You are on page 1of 64

Ekologi Manusia

EKOLOGI MANUSIA Ekologi manusia merupakan ilmu yang mempelajari interaksi manusia dan lingkungannya. Interaksi manusia ini umumnya berupa pemanfaatan sumberdaya alam. Pemanfaatan yang berlebihan kerap kali menimbulkan kerugian bagi makhluk lain maupun masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, pemerintah pun mengeluarkan undang-undang no 5 tahun 1990 mengenai perlindungan atau konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya. Salah satu upaya konservasi sumber daya alam di Indonesia ialah dengan membangun suatu kawasan perlindungan yaitu Taman Nasional (TN) Baluran Jawa Timur. Kawasan ini memberikan banyak manfaat tidak hanya untuk flora dan fauna yang dilindungi, namun juga kepada masyarakat luas, misalnya manfaat rekreasi, perlindungan daerah aliran, proses-proses ekologis, keragaman hayati, pendidikan dan penelitian, manfaat-manfaat konsumtif, manfaat-manfaat non konsumtif serta nilai- nilai masa depan. Sebagai kawasan konservasi yang disusun dengan sistem zonasi, TN Baluran terletak berbatasan langsung dengan beberapa desa yang disebut desa penyangga. Masyarakat desa penyangga kerap kali memanfaatkan hasil sumberdaya hutan yang ada di TN ini sebagai sumber mata pencaharian mereka. Hasil sumberdaya hutan yang dimanfaatkan yaitu biji akasia (Acacia nilotica), asam (Tamarindus indica), gebang (Corypha utan), buah klerek (Sapindus rarak), kemiri (Aleurites moluccana), lamtoro (Leucaena leucocephala), dan kelompok rumput serta kayu bakar. Jenis rumput yang

dimanfaatkan yaitu rumput lamuran (Arundellia setosa), merakan (Apluda mutica), lamuran putih (Dichantium caricosum), kolonjono (Brachiaria sp), gajah-gajahan (Scleractine punctata), jarong (Shchytarheta jamaincensis), alangalang (Imperata cylindrica) dan padi-padian (Shorgum nitidu). Adapun jenis kayu bakar yang dimanfaatkan yaitu walikukun (Schoutenia ovata), talok (Grewia acuminata), jati (Tectona grandis), kesambi (Scleicheira oleosa), dan asam (Tamarindus indica). Dalam rangka mempelajari interaksi pemanfaatan hasil sumberdaya hutan oleh masyarakat desa penyangga, maka dilakukan penelitian sebagai berikut :

92

Ekologi Manusia

No. 1.

NAMA Anastasya Ratu Chaerani Ika Meutia Rahma

NPM 140410080033

JUDUL Studi Pemanfaatan Biji Akasia (Acacia Nilotica) Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Baluran Jawa Timur Pemanfaatan Kayu Bakar Oleh Penduduk Sekitar Taman Nasional Baluran Jawa Timur Pemanfaatan Rumput Oleh Masyarakat Desa Wonorejo Banyuputih Situbondo Di Kawasan Taman Nasional Baluran Jawa Timur Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Oleh Masyarakat Desa Di Sekitar Taman Nasional Baluran

HAL. 3-`9

2.

140410080055

20-25

3.

Selli Selviana

140410080067

26-37

4.

Hanna Mediarty Hendriks

140410080090

38-70

93

Ekologi Manusia

Judul

STUDI PEMANFAATAN BIJI AKASIA (Acacia nilotica) OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL BALURAN JAWA TIMUR

Oleh

Anastasya Ratu Chaerani (140410080033)

1. LATAR BELAKANG Konservasi adalah suatu upaya atau tindakan untuk menjaga keberadaan sesuatu secara terus menerus berkesinambungan baik mutu maupun jumlah. Salah bentuk konservasi sumber daya alam di Indonesia ialah dengan membangun suatu kawasan perlindungan seperti Taman Nasional, cagar alam, suaka margasatwa, dan hutan lindung. Kawasan ini tentunya memberikan banyak manfaat tidak hanya untuk flora dan fauna yang dilindungi, namun juga kepada masyarakat luas, misalnya manfaat rekreasi, perlindungan daerah aliran, proses-proses ekologis, keragaman hayati, pendidikan dan penelitian, manfaat-manfaat konsumtif, manfaat-manfaat non konsumtif serta nilai- nilai masa depan. Menjadi Taman Nasional (TN) dalam arti lain sebenarnya tidak hanya harus bermanfaat bagi makhluk yang dilindungi saja, namun juga kepada masyarakat luas. Apalagi, sebelum dibangun suatu kawasan TN, telah lebih dulu tinggal penduduk asli di kawasan tersebut. Pada kenyataannya, masyarakat sekitar taman nasional kerap kali memanfaatkan sumberdaya hutan yang terdapat di kawasan tersebut sebagai upaya mata pencaharian mereka. Kegiatan ini seringkali disalahartikan oleh pengelola TN setempat yang mengira bahwa akan terjadi pemanfaatan sumberdaya secara berlebihan sehingga mengakibatkan TN menjadi rusak. Sebagai tindakan antisipasi, pihak pengelola kerap melarang adanya aktivitas masyarakat yang masuk ke dalam TN. Namun di antara banyaknya kegiatan yang dinilai merusak itu, ternyata ada beberapa kegiatan yang justru membantu melestarikan suatu TN. Salah satunya adalah pemanfaatan biji akasia (Acacia nilotica) oleh masyarakat setempat. TN Baluran Jawa Timur merupakan salah satu TN yang terdapat di Indonesia. TN ini terkenal akan beberapa jenis hewan yang dilindungi seperti banteng (Bos javanicus), rusa (Cervus timorensis), burung jalak bali putih
94

Ekologi Manusia

(Sturnus melanopterus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dan burung merak (Pavo muticus). Seiring berjalannya waktu, hewan-hewan ini semakin sulit untuk ditemui dan bahkan hampir terancam punah. Hal ini disebabkan oleh habitatnya yang semakin menipis karena adanya invasi atau desakan dari salah satu tanaman introduksi di TN Baluran. Akibatnya, lahan yang semestinya menjadi habitat mereka semakin lama semakin hilang dan malah didominasi oleh tanaman tersebut. Tanaman fenomenal namun eksotis ini tidak lain adalah Acacia nilotica. Tanaman ini pertama kali dibawa dari Afrika dan dikenalkan di TN Baluran pada tahun 1980-an dengan tujuan sebagai sekat bakar untuk menghindari menjalarnya api dari savanna ke hutan jati. Namun ternyata tanaman ini malah mendesak pertumbuhan tanaman lain seperti rumput, yang memang menjadi komponen utama TN Baluran. Akibatnya, banyak hewan yang berpindah dari habitat aslinya untuk mencari sumber makanan lain. Meskipun dinilai merugikan, ternyata tanaman akasia ini sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Biji yang terdapat pada tanaman ini ternyata mengandung gizi tinggi bagi manusia. Bahkan dewasa ini biji akasia sudah mulai diperjualbelikan oleh masyarakat dan dijadikan sebagai salah satu sumber mata pencaharian mereka. Tidak menutup kemungkinan apabila kegiatan ini dilakukan secara terus menerus, maka akan membantu pengelola TN Baluran dalam memberantas A. nilotica. Sangat disayangkan apabila aktivitas masyarakat selalu dinilai negatif berkaitan dengan pengelolaan TN. Padahal bila kita melihat dari sisi lain, aktivitas masyarakat setempat secara tidak langsung justru malah membantu pelestarian TN, seperti yang dilakukan oleh masyarakat sekitar TN Baluran. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, untuk mengetahui seberapa nyata manfaat yang diperoleh oleh masyarakat pemanfaat sumbedaya biji akasia dengan keberadaan sumberdaya alam di TN Baluran, maka dilakukan studi pemanfaatan sumberdaya biji akasia oleh masyarakat sekitar TN Baluran. 2. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pengambilan data dilakukan dengan cara

95

Ekologi Manusia

pengamatan langsung (observasi) di lapangan, pemberian kuesioner terhadap masyarakat yang memanfaatkan biji akasia TN Baluran Jawa Timur, dan wawancara semi struktur dengan menggunakan panduan wawancara kepada sejumlah informan kunci. Untuk mengetahui seberapa nyata bentuk pemanfaatan masyarakat terhadap biji akasia maka dihitung nilai sumberdaya biji akasia dan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap biji akasia tersebut. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Penentuan Besarnya Sampel (Responden) Berdasarkan rumus Lynch, jumlah minimal responden yang harus digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 20 orang. Namun karena faktor keterbatasan waktu, maka responden yang digunakan hanya berjumlah 13 orang. Adapun penelitian ini berpusat di salah satu Dusun di Desa penyangga TN Baluran, yaitu Dusun Randuagung Desa Wonorejo. Dengan demikian responden yang dipilih dalam penelitian ini hanya mewakili secara umum kondisi pemanfaat biji akasia di Dusun Randuagung saja. 3.2 Pola Pemanfaatan Biji Akasia (Acacia nilotica) oleh Responden
No Respo nden 1 Jenis Sumber Daya Hutan Akasia (Acacia nilotica) Organ yang Dimanf aatkan Biji Lokasi/ Nama Blok Area Bitakol (Hutan musim sebelum pintu masuk TN Baluran) Waktu Pengambila n Bulan Juli s/d Agustus Pelaku Pengolaha n Ditumbuk Manfaat Pemasaran

Ibu (wanita)

Sebagai bahan kecambah sayur

Akasia (Acacia nilotica)

Biji

Bitakol (Hutan musim sebelum pintu masuk TN

Bulan Juli s/d Agustus

Ibu (wanita)

Ditumbuk

Sebagai bahan kecambah sayur

Subsisten : 80 % Komersia l : 20% Dijual ke tengkulak (pengepul biji akasia) perkilogram tanpa kulit. Subsisten : 80 % Komersia l : 20% Dijual ke tengkulak (pengepul

96

Ekologi Manusia

Baluran) 3 Akasia (Acacia nilotica) Biji Bitakol (Hutan musim sebelum pintu masuk TN Baluran) Bulan Juli s/d Agustus Ibu (wanita) Digiling dengan mesin slep Untuk diperdaga ngkan

biji akasia) perkilogram tanpa kulit. Subsisten : 30 % Komersia l : 70% Dijual ke tengkulak (pengepul biji akasia) perkilogram tanpa kulit. Subsisten : 30 % Komersia l : 70% Dijual ke tengkulak (pengepul biji akasia) perkilogram tanpa kulit. Subsisten : 70 % Komersia l : 30% Dijual ke tengkulak (pengepul biji akasia) perkilogram utuh dengan kulitnya Subsisten : 70 % Komersia l : 30% Dijual ke tengkulak (pengepul biji akasia) perkilogram utuh dengan kulitnya Subsisten : 75 % Komersia l : 25% Dijual ke tengkulak (pengepul biji akasia) perkilogram utuh dengan

Akasia (Acacia nilotica)

Biji

Bitakol (Hutan musim sebelum pintu masuk TN Baluran)

Bulan Juli s/d September

Ibu (wanita)

Digiling dengan mesin slep

Untuk diperdaga ngkan

Akasia (Acacia nilotica)

Biji Daerah perbatasa n desa Wonorej o dan TN Baluran

Bulan Juli

Ibu (wanita)

Digiling dengan mesin slep

Untuk diperdaga ngkan

Akasia (Acacia nilotica)

Biji

Savana bekol TN Baluran

Bulan Juli s/d Agustus

Ibu (wanita)

Digiling dengan mesin slep

Sebagai bahan kecambah sayur

Akasia (Acacia nilotica)

Biji

Savana bekol TN Baluran

Bulan Agustus s/d September

Ibu (wanita)

Digiling dengan mesin slep

Sebagai bahan kecambah sayur

97

Ekologi Manusia

Akasia (Acacia nilotica)

Biji

Savana bekol TN Baluran

Bulan Juli s/d September

Ibu (wanita)

Digiling dengan mesin slep

Untuk diperdaga ngkan

kulitnya Subsisten : 30 % Komersia l : 70% Dijual ke tengkulak (pengepul biji akasia) perkilogram utuh dengan kulitnya Subsisten : 50 % Komersia l : 50% Dijual ke tengkulak (pengepul biji akasia) perkilogram utuh dengan kulitnya Subsisten : 80 % Komersia l : 20% Dijual ke tengkulak (pengepul biji akasia) perkilogram utuh dengan kulitnya Subsisten : 70 % Komersia l : 30% Dijual ke tengkulak (pengepul biji akasia) perkilogram utuh dengan kulitnya Subsisten : 70 % Komersia l : 30% Dijual ke tengkulak (pengepul biji akasia) perkilogram utuh dengan

Akasia (Acacia nilotica)

Biji

Savana blok Kalitopo TN Baluran

Bulan Juli s/d September

Digiling dengan mesin slep

Sebagai bahan kecambah sayur dan untuk diperdaga ngkan

10

Akasia (Acacia nilotica)

Biji

Savana bekol TN Baluran

Bulan Agustus s/d September

Bapak (pria)

Digiling dengan mesin slep

Sebagai bahan campuran kopi

11

Akasia (Acacia nilotica)

Biji

Savana bekol TN Baluran

Bulan Agustus s/d September

Ibu (wanita)

Ditumbuk

Sebagai bahan kecambah sayur dan untuk diperdaga ngkan

12

Akasia (Acacia nilotica)

Biji

Savana blok Kajang TN Baluran

Bulan Juli s/d September

Bapak (pria)

Digiling dengan mesin slep

Sebagai bahan kecambah sayur

98

Ekologi Manusia

kulitnya 13 Akasia (Acacia nilotica) Biji Savana bekol TN Baluran Bulan Juli s/d Agustus Anak (pria) Digiling dengan mesin slep Untuk diperdaga ngkan Subsisten : 70 % Komersia l : 30% Dijual ke tengkulak (pengepul biji akasia) perkilogram utuh dengan kulitnya

Berdasarkan hasil pengolahan data pola pemanfaatan biji akasia (Acacia nilotica) oleh responden, diketahui bahwa lokasi pengambilan biji akasia paling banyak ditemukan di area Savanna Bekol, yaitu sebanyak 46%. Hal ini disebabkan oleh lokasi pertumbuhan akasia yang paling banyak ditemukan di daerah tersebut, sehingga memudahkan responden untuk mengambil bijinya. Pelaku pengambil biji akasia dalam satu KK didominasi oleh kelompok Ibu, yaitu sebanyak 69% . Hal ini disebabkan karena sebagian besar dari para ibu tersebut tidak memiliki mata pencaharian tetap, sehingga waktu yang mereka miliki untuk mengambil hasil sumberdaya hutan, khususnya biji akasia, lebih mudah dibandingkan bapak atau anaknya Pengolahan biji akasia yang dilakukan oleh responden umumnya dengan menggunakan penggilingan oleh mesin slep (Lihat diagram 9). Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang praktis dan cepat dalam mengolah biji akasia. Mesin slep merupakan salah satu mesin pengolahan biji akasia yang sekarang sedang banyak diminati. Mesin ini dapat memisahkan biji akasia dari kulitnya lebih cepat daripada cara penumbukan atau penyelipan di jalan raya. Namun demikian, sebelum mesin slep ini ditemukan, responden umumnya menggunakan cara penumbukan dan penyelipan di jalan raya. Penumbukkan biji akasia memerlukan waktu yang lama dan tenaga yang besar, sehingga responden jarang menggunakannya lagi. Adapun cara penyelipan di jalan raya yaitu dengan menebarkan biji akasia yang akan dipisahkan kulitnya di jalan raya (sebelum pintu masuk TN Baluran), lalu dengan penggilasan dari ban kendaraan yang lewat, biji akasia tersebut akan

99

Ekologi Manusia

terlepas dari kulitnya. Cara ini kadang dilarang oleh petugas karena dapat menyebabkan polusi udara akibat pembakaran biji akasia yang dilakukan untuk menghilangkan sisa biji yang masih ada di jalan raya. Selain itu cara ini juga kadang membahayakan keselamatan responden karena dilakukan di jalan yang penuh dengan lalu lalang kendaraan. Pemisahan biji dari kulitnya ini berpengaruh pada penjualan biji akasia, dimana biji tanpa kulit (sudah bersih) dapat dijual dengan harga di atas Rp 3.000,00 perkilogramnya. Sedangkan biji akasia yang masih utuh dengan kulitnya dapat dijual dengan harga Rp 1.000,00 hingga Rp 1.500,00 perkilogramnya. Selain dijual, responden juga memanfaatkan biji akasia sebagai bahan kecambah sayuran dan bahan campuran kopi. Sebanyak 39% dari mereka mengaku memanfaatkan biji akasia sebagai lauk pauk, yaitu dalam bentuk kecambah dalam sayuran. Hal ini disebabkan oleh bentuknya yang mirip dengan tauge dan cara memasaknya yang mudah sehingga membuat responden tertarik untuk mengkonsumsi biji akasia sebagai makanan sehari-hari. 3.3 Pola Sosial Pemanfaatan Biji Akasia (Acacia nilotica) oleh Responden

100

No

Pengerti

Alasan

Kendala Selama Pemanfaata n

Tanggapa n Petugas TN

Pengetah uan Mengena i Pemuliha n Habitat TN Tahu

Solusi Bila Tidak Ada Biji Akasia

Harapan adanya TN Baluran

Responden an Pemanf Ekologi Manusia Tumbuh aatan an Akasia Biji Akasia

Tumbuha n fungsiona l

Dapat i

Kondisi tidak tentu

Tidak setuju

Alih profesi Peningkata n ekonomi melalui kegiatan pariwisata Alih profesi Peningkata n ekonomi melalui kegiatan pariwisata Alih profesi Peningkata n ekonomi melalui kegiatan pariwisata Alih profesi Peningkata n ekonomi dan kegiatan pariwisata Alih profesi Kesejahter aan masyaraka t

dikonsums cuaca yang

Tumbuha n l

Mudah didapat

Kondisi cuaca yang tidak tentu

Tidak setuju

Tahu

fungsiona dan diolah

Tumbuha Nilai jual n fungsiona l tinggi

Larangan petugas

Tidak setuju

Tahu

Tumbuha Nilai jual n fungsiona l tinggi

Kondisi cuaca yang tidak tentu

Tidak setuju

Tahu

Tumbuha Nilai jual n penggang gu tinggi

Keamanan Setuju bila diarahkan

Tahu

Tumbuha n penggang gu

Dapat dikonsums i

Larangan petugas

Tidak setuju

meningkat Tidak tahu Alih profesi Peningkata n ekonomi dan kegiatan pariwisata Tidak tahu Alih profesi Kesejahter aan masyaraka t

Tumbuha n penggang gu

Dapat dikonsums i

Larangan petugas
101

Tidak setuju

Tumbuha Nilai jual

Kondisi

meningkat Tidak tahu Tidak tahu Alih profesi Peningkata

Ekologi Manusia

Berdasarkan hasil pengolahan data pola sosial pemanfaatan biji akasia (Acacia nilotica) oleh responden, diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 62% berpendapat bahwa biji akasia merupakan tumbuhan fungsional atau yang dapat dimanfaatkan bagian tertentu seperti biji, daun, dan batangnya. Pada bagian daun, masyarakat biasa memanfaatkannya sebagai pakan ternak. Sementara itu pada bagian batang, masyarakat memanfaatkannya sebagai kayu bakar atau bahan baku pembuatan arang. Adapun bagian bijinya dimanfaatkan untuk bahan kecambah sayur dan bahan campuran kopi. Namun demikian sebagian responden juga menganggap akasia sebagai tumbuhan pengganggu berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki bahwa tumbuhan ini dapat mengganggu habitat satwa dengan cara menghambat pertumbuhan rumput yang ada di sekitarnya, sehingga satwa tersebut kehabisan pakan utama mereka, yaitu rumput. Walaupun memang dapat dikonsumsi, umumnya responden memilih memanfaatkan biji akasia karena nilai jualnya yang tinggi. Hal ini terlihat dari sebanyak 61% responden berpendapat bahwa biji akasia memiliki nilai jual tinggi. Harga jual biji akasia memang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dimana pemasarannya pun kian meluas hingga ke Surabaya dan kota sekitarnya. Hal inilah yang membuat responden semakin tertarik untuk mengambil biji akasia dan memasarkannya Selama proses pemasaran, responden kerap menemukan kendala. Sebanyak 39% dari mereka mengaku sering mendapatkan larangan dari petugas pengelola TN Baluran. Hal ini kadang dapat menghambat responden dalam mengumpulkan biji akasia sebanyak-banyaknya. Selain larangan petugas TN Baluran, responden juga mendapat kendala dari cuaca yang tidak menentu. Pada saat hujan, responden tidak dapat mengambil biji akasia karena dapat berpengaruh pada kondisi biji yang diambil, yaitu basah dan akhirnya mudah membusuk. Terkait dengan larangan petugas, umumnya responden mengetahui bahwa petugas pengelola TN Baluran tidak menyetujui segala bentuk pengambilan hasil sumberdaya hutan yang ada di dalam kawasan TN Baluran. Namun kondisi ekonomi yang sangat rendah memaksa mereka untuk tetap masuk ke dalam

102

Ekologi Manusia

kawasan TN Baluran dan mengambil sumberdaya hutan yang ada, yang salah satunya adalah biji akasia. Melalui pengambilan biji akasia sebenarnya secara tidak langsung turut membantu memulihkan habitat TN Baluran yang sekarang tengah diisukan sedang mengalami kerusakan akibat invasi tumbuhan akasia. Aktivitas pemanfaatan biji akasia ini dinilai dapat menekan jumlah populasi tumbuhan akasia yang mengganggu tumbuhan lain. Sayangnya, sebagian besar dari responden tidak mengetahui mengenai peluang pemulihan habitat TN Baluran yang mereka lakukan (Lihat diagram 16) sehingga responden kerap melakukan tindakan yang merugikan, seperti mengambil sumberdaya hutan yang lain secara ilegal. Hal ini disebabkan oleh lokasi pengambilan biji akasia yang tersebar luas sehingga sulit untuk mengawasi aktivitas responden secara keseluruhan. Adapun sumberdaya hutan yang tidak boleh diambil pada lokasi pengambilan biji akasia misalnya lebah madu, telur burung merak, rumput, kayu bakar, gebang, dan lain-lain. Selain itu aktivitas pengambilan biji akasia oleh responden juga kerap mengganggu aktivitas satwa yang ada di sekitarnya, misalnya pengrusakan daerah jelajah satwa, sehingga satwa harus berpindah tempat dan semakin sulit untuk ditemukan. Secara geografis, letak TN Baluran dan Desa Wonorejo sangat berdekatan. Namun sebagian besar warga desa tersebut berasal dari kalangan GAKIN, padahal TN Baluran memiliki nilai sumberdaya yang tinggi. Oleh karena itu terkait dengan adanya TN Baluran, responden yang juga merupakan warga Desa Wonorejo sebanyak 46% berharap bahwa TN Baluran dapat memberikan peningkatan ekonomi dan sosial bagi mereka. Di sisi lain, responden juga sadar bahwa TN Baluran dan masyarakat di sekitarnya merupakan satu kesatuan, hal ini terlihat dari sebanyak 31% responden berharap bahwa masyarakat lainnya yang ada di sekitar TN Baluran sadar akan fungsi TN sehingga turut membantu melestarikan lingkungan TN Baluran. 3.4 Hasil Perhitungan Nilai Pemanfaatan Biji Akasia (Rp/tahun) dan Tingkat Ketergantungan Responden Terhadap Biji Akasia (%) Tabel 4.4. Nilai Pemanfaatan Biji Akasia (Rp/tahun) Nilai Manfaat Biji Akasia

103

Ekologi Manusia

No Resp V (kg) 1 10 2 5 3 20 4 5 5 50 6 10 7 10 8 10 9 50 10 5 11 20 12 60 13 100 Rata-rata 32 (Rp/tahun) Nilai manfaat (Rp/tahun) Berdasarkan hasil perhitungan nilai sumberdaya biji akasia menurut Marliani (2005), maka diperoleh nilai sebesar Rp 6.040.195,2. Sehingga dalam setahun nilai pemanfaatan biji akasia oleh responden adalah Rp 6.040.195,2 atau dengan kata lain dari 13 responden diketahui nilai total perolehan pendapatan dari biji akasia pertahun adalah Rp 6.040.195,2. Sementara itu angka ketergantungan responden terhadap biji akasia menurut rumus Hufschmidt, et. al, (1987) dalam setahun adalah 5,16%. Tingkat ketergantungan responden terhadap pemanfaatan biji akasia pertahun ini termasuk kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh kenyataan bahwa responden tidak hanya memanfaatkan biji akasia saja, namun juga sumberdaya hutan lainnya yang juga memiliki tingkat ketergantungan yang mungkin lebih tinggi, misalnya kayu bakar, rumput, buah asam, kemiri, dan kelanting. Ketergantungan sumberdaya hutan oleh responden dapat disebabkan oleh angka pendapatan mereka yang rendah. Menurut Bank Dunia (World Bank), garis kemiskinan penduduk di suatu negara pada tahun 2006 yaitu berada di bawah Rp 194.439,000 perbulannya (Lihat tabel 4.6). Sementara itu menurut Badan Pusat Statistik Indonesia pada bulan Maret 2010, garis kemiskinan penduduk di suatu

Biji Akasia (kg) F (mgg) H (Rp) 8 4.000 6 3.000 8 3.000 12 4.000 4 1.000 8 1.000 5 1.000 12 1.500 12 1.000 1 1.000 8 1.000 12 1.500 5 1.200 7,8 1.861,5

104

Ekologi Manusia

daerah yaitu berada di bawah Rp 192.354,00 perbulannya (Lihat tabel 4.7). Penduduk yang memiliki pendapatan di bawah Rp 192.354,00 perkapita perbulannya, maka ia termasuk ke dalam golongan miskin. Adapun angka ini berlaku bagi perseorangan, sehingga apabila sebuah keluarga beranggotakan 3 orang, maka angka ini berlaku untuk akumulasinya. Bila dibandingkan dengan pendapatan responden yang merupakan warga Desa Wonorejo, maka sebagian besar dari mereka termasuk ke dalam golongan GAKIN atau keluarga miskin, karena pendapatan perkapita perbulan bagi seluruh anggota kelurga tidak memenuhi standar minimal angka pendapatan yang berlaku dari Badan Pusat Statistik Indonesia. 4. KESIMPULAN 1. Responden yang merupakan masyarakat Dusun Randuagung Desa Wonorejo (desa penyangga TN Baluran) terbukti memanfaatkan biji akasia dari TN Baluran sebagai sumber pangan yaitu sebagai bahan campuran kecambah sayur dan kopi serta sumber mata pencaharian melalui jalur perdagangan. Biji akasia yang diperdagangkan umumnya bernilai Rp 1.000,00 hingga Rp 5.000,00 perkilogramnya. 2. Nilai pemanfaatan sumberdaya biji akasia oleh responden dalam setahun adalah Rp 6.040.195,2 dan angka ketergantungan responden terhadap sumberdaya biji akasia dalam setahun adalah 5,16%. Artinya kontribusi biji akasia terhadap pendapatan responden hanya sebesar 5,16% pertahunnya. Angka ini masih tergolong rendah mengingat hasil sumberdaya hutan TN Baluran secara keseluruhan cukup tinggi. 3. Pengolahan biji akasia dilakukan dengan memisahkan biji dari kulitnya melalui tiga cara yaitu penumbukan, penggilingan dengan mesin slep, dan penggilasan di jalan raya. Setelah dipisahkan, biji akasia dikeringkan dan dikemas hingga tahap siap jual. Apabila ingin dikonsumsi sebagai bahan campuran sayur, biji akasia ditumbuhkan pada kapas hingga muncul kecambah sesuai keinginan lalu dicampur dengan sayuran untuk dimasak. Bila ingin dikonsumsi sebagai kopi, biji akasia matang (berwarna hitam legam) ditumbuk hingga halus lalu dicampurkan dengan bubuk kopi.

105

Ekologi Manusia

4. Pemanfaatan biji akasia oleh masyarakat kerap memberikan dampak buruk yaitu merusak lingkungan TN Baluran akibat perilaku masyarakat yang tidak terkontrol seperti pengambilan sumberdaya hutan lainnya yang dilarang serta pergerakan masyarakat yang sering mengganggu daerah jelajah satwa di kawasan TN Baluran. Namun bila dikelola dengan baik, aktivitas pengambilan biji akasia dapat menguntungkan karena secara tidak langsung membantu pemberantasan tumbuhan akasia yang memang mengganggu TN Baluran.

106

Ekologi Manusia

Judul : Oleh :

PEMANFAATAN KAYU BAKAR OLEH PENDUDUK SEKITAR TAMAN NASIONAL BALURAN JAWA TIMUR Ika Meutia Rahma (140410080055)

1. LATAR BELAKANG Taman Nasional Baluran (TNB) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam di Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi dan panorama alam yang indah. Potensi kekayaan alam ini antara lain berupa berbagai jenis flora, fauna dan bentang alam. Hutan sebagai sumberdaya alam yang terbarukan, memiliki berbagai manfaat penting bagi keberlangsungan hidup mahluk hidup. Pengelolaan hutan yang baik harus dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat, pengelola hutan dan stakeholders serta lingkungan sekitarnya. Tidak hanya itu, pengelolaan hutan yang baik juga harus memperhatikan aspek-aspek kelestarian hutan, seperti: aspek ekologi, produksi, serta sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar hutan. Adanya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan yang mempunyai akses langsung maupun tidak langsung terhadap kawasan hutan serta memanfaatkan sumberdaya hutan adalah suatu realita yang tidak bisa diabaikan. Kondisi ini tentunya akan berdampak positif maupun negatif terhadap kelestarian hutan. Kegagalan pengelolaan hutan yang terjadi selama ini bukan disebabkan oleh faktor teknis semata namun lebih disebabkan oleh faktor sosial. Oleh karena itu, pengelolaan hutan yang baik tidak hanya memperhatikan aspek teknis pengelolaan hutan, namun juga harus memperhatikan aspek sosial (Nurrochmat, 2005). Ruang lingkup Ekologi Manusia sebagaimana ekologi tumbuhan dan hewan, mempresentasikan penerapan khusus dari pandangan umum pada sebuah

107

Ekologi Manusia

kelas dalam kehidupan. Manusia sebagaimana kita ketahui tidak hanya bekerja dalam sebuah tempat jaringan kehidupan, melainkan mengembangkan diantara sesamanya (Hawley, 1950 dalam Anggorodi, 2009). Adaptasi yang dilakukan manusia terhadap lingkungan menunjukkan adanya interrelasi antara manusia dan lingkungan. Dalam konteks ini pendekatan Human Ecology menekankan adanya hubungan saling terkait antara lingkungan fisik dan sistem-sistem sosial budaya. Dalam hubungan yang saling terkait ini, perubahan pada suatu komponen akan menyebabkan perubahan pada komponen lain dan sebaliknya (Rambo, 1983 dalam Anggorodi 2009) Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, kayu merupakan bahan yang sangat sering dipergunakan untuk tujuan penggunaan tertentu. Terkadang sebagai barang tertentu, kayu tidak dapat digantikan dengan bahan lain karena sifat khasnya. Kita sebagai pengguna dari kayu yang setiap jenisnya mempunyai sifat-sifat yang berbeda, perlu mengenal sifat-sifat kayu tersebut sehingga dalam pemilihan atau penentuan jenis untuk tujuan penggunaan tertentu harus betulbetul sesuai dengan yang kita inginkan. Berikut ini diuraikan sifat-sifat kayu (fisik dan mekanik) serta macam penggunaannya. 2. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan pada penelitian adalah metode kualitatif dan kuantitatif, yaitu dengan cara melakukan pendekatan langsung kepada masyarakat sekitar di Taman Nasional Baluran. Penelitian Metode yang digunakan merupakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif dari hasil data lapangan dengan cara wawancara semi-struktural. Selain metode kualitatif digunakan juga metode kuantitatif dengan menggunakan wawancara berstruktur dan penyebaran kuisioner. Penelitian survei merupakan perangkat penelitian yang murah dan cepat sehingga informasi yang dibutuhkan dapat dihasilkan secara akurat dan tepat

108

Ekologi Manusia

waktu. Bentuk kuisioner pun sederhana dan relatif mudah sehingga tidak memerlukan pelatihan secara khusus (Stone, 1993 dalam Palestin, 2006).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Tabel 3.1.1. Tingkat Pendidikan Keluarga Responden No 1. 2. 3. 4. Total Tingkat Pendidikan Belum/tidak sekolah SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat 4 Jumlah 7/26 x 100% 11/26 x 100% 6/26 x 100% 2/26 x 100% 26 orang Persentasi 26,92% 42,30% 23,07% 7,69% 100%

Tabel 3.1.2. Jenis Pekerjaan Responden No 1. 2. Total Pekerjaan Petani Serabutan 2 Jumlah 9 1 10 Persentasi 90% 10% 100%

Tabel 3.1.3. Jenis Kayu Bakar yang Digunakan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Nama Lokal Kesambi Leban Akasia Asam Jati Trembesi Gebang Nama Latin Schleichera oleosa Vitex spp Acacia nilotica Tamarindus indica Tectona grandis Samanea saman Corypha utan

109

Ekologi Manusia

3.2. Pembahasan 3.2.1. Jenis Kayu Bakar yang Digunakan Jenis kayu yang digunakan sangat bervariasi karena mereka mengambil kayu yang dianggap tidak menimbulkan asap yang banyak. Menurut Bapak Kusmadi selaku Kepala Desa Wonorejo, kayu bakar yang sering digunakan dan diambil oleh warga desa adalah semua jenis rencek atau ranting kering yang jatuh karena di kawasan konservasi tidak boleh adanya aktivitas penebangan apapun alasan yang mendasari. Menurut ibu Sopiah yang sesekali membantu suami mengambil kayu bakar di kawasan Taman Nasional, kayu bakar yang digunakan adalah kayu bakar jenis kesambi (Schleichera oleosa), leban (Vitex spp), akasia (Acacia nilotica), asam (Tamarindus indica). Kayu bakar ini dipilih karena bertekstur keras dan jika digunakan lebih hemat dibanding kayu bertekstur lunak. Kayu bakar dengan tekstur keras jika dibakar tidak mengeluarkan banyak asap sehingga proses pemasakan lebih bersih dan lebih sehat. Menurut bapak Hendri selaku petugas polisi hutan, masyarakat menggunakan kayu sebagai kayu bakar dengan jenis kesambi (Schleichera oleosa) dan trembesi (Samanea saman). Kayu jenis ini dipilih karena bertekstur keras dan asap yang dikeluarkan sedikit tidak seperti kayu jenis lain. Kayu yang biasanya di bawa keluar Taman Nasional berupa rencek atau ranting kering. Tetapi ada beberapa warga yang melakukan kecurangan yakni menebang pohon terlebih dahulu dan memotong kayu menjadi beberapa bagian kecil yang diameter kayu sesuai dengan penetapan peraturan Taman Nasional yaitu 4-5 cm. Pohon yang telah ditebang dan dipotong akan dibiarkan selama beberapa hari sehingga kayu kering dan diameter serta ukuran kayu berubah. Kecurangan ini sering terjadi meskipun telah mendapat teguran dan sanksi dari petugas, warga tetap saja melakukan hal serupa. 3.2.2. Jumlah Kayu Bakar yang Digunakan Masyarakat Dusun Randuagung menggunakan kayu bakar dalam sehari sekitar 1-5 kg dan 5-10 kg. Jumlah kayu bakar yang digunakan ini biasanya

110

Ekologi Manusia

penggunaan normal setiap hari tanpa adanya acara atau hari besar. Kayu bakar yang digunakan tergolong sedikit dibandingkan dengan pada saat hajatan dan hari besar. Pada saat hari besar atau adanya hajatan penggunaan kayu bakar dapat mencapai 70-100 kg dalam sehari sesuai kebutuhan keluarga tersebut. 3.2.3. Intensitas Pengambilan Kayu Bakar Pengambilan kayu bakar oleh warga di kawasan Taman Nasional adalah setiap hari baik itu pengambilan sore hari, pagi hari, ataupun keduanya. Intensitas pengambilan ini terjadi karena daya angkut warga yang hanya dapat mengangkut 20-40 kg per angkut. Pengambilan kayu yang dilakukan adalah pengangkutan manual atau dengan menjujung dan mengangkut dengan menggunakan ongkek. Ongkek adalah alat yang terbuat dari bambu yang berbentuk segitiga di kedua sisi nya dan kemudian cara penggunaan dengan memikul ongkek di pundak. Meskipun ada beberapa warga yang memasuki Taman Nasional menggunakan sepeda dan memasuki kawasan tanpa melewati gerbang karena tidak diperbolehkan oleh petugas Taman Nasional. Pengangkutan manual yang dilakukan warga menjadikan mereka memasuki kawasan setiap hari karena keterbatasan daya angkut. Beberapa warga masih memilih mengankut dengan cara manual karena takut ditangkap dan dikenakan sanksi oleh petugas. 3.2.4. Pemanfaatan Kayu Bakar oleh Warga Warga memanfaatkan kayu bakar untuk kebutuhan memasak. Menurut bapak Tedi sebagai petugas Taman Nasional baluran, kebanyakan warga menggunakan kayu bakar untuk memasak dan untuk menjalankan usaha. Usaha yang biasanya dilakukan warga Desa Wonorejo adalah mengasinkan ikan dan memindang ikan. Kebanyakan warga yang berada di sekitar Selat Bali bekerja selainsebagai nelayan tetapi juga mengasin dan memindang ikan. Mereka menggunakan tungku besar dan kayu bakar untuk mengolah ikan hasil tangkapan nelayan. Kegiatan mengasin dan memindang ikan biasanya menggunakan kayu bakar yang mereka beli dari warga yang masuk dan mengambil kayu bakar dari Taman Nasional.

111

Ekologi Manusia

4. KESIMPULAN
1. Jenis-jenis kayu bakar yang digunakan penduduk sekitar Taman Nasional

Baluran adalah kukun, trembesi (Samanea saman), leban (Vitex spp), kesambi (Schleichera oleosa), akasia(Acacia nilotica), asam (Tamarindus indica), jati (Tectona grandis), dan gebang (Corypha utan). 2. Jumlah kayu bakar yang digunakan dalam sehari oleh warga sekitar Taman Nasional Baluran 5-7 kg perhari. 3. Intensitas pengambilan kayu bakar yang dilakukan warga adalah setiap hari baik waktu pagi maupun sore hari 4. Pemanfaatan kayu bakar oleh penduduk sekitar adalah masih tetap berlangsung, meskipun sudah ada bahan bakar selain kayu seperti gas dan biogas.

112

Ekologi Manusia

Judul

PEMANFAATAN RUMPUT OLEH MASYARAKAT DESA WONOREJO BANYUPUTIH SITUBONDO DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN JAWA TIMUR

Oleh

Selli Selviana (140410080067)

1. LATAR BELAKANG

Jumlah penduduk dan kebutuhan hidup yang semakin meningkat disertai dengan kondisi sosial ekonomi yang kurang memadai telah mengakibatkan tekanan-tekanan dalam kawasan yang semakin berat terhadap sumber daya hutan baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Kebutuhan akan sumber daya hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, telah mendorong masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Baluran untuk memanfaatkan sumber daya hutan dari dalam kawasan Taman Nasional Baluran. Pemanfaatan sumber daya hutan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut tentu saja dilarang oleh pengelola kawasan Taman Nasional Baluran karena mereka memiliki asumsi bahwa pemanfaatan yang dilakukaan masyarakat tidak memperhatikan carring capacity. Namun walaupun larangan pemanfaatan tersebut telah dilakukan, pengambilan sumber daya hutan tetap saja terjadi. Dari semua sumber daya hutan tersebut, rumput merupakan salah satu sumber daya hutan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar Taman Nasional Baluran tersebut. Oleh karena itu dari pernyataan diatas tersebut dilakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan Rumput oleh Masyarakat Desa Wonorejo Banyuputih Situbondo di Kawasan Taman Nasional Baluran Jawa Timur. 2. METODE PENELITIAN

2.1. Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

113

Ekologi Manusia

Alat dan bahan untuk pengamatan langsung di lapangan, wawancara dan kuesioner, adalah alat tulis, buku lapangan, alat perekam suara, panduan wawancara, kuesioner penelitian, dan kamera.

2.2. Prosedur Kerja Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pengambilan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung (observasi) di lapangan, pemberian kuesioner terhadap masyarakat yang memanfaatkan rumput di Taman Nasional Baluran Jawa Timur, dan wawancara semi struktur dengan menggunakan panduan wawancara kepada sejumlah informan kunci. Rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut : 2.2.1. Studi pustaka Studi pustaka ini dilakukan untuk mengumpulkan data penunjang dalam lokasi penelitian. 2.2.2. Observasi langsung Observasi langsung dilakukan dengan mengamati dan mendeskripsikan wilayah yang menjadi objek pengamatan, kondisi masyarakat setempat dalam pemanfaatan sumber daya tersebut. Pada metode ini dipilih salah satu desa penyangga Taman Nasional Baluran, yaitu Desa Wonorejo Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo sebagai lokasi penelitian, karena lokasi desa berdekatan dengan kawasan Taman Nasional Baluran. Selain itu observasi langsung ini dilakukan untuk mengetahui lokasi-lokasi pemanfaatan rumput di kawasan Taman Nasional Baluran. Observasi langsung dilengkapi juga dengan pengambilan dokumentasi mengenai aktivitas pemanfaatan rumput. 2.2.3. Pendekatan Kuantitatif Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan memberikan pertanyaan berupa kuesioner kepada responden. Pertanyaan yang diberikan pada kuesioner ini adalah pertanyaan menyangkut fakta dan pendapat responden,. Adapun kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner tertutup, dimana responden

114

Ekologi Manusia

diminta menjawab pertanyaan dan menjawab dengan memilih dari sejumlah alternatif jawaban. Keuntungan bentuk tertutup ialah mudah diselesaikan, mudah dianalisis, dan mampu memberikan jangkauan jawaban. Pemilihan responden untuk pendekatan kuantitiatif ini tidak menggunakan teknik random dalam menentukan sampel melainkan dengan kuota sampling karena tidak diketahui jumlah populasinya. 2.2.4. Pendekatan Kualitatif Pendekatan Kualitatif dilakukan dengan metode wawancara semi struktur yaitu suatu sistem tanya-jawab yang dilakukan kepada sekelompok informan yang telah dipilih dan berwenang memberikan informasi kunci untuk mewakili sejumlah populasi penduduk dengan model pertanyaan yang sama. Wawancara dilakukan berdasarkan panduan wawancara yang sudah dibuat maupun pertanyaan tambahan lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Informan kunci yang dipilih merupakan masyarakat yang kesehariannya bekerja mengumpulkan dan memanfaatkan rumput di Taman Nasional Baluran maupun pihak-pihak lain yang terkait seperti Kepala Desa dan Petugas Taman Nasional. 2.2.5. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan mengolah hasil wawancara terhadap sejumlah informan/koresponden secara kualitatif dan kuantitatif. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Penelitian i. Pendekatan Kuantitatif a. Pemanfaatan rumput Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di dusun Randuagung yaitu salah satu dusun yang berada di Desa Wonorejo kecamatan Banyuputih, kabupaten Situbondo Jawa Timur. Dusun Randuagung merupakan dusun yang letak dan jaraknya paling dekat dengan kawasan Taman Nasional Baluran

115

Ekologi Manusia

dibandingkan ketiga dusun lainnya. Karena jarak yang cukup dekat dengan Taman Nasional Baluran maka masyarakat dusun Randuangung masih sangat mudah untuk keluar masuk Taman Nasional Baluran, kondisi ekonomi masyarakat dusun Randuagung yang cukup rendah berdasarkan observasi langsung ini yang menyebabkan masyarakatnya memilih untuk mengambil dan memanfaatkan hasil hutan yang ada di kawasan Taman Nasional Baluran untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dusun Randuagung adalah rumput. Karena sebagian masyarakat dusun Randuagung bekerja sebagai peternak sekaligus juga sebagai buruh tani, masyarakat mengambil rumput untuk pakan utama ternaknya. Dan dari hasil penelitian didapatkan masyarakat yang memiliki hewan ternak sapi sebanyak 296 orang dari total kepala keluarga Desa Wonorejo sebanyak 2024 KK. Tetapi dari penelitian yang dilakukan hanya didapatkan 11 responden yang berhasil dimintai keterangan karena penelitian hanya dilakukan di satu dusun saja yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu waktu penelitian yang sangat singkat dan tenaga peneliti yang tidak memadai . Berdasarkan pendekatan kuantitatif yang dilakukan kepada 11 responden, diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Lokasi Pengambilan Rumput oleh Warga Dusun Randuagung Dari 11 responden, pada umumnya masyarakat dusun Randuagung kawasan Taman Nasional mengambil dan memanfaatkan rumput di dalam

Baluran, karena mereka tidak mempunyai lahan sendiri untuk menanam berbagai jenis rumput. Oleh karenanya maka masyarakat mengambil rumput di dalam kawasan Taman Nasional baluran untuk memberi pakan kepada hewan ternaknya. 2. Jumlah Rumput yang diambil oleh Warga Dusun Randuagung Dari 11 responden, mereka mengaku dalam satu hari mengambil rumput sebanyak 10 30 kg berjumlah 46%, dan yang mengambil sebanyak 40 60 kg berjumlah 45 % sedangkan yang mengambil lebih dari 60 kg rumput per hari adalah 9 %.

116

Ekologi Manusia

3. Pelaku Pengambilan Rumput Dari 11 responden, pada pengambilan rumput diketahui bahwa yang mengambil rumput pada setiap keluarga bermacam-macam, tetapi pada umumnya yang mengambil rumput adalah kelompok Bapak sebagai kepala keluarga, tetapi ada juga yang keduanya, Bapak serta Ibu ikut serta membantu mengambil rumput. Tetapi ada yang kelompok Ibu saja yang mengambil rumput, dan ada juga yang kelompok anak yang mengambil rumput karena kelompok Bapak yang bekerja sebagai buruh tani maka anaknya yang menggantikan pekerjaan mengambil rumput tersebut.
4. Rutinitas kegiatan warga dusun Randuagung

Dari 11 responden diketahui bahwa umumnya masyarakat dusun Randuagung mengambil rumput setiap hari, karena hewan ternaknya (sapi) diberi makan setiap hari pada pagi dan sore hari. Maka intensitas pengambilan rumput pun dilakukan setiap hari. 5. Waktu yang digunakan masayarakat untuk mengambil rumput Umumnya Responden mengaku bahwa waktu yang digunakan untuk pengambilan rumput adalah pagi dan sore hari. Pagi hari biasanya pukul 06.00 WIB mereka sudah bersiap-siap untuk mengarit dan pukul 08.00 sudah kembali pulang dan dilanjutkan kembali mengarit pada pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. Tetapi ada beberapa responden yang mengaku hanya mengambil rumput pada pagi atau sore harinya saja. 6. Musim yang digunakan masyarakat dalam pengambilan rumput Umumnnya responden juga mengaku bahwa pengambilan rumput dilakukan setiap musim, tetapi ada juga responden yang mengambil rumput lebih intensif pada musim penghujan. 7. Kepemilikan Hewan Ternak

117

Ekologi Manusia

Dari hasil yang di dapatkan bahwa 82% responden mengaku memiliki hewan ternak sendiri, dan ada juga 18% yang milik orang lain (hanya dipelihara saja).

8. Jumlah hewan ternak yang dimiliki setiap masyarakat dusun Randuagung Hewan tenak yang dimiliki oleh setiap warga berbeda-beda, menurut hasil yang didapatkan bahwa yang memiliki satu hewan ternak sekitar 36%, dan yang memiliki dua hewan ternak sekitar 18% sedangkan yang memiliki hewan ternak lebih dari tiga sekitar 46%. b. Jenis-jenis Rumput yang dimanfaatkan Biasanya masyarakat dusun Randuagung memanfaatkan berbagai jenis rumput untuk pakan satwa. Dominasi rumput yang disukai satwa yaitu jenis rumput lamuran (Dichantium caricosum), rumput merakan (Themeda arguens), rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput ganepo (Salvinia natans), alangalang (Imperata cylindrica). c. Dampak Pemanfaatan Rumput Dalam pemanfaatan rumput oleh masyarakat Randuagung memiliki zona batas pengambilan, walaupun pengambilan ini bersifat ilegal namun masih ada toleransi oleh petugas Taman Nasional Baluran ini dalam pengambilan rumput ini yaitu pada zona pemanfaatan atau zona penyangga yaitu 3 km dari gerbang pintu masuk Taman Nasional, jarak lebih dari 3 km sudah dangat dilarang karena sudah masuk dalam zona inti atau zona rimba. Tetapi kendalanya ada saja masyarakat yang melanggar dan tidak cukup puas dengan peraturan yang telah dibuat, jika tidak terpantau oleh petugas ada saja masyarakat yang mengambil kesempatan dengan masuk kawasan zona inti dan tidak menutup kemungkinan mengambil hasil hutan lainnya. Dampak dari pemanfaatan rumput ini tidak terlalu parah karena pertumbuhan rumput yang sangat cepat, tetapi ada bahaya lain yaitu dengan tumbuhnya tanaman A. nilotica berupa penurunan dominansi rumput

118

Ekologi Manusia

sebagai pakan satwa. Keuntungan pemanfaatan rumput di sekitar zona penyangga adalah kawasan pinggir jalan Taman Nasional Baluran menjadi bersih dan juga jika musim kemarau bahan bakar di hutan menjadi tipis atau jarang terjadi kebakaran hutan jika rumput sering diambil. Kerugiannya adalah mengganggu aktivitas satwa yang ada di Taman Naisonal Baluran, dan tidak menutup kemungkinan juga mereka mengambil jenis hayati selain rumput. 4.1.3 Pendekatan Kualitatif Pendekatan Kualitatif merupakan metode yang menggunakan panduan wawancara semi struktur terhadap informan kunci yang berkompeten dalam memberikan informasi kunci untuk menunjang data primer penelitian. Berdasarkan kuota sampling maka dipilih 5 orang informan kunci untuk memberikan informasi yaitu Kepala Desa Wonorejo, Kepala Dusun Randuagung, Kepala Divisi Pemberdayaan Masyarakat dan Penyuluhan Taman Nasional Baluran, petugas Taman Nasional Baluran yang bertindak sebagai Pengendali Ekosistem Hutan (PEH),dan polisi hutan Taman Nasional Baluran. Berdasarkan hasil yang diperoleh, umumnya kelima informan kunci mengetahui kenyataan mengenai pemanfaatan sumberdaya hutan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar Taman Nasional Baluran, khususnya masyarakat desa penyangga yang tidak dapat dihindari. Menurut informan kunci umumnya yang masuk ke kawasan Taman Nasional Baluran dan memanfaatkan sumber daya hutan adalah masyarakat desa penyangga yaitu desa Wonorejo, Sumberanyar, Sumberwaru, Bajulmati, dan Watukebo yang berasal dari keluarga ekonomi lemah. Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi yang memaksa masyarakat tersebut untuk masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Baluran dan memanfaatkan sumberdaya hutan secara gratis. Petugas Taman Nasional Baluran telah memberikan toleransi kepada masyarakat pengambil rumput yaitu dengan memanfaatkan rumput hanya pada kawasan zona penyangga atau zona pemanfaatan yang jaraknya hanya 3 km dari gerbang pintu masuk area Taman Nasional Baluran. Tetapi jika masyarakat tertangkap mengambil rumput pada zona inti maka petugas akan segera menegur

119

Ekologi Manusia

dan menindaklanjuti pelanggaran tersebut. Menurut para petugas Taman Nasional Baluran, lebih baik masyarakat dusun Randuagung memanfaatkan rumput daripada mengembalakan hewan ternaknya kedalam kawasan Taman Nasional Baluran yang dapat mengganggu dan merugikan satwa liar yang berada di dalam Taman Nasional Baluran. 4.2. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di dusun Randuagung Desa Wonorejo Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo Jawa Timur ini didapatkan penentuan sampel tidak dipilih secara random karena tidak diketahui populasinya. Penentuan sampel didapat 11 responden dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara semistruktur kepada 5 orang informan sebagai informan kunci. Didapatkan bahwa masyarakat dusun Randuagung memang memanfaatkan rumput, yang berada di kawasan sekitar Taman Nasional Baluran. Umumnya pengambilan rumput berlokasi di dalam kawasan Taman Nasional Baluran. Dan masyarakat pun tidak boleh bebas masuk kawasan Taman Nasional walaupun pengambilan rumput oleh masyarakat masih di toleransi, selama lokasi pengambilannya masih berada di zona penyangga atau pemanfaatan yaitu jarak 3 km dari kantor Batangan (gerbang). Tetapi masyarakat sangat dilarang jika pengambilan hasil hutan sudah masuk kedalam kawasan zona rimba atau inti. Biasanya petugas melakukan tindakan apabila aktivitas masyarakat dinilai merusak, yaitu berupa peringatan 3x pada kesalahan yang sama hingga sanksi kurungan penjara bila pelanggaran terus dilakukan. Selain itu terdapat beberapa pertimbangan lainnya sehingga petugas memperbolehkan aktivitas pemanfaatan rumput, karena menurut mereka lebih baik masyarakat mengambil rumput daripada menggembalakan ternak mereka di dalam kawasan Taman Nasional Baluran, karena takut akan menularkan berbagai penyakit kepada satwa yang ada di Taman Nasional Baluran. Tingkat pelanggaran oleh masyarakat di Taman Nasional Baluran semakin lama semakin meningkat. Walaupun aktivitas tersebut hanyalah pengambilan rumput, tetapi tetap bersifat illegal, petugas dan polhut pun tidak bisa terus

120

Ekologi Manusia

memantau aktivitas masyarakat dan semakin dilanggar, masyarakat semakin berontak terhadap peraturan yang dibuat. Permasalahn lain yang dapat mengancam pelestarian Taman nasional Baluran adalah meningkatnya intensitas penggembalaan liar oleh masyarakat sekitar kawasan. Kegiatan ini banyak ditemukan terutama di kawasan Taman Nasional bagian utara. Penggembalaan ini telah dilakukan secara turun temurun dari waktu ke waktu jumlah ternak yang digembalakan semakin banyak. Menurut Nugroho et.al. ( 1991, dalam Hafis, 1992), setiap hari ditemukan 1600 ekor sapi dan 400 ekor kambing digembalakan secara liar di kawasan Baluran bagian utara. Padahal daya dukung savana diduga di bawah jumlah ternak yang digembalakan, sehingga terjadi overgrazing area yang keras dan mengancam kelestarian ekosistem savana tersebut. Hasil pengamatan inventarisasi penggembalaan liar tahun 2004, jumlah ternak yang setiap harinya digembalakan di dalam kawasan Taman Nasional Baluran berkisar 2200 ekor sapi dan 592 ekor kambing/domba. Dampak dari kegiatan penggembalaan liar antara lain yaitu : mengganggu secara estetika kawasan, membawa pengaruh negatif terhadap satwa liar (banteng,rusa, dll.), kotoran sapi mencemari pantai, terbentuknya jalur-jalur jalan setapak oleh manusia, indikasi penyebaran invasi Acacia nilotica ke lokasi yang lain, peluang akan terjadinya erosi di lahan lahan miring karena kurangnya porositas tanah akibat injakan kaki ternak yang telah memadatkan tanah. Banyak usaha yang telah dilakukan dalam mencegah masuknya penggembalaan liar di Taman Nasional Baluran yaitu dengan penyuluhan, pemberian bibit rumput pakan ternak untuk dibudidayakan tetapi hasilnya masih tidak signifikan. Walaupun dampak penggembalaan liar tidak begitu nyata, akan tetapi lambat laun kondisi kawasan yang seharusnya dijaga kelestarian dan keasliannya maka akan mengalami perubahan fungsi dan ekosistem dengan serius akan mengubah Taman Nasional Baluran menjadi penggembalaan ternak domestik. Salah satu akibatnya maka satwa liar akan terusir karena adanya persaingan dengan ternak dan aktivitas penggembala yang masuk ke dalam kawasan Taman nasional Baluran.

121

Ekologi Manusia

Taman Nasional Baluran tengah melakukan kegiatan pembinaan habitat dan rehabilitasi savana Bekol. Kegiatan tersebut meliputi penanaman pohon shelter, penanaman rumput pakan satwa dan pemberantasan gulma. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat akan fungsi Taman Nasional Baluran. Salah satunya ialah dengan program SPKP atau Sentra Penyuluh Kehutanan Pedesaan yang merupakan hasil kerjasama antara aparat desa dan pihak Taman Nasional Baluran. Program rutin ini berisi penyuluhan mengenai Taman Nasional Baluran dan peran serta masyarakat dalam melestarikan lingkungan Taman Nasional. Dengan adanya program ini, diharapkan masyarakat dapat mengerti tentang pentingnya keberadaan suatu Taman Nasional bagi seluruh makhlik hidup (flora, fauna, dan manusia) serta menyadarkan masyarakat untuk ikut menjaga, tidak merusak, dan menghargai TN Baluran beserta isinya, karena bagaimanapun juga peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam pelestarian lingkungan Taman Nasional dan begitu juga sebaliknya bahwa peran serta Taman Nasional sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Apabila setiap permasalahan yang ada tidak segera ditangani atau diabaikan maka sangat dimungkinkan dalam waktu yang relatif singkat savanna baluran hanya akan tinggal cerita. 4. KESIMPULAN 1. Masyarakat sekitar khususnya dusun randuagung memanafaatkan sumber daya hasil hutan salah satunya yaitu rumput karena tidak mempunyai lahan sendiri untuk menanam berbagai jenis rumput.
2. Faktor ekonomi yang memaksa masyarakat tersebut untuk masuk ke

dalam kawasan Taman Nasional Baluran dan memanfaatkan sumberdaya hutan secara gratis.
3.

Jenis-jenis rumput yang paling dominan diambil oleh masayarakat Desa Wonorejo adalah dominasi rumput yang disukai satwa yaitu jenis lamuran (Dichantium caricosum), rumput merakan (Themeda arguens), rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput ganepo (Salvinia natans).

122

Ekologi Manusia

4. Keuntungan pemanfaatan rumput di sekitar zona penyangga adalah kawasan pinggir jalan Taman Nasional Baluran menjadi bersih dan juga jika musim kemarau bahan bakar di hutan menjadi tipis atau jarang terjadi kebakaran hutan jika rumput sering diambil. Kerugiannya adalah mengganggu aktivitas satwa yang ada di Taman Naisonal Baluran, dan tidak menutup kemungkinan juga mereka mengambil jenis hayati selain rumput.

123

Ekologi Manusia

Judul

PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA SEKITAR TAMAN NASIONAL BALURAN JAWA TIMUR

Oleh

Hanna Mediarty Hendriks (140410080090)

1. LATAR BELAKANG Hutan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi baik flora maupun fauna, di dalamnya memiliki berbagai manfaat. Pemanfaatan hutan dapat dikelompokkan menjadi manfaat tangible maupun manfaat intangible. Sistem kawasan konservasi Indonesia, mencakup taman nasional dan jenis-jenis kawasan konservasi lainnya, memberikan manfaat yang tak ternilai dan sangat penting (Merrill dan Elfian 2001). Beberapa manfaat tersebut dikategorikan oleh Dixon dan Sherman (1990) antara lain : manfaat rekreasi, perlindungan daerah aliran, proses ekologis, keragaman hayati, pendidikan dan penelitian, manfaat konsumtif, manfaat non konsumtif serta nilai-nilai masa depan. Paradigma pemanfaatan sumberdaya alam hayati seharusnya tidak hanya dibatasi pada pemanfaatan jasa hutan dan lingkungannya semata, melainkan juga harus dimungkinkan pemanfaatan bentuk lain yang secara nyata mampu berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat tanpa mengganggu fungsi kawasan secara keseluruhan Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubugan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Hubungan ini sangat erat dam kompleks sehingga Odum (1971) menyatakan bahwa ekologi adalah biologi lingkungan (environmental biology). (Sumber: Herri Y.2005) Ekologi pedesaan adalah cabang ekologi yang khusus mempelajari masyarakat atau ekosistem di pedesaan. Pengertian pedesaan dengan masyarakatnyasangatlah luas, sehingga desa dapat dipelajari oleh berbagai disiplin ilmu sosial maupun eksakta. Pengetahuan yang di pelajari meliputi

124

Ekologi Manusia

struktur dan fungsi dari berbagai bentuk lahan budidaya di berbagai daerah pedesaan di Indonesia dan luar negri, khususnya pada bentuk pertanian yang telah berkembang lama (tradisional). (sumber: Herry Y.2005) 2. METODE PENELITIAN 2.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pengamatan : - alat tulis menulis - buku catatan - camera 2.2 Metode Penelitian Responden Pemilihan respondem dilakukan secara acak di Desa Wonorejo Dusun Randuagung dan petugas pengelola Taman Nasional. Banyaknya sampel yang diambil 15 responden yang terdiri atas responden kunci (key informan) 2 orang yaitu Kepala Desa Wonorejo, Kepala Dusun Randuagung; 3 orang petugas pengelola Taman Nasional yaitu bagian Badan Penyuluhan, Pengendali Ekosistem Hutan dan Polisi Kehutanan. Pemanfaatan hasil hutan pada penelitian di luar pemanfaatan untuk penggunaan obat-obatan. Jenis data yang akan diambil terdiri dari dua jenis data yaitu data utama dan data penunjang. Data utama berupa : a. Karakteristik masyarakat pemanfaat sumber daya hutan (umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, mata pencaharian) b. Jenis sumber daya hutan yang dimanfaatkan c. Lokasi pemanfaatan sumber daya hutan di TN Baluran d. Cara pengambilan sumber daya hutan dari kawasan TN Baluran e. Harga pasar sumber daya hutan f. Harapan dari berbagai pihak dengan keberadaan taman nasional Data penunjang berupa : a. Kondisi umum lokasi penelitian

125

Ekologi Manusia

b. Kondisi sosial ekonomi lokasi penelitian c. Peta-peta TN Baluran d. Laporan- laporan berkaitan dengan penelitian 2.3 Pengumpulan Data Pengumpulan data diambil melalui hasil observasi secara langsung, yaitu melalui pengamatan dan wawancara. Dari hasil data tersebut dimaksud untuk mengetahui pemanfaatan sumber daya hutan bagi masyarakat Desa Wonorejo, Dusun Randuagung. Pengumpulan data dilakukan dengan cara : a. Observasi langsung Observasi langsung dilakukan dengan mengamati sumber daya hutan yang diperoleh di lapangan dan pengamatan perilaku masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya hutan. Selain itu observasi langsung ini dilakukan untuk mengetahui lokasi-lokasi pemanfaatan sumber daya hutan dalam kawasan Taman Nasional Baluran serta memetakannya di dalam peta kawasan Taman Nasional Baluran. Observasi langsung dilengkapi juga dengan pengambilan dokumentasi mengenai aktivitas pemanfaatan sumber daya hutan. b. Wawancara Wawancara dilakukan secara langsung, sehingga segala hal yang tidak tercantum dalam kuisioner, tapi dianggap penting dapat ditanyakan. Dalam pengumpulan data ini telah diwawancarai sebanyak 10 orang pemanfaat sumber daya hutan yang berasal dari atau tinggal dalam Desa Wonorejo tepatnya Dusun Randuagung. Pemanfaat sumber daya hutan tersebut diketahui dari informasi yang ditanyakan sebelumnya terhadap para informan baik itu perangkat desa, tokoh masyarakat maupun petugas Taman Nasional Baluran bahkan dari pemanfaat sumber daya hutan. 2.4 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi pengamatan dilakukan di Desa Wonorejo, Dusun Randuagung sekitar kawasan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Penelitian ini akan

126

Ekologi Manusia

dilakukan dari tanggal 5 Mei sampai tanggal 13 Mei 2011 namun di lapangan hanya akan berlangsung selama 5 hari dari tanggal 7 Mei sampai tanggal 11 Mei 20011. 2.5 Obyek Penelitian Obyek yang diteliti adalah masyarakat yang tinggal di Desa Wonorejo Dusun Randuagung Taman Nasional Baluran yang memanfaatkan sumberdaya hutan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Pemanfaat Sumberdaya Hutan Karakteristik pemanfaat sumber daya hayati hutan pada satu desa yaitu Desa Wonorejo dan satu dusun yaitu Dusun Randuagung. Penelitian disajikan dalam bentuk tabel (tabulasi) yang meliputi umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian. 3.1.1 Umur Umur pemanfaat sumber daya hayati hutan berkisar antara 18 - 75 tahun. Berikut perincian data di bagi menjadi 5 kelompok yaiutu 18 - 29 tahun, 30 - 41 tahun, 42 - 53 tahun, 54 - 65 tahun, dan 66 - 75 tahun (tabel 1). Tabel 1. Umur Pemanfaat Sumber Daya Hutan NO. 1. 2. 3. 4. 5. Umur 18-29 30-41 42-53 54-65 66-75 Jumlah Jumlah 1 4 1 3 1 10 Persen (%) 10 % 40 % 10 % 30 % 10 % 100 %

127

Ekologi Manusia

3.1.2

Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga pemanfaat sumber daya hayati hutan berkisar

antara 3-8 orang (tabel 2) . Tabel 2. Jumlah Anggota Keluarga Pemanfaat Sumberdaya Hutan NO. 1. 2. 3. Jumlah anggota 3-4 5-6 7-8 Jumlah Jumlah 6 1 3 10 Persen (%) 60 % 10 % 30 % 100 %

3.1.3

Tingkat Pendidikan Sebagian besar pemanfaat sumber daya hayati hutan berlatar belakang

pendidikan Sekolah Dasar (baik tamat maupun tidak tamat) yaitu sebesar 70% (tabel 3). Ada pula 1 diantara responden yang sekolah dan sudah tamat SMA. Tabel 3. Tingkat Pendidikan Pemanfaat Sumberdaya Hutan No. 1. 2. 3. 4. 5. Tingkat Pendidikan terakhir Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Jumlah Jumlah 1 4 3 1 1 10 Persen (%) 10 % 40 % 30 % 10 % 10 % 100 %

3.1.4

Mata Pencaharian Dalam penelitian ini, perolehan data hasil wawancara bahwa mata

pencaharian pemanfaat sumber daya hayati hutan yaitu petani, buruh tani dan
128

Ekologi Manusia

wiraswasta. Petani adalah orang yang memiliki dan mengelola lahan baik itu lahan sendiri, lahan milik maupun lahan garapan. Sedangkan buruh tani tidak memiliki lahan, tidak menyewa lahan dan juga tidak menggarap lahan orang lain. Aktivitas pertanian yang dilakukan buruh tani hanya bila permintaan dari pemilik lahan. Upah bagi seorang buruh tani di daerah sekitar Taman Nasional Baluran berkisar antara Rp. 10.000,00 sampai Rp. 60.000,00 per hari. Tabel 4. Mata Pencaharian Pemanfaat Sumber Daya Hutan No. 1. 2. 3. Mata pencaharian Petani Buruh tani Wiraswasta Jumlah Jumlah 4 5 1 10 Persen (%) 40 % 50 % 10 % 100 %

3.2

Sosial Ekonomi Responden Sebagian besar mata pencaharian sepuluh responden warga masyarakat

Desa Wonorejo, Dusun Randuagung sekitar kawasan Taman Nasional adalah buruh tani, petani dan wiraswasta yang menjadi pekerjaan utama mereka dan jarang diantara mereka mempunyai pekerjaan sampingan, kalau ada pula hanya sebagian kecil. Pendapatan sehari mereka peroleh sekitar 20.000,- hingga 60.000,perhari tergantung pula pesanan dan hasil yang mereka ambil.

3.3

Interaksi

Masyarakat

Desa

dengan

Taman

Nasional

dalam

Pemanfaatan Sumber Daya Hutan Di dalam kawasan ini terdapat sekitar 444 jenis tumbuhan yang tergolong ke dalam 87 familia meliputi 24 jenis tumbuhan eksotik, 265 jenis tumbuhan penghasil obat dan 37 jenis merupakan tumbuhan yang hidup pada ekosistem mangrove.

129

Ekologi Manusia

Secara garis besar keanekaragaman fauna dalam kawasan TN Baluran dapat dikelompokkan kedalam ordo mamalia (28 jenis), aves (155 jenis), pisces dan reptilia. Dari jenis-jenis yang diketahui tersebut 47 jenis merupakan satwa yang dilindungi undang-undang yaitu insektivora 5 jenis, karnivora 5 jenis, herbivora 4 jenis, burung 32 jenis dan reptilia 1 jenis. Jenis-jenis Sumber Daya Hayati Hutan yang Dimanfaatkan Masyarakat memanfaatkan beberapa jenis sumber daya hutan dengan persentase pemanfaat yang berbeda. Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar memanfatkan lebih dari satu jenis sumber daya hutan. Kelompok rumputrumputan adalah jenis yang paling banyak dimanfaatkan pemanfaat. Besarnya persentase pemanfaat rumput menandakan tingginya interaksi masyarakat dengan hutan dalam hal ini kebutuhan akan pakan ternak . Jenis Sumber Daya Hayati Yang Bisa Dimanfaatkan Namun Tidak Diambil Oleh Pemanfaat: Beberapa termasuk jenis buah-buahan yang sebenarnya bisa dimanfaatkan dari kawasan zona pemanfaatan sumber daya hutan taman nasional namun pemanfaat tidak memanfaatkan atau mengambilnya, diantaranya anggur hutan, belimbing wulu, kalak, mojo, pisang batu dan rokem. Tabel 5. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Persentase Sumber Daya Hutan yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Jenis Sumber Daya Hutan Akasia biji Arabica Asam Bambu rotan Berambang daun Cabe hijau Camellia Gadung Total 4 8 6 6 8 7 4 Persen (%) 40 80 60 60 80 70 40

130

Ekologi Manusia

8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29 30. 31. 32. 33. 34. 35.

Gamal Gebang Jagung Jati Janti Kacang ijo Kayu pahit Kemiri Kesambi Klerek/lerak Koro Kroto Lamtoro Pejalin Rambanan Rumput alang-alang Rumput gajah Rumput jarong Rumput kolonjono Rumput lamuran biasa Rumput lamuran putih Rumput merakan Rumput padi-padian Talok Tengkulak Tauge Ule Bekicot
131

6 5 6 7 6 4 6 5 3 2 4 2 7 7 8 8 9 8 8 8 8 8 8 6 4 4 4 6

60 50 60 70 60 40 60 50 30 20 40 20 70 60 80 80 90 80 80 80 80 80 80 60 40 40 40 60

Ekologi Manusia

36. 37. 38.

Lebah Semut Siput

3 3 6

30 30 60

Tabel 6. Jenis Sumber Daya Hutan beserta waktu musiman


No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. SDH Akasia Asam Bambu rotan Berambang Cabe hijau Camelia Gadung Gebang/daun kebol Gebang/biji Kelanting Jagung Jati Kemiri Kesambi Koro Kroto Lamtoro rambanan Rumput alang alang* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * Jan Feb Mar Apr Mei Jun * * * * * * Jul * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * Agus * * * * * * * * * * * * Sep * Okt Nov Des

Rumput gajah Rumput jarong Rumput

132

Ekologi Manusia

kolonjono 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. Rumput lamuran biasa Rumput lamuran putih Rumput merakan Rumput padian Talok Walikukun Tengkulak Tauge Ule Bekicot Lebah Semut Siput * * * * * * * * padi* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Lokasi Pemanfaatan Lokasi pemanfaatan bagi masyarakat pemanfaat yang mengambil sumber daya hayati hutan sebenarnya ialah hanya 1-3 Km dari pintu masuk Taman Nasional masih merupakan zona pemanfaatan yang sudah disepakati petugas untuk masyarakat memanfaatkannya dengan aturan yang berlaku. Cara Pengambilan/Pemanfaatan Hutan Cara pengambilan/pemanfaatan hutan yang dilakukan berbeda-beda untuk masing-masing jenis-jenis tumbuhan sumber daya hayati hutan yang didapat. Menurut hasil wawancara beberapa orang responden ialah dengan mengambil kayu bakar yang sudah kering atau mati dan tidak mengambil yang masih hidup dan pohon besar, mengumpulkan ranting-ranting kering atau batang kayu pohon

133

Ekologi Manusia

yang tidak layak dan bisa diambil, mengambil rumput-rumput liar dan rambanan yang bisa diambil dengan lokasi yang masih wilayah pemanfaat bisa memanfaatkannya, mengumpulkan dengan memungutnya buah asam yang sudah jatuh matang dan tidak mengambil apabila masih di atas pohon tersebut serta buah kemiri dan buah kerelek. Tujuan Pemanfaatan Tujuan pemanfaatan juga berbeda-beda untuk setiap jenis tumbuhan untuk memberikan makan ternak bagi pengambilan jenis kelompok rumput, bahan bakar masak atau bangunan bagi pemanfaat jenis kelompok kayu bakar, atau dapat di perdagangkan bagi pemanfaat buah asam, buah kemiri, gebang, gadung dan sejenisnya atau dapat sebagai bahan baku masakan. Buah biji akasia kecambahnya dapat dimanfaatkan sebagai bumbu bahkan sayuran dicampurkan dengan bahan masakan lainnya. Musim Pemanfaatan Musim pemanfaatan juga tergantung kondisi cuaca dan pertumbuhan dari sumber daya hayati hutan yang dapat dimanfaatkan dari awal, pertengahan hingga akhir musim tahun dari musim kemarau hingga musim hujan. Diantaranya yang mengalami musiman waktu sepanjang tahun ada rumput, rambanan, kayu bakar, daun gebang serta bijinya da kroto. Buah asam mengalami pemusiman dari bulan Juni hingga bulan Agustus. Biji akasia tumbuh sekitar musim bulan Juni hingga September, jika sudah melewati masa pemusiman tumbuhan akasia akan mati. Buah gadung mengalami pemusiman 2 bulan dari bulan September hingga Oktober dan buah kemiri mengalami musiman 3 bulan dari bulan September hingga November. Tabel 7. Rata-rata Harga Tiap Jenis Sumber Daya Hutan Taman Nasional
No. Jenis Sumber Daya Hasil Hutan Nilai sumber daya hutan (Rp) Satuan (unit)

134

Ekologi Manusia

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Biji akasia (Arabica) Buah asam Biji gebang (kelanting) Daun gebang (kebol) Gadung Madu Rambanan Kelompok Rumput Kelompok Kayu bakar Kroto Kemiri

5.500,8.000,7.500,5.000,6.500,23.000,8.500,10.500,15.000,5.500,7.000,-

Kilogram Kilogram Kilogram Kilogram Kilogram Botol Ikat Sak Ikat Ons Kilogram

3.4

Persepsi Para Pihak Mengenai Pemanfaatan Sumberdaya Hutan

3.4.1 Persepsi dan Harapan Masyarakat dengan Keberadaan Taman Nasional Persepsi masyarakat diketahui dengan melakukan wawancara kepada pemanfaat sumberdaya hutan TN Baluran yang memiliki ketergantungan dengan kawasan tersebut. Pertanyaan diawali dengan pengetahuan tentang Taman Nasional Baluran di dekat tempat tinggalnya. Pengetahuan yang dimaksud tidak dibatasi pada istilah taman nasional saja tetapi tergantung dari istilah yang diketahui. Selanjutnya menyangkut persepsi mereka tentang larangan-larangan dalam pemanfaatan sumber daya hutan Taman Nasional Baluran. Selain itu, ditanyakan mengenai harapan-harapan mereka dengan keberadaan TN Baluran. Secara tidak langsung, persepsi masyarakat juga meliputi persepsi sumberdaya alam di dalamnya, dan tentang pengelola atau petugas-petugas taman nasional. Di zaman dahulu sangat diperketat larangan untuk masuk kawasan hutan taman nasional sehingga para pelanggar banyak yang membuat aksi yang sangat merugikan akan keberadaan taman nasional serta para petugasnya, misalnya dengan sengaja membakar hutan di beberapa tempat.

135

Ekologi Manusia

Tabel 8. Persepsi Pemanfaat Sumber Daya Hutan No. Persepsi Pemanfaat Sumber Daya Hutan Jumlah Persen (%) 1. Pengetahuan mengenai keberadaan Taman Nasional Baluran * Mengenal istilah taman nasional * Tidak mengenal istilah taman nasional 2. Larangan-larangan dalam pemanfaatan sumber daya hutan Taman Nasional Baluran * Pemanfaatan sumber daya hutan merupakan kegiatan yang tidak diperbolehkan * Pemanfaatan sumber daya hutan merupakan kegiatan yang diperbolehkan 3. Harapan dengan Keberadaan Taman Nasional Baluran * mengemukakan harapan * Tidak mengemukakan harapan 8 2 80 20 2 20 8 80 8 2 80 20

3.4.2

Persepsi Pengelola Taman Nasional Baluran Para petugas atau pengelola Taman Nasional Baluran mengetahui adanya

pemanfaatan Sumber daya hutan yang dilakukan masyarakat desa wonorejo di dalam kawasan Taman Nasional Baluran. Hal ini mereka anggap sebagai tindakan yang jelas tidak diperbolehkan. Karena status dari taman nasional itu sendiri yang dapat mengancam kelestarian dan menimbulkan kerusakan Sumber daya hutan taman nasional. Mereka pun mengemukakan berbagai konteks kerusakan yang terjadi selama ini dengan adanya pemanfaatan sumber daya hutan, diantaranya ekosistem dan habitat satwa menjadi rusak, menimbulkan kebakaran hutan,

136

Ekologi Manusia

memicu perburuan liar, memicu pencurian dan penjarahan sumber daya hutan baik kayu maupun non kayu yang tidak terkendali. Dalam skala pemanfaatan yang ringan, petugas atau pengelola akan memberikan pengarahan dan peringatan terhadap pengambil sumber daya hutan oleh Pengendali Ekosistem Hutan dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Penyuluhan, tetapi jika pemanfaatan yang dilakukan dalam skala yang berat seperti pengambil kayu rimba, pengambil daun gebang dengan alat atau pengambilan langsung kontak, madu dengan pengasapan dengan kondisi kering dan pengambil yang tidak terkendali maka petugas tidak segan untuk memprosesnya sesuai dengan hukum yang berlaku yang dibantu oleh Polisi Kehutanan. 4. KESIMPULAN 1. Pada kelompok umur, persentase pemanfaat sumberdaya hutan terbesar didominasi oleh pemanfaat dengan usia 30-41 tahun yaitu sebesar 40%. Pemanfaat sumber daya hutan sebanyak 60% memiliki jumlah anggota keluarga 3-4 orang. Sebagian besar pemanfaat sumber daya hutan berlatar belakang Sekolah Dasar (baik tamat maupun tidak tamat) sebesar 70%. Pemanfaat sumber daya hutan tertinggi bermata pencaharian sebagai buruh tani (50%). Sebanyak 46,00% pemanfaat sumber daya hutan memiliki pendapatan sumber daya hutan sebesar Rp. 30.000,00 sampai Rp. 60.000,00/hari. 2. Jenis-jenis sumber daya hutan dan persentase pemanfaat Desa Wonorejo, Dusun Randuagung Taman Nasional Baluran antara lain Akasia (40%), Asam (80%), Bambu rotan (60%), Berambang (60%), Cabe hijau (60%), Kelompok jenis kayu bakar (60 70%), Kelompok jenis rumput (80 90%), Rambanan (80%), Gadung (40%), Gebang / daun kebol (50%), Gebang / biji kelanting (40%), Jagung (60%), Kacang ijo (40%), Kemiri (50%), Koro (40%), Kroto (30%), Tengkulak (40%), ule (40%), Lebah madu (30%), bekicot (60%), siput (60%) 3. Terdapat beberapa perbedaan persepsi antara masyarakat yang memanfaatkan sumber daya hutan dalam kawasan Taman Nasional Baluran dengan pengelola kawasan Taman Nasional Baluran. Perbedaan
137

Ekologi Manusia

persepsi ini sangat bertentangan dengan harapan para pihak khususnya masyarakat pemanfaat sumber daya hutan Taman Nasional Baluran. Karena status dari taman nasional tersebut yang sangat tidak sesuai bagi para pemanfaat dan kondisi ekonomi masyarakat Desa Wonorejo pula yang memaksa mereka harus menjadi seorang pemanfaat di kawasan Taman Nasional Baluran.

138

Ekologi Manusia

Daftar Pustaka Alikodra HS. 1985. Peranan Pengembangan Wisata Alam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Bagi Masyarakat Sekitarnya. Makalah Penunjang dalam Rangka HAPKA Fakultas Kehutanan IPB, 3-4 September 1985. Alikodra, 2002. Pengelolaa Satwa Liar. Bogor: IPB. Anonim 1995. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Baluran : Buku I (Periode Tahun 1995-2020). Banyuwangi : Proyek Pengembangan Taman Nasional Baluran. Anonymous1. 2011. Interaksi. http://id.wikipedia.org/wiki/Interaksi// Diakses

pada Minggu, 6 Maret 2011 pukul 18.00 WIB. Anonymous2. 1999. Rancangan pencabutan seedling/anakan hasil pembongkaran secara mekanis, 150 ha di Savana Bekol. Taman Nasional Baluran. Reboisasi Taman Nasional Baluran. Anonymous3. 2011. Prohati Acacia nilotica (L.) Willd. Ex Del.

http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=336// pada Minggu, 6 Maret 2011 pukul 17.35 WIB.

Diakses

Anonymous4. 1982. Pedoman Pola Pengelolaan Ekosistem Taman Nasional. Bogor : Proyek Pembinaan Kelestarian Sumberdaya Alam Hayati. Anonymous5. 1990. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya. Jakarta : Departemen Kehutanan. Arif P dkk, 2004. Plot Pengamatan Rumput, PEH Taman Nasional Baluran. Budi Utomo, 1997. Studi Produktivitas Savana Bekol. Malang.

139

Ekologi Manusia

_____. 2007.Secuil Afrika di Jawa ( Sekilas Potensi Wisata Taman. Nasional Baluran). Banyuwangi : Balai Taman Nasional Baluran. Berkes, F.M. and T.Farvar. 1989. Introduction and Overview, dalam In Common Proverty Resources: Ecology and Community Based Sustainable Development, F.Berkes (ed). London: Belhaven Press. Brenan, J.P.M. 1983. Manual on taxonomi of four species of Acacia (A. albida, A. Senegal, A.nilotica, A. tortilis). Rome: FAO, pp. 20-24. Common Proverty Resources: Ecology and Community-Based Sustainable Development. London: Belhaven Press. Danim, S. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung : Penerbit Pustaka Setia. Dixon JA, Sherman. 1990. Economic of Protected Areas : A New Look at Benefits and Cost. Washington D. C : Island Press Djufri. 2004. REVIEW: di Acacia Taman nilotica (L.) Willd. Baluran ex Del. dan

Permasalahannya

Nasional

Jawa

Timur.

Biodiversitas. 5(2):96-104. Djufri. 2005. Analisis Vegetasi Pada Tegakan yang Terinvasi Akasia (Acacia nilotica) di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Firmansyah I. 2004. Studi Ekonomi Rumah Tangga Penyadap Getah Pinus (Pinus merkusii, Jungh et De Vriese) dan Ketergantungannya Terhadap Sumberdaya Hutan di RPH Cinagara BKPH Bogor KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten [Skripsi]. Bogor : IPB, Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Gibbs, C.J.N, and D.W. Bromley. 1989. Institutional Arrangements for Management of Rural Resources : Common-Property regimes dalam In Anggorodi, A.A.T. 2009. Cara Jenis-Jenis Ikan Ekonomis oleh dan Pemanfaatannya serta Penangkapannya Nelayan

Pangandaran. FMIPA Universitas Padjadjaran. Bandung

140

Ekologi Manusia

Hadikusumah, Y. Herri. 2005. Ekologi Pedesaan. Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Hartono. 2008. Mencari Bentuk Pengelolaan Taman Nasional Model Sebuah Tinjauan Reflektif Praktek Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia. Alas Purwo : Taman Nasional Alas Purwo Hufschmidt MM, James AD, Meister, Bower, Dixon. 1987. Lingkungan Sistem Alami dan Pembangunan, Pedoman penilaian Ekonomis. (Reksohadiprojo, S. Penerjemah). Yogyakarta : Gadjah Mada University Ingold, T. 1992. Culture and Perception of the Environment dalam In Bush Base: Forest Farm, Croll, E and D. Parkin (eds). London and New York: Routledge. Khairunissa, 2008. Manusia dan Lingkungan Hidup. Jakarta : Binus University Press MacKinnon J, K. MacKinnon, G. Child, J. Thorsell. 1993. Pengelolaan Kawasan Yang Dilindungi Di Daerah Tropika (terjemahan). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Malo, Manase dan Sri Trisnoningsih. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : PAU-Ilmu Sosial UI Martin, Gary J. 1995. Ethnobotani: A Methods Manual. London: Chapman & Hall Merrill R, Elfian E. 2003. Memperkuat Pendekatan Partisifatif dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi di Era Transisi dan Otonomi Daerah. Jakarta : Natural Resources Management Program. Muttaqien, H.Z. 2010. Sejarah, Pengertian dan Definisi Konservasi.

http://www.konservasi.co.cc/2010/07/sejarah-pengertian-dandefinisi.html// Diakses pada Minggu, 6 Maret 2011 pukul 17.00 WIB. Nurrochmat, D.R. 2005. Strategi Pengelolaan Hutan dan Upaya Menyelamatkan Rimba yang Tersisa. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

141

Ekologi Manusia

Odum, E.P. 1959. Fundamentals of Ecology. Philadelphia and London: Saunders. Palestin, Bondan. 2006. Memperkenalkan Metode Survei Cepat. http://bondanriset.blogspot.com/2006/10/memperkenalkan-metode-surveicepat.html (diakses 26 Maret 2011) Phillips A. 2002. Indigenous and Local Communities and Protected Areas:Rethinking the Relationship (in Local Communities Protected Area). Gland-Switzerland : IUCN-The World Conservation Union, Nature Bureau, UK Publication Ltd. Rambo, A. T. 1983. Conceptual Approaches to Human Ecology dalam Research Report No.14.Honolulu, Hawaii: East-West Environment and Policy Institute Sabarno, M.Y. 2002. Savana Taman Nasional Baluran. Biodiversitas. 3(1): 207212 Setianingrum SI. 1996. Nilai Manfaat Hasil Hutan bagi Masyarakat Desa di Sekitar Taman Nasional Baluran (Studi Kasus di desa Sumberwaru Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo) [Skripsi]. Bogor : IPB, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan. Setiawan H. 1999. Kajian Tekanan Masyarakat terhadap Taman Nasional Studi Kasus Pemungutan Bambu di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor : IPB, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan. Soekmadi R. 1987. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pencari Kayu Bakar di Taman Nasional Baluran [Skripsi]. Bogor : IPB, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan. Soekmadi R. 1987. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pencari Kayu Bakar di Taman Nasional Baluran [Skripsi]. Bogor : IPB, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan

142

Ekologi Manusia

Solikhah, R. 2010. Dibalik Solusi Pengelolaan Sumber Daya Hutan. http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/?ar_id=NzU0OQ==/ Diakses Pada Selasa, 14 Juni 2011. Sriyanto A. 2005. Pemanfaatan Tradisional di Dalam Kawasan Konservasi. Dalam Materi Pelatihan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati untuk Kepala Seksi Konservasi Balai Taman Nasional dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam : VII Partisipasi Masyarakat. Bogor : Balai Diklat Kehutanan Bogor-CTRC. Suhaeri. 1994. Pengembangan Kelembagaan Taman Nasional Gunung Halimun [Tesis]. Bogor : IPB, Program Pasca Sarjana. Sulistyo dan Basuki. 2006. Metode Penelitian. Wedatama Widya Sastra. Jakarta. Tjitrosemitro, S. 2002. Masalah tumbuhan eksotik di Taman Nasional Baluran dan saran pengendaliannya. Proseding Seminar Nasional TNB I, Jember, Jawa Timur. Tucker,G. et al (2005). Guidelines Biodiversity Asessment and Monitoring for Protected Areas. KMTNC. Kathmandu, Nepal. UNEP-WCMC. Wiratno, Daru I, Ahmad S, Ani K. 2004. Berkaca di Cermin Retak : Refleksi Konservasi dan Implikasi bagi Pengelolaan Taman Nasional. Jakarta : Forest Press, The Gibbon Foundation Indonesia, Departemen Kehutanan dan PILINGO Movement. Yusuf, M. 2010. Potensi Biji Akasia (Acacia nilotica Wild ex Del) Sebagai Bahan Baki Dalam Pembuatan Keju Berprotein Tinggi. Malang : Universitas Negeri Malang Press. Wibisono I. 1997. Studi Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional (Studi Kasus di Taman Nasional Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur [Skripsi]. Bogor : IPB, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan.

143

Ekologi Manusia

Wiratno, Daru I, Ahmad S, Ani K. 2004. Berkaca di Cermin Retak : Refleksi Konservasi dan Implikasi bagi Pengelolaan Taman Nasional. Jakarta : Forest Press, The Gibbon Foundation Indonesia, Departemen Kehutanan dan PILINGO Movement LAMPIRAN TABEL
Tabel 1. Pemanfaatan Sumber Daya Hutan di Taman Nasional Baluran
N o Jenis SDH Organ yang Dimanfaat kan Buah Lokasi Pemanfaat an Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Waktu Pengelola han Pelaku Pemanfa at Cara pengelola han Manfaat Pemasar an

1.

Anggur hutan Belimbin g wulu Kalak

konsumsi

2.

Buah

konsumsi

3.

Buah

konsumsi

4.

Mojo

Buah

konsumsi

5.

Pisang batu Akasia

Buah

konsumsi

6.

Biji

Siang

Bapak

Dijemur

konsumsi sayur, dijual konsumsi bumbu masak, Dijual konsumsi, dijual Dijual

S: 40% K: 60% S: 15% K: 85% S: 40% K: 60% S: 40% K: 60%

7.

Asam

Buah

Siang

Bapak, ibu

Dijemur

8.

Bambu rotan Beramba ng Cabe hijau

Batang kayu, rebung Daun

Siang

Bapak

Dijemur

9.

Siang

Bapak

Dijemur

1 0.

Buah

Siang

Ibu

Dijemur

Konsumsi sebagai bumbu

S: 30%

144

Ekologi Manusia

masak, dijual 1 1. Camellia Batang kayu, daun Zona pemanfaa tan Siang Bapak Dijemur Budidaya kan , kayu bakar, kayu bangunan Dijual

K: 70% S: 40% K: 60%

1 2. 1 3.

Gadung

Umbi

Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan

Siang

Ibu

Di jemur

S: 40% K: 60%

Gamal

Batang kayu, arang

siang

Bapak

Dijemur

Kayu bakar, arang: bahan bangunan , alat pertanian Di jual

S: 30% K: 70%

1 4.

Gebang

Batang kayu, biji kelanting dan daun Buah

Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan

Siang

Bapak

Dijemur

S: 25% K: 75%

1 5. 1 6.

Jagung

Siang

Bapak

Dikarung

konsumsi, dijual Kayu bakar, pakan ternak Kayu bakar dikonsum si, dijual Kayu bakar Bumbu dapur, dikonsum si dan di jual Kayu bakar, bibit lebah madubunga Dijual

S: 30% K: 70% S: 30% K: 70% S: 30% K: 70% S: 40% K: 60% S: 30% K: 70% S: 15% K: 85%

Jati

Batang kayu dan daun Batang kayu Biji buah

Siang

Bapak

Dijemur

1 7. 1 8. 1 9. 2 0.

Janti

Sore

Bapak

Dijemur, diikat Dijemur

Kacang ijo Kayu pahit Kemiri

siang

Ibu

Batang kayu Biji

Sore

Bapak

Dijemur, diikat Dijemur

Siang

Ibu

2 1.

Kesambi

Batang kayu, bunga

Zona pemanfaa tan

Pagi

Ibu

Dijemur

S: 25% K: 75%

2 2.

Klerek/ lerak

Biji

Zona pemanfaa

siang

Ibu

Dijemur

S: 10%

145

Ekologi Manusia

tan 2 3. Koro Biji Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Siang Ibu Dijemur Kacangkacangan dikonsum si, dijual Kayu bakar Bahan Kerajinan dikonsum si -

K: 90% S: 15% K: 85% S: 20% K: 80% S: 20% K: 80% S: 80% K: 20% -

2 4. 2 5. 2 6. 2 7. 2 8. 2 9. 3 0. 3 1. 3 2. 3 3. 3 4. 3 5. 3 6. 3 7.

Lamtoro

Batang kayu dan biji Batang kayu, daun Daun

Sore

Bapak

Dijemur, diikat Dijemur

Pejalin

Pagi

Ibu

Ramban an Rokem

Malam

Bapak

Diikat

Rumput alangalang Rumput gajah Rumput jarong Rumput kolonjon o Rumput lamuran biasa Rumput lamuran putih Rumput merakan Rumput padipadian Talok

Daun

Malam

Bapak, anak laki-laki Bapak

Diikat

Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Kayu bakar Bahan jamu, minuman

S: 30% K: 70% S: 20% K: 70% S: 20% K: 70% S: 20% K: 70% S: 20% K: 70% S: 20% K: 70% S: 20% K: 70% S: 20% K: 70% S: 30% K: 70% S: 30% K: 70%

Daun

Sore

Diikat

Daun

Malam

Bapak

Diikat

Daun

Malam

Bapak

Diikat

Daun

Malam

Bapak

Diikat

Daun

Malam

Bapak

Diikat

Daun

Malam

Bapak

Diikat

Daun

Sore

Bapak

Diikat

Batang kayu Batang

Sore

Bapak

Diikat

Tengkula k

Pagi

Ibu

Dijemur

146

Ekologi Manusia

3 8. 3 9. 4 0. 4 1.

Tauge

Kecambah

Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan

Pagi

Ibu

Dijemur

Sayursayuran Bahan Jamu Kayu bakar Kripik, lauk makan dikonsum si, dijual Dikonsims i, dijual dijual

S: 35% K: 65% S: 30% K: 70% S: 30% K: 70% S: 35% K: 65%

Ule

Daun

Pagi

Ibu

Dijemur

Walikuku n Bekicot

Batang kayu Tubuhnya

Sore

Bapak

Diikat

Sore

Bapak

Dijemur

4 2. 4 3. 4 4.

Lebah

Madu

Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan

Sore

Bapak

Diperas, disaring Dijemur

S: 30% K:70% S: 35% K: 65 %

Semut

Kroto/ angkrang Tubuhnya

Siang

Ibu

Siput

Siang

Bapak, ibu

Direndam, direbus atau dijemur

Kripik, lauk makan dikonsum si, dijual

S: 35% K: 65%

Tabel

2.

Pemanfaatan

Sumber

Daya

Hutan

yang

biasa

dimanfaatkan dan diambil di kawasan Taman Nasional Baluran


No . Jenis SDH Organ yang Dimanfaat kan Biji Lokasi Pemanfaat an Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Waktu Pengelola han Siang Pelaku Pemanfa at Bapak Cara pengelola han Dijemur Manfaat Pemasar an

1.

Akasia

konsumsi sayur, dijual konsumsi bumbu masak, Dijual konsumsi, dijual Dijual

S: 40% K: 60% S: 15% K: 85% S: 40% K: 60% S: 40% K: 60%

2.

Asam

Buah

Siang

Bapak, ibu

Dijemur

3.

Bambu rotan Beramba ng

Batang kayu, rebung Daun

Siang

Bapak

Dijemur

4.

Siang

Bapak

Dijemur

147

Ekologi Manusia

5.

Cabe hijau

Buah

Zona pemanfaa tan

Siang

Ibu

Dijemur

Konsumsi sebagai bumbu masak, dijual Budidaya kan , kayu bakar, kayu bangunan Dijual

S: 30% K: 70%

6.

Camellia

Batang kayu, daun

Zona pemanfaa tan

Siang

Bapak

Dijemur

S: 40% K: 60%

7.

Gadung

Umbi

Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan

Siang

Ibu

Di jemur

S: 40% K: 60%

8.

Gamal

Batang kayu, arang

Siang

Bapak

Dijemur

Kayu bakar, arang: bahan bangunan , alat pertanian Di jual

S: 30% K: 70%

9.

Gebang

Batang kayu, biji kelanting dan daun Buah

Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan

Siang

Bapak

Dijemur

S: 25% K: 75%

10 . 11 .

Jagung

Siang

Bapak

Dikarung

konsumsi, dijual Kayu bakar, pakan ternak Kayu bakar dikonsum si, dijual Kayu bakar Bumbu dapur, dikonsum si dan di jual Kayu bakar, bibit lebah madubunga

S: 30% K: 70% S: 30% K: 70% S: 30% K: 70% S: 40% K: 60% S: 30% K: 70% S: 15% K: 85%

Jati

Batang kayu dan daun Batang kayu Biji buah

Siang

Bapak

Dijemur

12 . 13 . 14 . 15 .

Janti

Sore

Bapak

Dijemur, diikat Dijemur

Kacang ijo Kayu pahit Kemiri

Siang

Ibu

Batang kayu Biji

Sore

Bapak

Dijemur, diikat Dijemur

Siang

Ibu

16 .

Kesambi

Batang kayu, bunga

Zona pemanfaa tan

Pagi

Ibu

Dijemur

S: 25% K: 75%

148

Ekologi Manusia

17 . 18 .

Klerek/ lerak Koro

biji

Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa

Siang

Ibu

Dijemur

Dijual

S: 10% K: 90%

Biji

Siang

Ibu

Dijemur

Kacangkacangan dikonsum si, dijual Kayu bakar Bahan Kerajinan dikonsum si Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Kayu bakar Bahan jamu, minuman Sayur-

S: 15% K: 85% S: 20% K: 80% S: 20% K: 80% S: 80% K: 20% S: 30% K: 70% S: 20% K: 70% S: 20% K: 70% S: 20% K: 70% S: 20% K: 70% S: 20% K: 70% S: 20% K: 70% S: 20% K: 70% S: 30% K: 70% S: 30% K: 70% S: 35%

19 . 20 . 21 . 22 . 23 . 24 . 25 . 26 . 27 . 28 . 29 . 30 . 31 . 32 .

Lamtoro

Batang kayu dan biji Batang kayu, daun Daun

Sore

Bapak

Dijemur, diikat Dijemur

Pejalin

Pagi

Ibu

Ramban an Rumput alangalang Rumput gajah Rumput jarong Rumput kolonjon o Rumput lamuran biasa Rumput lamuran putih Rumput merakan Rumput padipadian Talok

Malam

Bapak

Diikat

Daun

Malam

Bapak, anak laki-laki Bapak

Diikat

Daun

Sore

Diikat

Daun

Malam

Bapak

Diikat

Daun

Malam

Bapak

Diikat

Daun

Malam

Bapak

Diikat

Daun

Malam

Bapak

Diikat

Daun

Malam

Bapak

Diikat

Daun

Sore

Bapak

Diikat

Batang kayu Batang

Sore

Bapak

Diikat

Tengkula k Tauge

Pagi

Ibu

Dijemur

Kecambah

Pagi

Ibu

Dijemur

149

Ekologi Manusia

tan 33 . 34 . 35 . Ule Daun Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Pagi Ibu Dijemur

sayuran Bahan Jamu Kayu bakar Kripik, lauk makan dikonsum si, dijual Dikonsims i, dijual dijual

K: 65% S: 30% K: 70% S: 30% K: 70% S: 35% K: 65%

Walikuku n Bekicot

Batang kayu Tubuhnya

Sore

Bapak

Diikat

Sore

Bapak

Dijemur

36 . 37 . 38 .

Lebah

Madu

Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan

Sore

Bapak

Diperas, disaring Dijemur

S: 30% K:70% S: 35% K: 65 %

Semut

Kroto/ angkrang Tubuhnya

Siang

Ibu

Siput

Siang

Bapak, ibu

Direndam, direbus atau dijemur

Kripik, lauk makan dikonsum si, dijual

S: 35% K: 65%

Tabel 3. Jenis Sumber Daya Hayati Yang Bisa Dimanfaatkan Namun Tidak Diambil Oleh Pemanfaat.
No . Jenis SDH Organ yang Dimanfaat kan Buah Lokasi Pemanfaat an Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa tan Zona pemanfaa Waktu Pengelola han Pelaku Pemanfa at Cara pengelola han Manfaa t Pemasar an

1.

Anggur hutan Belimbi ng wulu Kalak

konsu msi konsu msi konsu msi konsu msi konsu msi

2.

Buah

3.

Buah

4.

Mojo

Buah

5.

Pisang batu

Buah

150

Ekologi Manusia

tan 6. Rokem Zona pemanfaa tan -

Keterangan Jenis Sumber Daya Hutan : Di dalam kawasan ini terdapat sekitar 444 jenis tumbuhan yang tergolong ke dalam 87 familia meliputi 24 jenis tumbuhan eksotik, 265 jenis tumbuhan penghasil obat dan 37 jenis merupakan tumbuhan yang hidup pada ekosistem mangrove. Perbandingan jenis tumbuhan yang ada di zona pemanfaatan di hutan taman nasional dengan jenis tumbuhan yang biasa dimanfaatkan yang diambil dan tidak diambil : Jumlah jenis tumbuhan yang biasa dimanfaatkan 100 % Jumlah jenis yang ada di taman nasional 44 100 % = 9.91 % 444 Jumlah jenis tumbuhan yang biasa dimanfaatkan dan diambil 100% Jumlah jenis yang ada di taman nasional 38 100 % = 8.56 % 444 Jadi, hanya 7.21 % jenis sumber daya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat namun tidak semua yang diambil. Dan 5.85 % hasil jumlah presentasi bahwa jenis tumbuhan dan hewan yang diambil dan dimanfaatkan. Keterangan Pelaku Pemanfaat : Bapak : 23 100 = 60.53 % 38 Ibu : 12

151

Ekologi Manusia

100 = 31.58 % 38 Bapak+ibu :2 100 = 5.26 % 38 Bapak+anak (Lk) :1 100 = 2.63 % 38 = 38 => 60.53% + 31.58% + 5.26% + 2.63% = 100% Ini menunjukan bahwa seorang bapak sangat berperan sebagai pekerja pemanfaat daripada seorang ibu beserta anaknya. Keterangan waktu pengelolahan : ( bedasarkan 32 jenis sumber daya) Pagi :5 100 % = 13.16 % 38 Siang : 18 100 % = 47.37 % 38 Sore : 10 100 % = 26.31 % 38 Malam : 5 100 % = 13.16 % 38 13.16% + 47.37% + 26.31% + 13.16% = 100% Jadi, bedasarkan hasil presentasi diatas bahwa lebih banyak pemanfaat melakukan waktu pengelolahan pada siang hari dan jarang dilakukan pada pagi dan malam hari karena pagi hari mereka baru mulai bekerja dan malam hari mungkin dimanfaatkan untuk istirahat setelah seharian bekerja. Keterangan Pemasaran :

152

Ekologi Manusia

S = Subtensi (%) K = komersial (%) Jadi, hasil tabel diatas menunjukan bahwa komersial persentasi lebih besar daripada subtensi berarti rata-rata sumber daya hutan yang dimanfaatkan untuk diperdagangkan.

LAMPIRAN GAMBAR
Suasana wawancara

153

Ekologi Manusia

Foto-foto perwakilan dari beberapa responden:

Kepala Desa Bpk. Kusmadi Dusun Bpk. David

Polisi Hutan Bpk. Hendri

Kepala

Pemanfaat Akasia Ibu Sopia Misnaya, buruh tani

Pemanfaat rumput

Ibu

Foto-foto beberapa Jenis Sumber Daya Hutan :

Tumbuhan Akasia ijo

Kecambah Biji akasia

Pengupasan

kacang

154

Ekologi Manusia

Buah gadung (umbi) dari kripik gadung

Daun gadung

Hasil

Buah klerek/lerak Biji koro

Biji kelanting

Tumpukan rumput bakar

Pakan ternak sapi

kayu

155

You might also like