You are on page 1of 7

Etika Profesi Hakim di Indonesia By Hendra Wijaya On May 21, 2010 Leave a Comment

(Hendrawijaya.web.id) -

Hendra Wijaya 070010055

S1 Sistem Komputer, Sekolah Tinggi Ilmu Komputer STIMIK, Stikom Bali Jl. Raya Puputan Renon No.86 Denpasar Bali E-Mail : t39uh24@yahoo.co.id

Abstrak Kode etik yang erat sekali hubunganya dengan moral adalah suatu bentuk norma yang singkatnya adalah sebuah system yang digunakan untuk membedakan yang benar dan yang tidak benar, baik dan tidak baik, layak dan tidak layak didalam kalangan yang professional dalam bidangnya masingmasing.

Dalam membahas sebuah etika profesi di Indonesia yang notabene sangat banyak dan kompleks, maka dari itu saya mengambil sebuah bahasan yang spesifik, yakni mengenai etika profesi seoran g Hakim, dimana saya tidak mengambil topik bahasan seperti etika profesi seorang IT atau sejenisnya, dikarenakan mungkin sudah banyak literature yang membahasnya. Kita tahu peradilan di Indonesia adalah bisa di ibaratkan sebagai pisau, tumpul keatas dan tajam kebawah. Dan tidak sedikit masarakat yang mencibir bahwasanya peradilan di Indonesia memang sangat memprihatinkan karena di tunggangi oleh orang-orang yang katanya beretika, tetapi mentalitasnya seakan-akan tidak mencerminkan etika itu sendiri, namun demikian banyak juga diantaranya yang masih menaruh harapan. Menyikapi fenomena ini, saya ingin memaparkan apa saja dan bagaimana sebenarnya etika profesi seorang hakim, sebagai bagian dari etika profesi hukum.

Keyword : kode etik, etika profesi, hakim, peradilan, norma, hukum

Pendahuluan

Keluhan-keluhan yang sudah tidak bisa kita pungkiri lagi dari masyarakat Indonesia adalah sebagai cambukan terhadap profesi hukum, yang mana mereka-mereka yang berkecipung didalam dunia hukum itu sendiri, tidak lepas juga profesi seorang hakim. Semua keluahan itu tidak lain adalah menggugat kredibilitas etika profesi seorang pelaku hukum, yang mana profesi hakim dalam memutuskan suatu perkara bisa dikatakan profesional atau tidak profesional. Seorang hakim yang profesional adalah seorang hakim yang baik.

Menurut Bagir Manan[1], sorang hakim yang profesional sedikitnya ada 5 (lima) prespektif yang dapat di lihat, antar lain : 1. Dalam Prespektif Intelektual, sebagai perspektif pengetahuan dan konsep-konsep baik ilmu hukum maupun ilmu-ilmu atau konsep-konsep ilmu lain terutama ilmu social. 2. Dalam Prespektif Etik, berkaitan dengan moral. 3. Dalam Perspektif Hukum, sehubungan dengan ketaatan hakim pada kaidah -kaidah hukum baik bersifat administratif maupun pidana. 4. Dalam Perspektif Kesadaran Beragama, berkenaan dengan hubungan seorang hakim dengan Tuhannya. 5. Dalam Perspektif Teknis Peradilan, dimana pengusaan terhadap hukum acara (hukum formil) mutlak diperlukan.

Dari kelima prespektif yang ada diatas, untuk tetap fokus kepada pembahasan dalam tulisan ini, sesuai dengan judul tulisan ini, maka dari itu akan dibahasa prespektif Etik yang jelas berkaitan dengan moral.

Batasan Masalah Masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini yaitu: bagaimanakah etika profesi hakim sebag bagian ai dari etika profesi hukum dalam prespektif etik.

Pembahasan 1. Pengertian Etika Hakim (dimana dan kapan saja) diikat oleh aturan etik disamping aturan hukum. Aturan etik adalah aturan mengenai moral atau atau berkaitan dengan sikap moral. Moral menyangkut nilai mengenai baik dan buruk, layak dan tidak layak, pantas dan tidak pantas.

Sehubungan dengan hal diatas, saya akan mengutip pengertian Etika dari Bpk. Prof. H.Darji Darmodiharjo, SH dan DR. Sidharta, SH, M.Hum dalam bukunya berjudul Pokok-Pokok Filsafat Hukum menulis: Etika berurusan dengan orthopraxis, yakni tindakan yang benar (right action). Kapan suatu tindakan itu dipandang benar ditafsirkan secara berbeda oleh berbagai teori (aliran) etika yang secara global bias dibagi menjadi dua, yaitu aliran deontologist (etika kewajiban) dan aliran telelogis (etika tujuan atau manfaat).

Etika yang berlandaskan pada nilai-nilai moral kehidupan manusia, sangat berbeda dengan hukum yang bertolak dari salah benar, adil atau tidak adil. Hukum merupakan instrumen eksternal sementara moral adalah instrumen internal yang menyangkut sikap pribadi, disiplin pribadi yang oleh karena itu etika disebut juga disciplinary rules.

2. Etika Profesi Hukum Berdasar kepada definisi etika diatas, yang sudah kita bahas, maka dapat kita simpulkan bahwa etika profesi termasuk dalam bidang kajian etika sosial yakni etika yang mebicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota masyarakat.

Lalu bagaimana dengan profesi ? apakah profesi sama halnya dengan bekerja ? pr fesi dengan o bekerja mempunyai pengertian yang berbeda, walaupun kadang di sama ratakan antara profesi dan bekerja.

Untuk lebih jelasnya mari kita lihat penjelasan dari Bpk. Prof. H. Darji

Darmodiharjo, SH dan DR. Sidharta, SH. M.Hum, beliau berdua menyimpulkan bahwa bekerja merupakan kebutuhan bagi setiap manusia, khususnya bagi manusia yang memasuki usia produktif. Dengan bekerja manusia akan memperoleh kepuasan dalam dirinya. Semakin tinggi tingkat kepuasan yang ingin dicapai oleh manusia atas pekerjaan, semakin keras upaya yang diperlukan, dengan kata lain bahwa pekerjaan yang mendatangkan kepuasan yang tinggi itu menuntut persyaratan yang tinggi pula lalu semakin tinggi tuntutan persyaratannya, semakin psikis pula sifat pekerjaannya. Persyaratan-persyaratan yang dilekatkan kepada pekerjaan itu pula yang menyebabkan suatu pekerjaan mempunyai bobot kualitas berbeda dengan pekerjaan lain sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi persyaratan suatu pekerjaan maka semakin berkualitas pekerjaan tersebut. Nah, nilai kualitas pekerjaan yang tertinggi itulah yang disebut dengan profesi.

Dari penjelasan beliau berdua diatas, beliau berdua mengemukakan bahwa profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan dan memiliki serta memenuhi sedikitnya 5 (lima) persyaratan sebagai berikut :

1. Memiliki landasan intelektualitas, 2. Memiliki standar kualifikasi, 3. Pengabdian pada masyarakat, 4. Mendapat penghargaan di tengah masyarakat, 5. Memiliki organisasi profesi.

Dan bagaimana dengan Etika Profesi Hukum ? etika profesi hukum terlihat seperti apa yang disebut dengan intregated criminal justice system, yaitu sistem peradilan pidana secara terpadu yang melibatkan penyidik (polisi dan jaksa), penuntut umum (jaksa) dan hakim. Sehingga memungkinkan kita berfikir bahwa seorang pengacara ataupun advokat yang notabene mempunyai andil yang cukup penting, berada diluar sistem yang dimaksud.

Hal diatas adalah sangat janggal jika kita melihat secara fakta sistem peradilan di Indonesia memang tidak terlepas dari pengacara. Maka dari itu bahwa profesi hukum harus diartikan secara luas, seperti yang dipaparkan oleh Bpk. Prof. H. Darji Darmodiharjo, SH dan DR. Sidharta, SH. M.Hum, meliputi semua fungsionaris utama hukum seperti hakim, jaksa, polisi, advokat/pengacara, notaris, konsultan hukum dan ahli hukum di perusahaan.

Semua profesi hukum diatas terikat oleh aturan atau kaidah yang tertuang dalam kode etik masing masing.

Mengenai hal itu, Bagir Manan menulis bahwa: Dalam bentuk yang paling murni, pekerjaan profesi sebagai pekerjaan bebas tidak terikat oleh suatu aturan hukum. Sebelum ada organisasi yang menjalankan kekuasaan pada masyarakat, pekerjaan menyelesaikan sengketa adalah pekerjaan bebas dan sukarela. Umumnya mereka adalah orang-orang yang sangat dihormati karena pengetahuan dan kearifannya. Mengingat kemungkinan terjadi penyalahgunaan atau tindakan-tindakan tidak profesional yang merugikan maka diperlukan aturan disiplin yang dibuat dan ditegakkan sendiri oleh lingkungan masyarakat profesional yang bersangkutan. Aturan profesional yang dibuat dan ditegakkan sendiri ini disebut aturan etik atau kode etik. Dengan demikian, merupakan keganjilan yang luar biasa kalau ada lembaga yang mengikat lembaga lain. Namun, di masa kemudian, terutama di masa moderen tidak ada seseorang atau lingkungan atau suatu pekerjaan yang benar-benar luput dari aturan hukum. Semua kelompok

profesi selain diatur oleh kode etik juga diatur oleh aturan hukum. Akibatnya dalam hal-hal tertentu terdapat tumpang tindih antara aturan etik dan aturan hukum.

3. Etika Profesi Hakim

Suatu kelompok profesi selain diatur oleh aturan etik/kode etiknya masing-masing, juga diatur oleh aturan hukum. Menurut Pasal 1 Undang Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.

Kemudian kata mengadili sebagai rangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak dalam sidang suatu perk ara dengan menjunjung tinggi 3 (tiga) asas peradilan yaitu sederhana, cepat dan biaya ringan. Hakim di Indonesia berada di Mahkamah Agung dan empat badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang terdiri dari badan peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara, dan peradilan militer dengan keuasaan mengadili bersifat absolut yang dimiliki oleh masing-masing badan peradilan tersebut dan diatur dalam undang-undang sebagai payung hukum masing-masing badan peradilan tersebut.

Profesi Hakim adalah profesi dengan pekerjaan kemanusiaan yang tidak boleh jatuh ke dalam dehumanizing yang bersifat logic mechanical hingga dapat terperosok pada jurang alienasi hukum dari manusia dan kemanusiaan itu sendiri.

Sementara itu, dalam ranah etika, kode etik hakim yang dimaksudkan untuk memelihara, menegakkan dan mempertahankan disiplin profesi. Ada beberapa unsur disiplin yang diatur, dipelihara, dan ditegakkan atas dasar kode etik adalah sebagai berikut:

1. Menjaga, memelihara agar tidak terjadi tindakan atau kelalaian profesional. 2. Menjaga dan memelihara integritas profesi. 3. Menjaga dan memelihara disiplin, yang terdiri dari beberapa unsur yaitu : a. Taat pada ketentuan atau aturan hukum. b. Konsisten. c. Selalu bertindak sebagai manajer yang baik dalam mengelola perkara, mulai dari pemeriksaan berkas sampai pembacaan putusan.

d. Loyalitas.

Lebih jauh dalam kode etik hakim atau biasa juga disebut dengan Kode Kehormatan Hakim disebutkan, bahwa hakim mempunyai 5 (lima) sifat, baik di dalam maupun di luar kedinasan. Adapun yang dimaksud dengan dalam kedinasan meliputi sifat hakim dalam persidangan, terhadap sesama rekan, bawahan, atasan, sikap pimpinan terhadap sesama rekan hakim, dan sikap terhadap instansi lain.

Di luar kedinasan mencakup sikap hakim sebagai pribadi, dalam rumah tangga, dan dalam masyarakat. Adapun lima perlambang sifat hakim tersebut tercakup di dalam logo hakim sebagai berikut:

Logo Hakim Indonesia

1. Sifat Kartika (bintang) melambangkan ketakwaan hakim pada Tuhan Yang Maha Esa dengan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang beradab.

2. Sifat Cakra (senjata ampuh penegak keadilan) melambangkan sifat adil, baik di dalam maupun di luar kedinasan. Dalam kedinasan, hakim bersikap adil, tidak berprasangka atau memihak, bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan, memutuskan berdasarkan keyakinan hati nurani, dan sanggup mempertanggung jawabkan kepada Tuhan. Di luar kedinasan hakim bersifat saling menghargai, tertib dan lugas, berpandangan luas dan mencari saling penger tian.

3. Candra (bulan) melambangkan kebijaksanaan dan kewibawaan. Dalam kedinasan, hakim harus memiliki kepribadian, bijaksana, berilmu, sabar, tegas, disiplin dan penuh pengabdian pada profesinya. Di luar kedinasan, hakim harus dapat dipercaya, penuh rasa tanggung jawab, menimbulkan rasa hormat, anggun, dan berwibawa.

4. Sari (bunga yang harum) menggambarkan hakim yang berbudi luhur dan berperilaku tanpa cela. Dalam kedinasannya ia selalu tawakal, sopan, bermotivasi meningkatkan pengabdiannya, ingin maj , u dan bertenggang rasa. Di luar kedinasannya, ia selalu berhati-hati, sopan dan susila, menyenangkan dalam pergaulan, bertenggang rasa, dan berusaha menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya.

5. Tirta (air) melukiskan sifat hakim yang penuh kejujuran (bersih), berdiri di atas semua kepentingan, bebas dari pengaruh siapapun, tanpa pamrih, dan tabah. Sedangkan di luar kedinasan, ia tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan kedudukannya, tidak berjiwa aji mumpung dan senantiasa waspada.

Kesimpulan

Profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan dan memiliki serta memenuhi sedikitnya 5 (lima) persyaratan yaitu: landasan intelektualitas, standar kualifikasi, pengabdian pada masyarakat, penghargaan masyarakat, dan memiliki organisasi profesi.

Profesi hukum di Indonesia meliputi semua fungsionaris utama hukum seperti hakim, jaksa, polisi, advokat/pengacara, notaris, konsultan hukum dan ahli hukum di perusahaan.

Hakim, dimana dan kapan saja diikat oleh aturan etik; aturan profesional yang dibuat dan ditegakk an sendiri, disamping aturan hukum.

Hakim mempunyai 5 (lima) sifat, baik di dalam maupun di luar kedinasan yaitu sifat kartika-cakracandra-sariTirta.

Harapan dan akhir kata kiranya para hakim di Indonesia khususnya dan profesi hukum pada umumnya memegang teguh dan mengamalkan kode kehormatan mereka demi terwujudnya cita cita bangsa ini di bidang hukum.

You might also like