You are on page 1of 45

Tafsir Al-Fatihah dari beberapa Sumber

Tafsir Surat Al-Fatihah


Ummu Salman Al-Atsariyyah

MA ,Abu Bakr Anas .Ust :Oleh

Muqaddimah

Surat Al-Fatihah adalah surat yang paling agung dalam al-Quran. Abu Sa'id bin AlMu'alla radhiyallahu 'anhu berkata : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Akan aku ajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam al-Qur'an sebelum kamu keluar dari masjid". Ketika Abu Sa'id menagihnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Ya, , dialah tujuh ayat yang terulang-ulang dan AlQur'an yang agung yang diberikan kepadaku." (HR. Al-Bukhari) Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu meriwayatkan : Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersama Jibril, beliau mendengar suara dari atas. Maka Jibril mengangkat matanya ke langit dan berkata: "Ini satu pintu langit telah terbuka dan belum pernah terbuka. Kemudian turunlah seorang malaikat dan datang kepada Nabi

shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata: "Bergembiralah dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu dan tidak pernah diberikan kepada para nabi sebelummu; yaitu Fatihatul Kitab dan akhir Surat al-Baqarah." (HR. Muslim) Seorang muslim minimal membaca surat ini sebanyak tujuh belas kali dalam sehari. Banyaknya pengulangan surat ini dalam keseharian muslim menunjukkan pentingnya surat ini. Seyogyanya bagi setiap muslim untuk mempelajari surat ini, memahaminya dan menggali kandungannya. Surat ini termasuk Makkiyyah (diturunkan sebelum hijrah). Oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Al-Fatihah disebut Ummul Kitab (induk kitab), Ummul Qur'an, Ash-Shalat (karena merupakan rukun shalat), Asy-Syifa' (kesembuhan), dan ArRuqyah (pengobatan). Abu Sa'id al-Khudri radhiyallahu 'anhu berkata : " Suatu ketika kami dalam perjalanan. Kami singgah dan datanglah seorang anak perempuan. Ia berkata: "Sesungguhnya kepala suku kami sakit. Adakah diantara kalian yang bisa meruqyahnya?" Maka berangkatlah bersamanya seorang diantara kami, yang tidak kami anggap pintar ruqyah. Ia meruqyahnya, dan ternyata sembuh. Merekapun memberinya 30 kambing dan memberi kami susu. Ketika ia pulang, kami bertanya dan ia menjawab: "Saya hanya meruqyahnya dengan Ummul Kitab." Kamipun berkata : "Jangan lakukan apaapa sampai kita datang dan bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam!" Ketika kami sampai di Madinah, kami menceritakannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau berkata : "Bagaimana ia tahu kalau (surat Al-Fatihah) adalah ruqyah? Bagilah kambingnya dan beri aku satu bagian! (HR.Al-Bukhari) Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallamAsh-Shalat (maksudnya Surat al-Fatihah) antara Aku dan hambaKu setengah-setengah, dan bagi hambaKu apa yang dia minta." Jika ia membaca bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: "Aku telah membagi ( "Hambaku memujiku." Jika ia membaca memujaKu." ) Allah Allah berkata:

), Allah berkata : "Hambaku ), berkata: HambaKu

), Allah berkata: "Ini antara Aku dan hambaKu setengah-setengah, dan bagi hambaKu apa yang ia minta." Jika ia membaca :

( mengagungkanKu. Jika ia membaca: (


Jika ia membaca

(
Isti'adzah

Allah berkata: "Ini untuk hambaKu, dan baginya apa yang dia minta." (HR.Muslim).

Sebelum membaca Al-Quran kita diperintahkan untuk isti'adzah (berlindung) kepada Allah dari godaan setan. Allah Ta'ala berfirman: Artinya: "Maka jika engkau membaca Al-Quran, berlindunglah kepada Allah dari setan yang terkutuk." (QS. An-Nahl:98) Diantara lafazh isti'adzah yang diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah: Artinya : Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, dari cekikan, kesombongan, dan sya'irnya. (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani) 2. Artinya : Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari kesombongan, cekikan, dan sya'irnya. (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi, dishahihkan Al-Albani). 3. Artinya : Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Basmalah Para ulama berbeda pendapat apakah basmalah termasuk bagian dari AlFatihah atau tidak. Hadits Abu Hurairah tentang pembagian Al-Fatihah setengahsetengah antara Allah dan hambaNya menunjukkan bahwa basmalah tidak termasuk bagian dari Al-Fatihah. Dalam banyak riwayat di sebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memulai shalat beliau dengan takbir dan memulai bacaan dengan ( , tanpa basmalah (HR. Muslim). Demikian juga Abu Bakar, Umar dan Utsman (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dan dalam riwayat shahih yang lain disebutkan bahwa Nabi membaca basmalah sebelum oleh Ad-Daraquthniy). ( HR. Abu Dawud, dishahihkan

Beberapa faidah yang terkandung : 1. Al-Fatihah adalah surat yang paling agung. 2. Seyogyanya setiap muslim memahami surat yang agung ini. 3. Nama-nama surat Al-Fatihah. 4. Surat ini bisa dipakai ruqyah dengan membacakannya pada orang yang sakit. Demikian juga seluruh isi al-Quran. 5. Pembagian Al-Fatihah setengah-setengah antara Allah dan hambaNya 6. Membaca al-Fatihah adalah rukun dalam shalat. 7. Disunatkan membaca isti'adzah sebelum membaca al-Quran. 8. Beberap lafazh isti'adzah yang di ajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. 9. Basmalah tidak termasuk bagian dari Al-Fatihah. Ummu Salman Al-Atsariyyah

4:52 PM

Pada bab lalu telah dibahas keutamaan Surat al-Fatihah dan pentingnya memahami kandungan surat ini bagi seorang muslim. Juga beberapa hal penting mengenai isti'adzah dan basmalah. Pada kesempatan kali ini akan dibahas kandungan setiap ayat dari surat paling agung ini. Semoga memberikan buah yang manis dalam kehidupan kita didunia dan akhirat. Amin.

"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang." Usamah bin Umair meriwayakan dari bapaknya bahwa beliau berkata : "Aku pernah dibonceng oleh Nabi G. Beliau terpeleset, sehingga aku mengatakan: "Celakalah setan". Maka beliau berkata : ''Jangan engkau berkata begitu, karena ia akan menjadi besar sampai sebesar rumah. Tapi ucapkanlah : Bismillah, karena ia akan mengecil sampai sekecil lalat." (HR. Ahmad dan an-Nasai dalam A'mal al-Yaum wal-Lailah, dishahihkan oleh al-Albani.) Ibnu Katsir berkata : "Karenanya disunatkan (mengucapkan basmalah) pada awal setiap perbuatan dan perkataan".([1]) Hadits-hadits menunjukkan disunatkannya mengucapkan basmalah sebelum makan, masuk masjid, masuk kamar mandi, dan bersenggama. Bahkan basmalah diwajibkan sebelum berwudhu. Allah adalah nama yang paling agung bagi Sang Pencipta. Secara bahasa Allah berati Yang disembah. Allah memiliki nama dan sifat yang jumlahnya tidak terbilang. Nama Allah lebih dari sembilan puluh sembilan, tidak seperti yang dipahami sebagian orang. Salah juga orang yang mengatakan sifat Allah ada tiga belas atau dua puluh. Kita menetapkan dan mengimani seluruh nama dan sifat yang ditetapkan Allah dan RasulNya G sesuai dengan keagungan dan kemuliaan Allah, tanpa ta'thil (menafikan yang telah ditetapkan), tahrif (merubah), tasybih (menyerupakan dengan makhluk), dan takyif (mempersoalkan hakikat). "Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam." Segala puji hanya untuk Allah atas segala nikmat dan anugerah yang tidak terbilang. Segala nikmat yang kita rasakan dan semua karunia yang kita dapatkan berasal dari Allah. Karenanya wajib utnuk bersyukur kepada Allah, diantaranya dengan memujiNya. Hamdalah adalah doa terbaik. Jabir bin Abdillah berkata : "Dzikir yang paling utama adalah la ilaha illallah, dan doa yang paling utama alhamdulillah". (HR. At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah, dihasankan oleh al-Albaniy)

Barang siapa bersyukur, keuntungannya kembali kepada dirinya sendiri. Allah berjanji menambah nikmat orang yang mau bersyukur. "Dan ingatlah ketika Tuhan kalian memberitahukan : Sungguh jika kalian bersyukur, Aku akan menambah kalian. Dan sungguh jika kalian kufur, sesungguhnya adzabku sangat keras". (QS. Ibrahim;7) Rabb artinya pemilik dan pengatur. Allah adalah Pemilik dan Pengatur seluruh jagat raya beserta isinya. Seluruh jagat raya adalah ciptaan Allah, dan semua ciptaan Allah disebut alam. Allah adalah Rabb seluruh alam; alam jin, alam manusia, tumbuhan, hewan, dan sebagainya. Allah telah mengatur semuanya. Bahkan sehelai daun yang jatuh dari pohon di tengah hutan yang tak pernah dijamah manusia diatur oleh Allah. "Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang". Ar-Rahman dan Ar-Rahim adalah dua diantara al-Asma' al-Husna milik Allah Ta'ala. Keduanya berasal dari kata rahmat yang artinya kasih sayang. Keduanya mengandung makna mubalaghah (berlebih), dan menunjukkan bahwa Allah memiliki sifat rahmat yang berlebih. Hanya saja mubalaghah pada Ar-Rahman lebih tinggi dari Ar-Rahim. Ar-Rahman berarti Yang memiliki rahmat untuk semua makhluk di dunia dan untuk kaum mukminin di akhirat, sedangkan ar-Rahim berarti Yang memiliki rahmat yang khusus untuk kaum mukminin di dunia dan akhirat. Kata ar-Rahman dipakai dalam al-Quran untuk rahmat yang umum untuk semua makhluk, seperti dalam firman Allah: "Yaitu) Yang Maha Penyayang, yang berada di atas singgasana." (QS. Thaha :5) dan firmanNya: "Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu." (QS. Al-Mulk:19) Sedangkan kata ar-Rahim dipakai untuk rahmat khusus untuk kaum mukminin, misalnya firman Allah: "Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman." (QS. 33:43) dan firmanNya:

"Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka." (QS. At-Taubah :117)

"Yang menguasai hari pembalasan." Yaumud-Din adalah hari kiamat, dimana Allah menghitung amalan seluruh makhluk kemudian membalasnya. Jika amalan baik, baik pula balasannya. Demikian sebaliknya. Masing-masing kita akan berdiri didepan Allah mempertanggungjawabkan diri. Kita harus mempersiapkan diri untuk hari itu, dengan memperbanyak bekal iman dan taqwa. Umar bin al-Khathab menasehatkan : "Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiaplah untuk perhitungan akbar d idepan Dzat yang tiada tersembunyi darinya sesuatupun." (Lihat Sunan At-Tirmidzi 2383) Allah adalah penguasa seluruh hari. Allah mengkhususkan penyebutan hari pembalasan dalam ayat ini karena pada hari ini kekuasaan Allah sangat mutlak dan tampak, dimana tidak ada seorangpun yang mengaku sebagai penguasa seperti di dunia. Kandungan bab ini : 1. Setan menjadi kerdil dengan penyebutan basmalah. 2. Disunatkan membaca basmalah sebelum memulai amalan dan perkataan. 3. Kewajiban menetapkan nama dan sifat Allah sesuai dengan keagungan dan kemuliaan Allah. 4. Kewajiban bersyukur kepada Yang telah memberi nikmat. 5. Hamdalah adalah doa terbaik. 6. Pengertian Rabbul 'Alamin. 7. Mengetahui perbedaan antara Ar-Rahman dan Ar-Rahim 8. Kewajiban mengimani perhitungan dan pembalasan di akhirat. 9. Kewajiban menyiapkan diri untuk Yaumud Din. Setelah memahami kandungan ayat-ayat ini hendaknya kita bisa lebih menghayati ketika membacanya, dan shalat kita lebih khusyu' dan berkualitas karenanya. Ummu Salman Al-Atsariyyah 11:31 PM

Pada bab lalu telah dibahas tiga ayat pertama dari surat paling agung dalam al-Quran ini. Sesuai hadits pembagian al-Fatihah antara Allah dan hambaNya, ketiganya adalah ayat untuk Allah. Ayat yang berikutnya dibagi dua atara Allah dan hambanya, dan selebihnya untuk hambahamba Allah.

"Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan."

Ini adalah ikrar yang kita ulang-ulang minimal tujuh belas kali dalam sehari dan berkenaan dengan tujuan penciptaan manusia; yaitu ibadah, dan pengesaan Allah (tauhid) dalam ibadah. Penggal pertama ayat ini adalah pembebasan diri dari syirik, dan penggal yang kedua adalah penyerahan diri (tawakal) kepada Allah semata. Ibnu Katsir mengatakan bahwa seluruh ajaran agama kembali kepada dua hal ini. (Tafsir Ibnu Katsir 1/39) Sifat penghambaan kepada Allah (ibadah/ubudiyah) adalah sifat yang mulia. Allah menyebut Rasulullah T dangan sifat ini pada keadaan-keadaan mulia seperti turunnya wahyu, da'wah, dan Isra' Mi'raj. Memohon pertolongan (isti'anah) termasuk bentuk ibadah, karenanya tidak boleh diberikan kepada selain Allah. Adapun memohon pertolongan kepada orang lain dibolehkan dengan dua syarat, yaitu : 1. Memohon kepada orang yang hadir. Tidak boleh meminta kepada orang yang sudah meninggal atau makhluk gahib seperti jin dan malaikat. 2. Memohon pertolongan dalam hal-hal yang bisa dilakukan oleh makhluk. Tidak boleh isti'anah dalam hal-hal yang diluar kemampuan makhluk, seperti memberi rejeki, kesembuhan, dan perlindungan dari neraka. Tapi hendaknya kita tidak bermudah-mudah dalam minta tolong kepada orang lain. Rasulullah T bersabda:

((

))

"Dan janganlah kalian meminta manusia sesuatupun." 'Auf bin Malik al-Asyja'iy berkata: Aku telah melihat sebagian sahabat terjatuh cambuk mereka, maka mereka tidak meminta orang lain untuk mengambilkannya. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh al-Albaniy)

"Tunjukkanlah kami jalan yang lurus." Ayat ini dan seterusnya murni untuk hamba Allah. Setelah memuji Allah dengan pujapuji yang hanya pantas untuk Allah, kita berdoa kepada Allah. Ini termasuk adab yang dianjurkan dalam berdoa. Memuji Allah sebelum meminta kepadaNya termasuk sebab terkabulnya doa. Banyak perkataan ulama dalam menafsirkan ash-Shirath al-Mustaqim, namun semua penafsiran tersebut kembali pada satu perkara, yaitu mentaati Allah dan RasulNya T . Setelah mengikrarkan keikhlasan dalam ibadah, kita memohon petunjuk kepada mutaba'ah (mengikuti Rasulullah T ). Dua hal ini adalah syarat diterimanya amalan disisi Allah. Rasulullah T bersabda:

, , , , . , , ,

))

, ((. ,

"Allah membuat perumpamaan satu jalan yang lurus. Disamping jalan itu ada dua pagar yang memiliki pintu-pintu terbuka, dan pada pintu-pintu itu ada tirai terpasang. Pada awal jalan itu ada orang yang menyeru: Wahai sekalian manusia, masukilah jalan ini dan jangan menyimpang. Ada juga yang menyeru dari atas jalan, sehingga jika ada orang yang ingin membuka pintu-pintu (yang ada di pagar), si penyeru berkata: Jangan buka, karena jika engkau buka, niscaya engkau akan memasukinya. Jalan tersebut adalah Islam. Kedua pagarnya adalah batasan dan aturan Allah. Pintu-pintunya adalah larangan-larangan Allah. Penyeru di awal jalan adalah kitab Allah, dan penyeru dari atas jalan adalah penasehat dari Allah pada hati setiap muslim (fithrah manusia)." ( HR. Ahmad, dishahihkan oleh al-Hakim dan al-Albaniy) Setiap muslim perlu untuk terus menerus memohon petunjuk, meskipun setiap pemeluk Islam berarti telah ditunjukkan ke jalan yang lurus. Ia sangat membutuhkan doa ini, agar semakin kuat dan istiqamah, dan tidak meninggal kecuali di atas jalan yang lurus.

"Yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat." Jalan lurus adalah jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah. Orang-orang yang diberi nikmat adalah mereka yang disebut Allah dalam firmanNya:

_ ]
"Dan barang siapa taat kepada Allah dan Rasul T, maka mereka bersama orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah dari para nabi, shiddiq[1], syuhada dan orang-orang saleh, dan mereka adalah sebaik-baik pendamping." (QS. An-Nisa' : 69) Ibnu Abbas berkata : mereka adalah kaum muslimin. Dan penafsiran Ibnu Abbas ini lebih umum dan luas cakupannya. Wallahu a'lam. (Tafsir Ibnu Katsir 1/43) ] "Bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai, dan bukan jalan orang-orang yang sesat." Rasulullah T menjelaskan maksud ayat ini dengan bersabda: _

((

))

"Sesungguhnya orang-orang yang dimurkai adalah Yahudi dan orang-orang yang sesat adalah Nasrani." (HR. Ahmad) Orang-orang Yahudi dimurkai karena pada umumnya mereka memiliki ilmu, namun tidak mereka amalkan. Banyak sekali nabi yang diutus kepada mereka, namun hanya sedikit bangsa Yahudi yang mengikuti petunjuk. Adapun Nasrani, mereka disifati sesat karena pada umumnya mereka beramal tanpa dasar ilmu. Adapun kaum muslimin, hendaknya mereka mendasari amalan mereka dengan ilmu, serta mengamalkan ilmu telah dimiliki agar terhindar dari murka Allah dan kesesatan. Itulah jalan lurus yang mereka minta dari Allah terus menerus. Sayang sekali banyak umat Islam yang tidak mengamalkan ilmu mereka, atau beramal tanpa dasar ilmu. Sufyan bin 'Uyainah berkata :

,
"Barang siapa yang rusak dari kalangan ulama kita, ia memiliki kemiripan dengan Yahudi. Dan barang siapa yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita, ia punya kemiripan dengan Nasrani." Kandungan bab ini: Kewajiban mengikhlaskan ibadah kepada Allah. Isti'anah termasuk ibadah. Hendaknya tidak bermudah-mudah meminta kepada selain Allah. Syarat-syarat memohon pertolongan kepada makhluk. Kemuliaan sifat ubudiyah. ash-Shirath al-Mustaqim adalah mengikuti Allah dan Rasul-Nya dengan mendasari amalan dengan ilmu dan mengamalkan ilmu yang dimiliki. 7. Kewajiban mengumpulkan ilmu dan amal. 8. Orang Yahudi dan Nasrani sama-sama sesat dan dimurkai, tapi Yahudi identik dengan kemurkaan, sedang Nasrani identik dengan kesesatan. 9. Larangan menyerupai Yahudi dan Nasrani. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Tafsir Surat Al-Fatihah


Keutamaan Surat Al-Fatihah Pertama: Membaca Al-Fatihah Adalah Rukun Shalat Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda yang artinya, Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al Fatihah). (HR. Bukhari dan Muslim dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu anhu) Dalam sabda yang lain beliau mengatakan yang artinya, Barangsiapa yang shalat tidak membaca Ummul Quran (surat Al Fatihah) maka shalatnya pincang (khidaaj). (HR. Muslim)

Makna dari khidaaj adalah kurang, sebagaimana dijelaskan dalam hadits tersebut, Tidak lengkap. Berdasarkan hadits ini dan hadits sebelumnya para imam seperti imam Malik, Syafii, Ahmad bin Hanbal dan para sahabatnya, serta mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum membaca Al Fatihah di dalam shalat adalah wajib, tidak sah shalat tanpanya. Kedua: Al Fatihah Adalah Surat Paling Agung Dalam Al Quran Dari Abu Said Rafi Ibnul Mualla radhiyallahu anhu, beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata kepadaku, Maukah kamu aku ajari sebuah surat paling agung dalam Al Quran sebelum kamu keluar dari masjid nanti? Maka beliau pun berjalan sembari menggandeng tanganku. Tatkala kami sudah hampir keluar maka aku pun berkata; Wahai Rasulullah, Anda tadi telah bersabda, Aku akan mengajarimu sebuah surat paling agung dalam Al Quran? Maka beliau bersabda, (surat itu adalah) Alhamdulillaahi Rabbil alamiin (surat Al Fatihah), itulah As Sabul Matsaani (tujuh ayat yang sering diulang-ulang dalam shalat) serta Al Quran Al Azhim yang dikaruniakan kepadaku. (HR. Bukhari, dinukil dari Riyadhush Shalihin cet. Darus Salam, hal. 270) Penjelasan Tentang Bacaan Taawwudz dan Basmalah Makna bacaan Taawwudz

Artinya: Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk. Maknanya: Aku berlindung kepada Allah dari kejelekan godaan syaitan agar dia tidak menimpakan bahaya kepadaku dalam urusan agama maupun duniaku. Syaitan selalu menempatkan dirinya sebagai musuh bagi kalian. Oleh sebab itu maka jadikanlah diri kalian sebagai musuh baginya. Syaitan bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan umat manusia. Allah menceritakan sumpah syaitan ini di dalam Al Quran,

Demi kemuliaan-Mu sungguh aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih (yang diberi anugerah keikhlasan). (QS. Shaad: 82-83) Dengan demikian tidak ada yang bisa selamat dari jerat-jerat syaitan kecuali orang-orang yang ikhlas. Istiadzah/taawwudz (meminta perlindungan) adalah ibadah. Oleh sebab itu ia tidak boleh ditujukan kepada selain Allah. Karena menujukan ibadah kepada selain Allah adalah kesyirikan. Orang yang baik tauhidnya akan senantiasa merasa khawatir kalau-kalau dirinya terjerumus dalam kesyirikan. Sebagaimana Nabi Ibrahim alaihis salam yang demikian takut kepada syirik sampai-sampai beliau berdoa kepada Allah,

Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari penyembahan berhala. (QS. Ibrahim: 35) Ini menunjukkan bahwasanya tauhid yang kokoh akan menyisakan kelezatan di dalam hati kaum yang beriman. Yang bisa merasakan kelezatannya hanyalah orang-orang yang benar-benar memahaminya. Syaitan yang berusaha menyesatkan umat manusia ini terdiri dari golongan jin dan manusia. Hal itu sebagaimana disebutkan oleh Allah di dalam ayat yang artinya,

Dan demikianlah Kami jadikan musuh bagi setiap Nabi yaitu (musuh yang berupa) syaithan dari golongan manusia dan jin. Sebagian mereka mewahyukan kepada sebagian yang lain ucapan-ucapan yang indah untuk memperdaya (manusia). (QS. Al Anaam: 112) (Diringkas dari Syarhu Maaani Suuratil Faatihah, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alus Syaikh hafizhahullah). Makna bacaan Basmalah

Artinya: Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Maknanya; Aku memulai bacaanku ini seraya meminta barokah dengan menyebut seluruh nama Allah. Meminta barokah kepada Allah artinya meminta tambahan dan peningkatan amal kebaikan dan pahalanya. Barokah adalah milik Allah. Allah memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Jadi barokah bukanlah milik manusia, yang bisa mereka berikan kepada siapa saja yang mereka kehendaki (Syarhu Maaani Suratil Fatihah, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alus Syaikh hafizhahullah). Allah adalah satu-satunya sesembahan yang berhak diibadahi dengan disertai rasa cinta, takut dan harap. Segala bentuk ibadah hanya boleh ditujukan kepada-Nya. Ar-Rahman dan Ar-Rahiim adalah dua nama Allah di antara sekian banyak Asmaul Husna yang dimiliki-Nya. Maknanya adalah Allah memiliki kasih sayang yang begitu luas dan agung. Rahmat Allah meliputi segala sesuatu. Akan tetapi Allah hanya melimpahkan rahmat-Nya yang sempurna kepada hambahamba yang bertakwa dan mengikuti ajaran para Nabi dan Rasul. Mereka inilah orang-orang yang akan mendapatkan rahmat yang mutlak yaitu rahmat yang akan mengantarkan mereka menuju kebahagiaan abadi. Adapun orang yang tidak bertakwa dan tidak mengikuti ajaran Nabi maka dia akan terhalangi mendapatkan rahmat yang sempurna ini (lihat Taisir Lathifil Mannaan, hal. 19). Penjelasan Kandungan Surat Makna Ayat Pertama

Artinya: Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.

Makna Alhamdu adalah pujian kepada Allah karena sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Dan juga karena perbuatan-perbuatanNya yang tidak pernah lepas dari sifat memberikan karunia atau menegakkan keadilan. Perbuatan Allah senantiasa mengandung hikmah yang sempurna. Pujian yang diberikan oleh seorang hamba akan semakin bertambah sempurna apabila diiringi dengan rasa cinta dan ketundukkan dalam dirinya kepada Allah. Karena pujian semata yang tidak disertai dengan rasa cinta dan ketundukkan bukanlah pujian yang sempurna. Makna dari kata Rabb adalah Murabbi (yang mentarbiyah; pembimbing dan pemelihara). Allahlah Zat yang memelihara seluruh alam dengan berbagai macam bentuk tarbiyah. Allahlah yang menciptakan mereka, memberikan rezeki kepada mereka, memberikan nikmat kepada mereka, baik nikmat lahir maupun batin. Inilah bentuk tarbiyah umum yang meliputi seluruh makhluk, yang baik maupun yang jahat. Adapun tarbiyah yang khusus hanya diberikan Allah kepada para Nabi dan pengikut-pengikut mereka. Di samping tarbiyah yang umum itu Allah juga memberikan kepada mereka tarbiyah yang khusus yaitu dengan membimbing keimanan mereka dan menyempurnakannya. Selain itu, Allah juga menolong mereka dengan menyingkirkan segala macam penghalang dan rintangan yang akan menjauhkan mereka dari kebaikan dan kebahagiaan mereka yang abadi. Allah memberikan kepada mereka berbagai kemudahan dan menjaga mereka dari hal-hal yang dibenci oleh syariat. Dari sini kita mengetahui betapa besar kebutuhan alam semesta ini kepada Rabbul alamiin karena hanya Dialah yang menguasai itu semua. Allah satu-satunya pengatur, pemberi hidayah dan Allah lah Yang Maha kaya. Oleh sebab itu semua makhluk yang ada di langit dan di bumi ini meminta kepada-Nya. Mereka semua meminta kepada-Nya, baik dengan ucapan lisannya maupun dengan ekspresi dirinya. Kepada-Nya lah mereka mengadu dan meminta tolong di saatsaat genting yang mereka alami (lihat Taisir Lathiifil Mannaan, hal. 20). Makna Ayat Kedua

Artinya: Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Ar-Rahman dan Ar-Rahiim adalah nama Allah. Sebagaimana diyakini oleh Ahlusunnah wal Jamaah bahwa Allah memiliki nama-nama yang terindah. Allah taala berfirman, Milik Allah nama-nama yang terindah, maka berdoalah kepada Allah dengan menyebutnya. (QS. Al Araaf: 180) Setiap nama Allah mengandung sifat. Oleh sebab itu beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keimanan kepada Allah. Dalam mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah ini kaum muslimin terbagi menjadi 3 golongan yaitu: (1) Musyabbihah, (2) Muaththilah dan (3) Ahlusunnah wal Jamaah. Musyabbihah adalah orang-orang yang menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk. Mereka terlalu mengedepankan sisi penetapan nama dan sifat dan mengabaikan sisi penafian keserupaan sehingga terjerumus dalam tasybih (peyerupaan). Adapun Muaththilah adalah

orang-orang yang menolak nama atau sifat-sifat Allah. Mereka terlalu mengedepankan sisi penafian sehingga terjerumus dalam tathil (penolakan). Ahlusunnah berada di tengah-tengah. Mereka mengimani dalil-dalil yang menetapkan nama dan sifat sekaligus mengimani dalil-dalil yang menafikan keserupaan. Sehingga mereka selamat dari tindakan tasybih maupun tathil. Oleh sebab itu mereka menyucikan Allah tanpa menolak nama maupun sifat. Mereka menetapkan nama dan sifat tapi tanpa menyerupakannya dengan makhluk. Inilah akidah yang dipegang oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya serta para imam dan pengikut mereka yang setia hingga hari ini. Inilah aqidah yang tersimpan dalam ayat yang mulia yang artinya, Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Asy Syuura: 11) (silakan baca Al Aqidah Al Wasithiyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan juga Aqidah Ahlis Sunnah wal Jamaah karya Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahumallahu taala). Allah Maha Mendengar dan juga Maha Melihat. Akan tetapi pendengaran dan penglihatan Allah tidak sama dengan pendengaran dan penglihatan makhluk. Meskipun namanya sama akan tetapi hakikatnya berbeda. Karena Allah adalah Zat Yang Maha Sempurna sedangkan makhluk adalah sosok yang penuh dengan kekurangan. Sebagaimana sifat makhluk itu terbatas dan penuh kekurangan karena disandarkan kepada diri makhluk yang diliputi sifat kekurangan. Maka demikian pula sifat Allah itu sempurna karena disandarkan kepada sosok yang sempurna. Sehingga orang yang tidak mau mengimani kandungan hakiki nama-nama dan sifat-sifat Allah sebenarnya telah berani melecehkan dan berbuat lancang kepada Allah. Mereka tidak mengagungkan Allah dengan sebagaimana semestinya. Lalu adakah tindakan jahat yang lebih tercela daripada tindakan menolak kandungan nama dan sifat Allah ataupun menyerupakannya dengan makhluk? Di dalam ayat ini Allah menamai diri-Nya dengan Ar-Rahman dan Ar-Rahiim. Di dalamnya terkandung sifat Rahmah (kasih sayang). Akan tetapi kasih sayang Allah tidak serupa persis dengan kasih sayang makhluk. Makna Ayat Ketiga

Artinya: Yang Menguasai pada hari pembalasan. Maalik adalah zat yang memiliki kekuasaan atau penguasa. Penguasa itu berhak untuk memerintah dan melarang orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya. Dia juga yang berhak untuk mengganjar pahala dan menjatuhkan hukuman kepada mereka. Dialah yang berkuasa untuk mengatur segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya menurut kehendaknya sendiri. Bagian awal ayat ini boleh dibaca Maalik (dengan memanjangkan mim) atau Malik (dengan memendekkan mim). Maalik maknanya penguasa atau pemilik. Sedangkan Malik maknanya raja. Yaumid diin adalah hari kiamat. Disebut sebagai hari pembalasan karena pada saat itu seluruh umat manusia akan menerima balasan amal baik maupun buruk yang mereka kerjakan sewaktu di dunia. Pada hari itulah tampak dengan sangat jelas bagi manusia kemahakuasaan Allah

terhadap seluruh makhluk-Nya. Pada saat itu akan tampak sekali kesempurnaan dari sifat adil dan hikmah yang dimiliki Allah. Pada saat itu seluruh raja dan penguasa yang dahulunya berkuasa di alam dunia sudah turun dari jabatannya. Hanya tinggal Allah sajalah yang berkuasa. Pada saat itu semuanya setara, baik rakyat maupun rajanya, budak maupun orang merdeka. Mereka semua tunduk di bawah kemuliaan dan kebesaran-Nya. Mereka semua menantikan pembalasan yang akan diberikan oleh-Nya. Mereka sangat mengharapkan pahala kebaikan dariNya. Dan mereka sungguh sangat khawatir terhadap siksa dan hukuman yang akan dijatuhkan oleh-Nya. Oleh karena itu di dalam ayat ini hari pembalasan itu disebutkan secara khusus. Allah adalah penguasa hari pembalasan. Meskipun sebenarnya Allah jugalah penguasa atas seluruh hari yang ada. Allah tidak hanya berkuasa atas hari kiamat atau hari pembalasan saja (lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 39). Makna Ayat Keempat

Artinya: Hanya kepada-Mu lah Kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah Kami meminta pertolongan. Maknanya: Kami hanya menujukan ibadah dan istianah (permintaan tolong) kepada-Mu. Di dalam ayat ini objek kalimat yaitu Iyyaaka diletakkan di depan. Padahal asalnya adalah nabuduka yang artinya Kami menyembah-Mu. Dengan mendahulukan objek kalimat yang seharusnya di belakang menunjukkan adanya pembatasan dan pengkhususan. Artinya ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. Tidak boleh menujukan ibadah kepada selain-Nya. Sehingga makna dari ayat ini adalah, Kami menyembah-Mu dan kami tidak menyembah selainMu. Kami meminta tolong kepada-Mu dan kami tidak meminta tolong kepada selain-Mu. Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Ibadah bisa berupa perkataan maupun perbuatan. Ibadah itu ada yang tampak dan ada juga yang tersembunyi. Kecintaan dan ridha Allah terhadap sesuatu bisa dilihat dari perintah dan larangan-Nya. Apabila Allah memerintahkan sesuatu maka sesuatu itu dicintai dan diridai-Nya. Dan sebaliknya, apabila Allah melarang sesuatu maka itu berarti Allah tidak cinta dan tidak ridha kepadanya. Dengan demikian ibadah itu luas cakupannya. Di antara bentuk ibadah adalah doa, berkurban, bersedekah, meminta pertolongan atau perlindungan, dan lain sebagainya. Dari pengertian ini maka istianah atau meminta pertolongan juga termasuk cakupan dari istilah ibadah. Lalu apakah alasan atau hikmah di balik penyebutan kata istianah sesudah disebutkannya kata ibadah di dalam ayat ini? Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadi rahimahulah berkata, Didahulukannya ibadah sebelum istianah ini termasuk metode penyebutan sesuatu yang lebih umum sebelum sesuatu yang lebih khusus. Dan juga dalam rangka lebih mengutamakan hak Allah taala di atas hak hamba-Nya. Beliau pun berkata, Mewujudkan ibadah dan istianah kepada Allah dengan benar itu merupakan sarana yang akan mengantarkan menuju kebahagiaan yang abadi. Dia adalah sarana menuju keselamatan dari segala bentuk kejelekan. Sehingga tidak ada jalan menuju keselamatan kecuali dengan perantara kedua hal ini. Dan ibadah hanya dianggap benar apabila bersumber dari

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan ditujukan hanya untuk mengharapkan wajah Allah (ikhlas). Dengan dua perkara inilah sesuatu bisa dinamakan ibadah. Sedangkan penyebutan kata istianah setelah kata ibadah padahal istianah itu juga bagian dari ibadah maka sebabnya adalah karena hamba begitu membutuhkan pertolongan dari Allah taala di dalam melaksanakan seluruh ibadahnya. Seandainya dia tidak mendapatkan pertolongan dari Allah maka keinginannya untuk melakukan perkara-perkara yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang itu tentu tidak akan bisa tercapai. (Taisir Karimir Rahman, hal. 39). Makna Ayat Kelima

Artinya: Tunjukilah Kami jalan yang lurus. Maknanya: Tunjukilah, bimbinglah dan berikanlah taufik kepada kami untuk meniti shirathal mustaqiim yaitu jalan yang lurus. Jalan lurus itu adalah jalan yang terang dan jelas serta mengantarkan orang yang berjalan di atasnya untuk sampai kepada Allah dan berhasil menggapai surga-Nya. Hakikat jalan lurus (shirathal mustaqiim) adalah memahami kebenaran dan mengamalkannya. Oleh karena itu ya Allah, tunjukilah kami menuju jalan tersebut dan ketika kami berjalan di atasnya. Yang dimaksud dengan hidayah menuju jalan lurus yaitu hidayah supaya bisa memeluk erat-erat agama Islam dan meninggalkan seluruh agama yang lainnya. Adapun hidayah di atas jalan lurus ialah hidayah untuk bisa memahami dan mengamalkan rincian-rincian ajaran Islam. Dengan begitu doa ini merupakan salah satu doa yang paling lengkap dan merangkum berbagai macam kebaikan dan manfaat bagi diri seorang hamba. Oleh sebab itulah setiap insan wajib memanjatkan doa ini di dalam setiap rakaat shalat yang dilakukannya. Tidak lain dan tidak bukan karena memang hamba begitu membutuhkan doa ini (lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 39). Makna Ayat Keenam

Artinya: Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau berikan nikmat atas mereka. Siapakah orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah? Di dalam ayat yang lain disebutkan bahwa mereka ini adalah para Nabi, orang-orang yang shiddiq/jujur dan benar, para pejuang Islam yang mati syahid dan orang-orang salih. Termasuk di dalam cakupan ungkapan orang yang diberi nikmat ialah setiap orang yang diberi anugerah keimanan kepada Allah taala, mengenal-Nya dengan baik, mengetahui apa saja yang dicintai-Nya, mengerti apa saja yang dimurkai-Nya, selain itu dia juga mendapatkan taufik untuk melakukan hal-hal yang dicintai tersebut dan meninggalkan hal-hal yang membuat Allah murka. Jalan inilah yang akan mengantarkan hamba menggapai keridhaan Allah taala. Inilah jalan Islam. Islam yang ditegakkan di atas landasan iman, ilmu, amal dan disertai dengan menjauhi perbuatan-perbuatan syirik dan kemaksiatan. Sehingga dengan ayat ini kita kembali tersadar bahwa Islam yang kita peluk selama ini merupakan anugerah nikmat dari Allah taala. Dan untuk bisa menjalani Islam dengan baik maka

kita pun sangat membutuhkan sosok teladan yang bisa dijadikan panutan (lihat Aisarut Tafaasir, hal. 12). Makna Ayat Ketujuh

Artinya: Bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang tersesat. Orang yang dimurkai adalah orang yang sudah mengetahui kebenaran akan tetapi tidak mau mengamalkannya. Contohnya adalah kaum Yahudi dan semacamnya. Sedangkan orang yang tersesat adalah orang yang tidak mengamalkan kebenaran gara-gara kebodohan dan kesesatan mereka. Contohnya adalah orang-orang Nasrani dan semacamnya. Sehingga di dalam ayat ini tersimpan motivasi dan dorongan kepada kita supaya menempuh jalan kaum yang shalih. Ayat ini juga memperingatkan kepada kita untuk menjauhi jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang sesat dan menyimpang (lihat Aisarut Tafaasir, hal. 13 dan Taisir Karimir Rahman hal. 39). Kesimpulan Isi Surat Surat yang demikian ringkas ini sesungguhnya telah merangkum berbagai pelajaran yang tidak terangkum secara terpadu di dalam surat-surat yang lain di dalam Al Quran. Surat ini mengandung intisari ketiga macam tauhid. Di dalam penggalan ayat Rabbil alamiin terkandung makna tauhid rububiyah. Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah dalam hal perbuatanperbuatanNya seperti mencipta, memberi rezeki dan lain sebagainya. Di dalam kata Allah dan Iyyaaka nabudu terkandung makna tauhid uluhiyah. Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam bentuk beribadah hanya kepada-Nya. Demikian juga di dalam penggalan ayat Alhamdu terkandung makna tauhid asma wa sifat. Tauhid asma wa sifat adalah mengesakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifatNya. Allah telah menetapkan sifat-sifat kesempurnaan bagi diriNya sendiri. Demikian pula Rasul shallallahualaihi wa sallam. Maka kewajiban kita adalah mengikuti Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan sifat-sifat kesempurnaan itu benar-benar dimiliki oleh Allah. Kita mengimani ayat ataupun hadits yang berbicara tentang nama dan sifat Allah sebagaimana adanya, tanpa menolak maknanya ataupun menyerupakannya dengan sifat makhluk. Selain itu surat ini juga mencakup intisari masalah kenabian yaitu tersirat dari ayat Ihdinash shirathal mustaqiim. Sebab jalan yang lurus tidak akan bisa ditempuh oleh hamba apabila tidak ada bimbingan wahyu yang dibawa oleh Rasul. Surat ini juga menetapkan bahwasanya amalamal hamba itu pasti ada balasannya. Hal ini tampak dari ayat Maaliki yaumid diin. Karena pada hari kiamat nanti amal hamba akan dibalas. Dari ayat ini juga bisa ditarik kesimpulan bahwa balasan yang diberikan itu berdasarkan prinsip keadilan, karena makna kata diin adalah balasan dengan adil. Bahkan di balik untaian ayat ini terkandung penetapan takdir. Hamba berbuat di bawah naungan takdir, bukan terjadi secara merdeka di luar takdir Allah taala sebagaimana yang diyakini oleh kaum Qadariyah (penentang takdir). Dan menetapkan bahwasanya hamba memang benar-benar pelaku atas perbuatan-perbuatanNya. Hamba tidaklah dipaksa sebagaimana keyakinan kaum Jabriyah. Bahkan di dalam ayat Ihdinash shirathal mustaqiim itu terdapat

intisari bantahan kepada seluruh ahli bidah dan penganut ajaran sesat. Karena pada hakikatnya semua pelaku kebidahan maupun penganut ajaran sesat itu pasti menyimpang dari jalan yang lurus; yaitu memahami kebenaran dan mengamalkannya. Surat ini juga mengandung makna keharusan untuk mengikhlaskan ketaatan dalam beragama demi Allah taala semata. Ibadah maupun istianah, semuanya harus lillaahi taaala. Kandungan ini tersimpan di dalam ayat Iyyaka nabudu wa iyyaaka nastaiin (disadur dari Taisir Karimir Rahman, hal. 40). Allaahu akbar, sungguh menakjubkan isi surat ini. Maka tidak aneh apabila Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutnya sebagai surat paling agung di dalam Al Quran. Ya Allah, karuniakanlah kepada kami ilmu yang bermanfaat. Jauhkanlah kami dari jalan orang yang dimurkai dan sesat. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Mengabulkan doa. Wallahu alam bish shawaab. *** Penyusun: Abu Muslih Ari Wahyudi

Para pembaca yang dirahmati Allah suhanahu wataala, setiap hari umat Islam menjalankan ritual shalat yang merupakan salah satu bentuk peribadahan kepada Allah suhanahu wataala. Setiap kita melaksanakan shalat, kita diperintah untuk membaca surat Al Fatihah sebagai salah satu rukun shalat. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al Fatihah). (HR. Abu Dawud no. 297 dan At Tirmidzi no. 230 dari shahabat Abu Hurairah dan Aisyah) Surat ini termasuk deretan surat Makkiyah (yang turun sebelum hijrah) dan terdiri dari tujuh ayat. Nama Lain Surat Al Fatihah Surat Al Fatihah memiliki banyak nama. Di antaranya; Fatihatul Kitab (pembuka kitab/Al Quran). Karena Al Quran, secara penulisan dibuka dengan surat ini. Demikian pula dalam shalat, Al Fatihah sebagai pembuka dari surat-surat lainnya. Al Fatihah dikenal juga dengan sebutan As Sabul Matsani (tujuh yang diulang-ulang). Disebabkan surat ini dibaca berulang-ulang pada setiap rakaat dalam shalat. Dinamakan juga dengan Ummul Kitab. Karena di dalamnya mencakup pokok-pokok Al Quran, seperti aqidah dan ibadah.

Keutamaan surat Al Fatihah Surat Al Fatihah memiliki berbagai macam keutamaan dan keistimewaan dibanding dengan surat-surat yang lain. Di antaranya adalah; Al Fatihah merupakan surat yang paling agung. Al Imam Al Bukhari meriwayatkan dari shahabat Abu Said Al Mualla, bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda (artinya): Sungguh aku akan ajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam Al Quran sebelum engkau keluar dari masjid? Lalu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam memegang tanganku. Disaat Beliau shalallahu alaihi wasallam hendak keluar dari masjid, aku bertanya: Ya Rasulullah! Bukankah engkau akan mengajariku tentang surat yang paling agung dalam Al Quran? Maka Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berkata: Ya (yaitu surat)

Ia adalah As Sabu Al Matsani dan Al Quranul Azhim (Al Quran yang Agung) yang diwahyukan kepadaku. (HR. Al Bukhari no. 4474) Al Fatihah merupakan surat istimewa yang tidak ada pada kitab-kitab terdahulu selain Al Quran. Dari shahabat Ubay bin Kaab radhiallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berkata kepadanya: Maukah engkau aku beritahukan sebuah surat yang tidak ada dalam kitab Taurat, Injil, Zabur, dan demikian pula tidak ada dalam Al Furqan (Al Quran) surat yang semisalnya? Kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam memberitakan surat itu adalah Al Fatihah. (HR. At Tirmidzi no. 2800) Al Fatihah sebagai obat dengan izin Allah suhanahu wataala. Al Imam Al Bukhari meriiwayatkan dari shahabat Abu Said Al Khudri radhiallahu anhu tentang kisah kepala kampung yang tersengat kalajengking. Lalu beberapa shahabat Nabi shalallahu alaihi wasallam meruqyahnya dengan membacakan surat Al Fatihah kepadanya. Dengan sebab itu Allah suhanahu wataala menyembuhkan penyakit kepala kampung itu. Terkait dengan shalat sebagai rukun Islam yang kedua, Al Fatihah merupakan unsur terpenting dalam ibadah itu. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

Barang siapa shalat dalam keadaan tidak membaca Al Fatihah, maka shalatnya cacat (Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengulanginya sampai tiga kali) tidak sempurna. (HR. Muslim no. 395, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu) Bahkan membaca Al Fatihah termasuk rukun dalam shalat, sebagaimana riwayat diatas. Tafsir Surat Al Fatihah Pembaca yang dirahmati Allah suhanahu wataala, berikut ini merupakan ringkasan tafsir dari surat Al Fatihah:

Segala puji bagi Allah Rabbul alamin. Segala pujian beserta sifat-sifat yang tinggi dan sempurna hanyalah milik Allah suhanahu

wataala semata. Tiada siapa pun yang berhak mendapat pujian yang sempurna kecuali Allah suhanahu wataala. Karena Dia-lah Penguasa dan Pengatur segala sesuatu yang ada di alam ini. Dia-lah Sang Penguasa Tunggal, tiada sesuatu apa pun yang berserikat dengan kuasa-Nya dan tiada sesuatu apa pun yang luput dari kuasa-Nya pula. Dia-lah Sang Pengatur Tunggal, yang mengatur segala apa yang di alam ini hingga nampak teratur, rapi dan serasi. Bila ada yang mengatur selain Allah suhanahu wataala, niscaya bumi, langit dan seluruh alam ini akan hancur berantakan. Dia pula adalah Sang Pemberi rezeki, yang mengaruniakan nikmat yang tiada tara dan rahmat yang melimpah ruah. Tiada seorang pun yang sanggup menghitung nitmat yang diperolehnya. Disisi lain, ia pun tidak akan sanggup membalasnya. Amalan dan syukurnya belum sebanding dengan nikmat yang Allah suhanahu wataala curahkan kepadanya. Sehingga hanya Allah suhanahu wataala yang paling berhak mendapatkan segala pujian yang sempurna.

Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang. Ar Rahman dan Ar Rahim adalah Dua nama dan sekaligus sifat bagi Allah suhanahu wataala, yang berasal dari kata Ar Rahmah. Makna Ar Rahman lebih luas daripada Ar Rahim. Ar Rahman mengandung makna bahwa Allah suhanahu wataala mencurahkan rahmat-Nya kepada seluruh makhluk-Nya, baik yang beriman atau pun yang kafir. Sedangkan Ar Rahim, maka Allah suhanahu wataala mengkhususkan rahmat-Nya bagi kaum mukminin saja. Sebagaimana firman Allah suhanahu wataala: Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (Al Ahzab: 43)

Yang menguasai hari kiamat. Para ulama ahli tafsir telah menafsirkan makna Ad Din dari ayat diatas adalah hari perhitungan dan pembalasan pada hari kiamat nanti. Umur, untuk apa digunakan? Masa muda, untuk apa dihabiskan? Harta, dari mana dan untuk apa dibelanjakan? Tiada seorang pun yang lepas dan lari dari perhitungan amal perbuatan yang ia lakukan di dunia. Allah suhanahu wataala berfirman (artinya): Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? (Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah. (Al Infithar: 17-19)

Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolonga. Secara kaidah etimologi (bahasa) Arab, ayat ini terdapat uslub (kaidah) yang berfungsi memberikan penekanan dan penegasan. Yaitu bahwa tiada yang berhak diibadahi dan dimintai pertolongan kecuali hanya Allah suhanahu wataala semata. Sesembahan-sesembahan selain Allah itu adalah batil. Maka sembahlah Allah suhanahu wataala semata. Sementara itu, disebutkan permohonan tolong kepada Allah setelah perkara ibadah, menunjukkan bahwa hamba itu sangat butuh kepada pertolongan Allah suhanahu wataala untuk mewujudkan ibadah-ibadah yang murni kepada-Nya.

Selain itu pula, bahwa tiada daya dan upaya melainkan dari Allah suhanahu wataala. Maka mohonlah pertolongan itu hanya kepada Allah suhanahu wataala. Tidak pantas bertawakkal dan bersandar kepada selain Allah suhanahu wataala, karena segala perkara berada di tangan-Nya. Hal ini sebagaimana firman Allah suhanahu wataala (artinya): Maka sembahlah Dia dan bertawakkallah kepada-Nya. (Hud: 123)

Tunjukkanlah kami ke jalanmu yang lurus. Yaitu jalan yang terang yang mengantarkan kepada-Mu dan jannah (surga)-Mu berupa pengetahuan (ilmu) tentang jalan kebenaran dan kemudahan untuk beramal dengannya. Al Imam Ahmad dalam Musnadnya meriwayatkan dari shahabat An Nawas bin Saman radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: Allah memberikan permisalan ash shirathul mustaqim (jembatan yang lurus), diantara dua sisinya terdapat dua tembok. Masing-masing memiliki pintu-pintu yang terbuka, dan di atas pintu-pintu tersebut terdapat tirai-tirai tipis dan di atas pintu shirath terdapat seorang penyeru yang berkata: Wahai sekalian manusia masuklah kalian seluruhnya ke dalam as shirath dan janganlah kalian menyimpang. Dan ada seorang penyeru yang menyeru dari dalam ash shirath, bila ada seseorang ingin membuka salah satu dari pintu-pintu tersebut maka penyeru itu berkata: Celaka engkau, jangan engkau membukanya, karena jika engkau membukanya, engkau akan terjungkal kedalamnya. Maka ash shirath adalah Al Islam, dua tembok adalah aturan-aturan Allah, pintupintu yang terbuka adalah larangan-larangan Allah. Penyeru yang berada di atas ash shirath adalah Kitabullah (Al Quran), dan penyeru yang berada didalam ash shirath adalah peringatan Allah bagi hati-hati kaum muslimin.

Yaitu jalannya orang-orang yang engkau beri kenikmatan. Siapakah mereka itu? Meraka adalah sebagaimana yang dalam firman Allah suhanahu wataala: Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah sebaik-baik teman. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah dan Allah cukup mengetahui. (An Nisaa: 69-70

Dan bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat. Orang-orang yang dimurkai Allah suhanahu wataala adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran akan tetapi enggan mengamalkannya. Mereka itu adalah kaum Yahudi. Allah suhanahu wataala berfirman berkenaan dengan keadaan mereka (artinya): Katakanlah Wahai Muhammad: Maukah Aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai oleh Allah. (Al Maidah: 60)

Adapun jalan orang-orang yang sesat adalah bersemangat untuk beramal dan beribadah, tapi bukan dengan ilmu. Akhirnya mereka sesat disebabkan kebodohan mereka. Seperti halnya kaum Nashara. Allah suhanahu wataala memberitakan tentang keadaan mereka: Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus. (Al Maidah: 77) At Tamin Pembaca yang dirahmati Allah suhanahu wataala, At Tamin adalah kalimat Amin yang diucapkan setelah selesai membaca Al Fatihah dalam shalat dan bukan merupakan bagian dari surat tersebut, yang mempunyai arti Ya Allah kabulkanlah doa kami. Diriwayatkan dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam ketika membaca:

maka Beliau shalallahu alaihi wasallam mengucapkan Amin sampai orang-orang yang di belakangnya dari shaf pertama mendengar suaranya. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah) Barang siapa yang taminnya bersamaan dengan tamin malaikat, maka Allah suhanahu wataala menjanjikan ampunan bagi dia. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan shahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: Jika imam mengucapkan amin maka ikutilah, karena barang siapa yang taminnya bersamaan dengan tamin malaikat, niscaya ia diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaqun alaih) Kandungan surat Al Fatihah Pembaca yang dirahmati Allah suhanahu wataala, surat ini memiliki kandungan faidah yang banyak dan agung, berikut ini beberapa di antaranya yang dapat kami sebutkan: 1. Surat ini terkandung di dalamnya tiga macam tauhid: Tauhid Rububiyyah, yaitu beriman bahwa hanya Allah suhanahu wataala yang menciptakan, mengatur dan memberi rizqi, sebagaimana yang terkandung di dalam penggalan ayat: Rabbul alamin . Tauhid Asma wa Shifat, yaitu beriman bahwa Allah suhanahu wataala mempunyai namanama serta sifat-sifat yang mulia dan sesuai dengan keagungan-Nya. Diantaranya Ar Rahman dan Ar Rahim. Tauhid Uluhiyyah, yaitu beriman bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah suhanahu wataala semata. Adapun sesembahan selain Allah suhanahu wataala adalah batil. Diambil dari penggalan ayat: Hanya kepada-Mu kami menyembah dan memohon pertolongan. 2. Penetapan adanya hari kiamat dan hari pembalasan, sebagaimana potongan ayat: Penguasa hari pembalasan. 3. Perintah untuk menempuh jalan orang-orang yang shalih.

4. Peringatan dan ancaman dari enggan untuk mengamalkan ilmu yang telah diketahui. Karena hal ini mendatangkan murka Allah suhanahu wataala. Demikian pula, hendaklah kita berilmu sebelum berkata dan beramal. karena kebodohan akan mengantarkan pada jalan kesesatan. Penutup Demikianlah ringkasan dari tafsir surat Al Fatihah. Semoga dapat mengantarkan kita kepada pemahaman yang benar di dalam menempuh agama yang diridhai oleh Allah suhanahu wataala ini. Amin, Ya Rabbal Alamin.

TAFSIR SURAT AL-FATIHAH


Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Surat Al Fatihah merupakan sebuah surat paling agung di dalam Al Quran. Hal itu berdasarkan hadits Abu Said bin Al Mualla yang dikeluarkan oleh Al Bukhari (hadits nomor 4474). Surat ini telah mencakup ketiga macam tauhid : tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma wa shifat. Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah taala dalam perbuatan-perbuatan-Nya, seperti: menciptakan, memberikan rezeki, menghidupkan, mematikan, dan perbuatan-perbuatan Allah taala yang lainnya. Maknanya Allah itu esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal mencipta, menghidupkan dan mematikan makhluk. Sedangkan tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah subhanahu wa taala dengan perbuatanperbuatan hamba seperti: dalam hal berdoa, merasa takut, berharap, bertawakal, meminta pertolongan (istianah), memohon keselamatan dari cekaman bahaya (istighatsah), menyembelih binatang, dan perbuatan-perbuatan hamba yang lainnya. Maka sudah menjadi kewajiban bagi setiap mereka untuk menjadikan segala ibadah itu ikhlas semata-mata tertuju kepada Allah azza wa jalla sehingga mereka tidak mempersekutukan sesuatupun bersama-Nya dalam hal ibadah. Sebagaimana tiada pencipta kecuali Allah, tiada yang menghidupkan kecuali Allah, tiada yang mematikan kecuali Allah, maka tiada yang berhak disembah kecuali Allah. Tauhid asma wa shifat adalah menetapkan nama dan sifat yang telah ditetapkan sendiri oleh Allah bagi diri-Nya atau ditetapkan oleh Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam bagi diri-Nya tanpa disertai dengan tahrif (penyelewengan makna), tawil (penafsiran yang menyimpang), tathil (menolak makna atau teksnya), takyif (menegaskan bentuk tertentu dari sifat Allah), tasybih (menyerupakan secara parsial) ataupun tamtsil (menyerupakan secara total). Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam firman Allah taala yang artinya, Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Asy Syura : 11).

Sesungguhnya ayat yang mulia ini merupakan dalil yang sangat jelas tentang kebenaran madzhab Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam mengimani sifat-sifat Allah azza wa jalla yaitu dengan menetapkan sifat serta menyucikan-Nya. Di dalam firman-Nya azza wa jalla, Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. terdapat penetapan dua buah nama Allah yaitu As Sami (Maha Mendengar) dan Al Bashir (Maha Melihat). Kedua nama ini menunjukkan keberadaan dua sifat Allah yaitu As Samu (mendengar) dan Al Bashar (melihat). Sedangkan di dalam firman-Nya taala, Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. terdapat penyucian Allah taala dari keserupaan diri-Nya dengan makhluk dalam sifat-sifat mereka. Allah subhanahu wa taala mendengar tetapi tidak sebagaimana pendengaran makhluk. Dia juga melihat namun tidak sama seperti penglihatan mereka. Bahkan ayat pertama yang terdapat dalam surat yang agung ini sudah mencakup ketiga macam tauhid tersebut. Tauhid uluhiyah sudah ditunjukkan keberadaannya dengan firman-Nya, Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah). Hal itu dikarenakan penyandaran pujian oleh para hamba terhadap Rabb mereka merupakan sebuah bentuk ibadah dan sanjungan kepada-Nya, dan itu merupakan bagian dari perbuatan mereka. Adapun tauhid rububiyah, ia juga sudah terkandung di dalam firman-Nya taala, Rabbil alamin. (Rabb seru sekalian alam). Hal itu disebabkan Allah subhanahu wa taala adalah rabb bagi segala sesuatu, pencipta sekaligus penguasanya. Hal itu sebagaimana difirmankan oleh Allah azza wa jalla, Hai umat manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian serta orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. Dia lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit menjadi atap, dan Dia lah yang menurunkan air hujan dari langit kemudian berkat air itu Allah menumbuhkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian, maka janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahui. (QS. Al Baqarah : 21-22). Sedangkan tauhid asma wa shifat, maka sesungguhnya ayat pertama itu pun telah menyebutkan dua buah nama Allah. Kedua nama itu adalah lafzhul jalalah Allah dan Rabb sebagaimana di dalam firman-Nya Rabbil alamin. Pada ayat ini kata rabb disebutkan dalam bentuk mudhaf (dipadukan dengan kata lain, pen). Sedangkan pada ayat lainnya yang tercantum dalam surat Yasin ia disebutkan secara bersendirian tanpa perpaduan, yaitu dalam firman-Nya, Salamun qaulan min rabbir rahim (Semoga keselamatan tercurah dari rabb yang maha penyayang) (QS. Yasin : 58). Adapun alamin adalah segala makhluk selain Allah. Allah subhanahu wa taala dengan dzatNya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, maka Dia lah Sang Pencipta. Sedangkan semua selain diri-Nya adalah makhluk. Allah azza wa jalla bercerita tentang kisah Musa dan Firaun, Firaun mengatakan, Apa itu rabbul alamin? Maka Musa menjawab, Dia adalah rabb penguasa langit, bumi, dan segala sesuatu yang berada di antara keduanya, jika kamu mau jujur meyakininya.. (QS. Asy Syuara : 23-24). Ar Rahman Ar Rahim (Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) merupakan dua buah nama Allah yang menunjukkan salah satu sifat Allah yaitu rahmah (kasih sayang). Ar Rahman termasuk kategori nama Allah yang hanya boleh dipakai untuk menyebut Allah. Sedangkan nama Ar Rahim telah disebutkan di dalam Al Quran pemakaiannya untuk menyebut selain-Nya.

Allah azza wa jalla berfirman tentang sifat Nabi-Nya Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, Sungguh telah datang kepada kalian seorang rasul dari kalangan kalian, terasa berat olehnya apa yang menyulitkan kalian, dan dia sangat bersemangat untuk memberikan kebaikan bagi kalian, dan dia sangat lembut dan menyayangi orang-orang yang beriman. (QS. At Taubah : 128). Ibnu Katsir mengungkapkan tatkala menjelaskan tafsir basmalah di awal surat Al Fatihah, Kesimpulan yang dapat dipetik adalah sebagian nama Allah taala ada yang bisa dipakai untuk menamai selain-Nya, dan ada yang hanya boleh dipakai untuk menamai diri-Nya -seperti nama Allah, Ar Rahman, Al Khaliq, Ar Raziq dan sebagainya- . Maliki yaumid din menunjukkan kepada tauhid rububiyah. Allah subhanahu wa taala adalah rabb segala sesuatu dan penguasanya. Seluruh kerajaan langit dan bumi serta apa pun yang berada di antara keduanya adalah milik-Nya. Dia lah Raja yang menguasai dunia dan akhirat. Allah azza wa jalla berfirman, Milik Allah kerajaan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya, dan Dia Maha menguasai segala sesuatu. (QS. Al Maidah : 120). Allah juga berfirman, Maha Suci Allah yang di tangan-Nya kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al Mulk : 1). Allah berfirman, Katakanlah; Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu, Dia yang melindungi dan tiada yang dapat terlindungi dari siksaNya, jika kalian benar-benar mengetahui? Maka mereka akan menjawab, Allah. Katakanlah; Lantas dari sisi manakah kalian tertipu. (QS. Al Muminun : 88-89). Yaumid din adalah hari terjadinya pembalasan dan penghitungan amal. Di dalam ayat ini ditegaskan bahwa Allah adalah penguasa pada hari pembalasan -padahal Dia adalah penguasa dunia dan akhirat- dikarenakan pada hari itu semua orang pasti akan tunduk kepada Rabbul alamin. Berbeda dengan situasi yang terjadi di dunia, ketika di dunia masih ada orang yang bisa melampaui batas dan menyombongkan dirinya, bahkan ada pula yang berani mengatakan, Aku adalah rabb kalian yang paling tinggi. Dan dia pun lancang mengatakan, Wahai rakyatku semua, tidaklah aku mengetahui adanya sesembahan bagi kalian selain diri-Ku. Iyyaka nabudu wa iyyaka nastain (Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan). Ini menunjukkan tauhid uluhiyah. Penyebutan objek yang didahulukan sebelum dua buah kata kerja tersebut menunjukkan pembatasan. Ia menunjukkan bahwa ibadah tidak boleh dipersembahkan kecuali kepada Allah. Demikian pula meminta pertolongan dalam urusan yang hanya dikuasai oleh Allah juga harus diminta hanya kepada Allah. Kalimat yang pertama menunjukkan bahwasanya seorang muslim harus melaksanakan ibadahnya dengan ikhlas untuk mengharap wajah Allah yang disertai kesesuaian amal dengan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Sedangkan kalimat yang kedua menunjukkan bahwa hendaknya seorang muslim tidak meminta pertolongan dalam mengatasi segala urusan agama dan dunianya kecuali kepada Allah azza wa jalla. Ihdinash shirathal mustaqim (Tunjukilah kami jalan yang lurus). Ini menunjukkan tauhid uluhiyah, sebab ia merupakan doa. Dan doa termasuk jenis ibadah. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah azza wa jalla, Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kalian menyeru bersama Allah siapapun. (QS. Al Jin : 18). Doa ini mengandung seagung-agung tuntutan seorang hamba yaitu mendapatkan petunjuk menuju jalan yang lurus. Dengan meniti jalan itulah seseorang akan keluar dari berbagai kegelapan menuju cahaya serta

akan menuai keberhasilan dunia dan akhirat. Kebutuhan hamba terhadap petunjuk ini jauh lebih besar daripada kebutuhan dirinya terhadap makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman hanyalah bekal untuk menjalani kehidupannya yang fana. Sedangkan petunjuk menuju jalan yang lurus merupakan bekal kehidupannya yang kekal dan abadi. Doa ini juga mengandung permintaan untuk diberikan keteguhan di atas petunjuk yang telah diraih dan juga mengandung permintaan untuk mendapatkan tambahan petunjuk. Allah azza wa jalla berfirman, Dan orangorang yang tetap berjalan di atas petunjuk, maka Allah pun akan menambahkan kepada mereka petunjuk dan Allah akan memberikan ketakwaan kepada mereka. (QS. Muhammad : 17). Allah juga berfirman tentang Ashabul Kahfi, Sesungguhnya mereka adalah para pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami pun menambahkan petunjuk kepada mereka. (QS. Al Kahfi : 13). Allah juga berfirman, Dan Allah akan menambahkan petunjuk kepada orang-orang yang tetap berjalan di atas petunjuk. (QS. Maryam : 76). Petunjuk menuju jalan yang lurus itu akan menuntun kepada jalan orang-orang yang diberikan kenikmatan yaitu para nabi, orang-orang shiddiq, para syuhada, dan orang-orang salih. Mereka itu adalah orang-orang yang memadukan ilmu dengan amal. Maka seorang hamba memohon kepada Rabbnya untuk melimpahkan hidayah menuju jalan lurus ini yang merupakan sebuah pemuliaan dari Allah kepada para rasul-Nya dan wali-wali-Nya. Dia memohon agar Allah menjauhkan dirinya dari jalan musuh-musuh-Nya yaitu orang-orang yang memiliki ilmu akan tetapi tidak mengamalkannya. Mereka itulah golongan Yahudi yang dimurkai. Demikian juga dia memohon agar Allah menjauhkan dirinya dari jalan orang-orang yang beribadah kepada Allah di atas kebodohan dan kesesatan. Mereka itulah golongan Nasrani yang sesat. Hadits yang menerangkan bahwa orang-orang yang dimurkai itu adalah Yahudi dan orang-orang sesat itu adalah Nasrani dikeluarkan oleh At Tirmidzi (hadits nomor 2954) dan ahli hadits lainnya, silakan lihat takhrij hadits ini di buku Silsilah Ash Shahihah karya Al Albani (hadits nomor 3263), di dalam buku itu disebutkan nama-nama para ulama yang menyatakan keabsahan hadits tersebut. Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya ketika membahas firman Allah taala, Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya kebanyakan pendeta dan rahib-rahib benar-benar memakan harta manusia dengan cara yang batil dan memalingkan manusia dari jalan Allah. (QS. At Taubah : 34) menukilkan ucapan Sufyan bin Uyainah yang mengatakan, Orang-orang yang rusak di antara orang berilmu di kalangan kita, padanya terdapat keserupaan dengan Yahudi. Dan orangorang yang rusak di antara para ahli ibadah di kalangan kita, padanya terdapat keserupaan dengan Nasrani. Guru kamu Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengatakan di dalam kitabnya Adhwaul Bayan (1/53), Orang-orang Yahudi dan Nasrani -meskipun sebenarnya mereka sama-sama sesat dan sama-sama dimurkai- hanya saja kemurkaan itu lebih dikhususkan kepada Yahudi meskipun orang Nasrani juga termasuk di dalamnya- dikarenakan mereka telah mengenal kebenaran namun justru mengingkarinya, dan secara sengaja melakukan kebatilan. Karena itulah kemurkaan lebih condong dilekatkan kepada mereka. Adapun orang-orang Nasrani adalah orang yang bodoh dan tidak mengetahui kebenaran, sehingga kesesatan merupakan ciri mereka yang lebih menonjol. Meskipun begitu Allah menyatakan bahwa al magdhubi alaihim adalah kaum Yahudi melalui firman-Nya taala tentang mereka, Maka mereka pun kembali dengan menuai kemurkaan di atas kemurkaan. (QS. Al Baqarah : 90). Demikian pula Allah berfirman mengenai mereka, Katakanlah; maukah aku kabarkan kepada kalian tentang golongan orang yang

balasannya lebih jelek di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dilaknati Allah dan dimurkai olehNya. (QS. Al Maidah : 60). Begitu pula firman-Nya, Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan patung sapi itu sebagai sesembahan niscaya akan mendapatkan kemurkaan. (QS. Al Araaf : 152). Sedangkan golongan adh dhaalliin telah Allah jelaskan bahwa mereka itu adalah kaum Nasrani melalui firman-Nya taala, Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu suatu kaum yang telah tersesat, dan mereka pun menyesatkan banyak orang, sungguh mereka telah tersesat dari jalan yang lurus. (QS. Al Maidah : 77). Dari penjelasan terdahulu maka jelaslah bahwa surat Al Fatihah mengandung lebih daripada sekedar pembahasan ketiga macam tauhid : tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma wa shifat. Sebagian ulama ada juga yang membagi tauhid menjadi dua macam : tauhid fil marifah wal itsbat -ia sudah mencakup tauhid rububiyah dan asma wa shifat- dan tauhid fi thalab wal qashd yang tidak lain adalah tauhid uluhiyah. Maka tidak ada pertentangan antara pembagian tauhid menjadi dua ataupun tiga. Ibnu Abil Izz Al Hanafi mengatakan di dalam Syarh Aqidah Thahawiyah (hal. 42-43), Kemudian, tauhid yang diserukan oleh para utusan Allah dan menjadi muatan kitab-kitab suci yang diturunkan-Nya ada dua macam : tauhid dalam hal penetapan dan pengenalan (itsbat wal marifah), dan tauhid dalam hal tuntutan dan keinginan (fi thalab wal qashd). Adapun tauhid yang pertama adalah penetapan hakikat Rabb taala, sifatsifat-Nya, dan nama-nama-Nya. Tiada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dalam perkaraperkara itu semua. Hal itu sebagaimana yang diberitakan oleh Allah mengenai dirinya sendiri, dan juga sebagaimana yang diberitakan oleh Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Al Quran telah menjelaskan dengan gamblang mengenai jenis tauhid ini, sebagaimana tercantum di dalam bagian awal surat Al Hadid, Thaha, bagian akhir surat Al Hasyr, bagian awal surat Alif lam mim tanzil (As Sajdah), awal surat Ali Imran, seluruh ayat dalam surat Al Ikhlas, dan lain sebagainya. Yang kedua : Tauhid thalab wal qashd, seperti yang terkandung dalam surat Qul ya ayyuhal kafirun, Qul Ya ahlal kitabi taaalau ila kalimatin sawaain bainana wa bainakum, awal surat Tanzilul Kitab dan bagian akhirnya, awal surat Yunus, pertengahan, dan bagian akhirnya, awal surat Al Araaf dan bagian akhirnya, dan surat Al Anaam secara keseluruhan. Mayoritas surat-surat Al Quran mengandung dua macam tauhid tersebut, bahkan setiap surat dalam Al Quran demikian halnya; sebab Al Quran itu meliputi pemberitaan tentang Allah, nama-namaNya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya, inilah yang disebut dengan tauhid ilmi khabari. Ia juga berisi tentang dakwah yang mengajak untuk beribadah kepada Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya serta menanggalkan segala bentuk sesembahan selain-Nya, inilah yang disebut tauhid iradi thalabi. Ia juga berisi tentang perintah dan larangan serta kewajiban untuk menaati-Nya, ini merupakan hak-hak tauhid dan penyempurna baginya. Ia juga mengandung berita mengenai pemuliaan yang diberikan bagi orang-orang yang bertauhid, kebaikan yang Allah limpahkan kepada mereka di dunia dan kemuliaan yang akan mereka terima di akhirat, maka itu semua merupakan balasan bagi ketauhidannya. Ia juga berisi berita mengenai para pelaku kesyirikan, siksa yang Allah timpakan kepada mereka sewaktu di dunia dan azab yang harus mereka rasakan di akhirat, maka itu merupakan balasan bagi orang-orang yang meninggalkan tauhid. Dengan demikian seluruh bagian dari Al Quran berisi tentang tauhid, hakhaknya, dan balasannya, serta menjelaskan tentang syirik, pelakunya, dan balasan (hukuman) yang diberikan kepada mereka. Maka alhamdulillahi Rabbil alamin adalah tauhid. Ar rahmanir rahim adalah tauhid. Maliki yaumid din adalah tauhid. Iyyaka nabudu wa iyyaka nastain adalah tauhid. Ihdinash shirathal mustaqim adalah tauhid yang mengandung permohonan petunjuk untuk bisa meniti jalan ahli tauhid yang telah mendapatkan anugerah kenikmatan dari Allah,

bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan juga bukan jalan orang-orang yang sesat; yaitu orang-orang yang memisahkan diri dari tauhid. Dikarenakan keagungan kedudukan surat Al Fatihah ini dan ketercakupannya terhadap tauhidullah dalam hal rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, dan asma wa shifat-Nya, kandungan permohonan petunjuk meniti jalan yang lurus, dan dikarenakan kebutuhan setiap muslim terhadap petunjuk itu jauh berada di atas kebutuhannya terhadap apapun dan lebih mendesak, maka surat ini pun disyariatkan untuk dibaca di setiap rakaat shalat. Di dalam Sahih Bukhari (756) dan Muslim (393) dari Ubadah bin Shamit radhiyallahuanhu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab. Di dalam Sahih Muslim (878) dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda, Barangsiapa mengerjakan shalat yang tidak membaca Ummul Quran di dalamnya maka shalatnya pincang -tiga kali- yaitu tidak sempurna. Maka ditanyakan kepada Abu Hurairah, Kalau kami sedang berada di belakang imam, bagaimana? Beliau menjawab, Bacalah untuk diri kalian sendiri, karena sesungguhnya aku mendengar Rasululah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Allah taala berfirman : Aku membagi shalat (Al Fatihah) antara Aku dengan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan hamba-Ku akan mendapatkan apa yang dia minta. Kalau hamba itu membaca, Alhamdulillahi Rabbil alamin, maka Allah taala menjawab, Hamba-Ku telah memuji-Ku. Kalau dia membaca, Ar Rahmanirrahim maka Allah taala menjawab, Hamba-Ku menyanjung-Ku. Kalau ia membaca, Maliki yaumid din maka Allah berfirman, Hamba-Ku mengagungkan Aku. Kemudian Allah mengatakan, Hamba-Ku telah pasrah kepada-Ku. Kalau ia membaca, Iyyaka nabudu wa iyyaka nastain maka Allah menjawab, Inilah bagian untuk-Ku dan bagian untuk hamba-Ku. Dan hamba-Ku pasti akan mendapatkan permintaannya.. dan kalau dia membaca, Ihdinash shirathal mustaqim, shirathalladziina anamta alaihim ghairil maghdhubi alaihim wa ladh dhaalliin maka Allah berfirman, Inilah hak hamba-Ku dan dia akan mendapatkan apa yang dimintanya.. Makna dari firman Allah di dalam hadits qudsi ini, Kalau ia membaca, Iyyaka nabudu wa iyyaka nastain maka Allah menjawab, Inilah bagian untuk-Ku dan bagian untuk hamba-Ku. Dan hamba-Ku pasti akan mendapatkan permintaannya. ialah : kalimat yang pertama yaitu Iyyaka nabudu mencakup ibadah, dan itu merupakan hak Allah. sedangkan kalimat yang kedua (yaitu wa iyyaka nastain, pen) mengandung permintaan hamba untuk memperoleh pertolongan dari Allah dan menunjukkan bahwa Allah berkenan memberikan kemuliaan baginya dengan mengabulkan permintaannya. Guru kami Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengambil kesimpulan hukum dari surat Al Fatihah ini untuk menetapkan keabsahan kekhilafahan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahuanhu. Beliau mengatakan di dalam kitabnya Adhwaul Bayan (1/51), Dari ayat yang mulia ini diambil kesimpulan mengenai keabsahan kepemimpinan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahuanhu. Hal itu dikarenakan beliau termasuk golongan orang yang disebut di dalam As Sabul Matsani dan Al Quran Al Azhim -yaitu dalam surat Al Fatihah- yang Allah perintahkan kita untuk meminta petunjuk kepada-Nya agar bisa meniti jalan mereka. Maka hal itu menunjukkan bahwa jalan mereka adalah jalan yang lurus. Hal itu sebagaimana disinggung dalam ayat-Nya, Ihdinash shirathal mustaqim. Shirathalladzina anamta alaihim. Allah telah menerangkan siapa saja golongan orang yang diberikan kenikmatan itu, dan di antara mereka adalah orang-orang shiddiq. Sementara beliau shallallahu alaihi wa sallam juga telah

menjelaskan bahwa Abu Bakar radhiyallahuanhu termasuk kategori orang-orang shiddiq. Dengan demikian jelaslah bahwa beliau pun termasuk dalam golongan orang-orang yang diberi kenikmatan oleh Allah itu, itulah isi perintah Allah kepada kita yaitu memohon petunjuk agar bisa berjalan di atas jalan mereka, sehingga tidak lagi tersisa sedikitpun kesamaran bahwa Abu Bakar radhiyallahuanhu benar-benar berada di atas jalan yang lurus, dan hal itu juga menunjukkan bahwa kepemimpinan beliau adalah sah. (Diterjemahkan oleh Ari Wahyudi dari Min Kunuz Al Quran karya Syaikh Abdul Mushin Al Abbad hafizhahullah, hal. 1-6. Murajaah : Ustadz Aris Munandar, S.S.).

TAFSIR MUDAH SURAT AL-FATIHAH


Oleh: Abdullah Saleh Hadrami

Pendahuluan Segala puji hanya bagi Allah, Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan sahabatnya yang setia sampai hari kiamat, amma ba?du; Surat Al-Fatihah adalah surat Makkiyyah, yaitu surat yang diturunkan di Mekkah sebelum Rasulullah ?Shallallaahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam hijrah ke Madinah. Surat ini berada di urutan pertama dari surat-surat dalam Al-Qur?an dan terdiri dari tujuh ayat. Diantara Nama-Nama Surat Al-Fatihah Dari Abu Hurairah ?Radhiallahu ?Anhu berkata, telah bersabda Rasulullah ?Shallallaahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam: ?Al-Hamdulillah (Al-Fatihah) adalah Ummul Qur?an, Ummul Kitab, As-Sab?ul Matsaani dan Al-Qur?anul Adhim.? (HR. At-Tirmidzi dengan sanad sahih). Surat ini dinamakan Al-Fatihah karena surat ini adalah Fatihatul Kitab, yaitu pembuka Al-Kitab atau Al Qur'an. Juga, karena Al Qur'an, secara penulisan dibuka dengan surat ini. Demikian pula dalam shalat, Al Fatihah sebagai pembuka dari surat-surat lainnya. Dinamakan dengan Ummul Kitab atau Umul Qur?an, yaitu induk Al-Qur?an, karena di dalamnya mencakup inti ajaran Al-Quran.

Dinamakan dengan As-Sab'ul Matsaani , yaitu tujuh ayat yang diulang-ulang, karena surat ini terdiri dari tujuh ayat dan selalu dibaca pada setiap raka'at dalam shalat. Dianamakan Al-Qur?anul Adhim, yaitu bacaan yang agung, karena keagungan dan banyak keutamaannya.

Diantara Keutamaan Surat Al-Fatihah Al-Fatihah adalah surat yang paling agung dalam Al-Qur?an. (HR. Imam Ahmad, Bukhari dll). Allah tidak pernah menurunkan dalam Taurat dan Injil yang seperti surat Al-Fatihah. (HR. At-Tirmidzi dengan sanad sahih). Al-Fatihah adalah Ruqyah, yaitu jampi-jampi untuk mengobati penyakit. (HR. Bukhari). Shalat tidak sah tanpa membaca Al-Fatihah. (HR. Muslim dan An-Nasa?i). Al-Fatihah adalah dialog hamba dengan Allah Ta?aala. (HR. Muslim dan An-Nasa?i). Dari Abu Hurairah ?Radhiallahu ?Anhu, dari Rasulullah ?Shallallaahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam bersabda: ?Barangsiapa shalat yang tidak membaca di dalamnya Ummul Qur?an (Al-Fatihah) maka shalatnya tidak sempurna (beliau ?Shallallaahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam mengulanginya tiga kali).? Lalu ditanyakan kepada Abu Hurairah ?Radhiallhu ?Anhu: Bagaimana apabila kita dibelakang imam ?. Abu Hurairah ?Radhiallahu ?Anhu menjawab: Bacalah (Al-Fatihah) dalam dirimu, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah ?Shallallaahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam bersabda: ?Allah Azza wa Jalla berfirman: ?Aku membagi shalat (Al-Fatihah) antara Aku dengan hambaKu menjadi dua bagian dan bagi hambaKu apa yang dia minta. Apabila dia (hamba) mengucapkan: ?Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan sekalian alam.? Allah Ta?aala menjawab: ?Hambaku memujiKu?. Dan apabila dia (hamba) mengucapkan: ? Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.? Allah Ta?aala menjawab: ?HambaKu menyanjung-nyanjungKu.? Dan apabila dia (hamba) mengucapkan: ?Yang menguasai hari pembalasan.? Allah Ta?aala menjawab: ?HambaKu mengagung-agungkanKu.? Dan apabila dia (hamba) mengucapkan: ?Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.? Allah Ta?aala menjawab: ?Ini adalah antara Aku dengan hambaKu dan bagi hambaKu apa yang dia minta.? Dan apabila dia (hamba) mengucapkan: ?Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.?

Allah Ta?aala menjawab: ?Ini adalah untuk hambaKu dan bagi hambaKu apa yang dia minta.? (HR. Muslim dan An-Nasa?i). Tafsir Mudah Surat Al-Fatihah Membaca Basmalah Setiap Memulai Suatu Kebaikan Adalah Mendatangkan Berkah

(1)
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (1) Aku memulai dengan nama Allah, memohon berkah, pertolongan dan petunjuk untuk menunaikan semua urusan dan agar supaya Allah mengabulkan. Allah adalah sesembahan yang hak dan tidak ada sekutu bagiNya. Allah adalah nama yang paling khusus diantara nama-nama Allah. Ar-Rahmaan adalah Yang rahmatNya (pemberianNya) meliputi semua makhluk. Allah berfirman: ?dan rahmatKu meliputi segala sesuatu.? (QS. Al-A?raaf: 156). Ar-Rahiim adalah Maha Penyayang kepada orang-orang beriman saja. Allah berfirman: ?Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang beriman.? (QS. Al-Ahzaab: 43) Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim adalah termasuk nama-nama Allah Al-Asma?ul Husna.

Memuji dan Bersyukur Kepada Allah

(2)
Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan sekalian alam. (2) Semua yang selain Allah adalah alam. Allah memuji diriNya dan memerintahkan kepada hambahambaNya agar memujiNya karena hanya Dialah yang berhak untuk dipuji. Allah suka terhadap pujian-pujian. Rasulullah ?Shallallaahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam bersabda: ?Sesungguhnya Rabbmu suka dengan pujian-pujian.? (HR. Imam Ahmad dan An-Nasa?i) Allah adalah Rabb, yaitu Tuhan Pencipta dan Pemilik semua makhluk, yang mengatur urusan mereka

dengan nikmatNya serta memberikan keimanan dan amal saleh kepada para kekasihNya. Allah Maha Esa dalam RububiyahNya yaitu Dia berdiri sendiri dalam menciptakan, memiliki, mengurusi dan memberi nikmat kepada semua makhlukNya. Allah Maha Kaya dan tidak membutuhkan siapapun sedangkan seluruh alam semesta adalah fakir dan sangat membutuhkan Allah dalam segala urusan. Diantara Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah

(3)
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (3) Ar-Rahmaan adalah yang rahmatNya (pemberianNya) meliputi semua makhluk. Ar-Rahiim adalah Maha Penyayang kepada orang-orang beriman saja. Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim adalah termasuk nama-nama Allah Al-Asma?ul Husna. Rasulullah ?Shallallaahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam bersabda: ?Seandainya orang mukmin mengetahui apa yang ada di sisi Allah berupa siksaan, pasti tidak ada seorangpun yang tamak menginginkan surgaNya. Dan seandainya orang kafir mengetahui apa yang ada di sisi Allah berupa rahmat, pasti tidak ada seorangpun yang berputus asa dari RahmatNya.? (HR. Muslim). Iman Kepada Hari Akhir dan Persiapan Menghadapinya

(4)
Yang menguasai hari pembalasan. (4) Allah adalah satu-satunya Penguasa dan Raja pada hari kiamat yaitu hari pembalasan atas semua amal perbuatan. Berkata Umar ibnul Khaththab ?Radhiallahu ?Anhu: ? Hisablah (perhitungkanlah) dirimu sebelum dihisab ! Dan timbanglah dirimu sebelum ditimbang ! Dan bersiap-siaplah menghadapi hari ?ardl (penampakan amal) yang agung. Pada hari itu ditampakkan semua amalan sehingga tidak ada yang tersembunyi lagi.?

Memurnikan Tauhid dan Hanya Bergantung Kepada Allah

(5)
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (5) Hanya kepadaMu semata kami taat dan beribadah dan hanya kepadaMu semata pula kami memohon pertolongan dalam semua urusan kami. Semua urusan adalah di tanganMu dan tiada satupun yang memilikinya walau sekecil apapun selain Engkau. Berkata sebagian salaf: ?Al-Fatihah adalah rahasia Al-Qur?an, dan rahasianya terletak pada kalimat ini..Iyyaaka Na?budu Wa Iyyaaka Nasta?iin..Lafadh Iyyaaka Na?budu berarti berlepas diri dari kesyirikan, dan Iyyaaka Nasta?iin berarti berlepas diri dari daya upaya dan kekuatan serta berserah diri kepada Allah Azza Wa Jalla. Doa Memohon Hidayah Setelah Memanjatkan Pujian-Pujian Kepada Allah

(6)
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (6) Tunjuki, bimbing dan berilah kami hidayah ke jalan yang lurus serta tetapkanlah kami di atasnya sampai berjumpa denganMu yaitu Islam, jalan terang dan jelas yang menyampaikan kepada keridlaan Allah dan surgaNya. Ash-Shiroothol Mustaqiim adalah jalan yang terang, jelas, lurus dan tidak bengkok, yaitu agama Islam yang dibawa Rasulullah ?Shallallaahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam dan dipahami para sahabat ?Radhiallaahu ?Anhum. Jalan Kebaikan dan Keburukan

(7)
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat. (7) Yaitu jalan orang-orang yang Engkau berikan nikmat atas mereka diantara para Nabi, Siddiqin, Syuhada dan Shalihin karena mereka adalah orang-orang yang mendapatkan hidayah dan istiqomah. Dan janganlah Engkau jadikan kami menempuh jalan orang-orang yang Engkau murka atas mereka yaitu orang-orang yang mengetahui kebenaran akan tetapi tidak mengamalkannya, mereka adalah Yahudi dan siapa saja yang seperti mereka. Dan janganlah pula Engkau jadikan kami menempuh jalan orang-orang yang tersesat yaitu orang-orang yang tidak mendapatkan ilmu dan hidayah sehingga mereka salah jalan, mereka adalah Nasrani dan siapa saja yang mengikuti jalan mereka. Membaca ?Aamiin? Setelah Al-Fatihah Setelah membaca Al-Fatihah di sunnahkan mengucapkan ?Aamiin?, yang artinya adalah: ?Ya Allah kabulkanlah?. Rasulullah ?Shallallaahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam setelah membaca Al-Fatihah mengucapkan ?Aamiin? dengan mengeraskan bacaannya dan memanjangkan suranya. (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dll). Diantara Kandungan Surat Al-Fatihah Surat Al-Fatihah mencakup berbagai macam kandungan yang tidak terdapat pada surat lain dalam AlQur?an, diantaranya: - Surat ini mencakup pujian-pujian, sanjungan dan pengagungan terhadap Allah Ta?aala dengan penyebutan nama-namaNya yang Maha Indah dan sifat-sifatNya yang Maha Tinggi. - Surat ini mencakup ketiga macam tauhid, yaitu; a). Rububiyyah, diambil dari kalimat ?Rabbil ?Aalamiin?, b). Uluhiyyah, diambil dari kalimat ?Allaah? dan ?Iyyaaka Na?budu?, c). dan Al-Asma? Wa Ash-Shifat, diambil dari nama-nama dan sifat-sifat Allah yang terkandung di dalamnya. - Penetapan kenabian, yaitu dari kalimat ?Ihdinash Shiroothol Mustaqiim?, karena kita tidak mungkin dapat mengetahui jalan yang lurus tanpa adanya risalah kenabian. - Anjuran agar setiap hamba berdoa, meminta dan merendahkan diri di hadapan Allah Ta?aala. - Diantara adab berdoa adalah memuji-muji Allah Ta?aala dengan menyebut-nyebut nama-nama dan sifat-sifatNya sebelum berdoa. - Bantahan terhadap semua kelompok sesat dan menyimpang, yaitu dari kalimat ?Ihdinash Shiroothol Mustaqiim?, karena jalan yang lurus adalah mengetahui kebenaran dan mengamalkannya, sedangkan semua yang menyimpamg dan tersesat menyelisihi hal itu.

- Hendaklah kita selalu memohon hidayah kepada Allah Ta?aala karena hanya Dia-lah yang berkuasa untuk memberi hidayah dan menyesatkan sesuai dengan ilmu dan hikmahNya. - Penetapan adanya hisab (perhitungan) dan jazaa? (pembalasan), yaitu dari kalimat ?Maaliki Yauwmid Diin?, dan bahwasanya pembalasan Allah adalah sangat adil. - Ihlas dalam beragama hanya karena Allah semata, juga dalam beribadah dan memohon pertolongan, tidak menyekutukanNya dengan suatu apapun, yaitu dari kalimat ?Iyyaaka Na?budu Wa Iyyaaka Nasta?iin?. - Penetapan adanya takdir, yaitu dari kalimat ?Shiroothol Ladziina An?amta ?Alaihim Ghoiril Maghdluubi ?Alaihim Walaadl Dhoolliin?, karena ada orang yang ditakdirkan bahagia dan adapula yang sengsara sesuai dengan hikmah dan ilmu Allah. - Hendaklah pemahaman tentang takdir ini sesuai dengan pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jama?ah dan tidak mengikuti kelompok yang menyimpang dan tersesat, yaitu Qadariyyah dan Jabriyyah. - Motivasi agar kita beramal shaleh sehingga kita dikumpulkan bersama orang-orang shaleh pada hari kiamat kelak. - Ancaman agar waspada dan menjauhi jalan-jalan kebatilan, sehingga kita tidak dikumpulkan bersama orang-orang ahli batil pada hari kiamat kelak. Penutup Ini sekelumit tentang surat Al-Fatihah dan semoga bermanfaat, amien. Segala puji hanya bagi Allah, Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan sahabatnya yang setia sampai hari kiamat.

Diantara Maraji?: - Tafsirul Qur?anil Adhim, Karya Al-Hafidh Ibnu Katsir ?Rahimahullah. - Al-Misbahul Munir Fi Tahdzibi Tafsir Ibni Katsir, Karya Sekelompok Ulama? yang diketuai oleh AsySyaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarak Fuuri ?Rahimahullah. - Taisiirul Kariimir Rahmaan Fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan, Karya Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Nashir AsSa?di ?Rahimahullah. - At-Tafsir Al-Muyassar, Karya Sekelompok Ulama yang diketuai oleh Asy-Syaikh DR. Abdullah bin Abdul Muhsin At-Turki ?Hafidhahullah. - Zaadul Masiir, Karya Ibnul Jauzi ?Rahimahullah. - Dan kitab-kitab tafsir dan hadis lainnya?www.hatibening.com atau www.kajianislam.net

AL-FATIHAH: Tafsir Ayat 1 - 7

(1)BISMILLAHIRAMANIRAHIMI Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Menyayangi Ummu Salamah r.a. berkata, "Rasulullah saw. telah membaca Bismillahirrahmanirrahim ketika membaca Fatihah dalam salat. (Hadis da'if Riwayat Ibnu Khuzaimah).

Abu Hurairah r.a. ketika memberi contoh salat Nabi saw. membaca keras-keras Bismillahirrahmanirrahim. (HR. an-Nasa'i, Ibn Khuzaimah, Ibnu Hibban dan al-Hakim). Imam Syafii dan al-Hakim meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa Muawiyah ketika sembahyang di Madinah sebagai imam, tidak membaca Bismillahirrahmanirrahim, maka ditegur oleh sahabat Muhajirin yang hadir, kemudian ketika sembahyang lagi ia membaca Bismillahirrahmanirrahim. Adapun dalam mazhab Imam Malik tidak membaca Basmalah berdasarkan hadis Aisyah r.a. yang berkata, "Biasa Rasulullah saw. memulai salat dengan takbir dan bacaannya dengan Alhamdu lillahi rabbil alamin. (HR. Muslim). Anas r.a. berkata, "Saya sembahyang di belakang Nabi saw., Abu Bakar, Umar, Utsman dan mereka semuanya memulai bacaannya dengan Alhamdu lillahi rabbil alamin". (Bukhari, Muslim). Dan sunat membaca Bismillahirrahmanirrahim pada setiap perkataan dan perbuatan. karena sabda Nabi saw. yang berbunyi: "Tiap urusan (perbuatan) yang tidak dimulai dengan Bismillahirrahmanirrahim maka terputus berkatnya." Juga sunat membaca Basmalah ketika wudu, karena sabda Nabi saw.: "Tiada sempurna wudu orang yang tidak membaca Bismillah" Dan sunat juga dibaca ketika menyembelih (membantai) binatang, juga sunat ketika makan, karena sabda Nabi saw. ke- ada Umar bin Abi Salamah yang berbunyi, "Bacalah Bismil- lah, dan makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari yang dekat-dekat kepadamu". (HR. Muslim). Juga membaca Basmalah ketika akan jima' (bersetubuh) sebagaimana riwayat Ibn Abbas r.a. Rasullah saw. bersabda: Andaikan salah satu kamu jika akan bersetubuh (jima') dengan istrinya membaca, "engan nama Allah, ya Allah jauhkan kami dari setan, dan jauhkan setan dari rezeki yang Tuhan berikan kepada kami. Maka jika ditakdirkan mendapat anak dari jima' tidak mudah diganggu oleh setan untuk selamanya". (HR. Bukhari, Muslim).

Bismillah ( Dengan nama ALLAH ) Dengan nama Allah. Susunan kalimat yang demikian ini dalam bahasa Arab berarti ada susunan kata-kata yang mendahuluinya yaitu: Aku mulai perbuatan ini dengan nama Allah, atau: Permulaan dalam perbuatanku ini dengan nama Allah; untuk mendapat berkat dan pertolongan rahmat Allah sehingga dapat selesai dengan sempurna dan baik. Juga untuk menyedari kembali sebagai makhluk Allah, bahawa segalanya bergantung kepada rahmat kurnia Allah. Hidup, mati dan daya upaya semata-semata terserah kepada rahmat kurnia Allah Azza wa Jalla. ALLAH Nama Zat Allah Ta'ala. Nama Allah khusus bagi Allah, tidak dinamakan pada zat yang lain selain Allah. Haram menamakan dengan nama Allah pada zat yang lain selain Allah melainkan dengan menyandarkan sesuatu seperti Abdullah (hamba Allah) atau Amatullah (hamba perempuan Allah). Ar-Rahman Ar-Rahim (Yang Maha Murah Yang Maha Penyayang) Ar-Rahman (Yang Pemurah) yakni yang penuh rahmatNya kepada semua makhluk di dunia hingga di akhirat, kepada yang mukmin maupun yang kafir. Adapun Ar-Rahim (Yang Penyayang) khusus rahimNya buat kaum mukmin sahaja.

Firman Allah: "Arrahman alal arsyi istawa", untuk menunjukkan bahwa rahmat Allah meliputi (memenuhi) seiuruh Arsy. Dan firman Allah: "Wa kaana bil mu'miniina rahiima" (Dan terhadap kaum mukminin sangat belas kasih). Nama Rahman ini juga khusus bagi Allah, tidak dapat dipakai oleh lain-lainNya. Karena itu ketika Musailama al-Kadzdzab berani menamakan dirinya Rahmanul Yamamah, maka Allah membuka kepalsuan dan kedustaannya, sehingga dikenal di tengah-tengah masyarakat Musailamah al-Khadzdzab bukan sahaja bagi penduduk kota bahkan orangorang Baduwi juga menyebutnya Musailamah al-Khadzdzab iaitu Musailamah Yang Pembohong. Kesimpulan di dalam asma (nama-nama) Allah ada yang dapat dipakai oleh lain-Nya dan ada juga yang tidak dapat dipakai oleh lain-Nya seperti Allah, Ar-Rahman, Al-Khalik, Ar-Razak dan lain-lainnya. Dan yang boleh seperti Ar-Rahim, As-Sami', Al-Bashir seperti firman Allah, "Faja'alnaahu samii'an bashiira" (Maka Kami jadikan manusia itu mendengar lagi melihat).

(2) ALHAMDU LILLAHIR RABBIL ALAMIN Segala puja dan puji bagi Allah, Tuhan yang memelihara alam semesta.

Ibn Jarir berkata, "Alhamdu lillah, syukur yang ikhlas melulu kepada Allah tidak kepada lain-lain-Nya daripada makhluk-Nya, syukur itu karena nikmat-Nya yang diberikan kepada hamba dan makhluk-Nya yang tidak dapat dihitung dan tidak terbatas, seperti alat anggota manusia untuk menunaikan kewajiban taat kepada-Nya, di samping rezeki yang diberikan kepada semua makhluk manusia, jin dan binatang dari berbagai perlengkapan hidup, karena itulah maka pujian itu sejak awal hingga akhirnya tetap pada Allah semata-mata. Alhamdullilah Pujian Allah pada diri-Nya, yang mengandung tuntunan kepada hamba-Nya supaya mereka memuji Allah seperti seakan-akan perintah Allah, "Bacalah olehmu Alhamdulillah".

Alhamd pujian dengan lidah terhadap sifat-sifat pribadi, maupun sifat yang menjalar kepada orang lain, sebaliknya syukur itu pujian terhadap sifat yang menjalar, tetapi syukur dapat dilaksanakan dengan hati, lidah dan anggota badan. Alhamd berarti memuji sifat keberanian, kecerdasan-Nya atau karena pemberian-Nya. Syukur khusus untuk pemberian-Nya. Alhamd (puji) lawan kata Adzzam (cela). Ibn Abbas r.a. berkata, Umar r.a. berkata kepada sahabat- sahabat, "Kami telah mengerti dan mengetahui kalimat Subanallah, laa ilaha illallah dan Allahu Akbar, maka apakah Alhamdu Lillahi itu?" Jawab Ali r.a., "Suatu yang dipilih oleh Allah untuk memuji ZatNya". Ibn Abbas berkata, 'Alhamdu Lillah kalimat syukur, maka jika seorang membaca Alhamdu Lillah, Allah menjawab, "HambaKu telah syukur pada-Ku". Jabir bin Abdullah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda: Seutama-utamanya zikir ialah "La ilaha illallah", dan seutama-utamanya doa ialah "Alhamdu Lillah". (HR. at-Tirmidzi, hadis Hasan Gharib). Anas. bin Malik r.a. berkata, Nabi saw. bersabda: Tiadalah Allah memberi nikmat kepada seorang hamba- Nya, kemudian hamba itu mengucap "Alhamdu Lillah", melainkan apa yang diberi itu lebih utama (afdhal) dari yang ia terima. (Yakni ucapan "Alhamdu Lillah" lebih be- sar nilainya dari nikmat dunia itu). (HR. Ibnu Majah). Anas r.a. juga meriwayatkan Nabi saw. bersabda, "Andaikan dunia sepenuhnya ini di tangan seorang dari umatku kemudian ia membaca 'Alhamdu Lillah' maka pasti kalimat Alhamdu Lillah lebih besar dari dunia yang di tangannya itu". 'Al' dalam kalimat Alhamdu berarti segala jenis puja dan puji bagi Allah. Sebagaimana tersebut dalam hadis "Allahumma lakal hamdu kulluhu walakal mulku kulluhu wa biyadikal khair kullihi wa ilaika yar ji'ul amru kulluhu" (Ya Allah bagi-Mu segala puji semuanya, dan bagi-Mu kerajaan semuanya dan di tangan-Mu kebaikan semuanya, dan kepada-Mu kembali segala urusan semuanya).
Rabb

Bererti pemilik yang berhak penuh, juga berarti majikan, juga yang memelihara serta menjamin kebaikan dan perbaikan, dan semua makhluk alam semesta.

Alam ialah segala sesuatu selain Allah. Maka Allah Rabb dari semua alam itu sebagai pencipta, yang mcmelihara, memperbaiki dan menjamin. Sebagaimana tersebut dalam surat asy- Syu'araa 23-24. Fir'aun bertanya, "Apakah rabbul alamin itu?" Jawab Musa, "Tuhan Pencipta, Pemelihara penjamin langit dan bumi dan apa saja yang di antara keduanya, jika kalian mahu percaya dan yakin." Alam itu juga pecahan dari alamat (tanda) sebab alam ini semua menunjukkan dan membuktikan kcpada orang yang memperhatikannya sebagai tanda adanya Allah Tuhan yang menjadikannya.
(3) AR-RAHMAN AR-RAHIM

Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Ar-Rahman yang memberi nikmat yang sebesar-besarnya seperti nikmat makan, minum, harta benda dan lain-lain. Ar-Rahim yang memberi nikmat yang halus sehingga tidak terasa, seperti nikmat iman dan islam. Jika anda akan menghitung nikmat kurnia Allah maka takkan dapat menghitungnya. (4) MALIKI YAUMIDIN

Raja yang memiliki pembalasan Maliki Dapat dibaca: Maliki (Raja), dan Maaliki (Pemilik - Yang Memiliki). Maaliki sesuai dengan ayat: "Sesungguhnya Kami yang mewarisi bumi dan semua yang di atasnya, dan kepada Kami mereka akan kembali." (Maryam 40).

Maliki sesuai dengan ayat: Katakanlah, "Aku berlindung dengan Tuhannya manusia. Rajanya manusia". (an-Naas 1-2) . "Bagi siapakah kerajaan pada hari ini (hari kiamat)? Bagi Allah Yang Esa yang memaksa (perkasa)." (al-Mu'min = Ghafir 16).

Kerajaan yang sesungguhnya pada hari itu hanya bagi Ar: Rahman. (al-Furqan 26).
Ad-Din (Pembalasan dan Perhitungan). Sesuai dengan ayat: "Apakah kami akan dibalas (diperhitungkan)". (as-Shafaat 53).

Umar r.a. berkata, "Andaikan perhitungan bagi dirimu sebelum kamu dihisab (diperhitungkan) dan pertimbangkan untuk dirimu sebelum kamu ditimbang, dan siapsiaplah untuk menghadapi perhitungan yang besar, menghadap kepada Tuhan yang tidak tersembunyi pada-Nya sedikit pun dari amal perbuatanmu. Pada hari kiamat kelak kalian akan dihadapkan kepada Tuhan dan tidak tersembunyi pada-Nya suatu apa pun."
(5) Iyyaka na'budu wa iyyaka nas ta'iin. Hanya kepadaMu (Allah) kami mengabdi (menyembah) dan hanya kepada-Mu pula kami minta pertolongan. Adh-Dhahaak dari Ibn Abbas berkata, "Iyyaka na'budu bermaksud Kepada-Mu kami menyembah mengesakan dan takut dan berharap, wahai Tuhan tidak ada lain-Mu". Dan Iyyaka nasta'in bermaksud "Kami minta tolohg kepada-Mu untuk menjalankan taat dan untuk mencapai semua hajat kepentinganku" Qatadah berkata, Dalam Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in, Allah menyuruh supaya tulus ikhlas dalam melakukan ibadat kepada Allah dan supaya benar-benar mengharap bantuan pertolongan Allah dalam segala urusan." (6) Ihdinaas Shiraathal mustaqiim Pimpinlah kami ke jalan yang lurus. Shirath dapat dibaca dengan shad, siin dan zai dan tidak berubah arti.

Shiraathal mustaqiim, jalan yang lurus yang jelas tidak berliku-liku. Shiraatal mustaqiim, ialah mengikuti tuntunan Allah dan Rasulullah saw. Juga berarti Kitab Allah, sebagaimana riwayat dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Asshiratul mustaqiim kitabullah'. Juga berarti Islam, sebagai agama Allah yang tidak akan diterima lainnya. An Nawas bin Sam'aan r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Allah mengadakan contoh perumpamaan suatu jalan (shirrat) yang lurus, sedang di kanan-kiri jalan ada dinding dan di pagar ada pintu-pintu terbuka, pada tiap pintu ada tabir yang menutupi

pintu, dan di muka jalan ada suara berseru, "Hai manusia masuklah ke jalan ini, dan jangan berbelok dan di atas jalanan ada seruan, maka bila ada orang yang akan membuka pintu dipenngatkan, 'Celaka anda, jangan membuka, sungguh jika anda membuka pasti akan masuk'. Shiraat itu ialah Islam, dan pagar itu batas-batas hukum Allah dan pintu yang terbuka ialah yang diharamkan Allah- sedang seruan di muka jalan itu ialah kitab Allah, dn seruan di atas shiraf ialah seruan nasihat dalam hati tiap orang muslim. (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasa'i). Tujuan ayat ini minta taufik hidayat semoga tetap mengikuti apa yang diridai Allah, sebab siapa yang mendapat taufik hidayat untuk apa yang diridai Allah maka ia termasuk golongan mereka yang mendapa nikmat dari Allah daripada Nabi shiddiqin, syuhada dan shalihin. Dan siapa yang mendapat taufik hidayat sedemikian berarti ia benar-benar Islam berpegang pada kitab Allah dan sunnaturrasul, menjalankan semua perintah dan meninggalkan semua larangan syariat agama.

Jika ditanya, "Mengapakah seorang mukmin harus minta hidayat, padahal ia bersalat itu berarti hidayat?" Jawabnya, "Seorang memerlukan hidayat itu pada setiap saat dan dalam segala hal keadaan kepada Allah supaya tetap terus terpimpin oleh hidayat Tuhan itu, karena itulah Allah menunjukkan jalan kepadanya supaya minta kepada Allah untuk mendapat hidayat taufik dan pimpinan-Nya. Maka seorang yang bahagia hanyalah orang yang selalu mendapat taufik hidayat Allah. Sebagaimana firman Allah dalam ayat 136, surat an-Nisa: "Hal orang beriman percayalah kepada Allah dan Rasulullah" (an-Nisa 136). Dalam ayat ini orang mukmin disuruh beriman, yang maksudnya supaya terus tetap imannya dan melakukan semua perintah dan menjauhi larangan, jangan berhenti di tengah jalan, yakni istiqamah hingga mati.

(7) Shiraathalladzina an'amta alaihim ghairil magh dhubi alaihim waladh dhaallin Jalan orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Tuhan atas mereka, dan bukan jalan yang dimurkai Tuhan atas mereka dan bukan jalan orang-orang yang sesat. Inilah maksud jalan yang lurus itu, yaitu yang dahulu sudah ditempuh oleh orang-orang yang mendapat rida dan nikmat dari Allah ialah mereka yang tersebut dalam ayat 69 an-Nisa: Dan siapa yang taat kepada Allah dan Rasulullah maka mereka akan bersama orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dari para Nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin, dan merekalah sebaik-baik kawan. (an-Nisa 69). Dilanjutkan oleh Allah dengan ayat:

"Dzalikal fadh lu minallahi wakafa billahi aliimaa" (Itulah kurnia Allah dan cukup Allah yang Maha Mengetahui.) Ibnu Abbas berkata, "Jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Tuhan kepada mereka sehingga dapat menjalankan taat ibadat serta istiqamah seperti Malaikat, Nabi-nabi, Shiddiqin, syuhada dan shalihin.

Bukan jalan orang-orang dimurkai atas mereka, yaitu mereka yang telah mengetahui kebenaran hak tetapi tidak melaksanakannya seperti orang-orang Yahudi, mereka telah mengetahui kitab Allah, tetapi tidak melaksanakannya, juga bukan jalan orang-orang yang sesat karena mereka tidak mengetahui. Ady bin Hatim r.a. bertanya kepada Nabi saw., "Siapakah yang dimurkai Allah itu?" Jawab Nabi saw., "Alyahud (Yahudi)". "Dan siapakah yang sesat itu?" Jawab Nabi saw. "An-Nashara (Kristen/Nasrani)". Orang Yahudi disebut dalam ayat "Man la'anabullahu wa ghadhiba alaihi"(Orang yang dikutuk (dilaknat) oleh Allah dan dimurkai, sehingga dijadikan di antara mereka kera dan babi.) Orang Nashara disebut dalam ayat "Qad dhallu min qablu, wa adhallu katsiera wa dhallu an sawaa issabiil" (Mereka yangtelah sesat sejak dahulu, dan menyesatkan orang banyak, dan tersesat dari jalan yang benar.)
Pasal: Surat ini hanya tujuh ayat, mengandung pujian dan syukur kepada Allah dengan menyebut nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang mulia, lalu menyebut hal Hari Kemudian, pembalasan dan tuntutan, kemudian menganjurkan kepada hamba supaya meminta kepada Allah dan merendah diri pada Allah, serta lepas bebas dari daya kekuatan diri menuju kepada tulus ikhlas dalam melakukan ibadat dan tauhid pada Allah, kemudian menganjurkan kepada hamba sahaya selalu minta hidayat taufik dan pimpinan Allah untuk dapat mengikuti shirat mustaqiim supaya dapat tergolong dari golongan hamba-hamba Allah yang telah mendapat nikmat dari golongan Nabi, Siddiqin, Syuhada dan Shalihin. Juga mengandung anjuran supaya berlaku baik mengerjakan amal saleh jangan sampai tergolong orang yang dimurkai atau tersesat dari jalan Allah

Tafsir surat Al-Fatihah Abu Hurairah r.a. meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda : Quote: "Demi (Allah SWT) yang jiwaku berada di tanganNya, tidaklah Allah SWT menurunkan satu suratpun yang semisal dengan Surat Al-Fatihah, baik itu di Taurat, Injil maupun di Al-Qur'an". Surah Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan termasuk surah Makkiyah, menurut pendapat Abdullah bin Abbas, Qatadah, dan Abul Aliyah. Dinamakan Al-Fatihah yang berarti 'Pembuka', karena surat ini merupakan pembuka (permulaan) dari Al-Qur'an secara tulisan. Dinamakan juga dengan Ummul Qur'an (induk Al-Qur'an), karena seluruh Al-Qur'an berkisar pada pokok-pokok yang dikandungnya. Dinamakan juga dengan Ash-Shalah, karena ia merupakan rukun shalat. Shalat tidak sah tanpanya. Dinamakan dengan Asy-Syifaa', yang berarti obat, karena Al-Fatihah bisa dijadikan obat untuk dua jenis penyakit, dhahir maupun batin, dan masih ada lagi beberapa nama lainnya untuk surat Al-Fatihah ini. TAFSIR AYAT Syeikh Abu Bakar Jabir Al-Jazaa'iry, dalam Aisaru At-Tafaasir-nya menjelaskan makna ayatayat dari surat yang mulia ini. Beliau menulis, Allah SWT memberitahukan bahwa segala macam pujian, baik itu berupa sifat keagungan atau kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT SWT. Sebab, Dia-lah Rabb dari segala sesuatu, Pencipta dan Pemiliknya. Kewajiban kita adalah memujiNya. Kemudian Allah SWT mengagungkan diriNya sendiri, bahwa Dia-lah yang menguasai segala yang ada di hari kiamat. Pada hari itu, tidak seorang pun berkuasa atas orang lain. Dia (Allah SWT)-lah satu-satunya pemilik dan Penguasa. Selanjutnya Allah SWT mengajarkan kepada kita, suatu cara agar permintaan dan doa kita diterima/dikabulkan. Dengan kata lain, Allah SWT berfirman : "Pujilah Allah SWT dan agungkanlah Ia, serta konsistenlah dengan hanya beribadah dan meminta pertolongan kepadaNya, bukan kepada yang lain." Lalu dengan pengajaran dari Allah SWT, seorang hamba akan meminta kepada Allah SWT untuk dirinya dan saudara-saudaranya, agar hidayah yang Allah SWT berikan kepada mereka dilanggengkan, sehingga tidak terputus. Akhirnya, setelah mereka meminta ditunjukkan kepada 'jalan yang lurus', Allah SWT menjelaskan, yang dimaksud dengan jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang diberi nikmat, yang itu merupakan manhaj (konsep) yang lurus, yang akan mengantarkan seorang hamba kepada keridhaan Allah SWT SWT dan jannahNya. Jalan itu adalah Islam, yang tegak berdiri di atas pondasi iman, ilmu dan amal, disertai dengan menjauhi kemusyrikan dan kemaksiatan. Jalan itu bukanlah jalannya orang-orang

yang dimurkai oleh Allah SWT dan bukan pula jalan mereka yang sesat. Ibnu Katsir r.a. menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang diberi nikmat adalah orang-orang yang disebut oleh Allah SWT dalam surat An-Nisaa' ayat 69. Mereka adalah para nabi, shiddiqiin, syuhada dan shalihiin. Sedangkan yang dimaksud dengan orang-orang yang mendapatkan murka adalah orang-orang Yahudi. Mereka dimurkai, karena mereka tahu akan kebenaran, tetapi mereka berpaling darinya. Adapun orang-orang yang sesat adalah orang-orang Nasrani. Mereka bodoh dan beribadah menurut kemauan mereka sendiri, tanpa ilmu. Sebenarnya, baik Yahudi maupun Nasrani, semuanya sama-sama mendapat murka dan tersesat. Hanya saja, sifat khusus 'mendapatkan murka' diperuntukkan bagi Yahudi, karena mereka tidak mau beramal, dan sifat khusus 'tersesat' disandangkan kepada orang-orang Nasrani, karena tidak mau berilmu. Maka kalau kita tidak mau berilmu atau beramal, berarti sejenis dengan Nasrani atau Yahudi. Na'udzu billah.... KANDUNGAN AYAT Ibnu Qayyim Al-Jauziyah r.a. menyatakan bahwa surat Al-Fatihah ini memuat pokok-pokok dienul Islam secara global tapi sempurna. Ada tiga hal pokok, yatiu:

Tauhid Melalui surat ini, Allah SWT 'mengenalkan diri' kepada makhluk-makhlukNya dengan lima nama, yaitu Allah SWT, Ar-Rabb, Ar-Rahmaan, Ar-Rahiim, dan Al-Malik. Allah SWT Nama 'Allah' adalah nama yang mewakili seluruh Al-Asmaa' Al-Husna (nama-nama baik yang berjumlah 99, yang Allah SWT sifatkan kepada diriNya sendiri) dan Ash-Shifat Al-Ulya (sifat yang tinggi/mulya). Nama ini menunjukkan IlahiyahNya. Sifat Ilahiyah adalah sifat kesempurnaan yang jauh dari tasybih (penyerupaan), tamtsil (permisalan), kekurangan dan cacat. Seluruh asmaa' al-husna adalah perincian dari sifat ini. Nama 'Allah' menunjukkan bahwa Allah SWT adalah Al-Ma'luuh, yang diibadahi. Semua beribadah kepadaNya dengan penuh ketundukan dan kecintaan dan pengagungan. Ar-Rabb Ar-Rabb artinya penguasa, yang mengatur segalanya. Secara khusus, semua sifat fi'il (perbuatan) dan qudrah (kekuasaan) dan segala yang berkenaan dengan kepengaturan alam berhubungan eerat dengan nama Ar-Rabb. Allah SWT adalah Rabb segala sesuatu. Penciptanya dan yang Maha Mampu untuk melakukan apa saja. Tidak ada sesuatu pun yang keluar dari rububiyyahNya. Ar-Rahmaan Nama 'Ar-Rahmaan' adalah pecahan kata 'rahmah', untuk menunjukkan intensitas yang sangat. Selanjutnya, nama Ar-Rahmaan menunjukkan bahwa segala sifat ihan, kasih, sayang, lembut, derma, pemurah dan baik, ada pada Allah SWT. Sifat rahmaan Allah SWT yang dikandung oleh nama Ar-Rahmaan ini berlaku untuk semua makhluk, yang beriman maupun yang kafir. Rahmah

di sini meliputi segala hal yang berkenaan dengan penghidupan/kelangsungan hidup. Ar-Rahiim Seperti halnya 'Ar-Rahmaan', Ar-Rahiim adalah pecahan kata 'rahmah'. Bedanya, sifat rahmah Allah SWT SWT SWT yang terkandung dalam nama ini dikhususkan untuk mereka yang berima saja, di akherat. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ahzaab : 43 yang artinya : "Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman." Al-Malik Al-Malik artinya raja atau penguasa. Penguasa atas segalanya. Dikhususkannya hari pembalasan sebagai milik atau kekuasaan Allah SWT dalam surat ini, bukanlah berarti dunia tidak termasuk milik/kekuasaan Allah SWT. Sebenarnya Allah SWT yang menguasai hari dunia dan hari pembalasan. Adapun pengkhususan di sini, karena pada hari pembalasan nanti, tidak ada seorang pun yang akan mengaku-aku/mendakwakan diri sebagai pemilik/penguasanya. Juga, pada hari itu tidak ada seorang pun yang berbicara, kecuali telah mendapat ijin dariNya. Seorang yang membaca dan memahami makna surat ini, mau tidak mau dia telah mengitsbatkan (menetapkan) tiga jenis tauhid, rububiyah, uluhiyah, dan asma' wa ash-shifat. Ketika ia membaca : "Al-Hamdu lillahi rabbil aalamiin", berarti ia telah memuji Allah SWT. Pujian yang mencakup keagungan dan ketinggian sifat-sifat Allah SWT. Pujian yang berkenaan dengan asma' wa ashshifat tanpa ta'wil, tamtsil dan takyif (menanyakan bagaimana hal itu bisa terjadi). Pun surat ini memuat bebarapa asma yang semuanya menunjukkan sifat seperti tersebut di atas. Lalu seseorang yang memuji, pastilah seseorang yang mencintai dan ridha. Orang yang membaca 'alhamdu lillah rabbil aalamiin' secara tidak langsung menyatakan cinta dan keridhaannya kepada Allah SWT. Cinta adalah asas dibangunnya tauhid uluhiyyah. Juga ayat 'Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'iin'. Seseorang yang membacanya sama saja telah berikrar, selalu akan berkonsisten dalam beribadah kepadaNya dan akan minta pertolongan hanya kepadaNya. Yang tersisa tinggallah perbuatan, yang akan membuktikan benar atau tidak pengakuan/ucapannya tersebut. Adapun tauhid rububiyah, seseorang yang mengingkarinya tidak akan membaca surat ini, kecuali hanya sebatas batang lehernya saja. Tentang hari akhir Ayat 'Maaliki yaumiddin' menunjukkan bahwa setelah berakhhirnya kehidupan di dunia ini, akan ada pembalasan. Di sana, hanya Allah SWT-lah yang berkuasa dan akan menghakimi seluruh manusia dengan keputusan yang paling adil. Keputusan berkenaan dengan pembalasan atas segala amal yang telah diperbuat oleh manusia. Amal yang baik akan diabalas dengan kebaikan dan perbuatan dosa akan dibalas dengan siksaan, kecuali bagi yang mendapatkan maghfirah (ampunan) dariNya. Tentang kenabian Surat Al-Fatihah ini mengitsbatkan kenabian dari berbagai arah, diantaranya: Eksistensi Allah SWT sebagai Rabbul aalamiin. Maka, tidaklah pantas bagi Allah SWT SWT untuk membiarkan begitu saja hamba-hambaNya, tanpa memberitahu hal-hal yang bermanfaat

bagi mereka di dunia dan di akherat. Jika Allah SWT SWT membiarkan mereka tanpa mengutus nabi, tentulah sifat rububiyyah tidak ada padaNya. Allah SWT adalah Al-Ma'luuh (yang diibadahi). Hamba-hambaNya tidak akan pernah tahu bagaimana cara beribadah kepadaNya, kecuali melalui para rasulNya. Disebutkannya keberadaan hari pembalasan atas amal. Tentunya Allah SWT tidak akan mengadzab seseorang pun jika belum menyampaikan hujjah melalui lisan para rasulNya. Terklasifikasikannya hamba-hambaNya menjadi orang-orang yang diberi nikmat dan orangorang yang sesat. Klasifikasi ini sangatlah berkaitan dengan tersampaikannya kebenaran. Sebagian hambaNya mau mendengar dan mengamalkannya, sebagian yang lain mendengar tetapi tidak mau mengamalkannya, dan sebagian lagi beramal semaunya, tanpa mau mendengar kebenaran. Yang pasti, kebenaran telah disampaikan oleh para rasul Allah SWT. MEMBACA AMIN Disunnahkan bagi orang yang membaca surat Al-Fatihah --di dalam maupun di luar shalat--, untuk membaca 'amiin', apabila telah menyelesaikannya. Kata 'amiin' berarti 'Ya Allah SWT, kabulkanlah. _________________ Hidup Adalah Untuk Mempersembahkan Yang Terbaik Kepada Allah dan Seluruh Alam

You might also like