh ikan. Sebagian besar ikan hasil tangkapan purse seine dapat hidup pada kondisi kadar zat besi tinggi. Karena ikan akan berkembang pada saat phytoplankton mengalami kenaikan jumlah. Oleh karena itu, Phytoplankton tidak dapat berkembang cepat bila zat besi di dalam air kurang tersedia dan bila ini terjadi pada manusia akan menyebabkan penyakit anemia (ENN). Kekurangan zat besi ini telah terjadi di daerah perairan pantai Kalifornia, AS. Keberadaan tumbuhan laut yang tidak mampu secara efektif melakukan proses fotosintesis, membuat perairan terbuka, tidak sepenuhnya bisa menyerap gas Karbondioksida (CO2) dari udara. Padahal tumbuhan laut memiliki kemampuan menyerap CO2, 80 kali lebih besar dibandingkan tumbuhan darat. Ini berkaitan dengan lebih luasnya daerah perairan ketimbang daratan. Guna mengembalikan fungsi perairan yang kekurangan zat besi, secara sederhana dapat diatasi dengan menyebarkan zat tersebut ke laut. Namun itu justru menimbulkan masalah baru yang lebih buruk. Laut akan mengalami pencemaran kimia dan pada ujungnya mempengaruhi kehidupan biologi. "Untuk sementara ini kami hanya bisa melakukan penelitian ekosistem kelautan ke arah ruang lingkup yang lebih besar," tutur Hutchins seraya menambahkan bahwa saat ini cara terbaik untuk menurunkan pencemaran karbon adalah mengurangi pembakaran minyak dan hutan. Di bidang kelautan sendiri, sebaiknya lebih diarahkan pada kelestarian. Semua zat yang diperlukan oleh laut harus terus dijaga ketersediannya. Salah satu caranya adalah memperlancar arus air dari hulu ke muara. Dengan demikian maka

12

phytoplankton akan tetap bisa tumbuh dan berkembang dengan pesat, yang langsung atau tidak langsung mempengaruhi meningkatkan populasi ikan. Memang ada sebagian kecil phytoplankton yang tidak terlampau memerlukan zat besi. Ini karena tumbuhan laut itu tidak memerlukan banyak sinar matahari untuk berfotosintesis. Namun koloninya hanya hidup di daerah laut dalam dan dengan jumlah yang kecil. Tapi yang jelas para nelayan akan lebih memilih daerah perairan yang memiliki kandungan zat besi yang banyak, seperti perairan California dulunya. Besi bersifat tidak larut dan mengendap (presipitasi) di dasar perairan, membentuk warna kemerahan pada substrat dasar. Oleh karena itu besi hanya ditemukan pada perairan yang berada dalam kondisi suasana asam.

2.5.2 Salinitas Air Laut Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan garam-garaman

mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas, kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah garam di laut (salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis. Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam. Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan

13

klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan klorida. Salinitas ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah total dalam gram bahan-bahan terlarut dalam satu kilogram air laut jika semua karbonat dirubah menjadi oksida, semua bromida dan yodium dirubah menjadi klorida dan semua bahan-bahan organik dioksidasi. Persamaan tahun 1902 di atas akan memberikan harga salinitas sebesar 0,03o/oo jika klorinitas sama dengan nol dan hal ini sangat menarik perhatian dan menunjukkan adanya masalah dalam sampel air yang digunakan untuk pengukuran laboratorium. Oleh karena itu, pada tahun 1969 UNESCO memutuskan untuk mengulang kembali penentuan dasar hubungan antara klorinitas dan salinitas dan memperkenalkan definisi baru yang dikenal sebagai salinitas absolut dengan rumus: S (o/oo) = 1.80655 Cl (o/oo) (1969)

Namun demikian, dari hasil pengulangan definisi ini ternyata didapatkan hasil yang sama dengan definisi sebelumnya. Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk menentukan salinitas dari pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan dikembangkan. Sejak tahun 1978, didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical Salinity Scale (Skala Salinitas Praktis) dengan simbol S, sebagai rasio dari konduktivitas. Salinitas praktis dari suatu sampel air laut ditetapkan sebagai rasio dari konduktivitas listrik (K) sampel air laut pada temperatur 15oC dan tekanan satu standar atmosfer terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa KCl adalah 0,0324356 pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus dari definisi ini adalah:
S = 0.0080 - 0.1692 K1/2 + 25.3853 K + 14.0941 K3/2 - 7.0261 K2 + 2.7081 K5/2

Catatan:

14

Dari penggunaan definisi baru ini, dimana salinitas dinyatakan sebagai rasio, maka satuan o/oo tidak lagi berlaku, nilai 35o/oo berkaitan dengan nilai 35 dalam satuan praktis. Beberapa oseanografer menggunakan satuan "psu" dalam menuliskan harga salinitas, yang merupakan singkatan dari "practical salinity unit". Karena salinitas praktis adalah rasio, maka sebenarnya ia tidak memiliki satuan, jadi penggunaan satuan "psu" sebenarnya tidak mengandung makna apapun dan tidak diperlukan. Pada kebanyakan peralatan yang ada saat ini, pengukuran harga salinitas dilakukan berdasarkan pada hasil pengukuran konduktivitas. Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5o - 40oLU atau 23,5o - 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan). Daerah penangkapan ikan layang dan kembung adalah pada kadar garam sekitar 35 0/00. 2.5.3. pH Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat

menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. Kadar pH air laut yang cocok bagi tempat tinggal ikan antara 6.0 8,5. Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah kematian ikan, telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas primer. Akibat tidak langsung adalah perubahan toksisitas zat-zat

15

yang ada dalam air, misalnya penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai alami dapat memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000 kali. Tabel 2.1 Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan Nilai pH Pengaruh Umum 1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun. 6,0 6,5 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan. 1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak. 5,5 6,0 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti. 3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral.

1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan bentos semakin besar. 2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zoo5,0 5,5 plankton dan bentos. 3. Algae hijau berfilamen semakin banyak. 4. Proses nitrifikasi terhambat.

1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan bentos semakin besar. 4,5 5,0 2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos. 3. Algae hijau berfilamen semakin banyak. 4. Proses nitrifikasi terhambat. Sumber : Modifikasi Baker et al., 1990 dalam Hefni Effendi, 2003 2.5.4 BOD5 BOD singkatan dari Biological Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme.

16

Kelarutan oksigen pada temperatur 20 C adalah sekitar 9 mg/liter. Oleh karena itu, pada penentuan BOD perairan yang tercemar bahan organik dalam jumlah besar perlu dilakukan pengenceran. Tanpa pengenceran dikhawatirkan ketersediaan oksigen untuk keperluan oksidasi bahan organik selama lima hari tidak mencukupi. Kadar oksigen mencapai nol sebelum hari kelima. Untuk mcngoptimumkan keberadaan oksigen, air sampel perlu dibcri pasokan oksigen dengan menggunakan aerator untuk mendekati nilai jenuh (saturasi), sehingga pada hari kelima diharapkan tersisa oksigen terlarut sekurang-kurangnya 1- 2 mg/liter (Tebbut, 1992). Selama proses inkubasi pada penentuan BOD, sama sekali tidak ada pasokan oksigen, baik dari proses difusi maupun dari fotosintesis karena botol BOD ditutupi dengan plastik berwarna hitam dan disimpan pada inkubator dengan suhu konstan 20C tanpa pemberian cahaya. Karena reaksi BOD dilakukan pada botol tertutup (botol BOD) maka jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh mikroorganisme dapat dihitung dari perbedaan jumlah oksigen terlarut pada hari ke-0 sampai pada hari ke-5 (setelah inkubasi 5 hari). Untuk mendapatkan oksigen terlarut yang cukup pada analisa BOD, maka dipergunakan air pengencer yang terbuat dari aquadest jenuh oksigen, kecuali untuk air bersih biasanya tidak dilakukan metoda pengenceran. Konsentrasi oksigen pada hari ke-5 (setelah inkubasi) > 2 mg / 1 O2 untuk mendapatkan hasil yang teliti. Oleh karena itu semua sampel yang mengandung BOD > 6 mg/1O2 harus diencerkan.(Setyo, 1999) Dalam studi kualitas air parameter BOD sangat penting sekali karena parameter ini merupakan salah satu indikator pencemaran air. Air yang tercemar biasanya mempunyai BOD yang tinggi, sebaliknya air yang tidak tercemar

mempunyai BOD yang rendah. Oleh karena itu, ikan hasil tangkapan purse seine dapat hidup dengan kadar BOD5 yang rendah, karena menggambarkan bahwa perairan tersebut tidak terjadi pencemaran. Prinsip Pengujian : Pengujian BOD dilakukan dengan cara mengukur selisih oksigen terlarut dalam contoh pada keadaan sebelum dan setelah inkubasi. Prinsip pengujian ini

17

didasarkan pada reaksi :

(CHON ) + O2
(bh.organik)

20 0 C , 5 hari CO 2 + H 2 + ....... mikroorganisme

Pada reaksi diatas terlihat bahwa banyaknya bahan organik yang diuraikan oleh mikroorganisme (BOD) sebanding dengan banyaknya oksigen yang diperlukan dalam reaksi tersebut. Banyaknya oksigen yang diperlukan dalam reaksi sama dengan selisih oksigen sebelum dan setelah masa inkubasi. Oleh karena itu dengan mengetahui selisih oksigen terlarut sebelum dan setelah masa inkubasi maka besarnya BOD contoh dapat dihitung. Cara pengujian Pelaksanaan pangujian BOD dilakukan dengan memasukkan contoh ke dalam 2 botol BOD. Kadar oksigen terlarut dalam botol I segera ditetapkan. Penetapan ini dapat dilakukan dengan cara elektrometri (dengan DO meter) ataupun dengan cara titrasi Winkler. Kadar oksigen sebelum inkubasi ini biasanya disebut DO0. Selanjutnya contoh dalam botol II diinkubasikan (bisanya pada 20C selama 5 hari). Setelah masa inkubasi kadar oksigen pada contoh dalam botol II tersebut ditetapkan (sebagai D05). Pengan demikian maka nilai BOD dari contoh adalah selisih DOO dengan DO5. Untuk contoh-contoh yang mempunyai nilai BOD tinggi maka perlu pengenceran, dan faktor pengenceran ini diperhitungkan dalam perhitungan nilai BOD contoh.

2.6 Faktor Fisika Pengujian Kualitas Air 2.6.1 Suhu Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Setiap detik matahari memancarkan bahang sebesar 1026 kalori dan setiap tempat dibumi yang tegak lurus ke matahari akan menerima bahang sebanyak 0.033 kalori/detik. Pancaran energi matahari ini akan sampai kebatas atas atmosfir bumi rata- rata sekitar 2 kalori/cm2/menit. Pancaran energi

18

ini juga sampai ke permukaan laut dan diserap oleh massa air (Meadous and Campbell,1993). Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. (Hefni, 2003). Menurut Dr. Ir. Fuad Cholik, ikan-ikan tropis tumbuh dengan baik pada suhu air antara 25-320C. Sedangkan suhu sedemikian itu umumnya terjadi di Indonesia sehingga sangat menguntungkan bagi nelayan untuk menentukan Fishing Ground. Suhu juga dapat menyebabkan terjadinya stratifikasi atau tingkat pelapisan air di laut ; suhu air di lapisan permukaan lebih panas dari pada lapisan air bagian bawahnya, karena penyinaran matahari, sehingga air permukaan yang suhunya lebih tinggi akan lebih ringan dibanding dengan air di bawahnya. Kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih banyak mengenai daerah ekuator daripada daerah kutub. Hal ini dikarenakan cahaya matahari yang merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas sebelum cahaya tersebut mencapai kutub. Suhu di lautan kemungkinan berkisar antara -1.87C (titik beku air laut) di daerah kutub sampai maksimum sekitar 42C di daerah perairan dangkal (Hutabarat dan Evans, 1986). Suhu mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari daerah pantai menuju laut lepas. Umumnya suhu di pantai lebih tinggi dari daerah laut karena daratan lebih mudah menyerap panas matahari sedangkan laut tidak mudah mengubah suhu bila suhu lingkungan tidak berubah. Di daerah lepas pantai suhunya rendah dan stabil. Lapisan permukaan hingga kedalaman 200 meter cenderung hangat, hal ini dikarenakan sinar matahari yang banyak diserap oleh permukaan. Sedangkan pada kedalaman 200-1000 meter suhu turun secara mendadak yang membentuk sebuah kurva dengan lereng yang tajam. Pada kedalaman melebihi 1000 meter suhu air laut relatif konstan dan biasanya berkisar antara 2-40 C (Sahala Hutabarat,1986).

19

2.6.2 Kedalaman Kedalaman ambang ( sill depth) yakni kedalaman terdangkal yang harus dilalui massa air untuk memberi ventilasi (pertukaran air) suatu basin atau palung, sangat penting artinya. Jika kedalaman ambangnya dangkal maka ventilasi didasar basin atau palung itu akan terhambat, bahkan bisa terjadi didasar basin tersebut tidak terdapat oksigen. Contoh sangat menarik untuk hal ini adalah teluk Kau di Halmahera. Topografi dasar laut teluk ini berbentuk seperti mangkok, dengan kedalaman maksimum sekitar 500 m, karena ambang yang dangkal dan sempit ini maka massa air dari samudera pasifik diluarnya terhalang untuk memberikan ventilasi air didasar teluk terkurung tidak dapat keluar. Akibatnya oksigen didasar tersebut semakin cepat menipis semakin dalam dan akhirnya pada kedalaman 350400 m oksigen telah habis. Dan sebagai gantinya terdapat gas H2S yang beracun. Oleh karena itu didasar bagian dalam teluk ini tidak terdapat kehidupan fauna, meskipun kedalamannya hanya 500 m, kehidupan fauna hanya dapat ditemukan dilapisan teratas saja dimana oksigen masih cukup. Jenis Kembung sering tertangkap dalam jaring Purse seine pada kedalaman 15-20 meter, ikan layang sekitar 30 meter.

21

BAB III METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam kegiatan ini terdapat pada Tabel 3.1 berikut ini: Tabel 3.1 Alat Yang Digunakan Dalam Pengamatan Potensi Fishing Ground No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nama Alat Kapal (30 GT) Alat tangkap (purse seine) Kamera Digital GPS Echo Sounder Alat tulis Radio SSB pH meter Refraktometer Botol, Jerigen dan cool box Kegunaan Transportasi dan menangkap ikan Menangkap ikan Mendokumentasikan Kejadian di Lapangan Menentukan posisi di laut Pengukur Kedalaman, Alat Pengukur suhu Mencatat data di lapangan Komunikasi Mengukur nilai pH Mengukur salinitas Media pengambilan sampel kualitas air Mengukur kadar zat besi

11 Iron tester

3.2 Metode Pengumpulan Data Data-data yang diambil dalam pelaksanaan praktek akhir ini meliputi dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung, tanpa perantara, langsung dari sumbernya. Sedangkan data sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung dari sumbernya (Prasetya, 1999). Adapun data-data yang termasuk ke dalam data primer adalah : 1) Posisi daerah penangkapan (fishing ground), 2) Spesifikasi alat tangkap, 3) Teknik pengoperasian alat tangkap, 4) Hasil tangkapan berdasarkan posisi daerah penangkapan,

20

21

5) Hasil penunjukan nilai parameter kualitas air Pengamatan hasil dari parameter fisika dilakukan secara in-situ, yaitu pengamatan yang dilakukan di tempat. Sedangkan untuk hasil dari parameter kimia dilakukan uji laboratorium, yang dilakukan selama 10 hari.

Data-data yang termasuk ke dalam data sekunder adalah : 1) Surat-surat kapal, 2) Data-data dari lembaga atau instansi terkait. Data-data tersebut diatas diperoleh dari lembaga atau instansi terkait. 3.3 Metode Analisis Data Data yang diperoleh dari lapangan selama praktek, akan dianalisis dengan menggunakan cara deskriptif, yaitu metode penelitian yang bertuuan

mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya. Metode ini dilakukan dengan cara menceritakan data yang diperoleh dari lapangan yang kemudian dibandingkan dengan teori yang ada (Prasetya, 1999). Untuk komposisi hasil tangkapan, dan pengukuran pada parameter fisika dan kimia akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis secara kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka-angka, dan mencerminkan kuantita yang sebenarnya.

22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil 4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Juwana Juwana merupakan salah satu Kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Pati yang memiliki luas wilayah 136.742 ha yang terletak pada koordinat : Lintang Bujur : 06.42.41 LS : 111.09.08 BT

Dan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Jakenan 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kudus

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Rembang Jumlah penduduk yang berdomisili di Kecamatan Juwana yaitu sebanyak 87.891 jiwa yang terdiri dari laki-laki berjumlah 43.770 jiwa dan perempuan berjumlah sebanyak 43.121 jiwa dengan tingkat penyebaran penduduk yang cukup padat. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Juwana memiliki beragam jenis propesi, ada yang bekerja sebagai pegawai negeri, petani, swasta, wiraswasta, nelayan, pedagang dan buruh. Sebagian besar penduduk Kecamatan Juwana bekerja sebagai petani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.1 Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Juwana No 1 2 3 Petani Nelayan Pengusaha Mata pencaharian Jumlah 17.717 orang 3.347 orang 131 orang

22

23

4 5 7 8 9 10

Pengrajin Buruh tani Buruh industri Pedagang PNS ABRI

174 orang 8.107 orang 5.520 orang 4.807 orang 1.167 orang 310 orang

Sumber : Kec. Juwana, 2007

Sumber :Dokumentasi, 2008 Gambar 4.1 Kantor Kecamatan Juwana

4.1.2 Gambaran Umum Pangkalan Pendaratan Ikan Bajomulyo Juwana 4.1.2.1 Sejarah Singkat Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Bajomulyo menempati urutan kedua ditingkat Propinsi Jawa Tengah dan merupakan andalan dan kebanggaan

24

Pemerintahan Daerah Kabupaten Pati. Sehubungan dengan lokasi PPI Bajomulyo sudah tidak mampu menampung kegiatan penyelenggaraan pelelangan, maka mulai tahun 1999 dirintis lokasi pengembangan kurang lebih 300 meter ke sebelah utara, dengan membebaskan areal pertambakan seluas 3,9 Ha. Tahun 2000 pelaksanaan reklamasi dan pembuatan dermaga tahun 2001 dimulai membangun fisik dan tanggal 10 mei 2002 awal dimulai operasional PPI Bajomulyo dilokasi pengembangan. Dana untuk mewujudkan lokasi

pengembangan tersebut berasal dari : SPL OECF INP 22, APBN, APBD Propinsi, APBD Kabupaten, PUSKUD Mina Baruna dan KUD Sarono Mino Juwana. Dengan demikian PPI Bajomulyo dalam melaksanakan pelelangan ikan setiap hari melayani dua lokasi terpisah dengan kegiatan yang bersamaan. PPI Bajomulyo Unit 1 (lama) melayani armada KM < 30 GT (Jaring Cantrang, Pancing Mini Long Line, Pancing Senggol, Jaring Cumi dan Nelayan Tradisional (Jaring Udang dan Jaring Rajungan, Jaring Teri dan Lain-lain). PPI Bajomulyo Unit 2 (baru) melayani armada KM > 30 GT (Jaring Purse seine).

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.2 Kantor PPI Juwana Jawa Tengah 4.1.2.2 Tenaga Pelaksana Untuk kegiatan pelaksanaan pelelangan di PPI Bajomulyo, didukung 458 personil termasuk karyawan PPI dengan rincian sebagai berikut :

25

a. Karyawan PPI b. Karyawan UPBI c. Tenaga angkut ikan nelayan d. Tenaga angkut ikan bakul e. Tenaga koordinasi basket f. Tim keamanan terpadu g. Tenaga kebersihan h. Tenaga pembantu penjaga kapal 4.1.2.3 Keadaan Nelayan

: 50 orang : 9 orang

: 158 orang : 108 orang : 50 orang : 46 orang : 14 orang : 23 orang

Jumlah nelayan se Kabupaten Pati berjumlah 5.697 orang, nelayan se Kecamatan Juwana adalah sebanyak 2.667 orang, jumlah nelayan dan armada penangkapan di PPI Bajomulyo, selain nelayan dari Juwana juga dari Pekalongan, Batang, Tegal, Rembang, dan Indramayu. Nelayan di Kabupaten Pati, sudah menggunakan teknologi maju didalam melakukan kegiatan penangkapan antara lain: SSB, GPS, Fish Finder, dll. 4.1.2.4 Produksi dan Nilai Produksi Produksi dan nilai produksi dari tahun ke tahun cenderung meningkat, hal ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini, yaitu : Tabel 4.2 Data Produksi dan Nilai Produksi TH 2000 2002
NO TAHUN PRODUKSI (Kg) NILAI PRODUKSI (Rp) KM DAERAH KAPAL MASUK KM LUAR DAERAH JUMLAH

1 2 3

2000 2001 2002

35.076.040 38.036.836 49.097.769

91.916.527.000 117.928.041.000 159.110.007.000

748 478 866

492 725 998

1.240 1.203 1.864

Sumber, PPI Bajomulyo, 2002 4.1.2.5 Pengolahan dan Industri Perikanan Hasil produksi ikan dari PPI Bajomulyo selain dipasarkan dalam bentuk segar, sebagian juga diekspor (Cina, Amerika, Hongkong, Singapura, Taiwan),

26

dan sebagian diolah secara tradisional (dipindang, dikering, dipanggang). Industri perikanan belum ada, baru dirintis pembangunan Cold storage/ Cold Room. 4.1.2.6 Pengelolaan Pendapatan PPI, Bajomulyo PPI Bajomulyo dalam penyelenggaraannya berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Jawa Tengah No : 3 Tahun 2000, dalam pelaksanaannya : Nelayan dikenal potongan : 3% dan bakul : 2%, PPI mengelola : 5% dengan rincian : a. Dana Paceklik Nelayan b. Dana Asuransi Nelayan c. Biaya Lelang d. Perawatan PPI/TPI e. Pengembangan PUSKUD MINA f. Tabungan Nelayan g. Tabungan Bakul h. Pengembangan KUD MINA i. Dana Kecelakaan di Laut j. Pemerintah Propinsi k. Pemerintah Kabupaten 4.1.2.7 Fasilitas Sarana dan Prasarana Pangkalan Pendaratan Ikan Bajomulyo memiliki fasilitas sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan pekerjaannya. Fasilitas sarana dan prasarana tersebut adalah : 1. Fasilitas Pokok Fasilitas pokok adalah sarana dan prasarana utama di PPI: a. Alur Pelayaran b. Kolam Pelabuhan c. Dermaga d. Turap e. Jalan : Baik : Sedang diusulkan : 345 M : 210 M : Hot Mix : 0,50% : 0,15% : 0,80% : 0,10% : 0,10% : 0,50% : 0,25% : 0,30% : 0,45% : 0,90% : 0,95%

27

2. Fasilitas Fungsional Fasilitas fungsional adalah sarana dan prasarana baik bersifat komersial maupun non komersial yang disediakan untuk kelancaran operasional PPI. a. Fasilitas Komersial : - Gedung PPI - SPBU - Instalasi air bersih - Instalasi listrik - Cold Storage/Cold Room - Dock - Bengkel - Sentra pengolahan b. Fasilitas Non Komersial: - Sarana Navigasi - Instalasi Komunikasi : Ada : SSB : HT : Telepon : Internet 3. Fasilitas Penunjang Fasilitas penunjang adalah sarana dan prasarana untuk melengkapi kebutuhan operasional PPI. a. Kantor Administrasi b. Pos Keamanan c. Kios BAP d. Balai Pertemuan e. MCK f. Pasar Ikan g. Dan lain-lain : 2 unit : 2 unit : Ada : Ada : 2 Unit : Ada 1 unit 4 unit 1 unit 1 unit : Baik : Ada : PDAM : PLN, Genset. : Sedang diusulkan : Ada : Ada : Ada

28

4.1.2.8 Permasalahan dan Upaya Pemecahan Dari perkembangan saat ini, permasalahan yang muncul di PPI Bajomulyo semakin komplek, disamping masalah klasik yang ada di PPI, berkembang masalah baru yang terkait dengan situasi saat ini. Permasalahan klasik (lama) yang selalu ada : - Penjualan ikan diluar pelelangan - Terbatasnya modal bakul sehingga terjadi KPLI (Kekurangan

Pembayaran Lelang Ikan). - Kesejahteraan karyawan yang belum memadai. - Pada saat musim ikan, harga ikan cenderung turun. Permasalahan baru : - Faktor ekonomi akibat krisis yang berkepanjangan. - Preman masuk PPI - Penyerapan/penjabaran aturan yang tidak pas. - Bakul yang merangkap sebagai pengolah. - Adanya pelaku kegiatan pelelangan ikan bukan nelayan dan bakul asli. - Kenaikan BBM, sehingga biaya melaut tinggi, tidak seimbang pendapatan yang diperoleh. - Daya beli masyarakat menurun, harga ikan menjadi turun, sehingga sebagian kapal penangkapan tidak dapat melakukan kegiatan

penangkapan. 4.2 Kapal Purse seine KM. Surya Sinar Abadi 4.2.1 Data Umum kapal Nama Pemilik Nama Nahkoda Nama Kapal Tanda Selar Tahun Pembuatan Bentuk Haluan Bentuk Buritan : KUMONO : JUMONO : KM. SURYA SINAR ABADI : GT.80 No.909Fp : 1997 : Haluan Miring : Cruiser Spoon I

29

Ukuran (P X L X D)

: (28 x 7,25 x 4)

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.3 KM. Surya Sinar Abadi 4.2.2 Data Mesin 1. Main Engine (Mesin Induk) Hourse Power (HP) Merk Type RPM Jumlah Silinder Sistem Pendingin Sistem Start Bahan bakar Pelumas Sistem Pelumasan : 280 HP : Rd.Nissan : CL-199497 : 2800 : 8 Silinder : Langsung : Elektrik : Solar : SAE 40 : Basah/ Pompa

30

Langkah kerja 2. Data Generator Merk Nomor Daya Tegangan Arus Frekwensi Jumlah putaran 3. Accu Tegangan Merk Jumlah

: 2 tak

: MITSHUBISHI : 300120 : 30 Kwh : AC 220 Volt : 380 A : 50 Khz : 1800 Rpm

: 12 Volt : GS : 2 buah

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.4 Tampak samping Mesin KM. Surya Sinar Abadi 4.2.3 Alat Navigasi a.) GPS Merek Type : : Garmin GP. Navigator

31

Buatan Sumber Tenaga

: :

Taiwan Aki

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.5 Alat Navigasi GPS Pada KM. Surya Sinar Abadi b.) Kompas

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.6 Alat Navigasi Kompas Pada KM. Surya Sinar Abadi c.) Echo Sounder Merk : FURUNO FCV-667

32

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.7 Alat Navigasi Echo Sounder Pada KM. Surya Sinar Abadi 4.2.4 Alat Komunikasi Radio SSB : IC-728

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.8 Alat Komunikasi Radio SSB Pada KM. Surya Sinar Abadi 4.2.5 Data Lampu Merk : Himawari, GLX

33

Daya / 1 Lampu Tegangan Jumlah Lampu

: 400 1000 Watt : 220 Volt : 40 Buah

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.9 Lampu Galaksi Pada KM. Surya Sinar Abadi 4.2.6 Dokumen Kapal Surat Izin Usaha (SIUP) Surat Izin Penangkapan Surat Ukur Pas Tahunan Sertifikasi Nahkoda : No.02.02.01.0239.0661 : No.26.05.0028.24.12232 : No.PY.672/9/13/D.II-97 : : ANKAPIN III No.6200200833N9FV06

4.2.7 Alat Tangkap Alat tangkap yang digunakan oleh KM. Sinar Surya Abadi adalah alat tangkap Purse seine. Alat tangkap Purse seine merupakan alat penangkap ikan dengan prinsip pengoperasiannya dengan cara mengurung gerombolan ikan dari arah horizontal dan dari arah vertical. Purse seine juga disebut jaring kantong karena bentuk jaring tersebut saat dioperasikan menyerupai sebuah kantong. Mengenai data alat tangkap Purse seine yang digunakan KM.Sumber Rezeki 1 dapat dirincikan sebagai berikut : 1. Float rope (Panjang Jaring) 2. Singker line (Tali Ris) : 350 meter : 450 meter

34

3. Purse line (Tali Ris Bawah)

: 600 meter

4. Mesh size (Ukuran Mata Jaring) kantong : 25 mm 5. Ukuran jaring utama Ukuran Benang Ukuran Mesh size : Benang nomor 12 : 2 cm

6. Selvedge a. Selvedge atas Jumlah mata ke atas Ukuran Benang Ukuran mesh size : 10 mata : Nomor 15 : 1 cm

b. Selvedge bawah Jumlah mata ke bawah Ukuran Benang Ukuran mesh size : 15 mata : Nomor 15 : 1/2 cm

7. Pemberat/cincin Jumlah Berat Bahan Jarak antar pemberat : 75 buah : 7,5 Kg/buah : Besi campur timah : 3 meter

8. Pelampung Jumlah Panjang Diameter Jarak antar pelampung : 1.200 buah : 12 cm : 5 cm : 33 cm

9. Tali ring Bentuk Bahan Ukuran : Kaki tunggal : Nilon plastik : 14 mm

35

4.2.8 Pengoperasian Alat Tangkap KM. Sinar Surya Abadi melakukan operasi penangkapan ikan pada subuh hari yaitu antara pukul 04.00 09.00 WIB. Dalam satu hari operasi penangkapan ikan dapat di laksanakan satu kali setting atau penurunan alat tangkap. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan gerombolan ikan yaitu dengan

menggunakan alat bantu rumpon pada siang hari dan alat bantu rumpon yang dipasang di lambung kanan kapal. Pada KM. Surya Sinar Abadi juga

menggunakan alat bantu lampu (pencahayaan) untuk mengumpulkan ikan yang dipasang pada lambung kiri dan kanan kapal. Sebelum melakukan operasi penangkapan ada beberapa persiapan yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sehingga kegiatan usaha penangkapan ikan dapat berhasil dengan baik. Persiapan-persiapan tersebut yaitu persiapan pada saat di darat atau persiapan sebelum berangkat ke lokasi daerah penangkapan ikan dan persiapan dilaut atau persiapan setelah tiba di daerah penangkapan ikan. 1. Persiapan di darat Sebelum berangkat kelaut menuju kedaerah penangkapan ikan (fishing ground), segala sesuatu yang diperlukan dalam usaha penangkapan ikan nantinya harus dipersiapkan dengan baik, sehingga kegiatan usaha penangkapan ikan dapat berhasil. Adapun persiapan-persiapan yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Mengurus segala surat-surat kapal dan berkas-berkas lainnya yang di perlukan untuk kelancaran dalam kegiatan usaha penangkapan ikan di laut; b. Membeli bahan-bahan makanan serta obat-obatan; c. Pengisian es ke dalam palka kapal sebagai alat untuk menjaga kesegaran ikan hasil tangkapan pada saat di laut; d. Mengisi bahan bakar minyak dan air tawar; e. Mempersiapkan alat-alat navigasi (kompas, peta, teropong, radio SSB, Fish Finder dan GPS); f. Memeriksa kondisi kapal terhadap kerusakan atau kebocoran;

36

g. Pemeriksaan kondisi mesin induk/penggerak kapal dan mesin auxelary (generator pembangkit listrik); h. Memeriksa lampu-lampu kapal dan lampu suar yang di gunakan untuk mengumpulkan gerombolan ikan; i. Memeriksa kabel-kabel listrik terhadap hubungan arus pendek; j. Pemeriksaan jaring dari kerusakan/robek; k. Mengatur atau menyusun alat tangkap dengan baik untuk mempermudah pada saat melakukan penurunan alat tangkap. 2. Persiapan di laut Apabila semua persiapan-persiapan di darat sudah di lakukan dengan baik, maka kapal siap untuk berangkat/berlayar menuju daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah kapal tiba pada daerah tujuan dimana banyak terdapat jenis-jenis ikan akan menjadi target operasi penangkapan ikan atau fishing ground maka jangkar dapat diturunkan untuk berlabuh. Sambil menunggu waktu penurunan alat tangkap (setting), ada beberapa persiapaan yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sehingga pada saat penurunan alat tangkap tidak terjadi masalah yang dapat menyebabkan kegagalan dalam kegiatan operasi penangkapan ikan. Adapun persiapan-persiapan tersebut meliputi: a. Mengeluarkan tali kolor/tali kerut dari palka dan menyusunnya pada haluan kapal sebelah kanan; b. Menyisipkan tali kekang pada pemberat/cincin; c. Memasang perlengkapan lampu pada pelampung rumpon. d. Mempersiapkan lampu pelampung tanda jaring. 3. Pelingkaran Jaring Dalam melakukan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap Purse seine ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar dalam usaha penangkapan ikan dapat berhasil dengan baik. Faktor-faktor itu salah satunya yaitu pada saat jaring dilingkari untuk mengepung gerombolan ikan supaya ikan

37

terkurung/terperangkap pada jaring. Dalam melakukan pelingkaran jaring harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : 1. Arah pelingkaran jaring Arah pelingkaran jaring pada KM. Sinar Surya Abadi yaitu searah dengan arah putaran jarum jam atau putaran kekanan, ini disebabkan karena letak penataan jaringnya terletak disebelah kanan lambung kapal dan arah putaran baling-balingnya juga kekanan. 2. Kedudukan alat dan gerombolan ikan terhadap kapal penangkap ikan. Pada waktu melingkari jaring untuk mengurung gerombolan ikan banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan agar operasi penangkapan ikan dapat berhasil. Faktor-faktor terserbut adalah sebagai berikut : a. Arah angin Terhadap arah datangnya angin, kedudukan gerombolan ikan dan jaring harus ditempatkan diatas angin sedangkan kapal harus berada dibawah angin atau kata lain melawan arah datangnya angin. Ini dimaksudkan untuk mempermudah pada saat jaring diturunkan, arah putaran kapal dari sebelah kanan saat kapal 0 pada posisi 90 akan membantu dalam mengolah gerak kapal karena angin yang bertiup dari arah sebelah kiri kapal akan mendorong bagian atas geladak pada haluan kapal, sebab pengaruh angin sangat besar pada bagian kapal diatas permukaan air. Selain mempermudah dalam mengolah gerak kapal posisi kapal yang melawan arah datangnya angin juga membantu mengurangi dan mencegah terjadinya trouble antara jaring dengan baling-baling. b. Arah arus Kebalikan dari kedudukan kapal terhadap arah angin, kedudukan kapal terhadap arus adalah diatas arus sedangkan gerombolan ikan dan jaring harus berada dibawah arus atau mengikuti arah arus. Posisi awal kapal pada saat akan melingkari jaring yaitu mengikuti arah rus ini di maksudkan agar jaring yang telah diturunkan hanyut mengikuti arus dan menjauhi dari kapal sehingga jaring dapat membentuk lingkaran yang sempurna dan gerembolan ikan yang telah terkumpul

38

di bawah skiff bout (perahu berukuran kecil yang membawa lampu ) tidak memencar atau lari karena himpitan jaring yang terbawa arus. c. Arah gerombolan ikan Sebelum jaring dilingkari terlebih dahuilu harus mengetahui kemana arah gerombolan ikan bergerak. Untuk mengetahui arah renang gerombolan ikan dapat dilihat dari arah arus yang terjadi saat itu karena sifat ikan identik melawan arah arus. Setelah diketahui arah arah pergerakan gerombolan ikan yang menjadi target operasipenangkapan jaring dapat langsung dioperasikan dengan menghadang kemuka gerombolan ikan sedangkan kedudukan kapal pada awal akan melingkari jaring ditempatkan pada posisi dibelakang gerombolan ikan. d. Arah cahaya lampu Terdapat kedudukan kapal cahaya lampu ditempatkan pada posisi sebelah kanan lambung kapal karena arah putaran baling-baling dan penataan jaring terletak pada sebelah kanan lambung kapal juga,sehingga tempat cahaya lampu datang dilingkari dari arah sebelah kanan. e. Kecepatan kapal Pada saat melingkari jaring kapal dijalankan dengan kecepatan yang cukup tinggi yaitu 5-6 knot. Ini dimaksutkan supaya gerombolan ikan yang akan yang ditangkap, yang telah dikumpulkan dengan cahaya lampu dapat dengan cepat terkurung dan terperangkap didalam jaring dan tidak dapat keluar lagi. Pada saat melingkari jaring sudut kemudi diusahakan stabil disesuaikan dengan panjang jaring sehingga jaring dapat membentuk lingkaran yang sempurna. 4. Penurunan Alat Tangkap a. Setting Sebelum melakukan setting, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang Nakhoda, yaitu arah angin, arus dan gelombang. Setelah Nakhoda memperhatikan hal-hal tersebut, Nakhoda langsung memberikan tanda (berupa bunyi klakson) bahwa setting akan segera dimulai. Operasi penangkapan ikan dilakukan pada waktu subuh hari pada pukul 04.00 WIB dini hari. Sebelum alat tangkap diturunkan seluruh ABK berkumpul

39

untuk melakukan tugasnya yang telah ditentukan menurut jabantannya dan keahliannya masing-masing. Kegiatan setting diawali dengan pengangkatan rumpon utama keatas dek kapal, seiring dengan pengangkatan rumpon utama tersebut dibarengi dengan mematikan lampu galaxy satu persatu (bagian lambung). Setelah lampu sebagian mati dan rumpon utama tersebut sudah naik semua keatas dek, maka kapal segera menghibob (menarik) jangkar ke atas kapal. Penarikan jangkar ini dilakukan dengan menggunakan gardan, kemudian lampu bantu segera diturunkan sebagai pengganti lampu galaxy. Pelepasan lampu bantu ini dilakukan oleh dua orang juru arus menuju ke rumpon bantu yang berada di buritan kapal. Setelah lampu galaxy mati semua (buritan) dan fungsinya untuk dimulainya setting, kemudian digantikan oleh lampu bantu, maka tali rumpon bantu yang berada di buritan kapal dilepas dan diikat kembali di bangkrak tempat lampu bantu tersebut berada. Setelah lampu bantu dan dua juru arus tersebut terbawa oleh arus kira-kira sejauh 30 meter, Maka Nakhoda segera mengarahkan kemudi menuju lampu bantu tadi. Pada saat kapal sudah mendekati lampu bantu kira-kira 50 meter, maka Nakhoda segera mengalihkan haluannya untuk mengelilingi lampu bantu tersebut dengan jari-jari kira-kira 50 meter. Di saat kapal masih melingkar 1-2 kali lingkaran, salah satu dari juru masak siap-siap berada di buritan kapal dengan memegang tongkat bambu yang dilengkapi dengan senter, tongkat bambu ini nantinya digunakan untuk mengikat tali ris atas bagian belakang. Maka Nakhoda memberikan aba-aba TAWUR dan secara spontan juru masak yang membawa tongkat bambu dan senter kecil (untuk cahaya tanda keberadaannya nanti ketika terjun kelaut) terjun ke laut dengan membawa ban yang diikuti dengan penurunan jaring. Selama penurunan jaring, kapal masih tetap bergerak melingkar mengelilingi lampu bantu. Kegiatan ini berlangsung sampai kapal mendekati tongkat bambu awal setting. Setelah dirasakan Nakhoda bahwa saatnya tepat kapal mendekati tongkat bambu tanda setting, kecepatan kapal dikurangi sedikit demi sedikit dengan tujuan tongkat bambu tadi tidak tertabrak oleh kapal atau terlewati oleh kapal.

40

b. Hauling Setelah kapal tersebut mencapai tongkat bambu yang dibawa oleh juru masak waktu terjun pertama kali setting tadi, maka ABK yang ada di depan mengangkat tongkat bambu tersebut ke atas kapal dan dibantu oleh beberapa orang agar penarikannya dapat dilakukan dengan cepat. Setelah tali tersebut agak panjang, lalu tali tersebut dililitkan dan ditarik gardan secara perlahan-lahan sampai ujung jaring kelihatan. Kapal KM. Surya Sinar Abadi dalam penarikan jaring ke atas kapal, membagi beberapa kelompok kerja, yaitu : a. Kelompok kerja pertama bertugas menarik tali ris bawah yang bertempat di haluan kapal lambung sebelah kanan. b. Kelompok kerja kedua bertugas menarik tali ris bawah yang bertempat di buritan kapal lambung sebelah kanan. c. Kelompok kerja ketiga bertugas menarik tali kolor dengan gardan yang dikendalikan oleh dua orang ABK sebagai penarik dan empat orang lainya sebagai penyusun. Kegiatan ini berlangsung dengan cepat sampai cincin-cincin dinaikan ke atas kapal. Seiring dengan naiknya tali kolor, maka lembaran-lembaran jaring juga ditarik para ABK yang lainnya. Setelah cincin naik ke atas semua, maka tali kolor yang dililitkan ke gardan akan dilepas dari gardan. Setelah cincin naik ke atas kapal, orang yang tadi menarik tali kolor yang menggunakan alat bantu gardan tadi akan berpindah ke lambung kanan untuk menarik jaring, begitu pula para ABK yang tadinya menarik tali ris, baik tali ris bawah yang berada di haluan maupun tali ris atas yang berada di buritan akan berpindah tempat untuk menarik jaring.

41

*) Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.10 Proses penyusunan jaring setelah hauling Setelah jaring tertarik semua dan akhirnya membentuk kantong maka langkah berikutnya adalah mengikatkan tali ris atas pada tali-tali yang menghubungkan antara bom-bom yang ada di sisi lambung kanan kapal, dengan demikian ikan-ikan akan dengan mudah diangkat ke atas kapal dengan menggunakan serok. 4.2.9 Daerah Tangkapan Daerah penangkapan ikan (fishing ground) KM. Sinar Surya Abadi bertempat di laut Jawa yaitu disekitar Pulau Bawean dan Pulau Masalembo. Letak posisi daerah penangkapan ikan KM. Sinar Surya Abadi dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.3 Posisi Daerah Penangkapan Ikan KM. Sinar Surya Abadi
NO. WAKTU BUANG JARING HARI TANGGAL LINTANG POSISI BUJUR

1 2 3

Senin Selasa Rabu

14 April 2008 15 April 2008 16 April 2008

05,25 LU 05,26 LU 05,27 LU

113,02 BB 113,02 BB 113,02 BB

42

4 5 6 7 8 9 10 11

Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis

17 April 2008 18 April 2008 19 Arpil 2008 20 April 2008 21 April 2008 22 April 2008 23 April 2008 24 april 2008

05,27 LU 05,27 LU 05,27 LU 05,27 LU 05,27 LU 05,26 LU 05,26 LU 05,25 LU

113,03 BB 113,04 BB 113,05 BB 113,06 BB 113,07 BB 113,06 BB 113,05 BB 113,04 BB

Sumber : KM. Sinar Surya Abadi, 2008 4.2.10 Alat Bantu Penangkapan Alat bantu penangkapan merupakan suatu sarana penunjang terjadinya efektifitas dan efisensi kerja pada saat dilakukan operasi penangkapan ikan di kapal purse seine adapun alat-alat yang dipergunakan pada KM. Surya Sinar Abadi adalah sebagai berikut : 1. Lampu Galaksi (lampu sorot) Pada umumnya kapal-kapal perikanan memiliki metode pengumpulan ikan dengan cara memanfaatkan cahaya, yaitu sebagai rangsangan terhadap tingkah laku ikan. Biasanya jenis lampu yang digunakan adalah jenis lampu sorot dengan merek Himawari, GLX yang betegangan antara 400-1000 watt. Adapun gambar dibawah ini adalah gambar lampu sorot KM. Surya Sinar Abadi.

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.11 Lampu Galaksi (lampu sorot) pada KM. Surya Sinar Abadi

43

2. Rumpon Rumpon merupakan salah satu media pengumpul ikan yang terbuat dari rangkaian tali dengan sejumlah daun kelapa yang pada salah satu ujung tali diberi pemberat dan pelampung, pada KM. Sinar Surya Abadi terdapat dua jenis rumpon : a. Rumpon haluan rumpon haluan adalah rumpon yang diletakan pada luar bagian sisi kanan kapal yang dekat dengan haluan kapal . b. Rumpon Buritan Rumpon Buritan adalah rumpon yang diletakan pada luar bagian kapal dekat dengan bagian buritan kapal . Kedua rumpon ini dipasang sesaat setelah tibanya kapal dilokasi penangkapan ikan penangkapan ikan. Dibawah ini adalah pekerjaan membuat rumpon pada saat KM. Surya Sinar Abadi masih berada di pelabuhan Juwana. Setelah rumpon seluruhnya selesat terpasang, maka nakhoda bersiap-siap untuk bertolak ke fishing ground. dan dibiarkan terendam sampai tiba waktu operasi

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.12 Proses pembuatan Rumpon

44

3. Block atau Takal Block atau takal digunakan sebagai tepat jalanya pergerakan tali dan memperingan kerja, di KM. Surya Sinar Abadi disebut juga dengan gelok..gelok ini terbagi lagi menjadi d a. Gelok A Dikatakan gelok A karena pondasi dari pada gelok meyerupai huruf A. gelok ini berfungsi untuk mempermudah dan memperkecil gaya gesek tali pada saat penarikan tali utama.

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.13 Gelok A Pada KM. Surya Sinar Abadi b.Gelok Cabut Sesuai dengan namanya gelok cabut dapat di fungsikan dengan berpindah ke tempat yang telah disediakan. Berfungsi untuk membatu dan memudahkan ABK dalam penarikan jaring. 4. Serok Serok atau cargo net berfungsi untuk mengangkut dan memindahkan hasil tangkapan dari alat tangkap purse seine ke atas geladak dek kapal. Serok yang terdapat di KM. Surya Sinar Abadi berdiameter 1meter dengan bagian tepi mulut serok berkontruksikan besi baja sebagai kerangka jaring dengan mata jaring 1,5 inchi.

45

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.14 Penggunaan serok di atas kapal 5. Gardan Gardan berfungsi untuk menarik tali kolor dan tali pelampung serta digunakan pula untuk membantu pengangkatan benda-benda berat di kapal yang dihubungkan melalui takal atau block pada ujung boom. Garadan pada KM. Surya Sinar Abadi berjumlah 2 buah yang terletak di sebelah kiri dan kanan lambung tengah kapal dengan menggunakan tenaga putaran yang berasal dari mesin induk.

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.15 Gardan KM Surya Sinar Abadi

46

6. Echo Sounder Echo Sounder adalah alat yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang obyek-obyek bawah air, yakni bekerja berdasarkan pemancaran gelombang suara dan diterima kembali setelah dipantulkan oleh target. Alat ini dilengkapi dengan transducer yang dapat memancarkan gelombang suara secara vertikal. Pada KM. Surya Sinar Abadi alat Echo Sounder digunakan sebagai acuan penetuan kedalaman perairan menurut penuturan Pak Jumono (Tekong KM. Surya Sinar Abadi). Selain untuk melihat kedalaman perairan, alat ini juga digunakan untuk mengetahui bentuk dasar perairan, jenis dasar perairan dan mengetahui suhu air. Biasanya suhu air merupakan salah satu ciri daerah dikatakan layak untuk dilakukan operasi penangkapan ikan. Biasanya kapal yang ia kendalikan melakukan penangkapan ikan dengan kisaran suhu air 270-280 C.

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.16 Fish Finder KM Surya Sinar Abadi

47

7. GPS (Global Positioning System) Alat ini untuk menentukan posisi di laut, alat ini sangat membantu operasional di kapal, terutama ketika kapal sedang mengadakan operasi penagkapan jauh dari pantai atau pulau. selain itu juga GPS pada KM Sinar Surya Abadi di pergunakan untuk melakukan plot jalur kapal bertolak (pergi) dari pelabuhan dan juga jalur kembalinya kapal.

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.17 GPS Pada KM Surya Sinar Abadi 8. Lampu Pelampung Lampu pelampung merupakan rangkaian lampu yang dialiri listrik bersumber tenaga dari accu (aki) dan dipergunakan untuk mengumpulkan ikan. Sebagai penggati sementara lampu-lampu kapal yang dimatikan pada saat

pengoperasian alat tangkap purse seine. Lampu pelampung mempunyai peranan

48

yang sangat penting oleh karena itulah penanganan harus kepada orang yang benar-benar paham mengenai kelistrikan. di KM. Surya Sinar Abadi di tangani langsung oleh seorang Juru Arus. Berikut ini adalah gambar Lampu Pelampung pada KM. Surya Sinar Abadi, yaitu :

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.18 Lampu Pelampung KM. Surya Sinar Abadi 4.2.11 Hasil Tangkapan Hasil tangkapan ikan KM. Sinar Surya Abadi selama penulis mengikuti praktek dapat dilihat pada tabel berikut ini :

49

Tabel 4.4 Hasil tangkapan ikan KM. Surya Sinar Abadi HARI KE1 HARI/ TANGGAL Senin / 14 April 2008 HASIL TANGKAPAN JENIS IKAN a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. Semar Sotong Swangi Kembung. P Layur Semar Sotong Swangi Layur Kembung. P Semar Swangi Layur Layang Kembung. P Semar Swangi Layur Layang Kembung. P Layang Swangi Layur Sembang Banyar Layang Swangi Kembung. P Layur Sembulak Kembung Layang Layur Swangi Semar Cumi Kembung Layang Swangi Semar JUMLAH (Kg) 350 30 20 30 15 220 20 20 30 480 20 20 130 110 450 60 105 400 60 75 15 100 60 20 30 30 10 15 TOTAL HASIL TANGKAPAN (kg)

445

Selasa / 15 April 2008

290

Rabu / 16 April 2008

760

Kamis / 17 April 2008

Jumat / 18 April 2008

615

Sabtu / 19 April 2008

550

Minggu / 20 April 2008

210

Senin / 21 April 2008

55

50

a. Semar b. Swangi c. Layur d. Layang e. Kembung. P 10 Rabu / 23 April a. Semar 2008 b. Kembung c. Layang d. Swangi e. Sotong 11 Kamis / 24 April a. Semar 2008 b. Layang c. Layur d. Kembung e. Sotong f. Sembulak Sumber : KM. Sinar Surya Abadi, 2008

Selasa / 22 April 2008

20 10 15 360 10 120 45 90

45

625

Berikut ini adalah Tabel mengenai Total hasil tangkapan pada saat pengamatan di KM. Surya Sinar Abadi.

Tabel 4.5 Total Hasil Tangkapan No 1 2 3 4 5 6 7 Semar Sotong Swangi / Mata Besar Kembung. Perempuan / Banyar Layang Layur Sembulak Total Sumber : KM. Sinar Surya Abadi, 2008 Nama Ikan Nama Latin Loligo sp Priachantus tayenus Rastrelliger kanagurta Decapterus ruselli Trichiurus savala Sardinella sirm Jumlah (Kg) 1.475 160 140 450 1.050 190 165 3.590

51

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan ikan dengan jumlah yang terbesar adalah jenis ikan semar, yaitu sebanyak 1.475 kg. Sedangkan ikan dengan jumlah terkecil pada ikan swangi, yaitu dengan jumlah 140 kg. Berikut ini adalah dokumentasi jenis ikan yang tertangkap pada KM. Surya Sinar Abadi, yaitu :

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.19 Jenis Hasil Tangkapan KM. Surya Sinar Abadi

Keterangan gambar : Gambar A adalah ikan Semar Gambar B adalah ikan Sotong / Cumi Gambar C adalah ikan Swangi / Mata Besar Gambar D adalah ikan Kembung / Banyar Gambar E adalah ikan Layang Gambar F adalah ikan Sembulak / Sarden Gambar G adalah ikan Layur

52

4.3 Pembahasan Sesuai dengan pengamatan di lapangan pada KM. Surya Sinar Abadi, maka pengujian kualitas air dapat dilakukan berdasarkan 2 parameter, yaitu parameter fisika dan parameter kimia.

4.3.1

Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan Pengujian Kualitas Air Berdasarkan Parameter Fisika Dalam pengamatan potensi fishing gound berdasarkan parameter fisika di

KM. Surya Sinar Abadi, maka dapat diuraikan seperti pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Potensi Fishing Ground Berdasarkan Parameter Fisika Posisi Hari Lintang 05,25 LU 1 Bujur 113,02 BB Parameter Fisika Suhu (0C) 24 Kedalaman (m) 70 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. Semar Sotong Swangi Kembung Layur Semar Sotong Swangi Layur Kembung Semar Swangi Layur Layang Kembung Semar Swangi Layur Layang Kembung Layang Swangi Layur Jenis Tangkapan Jumlah (Kg)

445

05,26 LU 2

113,02 BB

19

68

290

05,27 LU 3

113,02 BB

27

94

760

05,27 LU 4

113,03 BB

16

76

05,27 LU

113,04 BB

26

92

615

53

05,27 LU 6

113,05 BB

25

73

05,27 LU 7

113,06 BB

19

76

05,27 LU 8

113,07 BB

16

88

05,26 LU 9

113,06 BB

15

74

05,26 LU 10

113,05 BB

17

87

05,25 LU 11

113,04 BB

27

94

4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Sembang Banyar Layang Swangi Kembung Layur Sembulak Kembung Layang Layur Swangi Semar Cumi Kembung Layang Swangi Semar Semar Swangi Layur Layang Kembung Semar Kembung Layang Swangi Sotong Semar Layang Layur Kembung Sotong Sembulak

550

210

55

45

625

Sumber : Pengamatan di KM. Surya Sinar Abadi, 2008 Dari tabel diatas, terlihat bahwa pada setting hari pertama, dengan suhu 240C, kedalaman 70 m, mendapatkan hasil tangkapan sebanyak 445 kg. Hal ini berarti pada saat itu ikan yang tertangkap dapat hidup dengan range suhu sekitar 240C, dan berada pada kedalaman antara 0-70 meter di bawah permukaan laut. Suhu 240C sudah termasuk kondisi yang memungkinkan untuk menjadi tempat tinggal ikan.

54

Pada setting kedua dapat dilihat bahwa suhu yang terdapat pada lokasi tergolong dingin. Perairan ini memiliki kedalaman 68 meter Hal ini tentunya menjadi sebuah alasan bagi ikan untuk tidak memilih lokasi dengan kondisi demikian sebagai tempat tinggal. Hal ini terlihat dari jumlah hasil tangkapan yang menurun drastis dari setting pertama, yaitu 290 kg. Pada setting hari ketiga, hasil tangkapan mengalami kenaikan, yaitu berbeda 470 kg dari hari sebelumnya. Hasil tangkapan saat setting ketiga adalah 760 kg. Hal ini disebabkan oleh suhu yang juga mengalami kenaikan menjadi 270C, karena menurut Hefni Effendi, Kisaran suhu optimum bagi ikan di perairan adalah 200C 300C. Suhu yang demikian, sudah tergolong hangat, karena pada ummumnya sifat ikan cenderung memilih perairan sebagai tempat tinggal dengan suhu yang relatif hangat.. Pada saat setting keempat, kapal tidak mendapatkan hasil sama sekali. Hal ini terjadi karena kedalaman perairan yang cukup dalam, yaitu 76 meter. Tetapi suhunya berubah menjadi lebih dingin dari sebelumnya. Suhu menjadi dingin karena sinar matahari tidak dapat menembus perairan yang otomatis dapat membuat suhu perairan menjadi lebih tinggi lagi. Yang terjadi pada setting hari kelima hampir sama dengan pada saat setting ketiga, yaitu setelah dilihat dengan menggunakan alat echo sounder, kedalamannya naik menjadi 92 meter dibanding dengan hari sebelumnya. Sedangkan hasil tangkapan 615 kg. Dan hal serupa terjadi pada suhu yang relatif menjadi lebih hangat, yaitu 260C, hal ini menjadi tempat tinggal yang cukup baik bagi makhluk hidup khususnya ikan. Hal ini sangat besar peranannya dalam masa perkembangbiakan ikan dan masa pertumbuhan ikan. Oleh karena ikan lebih cenderung memilih perairan yang hangat dalam hal tempat tinggal, maka pada saat setting keenam, suhu hampir sama dengan setting sebelumnya. Yaitu hanya mengalami penurunan 20C dari setting kelima. Dengan alasan suhu yang tergolong hangat inilah maka KM. Surya Sinar Abadi mendapatkan hasil tangkapan yang tidak jauh beda dari setting sebelumnya, yaitu hanya menurun sebanyak 65 kg saja.

55

Seperti yang terjadi pada hari-hari sebelumnya, pada setting hari ketujuh, kondisi di perairan suhu memegang peranan penting bagi keberadaan ikan. Hal ini terbukti pada saat suhu menurun menjadi 190C, dengan kedalaman 76 meter, hasil tangkapan menjadi 210 kg. Dengan kondisi demikian, maka ikan akan cenderung tidak memilih lokasi tersebut menjadi tempat tinggal, karena suhu yang tergolong dingin serta kedalaman dalam menyebabkan ikan-ikan tersebut akan berpindah dan mencari lokasi yang pastinya dengan kualitas perairan yang lebih baik lagi. Hasil tangkapan pada hari kedelapan adalah 55 kg. Dengan kedalaman 88 meter, suhu 160C. Yang terjadi di lapangan, pada hari tersebut terdapat lumbalumba di sekitar rumpon. Seperti yang dikatakan Nakhoda, hal ini juga sangat berpengaruh pada hasil tangkapan, karena ikan-ikan yang menjadi target purse seine akan memilih lari karena terdapat lumba-lumba di sekitar rumpon tempat ikan target sebelumnya berada. Penyebab lainnya yang sangat berpengaruh adalah suhu yang tergolong dingin. Serupa dengan kejadian pada hari kedelapan, pada hari kesembilan masih terlihat lumba-lumba. Malahan semakin bertambah banyak, hingga ke lambung kiri dan kanan kapal. Walaupun kedalamannya hingga 74 meter, tetapi suhunya masih terbilang rendah. Hasil yang didapat juga tidak ada. Pada hari kesepuluh, hasil tangkapan menjadi 45 kg. Pada hasil tersebut didominasi oleh ikan Semar. Karena menurut penuturan sang Nakhoda, bahwa ikan Semar agak tahan terhadap perubahan kondisi perairan yaitu dalam hal kualitas perairan. Maka ikan semar menjadi dominan dalam hal hasil tangkapan. Namun hal ini tidak selalu terjadi, karena seperti kejadian-kejadian sebelumnya, untuk parameter fisika salah satu parameter yang mempunyai andil di dalam perairan adalah perubahan suhu yang terlalu ekstrim dan menyebabkan ikan berpindah tempat. Hari kesebelas bisa dibilang keadaan mendukung. Baik dari segi parameter fisika, bahkan yang pada hari-hari sebelumnya terdapat lumba-lumba, namun pada hari ini sudah tidak terlihat lagi pada saat sebelum melakukan setting. Ini juga menjadi salah satu alasan mengapa hari ke sebelas hasil tangkapan menjadi 625 kg. Disamping itu, hal pendukung lainnya adalah dalam segi suhu. Apabila dilihat

56

dari penunjukan nilai derajat suhu yang mencapai angka 270C, ini merupakan kategori suhu hangat, dan seperti kita ketahui bahwa ikan lebih senang mencari perairan yang suhunya 200C sampai 300C. Jadi sudah jelas dapat dikatakan bahwa pada kondisi demikian, ikan lebih betah daripada kondisi-kondisi sebelumnya. Dari semua yang telah disebutkan di atas, maka dapat diambil presentase jumlah ikan hasil tangkapan terbanyak adalah pada setting ketiga, yaitu dengan jumlah 760 kg. Hal ini terjadi dikarenakan suhu yang juga mengalami kenaikan menjadi 270C, karena menurut Hefni Effendi, Kisaran suhu optimum bagi ikan di perairan adalah 200C 300C. Sedangkan presentase jumlah ikan hasil tangkapan terkecil yaitu pada setting keempat dan setting kesembilan. Pada setting keempat nilai kedalaman mencapai angka 76 meter, angka demikian terbilang dalam. Dengan dalamnya perairan, tetapi kondisi tersebut tidak didukung oleh faktor suhu. Suhu yang disenangi ikan adalah kisaran 200C 300C. Sedangkan nilai suhu pada setting keempat adalah 160C. Seperti yang terlihat pada saat setting kesembilan, yang menjadi faktor utama tidak adanya ikan hasil tangkapan adalah dalam hal suhu yang menunjukkan angka 150C. Disamping itu faktor lain yang menjadi penyebab tidak adanya ikan hasil tangkapan adalah tetap pada faktor kecerahan yang menyebabkan sinar matahari tidak dapat menembus perairan dengan kedalaman yang maksimum, dan pada kedalaman juga menjadi penentu keberadaan ikan. Hal ini sangat berpengaruh dalam hal ikan hasil tangkapan. Faktor lain yang juga menjadi penyebab tidak adanya ikan hasil tangkapan adalah adanya lumba-lumba di sekitar rumpon. Hal ini menyebabkan ikan-ikan yang menjadi target alat tangkap purse seine berpindah ke tempat yang lebih aman.

57

4.3.1 Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan Pengujian Kualitas Air Berdasarkan Parameter Kimia Dalam proses pengamatan potensi fishing ground berdasarkan parameter kimia diperlukan pengambilan sampel pada setiap lokasi pengambilan sampel di lokasi yang akan diamati segala hal yang berhubungan dengan kualitas air. Agar hasil yang didapat pada setiap sampel tidak berubah atau akurat, maka diperlukan beberapa perlakuan-perlakuan mulai dari pengambilan sampel, pengawetan sampel, dan pengujian sampel di laboratorium. Berikut ini adalah perlakuan yang dilakukan untuk menjaga agar sampel tidak terkontaminasi oleh udara bebas, sebab hal ini sangat mempengaruhi pada keakuratan nilai kadar zat yang terkandung pada sampel. 4.3.1.1 Perlakuan Pengambilan Sampel Oleh karena keterbatasan dalam segi pembiayaan, maka pada Pengamatan Potensi Fishing Ground berdasarkan Parameter Kimia ini hanya dilakukan sebanyak 3 kali pengambilan sampel, yaitu pada hari ke-3, hari ke-7 dan hari ke11. Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang dilakukan dalam hal Pengamatan Potensi Fishing Ground Berdasarkan Parameter Kimia, mulai dari penulis berangkat sampai penulis menyerahkan sampel ke laboratorium. Tahapan-tahapan tersebut adalah : 1. Persiapan Dalam tahap ini, yang perlu disiapkan adalah media penyimpanan sampel dan wadah untuk menampung air sampel yang akan diuji. Yang menjadi wadah adalah botol jerigen ukuran 1liter dan botol aqua yang terisolasi (botol hitam) dan yang masih baru (segel masih utuh). Botol jerigen digunakan untuk menampung air sampel yang akan dilakukan pengujian salinitas, kadar zat besi, dan pH. Sedangkan botol aqua yang telah terisolasi berwarna hitam adalah untuk pengujian BOD5. dan yang menjadi media pengawetan selama berada di laut adalah cool box yang tertutup rapat dan masih layak untuk digunakan.

58

Pada penggunaannya, cool box ini harus terjaga suhunya, dalam pengertian, suhu pada cool box harus selalu dingin. Sebab syarat mutlak pengambilan sampel dan pengawetannya, harus berada pada kisaran suhu 40C sampai 70C. Berikut ini adalah media-media yang digunakan untuk melakukan proses pengambilan sampel air laut. Media-media itu antara lain :

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.20 Jerigen Ukuran 1 Liter Sebagai Media Penyimpanan Sampel pada Pengujian Zat Besi, Salinitas dan pH.

59

Jerigen ini digunakan sebagai media penyimpanan air sampel untuk pengujian kadar zat besi, salinitas, dan kadar pH. Untuk setiap lokasi sampel, terdapat 1 buah jerigen tersebut.

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.21 Cool Box Sebagai Media Penyimpanan Jerigen dan Botol Aqua Yang Telah Berisi Air Laut (Media Sampel) 2. Pengambilan Sampel Pada saat pengambilan sampel, penulis menggunakan kayu sebagai alat bantu untuk pengambilan air pada kedalaman 10 meter. Dengan posisi botol dan jerigen yang terikat kuat, dan kayu yang telah terikat botol dan jerigen tersebut dicelupkan ke air. Dan kira-kira selang waktu 10-15 detik, kayu tersebut diangkat kembali. Dan sebelum botol atau jerigen tersebut sampai di atas permukaan, maka botol atau jerigen tersebut harus sudah ditutup. Hal ini dilakukan untuk

60

menghindari air sampel tadi terkontaminasi oleh udara atau kondisi di luar. Perlakuan ini dilakukan pada ketiga titik lokasi pengambilan sampel. Setelah itu, botol atau jerigen tadi dimasukkan ke dalam cool box yang telah terisi es batu yang telah dihancurkan, dan cool box tadi langsung dimasukkan ke palkah yang terisi es. 3. Penyerahan Sampel ke Laboratorium Setelah penulis tiba di darat, semua botol dan jerigen yang berisi air sampel tadi langsung dimasukkan ke dalam pendingin dengan media kulkas dengan suhu sekitar 40C. Setelah 2 hari, penulis menyerahkan sampel tadi ke laboratorium, tentunya dengam media pendingin cool box yang terisi es batu. Selama dilakukan pengujian di laboratorium, botol dan jerigen yang berisi air sampel tadi disimpan di dalam media pendingin kembali, yaitu kulkas. Berikut ini adalah gambar dari media penyimpanan air sampel di dalam laboratorium, serta alat-alat yang digunakan dalam pengujian analisa kualitas air berdasarkan parameter kimia, antara lain : a. Media Pendingin (Kulkas)

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.22 Media Penyimpanan Sampel

61

Gambar di atas adalah media penyimpanan sampel selama berada di laboratorium pada saat belum dilakukan analisa. Dengan suhu 40C, maka kadar zat-zat yang akan diuji kualitasnya tidak mengalami perubahan. b. Alat Pengukur pH (pH meter) Alat untuk mengukur kadar pH adalah pH meter. Penggunaan alat harus disertai dengan larutan buffer. Larutan buffer adalah larutan yang digunakan untuk mengkalibrasikan kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh alat. Misalnya, adanya lapisan-lapisan pengganggu pada pen pH meter karena bekas pemakaian yang tidak dibersihkan. Hal ini tentunya sangat mengganggu pada saat pembacaan nilai pH pada pH meter.

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.23 pH meter

62

c. Alat Pengukur Salinitas

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.24 Refraktometer Refraktometer digunakan untuk mengukur kadar salinitas di suatu perairan. Alat ini diukur secara ex situ, artinya pengukuran kadar salinitas dilakukan di laboratorium (tidak di lapangan). Kadar salinitas tersebut memiliki satuan ppt (part per thousand). Penggunaan alat ini dengan cara meneropong bagian belakang sehingga terlihat skala-skala yang menunjukkan angka dari pengukuran salinitas yang telah dioles di atas preparat. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah cara-cara penggunaan dari alat refraktometer, antara lain : 1. Setelah didapat air sampel, oleskan air tersebut pada bagian preparat di refraktometer ini 2. Selanjutnya lihat skala yang ada pada layar refraktometer (berwarna biru). 3. Apabila terdapat bagian berwarna biru, maka itulah nilai dari kadar salinitas pada alat refraktometer tersebut.

63

d. Alat Pengukur Zat Besi

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.25 Alat Pengukur Zat Besi (Iron tester) Cara penggunaan alat ini adalah : 1. Masukkan air sebanyak 10 ml ke dalam botol pemeriksaan 2. Lalu masukkan regent yang berfungsi sebagai larutan penyangga atau buffer 3. Kemudian diaduk 4. Setelah itu masukkan larutan tersebut ke dalam botol pengujian zat besi (iron). 5. Diamkan selama 4 menit 6. Kemudian lihat kekeruhan dari cairan tersebut dan cocokkan dengan warna dan angka yang berada di sisi kanan. Lihat dan tentukan nilainya berdasarkan kesamaan warna cairan dengan warna petunjuk nilai. e. Alat pengukur BOD dan proses Aerasi BOD Alat ini digunakan untuk mengukur kadar Gas Oksigen yang terlarut di dalam wadah selama 5 hari. Dan selama 5 hari tersebut, cairan yang berada di dalam wadah tersebut diberi oksigen dengan menggunakan alat seperti pada gambar Pengujian BOD Yang Didiamkan Selama 5 Hari Untuk Ditemukan Hasil Selisih Dari Kadar Oksigen Yang Terlarut di bawah ini :

64

Sumber : Dokumentasi, 2008 Gambar 4.26 Pengujian BOD Yang Didiamkan Selama 5 Hari Untuk Ditemukan Hasil Selisih Dari Kadar Oksigen Yang Terlarut Pengujian BOD dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam 2 botol BOD. Kadar oksigen terlarut dalam botol 1 segera ditetapkan. Penetapan ini dilakukan dengan menggunakan DO meter. Kadar oksigen sebelum inkubasi ini biasanya disebut DO0. Selanjutnya contoh dalam botol II diinkubasikan (biasanya pada 20C selama 5 hari). Setelah masa inkubasi kadar oksigen pada contoh dalam botol II tersebut ditetapkan (sebagai DO5). Dengan demikian maka nilai BOD dari contoh adalah selisih DOO dengan DO5. Untuk contoh-contoh yang mempunyai nilai BOD tinggi maka perlu pengenceran, dan faktor pengenceran ini diperhitungkan dalam perhitungan nilai BOD contoh. Setelah dilakukan inkubasi selama 5 hari, maka nilai yang didapat pada hari kelima dikurang dengan nilai pada hari pertama. Dengan demikian, maka didapat nilai dari BOD, yaitu kadar gas oksigen yang terlarut dalam air selama 5 hari (masa inkubasi).

65

4.3.1.2 Hasil Analisa Laboratoium Parameter Kimia Dalam pengamatan potensi fishing gound berdasarkan parameter Kimia di KM. Surya Sinar Abadi, maka dapat diuraikan seperti pada tabel 4.7 berikut ini. Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan Pengujian Kualitas Air Berdasarkan Parameter Kimia
Posisi Sampel keHari keLintang Bujur Zat Besi (mg/l) Parameter Kimia Salinitas (%0) BOD5 (mg/l) Jenis pH Tangkapan Jumlah (Kg)

05,27 LU

113,02 BB

3,68

20,1

18,5

1. 2. 7,95 3. 4. 5. 1. 2. 8,02 3. 4. 5. 1. 2. 8,03 3. 4. 5. 6.

Semar Swangi Layur Layang Kembung Kembung Layang Layur Swangi Semar Semar Layang Layur Kembung Sotong Sembulak

760

05,27 LU

113,06 BB

2,54

20,1

11,8

210

11

05,25 LU

113,04 BB

3,34

20,1

7,5

625

Sumber : Unpas Bandung, 2008 Pada saat pengambilan sampel pertama, dilihat bahwa kadar zat besi menunjukkan angka 3,68 mg/l. Karena keberadaan besi adalah dalam keadaan asam, maka dapat dilihat bahwa pH pada lokasi pengambilan sampel pertama tergolong dalam sifat asam. Disamping itu, keberadaan besi ini menunjukkan keberadaan ikan yang berarti bahwa banyaknya besi adalah menunjukkan banyaknya plankton dan menjadi penanda bahwa di daerah itu terdapat ikan yang banyak. Hal ini terjadi karena plankton tersebut adalah sumber makanan pada ikan. Angka kadar salinitas dengan angka 20,1 adalah termasuk dalam batas ambang kadar salinitas di perairan laut.

66

Selanjutnya, kadar BOD5 pada pengambilan sampel pertama adalah 18,5 mg/l. Nilai tersebut berarti kadar oksigen yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang berada di lokasi sampel tersebut adalah sebanyak 18,5 mg/l selama 5 hari. Dari beberapa hal yang disebutkan diatas, terdapat keterkaitan pada setiap unsur kimia yang menjadi parameter kualitas air. Kadar BOD pada lokasi pertama ini masih termasuk di dalam batas baku mutu. Artinya lokasi pengambilan sampel pertama ini tidak tercemar. Dan angka pada ikan hasil tangkapan adalah 760 kg, ini merupakan nilai tertinggi di dalam semua proses setting dan pengamatan. Sedangkan pada saat pengambilan sampel kedua, hasil tangkapan termasuk kecil. Hal ini dilihat dari jumlah 210 kg. Hasil analisa laboratorium pada kadar zat besi menunjukkan angka 2,54 mg/l. Dibandingkan dengan pengambilan sampel di lokasi pertama, kadar zat besi pada lokasi pengambilan sampel kedua lebih kecil. Hasil tangkapan juga lebih kecil daripada lokasi pengambilan sampel kedua. Hal ini terjadi karena zat besi yang menjadi sumber makanan dari plankton jumlahnya lebih kecil dari lokasi pengambilan sampel pertama, dan hal ini menyebabkan ikan hasil tangkapan pada lokasi kedua juga menurun. Dari segi BOD5, menunjukkan angka 11,8 mg/l. Angka BOD5 ini termasuk dalam batas baku mutu air laut untuk air laut. Angka ini menunjukkan bahwa pada perairan tersebut terdapat ikan, karena tidak tercemar. Dari hasil laboratorium tentang kadar pH menunjukkan angka 8,02. Kadar ini termasuk basa. Di lokasi pengambilan sampel ketiga, kadar zat besi mengalami kenaikan dengan angka 3,34 mg/l. Dan kadar salinitas menunjukkan angka 20,1. Nilai ini masih termasuk dalam baku mutu air laut bagi biota laut. Sedangkan nilai dari kadar BOD yang diuji selama 5 hari ini adalah 7,5 mg/l. Berarti organisme yang berada di dalam perairan ini tidak membutuhkan banyak oksigen karena organisme tersebut tidak perlu menguraikan oksigen, sebab perairan tersebut tidak tercemar. Dan nilai tersebut masih termasuk dalam baku mutu kualitas air laut. pH yang terkandung dalam sampel di lokasi ketiga ini menunjukkan angka 8,03. Kadar ini juga termasuk dalam batas baku mutu kualitas air laut untuk biota laut.

67

Ditinjau dari hasil tangkapan pada lokasi pengambilan sampel ketiga ini, jumlahnya mengalami kenaikan dibandingkan dengan lokasi kedua. Dari ketiga lokasi pengambilan sampel, hasil tangkapan terbesar berada pada pengambilan sampel di lokasi pertama, hal ini disebabkan oleh kadar zat besi (Fe) yang terkandung di lokasi pengambilan sampel pertama ini tergolong lebih tinggi dari kedua lokasi lainnya, yaitu 3,68 mg/l. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah kadar pH dan BOD yang bervariasi, sebab kadar BOD yang rendah menunjukkan bahwa perairan tersebut tidak tercemar. Sedangkan pH dalam ketiga lokasi pengambilan sampel diatas masih termasuk dalam baku mutu kualitas air laut, yaitu berkisar antara 7-8,5. ini berarti di perairan tersebut terdapat ikan yang bisa hidup dalam kondisi demikian. Sedangkan kadar BOD di lokasi p engambilan sampel pertama adalah 18,5 mg/l. Nilai tersebut berarti kadar oksigen yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang berada di lokasi sampel tersebut adalah sebanyak 18,5 mg/l selama 5 hari.

68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil praktek yang dilaksanakan di KM. Surya Sinar Abadi dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. KM. Surya Sinar Abadi merupakan kapal yang dibuat pada tahun 1997, yang memiliki tanda selar GT. 80 No. 909 Fp. Kapal ini dinakhodai oleh Pak Jumono. Pada bagian haluannya berbentuk miring, sedangkan buritannya berbentuk Cruiser Spoon I. Kapal ini memiliki panjang 28 meter, lebar 7,25 meter, dan tinggi 4 meter. 2. KM. Surya Sinar Abadi memiliki beberapa alat navigasi, diantaranya adalah GPS bermerk Garmin, dengan tipe GP. Navigator buatan Taiwan. Selain itu kapal ini memiliki Kompas yang digunakan untuk menentukan arah pelayaran. Untuk mengukur kedalaman dan bentuk dasar perairan, kapal ini dilengkapi dengan Echo Sounder bermerk Furuno FCV-667. Alat komunikasi yang terdapat pada KM. Surya Sinar Abadi adalah Radio SSB dengan tipe IC-728. Lampu yang digunakan untuk mengumpulkan ikan adalah lampu Himawari dan lampu GLX dengan daya 400-1000 watt, dan memiliki tegangan 220 volt berjumlah 40 buah. 3. KM. Sinar Surya Abadi melakukan operasi penangkapan ikan pada subuh hari yaitu antara pukul 04.00 09.00 WIB. Dalam satu hari operasi penangkapan ikan dapat di laksanakan satu kali setting atau penurunan alat tangkap. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan gerombolan ikan yaitu dengan menggunakan alat bantu rumpon pada siang hari dan alat bantu rumpon yang dipasang di lambung kanan kapal. Pada KM. Surya Sinar Abadi juga

menggunakan alat bantu lampu (pencahayaan) untuk mengumpulkan ikan yang dipasang pada lambung kiri dan kanan kapal. 4. Hasil pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan Menggunakan Parameter Kualitas Air Pada KM Surya Sinar Abadi berdasarkan parameter fisika dari 11

68

69

kali melakukan setting, jumlah ikan hasil tangkapan terbanyak adalah pada setting ketiga, yaitu dengan jumlah 760 kg. Hal ini terjadi dikarenakan suhu yang juga mengalami kenaikan menjadi 270C, karena kisaran suhu optimum bagi ikan di perairan adalah 200C 300C. 5. Jumlah ikan hasil tangkapan terkecil yaitu pada setting keempat dan setting kesembilan. Pada setting keempat nilai kedalaman mencapai angka 76 meter, angka demikian terbilang dalam. Dengan dalamnya perairan, tetapi kondisi tersebut tidak didukung oleh faktor suhu. Suhu yang disenangi ikan adalah kisaran 200C 300C. Sedangkan nilai suhu pada setting keempat adalah 160C. 6. Faktor lain yang juga menjadi penyebab tidak adanya ikan hasil tangkapan adalah adanya lumba-lumba di sekitar rumpon. Hal ini menyebabkan ikanikan yang menjadi target alat tangkap purse seine berpindah ke tempat yang lebih aman. 7. Pengambilan sampel dilakukan pada hari ke-3, hari ke-7 dan hari ke-11. Tahap-tahap dalam proses Pengamatan Potensi Fishing Ground Berdasarkan Parameter Kimia adalah tahap persiapan, tahap pengambilan sampel, dan tahap penyerahan sampel ke laboratorium. 8. Hasil Pengamatan Potensi Fishing Ground Berdasarkan Parameter Kimia dari ketiga lokasi pengambilan sampel dapat dilihat bahwa jumlah hasil tangkapan terbesar berada pada pengambilan sampel di lokasi pertama, hal ini disebabkan oleh kadar zat besi (Fe) yang terkandung di lokasi pengambilan sampel pertama ini tergolong lebih tinggi dari kedua lokasi lainnya, yaitu 3,68 mg/l. 9. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah kadar pH dan BOD yang bervariasi, Sedangkan pH dalam ketiga lokasi pengambilan sampel diatas masih termasuk dalam baku mutu kualitas air laut, yaitu berkisar antara 7 - 8,5. Sedangkan kadar BOD di lokasi pengambilan sampel pertama adalah 18,5 mg/l. Nilai tersebut berarti kadar oksigen yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang berada di lokasi sampel tersebut adalah sebanyak 18,5 mg/l selama 5 hari.

70

5.2 SARAN Diharapkan kepada nelayan-nelayan Indonesia pada umumnya, dan nelayan Kecamatan Juwana khususnya agar pada saat penentuan fishing ground juga dapat memperhatikan atau mengamati parameter kualitas air, khususnya pada parameter fisika dan parameter kimia. Karena hal ini sangat berpengaruh terhadap kemungkinan posisi keberadaan ikan, yang nantinya akan berpengaruh pada jumlah ikan hasil tangkapan.

DAFTAR PUSTAKA

Arifudin, Ir. Rahmat. 2005. Pengelolaan Kualitas Air. Jakarta : Dirjen Perikanan Arifin, Zaenal. 1998. Dasar-Dasar Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta : PT. Gramedia Ayodhyoa. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor : CV. Gaya Teknik. Diktat Mata Kuliah. 2000. Biologi Ikan Semester IV. Politeknik Negeri Pontianak Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Karnisius. Mursidik, Setyo et al. 1999. Analisis Kualitas Air. Jakarta : Universitas Terbuka. Partosuwiryo, Suwarman. Yogyakarta : UGM 2002. Dasar-Dasar Penangkapan Ikan.

Prasetya, Irawan. 1999. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Repro Internasional. Tontowi, Drs. 1995. Prosedur Analisa Kualitas Air di Laboratorium. Bandung : Bapedalda

Lampiran 1. Struktur Organisasi KM. Surya Sinar Abadi

Pemilik Kapal Kumono Darat Laut

Pengurus 1 Bu Susi

Tekong Jumono

Pengurus 2 Pak Karno

Motoris 1 Kamdi

Wakil 1 Yato

Pengurus 3 Pak Sis

Motoris 2 Sukanto

Wakil 2 Kifli Ason

Juru masak Edi

Juru arus Selamet dan Jario

ABK

Lampiran 2. Surat Keterangan Berlayar KM. Surya Sinar Abadi

Lampiran 3. Tanda Pelunasan Pungutan Perikanan KM. Surya Sinar Abadi

Lampiran 4. Surat Izin Penangkapan Ikan KM. Surya Sinar Abadi

Lampiran 5. Sertifikat ANKAPIN III Nakhoda KM. Surya Sinar Abadi

Lampiran 6. Surat Ijin Berlayar KM. Surya Sinar Abadi

Lampiran 7. Peta Kecamatan Juwana, Jawa Tengah

Lampiran 8. Konstruksi Alat Tangkap Purse Seine KM. Surya Sinar Abadi

Keterangan : 1. Pelampung 2. Pemberat 3. Cincin (ring) 4. Tali ris (atas dan bawah) 5. Tali pelampung 6. Tali pemberat 7. Tali kolor (purse line) 8. Tali cincin (tali ring) 9. Selvege a. Kantong b. Sayap

Lampiran 9. Baku Mutu Air Laut

Lanjutan Lampiran 9. Baku Mutu Air Laut

LEMBAR KONSULTASI Kerja Praktek Akhir ( KPA )

Judul :

Pengamatan Potensi Fishing Ground

Dengan Menggunakan

Parameter Kualitas Air Pada Pengoperasian Alat Tangkap Purse Seine di KM Surya Sinar Abadi Juwana, Jawa Tengah Nama Nim : RIZKY FAJARY LESTIAWAN : 3200509011

Dosen Pembimbing I : Ahijrah Ramadhani, S.St.Pi Dosen Pembimbing II : Nurmala Elmin Simbolon, S.S

Konsultasi Ke1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Hari/ Tanggal

Materi

Paraf Pembimbing

Pontianak, 5 Juli 2008 Juli 2008


Mengetahui Koordinator KPA, Pembimbing,

Rendra Irawan,S.St.Pi NIP.132.305.203

Ahijrah Ramadhani,S.St.Pi NIP.132.307.414

RIWAYAT HIDUP
Rizky Fajary Lestiawan, dilahirkan di Pontianak pada tanggal 13 September 1987 sebagai anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Laswardi Firman, SH dan Ibu Hj. Tintin Supartini. Pada tahun 1991, penulis mulai mengikuti jenjang pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) Al-Ikhwah Pontianak hingga tahun 1993 kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Swasta Mujahidin Pontianak selesai pada tahun 1999 setelah itu melanjutkan lagi ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 01 Pontianak dan menamatkannya pada tahun 2002. Setelah itu melanjutkan lagi di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN ) 07 Pontianak dan menamatkannya pada tahun 2005, setelah menyelesaikan pendidikan pada tingkat SMAN, Penulis Mempercayakan lanjutan studinya pada Politeknik Negeri Pontianak (POLNEP) Jurusan Ilmu Kelautan dan perikanan dan memilih Program Studi Teknologi Penagkapan Ikan. Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Ahli Madya Perikanan (A.Md.Pi) Penulis meelaksanakan Kerja Praktek Akhir (KPA) di sebuah kapal perikanan purse seine KM Surya Sinar Abadi yang bertempat di Pelabuhan Pendaratan Ikan Bajomulyo dengan judul Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan Menggunakan Parameter Kualitas Air Pada Alat Tangkap Purse Seine di KM Surya Sinar Abadi Juwana, Jawa Tengah dibawah bimbingan Bapak Ahijrah Ramadhani S.St.Pi dan Ibu Nurmala Simbolon, SS. Hingga akhirnya pada bulan Agustus 2008, penulis menyelesaikan jenjang pendidikan diploma III dan meraih gelar Ahli Madya Perikanan (A.Md.Pi).

You might also like