You are on page 1of 11

BAB II PEMBAHASAN

A. ILMU PENGETAHUAN Manusia adalah khalifah dimuka bumi, pemimpin, pemelihara yang sudah seharusnya manusia memiliki pengetahuan atas apa yang dibebankan kepadanya. Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta memberikan bekal kepada manusia akal budi, melalui akal budi timbul sifat keingintahuan manusia akan apa yang ada disekitarnya. Bersumber dari rasa keingintahuan manusialah ilmu pengetahuan hadir untuk memuaskan rasa itu. Dilihat dari sudut perkembangannya, alam pikiran manusia berkembang terdiri dari dua macam, antara lain : a. Perkembangan alam pikiran manusia sejak zaman purba hingga dewasa ini. Pada zaman purba manusia sudah menghadapi berbagai tekateki; terbit dan terbenamnya matahari, perubahan bentuk bulan, pertumbuhan dan pembiakan makhluk hidup, adanya angin, petir, hujan dan pelangi. Terdorong oleh rasa ingin tahunya yang sangat kuat, manusia purba mulai menyelidiki apa penyebab akibatnya. b. Perkembangan alam pikiran manusia sejak dilahirkan sampai akhir hayatnya. Alam pikiran seorang bayi yang baru lahir mengalami perkembangan yang hampir serupa. Ketika anak kecil mengamati lingkungan, muncul bermacam-macam pertanyaan didalam pikirannya. Untuk menjawab pertanyaan itu, anak kecil mengadakan penyelidikan sendiri atau bertanya kepada ibu, ayah, kakak atau orang-orang lain yang mengasuhnya. 3 terjadinya fenomena-fenomena itu dan apa

Perkembangan alam pikiran dapat juga disebabkan oleh rangsangan dari luar, tetapi sifatnya sementara dibandingkan dengan dorongan atau rangsangan dari dalam manusia itu sendiri. Pengalaman dari zaman ke zaman akan berakumulasi karena manusia mempunyai rasa ingin tahu atau kuriositas terhadap segalanya di alam semesta ini. Pengalaman merupakan salah satu cara terbentuknya pengetahuan. Pertambahan pengetahuan (knowledge) seperti yang telah dikemukakan didorong oleh : (1) dorongan guna memenuhi kuriositas dan memahami hakikat alam semesta dan isinya serta (2) dorongan praktis, yang memanfaatkan pengetahuan itu untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih tinggi. Kedua dorongan itu menumbuhkan kemajuan ilmu pengetahuan. Dorongan pertama menuju ilmu pengetahuan murni (Pure Science), sedangkan dorongan kedua menuju ilmu pengetahuan terapan (Applied Science). Rasa ingin tahu tidak dapat terpuaskan sebab, jika salah satu soal dapat dipecahkan maka timbul soal lain yang menunggu penyelesaian. Akal budi manusia pun tidak pernah puas dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. B. PANGKAL TUMBUHNYA IPA Menurut A.Comte bahwa dalam sejarah perkembangan manusia ada tiga tahap, yaitu : 1. Tahap teologi atau tahap metafisika 2. Tahap filsafat 3. Tahap positif atau tahap ilmu a. Mitos Dalam tahap teologi atau tahap metafisika, manusia menyusun mitos atau dongeng untuk mengenal realita atau kenyataan, yaitu pengetahuan yang tidak obyektif, melainkan subyektif. Mitos ini diciptakan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Dalam alam pikiran mitos, rasio atau penalaran belum terbentuk, yang bekerja

hanya daya khayal, intuisi atau imajinasi. Secara garis besar mitos dibedakan atas tiga macam, yaitu: Mitos sebenarnya, Manusia berusaha sunguh-sungguh dan dengan imajinasinya menerangkan gejala alam yang ada, namun belum tepat, karena kurang pengetahuannya sehingga untuk bagian tersebut orang mengaitkannya dengan seorang tokoh atau dewa/dewi. Contoh : Apakah pelangi itu? Karena tak dapat menjawab, mereka mereka mereka-reka dengan jawaban bahwa pelangi itu adalah selendang bidadari. Jadi muncul pengetahuan baru yakni bidadari. - Cerita rakyat Mitos yang merupakan cerita rakyat adalah usaha manusia mengisahkan peristiwa penting yang menyangkut kehidupan masyarakat. Karena cerita rakyat hanya disampaikan dari mulut ke mulut, maka sulit diperiksa kebenarannya. Tetapi gejala yang ada dalam masyarakat memang ada dan agar meyakinkan, seorang tokoh dikaitkan dalam cerita tersebut. Contoh : Lutung kasarung dari daerah Pasundan, Bawang Merah Bawang Putih dan Timun Emas dari Jawa Tengah, dan sebagainya. - Legenda Adapun cerita yang berdasarkan mitos disebut legenda. Dalam legenda dikemukakan seorang tokoh yang dikaitkan dengan terjadinya suatu daerah. Apakah tokoh tersebut pernah ada atau tidak, namun yang bersangkutan dihubungkan dengan apa yang terdapat di suatu lingkungan, sebagai bukti kebenaran suatu legenda. Contoh : Sangkuriang yang dikaitkan dengan Gunung Tangkuban Perahu dan dataran tinggi bandung yang dahulunya merupakan danau. Menurut C.A. van Peursen mitos itu adalah suatu cerita yang memberikan pedoman atau arah tertentu kepada sekelompok orang.

b.

Penalaran Deduktif (rasionalisme) Setelah tahap mitos manusia berkembang dalam tahap filsafat, pada tahap ini, rasio sudah terbentuk, tetapi belum ditemukan metode berpikir secara obyektif. Rasio sudah mulai dioperasikan, tetapi kurang obyektif. Pada tahap filsafat, manusia mencoba mempergunakan rasionya untuk memahami obyek secara dangkal, tetapi obyek belum dimasuki secara metodologis yang definitif. Dalam tahap positif atau tahap ilmu, rasio sudah dioperasikan secara obyektif. Manusia menghadapi obyek dengan rasio. Manusia sebagai subyek menempatkan dirinya di luar alam yang dijadikan obyek. Manusia tidak lagi dilingkari atau dikurung oleh alam dengan segala kekuatannya, sehingga manusia dapat menilai obyek (alam) dengan lebih leluasa melalui pengamatannya. Berkat pengamatan yang sistematis dan kritis, serta makin bertambahnya pengalaman yang diperoleh, lambat laun manusia berusaha mencari jawaban secara rasional dengan meninggalkan cara yang irasional. Pemecahan secara rasional berarti mengandalkan rasio dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Dalam menyusun pengetahuan, kaum rasionalis (kaum yang mengandalkan akal) menggunakan penalaran deduktif artinya cara berpikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif ini menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme itu terdiri atas dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan itu disebut premis mayor dan premis minor.Kesimpulan atau konklusi diperoleh dengan penalaran deduktif dari kedua premis tersebut. Contoh : Semua makhluk hidup bernapas Si Ali adalah seorang makhluk Jadi, si Ali juga bernapas (premis mayor) (premis minor) (kesimpulan)

Kesimpulan yang diambil ini hanya benar, bilamana kedua premis yang digunakan benar dan cara menarik kesimpulannya juga benar. Jika salah satu dari ketiga hal ini salah, maka kesimpulan yang diambil juga tidak benar. Penalaran deduktif ini pertama-tama harus mulai dengan pernyataan yang sudah pasti kebenerannya. Aksioma dasar ini yang dipakai untuk membangun sistem pemikirannya, diturunkan atau berasal dari ide yang menurut anggapannya : jelas, tegas dan pasti dalam pikiran manusia. Namun dalam kenyataannya sering ide yang menurut seorang cukup jelas dan dapat dipercaya, tidak dapat diterima oleh orang lain. Masalah utama adalah kesulitan untuk menilai kebenaran-kebenaran premis-premis yang digunakan. Ini disebabkan karena penalaran yang digunakan bersifat abstrak, lepas dari pengalaman, sehingga tidak mungkin dapat diamati dengan pancaindera. Dengan penalaran deduktif ini dapat diperoleh bermacam-macam pengetahuan mengenai sesuatu obyek tertentu tanpa ada kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. Di samping itu terdapat kesulitan untuk menerapkan konsep rasional kepada kehidupan praktis. c. Penalaran Induktif (empiris) Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif ternyata mempunyai kelemahan, maka muncullah pandangan lain berdasarkan pengalaman konkret yang disebut penganut empiris. Pendapat mereka, gejala alam itu bersifat konkret dan dapat ditangkap dengan pancaindera manusia. Penganut empirisme menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Dengan penalaran induktif makin lama dapat disusun pernyataan yang lebih umum lagi dan makin bersifat fundamental. Contoh :

Pengamatan atas logam besi, tembaga, alumunium dan sebagainya. Jika dipanaskan ternyata bertambah panjang. Dari sini dapat disimpulkan secara umum bahwa semua logam, jika dipanasi akan bertambah panjang. Namun demikian ternyata bahwa pengetahuan yang dikumpulkan berdasarkan penalaran induktif ini masih belum dapat diandalkan kebenarannya. Sekumpulan fakta belum tentu bersifat konsisten atau bahkan mungkin bersifat kontradiktif. Demikian pula fakta yang nampak berkaitan belum dapat menjamin tersusunnya pengetahuan yang sistematis. Ditambah lagi dengan kemampuan pancaindera yang kurand dapat diandalkan. Kemudian muncul pertanyaan Apakah yang dimaksud dengan pengalaman itu? Apakah pengalaman itu merupakan stimulus pancaindera, ataukah justru persepsi?. d. Pendekatan Ilmiah, Kelahiran IPA (Tumbuhnya IPA) Agar supaya himpunan pengetahuan itu dapat disebut ilmu pengetahuan, harus digunakan perpaduan antara rasionalisme dan empirisme, yang dikenal sebagai metode keilmuan atau pendekatan ilmiah. Pengetahuan yang disusun dengan cara pendekatan ilmiah atau menggunakan metode keilmuan, diperoleh melalui kegiatan penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ini dilaksanakan secara sistematik dan terkontrol berdasarkan atas data-data empiris. Kesimpulan dari penelitian ini dapat menghasilan suatu teori. Teori ini masih harus diuji kemantapan/kesaktiannya. Artinya, bilamana diadakan penelitian ulang, yang dilakukan oleh siapapun, dengan langkah-langkah serupa dan kondisi yang sama, maka akan diperoleh hasil yang konsisten. Metode keilmuan itu bersifat objektif, bebas dari keyakinan, perasaan dan prasangka pribadi serta bersifat konsisten. Artinya, dapat diuji

ulang oleh siapapun dan dengan demikian kesimpulan yang diperoleh lebih dapat diandalkan dan hasil lebih mendekati kebenaran. Secara lengkap dikatakan, bahwa suatu himpunan pengetahuan dapat disebut IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) bilamana memenuhi persyaratan sebagai berikut : objeknya adalah pengalaman manusia, berupa gejala-gejala alam. Kemudian dikumpulkan melalui metode keilmuan serta mempunyai manfaat untuk kesejahteraan manusia.

C. METODE ILMIAH DAN SIKAP ILMIAH a. Metode Ilmiah Berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris membentuk dua kutub yang saling bertentangan. Kedua belah pihak, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Akhirnya timbul gagasan untuk menggabungkan kedua pendekatan ini sedemikian hingga tersusun metode yang dapat lebih diandalkan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Gabungan antara pendekatan rasional dan pendekatan empiris dinamakan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan cara dalam memperolah pengetahuan secara ilmiah. Dapat dikatakan bahwa metode ilmiah merupakan gabungan antara rasionalisme dan empirisme. Cara-cara berpikir rasional dan empiris tersebut tercermin dalam langkah-langkah yang terdapat dalam proses kegiatan ilmiah tersebut. Kerangka dasar prosedurnya dapat diuraikan atas langkah-langkah berikut : 1. Penemuan atau penentuan masalah 2. Perumusan kerangka masalah 3. Pengajuan hipotesis 4. Deduksi hipotesis 5. Pengujian hipotesis b. Keterbatasan dan Keunggulan Metode Ilmiah Keterbatasan :

10

Dengan metode ilmiah dapat dihasilkan ilmu atau pengetahuan yang ilmiah. Dalam pengujian hipotesis diperlukan data. Data ini berasal dari dari pengamatan yang dilakukan oleh pancaindera dan pancaindera mempunyai keterbatasan untuk menangkap suatu fakta. Dengan demikian maka data yang terkumpul juga tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Kesimpulan yang diambil berdasarkan data tidak benar, tentu saja juga tidak akan benar. Jadi, peluang terjadinya kekeliruan suatu kesimpulan yang diambil berdasarkan metode ilmiah tetap ada. Oleh kerena itu semua kesimpulan ilmiah, atau kebenaran ilmu, termasuk Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bersifat tentatif artinya kesimpulan itu dianggap benar selama belum ada kebenaran ilmu yang dapat menolak kesimpulan itu. Keterbatasan lain dari metode ilmiah adalah tidak dapat menjangkau untuk membuat kesimpulan yang bersangkutan dengan baik dan buruk atau sistem nilai, tentang seni dan keindahan, dan juga tidak dapat menjangkau untuk menguji adanya Tuhan. Keunggulan : Ilmu atau Ilmu Pengetahuan Alam (termasuk IPA) mempunyai ciri khas yaitu : Obyektif, metodik, sistematik dan berlaku umum. Dengan sifat-sifat tersebut, maka orang yang berkecimpung atau selalu berhubungan dengan ilmu pengetahuan akan terbimbing sedemikian hingga padanya terkembangkan suatu sikap yang disebut SIKAP ILMIAH. Yang dimaksud dengan SIKAP ILMIAH tersebut adalah sikap : Mencintai kebenaran yang obyektif, dan bersikap adil Menyadari bahwa kebenaran ilmu tidak absolut Tidak percaya pada takhayul, astrologi maupun untunguntungan Ingin tahu lebih banyak Tidak berpikir secara prasangka

11

Tidak percaya begitu saja pada suatu kesimpulan tanpa adanya bukti-bukti yang nyata.

Optimis, teliti dan berani menyatakan kesimpulan yang menurut keyakinan ilmiahnya adalah benar.

D. PENGERTIAN IPA Menurut H.W.Fowler (et-at,1951) IPA merupakan ilmu yang sistematis dan dirumuskan,yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan atas pengamatan induksi. Sedangkan Nokes di dalam buku Science in education menyatakan bahwa IPA adalah pengetahuan teroristis yang diperoleh dengan metode khusus. Jadi dapat di simpulkan bahwa IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh/disusun dengan cara yang khas / khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait-mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain.

E. IPA BERSIFAT DINAMIS Proses IPA berlangsung terus menerus sehingga selalu terdapat mekanisme yang baru. Kemudian dari data yang baru yang diperoleh mungkin masih mendukung berlakunya teori yang lama, tetapi juga ada kemungkinan tidak lagi cocok sehingga perlu di susun teori yang baru. Demikian proses IPA berlangsung terus sehingga selalu terdapat mekanisme control, bersifat terbuka untuk selalu diuji kembali dan bersifat kumutatif. Pengetahuan yang diperoleh selalu bertumpu diatas dasar-dasar sebelumnya dalam kerangka yang bersifat kumutatif, sehingga bersifat konsisten dan sistematis. Jadi proses IPA yang dinamis ini karena menggunakan metode keilmuan, dimana peranan teori dan eksperimen saling komplemeter dan saling memperkuat.

12

Keuntungan dari IPA yang dinamis adalah perkembangan IPA yang pesat sehingga dalam jangka waktu 10-15 tahun pengembangan teknologi yang pada giliranya dapat menaikan kesejahteraan manusia. Namun demikian hasil IPA yang banyak ini bila tidak diarahkan pemamfaatnya justru akan merugikan manusia, bahkan dapat menghancurkan peradaban manusia itu sendiri,beberapa penemuan merugikan misalnya senjata nuklir,senjata biokimia dan biologis

F. IPA KUALITATIF DAN KUANTITATIF Telah kita ketahui bahwa penemuan-penemuan yang didapat oleh Copernicus sampai Galilieo pada awal abad ke-17 merupakan perintis Ilmu Pengetahuan. Artinya bahwa penemuan-penemuan itu berdasarkan empiri dengan metode induksi yang obyektif dan bukan atas dasar deduksi filosofik seperti pada zaman Yunani atau berdasarkan mitos pada zaman Babylonia. Penemuan-penemuan semacam ini disebut ilmu pengetahuan alam yang bersifat kualitatif. Ilmu Pengetahuan Kualitatif ini tidak dapat menjawab pertanyaan yang sifatnya kausal atau hubungan sebab akibat. Ilmu Pengetahuan Alam Kualitatif hanya dapat menjawab pertanyaan tentang hal-hal yang bersifat faktual. Untuk menjawab dari pertanyaan yang bersifat kausal diperlukan perhitungan secara kuantitatif. Ilmu Pengetahuan Kuantitatif adalah Ilmu Pengetahuan Alam yang dihasilkan oleh metode ilmiah yang didukung oleh data kuantitatif dengan statistik. Ilmu Pengetahuan Alam ini dapat juga disebut sebagai Ilmu Pengetahuan Modern.

13

You might also like