You are on page 1of 12

DIMENSIONS AND FOCUS OF CAPACITY BUILDING INITIATIVES

A. PENDAHULUAN Latar Belakang Mengapa banyak negara berkembang khususnya Indonesia sampai saat ini tidak dapat untuk memajukan dan melanjutkan pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial melebihi periode waktu yang diberikan? Pada tahun-tahun sekarang, satu tanggapan untuk pertanyaan ini telah ditegaskan karena pemerintah telah gagal untuk menampilkan peran yang tepat bagi negara dalam rangka pembangunan, mereka tidak dapat mengorganisir dan mengatur sistem yang mengidentifikasi masalah, formula kebijakan untuk menanggapi masalah-masalah tersebut, dan melanjutkan aktifitas ini dalam jangka waktu yang lama. Pembangunan tidak terjadi, banyak yang menentang, karena pemerintah telah menghambat pembangunan daripada memajukannya. Sampai saat ini, upaya mencari potret atau sosok pemerintahan yang ideal masih menjadi isu paling menarik. Pemerintahan yang ada, baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif masih dinilai kurang memiliki kinerja untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan merespons perkembangan situasi baik di dalam maupun di luar negeri. Lembaga eksekutif atau birokrasi yang semula dibentuk untuk melakukan pembangunan serta memecahkan masalah-masalah publik, justru kemudian menjadi sumber masalah dari pembangunan dan pemecahan masalah-masalah publik itu sendiri karena cenderung mengidap penyakit birokrasi yang dikenal dengan patologi birokrasi. Sementara itu, lembaga

legislatif yang dibangun untuk mengartikulasikan dan memperjuangkan kepentingan rakyat dan mengontrol kinerja pemerintah juga menjadi sumber masalah karena rendahnya kemampuan dan komitmen terhadap kepentingan masyarakat, serta seringkali dikooptasi oleh berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab. Dan lembaga yudikatif yang dibentuk untuk menegakkan keadilan semakin lama semakin tidak memiliki kewibawaan karena mudah dibelioleh pihak-pihak yang berkuasa atau yang mampu membayar tawarannya. Ajakan melakukan reformasi di berbagai bidang telah diakomodasikan dalam GBHN 1999 2004 dan dalam berbagai forum seperti demonstrasi yang terorganisir, seminar, dialog dan diskusi ilmiah oleh kelompok cendekiawan dan masyarakat yang peduli terhadap masa depan Indonesia. Meskipun demikian, ajakan untuk melakukan reformasi ini tidak menjamin perbaikan kinerja pemerintahan di masa mendatang, kecuali ada komitmen untuk memperbaiki validitas dari standar penilaian kinerja kelembagaan dan aparat pemerintahan serta memfokuskan pengukuran kinerja tersebut pada capacity building yaitu kemampuan atau strategi yang dibangun untuk menangani bidang-bidang strategis yang meliputi : (1) Pengembangan Sumber Daya Manusia; (2) Penguatan Organisasi; dan (3) Reformasi Kelembagaan. Ketiga dimensi tersebut akan dibahas dalam tulisan ini.

B. BAHASAN 1. Pengertian Capacity Building Dalam beberapa literatur pembangunan, konsep capacity building sebenarnya masih menyisakan sedikit perdebatan dalam pendifinisian. Sebagian ilmuwan memaknai capacity building sebagai capacity development atau capacity strengthening, mengisyaratkan suatu prakarsa pada pengembangan kemampuan yang sudah ada (existing capacity). Sementara yang lain lebih merujuk pada constructing capacity sebagai proses kreatif membangun kapasitas yang belum nampak (not yet exist). Dalam tulisan ini akan dibahas capacity building menurut Merilee S.Grindle (1997:6-22); Capacity building is intended to encompass a variety of strategies that have to do with increasing the efficiency, effectiveness, and responsiveness of government performance. Jadi capacity building (pengembangan kapasitas) merupakan upaya yang dimaksudkan untuk mengembangkan suatu ragam strategi meningkatkan efficiency, effectiveness, dan responsiveness kinerja pemerintah. Yakni efficiency, dalam hal waktu (time) dan sumber daya (resources) yang dibutuhkan guna mencapai suatu outcome; effectiveness berupa kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil yang diinginkan; dan responsiveness yakni bagaimana mensinkronkan antara kebutuhan dan kemampuan untuk maksud tersebut. Capacity building merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan, dengan memusatkan perhatian kepada dimensi: (1) pengembangan sumberdaya manusia; (2) penguatan organisasi; dan (3) reformasi kelembagaan. Dalam
3

konteks pengembangan sumberdaya manusia, perhatian diberikan kepada pengadaan atau penyediaan personel yang profesional dan teknis. Kegiatan yang dilakukan antara lain training, pemberian gaji/upah, pengaturan kondisi dan lingkungan kerja dan sistim rekruitmen yang tepat. Dalam kaitannya dengan penguatan organisasi, pusat perhatian ditujukan kepada sistem manajemen untuk memperbaiki kinerja dari fungsi-fungsi dan tugas-tugas yang ada dan pengaturan struktur mikro. Aktivitas yang harus dilakukan adalah menata sistim insentif, pemanfaatan personel yang ada, kepemimpinan, komunikasi, dan struktur manajerial. Dan berkenaan dengan reformasi kelembagaan, perlu diberi perhatian terhadap perubahan sistem dan institusi-institusi yang ada, serta pengaruh struktur makro. Dalam hal ini aktivitas yang perlu dilakukan adalah melakukan perubahan aturan main dari sistim ekonomi dan politik yang ada, perubahan kebijakan dan aturan hukum, serta reformasi sistim kelembagaan yang dapat mendorong pasar dan berkembangnya masyarakat madani. 2. Dimensi Capacity Building a. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Ada banyak bentuk yang bisa dipilih dalam model pengembangan SDM aparatur pemerintahan. Namun demikian perlu adanya framework pengembangan yang relevan bagi setiap aktifitas yang ada. Misalnya, bidang-bidang strategis dalam Rencana Strategis pemerintahan juga seharusnya menentukan jenis, jumlah dan kualitas SDM yang dibutuhkan di daerah-daerah khususnya bagi keperluan lembaga/institusi pemerintah daerah. Pengalaman menunjukkan bahwa seringkali pengembangan SDM tidak dikaitkan dengan kebutuhan strategis daerah, bahkan

terkesan kurang memberikan kontribusi bagi pemerintahan daerah itu sendiri. Dalam konteks SDM ini hendaknya difokuskan pada pengembangan (1) ketrampilan dan keahlian, (2) wawasan dan pengetahuan, (3) bakat dan potensi, (4) kepribadian dan motif bekerja, dan (5) moral dan etos kerjanya. Agar pengembangan SDM di daerah lebih mengenai sasaran, maka dalam capacity building perlu diperhatikan empat fase dasar yang akan dilalui (Trostle, dalam Grindel, 1997); pertama, fase desain (a design phase), meliputi keterlibatan pihak-pihak atau donor constituency tertentu yang bisa menghasilkan masukan (resulting in) bagi strategi pengembangan SDM, baik dari dalam maupun luar lembaga pemerintah misalnya, para administrator, komisaris, anggota dewan, yayasan swasta dll. Kedua, fase implementasi proyek (project implementation phase) dimana menyeleksi kontraktor pelaksana atau unit-unit administratif tertentu untuk memulai dan mengimplementasikan suatu program. Ketiga, fase akuisisi kemampuan (a capacity acquisition phase), dari berbagai kegiatan dan training yang terjadi serta pengalaman informal yang didapat akan membentuk keahlian- keahlian baru termasuk mengasah wawasan, bakat, potensi dan etos kerja. Keempat, fase pencapaian/kinerja (performance phase) dimana kemampuan (capacity) individu akan termanifestasikan dalam peraihan tugas dan hasil evaluasi akhir. Hal lain yang perlu diperhitungkan dari setiap fase-fase tersebut adalah adanya pengaruh lain berupa kejadian-kejadian (events) yang mungkin tidak bertalian dengan program misalnya, rotasi jabatan, perubahan politik, peristiwa force majeur seperti bencana alam, konflik sosial dan sebagainya, yang

seringkali menyebabkan program pengembangan SDM terkesan tambal sulam serba instant dan mengalami stagnasi. b. Penguatan Organisasi Dalam Rencana Strategis Institusi Pemerintah, bidang-bidang strategis yang harus dikembangkan sangat menentukan jenis dan jangkauan kebijakan tahunan, semesteran, triwulan atau bulanan yang perlu dikembangkan. Dalam perencanaan strategis formal berkaitan dengan tiga tipe perencanaan; strategic plans, mediumrange programs dan short-range budgets and operating plans. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini antara lain tipe, jumlah serta kualitas institusi pemerintahan yang diperlukan, jenis dan tingkat managerial skills yang dibutuhkan termasuk tipe kepemimpinannya, dan sistem akuntabilitas publik serta budaya organisasi pemerintahan. Withtaker (1995:11) mengemukakan: strategic planning is concerned with both the definition of goals and objectives for an organization and the design of functional policies, plans and organization structure and systems to achieve those objectives. Dengan kata lain, pembenahan kelembagaan harus didasarkan kepada kebutuhan pengembangan bidang-bidang strategis sesuai sasaran dan tujuan yang telah dirumuskan dalam Rencana Strategis Daerah dan Institusi Pemerintah Kabupaten dan Kota. Dengan demikian dimensi yang perlu dikembangkan dalam penguatan kelembagaan meliputi : (1) pengembangan kebijakan, (2) pengembangan (network) organisasi, (3) pengembangan manajemen, (4) pengembangan sistem akuntabilitas publik, dan (5) pengembangan budaya organisasi. Kalau kita lihat pengalaman negara lain di Afrika, terutama Kenya, dalam program capacity building-nya, dimensi penguatan kelembagaan lebih ditekankan
6

pada pengembangan network dengan teknologi informasi (Peterson, dalam Grindle, 1997:164). Karena meskipun network-network tersebut kecil (small), ternyata memiliki jangkauan yang luar biasa dan dapat menggerakkan kinerja organisasi secara dramatis. Model seperti ini merupakan salah satu contoh aplikasi electronic government (e-Government), yang menurut Clay G. Wescott, didefinisikan sebagai berikut: E-Government is the use information and communications technology (ICT) to promote more efficient and cost-effective government, facilitate more convenient government services, allow greater public acces to information, and make government more accountable to citizens. (Wescott, dalam Indrajid, 2002:4) Negara besar dan terdepan dalam mengimplementasikan e-Government, yakni Amerika dan Inggris, secara jelas merinci manfaat yang akan diperoleh dengan diterapkannya konsep e-Government pada institusi pemerintah, diantaranya; 1) dapat memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama kinerja yang efektif dan efisien, mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stake holdernya, 2) meningkatkan tranparansi, kontrol dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mencapai Good Corporate Governance, 3) menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang lebih luas sejalan dengan perubahan global dan trend yang ada (Indrajit, 2002:5). Kiranya model e- Government bisa diterapkan untuk penguatan daya dukung kelembagaan (institutional carrying-capacity) pemerintah daerah di Indonesia.

c. Reformasi Kelembagaan Upaya untuk merestrukturisasi birokrasi pemerintah dapat dikemukakan sebagai berikut: 1) Setiap lembaga departemen pemerintah baik dipusat dan di daerah yang dipimpin oleh pejabat politik harus dibedakan antara pejabat politik dan pejabat karier birokrasi. Lembaga pemerintah bisa dibedakan antara lembaga Departemen yang dipimpin Menteri sebagai pejabat politik, dan lembaga Non Departemen yang dipimpin oleh bukan Menteri dan bukan pejabat politik. Seharusnya pejabat yang memimpin Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) adalah pejabat profesional dari birokrasi karier, bukan dijabat oleh pejabat politik dan dirangkap oleh Menteri seperti sekarang warisan kelembagaan pemerintahan Orde Baru. Pejabat politik adalah pejabat yang dipilih oleh rakyat langsuang maupun tidak, atau di approved oleh wakil rakyat di lembaga perwakilan rakyat. Dengan demikian posisinya adalah sebagai wakil rakyat dalam menganbil kebijakan publik dan mengontrol birokrasi pemerintah. Pejabat birokrasi adalah pejabat yang diangkat untuk

melaksanakan kebijakan publik tersebut. Jika mekanisme kontrol dan pelaksanaan kebijakan publik bisa berjalan antara kedua jabatan itu maka pertangung jawaban publik tidak mungkin tidak mesti bisa dilaksanakan.
2) Desentralisasi kewenangan baik desentralisasi politik maupun administrasi

perlu dilakukan di dalam kelembagaan pemerintah ini. Dengan desentralisasi diharapkan akuntabilitas publik bisa dilakukan, yang pada gilirannya

diharapkan pula kontrol rakyat semakin efektif dan korupsi, kolusi dan kerabat isme bisa dihilangkan dalam birokrasi pemerintahan ini.
3) Perampingan

susunan kelembagaan birokrasi pemerintah perlu segera

ditindaklanjuti. Kekembaran tugas dan fungsi antara beberapa lembaga birokrasi perlu segera di analisis dan dihilangkan kekembaran itu. Lembaga kementerian (departemen) dan lembaga non kementerian (departemen) yang menunjukkan kekembaran tugas dan fungsi perlu segera dianalisis dan dan dipecahkan dengan prinsip efisiensi, penghematan, kordinasi, integrasi baik dalam masa krisis seperti sekarang ini maupun di masa-masa non krisis. Jumlah eselonisasi di pemda juga dipikirkan lebih ramping lagi.

C. PENUTUP 1. Kesimpulan Capacity building merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan, dengan memusatkan perhatian kepada 3 dimensi, yaitu: (1) pengembangan sumberdaya manusia; (2) penguatan organisasi; dan (3) reformasi kelembagaan Pemerintahan Indonesia yang ada saat ini, baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif masih dinilai kurang memiliki kinerja untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan merespons perkembangan situasi baik di dalam maupun di luar negeri. Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka

meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memperbaiki kinerja birokrasi antara lain: a. Dimensi pengembangan sumber daya manusia Pengembangan ketrampilan dan keahlian Pengembangan wawasan dan pengetahuan
Pengembangan bakat dan potensi Pengembangan kepribadian dan motif bekerja Pengembangan moral dan etos kerjanya.

b. Dimensi penguatan organisasi Pengembangan kebijakan


Pengembangan network organisasi

Pengembangan manajemen
Pengembangan sistem akuntabilitas publik Pengembangan budaya organisasi.

Pengembangan teknologi informasi c. Dimensi reformasi kelembagaan Setiap lembaga departemen pemerintah baik dipusat dan di daerah yang dipimpin oleh pejabat politik harus dibedakan antara pejabat politik dan pejabat karier birokrasi.
Desentralisasi kewenangan baik desentralisasi politik maupun administrasi. Perampingan susunan kelembagaan birokrasi pemerintah.

10

2. Saran Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kapasitas:


Perlu dihubungkan program capacity building dengan tujuan-tujuan kebijakan

masa transisi pemerintahan.


Dalam

pengembangan kapasitas, kenali kemungkinan kegagalan dan

mekanisme perencanaan yang menyangkut program yang diadakan.


Dalam program capacity building, jangan mengabaikan adanya kemungkinan

dampak politik dari bantuan luar negeri.

11

DAFTAR RUJUKAN

Alisjahbana,

MA.

2008.

Reformasi

Kelembagaan 2

Menuju April

Efisiensi 2008.

Pelayanan Pemerintah.

wordpress.com.

http://alisjahbana08.wordpress.com/2008/04/02/reformasi-kelembagaanmenuju-efisiensi-pelayanan-pemerintah (diakses 3 Juli 2011) Grindle, M.S., (editor), 1997, Getting Good Government : Capacity Building in the Public Sector of Developing Countries, Boston, MA : HArvard Institue for International Development. Thoha, Miftah. 2006. REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH. multiply.com. 5 Maret 2006. http://goodlocalgovernance.multiply.com/journal/item/9

(diakses 3 Juli 2011) Santiago, Faisal, SH.MM. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) DALAM RANGKA PEMBANGUNAN KEDEPAN.

universitasborobudur.ac.id.http://www.universitasborobudur.ac.id/index.ph p/article/105-pengembangan-sumber-daya-manusia.html (diakses 3 Juli 2011)

12

You might also like