You are on page 1of 10

stabilitas obat

UJI STABILITAS OBAT Tujuan Memperkirakan waktu simpan suatu obat pada suhu kamar Prinsip Berdasarkan peruraian sediaan farmasi yang disebabkan oleh kenaikan suhu. Berdasarkan reaksi penetralan pada titrasi asam basa Reaksi H2C2O4 + 2NaOH

Na2C2O4 + 2H2O

Teori Kebanyakan bahan farmasi dapat digolongkan sebagai hidrolisis atau oksidasi. Kebanyakan obat mengandung lebih dari satu gugus fungsional dan obat ini mungkin bias terhidrolisis dan teroksidasi bersama-sama. Reaksi lain seperti isomerisasi, epimerisasi dan fotolisis juga dapat mempengaruhi kestabilan obat dalam berbagai produk cairan, padatan, dan semisolid. Hidrolisis Reaksi air dengan ester seperti etil asetat dan dengan amida seperti prokainamida dikenal sebagai hidrolisis. Akan tetapi reaksi antara air dan ion-ion garam dari garam dari asam lemah dan basa lemah juga disebut hidrolisis. Reaksi hidrolisis molekular berlangsung jauh lebih lambat daripada hidrolisis ionik (protolisis). Hidrolisis aspirin, ditemukan oleh Edward, merupakanreaksi orde pertama dan dikatalis oleh ion hydrogen dan hidroksil. Aspirin sangat mudah terhidrolisis di atas PH 10. Oksidasi Reduksi merupakan penambahan elektron pada molekul dan oksidasi merupakanpelepasan electron dari molekul. Dalam kimia organic, oksidasi sering dianggap sinonom dengan lepasnya hydrogen (dehidrogenasi). Bila suatu reaksi melibatkan molekul oksigen , biasanya disebut otoksidasi, karena biasanya terjadi secara spontan dalam keadaan normal. Oksidasi sering melibatkan radikal bebas dan yang diikuti reaksi-reaksi berantai, dan dalam fase gas dapat mengakibatkan ledakan. Radikal bebas adalah molekul atau atom yang mengandung 1 atau lebih electron tidak berpasangan seperti R, hidroksil bebas OH, dan molekul oksigen O-O. Radikal ini cenderung untuk menarik electron dari zat lain sehingga terjadi oksidasi. Oksidasi aldehid cair seperti benzaldehid terjadi dengan suatu mekanisme radikal bebas dan dipengaruhi oleh panas dan cahaya. Dalam kebanyakan reaksi oksidasi, laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi dari molekul pengoksidasi tetapi mungkin tidak bergantung pada konsentrasi oksigen. Reaksi ini biasa dikatalisisoleh logam berat dalam jumlah kecildan peroksida organik. Inhibitor atau antioksidan bekerja dengan memberikan elektron dan atom hydrogen yang dapat diterima oleh radikal bebas dengn mudah, dan proses ini menghentikan reaksi berantai. Inhibitor termasuk senyawa OH dan NH seperti pirogalol, ammonia, dan macam-macam amina. Senyawa polihidroksi fenolat dengan gugus hidroksi orto atau para tetapi bukan meta, satu dengan lainnya berlaku sebagai antioksidan. Bentuk meta bersifat inaktif karena tidak dapat membentuk struktur kuinoid. Atom hydrogen yang reaktif dari suatu antioksidan, seperti

hidrokuinon, dengan cepat diberikan pada R. inhibitornya diubah menjadi semikuinon, yang distabilkan dengan resonansi sehingga tidak dapat merambatkan reaksi berantai. Perlindungan Terhadap Hidrolisis Obat dapat distabilkan terhadap hidrolisis dengan menyesuaikan pH larutan pada suatu harga dimana senyawa tersebut secara eksperimen diketahui menunjukkan konstanta laju raksi terendah. Jika reaksi tersebut dianggap merupakan katalis asam-basa umum, dapar digunakan untuk mengatur pH harus dipilih dengan hati-hati. Dapar tersebut harus memberikan pH optimum untuk memperoleh kestabilan dan aktivitas terapi obat maksimum. Dalam kebanyakan kasus aktivitas terapi obat basa lemah, seperti alkaloid,pilokarpin, lebih tergantung pada basa bebas daripada garam yang terionisasi dalam larutan. Tetapi, poat untuk penggunaan mata dapat sangat mengiritasi jika diberikan sebagai basa bebas. Lagi pula, obat-obat demikian biasanya mudah terhidrolisis dalam larutan alkali. Menurut Hind dan Goyan, lebih baik mendapar sistem pada pH rendah dengan dapar yang meminimumkan hidrolisis terapi, karena kapasitas dapar yang rendah memungkinkan Ph naik secara teratur dan melepaskan obatnya pada saat obat diteteskan dalam mata. Penguraian hidrolisis dapat dicegah lebih lanjut dengan menghilangkan air. Obat ini dapat disimpan dalam bentuk kering dan digunakan dalam bentuk kering atau disuspensikan sebagai bubuk yang larut dalam pembawa yang sesuai bila akan digunakan. Meskipun dalam bentuk padat obat, dapat terurai. Leeson dan Mattocks meneliti penguraian aspirin dalam keadaan padat dan menemukan, ternyata hal ini bergantung pada temperatur maupun kelembaban. Sukar sekali untuk menghilangkan kelembaban secara keseluruhan dan bila diadsorbsi pada zat padat, penguraian dapat terjadi. Whitworth et al dan Jun et al telah menunjukkan bahwa aspirin terurai dalam basis suppositoriapolietilen glikol, dan asam sitrat dan tartrat terlihat memperlambat proses degradasi ini. Asker dan Whitworth menemukan bahwa aspirin stabil dalam cairan silicon yang secara farmakologi tidak aktif yang digunakan sebagai media suspensi, tidak ada penguraian yang tercatat dalam penyimpanan selama 8 minggu pada temperature 4o dan 26oC. Perlindungan Terhadap Oksidasi Interaksi antar vitamin yang larut dalam air, menyangkut raksi oksidasi-reduksi. Oksidasi lemak dan minyak dapat diperlambat dengan hidrogenasi hasil raksi, dengan menggantikan udara dalam wadah dengan gas inert, dan dengan penambahan antioksidan. Tokoferol secara alami terdapat dalam minyak sayuran dana berperan sebagai antioksidan yang efektif; bila tokoferol ditambahkan pada lemak-lemak hewan, tokoferol menghasilkan bau dan rasa yang tidaka enak. Senyawa 2,6-ditertier butyl para kresol, juga dikenal sebagai pelindung terhadap ketengikandan penurunan potensi vitamin. Antioksidan lain termasuk anisol hidroksi butilal, propel galat, tetrahidroksi dimetil bifenil, dan asam nordihidroguaiaretat(NDGA). Obat-obat yang mudah terhidrolisis seperti asam askorbat dan efineprin (adrenalin) dapat distabilkan dengan menghindari oksigen, mendapar larutan pada pH yang sesuai, menggunakan pelarut bebas logam, menambah inhibitor, menghindari cahaya, menyimpan produk pada temperature rendah, dan meracun sistem oksidasi-reduksi dengan potensial tertentu. KINETIKA DALAM WUJUD PADAT Padatan murni Penguraian padatan murni, kebalikan dari campuran yang lebih kompleks dari bermacam-macam bahan dalam sediaan obat. Cartensen dan Musa menggambarkan penguraian dari derivate asam benzoate padat, seperti asam amino benzoate, yang terurai menjadi cairan, aniline, dan gas karbondioksida. Setelah cairan mulai terbentuk, penguraian menjadi reaksi orde pertama dalam

larutan. Sediaan obat berbentuk padat Penguraian obat dalam sediaan padat jauh lebih kompleks daripada penguraian yang terjadi pada senyawa tunggal murni. Reaksi tersebu mungkin orde-nol atau orde-pertama. Tetapi dalam kasus yang sama, seperti pada senyawa murni, sukar sekali untuk membedakan antara keduanya. Tardif mengamati ahwa asam askorbat terurai dalam tablet menurut reaksi orde-pertama semu. Dalam bentuk sediaan tablet atau sediaan padat lain, terdapat kemungkinan interaksi padat-padat. Cartensen et al telah merancang program untuk menguji kemungkinan tidak dapat bercampuranya obat dengan bahan-bahan yang ada dalam campuran padat. Obat diaduk dengan bermacam-macam bahan tambahan dengan atau tanpa kelembaban 5%, ditutup dalam vial dan disimpan selama 2 minggu pada temperature 35o C. pengamatan visual dilakukan dab sampel diuji terhadap interaksi kimia dengan menggunakan kromatografi lapis tipis. Metode ini bersifat dalam praformulasi industry, memberikan gambaran yang berguna tentang teknik untuk mengatasi kemungkinan tidak tercampurnya bahab berkhasiat dan bahan-bahan tambahan sebelum memutuskan bentuk sediaan yang sesuai.

ANALISIS KESTABILAN YANG DIPERCEPAT Pada masa lalu banyak perusahaan farmasi mengadakan evaluasi mengenai kestabilan sediaan farmasi dengan pengamatan selama 1 tahun atau lebih, sesuai dengan waktu normal yang diperlukan dalam penyimpanan dan dalam penggunaan. Metode seperti ini memakan waktu dan tidak ekonomis. Penelitian yang dipercepat pada temperature tinggi juga banyak dilakukan oleh banyak perusahaan, tetapi kriterianya sering merupakan criteria buatan yang tidak didasrkan pada prinsip-prinsip dasar kinetik. Contohnya, cairan pada suhu 37oC mempercepat penguraian 2 kali lajunya pada temperature normal, sementara persahaan lain mengandaikan bahwa kondisi tersebut mempercepat penguraian dengan 20 kali laju normal. Levy telah membuktikan bahwa koefisisen temperature buatan dan kestabilan tidak dapat diterapkan pada sediaan-sediaan cair dan sediaan farmasi yang lain. Perkiraan waktu penyimpanan harus diiikuti dengan analisis yang dirancang secara hati-hati untuk bermacam-macam bahan dalam produk jika hasilnya ingin cukup berarti. Metode ini dipercepat untuk produk-produk farmasi yang didasarkan pada prinsip-prinsip kinetika kimia ditunjukkan oleh Garret dan Carper. Menurut teknik ini, nilai k untuk penguraian obat dalam larutan pada berbagai temperatur yang dinaikkan diperoleh dengan memplot beberapa fungsi konsentrasi terhadap waktu. Logaritma laju spesifik kemudian diplot terhadap kebalikan dari temperatur mutlak dan hasil berupa garis lurus diekstrapolasi sampai temperature ruang digunakan untuk memperoleh pengukuran kestabilan obat pada kondisi penyimpanan biasa. Pendekatan yang lebih maju untuk evaluasi kestabilan adalah kinetika nonisotermal, yang diperkenalkan oleh Rogers pada tahun 1963. Energy aktivasi, laju reaksi dan kestabilan yang diperkirakan diperoleh dalam satu percobaan dengan mengatur temperature untuk berubah pada

laju yang telah ditentukan sebelumnya. Temperatur dan waktu dihubungkan melalui fungsi yang sesuai, seperti : 1/T = 1/T0 + at Dimana To adalah temperatur awal dan a adalah kebalikan dari konstanta laju pemanasan. Pada setiap waktu, dalam proses, persamaan Arrhenius untuk waktu nol dan t dapat ditulis: ln k1= ln ko - Ea/R (( 1)/(T1 ) - 1/T0 ) karena temperatur merupakan fungsi dari waktu t, suatu pengukuran kestabilan k secara langsung diperoleh pada kisar tempertur tersebut. Sejumlah variasi telah dibuat pada metode dan sekarang memungkinkan untuk mengubah laju pemanasan selam proses atau menggabungkan laju pemanasan terprogram dengan penelitian isothermal dan menerima print out energy aktivasi, dan kestabilan memperkirakan waktu yang direncanakan dan pada berbagai temperatur. Peneliti harus menyadari bahwa orde reaksi dapat berubah selama penelitian. Maka, penguraian orde-nol dapat kadang-kadang menjadi orde-pertama, orde-kedua atau orde dalam pecahan dan energy aktivasi juga dapat berubah jika penguraian terjadi dengan beberapa mekanisme. Pada temperatur tertentu, otokatalis yaitu percepatan penguraian oleh produk yang terbentuk dala reaksi dapat terjadi sehingga menyebabkan perkiraan kestabilan pada temperatur ruang dengan kenaikan temperatur menjadi tidak mungkin.

Alat dan Bahan Alat : Erlenmeyer Buret Statif Corong Beaker glass Thermometer Penangas air Volum pipet Bahan : Larutan NaOH 0,096 N Larutan asam oksalat 0,1 N Phenolptalein Larutan asetosal 4% + Na sitrat 10% (1000 ml) Prosedur Pembakuan NaOH : Dibuat larutan NaOH 0,096 N. Ditambahkan indikator fenoftalen. Dibakukan dengan larutan asam oksalat 0,1 N. Pembuatan larutan Asetosal : Dibuat larutan asetosal 4% sebanyak 1000 mL dengan cara Natrium Sitrat dilarutkan dalam 1000 mL aquadest.

Diambil sebanyak 250 mL, kemudian dipanaskan pada suhu 500 selama 10 menit. Dimasukan asetosal ke dalam labu ukur, kemudian ditambahkan larutan Natrium Sitrat sebanyak 350 mL, dikocok, dan ditambahkan sampai 1000 mL. Penetapan kadar Disiapkan alat dan bahan Asetosal yang telah di buat dibagi menjadi 250ml Simpan Asetosal di dalam Erlenmeyer lalu panaskan sampai suhu mencapai 30o lalu penentuan kadar awal dengan waktu 0 menit dan penentuan kadar berikutnya dengan interval (30,60,90,120 menit) Dipipet Asetosal sebanyak 10ml dengan menggunakan volume pipet dan dimasukkan kedalam erlenmeyer Ditambahkan 4 tetes phenolptalein ke dalam Erlenmeyer tersebut Lalu titrasi dengan menggunakan larutan baku sekunder yaitu NaOH sampai terbentuk warna merah rose Catat berapa volumenya

Data Pengamatan dan Perhitungan Suhu Waktu Pengukuran Konsentrasi asetosal, C (g/100 ml) C/Co Ln C/Co 12

25o 0 25 24,9 0,2395 1 0 30 25,2 25,2 0,2419 1,0100 -0,0099 60 24,3 24,4 0,2337 0,9758 0,0245 90 24,3 24,3 0,2332 0,9737 0,0267 120 24,3 24,3 0,2332 0,9737 0,0267

30o 0 24,4 24,2 0,2333 1 0 30 24,6 24,4 0,2352 1,0081 -0,0081 60 25 24,5 0,2376 1,0184 -0,0183 90 24,8 25,2 0,2400 1,0206 -0,0283 120 24,9 25,5 0,2419 1,0369 -0,0367

40o 0 24,3 25 0,2366 1 0 30 24,4 24,7 0,2357 0,9962 -0,0039 60 25,3 25,4 0,2434 1,0286 -0,0282 90 26,25 27,5 0,2580 1,0904 -0,0866 120 26,4 27 0,2563 1,0833 -0,0846

60o 0 26,1 26 0,2501 1 0 30 28,3 28,7 0,2736 1,0939 -0,0898 60 33 29,2 0,2986 1,1939 -0,1772 90 33,2 33,6 0,3206 1,2819 -0,2483 120 34,2 34,4 0,3283 1,3127 -0,2721

Perhitungan : Perhitungan ln C/Co = -kt Perhitungan hasil titrasi: Diketahui: Volume asetosal (V2) = 10 ml Konsentrasi NaOH (N1) = 0,096 N Konsentrasi asetosal (C) yang dilakukan pada suhu 30o: Volume NaOH (N1/Co/C) = 24,95 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 24,95 = N2 . 10 N2 = 0,2395 N Volume NaOH (N1/C) = 24,35 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 24,35 = N2 . 10 N2 = 0,2337 N Volume NaOH (N1/C) = 24,75 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 24,75 = N2 . 10 N2 = 0,2376 N Volume NaOH (N1/C) = 24,30 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 24,30 = N2 . 10 N2 = 0,2333 N Volume NaOH (N1/C) = 24,30 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 24,30 = N2 . 10 N2 = 0,2333 N Konsentrasi asetosal (C) yang dilakukan pada suhu 30o: Volume NaOH (N1/Co/C) = 24,3 ml N1 . V2 = N2 . V2

0,096 . 24,3 = N2 . 10 N2 = 0,2333 N

Volume NaOH (N1/C) = 24,5 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 24,5 = N2 . 10 N2 = 0,2352 N Volume NaOH (N1/C) = 24,75 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 24,75 = N2 . 10 N2 = 0,2376 N Volume NaOH (N1/C) = 25 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 25 = N2 . 10 N2 = 0,2400 N Volume NaOH (N1/C) = 23,4 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 25,2 = N2 . 10 N2 = 0,2419 N Konsentrasi asetosal (C) yang dilakukan pada suhu 40o: Volume NaOH (N1/Co/C) = 24,65 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 24,65 = N2 . 10 N2 = 0,2366 N Volume NaOH (N1/C) = 24,55 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 24,55 = N2 . 10 N2 = 0,2357 N Volume NaOH (N1/C) = 25,35 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 25,35 = N2 . 10 N2 = 0,2433 N Volume NaOH (N1/C) = 26,87 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 26,87 = N2 . 10 N2 = 0,2579 N Volume NaOH (N1/C) = 26,70 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 26,70 = N2 . 10 N2 = 0,2563 N Konsentrasi asetosal (C) yang dilakukan pada suhu 60o: Volume NaOH (N1/Co/C) = 26,05 ml

N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 26,05 = N2 . 10 N2 = 0,25001 N Volume NaOH (N1/C) = 28,50 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 28,50 = N2 . 10 N2 = 0,2736 N Volume NaOH (N1/C) = 31,10 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 31,10 = N2 . 10 N2 = 0,2986 N Volume NaOH (N1/C) = 33,4 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 33,4 = N2 . 10 N2 = 0,3206 N Volume NaOH (N1/C) = 23,4 ml N1 . V2 = N2 . V2 0,096 . 34,3 = N2 . 10 N2 = 0,3293 N

Pembahasan Pada percobaan ini larutan titran dibuat dengan mencampurkan asetosal 4% dan Asam sitrat 10% dalam 100ml. Larutan dibuat sebanyak 1000 ml tanpa mengurangi kadar tersebut yang telah ditentukan. Larutan dibuat dengan melarutkan asetosal dengan etanol secukupnya kemudian dicampurkan dengan larutan natrium sitrat (natrium sitrat dilarutkan dengan aquadest) dan diadd-kan dengan aquadest sampai 1000ml. Asetosal yang berupa serbuk hablur putih dilarutkan dalam alkohol bukan dalam aquadest karena asetosal sukar larut dalam aquadest tetapi mudah larut dalam etanol. Sedangkan Natrium sitrat berupa hablur tidak berwarna atau serbuk halus putih dilarutkan dengan pembawa aquadest bukan dengan etanol karena Natrium sitrat dalam etanol praktis tidak larut tetapi mudah larut dalam air. Larutan dibuat dalam labu ukur 1000 ml agar volumenya lebih tepat dan lebih akurat karena labu ukur merupakan alat kimia yang mempunyai nilai akurasi tinggi dibandingkan dengan gelas beaker. Penentuan stabilitas obat dilakukan dengan melakukan titrasi zat uji dengan larutan baku NaOH. Sebelum dititrasi larutan titer (sampel) dipanaskan terlebih dahulu dalam penangas air sampai suhu 30oC. Pemanasan dilakukan bukan dengan api langsung melainkan dengan penangas air karena jika dilakukan dengan api langsung akan menyebabkan kenaikan suhu yang sangat cepat, sementara dalam praktikum ini dibutuhkan suhu yang konstan. Indikator yang digunakan adalah indikator fenolftalein yang memiliki rentang pH 8,0-10,0.

Titrasi dihentikan apabila telah mencapai titik akhir titrasi yang ditandai dengan berubahnya warna larutan dari tidak berwarna menjadi warna merah muda atau pink-rose yang konstan. Perubahan warna ini merupakan tanda bahwa larutan baku primer telah bereaksi sempurna dengan larutan baku sekunder. Titrasi dilakukan duplo untuk memperoleh data yang lebih akurat. Berdasarkan teori volume titrasi pertama dengan volume titrasi kedua tidak boleh mempunyai rentang atau selisih diatas 0,5ml. Oleh karena itu titrasi harus dilakukan dengan benar-benar teliti sehingga hasil yang diperoleh semaksimal atau seakurat mungkin. Sebelum digunakan NaOH terlebih dahulu dibakukan dengan asam oksalat 0,1N dan indikator fenolftalein, hal ini bertujuan untuk mengetahui kadar sebenarnya dari NaOH yang digunakan, yang nantinya digunakan dalam perhitungan. Titrasi larutan zat uji dilakukan dengan suhu yang tetap (30oC) tetapi dengan waktu pemanasan yang berbeda (0menit, 30menit, 60menit, 90menit, dan 120menit). Tujuan dari perbedaan waktu pemanasan ini adalah untuk mengetahui seberapa besar energi aktivasi yang diperlukan untuk masing-masing zat uji. Energi aktivasi dapat digunakan untuk memperkirakan kestabilan dari komponen titer atau sampel (Aspirin). Dari data pengamatan yang diperoleh, volume titran yang dibutuhkan untuk menitrasi masing-masing larutan zat uji tidak jauh berbeda satu sama lain atau hanya mempunyai selisih antara 0-0,5 ml hal ini dikarenakan zat uji yang digunakan/dititrasi adalah sama baik dalam volume maupun suhu hanya yang membedakan adalah lama pemanasan. Metode pengujian stabilitas obat dengan kenaikan temperatur tidak dapat diterapkan untuk semua jenis sediaan terutama untuk produk yang mengandung bahan pensuspensi seperti metilselulosa yang menggumpal pada pemanasan, protein yang mungkin didenaturasi, salep dan suppositoria yang yang meleleh pada kondisi temperatur yang sedikit dinaikkan. Oleh karena itu, praktikan harus teliti dalam memilih metode pengujian stabilitas suatu obat atau suatu sediaan obat. Selain temperatur, stabilitas obat dapat dipengaruhi juga oleh efek pengemasan dan penyimpanan. Sediaan berupa larutan masa simpannya relatif lebih singkat dibandingkan dengan bentuk sediaan padat, karena sediaan larutan mudah terurai dan bereaksi dengan keadaan sekitarnya atau lingkungannya (suhu dan cahaya). Misalnya, Jika suatu larutan obat disimpan dalam kondisi terlalu panas, ada kemungkinan botol(yang merupakan wadah umum untuk larutan) berinteraksi atau bereaksi dengan obat-obat yang terdapat di dalam botol tersebut. Selain itu perlu diperhatikan juga, bahwa jika suatu sediaan obat berupa larutan telah dibuka dari kemasannya atau wadahnya, stabilitas obat tersebut tidak sama lagi seperti stabilitas obat semula yang masih tersegel(masih dalam kemasan) sehingga waktu kadaluarsanya pun tidak akan sama persis seperti yang tertera pada kemasan obat tersebut karena obat yang telah dibuka segelnya (wadahnya/botolnya) akan berinteraksi langsung dengan udara luar dan keadaan sekitarnya yang akan menurunkan kestabilan obat tersebut. Kesimpulan Dari data pengamatan dan pembahasan yang ada diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa: Stabilitas obat sangat di pengaruhi oleh perubahan suhu, semakin tinggi suhu maka stabilitas suatu obat menurun. Semakin lama pemanasan maka semakin turun stabilitas obat Expired date cairan asetosal berkurang dengan bertambahnya suhu, yaitu: Suhu 25oC = 1,45 Jam Suhu 30oC = 2, 24 Jam Suhu 40oC = 0,26 Jam

Suhu 60oC = 0,94 Jam

DAFTAR PUSTAKA Alfred Martin, James Swarbrick, dan Arthur Cammarata. 2008. Farmasi Fisik: Dasar-Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetika Edisi Ketiga, Jilid 2. Jakarta: UI-Press Anonym. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan Indonesia Giancoli, Douglas C. 1998. Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga Lachman Leon. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jilid III. Edisi III. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Prof. Dr. Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta : Rineka Cipta SK Dogra, S. Dogra. 1990. Kimia Fisika dan Soal-Soal. Jakarta : UI-Press

You might also like