You are on page 1of 20

Kegiatan Pendayagunaan Tata Guna Air (PTGA)

CERITA & FOTO

SRI di Desa Girimukti


System of Rice Intensification (SRI)

DAFTAR ISI
Desa Girimukti: Desa Tertinggal yang Tidak Ketinggalan Anang Maghfur: Petani Merangkap Fotografer Hajatan Menerjemahkan Mandat ke Dalam Aksi SRI: Sang Primadona Baru Sekilas Cara Tanam Ala SRI Sekilas Perbandingan Metode SRI dan Konvensional
Tulisan dan Layout: Diella Dachlan Editor: Candra Samekto Foto: Veronica Wijaya, Diella Dachlan, Anang Maghfur, Dok PTGA BBWSC Sumber: Panduan Budidaya Padi Hemat Air SRI Laporan Akhir Kegiatan Demplot Efisiensi Air Irigasi Melalui Metode SRI Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Citarum. PPK Pendayagunaan Tata Guna Air (PTGA) Metode Pertanian Padi SRI GO SRI http://www.healthy-rice.com/sri.html Comerabersatu.wordpress.com/padi-organik-sri

Desa Girimukti,

Desa Tertinggal yang tidak Ketinggalan


Menuju Desa Girimukti Kecamatan Batujajar-Bandung Barat, jalan paling cepat untuk mencapainya adalah dengan menumpang perahu untuk menyeberangi Waduk Saguling. Perahu ini dapat disewa dari desa tetangga yaitu Desa Pangauban dengan membayar Rp 5,000/orang. Jika hujan, mencapai Desa Girimukti ini mesti ekstra hati-hati. Mendaki bukit setelah perahu mendarat menjadi lebih licin dan becek, sehingga akan mudah terpelanting jika tidak hati-hati. Menurut Pak Afud (45 tahun) salah seorang warga, penduduk desa Girimukti terutama usia produktif lebih banyak yang mencari nafkah di luar desa. Sekolah disini hanya sampai SMP saja, untuk melanjutkan ke SMA, banyak orangtua yang menyekolahkan anaknya paling dekat ke daerah Batujajar dan sekitarnya. Atau juga ke Bandung dan sekitarnya jika memiliki uang. Untuk mencapai Batujajar, perjalanan harus ditempuh dengan perahu lalu dilanjutkan dengan menumpang ojek atau delman, karena tidak tersedia angkutan umum. Sementara untuk mencapai desa sekitar seperti Desa Cikande atau Desa Jati, dapat ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 1 jam. Bolak-balik setiap hari menyeberangi waduk bagi pelajar bukan hanya membutuhkan perjuangan tersendiri, namun juga biaya yang cukup besar dan waktu tempuh yang relatif lama.
1

Padahal desa ini potensinya lumayan kata Pak Afud sambil menunjukkan hamparan sawah yang mengelilingi desa ini. Sebagian besar warga desa bertani atau memiliki ternak. Bukan hanya padi, melainkan juga tanaman ladang seperti cabai, tomat, kacang panjang, pisang, pepaya dan lain sebagainya. Jika panen raya, penduduk agak kesulitan membawa hasil panennya ke kota. Apalagi untuk mencapai pasar induk seperti di Jakarta, karena masalah transportasi. Padahal yang namanya hasil tani itu kan harus segar, biar tetap laku. Siapa yang mau beli kalau hasil panen sudah layu? tutur Pak Afud setengah bertanya. Tahun 2009 yang lalu, bersama rekan-rekannya petani di desa, Pak Afud mengikuti pelatihan System of Rice Intensification (SRI) yang diadakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) di desanya. (Lihat: SRI Proses Sang Calon Primadona). Pelatihannya sekitar 8 hari, gabungan antara teori dan praktek cerita Pak Afud. Beliau tertarik mengikuti pelatihan ini karena ingin mencoba hal baru. Yang paling menarik perhatiannya adalah metode organik yang diperkenalkan oleh pola tanam ini di dalam kurikulum pelatihan. Sementara Pak Muchtar (36 tahun) mengatakan setelah mengikuti pelatihan SRI, ia dan abangnya langsung menerapkannya dalam sawah miliknya yang hampir mencapai 1 hektar. Awalnya kami ditertawakan oleh petani lain, karena ini pola baru, belum ada yang melakukannya di desa ini. Terus terang sempat agak minder juga rasanya. Tetapi setelah beberapa bulan, saya dan abang saya senang melihat bulir-bulir padi yang lebih banyak, padinya tumbuh lebih jangkung-jangkung, membutuhkan lebih sedikit air dan juga lebih hemat pupuk Katanya. Untuk pupuk kompos, Pak Muchtar membeli seharga Rp 15,000 untuk 50 kilogram. Sementara biasanya beliau membayar Rp 140,000 untuk Rp 100 kilogram. Kebutuhan pupuk per hektar adalah sekitar 2 ton pupuk. Sehingga akhirnya lebih hemat menggunakan pupuk kompos. Menurut Pak Muchtar, menggunakan pupuk non-organik membuat daun padi lebih kering. Memang hama pengganggu lebih berkurang, tetapi mengolah tanahnya lagi pun lebih sulit dan tanah mudah terkikis jelasnya. Meskipun benih padi yang dipakai sama seperti benih padi yang dipakai pada umumnya, yaitu INTANI. Namun yang berbeda adalah cara menyemai dan cara penanamannya (Lihat Box: Sekilas Cara Tanam Ala SRI) Saya sempat agak kuatir ketika diberitahu, padi jenis ini harga berasnya akan lebih mahal. Biasanya kan harga beras per kilogram mulai dari harga Rp 4,000, sedangkan beras jenis SRI organik bisa mencapai Rp 10,000 Per kilogramnya. Saya kuatir, apakah bisa laku terjual. Tetapi para pelatih di sini terus menyemangati kami dan yang namanya usaha pasti ada resikonya. Sejauh ini saya tetap semangat.
2

Ageratum conyzoides

Telur keong yang dipakai sebagai campuran pupuk alami

Yang membuat Pak Muchtar bersemangat adalah cara-cara tradisional yang menurutnya sederhana tapi mudah dilakukan, misalnya menggunakan laba-laba sebagai predator alami bagi kawanan belalang yang menjadi hama bagi padi. Lalu ia juga belajar mengenai pestisida nabati yang menggunakan tumbuhan babadotan (nama lokal untuk tanaman Ageratum conyzoides) yang amat mudah ditemui di seputar sawahnya. Selain itu penggunaan pupuk kompos yang relatif lebih murah. Mengikuti pelatihan singkat ini, ternyata membuat pak Muchtar cukup fasih menerangkan perbedaan antara padi dengan system SRI dan yang bukan. Bulir padi biasa jumlahnya sekitar 70 hingga 97 bulir per batang, sementara SRI bisa mencapai antara 150 hingga 270 bulir per batang Jelasnya. Beliau menunjukkan perbedaan akar dan tinggi batang. Padi SRI akarnya lebih banyak dan ketika tumbuh, ukurannya lebih tinggi dibandingkan dengan padi non-SRI. Sejak pelatihan SRI dilakukan di desa Girimukti akhir tahun 2009 lalu, kini sekitar tiga hektar lahan sawah di desa Girimukti ditanami dengan metode SRI. Total lahan persawahan di desa Girimukti ada sekitar 250 hektar. Baik Pak Muchtar dan Pak Afud, keduanya tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mitra Tani di desa Girimukti. Sekarang ini kami belum bisa bicara banyak tentang keunggulan SRI karena ini kan masih pengalaman pertama saya tanam SRI. Silahkan datang lagi bulan Mei nanti kalau kami sudah panen katanya dengan bersemangat. Salah satu harapan warga Desa Girimukti adalah meskipun masih dalam kategori desa tertinggal, diharapkan dengan metode SRI ini, warga desa tidak lagi perlu menerima jatah raskin (beras miskin). Karena harapannya yaitu hasil panen kami nanti kualitasnya jauh lebih baik dan dapat juga sebagai konsumsi keluarga dan warga desa ini kata Pak Afud.

Petani Merangkap Fotografer Hajatan

Anang Maghfur

Bapak, pelatihan itu tujuannya hanya membuka wawasan. Sekolah sebenarnya ya di sawah. Jadi kalau Bapak menemukan hal-hal baru, baik permasalahan atau pemecahannya, jangan lupa kami diberitahu
Kata Pak Anang Maghfur (34 tahun), Pelatih dan Konsultan Pendamping SRI, di depan anggota Gapoktan Mitra Tani Desa Girimukti. Hari itu ketika ditemui di lapangan, Pak Anang, demikian panggilan akrabnya, sibuk memberi pengarahan kepada petani-petani yang ditemuinya sepanjang jalan. Tak jarang, Pak Anang pada akhirnya ikut nyemplung langsung ke sawah. Yang agak repot bagi beliau adalah memastikan bahwa kamera yang selalu tersandang di bahunya tidak ikut nyemplung ke sawah. Kamera ini juga merupakan bajak dan cangkul yang lain bagi saya, alias mata pencaharian juga Katanya sambil menunjukkan kameranya dengan bangga. Jika sedang tidak mengajar dan menjadi pelatih untuk Padi SRI, atau tidak sedang berkeliling nusantara menularkan ilmu padi yang didapatkannya, atau mengurus sawahnya di desa Cilame, Pak Anang ini juga merupakan fotografer pada acara-acara hajatan seperti perkawinan, wisuda, arisan keluarga dan lain sebagainya. Awalnya Pak Anang yang aslinya berasal dari Kediri Jawa Timur, merupakan teknisi instalasi listrik yang mencoba mengadu nasib ke Jakarta pada tahun 1995. Tidak kunjung mendapatkan pekerjaan yang sesuai, beliau memutuskan banting setir dengan bekerja sebagai operator cetak foto di sebuah studio foto di Bandung. Untuk menutup kebutuhan sehari-harinya, di sore hingga malam hari Pak Anang membuka warung tenda Pecel Lele, dan juga Pisang Ijo khas Makassar. Pokoknya apa saja yang penting bisa hidup dan halal Kisahnya mengenang. Sepuluh tahun dengan profesi rangkap, membuatnya memiliki satu profesi tambahan lagi yaitu fotografer dari hasil belajar langsung di lapangan selama menjadi operator cetak foto. Pertanian sebenarnya bukan hal baru bagi Pak Anang, karena di Kediri ayahnya memiliki sawah dan ladang. Namun mengetahui jatuh bangunnya menjadi seorang petani, Pak Anang tidak tertarik memiliki profesi serupa.

Hingga pada tahun 2006, Pak Anang mengikuti pelatihan SRI Organik. Pelatihan itu diselenggarakan oleh BBWS Citarum. Pak Anang dan rekan-rekan sesame anggota pelatihan malah sempat ikut kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran (UNPAD) di Jatinangor. Saya melihat metode SRI Organik ini berbeda dengan metode yang digunakan pada umumnya. Banyak hal positif yang membuat saya tertarik untuk mendalaminya, misalnya harga beras yang relatif tinggi sehingga dapat menguntungkan petani, penggunaan pupuk alami dan pestisida alami seperti tumbuhan dan hewan, panen yang lebih sering dan banyak, hal-hal ini yang membuat saya ingin mendalaminya Kata Pak Anang menjelaskan. Yang tak kalah menariknya, pola tanam organik ini juga sangat ramah lingkungan dan dapat berkesinambungan dari hulu hingga hilir. Pupuk kompos yang dipakai dapat menjadi salah satu kesempatan usaha lainnya untuk dibina, sehingga petani dapat membuat usaha pupuk kompos atau malah dengan pupuk kandang. Tanah juga tetap sehat dan tidak mudah erosi jelasnya dengan bersemangat. Menurut Pak Anang, metode SRI ini juga membutuhkan lebih sedikit air. Masa tanamnya relatif lebih singkat yaitu 8 hari. Bandingkan dengan metode biasa yang memakan waktu sekitar 25 hari. Keterlibatan Pak Anang dengan SRI tidak berhenti hingga disitu. Memutuskan menambah satu profesi lagi yaitu menjadi petani seperti ayahnya, karena keuletan dan semangatnya, Pak Anang diminta oleh sebuah konsultan pendamping pertanian untuk menjadi pelatih dan pendamping SRI. Oleh BBWS, Pak Anang juga aktif terlibat dalam pendampinganpendampingan petani, khususnya di wilayah-wilayah binaan BBWS di seputaran Jawa Barat.

Kekurangan SRI ini adalah metode ini relatif masih baru, hingga banyak petani yang ragu-ragu menerapkannya Kata Pak Anang. Biasanya setelah melihat para tetangga yang sudah menanam dengan metode ini dan berhasil, baru para petani tetangganya ikut tertarik mencoba. Metode SRI ini juga membutuhkan ketelitian dan keuletan para petani. Penanamannya pun tidak boleh sembarangan. Misalnya harus mengukur jarak tanam (minimal 25 cm x 25 cm), menggunakan pupuk organik yang seringkali harus diolah sendiri. Jadi secara tidak langsung, metode SRI ikut mencerdaskan petani Menjadi pelatih dan pendamping juga membuka sebuah kesempatan baru bagi Pak Anang untuk menjelajahi nusantara. Dari Jawa Barat merambah ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, lalu ke Aceh, Jambi, Palembang hingga ke Kalimantan. Petani-petani Indonesia tidak kalah hebat lho. Banyak dari mereka yang selain gigih juga kreatif. Mereka hanya perlu pendampingan dan motivasi. Ceritanya tanpa menutupi rasa bangganya. Baru-baru ini Pak Anang menemukan bahwa di salah satu desa dampingannya dapat mengembangkan bibit padi hitam dan hijau. Beliau menunjukkan contoh-contoh padi dan beras organik yang ada padanya. Yang ini sudah memperoleh sertifikat internasional sehingga di beberapa daerah seperti Tasikmalaya malah sudah bisa ekspor ke Amerika. Sementara di banyak tempat lain, berasnya sudah habis untuk konsumsi sendiri dan di daerahnya. Menjalani profesi rangkap membuat semangat dan motivasi Pak Anang terus bertambah. Oleh rekan-rekannya beliau kini didaulat menjadi Wakil Ketua Forum Komunikasi Petani SRI yang masih dalam proses pembentukan. Memiliki forum komunikasi akan membuat para anggotanya dapat saling berbagi dan belajar bersama. Dan juga semoga akan banyak inovasi-inovasi baru yang bisa lahir dari forum seperti ini katanya optimis. Tak menutup kemungkinan, dengan sistem pertanian modern, akan membuat kaum muda tertarik untuk menekuni pertanian. Atau jika dalam konteks desa, daripada pergi meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan di kota, para pemuda bisa tetap mencari nafkah di desanya sekaligus mengembangkan potensi desanya melalui pertanian.

Menerjemahkan Mandat

ke Dalam Aksi
Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) yang berlokasi di kawasan Jl Soekarno Hatta, Bandung, berada dalam struktur Kementerian Pekerjaan Umum dibawah Direktur Jenderal Sumber Daya Air. Mandat BBWSC yang dibentuk pada tahun 2006 antara lain adalah mengelola sumber daya air yang meliputi perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan untuk konservasi sumber daya air, khususnya di Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Keterlibatan BBWSC dalam mengembangkan SRI organik dimulai sejak tahun 2007. Awal mula divisi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pendayagunaan Tata Guna Air (PTGA), turut mensosialisasikan metode SRI organik ini merupakan bagian dari upaya mengefisienkan penggunaan air irigasi. Hal ini berhubungan erat dengan pengelolaan tata guna air, yang masih berada dalam mandat BBWSC. Metode SRI yang membutuhkan penggunaan air yang lebih sedikit, pengelolaan tanah alami dan ramah lingkungan sejalan dengan mandat dan misi BBWSC Kata Pak Yayat Yuliana, Pelaksana Teknis PTGA. Unsur pemberdayaan masyarakat, peningkatan usaha dan hasil tani dengan efisiensi penggunaan air serta pola tanam ramah lingkungan pada akhirnya akan membawa dampak positif bagi kita semua. BBWSC memulai pelatihan SRI organik pada tahun 2007 di Jatinangor. Demplot pertama dicoba di desa Cikondang, kabupaten Cianjur. Sejak tahun 2007, sebanyak 24 angkatan atau sekitar 1,440 peserta telah mengikuti pelatihan SRI di berbagai daerah di Jawa Barat. Menurut Pak Asep Kuryana, PPK PTGA, unsur pemberdayaan ini memberikan ruang bagi pihak lain yang ingin turut serta dalam pengembangan SRI. Misalnya dengan lembaga swadaya masyarakat atau LSM, pihak akademisi maupun pelaku usaha dan lain sebagainya. Metode SRI ini selain hemat air, juga mampu menyerap dan menyimpan air Pak Asep menjelaskan. Kita harapkan hal ini dapat membuat lahan pertanian dapat sekaligus menjadi lahan konservasi yang menguntungkan tambah beliau. Kini metode SRI sudah tersebar di 9 kabupaten di wilayah Jawa Barat. Di Indonesia jangkauannya sudah lebih besar lagi. Tak lupa dalam pelaksanaannya dan dengan harapan akan menjangkau lebih luas lagi, Departemen dan Dinas Pertanian juga ikut dilibatkan.

Bersama Kita Bisa Melibatkan masyarakat membuat permasalahan dan keterbatasan dapat diatasi bersama-sama. Misalnya, pompa air tanah yang dibangun oleh BBWSC melalui PPK Pengembangan Air Tanah (PAT) sebagai bagian dari pengelolaan Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT) yang baru selesai dibangun pada 2009 yang lalu. Girimukti, pompa baru dapat mengairi sekitar 10 hektar sawah, dari total perkiraan area 500 hektar area persawahan. Ada komitmen para petani untuk menanami seluruh area persawahan di desa itu jika pompa ditambah lagi. Sementara ini, masyarakat sedang memikirkan solusi untuk mengatasi batasan ini, misalnya dengan swadaya membeli selang air agar jangkauan air dapat lebih luas lagi. Ada sebuah konsep yang sedang dipikirkan dan digodok oleh pak Yayat dan rekan-rekannya. Selama ini Pak Yayat memperhatikan bahwa pemanfaatan air untuk mengairi sawah masih dapat ditingkatkan lagi. Pada daerah yang cukup tinggi, pompa air tanah dan bak air dapat dimaksimalkan penggunaannya, misalnya dengan memelihara ikan di bak air. Jadi ketika air mengalir ke sawah, nutrisi dari sisa pakan dan kotoran ikan dapat menjadi nutrisi tambahan bagi hara tanah. Ikannya pun dapat dikonsumsi. Penggunaan air pun bisa lebih efisien Katanya menjelaskan konsep dari hasil pengamatannya. Pak Yayat telah meminta petani untuk melakukan hal ini sebagai bahan uji coba dan sedang menunggu hasilnya. Konsep tetap haru diuji, agar bisa dilihat hasil dan dimana harus diperbaiki dan ditingkatkan Katanya. Selain itu dengan menerapkan metoda SRI organik maka lahan-lahan pertanian yang terdegradasi dapat kembali ditingkatkan kualitasnya sehingga memberikan daya dukung yang optimal bagi peningkatan produksi yang pada akhirnya sasaran ketahanan pangan nasional dapat dicapai secara optimal.

Metode Konvensional dan SRI


Pengukuran Efisiensi Air Irigasi
Untuk mengetahui perbandingan penggunaan air irigasi untuk tanaman padi konvensional dan padi dengan metode SRI, tahun 2009 yang lalu, dilakukan sampel pengukuran demplot yang berlokasi di daerah irigasi Cihea, Desa Cibarengkok Kecamatan Bojong Picung, Kabupaten Cianjur.

Melihat Sekilas Perbandingan

Kebutuhan Air Untuk Masa Pertumbuhan Padi


Metode Konvensional Waktu tanam hingga pematangan Satuan kebutuhan air**
(satuan kebutuhan air) x (jumlah waktu pemberian air dalam satu hari, satuan detik) x (jumlah hari)

Metode SRI Membutuhkan waktu 65 hari 0,42 liter/detik

Membutuhkan waktu 90 hari 0,61 liter/detik

Total kebutuhan air Luasan cakupan layanan irigasi satu pompa. 1 pompa dengan kapasitas 8 lt/detik

4.8 juta liter/ha mengairi 8 hektar

2,4 juta liter/ha mengairi 16 hektar

Dari perhitungan perbandingan pengukuran kedua pola tanam tersebut, maka dapat disimpulkan secara umum, bahwa budidaya dengan pola tanam SRI dapat menghemat kebutuhan air sekitar 50%, sehingga meningkatkan efisiensi penggunaan air untuk irigasi.

Perbandingan Rata-Rata Hasil Pertumbuhan Padi


Parameter Jumlah anak Jumlah bulir/malai Jumlah bulir/rumpun Jumlah bulir hampa/malai Panjang malai Tinggi Tanaman Harga beras mulai dari Metode Konvensional 26 120 3161 biji 7 biji 21 cm 95 cm Rp 4,000 (Non-SRI)
9

Metode SRI 41 139 5658 biji 2 biji 24 cm 103 cm Rp 7,000 (SRI Organik)

Sang Primadona Baru


System of Rice Intensification (SRI) adalah teknik budidaya padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsure hara. Metode ini terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi. Metode ini dikembangkan di Madagascar periode 1983-1984 oleh Fr. Henri de Laulani, S.J.. Bersama petani setempat, beliau menghabiskan waktu selama 34 tahun bekerja, mengamati, bereksperimen dan terus memperbaiki metode ini.

SRI

Keunggulan metoda SRI diantaranya adalah:

1 2

Hemat waktu karena ditanam bibit muda 5 - 12 HSS sehingga waktu panen akan lebih awal Hemat biaya. Kebutuhan benih hanya sekitar 5 kg/hektar. Tidak membutuhkan biaya pencabutan bibit, tidak membutuhkan biaya pindah bibit sehingga mengurangi tenaga dan biaya tanam Jarak penanaman yang lebar (minimal 25cm x 25 cm, 1 bibit per titik) Penghematan saprodi benih padi sampai dengan 60 % karena hanya butuh benih 5 kg/ha (1 lubang 1 bibit), Tanaman hemat air sebesar 50 % (pola pengairan berselang dan macak-macak), Produksi meningkat. (Di beberapa di Indonesia daerah, panen mencapai 8 hingga 14 ton/hektar. Ramah lingkungan karena tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik ( pupuk kandang dan Mikro-organisme lokal), begitu juga penggunaan pestisida nabati. Harga jual lebih mahal dari beras konvensional (anorganik).
10

3 4 5 6 7

Dengan bantuan Cornel International Institute for Food and Agriculture Development (CIIFAD) khususnya dari Prof. Norman Uphoff, SRI menyebar ke negara lain. Nanjing Agricultural University di China dan AARD (Agency for Agriculture Research and Development) di Indonesia melakukan percobaan pertama di luar Madagascar pada tahun 1999. Yang menarik adalah SRI hanya mengubah cara petani dalam mengelola tanamannya, tanah, air dan unsur hara tanah. Namun perubahan ini mengurangi penggunaan air dan biaya produksi dan menyebabkan peningkatan faktor produktivitas dan pendapatan petani. Keuntungan ini hasil dari (a) peningkatan pertumbuhan dari sistem akar, dan (b) berlimpahnya dan beragamnya organisma tanah, yang pada gilirannya memberikan kontribusi pada produktivitas tanaman.

Kelompok Petani Tirtabumi di desa Budiasih, Kabupaten Ciamis merupakan daerah pertama tempat SRI mulai diujicobakan dan dikembangkan. SRI semakin berkembang di Jawa Barat pada periode 2002 2007, ketika Bagpro TGA-PIAJB melakukan kajian dan pelatihan dengan jumlah peserta mencapai 3000 orang yang berasal dari seluruh kabupaten di Jawa Barat. Metode SRI ini di banyak daerah dikembangkan dengan melakukan pola organik atau menghindari penggunaan bahan-bahan kimia di dalam pengelolaannya. Di Indonesia sendiri hingga kini sudah lebih dari 10,000 petani menggunakan metode tanam SRI. Bahkan di pulau Simeulue, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sudah mulai mencoba metode ini dan terus mengembangkannya. Semakin meningkat kesadaran masyarakat umum dengan mengkonsumsi beras organik dan dengan proses budidaya yang aman dan ramah lingkungan, potensi dan kesempatan pengembangan SRI pun akan terbuka lebar. Tidak tertutup kemungkinan, metode penanaman SRI organik ini dapat menjadikannya sang primadona baru dalam dunia budidaya pertanian.

11

Sekilas Cara Tanam Ala SRI


Pengolahan Tanah
Untuk mendapatkan media tumbuh yang baik maka lahan diolah seperti menanam padi metode biasa. Tanah dibajak sedalam 25 30 cm sambil membenamkan sisa-sisa tanaman dan rumputrumput, kemudian digemburkan dengan garu sampai terbentuk struktur lumpur yang sempurna. Tanah lumpur diratakan sebaik mungkin hingga saat diberi air ketinggiannya di petakan sawah akan merata. Sangat dianjurkan untuk menggunakan pupuk organik pada saat pembajakan (pupuk kandang, kompos, pupuk hijau).

Pemilihan Benih Bernas dengan Larutan Garam


Masukkan air ke dalam ember, masukkan garam lalu aduk hingga larut. Perbandingan larutan sudah sempurna jika telur ayam/itik sudah bisa mengapung. Masukkan benih padi ke dalam ember, kemudian pisahkan benih yang mengambang dengan benih yang tenggelam. Benih yang akan digunakan adalah benih yang tenggelam. Selanjutnya benih yang tenggelam ini dicuci dengan air biasa hingga bersih. (untuk membersihkan benih dari larutan garam) Perendaman dan Penganginan Benih Setelah uji benih selesai, proses berikutnya adalah sebagai berikut: Benih yang bermutu (yang tenggelam dalam larutan garam) direndam dalam air selama 24 28 jam. Setelah direndam, benih dianginkan selama 24 28 jam hingga berkecambah.

Persemaian
Persemaian dalam metode SRI tidak harus mempergunakan persemaian di sawah, melainkan dapat juga menggunakan baki plastik atau kotak yang terbuat dari bambu/besek. Hal ini gunanya untuk mempermudah pemindahan, pencabutan dan penanaman. Proses persemaian adalah sebagai berikut: Benih yang digunakan dalam metode SRI tidak harus dari jenis benih tertentu. Hal ini tergantung pada petani yang menanamnya. Benih harus bermutu baik. Penyiapan tempat persemaian (baki, besek, dll) dilapisi dengan daun pisang yang sudah dilemaskan kemudian diberikan tanah yang subur bercampur kompos. Perbandingannya 1 :1. Tinggi tanah pembibitan sekitar 4 cm. Benih ditabur ke dalam tempat persemaian kemudian ditutup tanah tipis.
12

Sekilas Cara Tanam Ala SRI


Penanaman
Pola penanaman bibit metode SRI adalah bujur sangkar 30 x 30 cm, 35 cm x 35 cm atau lebih jarang lagi. Misalnya 50 cm x 50 cm pada tanah subur. Garis-garis bujur sangkar dibuat dengan caplak. Bibit ditanam pada umur 5 15 hari (berdaun dua) setelah semai, dengan jumlah benih satu lubang satu. Kedalaman lubang dangkal, sekitar 1-1.5 cm, serta posisi perakaran seperti huruf L.

Pemupukan
Metode SRI sangat menganjurkan pemakaian pupuk organik (pupuk kandang, kompos, pupuk hijau). Penggunaan pupuk organik selain memperbaiki struktur tanah juga bisa mengikat/menghemat air. 1. Pemupukan I pada umur 7 15 HST 2. Pemupukan II pada umur 25-30 HST 3. Pemupukan III pada umur 40-45 HST

Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan mempergunakan alat penyiang jenis Landak atau Rotary Weeder, atau dengan tujuan untuk membasmi gulma dan sekaligus menggemburkan tanah. Penyiangan dilakukan sebanyak 3 kali atau lebih sesuai dengan kondisi sawah, semakin sering dilakukan penyiangan akan dapat meningkatkan produksi.

13

Sekilas Cara Tanam Ala SRI


Pemberian Air Pemberian air secara terputus dengan ketinggian air di petakan sawah max 2 cm, paling baik macak-macak (sekitar 0.5 cm). Pada periode tertentu petak sawah harus dikeringkan sampai pecah-pecah.

Pengendalian Hama Penyakit


Pengendalian hama dan penyakit di lokasi demplot SRI dikendalikan dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), dengan cara mempergunakan varietas benih yang sehat dan resistan terhadap hama penyakit, menanam secara serentak dan menggunakan pestisida secara selektif. Hama belalang, walang sangit, keong dapat dibuatkan alat perangkap atau dengan predator alami seperti laba-laba. Wereng dapat dikendalikan dengan menaburkan abu gosok.

Panen
Panen dilakukan setelah tanaman tua. Tandanya adalah semua bulir menguning dengan merata atau gabah sudah matang. Bisa menggunakan indikator, dengan menggigit bulir gabah. Jika digigit tidak berair.

14

Prinsip-Prinsip Budidaya Padi Hemat Air

METODE SRI
Tanaman bibit muda berusia dari 12 hari setelah semai (hss) ketika bibit masih berdaun 2 helai. Tanam bibit satu lubang satu dengan jarak tanam 30 x 30 com, 35 cm x 35 cm atau lebih jarang lagi Pindah tanam harus segera mungkin (kurang dari 30 menit) dan hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal Pemberian air max 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (irigasi berselang/terputus) Penyiangan sejak awal sekitar umur 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau), walaupun hal ini bukan merupakan suatu keharusan
15

xx

www.citarum.org

You might also like