You are on page 1of 1

The house of Khilafah1924.

org

MAHASISWA MEMBERI HADIAH KEPADA DOSEN PEMBIMBINGNYA


Thursday, 01 September 2005

SOAL : Bolehkah seorang mahasiswa memberi hadiah kepada dosen pembimbingnya? Misalnya setelah selesai ujian skripsi dan dinyatakan lulus, mahasiswa itu memberi sesuatu hadiah kepada dosen pembimbingnya, sebagai ucapan terima kasih. (Abu Nibras, Semarang)

JAWAB : Pemberian hadiah itu walaupun disebut sebagai ucapan terima kasih, hukumnya haram. Sebab membimbing mahasiswa pada dasarnya telah menjadi tugas seorang dosen pembimbing, yang untuk pekerjaannya itu dosen itu sudah mendapat gaji. Maka hadiah yang diterimanya untuk suatu tugas yang wajib dilakukannya dan ia sudah digaji karena tugas itu, adalah hadiah yang haram dan tidak boleh diterima.

Dalil keharamannya adalah berbagai hadits Nabi SAW yang melarang hadiah semacam itu. Misalnya hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari sahabat Abu Hamid As-Saidy RA, bahwa Rasulullah SAW telah mengutus Ibnul Atabiyah sebagai pengumpul zakat dari orang-orang Bani Sulaim. Seusai melaksanakan tugasnya, Ibnul Atabiyah datang kepada Rasulullah SAW dan berkata,Ini [harta zakat] kuserahkan kepada Anda, sedangkan ini adalah hadiah yang diberikan kepadaku. Rasulullah SAW menjawab,Jika yang kau katakan benar, apakah tidak lebih baik kalau kamu duduk saja di rumah ayahmu atau ibumu sampai hadiah itu datang kepadamu?(HR. Bukhari) (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, II/288).

Hadits tersebut menunjukkan haramnya hadiah yang diberikan kepada seseorang yang berwenang menentukan keputusan/kebijakan, baik kebijakan umum seperti penguasa maupun kebijakan khusus seperti seorang direktur perusahaan, kepala sekolah, dan sebagainya. Setiap hadiah yang diberikan kepada seseorang untuk suatu tugas yang sudah menjadi kewajibannya dan dia sudah digaji karenanya, adalah hadiah yang haram. Atas dasar itu, hadiah dari mahasiswa kepada dosen pembimbingnya adalah hadiah yang haram, sebab hadiah itu diberikan untuk suatu tugas yang memang sudah menjadi kewajiban dosen, dan dosen itu sudah digaji karena tugasnya.

Kecuali jika mahasiswa itu sebelumnya sudah terbiasa memberi hadiah kepada dosennya, maka hukumnya boleh. Dalilnya adalah sabda Nabi,Jika yang kau katakan benar, apakah tidak lebih baik kalau kamu duduk saja di rumah ayahmu atau ibumu sampai hadiah itu datang kepadamu? Pemahaman sebaliknya (mafhum mukhalafah) hadits itu, jika hadiah itu datang kepada seseorang sedang dia duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya, yaitu diberikan bukan karena menjalankan tugas menentukan keputusan/kebijakan, maka hukumnya jaiz (boleh) (Taqiyuddin An-Nabhani, AsySyakhshiyah Al-Islamiyah, II/289).

Mafhum mukhalafah itu menunjukkan, hadiah yang diberikan kepada seseorang yang duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya, tanpa ada hubungannya dengan tugas atau pekerjaan apa pun juga, hukumnya boleh. Ini berarti jika pemberi hadiah memang sudah biasa memberikan hadiah kepada seseorang ketika ia tidak berwenang menentukan apa pun, boleh juga si pemberi memberikan ketika seseorang itu mempunyai kewenangan menentukan suatu kebijakan/keputusan (Abdurrahman Al-Baghdadi, Serial Hukum Islam, hal.64). Maka dari itu, jika mahasiswa itu sebelumnya sudah terbiasa memberi hadiah kepada dosen pembimbingnya, hukumnya boleh memberikan hadiah. Dalam arti, antara mahasiswa dan dosen pembimbingnya itu sudah terjalin hubungan pribadi sebelumnya, seperti hubungan persaudaraan, hubungan persahabatan, hubungan bisnis, dan yang semisalnya. Dalam keadaan demikian, ketika dosen itu menjadi dosen pembimbingnya, boleh mahasiswa itu memberikan hadiah kepadanya. Wallahu alam [ ]

Yogyakarta, 30 Agustus 2005

Muhammad Shiddiq Al-Jawi

http://www.khilafah1924.org

Powered by Joomla!

Generated: 12 July, 2011, 14:02

You might also like