You are on page 1of 20

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN

ESTIMASI KELIMPAHAN DAN DISTRIBUSI KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI ZONA INTERTIDAL GILI MENO DENGAN METODE TRANSEK KUADRAT

KELOMPOK I MARIANIM KRISDIANAWATI AGUNG PRIYANTO DEVI YURYANA H SITI NUR A ISLIANSYAH S ARRYAN B AHMAD RUHARDI PUTRI MARSELIA DIANA HIDAYATI WINDA KARISMA G1A008028 G1A008019 G1A008 G1A008 G1A008002 G1A008 G1A008024 G1A006002 G1A006 G1A006 G1A006

UNIVERSITAS MATARAM FAKULTAS MIPA PROGRAM STUDI BIOLOGI

JUNI, 2011

ESTIMASI KELIMPAHAN DAN DISTRIBUSI KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI ZONA INTERTIDAL GILI MENO DENGAN METODE TRANSEK KUADRAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Zona intertidal merupakan kawasan pesisir yang paling sempit karena dibatasi oleh pasang surut air laut. Zona intertidal merupakan zona pesisisr yang terletak antara pasang tertinggi dan surut terendah sehingga kondisi tersebut menyebabkan zona intertidal menjadi zona yang paling ekstrim dan fluktuatif baik kondisi abiotik maupun biotiknya. Salah satu komunitas hewan yang banyak hidup di zona tersebut adalah makrozoobentos. akrozoobentos terutama hidup di zona intertidal memiliki peranan ekologi yang sangat penting. Sebagian besar dari kelompok hewan tersebut menempati lingkungan tropik kedua atpupun ketiga dalam rantai makanan, selain itu berperan dalam mineralisasi bahan-bahan organik baik yang berasal dari perairan dan daratan. Selain memiliki manfaat ekologi, makrozoobentos memiliki manfaat ekonomi yang tinggi sehigga faktor tersebut merupakan pemicu utama para peneliti untuk mengkaji keberadaan hewan atau preferensi habitat makrozoobentos. Beberapa indikator preferensi habitat yang banyak dikaji adalah kemelimpahan dan distribusi serta kaitannya dengan kondisi habitat sehingga dalam praktikum ini dilakukan pengambilan data dengan metode transek kuadrat untuk mengetahui

kemelimpahannya. 1.2 Tujuan Untuk mengetahui distribusi dan kemelimpahan makrozoobnetos di zona intertidal Gili Meno. 1.3 Manfaat Dapat mengetahui distribusi dan kemelimpahan makrozoobnetos di zona intertidal Gili Meno.

BAB II TINJAUN PUSTAKA Bentos dapat dibedakan dengan beberapa cara, salah satunya yaitu dengan cara mengidentifikasi ukuran dari bentos tersebut, pengklasifikasian menurut ukuran mereka dibagi menjadi 3 yaitu: a). Microfauna: hewan yang memiliki ukuran lebih kecil dari 0,1 mm, seluruh protozoa masuk dalam golongan ini, b). Meiofauna: golongan hewan-hewan yang mempunyai ukuran antara 0,1 mm sampai 1,0 mm. Ini termasuk protozoa yang bergolongan besar, cnidaria, cacing-cacing yang berukuran sangat kecil, dan beberapa crustacea yang berukuran sangat kecil, c). Macrofauna: Hewan-hewan yang mempunyai ukuran lebih besar dari 1,0 mm. Ini termasuk golongan echinodermata, crustacea, annelida, mollusca dan beberapa anggota phylum yang lain. Selain itu juga bentos dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat hidupnya, dalam hal ini bentos dibagi menjasi 2 macam yaitu: a). Epifauna : hewan yang hidupnya di atas permukaan dasar lautan. Contoh hewan epifauna diantara nya yaitu kepiting berduri Spiny stonecrab, siput laut (Sea slug), bintang laut (Brittlle star), b). Infauna : hewan yang hidupnya dengan cara menggali lubang pada dasar lautan. Contoh hewan infauna yaitu cacing (Lugworm), tiram (Cockle), macoma, Remis (Maydo dkk, 2010). Diantara benthos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobenthos (Rosenberg, 1993). Makrozoobenthos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang. Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan serta menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan (Mayo dkk, 2010). Organisme yang termasuk makrozoobentos diantaranya adalah: Crustacea, Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Mollusca, Nematoda dan Annelida (Cummins, 1975). Taksa-taksa tersebut mempunyai fungsi yang sangat penting di dalam komunitas perairan karena sebagian dari padanya menempati tingkatan trofik kedua ataupun ketiga. Sedangkan sebagian yang lain mempunyai peranan yang penting di dalam proses

mineralisasi dan pendaurulangan bahan-bahan organik, baik yang berasal dari perairan maupun dari daratan (Nurifdinsyah, 1993). Makrozoobentos umumnya sangat peka terhadap perubahan lingkungan perairan yang ditempatinya, karena itulah makroinvertebrata ini sering dijadikan sebagai indikator ekologi di suatu perairan dikarenakan cara hidup, ukuran hidup, dan perbedaan kisaran toleransi di antara spesies di dalam lingkungan perairan. Alasan pemilihan makrozoobentos sebagai indikator ekologi menurut Wilhim (1987) dan Oey et al (1980) dalam Wargadimata (1995) adalah sebagai berikut : a. Obilitas terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel b. Ukuran tubuh relatif besar sehingga memudahkan identifikasi c. Hidup di dasar perairan, relatif diam sehingga secara terus menerus terdedah (exposed) oleh air sekitarnya d. Pendedahan yang terus menerus mengakibatkan makrozoobentos dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Menurut Purnomo (1989) kelebihan penggunaan makrozoobentos sebagai indikator pencemaran organik adalah mudah diidentifikasi, bersifat immobil dan memberikan tanggapan yang berbeda terhadap berbagai kandungan bahan organik, sedangkan kelemahannya adalah karena penyebarannya mengelompok, dipengaruhi oleh faktor hidrologis seperti arus dan kondisi substrat dasar. Zoobentos juga berperan dalam proses mineralisasi dan pendaurulangan bahan-bahan organik, baik yang berasal dari perairan (autokton) maupun dari daratan (allokton) serta menduduki urutan kedua dan ketiga dalam rantai kehidupan suatu komunitas perairan.

BAB III METODE 3.`1 Pelaksanaan praktikum Hari/tanggal Tempat 3.2 Alat dan bahan Alat : Kuadart plot 1mx1m, botol sample, ermometer, refraktometer, tali rafia, meteran, alat tulis, snorkle, pelampung, kamera Bahan : alkohol, 3.3 Prosedur kerja 3.3.1 Pemasangan transek kuadrat Desain rancangan pemasangan plot menggunakan Systematic random Sampling Desain (Desain acak sistemik), yaitu dengan penempatan kuadrat plot pada jarak tertentu atau tersistematis mengikuti alur transek yang digunakan. Adapun tahap pemasangan transek kuadrat sebagai berikut : a. Tali transek atau meteran sepanjang 50 meter dipasang tegak lurus garis pantai dan setiap ujungnya diikiat dengan patok b. Kuadrat plot ditempatkan sepanjang garis transek dengan jarak antar plot 10 meter, sehingga terdapat 5- plot. c. Pada setiap lokasi dipasang 2-3 transek sebagai ulangan dengan jarak antar transek maksimal 100 m. : Minggu, 5 juni 2011 : Pantai Gili Meno

3.3.2 Pengambilan data Data praktikum yang dikumpulkan adalah data keragaman, kemelimpahan, dan distribusi spesies makrozoobentos dan kondisi lingkungannya. Tahapan

pengambilan data sebagai berikut : a. Diidentifikasi setiap spesies makrozoobentos yang ditemukan di dalam plot. Setipa spesies difoto dan diawetkan sebagai sample menggunakan alkohol 70 %.

b. Dihitung jumlah individu atau koloni setiap spesies makrozoobentos yang ditemukan pada setiap plot. c. Dihitung kehadiran spesies ( distribusi) makrozoobentos pada lokasi penelitian. d. Diukur kondisi lingkungan antara lain : kondisi substrat, suhu,

salinitas,kecepatan arus pada setiap plot.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Jenis-jenis makrozoobentos yang ditemukan Klp. Transek keNama Spesies Luas Tutupan 1. I Substrat jumlah

II III IV V 2 I Bulu babi Karang Kerang (Trochus) II Opiothrix karang III Opiothrix Timun laut Karang IV Opiothrix Karang massive V 3 I Patahan karang berpasir II Ophiothrix (bintang ular) 2% Patahan karang 2 1% 1% 1% 1% 2% 1% 1% 2% 1% 1% 1 1 5 1 2 1 1 2 1 1 Branching coral 2% pasir 2

berpasir III Branching coral Coral massive 2 % Patahan karang berpasir IV Bulu babi 1% Patahan karang berpasir V Dead coral 60 % Patahan karang berpasir 4 I II III Karang Karang massive 0,5 % 4% Berpasir Berpasir Patahan karag berpasir IV Sponge 4% Patahan karang berpasir V Patahan karang berpasir 4 1 4 60 1 2 2

2%

Keterangan: Transek I (0-10 m) Transek II (10-20 m) Transek III (20-30 m) Transek IV (30-40 m) Transek IV (40-50 m)

4.2 Hasil pengukuran suhu dan salinitas 4.2.1 Hasil pengukuran salinitas : 4,5 4.2.1 hasil pengukuran suhu : 30 0 C 4.2.3 Kecepatan arus : 1/6 meter/ sekon 4.2.4 gambar ( Dari hasil pengamatan dan internet)

Gambar : Ophiotrix

Gambar : branching coral

Gambar : landak laut

gambar : timun laut

Gambar : massive coral

Gambar : sponge (Demospongia)

Gambar : kerang (Trochus) 4.3 Analisis Data 4.3.1 Analisis kemelimpahan spesies makrozoobentos ni K= Keterangan: A K : Kemelimpahan spesies ke-I (spesies/50 m2) ni : Jumlah spesies i A : luas area kajian (50 m2) 4 ni K branching coral = = 0,08 spesies/50m2 = 2 A 50m

K bulu babi =

ni 2 = = 0,04 spesies/50m2 A 50m 2

K karang =

ni 7 = = 0,14 spesies/50m2 2 A 50m

K kerang =

ni 5 = = 0,01 spesies/50m2 2 A 50m

K Ophiotrix =

4 ni = 0,08 spesies/50m2 = 2 A 50m

K sponge =

4 ni = 0, 08 spesies/50m2 = A 50m 2

4.3.2 Analisis keanekaragaman spesies (indeks diversitas) makrozoobentos menggunakan Indeks Shannon-Wienner Keterangan : n ni ni H :: Indeks diversitas spesies H = ln ni : Jumlah individu spesies i N i =1 N N : Jimlah total individu makrozoobentos

H Branching coral = =

i =1

ni ni ln N N

4 4 ln 26 26

= 0,15 . (-1,87) = - 0, 28 H Bulu babi = =

i =1

ni ni ln N N

2 2 ln 26 26

= 0,07 . (-2,56) = - 0,18 H Karang =

i =1

ni ni ln N N
= 7 7 ln 26 26

= 0,26 . (-1,31) = - 0, 34 H kerang =

i =1

ni ni ln N N

5 5 ln 26 26

= 0,19 . (-1,64) = - 0, 31 H Ophiotrix =

i =1

ni ni ln N N
= 4 4 ln 26 26

= 0,15 . (-1,87) = - 0, 28 H Sponge =

i =1

ni ni ln N N
= 4 4 ln 26 26

= 0,15 . (-1,87) = - 0, 28 4.3.3 Analisis distribusi spesies makrozoobentos berdasarkan frekuensi kehadiran spesies di lokasi penellitian. Keterangan : Fi : Frekuensi spesies i Pi : Jumlah petak tempat ditemukannya spesies i P : Jumlah petak praktikum Fr : Frekuensi relatif spesies i F : Total frekuensi makrozoobentos

Pi Fi = P
Fr =

Fi X 100 % F

Fi Branching coral =

Pi P
2 20

= 0,1 Fi Bulu babi =

Pi P
2 20

= 0,1 Fi Karang =

Pi P
5 20

= 0,25 Fi kerang =

Pi P
1 20

= 0,05 Fi Ophiotrix =

Pi P
4 20

= 0,2 Fi Branching coral =

Pi P
1 20

= 0,05 F total makrozoobentos : 0,1 + 0,1+ 0,25 + 0,05 + 0,2 + 0,05 = 0,75

Fr branching coral =

Fi X 100 % F
= 0,1 X 100 % 0,75

= 13 % Fr Bulu babi =

Fi X 100 % F
= 0,1 X 100 % 0,75

= 13 % Fr karang =

Fi X 100 % F
= 0,25 X 100 % 0,75

= 33 % Fr kerang =

Fi X 100 % F
= 0,05 X 100 % 0,75

= 6,6 % Fr Ophiotrix =

Fi X 100 % F
= 0,2 X 100 % 0,75

= 0,26 % Fr kSponge =

Fi X 100 % F
0,05 X 100 % 0,75

= 6,6 %

Kemelimpahan (K) K B. coral : 0,08 spesies/50m2 K bulu babi : 0,04 spesies/50 m2 K karang : 0,14 spesies/50 m2 K kerang : 0,01 spesies/50m2 K ophiotrix : 0,08 spesies/50m K sponge
2

Keanekaragaman (H) H B. coral : - 0, 28 H Bulu babi : - 0, 18 H karang : - 0, 34 H kerang : - 0, 31 H Opohiotrix : - 0, 28 H Sponge : - 0, 28

Distribusi (Fr) 13 % 13 % 33 % 6,6 % 0,26 % 6,6 %

: 0,08 spesies/50m2

Keterangan : Nilai Indeks Shannon dan kategorinya > 3 : Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu kestabilan komunitas tinggi. 1-3 : Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap spesies sedang dan kestabilan komunitas sedang. < 1 : Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah. tiap spesies tinggi dan

4.4 Pembahasan
Sebagaimana kehidupan biota lainnya, penyebaran jenis dan populasi komunitas makrozoobentos ditentukan oleh sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik perairan seperti pasang surut, kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan atau kecerahan, substrat dasar dan suhu air. Sifat kimia antara lain kandungan oksigen dan karbondioksida terlarut, pH, bahan organik, dan kandungan hara berpengaruh terhadap hewan bentos. Sifat-sifat fisika-kimia air berpengaruh langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan bentos. Perubahan kondisi fisika-kimia suatu perairan dapat menimbulkan akibat yang merugikan terhadap populasi makrozoobentos yang hidup di ekosistem perairan (Setyobudiandi, 1997). Adanya pengaruh sifat fisik dan sifat kimia perairan terhadap kehidupan makrozoobentos dapat dilihat dari hasil praktikum yang sudah dilakukan di perairan zona intertidal Gili Meno pada tanggal 05 Juni 2011. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa di daerah tersebut kemelimpahan makrozoobentosnya sangat rendah.

Kemelimpahan paling tinggi ditempati oleh spesies karang, yaitu sekitar 0,14 individu/50 m2 dan kemelimpahan paling rendah adalah dari spesies bulu babi sekitar 0,04 individu/50 m2. Begitu juga dengan distribusi frekuensinya. Distribusi spesies karang mencapai 33%, paling tinggi di antara enam spesies lainnya. Sementara, yang paling rendah tingkat distribusinya adalah dari spesies Ophiotrix, hanya sekitar 0,26%. Apabila dilihat dari nilai keanekaragamannya, rata-rata dari enam spesies yang berhasil diamati semuanya termasuk dalam kategori keanekaragaman rendah karena hasil perhitungannya < 1 (Indeks Shannon). Rendahnya tingkat keanekaragaman tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia perairan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Terjadinya perubahan pada kedua kondisi parameter lingkungan yangdisebabkan oleh gejala alam maupun aktivitas manusia yang tidak sesuai dengan preferendum dari makrozoobentos akan mengakibatkan terjadinya penurunan populasi. Kondisi kimia, seperti kadar O2 dan pH berpengaruh terhadap kehidupan makrozoobentos karena kedua parameter tersebut amat penting bagi hewan. Perubahan

kandungan oksigen terlarut di lingkungan sangat berpengaruh terhadap hewan air. Kebutuhan oksigen bervariasi, tergantung oleh jenis, stadia, dan aktivitas. Kandungan oksigen terlarut mempengaruhi jumlah dan jenis makrobentos di perairan. Semakin tinggi kadar O2 terlarut maka jumlah bentos semakin besar. Sementara, nilai pH yang menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan berpengaruh terhadap menurunnya daya stress. Untuk kondisi atau parameter fisik yang meliputi penetrasi cahaya, tipe substrat, dan perubahan tekanan memiliki pengaruh yang sama terhadap keberadaan makrozoobentos. Penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesis dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman. Pada saat air laut surut jumlah dan keanekaragaman makrozoobentos yang dapat diamati lebih banyak daripada pada saat ai laut pasang. Kondisi surut, berarti kedalaman air lautnya menjadi berkurang sehingga hewan-hewan yang berpotensi sebagai pemangsa atau predator (jaring makanan) bagi makrozoobentos menghindari tempat tersebut. Kondisi ini mmenguntungkan bagi kehidupan makrozoobentos sehingga memberi peluang bagi mereka untuk keluar dari liang persembunyiannya yang ada di dalam pasir. Pada saat air laut sudah pasang kembali, maka makrozoobentos akan kembali masuk ke liang masingmasing untuk menghindari predasi mereka. Adanya pasang surut air laut ini sangat memegang oeranan penting dalam persebaran makrozoobentos itu sendiri. Kekeruhan, terutama disebabkan oleh lumpur dan partikel yang mengendap, seringkali penting sebagai faktor pembatas. Kekeruhan dan kedalaman air pempunyai pengaruh terhadap jumlah dan jenis hewan bentos. Tipe substrat dasar ikut menentukan jumlah dan jenis hewan bentos yang ada di perairan zona intertidal Gili Meno. Macam dari substrat sangat penting dalam perkembangan komunitas hewan bentos. Pasir cenderung memudahkan untuk bergeser dan bergerak ke tempat lain. Karena zona intertidal tempat dilakukannya pengamatan bersubstrat pasir, seharusnya

makrozoobentos yang berhasil diamati berada dalam kondisi berlimpah. Akan tetapi karena pada saat pengamatan air laut sedang pasang dan tekanan arus cukup tinggi menyebabkan persebaran dari makrozoobentos menjadi terbatas, kecuali untuk jenis

karang yang merupakan makrozoobentos yang langsung hidup menempel pada substrat (tidak ada pergerakan).

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa tingkat distribusi dan kemelimpahan makrozoobentos di zona intertidal Gili Meno masih sangat rendah, yaitu kemelimpahan dan distribusi tertinggi ditempati oleh kelompok karang dengan nilai masing-masing sebesar 0,15 spesies/ 50 m2 dan 33%.

5.2 Saran
Pada saat praktikum lapangan, sebaiknya acara praktikum yang dilakukan tidak terlalu banyak sehingga praktikan dan Co. Ass dapat lebih fokus.

DAFTAR PUSTAKA
Cummins, K. W. 1975. Fishes dalam Whitton B. A. (ed.). River Ecology. Black-well Scient Publ. Oxford. Maydo, dkk. Laporan Praktikum Oseanografi : Bentos. [online].

http://marinebiologi.blogspot.com/. [ 12 Juni 2011] Nurifdinsyah, J. 1993. Studi kualitas Sungai Cikaranggelam menggunakan Makrozoobentos sebagai Indikator Pencemaran Lingkungan Perairan. Tesis S2. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Rosenberg, D. M. and V. H. Resh. 1993. Freshwater Biomonitoring and Benthic Macroinvertebrates. Chapman and Hall : New York, London. Setyobudiandi, I. 1997. Makrozoobentos. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Wargadinata, D.T. 2006. Makrozoobentos sebagai Indikator Ekologi Di Sungai Percut. Tesis. Program Pasca Sarjana Ilmu Pengetahuan Sumber daya Alam dan Lingkungan USU. Medan. Hlm 10-15. Purnomo, K. 1989. Struktur dan Komunitas Makrozoobentos dalam Kaitan Pemantauan Dampak Aktivitas manusia di daerah Sungai Cikao, kabupaten Purwakarta Jawa barat. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor : 9.

You might also like