You are on page 1of 3

Menggalang Dana Umat

Hamid Abidin SALAH satu sumber dana sosial yang potensial di Indonesia adalah dana umat atau dana yang berkaitan dengan ajaran keagamaan. Besarnya potensi dana umat ini karena ajaran agama menjadi motivasi utama masyarakat untuk berderma. Hal ini tercermin dari salah satu hasil survei Potensi dan Perilaku Masyarakat dalam Menyumbang yang dilakukan PIRAC (Public Interesh Research and Advocacy Center) tahun 2000 di 11 kota besar di Indonesia. Salah satu temuan menarik dari survey yang melibatkan 2.500 orang responden tersebut adalah dominannya peran agama dalam mempengaruhi seseorang untu menyumbang. Hampir seluruh responden (99%)mengaku menyumbang karena dorongan ajaran agama. Kegiatan keagamaan juga mendapatkan porsi sumbangan yang cukup besar dari responden (84%) mengaku pernah menyumbang untuk organisasi keagamaan atau kegiatan keagamaan. Hanya sebagian kecil saja (16%) yang mengaku dalam setahun terakhir ini tidak pernah menyumbang organisasi atau kegiatan keagamaan. Sedangkan rata-rata jumlah sumbangan untuk organisasi atau kegiatan keagamaan pun relatif besar yaitu mencapai Rp 304.679,- per tahun atau setara dengan US$ 30 (jika 1 US$ = Rp 10.000,-). Besarnya potensi dana umat itu juga terkait dengan beragamnya jenis sumbangan keagamaan yang terdapat di lima agama yang tumbuh di Indonesia. Dalam ajaran Islam, misalnya, dikenal sumbangan Zakat, Infaq, Shodaqoh, Waqaf, dan Qurban. Pemeluk agama Protestan mempraktekkan derma kolekte, persepuluhan dan persembahan akhir tahun, sedangkan pemeluk Katolik memberikan derma kolekte, aksi puasa pembangunan, aksi advent, dan sebagainya. Pemeluk agama Hindu menyisihkan sebagian hartanya untuk derma punia, sementara pemeluk Budha menyumbangkan dana paramitha dan derma lainnya. Sayangnya, data atau informasi yang berkaitan dengan dana umat ini sangat terbatas. Sampai saat ini belum ada data resmi mengenai jumlah data umat yang digalang berbagai lembaga sosial keagamaan. Data yang ada masih terbatas pada potensi dana umAT Islam berupa ZIS (Zakat, infaq, Shodaqoh) yang digalang oleh BAZIS(Badan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah) maupun lembaga sosial lainnya.Data terakhir yang dikeluarkan oleh Departemen Agama menyatakan bahwa jumlah Zakat, Infaq dan Shodaqoh yang digalang oleh BAZIS berjumlah Rp 235 juta per tahun. Sementara jumlah jenis dana umat lainnya belum terdata dengan baik. Penggalangan dana umat umumnya dilakukan oleh tempat ibadah atau lembaga sosial keagamaan. Dikalangan pemeluk agama Islam, misalnya terdapat banyak lembaga pengelola zakat , infaq dan sedekah (ZIS), qurban maupun waqaf. Lembaga resmi yang didirikan oleh pemerintah adalah BAZIS yang berkedudukan di setiap propinsi sampai ketingkat desa/kelurahan. Sebagai lembaga resmi yang dilahirkan dan di dukung oleh pemerintah, BAZIS menjadi lembaga pengumpul dana yang paling tinggi dibanding lembaga lainnya. Di daerah DKI Jakarta misalnya, BAZIS Jakarta mampu mengumpulkan dana tidaka kurang dari 5 miliar rupiah per tahun. Lembaga lain yang juga terlibat dalam pengelolaan dana umat adalah mesjid-mesjid, yayasan dan lembaga sosial umat Islam lainnya. Lembaga-lembaga semacam ini telah lahir jauh sebelum BAZIS didirikan. Mereka secara mandiri, mengelola dana zakat, infaq dan sedekah, khususnya dari kaum muslimin yang berada di sekitar lembaga tersebut. Pengumpulan dana umumnya dilakukan secara konvensional, dengan menerima dana yang masuk, dan biasanya dilakukan pada waktu tertentu, misalnya menjelang hari raya Idul Fitri atau Idul Adha. Namun, dalam 10 tahun terakhir ada kemajuan yang cukup pesat dalam penggalangan dana umat yang dilakukan oleh beberapa lembaga sosial Islam. Beberapa

lembaga seperti Yayasan Dompet Dhuafa (DD) di Jakarta, Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) di Surabaya, Yayasan Darut Tauhid (DT) di Bandung, Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) di Jakarta, dan Dompet Sosial Umum Quro (DSUQ) di Bandung, melakukan penggalangan dana umat secara profesional dan inovatif. Seperti layaknya lembaga filantropi modern, mereka menggunakan strategi direct mail, media campaign, membership, special event dan strategi modern lainnya dalam menggalang dana Zaqkat, Infaq, Shodaqoh, Waqaf dan Qurban. Berbagai terobosan yang dilakukan lembaga-lembaga sosial tersebut bisa dibilang sebagai langkah yang reformatif dalam pengelolaan dana umat. Sebelumnya, proses pengumpulan dana umat yang dilakukan oleh berbagai lembaga sosial lebih bersifat konvensional dan biasanya sangat pasif. Mereka hanya menunggu masyarakat yang datang untuk menyalurkan dananya. Lembaga semacam ini biasanya mengalami booming pemasukan pada saat Ramadhan. Berbeda dengan lembaga sosial lainnya, kelima lembaga itu tidak hanya menggunakan strategi konvensional dalam menjaring dana umat, tapi juga mengalami terobosan yang baru dan bersifat inovatif. Misalnya Program Zakat On-line, galang dana lewat e-mail dan SMS, Pengemasan daging Qurban dalam kornet, dan sebagainya. Mereka secara aktif mencari dan mendatangi orang-orang berpotensi untuk berderma, melakukan campaign di berbagai media dan mengenalkan lembaga dan program-programnya dengan cara presentasi atau membagikan brosur ke berbagai instansi dan perusahaan. Berbagai seminar, kegiatan amal dan kegiatan lainnya gencar dilakukan dalam rangka positioning dan menumbuhkan brand image kepada masyarakat. Kesan profesionalisme juga nampak dengan adanya devisi khusus penggalang dana atau devisi marketing yang menjadi semacam mesin pencari dana bagi kelima lembaga tersebut. Lewat divisi inilah berbagai program yang berkaitan dengan penggalangan dana digarap, seperti merancang strategi fundraising, melakukan kampanye, mencari donatur baru, menyusun data base, dan kegiatan lainnya. Didukung oleh tenaga-tenaga muda yang profesional dan struktur lembaga yang ramping dan efisien, mereka tampil lebih progresif dan berusaha untuk mempelopori berbagai terobosan baru di bidang pengelolaan ZIS. YDSF misalnya, memiliki departemen marketing yang membawahi jupen (juru penerang/semacam humas) dan jungut (juru pungut) yang terjun langsung ke lapangan untuk mencari donatur baru dan memungut dananya secara teratur. Sementara DD mengembangkan pola marketing murni dalam pencarian donatur lewat direktorat penghimpunan. Direktorat ini membawahi divisi corporate marketing yang menggalang dana dari perusahaan dan divisi retail marketing yang menangani donor individual. DD juga punya beberapa sales marketing yang terjun keberbagai tempat untuk mencari donatur. Dalam menjalankan aktifitasnya, kelima lembaga itu benar-benar menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat, khususnya para donatur. Karena itulah, mereka selalu menjalankan prinsip transparasi dan keterbukaan dalam mengelola dana yang diterima dari masyarakat. Di kalangan lembaga pengelola dana umat, kelimanya mempelopori proses transparasi ini dengan melibatkan akuntan publik independen pada proses audit laporan keuangannya. Mereka juga secara rutin melaporkan pemasukan dan pemanfaatan kepada para donatur, secara langsung maupun lewat publikasi media. Untuk menjaga komunikasi dan loyalitas donaturnya, kelima lembaga tersebut memberikan fasilitas khusus kepada mereka. Dompet Dhuafa, misalnya, memberikan kartu anggota yang berfungsi sebagai kartu diskon di beberapa perusahaan yang menjadi mitra mereka. Kartu ini juga berfungsi sebagai kartu ATM yang memudahkan donatur dalam menyalurkan sumbangannya. Mereka juga berupaya menjaga menjaga hubungan baik dengan para donatur dengan cara mengirimkan souvenir, kartu lebaran, atau kartu ulang tahun, dan majalah gratis pada para donatur. Selain itu, beberapa lembaga juag memberikan

pelayanan jemputan atau pengambilan bagi donatur yang ingin dananya diambil di rumahnya. Dengan begitu mereka merasa lebih dihargai dan menjadi donatur yang loyal. Dengan strategi itulahm kelima lembaga tersebut berhasil meraih kepercayaan masyarakat dan menggalang dana dalam jumlah besar. Dana yang berhasil digalang berkisar antara 200 juta sampai 250 juta perbulan. Sementara jumlah donaturnya ada yang mencapai 81.000 orang. Dengan dukungan dana umat inilah mereka bisa sustainable dalam mendanai program maupun lembaganya. Keberhasilan tersebut tentu membanggakan mengingat lembaga-lembaga sosial lainnya masih mengalami kesulitan dalam mendapatkan dana lokal dan masih bergantung pada sumbangan dari lembaga donor asing. Bagaimana kelima lembaga itu bisa meraih dan mempertahankan keberhasilan tersebut. Kuncinya terletak pada kepercayaan dan profesionalisme. Para donor membutuhkan kepercayaan terhadap lembaga yang akan menyalurkan dananya dan kelima lembaga itu ternyata layak dipercaya dengan beberapa sebab: kejelasan program, transparansi laporan keuangan, dan profesionalisme dalam mengelola lembaga dan menjalankan programprogramnya. Dengan begitu mereka merasakan dana yang diberikannya tepat sasaran, ibadahnya bermanfaat ganda. Kalau lembaga sosial lainnya bisa meneladani keberhasilan mereka, bisa dibayangkan berapa miliar lagi dana umat yang bisa digalang. (Hamid Abidin)

***
*Tulisan ini diambil dari buku Menjadi Bangsa Pemurah, Wacana dan Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia Penulis Zaim Saidi & Hamid Abidin,PIRAC

You might also like