You are on page 1of 57

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi


1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi

berasal

dari

dua

kata,

hiper=tinggi

dan

tensi=tekanan darah, merupakan penyakit yang sudah lama dikenal. Menurut American Society of Hypertension (ASH), pengertian hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan (Sani, 2008). Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah, terhambat sampai Tubuh ke akan jaringan bereaksi tubuh lapar, yang yang

membutuhkannya.

mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, timbulah gejala yang disebut sebagai penyakit tekanan darah tinggi (Vitahealth, 2005). Adanya pemahaman yang keliru bahwa hipertensi bukan merupakan penyakit akan tetapi merupakan sesuatu yang terjadi secara alamiah dengan pertambahan usia. Hal ini menyebabkan penanganannya menjadi terlambat. Hipertensi yang dibiarkan tanpa penanganan akan mengakibatkan komplikasi berupa penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke, gangguan fungsi ginjal, kerusakan mata dan kematian dini (Sani, 2008).

10

Menurut Arjatmo (2004) dalam Warlina (2007), tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yaitu tekanan darah sistole 140 mmHg dan atau diastole 90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis. Tekanan jantung tidaklah sama setiap saat. Pada saat berolahraga atau beraktivitas berat lainnya, atau pada keadaan yang emosional, selain detakannya tambah cepat, kekuatan pompa tersebut juga bertambah melebihi angka rata-rata pada keadaan istirahat. Untuk itu, sangat tidak dianjurkan mengukur tekanan darah sewaktu baru selesai beraktivitas (lari, jalan jauh, naik/turun tangga dan lain-lain) atau dalam keadaan emosi (marah, sedih, senang dan lain-lain). Angka 140/90 menurut WHO merupakan angka paling tinggi yang bisa ditolerir jika diukur pada saat beristirahat (aktivitas normal). Di atas angka tersebut itulah yang disebut Hipertensi atau keadaan Tekanan Darah Tinggi (Tapan, 2004). Hipertensi adalah salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner yang kurang diwaspadai karena bersifat asimtomatis. Banyak penderita yang mengabaikan perjalanan lanjut hipertensi sehingga disebut juga pembunuh tersembunyi. Pengelolaan

penyakit

hipertensi

memerlukan

pengetahuan

tentang

patogenesis dan karakteristik berbagai obat hipertensi, mengingat pilihan obat harus disesuaikan dengan indikasi serta karakteristik setiap individu (Sani, 2009). Hipertensi adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja, baik muda maupun tua, entah orang kaya maupun miskin. Hipertensi merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Sebanyak 1 milyar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit ini. Bahkan, diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milyar menjelang tahun 2025. Menurut sistoliknya WHO tekanan mmHg darah dan dianggap normal 80-90 bila

120-140

diastoliknya

mmHg

sedangkan dikatakan Hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg dan diantara nilai tersebut dikatakan normal tinggi. Batasan ini berlaku bagi orang dewasa diatas 18 tahun (Sani, 2008). Sedangkan WHO-ISH (International of Hypertension) pada tahun 1999 mengeluarkan panduan klasifikasi hipertensi seperti yang bisa dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO


Sistolik Kategori (mmHg) Tekanan darah optimal Tekanan darah normal < 120 120-129 (mmHg) < 80 80-84 Diastolik

Tekanan darah normal tinggi Hipertensi ringan Hipertensi sedang Hipertensi berat

130-139 140-159 160-179 >180

85-89 90-99 100-109 > 110

Sumber: (Tapan, 2004). Saat ini, WHO-ISH tidak membedakan kriteria ini baik orang muda maupun orang tua, karena pada prinsipnya, tekanan darah yang tinggi bisa menyebabkan komplikasi ke organ lain yang lebih berbahaya. Jadi anggapan bahwa untuk orang tua, angka tinggi tersebut relatif masih normal, tidak bisa dipertahankan untuk saat ini, mengingat komplikasi jangka panjang yang bisa ditimbulkan jika tidak dilakukan intervensi pengendalian tekanan darah (Tapan, 2004). 2. Etiologi Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stres atau kelainan ekskresi

atau transport Na. b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat.
c. Stres Lingkungan. d. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang

tua serta pelebaran pembuluh darah.

10

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu: 1. Hipertensi Esensial (Primer) Penyebab tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, systemrennin angiotensin, efek dari ekskresi Na, obesitas, merokok dan stres. 2. Hipertensi Sekunder Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil, gangguan endokrin dan lain-lain (Anonim, 2010). 1. Gejala Hipertensi Hampir semua gangguan medis diikuti dengan tanda dan gejala. Namun hal ini tidak berlaku untuk tekanan darah tinggi karena sebagian besar orang dengan tekanan darah tinggi atau hipertensi tidak merasakan gejala sampai mereka mengukur tekanan darahnya. Kondisi hipertensi tidak bisa dianggap remeh karena merupakan salah satu faktor risiko paling berpengaruh sebagai penyebab penyakit kardiovaskular. Penyebab hipertensi umumnya sulit ditentukan dan keadaan ini biasanya berhubungan dengan riwayat hipertensi dalam keluarga. Karena itu, hipertensi seperti ini disebut hipertensi esensial. Akan tetapi ada beberapa faktor yang berpengaruh pada hipertensi, yakni: faktor usia, merokok, kegemukan atau obesitas, kurang aktivitas fisik, terlalu banyak mengonsumsi garam, minum

10

alkohol secara berlebihan, stres, kelainan pembuluh darah, adanya gangguan ginjal seperti gagal ginjal, penyempitan arteri ginjal, dan sebagainya, masalah tiroid, preeklamsia, suatu komplikasi

kehamilan (AN, 2010). Hipertensi berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, sering buang air kecil terutama di malam hari, telinga berdenging, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal, kadang kesadaran penderita dan hipertensi berat mengalami terjadi

penurunan

bahkan

koma

karena

pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif yang memerlukan penanganan segera (Soeharto, 2001). Penyebab Hipertensi dapat dikategorikan menjadi 2 golongan besar:
a.

Hipertensi Essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, yang menempati bagian terbesar kasus yang ada (95%). Sedangkan faktor yang

mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, gangguan pengeluaran/eksresi garam natrium, serta faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti kegemukan (obesitas), alkohol, merokok dan lain-lain.
b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal/ginjal. penyebab

spesifiknya diketahui seperti penyakit ginjal, tekanan darah

10

tinggi pembuluh darah ginjal, pengaruh hormon (aldosteron, estrogen). Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko timbulnya hipertensi faktor keturunan pada 70-80% kasus hipertensi essensial, didapatkan riwayat hipertensi didalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi essensial lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi (Soengkowo, 2007). 2. Epidemiologi Di negara berkembang, sekitar 80 persen penduduk negara mengidap hipertensi. Hipertensi diperkirakan menjadi penyebab kematian sekitar 7,1 juta orang di seluruh dunia atau sekitar 13 % dari total kematian. The American Heart Association

memperkirakan tekanan darah tinggi mempengaruhi sekitar satu dari tiga orang dewasa di Amerika Serikat yang berjumlah 73 juta orang. Tekanan darah tinggi juga diperkirakan mempengaruhi sekitar dua juta remaja Amerika dan anak-anak. Hipertensi jelas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Di Indonesia terdapat beban ganda dari prevalensi penyakit hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya dengan penyakit infeksi dan malnutrisi. Prevalensi hipertensi yang tertinggi adalah pada wanita (25%) dan pria (24%). Rata-rata tekanan darah

10

sistole 127,33 mmHg pada pria indonesia dan 124,13 mmHg pada wanita indonesia. Tekanan diastole 78,10 mmHg pada pria dan 78,56 mmHg pada wanita. Penelitian lain menyebutkan bahwa penyakit hipertensi terus mengalami kenaikan insiden dan prevalensi, berkaitan erat dengan perubahan pola makan, penurunan aktivitas fisik, kenaikan kejadian stres dan lain-lain (Sani, 2008). Di Indonesia berdasarkan of hasil survei and INA-MONICA In

(Multinational

Monitoring

Trends

Determinants

Cardiovascular Disease) tahun 1988 angka hipertensi mencapai 14,9%, jumlah penderita hipertensi terus meningkat hingga 16,9% pada survei 5 tahun kemudian. Gaya hidup modern telah membuat hipertensi menjadi masalah besar. Di Indonesia saja prevalensi hipertensi cukup tinggi 7% sampai 22%. Bahkan berdasarkan hasil penelitian, penderita akan berujung pada penyakit jantung 75%, stroke 15%, dan gagal ginjal 10%. Pasien hipertensi yang tercatat pada poli ginjal dan hipertensi RSHS Bandung tahun 2007 sebanyak 4.000 orang dan tahun 2008 naik menjadi 4.100 orang. Dari 4.000 penderita hipertensi, sekitar 17 persen diantaranya juga menyumbang penyakit gagal ginjal. Kejadian hipertensi tertinggi ada pada usia di atas 60 tahun dan terendah pada usia di bawah 40 tahun (Soelaeman, 2009). 3. Patofisiologi Jantung memompa darah melalui pembuluh darah arteri. Dari pembuluh darah yang besar ke pembuluh darah yang kecil yang

10

disebut arteriol. Arteriol membagi darah ke pembuluh darah yang lebih kecil lagi yang disebut kapiler. Tugas kapiler-kapiler ini adalah memberi organ-organ makanan dan oksigen. Darah akan kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena. Normalnya, pembuluh darah akan mengembang (menerima darah) dan mengecil (meneruskan darah) melalui sistem

persarafan yang kompleks. Namun peristiwa ini sering kali tidak berjalan mulus. Banyak keadaan (Penyakit atau kelainan) yang bisa membuat pembuluh darah tidak membesar atau tidak elastis lagi akibatnya akan terjadi kekurangan darah pada organ tertentu. Jika suatu organ kekurangan oksigen dan sari makanan, maka suatu proses umpan balik akan terjadi. Organ tersebut akan mengirim tanda ke otak bahwa membutuhkan darah lebih banyak. Reaksinya adalah tekanan darah ditingkatkan sayangnya peningkatan tekanan darah ini juga terjadi pada organ-organ lainnya yang tidak mengirim tanda tersebut. Dan yang paling beresiko tinggi pada ginjal dan otak. Tekanan darah yang tinggi pada ginjal dan otak mengakibatkan kerusakan kedua organ tersebut (Tapan, 2004). 4. Pengobatan Secara umum, pengobatan hipertensi dapat dibedakan atas pendekatan farmakologis yaitu dengan obat dan pendekatan nonfarmakologis yaitu dengan mengubah gaya hidup. Seseorang yang tidak menderita hipertensi, mempertahankan gaya hidup sehat berpotensi dalam pencegahan hipertensi yang berkaitan

10

dengan bertambahnya usia. Sedangkan bagi seseorang yang menderita hipertensi, pendekatan non-farmakologis merupakan penanganan awal sebelum penambahan obat-obat hipertensi. Hipertensi sebenarnya tidak dapat disembuhkan tapi harus selalu dikontrol atau dikendalikan, karena hipertensi merupakan keadaan dimana pengaturan tekanan darah tidak berfungsi sebagaimana mestinya yang disebabkan oleh banyak faktor. Mengobati hipertensi memang harus dimulai dengan modifikasi gaya hidup yang sehat, dan apabila hal ini tidak berhasil maka mulai diberikan obat (Karyadi, 2002). Pengobatan hipertensi hampir selalu termasuk perubahan gaya hidup untuk mengendalikan faktor-faktor risiko.

1. Kurangi berat badan jika kegemukan Kebanyakan orang dengan tekanan darah tinggi adalah mereka yang gemuk. Jaringan yang berlemak memerlukan banyak darah untuk pemberian zat-zat makanan. Kurangi asupan garam, baik dari garam dapur atau makanan yang banyak mengandung garam seperti makanan yang diasinkan (ikan asin, telur asin), makanan yang diawetkan (dendeng, abon), acar, makanan kaleng, bumbu-bumbu (terasi, tauco, vetsin), dan makanan camilan yang banyak mengandung garam (biskuit, roti, kue). 2. Ubah gaya hidup malas

Kehidupan saat ini mengharuskan kita untuk serba malas. Kurangnya aktivitas olahraga cenderung mengakibatkan kegemukan dan juga bisa meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke. Kegiatan olahraga dikatakan bermakna jika bisa melakukan 20-40 menit perhari sekurang-kurangnya 3 kali seminggu. Jalan kaki merupakan olahraga yang murah meriah namun jika bosan bisa mengkombinasi dengan renang, fitness ataupun aktivitas permainan lainnya seperti bulu tangkis, tenis meja atau bahkan berdansa. 3. Hindari merokok dan alkohol Merokok dan alkohol merupakan sesuatu yang mutlak harus dihindari jika seseorang sudah didiagnosis hipertensi. Minum alkohol bisa meningkatkan tekanan darah dan juga jumlah kalori yang masuk jika seseorang sedang berdiet. Alkohol adalah minuman yang kaya akan kalori yang mudah menyebabkan kegemukan. 4. Kendalikan stress Stress adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari. Stress bisa dikurangi dengan cara berdoa, meditas, berolahraga, membaca menonton. 5. Kurangi konsumsi garam Sebaiknya antara penderita dan non penderita dalam keluarga mengatur diet yang berbeda. Jika sedang diet buku/majalah, mendengarkan musik atau

10

rendah garam, berhati-hatilah jika mengkonsumsi makanan yang bisa dibeli/peroleh di luar rumah. 6. Perbanyak konsumsi buah dan sayuran Buah-buahan dan sayuran sangat baik untuk dikonsumsi. Selain mempunyai fungsi menurunkan kolesterol, buah dan sayuran juga bermanfaat agar bisa buang air besar secara teratur (Tapan, 2004). 1. Olahraga/aktivitas fisik teratur, dan pilih olahraga yang tidak terlalu berat dan dapat meningkatkan tekanan darah seperti joging, jalan kaki, berenang.
2. Minum obat antihipertensi secara teratur sesuai dengan anjuran

dokter,

dengan

mempertimbangkan

dosis,

jangka

waktu

pengobatan, dan perhatikan efek samping yang timbul selama pengobatan. 3. Lakukan pengukuran tekanan darah secara rutin, dengan

mengevaluasi kemajuan pengobatan, disamping menghindari risiko-risiko terjadinya komplikasi penyakit lainnya. 4. Konsultasikan segera ke dokter bila timbul penyakit penyerta lain seperti jantung koroner, diabetes mellitus, gangguan ginjal dan lainnya (Karyadi, 2002). A. Tinjauan Umum Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan

selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non

10

infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya. Mencakup juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian determinan-determinan penyakit tersebut (Notoatmodjo, 2003). Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian, dan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit, kecatatan, dan kematian dalam populasi manusia. Epidemiologi dampak dari berguna untuk mengkaji dan

menjelaskan

tindakan

pengendalian

kesehatan

masyarakat, program pencegahan, intervensi klinis, dan pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau mengkaji dan menjelaskan faktor lain yang berdampak pada status kesehatan penduduk. Epidemiologi penyakit juga dapat menyertakan deskripsi keberadaannya di dalam populasi dan faktor-faktor yang mengendalikan ada atau tidaknya penyakit tersebut (Timmreck, 2004). Epidemiologi merupakan filosofi dasar disiplin ilmu-ilmu

kesehatan termasuk kedokteran yakni suatu proses logis untuk menganalisis serta memahami hubungan interaksi antara proses fisik, biologis dan fenomena sosial yang berhubungan erat dengan derajat kesehatan, kejadian penyakit maupun gangguan kesehatan lainnya. Dalam hal ini sifat dasar epidemiologi lebih mengarahkan diri pada kelompok penduduk atau masyarakat tertentu dan menilai peristiwa dalam masyarakat secara kuantitatif.

Metode epidemiologi merupakan cara pendekatan ilmiah dalam mencari faktor-faktor penyebab serta hubungan sebab-akibat

terjadinya peristiwa tertentu pada suatu kelompok penduduk tertentu. Dalam hal ini istilah penduduk dapat berarti sekelompok objek tertentu baik yang bersifat organisme hidup seperti manusia, binatang dan tumbuhan maupun yang bersifat benda/material seperti hasil produk industri serta benda lainnya. Pentingnya pengetahuan tentang Penyakit Tidak Menular (selanjutnya disingkat PTM) dilatarbelakangi dengan kecenderungan semakin meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular (PTM) dalam masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi yang pada gilirannya dapat memacu semakin meningkatnya penyakit tidak menular (PTM) (Bustan, 2000). Dengan demikian tidaklah mengherankan bila metode

epidemiologi tidak terbatas pada bidang kesehatan saja tetapi juga pada bidang lainnya termasuk bidang manajemen. Oleh sebab itu dalam penggunaanya, epidemiologi sangat erat hubungannya dengan berbagai disiplin ilmu di luar kesehatan baik disiplin ilmu eksakta maupun ilmu sosial (Noor, 2001). B. Tinjauan Teori Obesitas Sebagai Faktor Risiko Hipertensi Kegemukan juga sering menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari atau kurang lincah, selain daripada itu, sering mengalami

10

depresi, baik yang datang dari dalam dirinya sendiri maupun dari lingkungannya. Di negara-negara barat, kejadian kegemukan sangat tinggi, sehingga telah dianggap sebagai epidemi. Sementara itu, akibat

adanya pengaruh faktor lingkungan dan perubahan gaya hidup serta pola makan yang kebarat-baratan di negara sedang berkembang seperti Indonesia, terjadi pula peningkatan kejadian kegemukan yang drastis. Di Indonesia sendiri, walaupun belum ada penelitian yang baku mengenai kegemukan, akan tetapi peningkatan kejadian kegemukan dapat dijumpai khususnya di kota-kota besar. Dari hasil penelitian epidemiologi di Koja, Jakarta Utara dalam periode sepuluh tahun (l982 dan 1992/93) menunjukkan adanya peningkatan angka berat badan (BB) lebih dan kegemukan (Indeks Massa Tubuh/IMT) dari 4,2

menjadi 10,9 % pada pria dan dari 7,1 % menjadi 24,1 % pada wanita. Angka persentase ini tampaknya hampir mendekati perkiraan Berat Badan (BB) lebih dan kegemukan pada populasi di Indonesia yaitu berat badan lebih untuk pria dan wanita 12,8 % dan 30 %, sedangkan obesitas pria 2,5 % dan wanita 5,9 %. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa kegemukan terutama pada lanjut usia (lansia) menimbulkan banyak masalah dan memperbesar sebagaimana risiko seseorang di atas. terserang penyakit juga degeneratif merupakan

diuraikan

Kegemukan

penyebab kematian kedua setelah merokok yang harus dicegah (Siburian, 2007).

11

Secara sederhana, obesitas menggambarkan suatu keadaan tertimbunnya lemak dalam tubuh sebagai akibat berlebihnya masukan kalori. Secara klinis seseorang dinyatakan mengalami obesitas bila terdapat kelebihan berat badan sebesar 15% atau lebih dari berat badan idealnya. Dengan pengukuran yang lebih ilmiah, penentuan obesitas didasarkan pada proporsi lemak terhadap berat badan total seseorang (Misnadiarly, 2007). Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk. Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak. Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki (Anonim, 2010). Penyakit kegemukan (Obesitas) terjadi karena

ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi,

12

yakni konsumsi kalori terlalu berlebih dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi. Kelebihan energi dalam tubuh disimpan dalam bentuk lemak. Seseorang dikatakan Obesitas bila berat badannya pada laki-laki melebihi 15% dan pada wanita melebihi 20% dari berat badan ideal menurut umurnya. Pada orang yang menderita obesitas ini organ-organ tubuhnya dipaksa untuk bekerja lebih berat, karena harus membawa kelebihan berat badan. Oleh sebab itu pada umumnya lebih cepat gerah, capai, dan mempunyai kecenderungan untuk membuat kekeliruan dalam bekerja. Akibat dari penyakit obesitas ini, para penderitanya cenderung menderita penyakitpenyakit: kardiovaskuler, hipertensi, dan diabetes mellitus. Cara untuk mengukur berat badan ideal pada orang dewasa dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003): BB normal = (Tinggi badan - 100) - 10% (Tinggi badan - 100). Pengukuran status gizi masyarakat dapat dilakukan dengan menghitung melalui cara berikut (Supariasa, 2001): 1. Berat badan menurut umur (BB/U) Pengukuran BB/U berguna untuk anak pengukuran anak balita. Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS dengan lima klasifikasi, yaitu : a. Gizi lebih, apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya > 120%
b. Gizi baik, apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya >

80%-120%

c. Gizi sedang, apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya diantara 70%-79,9% d. Gizi kurang, apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya diantara 60%-69,9% e. Gizi buruk, apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya < 60%

1. Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Pengukuran TB/U juga berguna untuk anak pengukuran anak balita. Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS dengan empat klasifikasi, yaitu :
a.

Gizi baik, apabila tinggi badan bayi/anak menurut umurnya > 90%

b. Gizi sedang, apabila tinggi badan bayi/anak menurut umurnya

diantara 81%-90% c. Gizi kurang, apabila tinggi badan bayi/anak menurut umurnya diantara 71%-80% d. Gizi buruk, apabila tinggi badan bayi/anak menurut umurnya < 70%. Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas.

10

Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor: 1. Faktor genetik. Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. 2. Faktor lingkungan. Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya. 3. Faktor psikis. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam

pergaulan sosial. Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma makan pada malam hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres

10

dan kekecewaan. Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan pada malam hari, adalah berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan yang berlebihan, agitasi dan insomnia pada malam hari. 4. Faktor kesehatan. Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya: a. Hipotiroidisme b. Sindroma Cushing c. Sindroma Prader-Willi d. Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan. 5. Faktor obat-obatan. Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa antidepresi) bisa menyebabkan penambahan berat badan. 6. Faktor perkembangan. Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat

10

dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel. 7. Aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas (Rocky, 2007). 8. Tingkat sosial Di negara-negara barat, obesitas banyak dijumpai pada golongan sosial-ekonomi rendah. Salah satu survei di Manhattan menunjukkan bahwa obesitas dijumpai 30% pada kelas sosialekonomi rendah, 17% pada kelas menengah, dan 5% pada kelas atas. Obesitas banyak dijumpai pada wanita keluarga miskin barangkali karena sulitnya membeli makanan yang tinggi kandungan protein. Mereka hanya mampu membeli makanan murah yang umumnya mengandung banyak hidrat arang. Obesitas yang dijumpai pada kalangan eksekutif atau

wirausahawan, barangkali timbul karena makanan berlemak tinggi disertai penggunaan minuman beralkohol (Misnadiarly, 2007). Cara yang paling mudah untuk menentukan apakah seseorang kelebihan berat badan adalah dengan melihat ukuran tubuh dirinya

sendiri didepan kaca. Cara lain adalah dengan mencubit kulit bagian pinggang atau dibawah lengan. Apabila tebal lipatan kulit yang ikut tercubit lebih dari 2,5 cm, kemungkinan akan mengalami Obesitas. Selain itu bentuk tubuh juga ikut menentukan. Bila tubuh cenderung membesar dibagian pinggang dibandingkan dengan bagian pinggul seperti buah apel maka beresiko mengalami Obesitas. Sebaliknya bila yang lebih besar dibagian pinggul dan paha (tipe buah pir) resikonya adalah lebih kecil. Untuk tipe buah apel perlu mengurangi kelebihan lemak yang mengganggu tubuh. Cara yang mudah dan obyektif untuk mengukur kelebihan berat badan adalah dengan menghitung BMI (Body Mass Index) atau Indeks Massa Tubuh dengan rumus; BMI = Berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (m). Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun. Untuk kategori ambang batas IMT dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.2 Kategori Ambang Batas IMT
Kategori Kekurangan berat badan tingkat berat Kurus Kekurangan berat badan tingkat ringan IMT < 17,0 17,0-18,5 >18,5-25,0

Normal

Kelebihan berat badan tingkat ringan Gemuk Kelebihan berat badan tingkat berat

>25,0-27,0 >27,0

Sumber: Supariasa (2001 : 61) Antar batas IMT yang dianggap baik untuk berbagai kelompok umur adalah sebagaimana tertulis dalam tabel berikut:

Tabel 2.3 IMT Ideal Menurut Umur


Umur (Tahun) 19-24 25-34 35-44 IMT 19-24 20-25 21-26

45-54

22-27

55-64 >65

23-28 24-29

Sumber: Almatsier (2003 : 149) Pembatasan asupan kalori dan peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen yang paling penting dalam pengaturan berat badan. Kedua komponen ini juga penting dalam mempertahankan berat badan setelah terjadi penurunan berat badan. Harus dilakukan perubahan dalam pola aktivitas fisik dan mulai menjalani kebiasaan makan yang sehat. Langkah awal dalam mengobati obesitas adalah menaksir lemak tubuh penderita dan risiko kesehatannya dengan cara menghitung Body Mass Index (BMI). Risiko kesehatan yang berhubungan dengan obesitas akan meningkat sejalan dengan meningkatnya angka BMI:
a. b. c.

Risiko rendah: BMI < 27 Rsiko menengah: BMI 27-30 Risiko tinggi: BMI 30-35

d. e.

Risiko sangat tinggi: BMI 35-40 Risiko sangat sangat tinggi: BMI 40 atau lebih. Jenis dan beratnya latihan, serta jumlah pembatasan kalori pada

setiap penderita berbeda-beda dan obat yang diberikan disesuaikan dengan keadaan penderita. Penderita dengan risiko kesehatan rendah, menjalani diet sedang (1200-1500 kalori/hari untuk wanita, 1400-2000 kalori/hari untuk pria) disertai dengan olahraga. Penderita dengan risiko kesehatan menengah, menjalani diet rendah kalori (8001200 kalori/hari untuk wanita, 1000-1400 kalori/hari untuk pria) disertai olahraga. Penderita dengan risiko kesehatan tinggi atau sangat tinggi, mendapatkan obat anti-obesitas disertai diet rendah kalori dan olah raga. Memilih program penurunan berat badan yang aman dan berhasil. Unsur-unsur yang harus dipertimbangkan dalam memilih suatu program penurunan berat badan: a. Diet harus aman dan memenuhi semua kebutuhan harian yang dianjurkan (vitamin, mineral dan protein). Diet untuk menurunkan berat badan harus rendah kalori. b. Program penurunan berat badan harus diarahkan kepada

penurunan berat badan secara perlahan dan stabil. c. Sebelum sebuah program penurunan berat badan dimulai, dilakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh.
d. Program yang diikuti harus meliputi pemeliharaan berat badan

setelah penurunan berat badan tercapai. Pemeliharaan berat badan merupakan bagian tersulit dari pengendalian berat badan.

10

Program yang dipilih harus meliputi perubahan kebiasaan makan dan aktivitas fisik yang permanen, untuk merubah gaya hidup yang pada masa lalu menyokong terjadinya penambahan berat badan. Program ini harus menyelenggarakan perubahan perilaku,

termasuk pendidikan dalam kebiasaan makan yang sehat dan rencana jangka panjang untuk mengatasi masalah berat badan (Anonim, 2010). Obesitas merupakan suatu keadaan menahun (kronis). Obesitas seringkali dianggap suatu keadaan sementara yang bisa diatasi selama beberapa bulan dengan menjalani diet yang ketat.

Pengendalian berat badan merupakan suatu usaha jangka panjang. Agar aman dan efektif, setiap program penurunan berat badan harus ditujukan untuk pendekatan jangka panjang. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Karyadi, 2002). Obesitas adalah faktor gaya hidup nomor satu yang

berhubungan dengan tekanan darah tinggi, seperti juga dengan banyak penyakit modern lainnya. Penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan darah secara langsung berbanding lurus dengan kenaikan

10

berat badan. Bahkan berkurangnya beberapa kilogram terbukti membuat perbedaan yang signifikan dalam menurunkan tekanan darah (Braverman, 2006). Hubungan antara obesitas dan hipertensi adalah kompleks dan mungkin menggambarkan interaksi faktor genetik, demografi dan biologik. Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa penurunan berat badan bermanfaat untuk mengurangi tekanan darah (Siburian, 2007).
A. Tinjauan Teori Merokok Sebagai Faktor Risiko Hipertensi

Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan perokok jika telah menghisap minimal 100 batang. Rokok merupakan salah satu produk industri dan komoditi internasional yang mengandung sekitar 1.500 bahan kimiawi. Unsur-unsur yang penting antara lain: tar, nikotin, benzopryn, metal kloride, aseton, amonia dan karbon monoksida. Ada beberapa kecenderungan negatif mengenai situasi rokok ini: 1. Umur usia merokok makin muda. Semua umur bisa merokok namun tidak ada bayi yang lahir dengan merokok. Ditemukan sekitar 30% perokok di Amerika Serikat (AS) adalah golongan usia dibawah 20 tahun. Di Indonesia kepulan asap bukanlah hal yang langka ditemukan di sekolah menengah. Makin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga punya dose-respone effect artinya makin muda usia rokok makin besar pengaruhnya. 2. Semakin banyak wanita merokok.

10

Tampak

kaum

lelaki

perokok

menurun

tetapi

tempatnya diambil alih oleh wanita. Masalah rokok untuk wanita ini menjadi lebih serius jika dikaitkan dengan kehamilan. Pengaruhnya dapat berupa abortus spontan, kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan kematian perintal.
3. Kecenderungan

peningkatan

konsumsi

rokok

di

negara

berkembang. Alasannya, makin banyak negara berkembang menjadi tempat pelemparan komoditi tembakau karena:
a. Demografis: dalam 20 tahun terakhir ini terdapat pertambahan

penduduk dari 1,5 menjadi 2 miliar di negara-negara sedang berkembang. b. Kesadaran penduduk yang rendah terhadap bahaya rokok. c. Sosial ekonomi meningkat dan kemampuan membeli rokok juga meningkat.
d. Proteksi terhadap zat-zat berbahaya umumnya kurang. e. Perokok juga didominasi oleh kelompok pendapatan rendah dan

pekerja kasar. Pendapatan yang seharusnya dipakai untuk membeli protein atau makanan, harus melayang jadi asap rokok.
1. Makin meningkatnya masalah passive smoking. Lingkungan kerja

atau tempat tinggal (kamar) yang semakin tertutup memungkinkan terjadinya pengaruh passive smoking. Hal ini menunjukkan bahaya ganda rokok yang tidak saja untuk perokok sendiri tetapi untuk orang lain di sekitarnya (Bustan, 2000). Merokok juga berperan penting atas timbulnya tekanan darah tinggi. Rokok mengandung kadmium, suatu mineral yang tidak bisa

10

digunakan oleh tubuh dan yang dikaitkan erat dengan tekanan darah tinggi (Marvyn, 1995). Menghisap satu batang rokok saja bisa membuat tekanan darah naik sepuluh poin atau lebih. Nikotin membuat pembuluh darah menyempit, sehingga jantung harus bekerja lebih berat untuk memompa darah melalui pembuluh tersebut, dan karbon monoksida dari rokok menurunkan jumlah oksigen dalam darah. Merokok secara teratur bisa membuat tekanan darah tetap tinggi. Lambat laun, penurunan kadar oksigen meningkatkan pembekuan darah dan pembentukan plak (Braverman, 2006). Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok, yang masuk ke dalam aliran darah dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi. Selain dapat meningkatkan tekanan darah, merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung (Karyadi, 2002). Akibat negatif rokok, sesungguhnya sudah mulai terasa pada waktu orang baru mulai menghisap rokok. Dalam asap rokok yang membara karena dihisap, tembakau terbakar kurang sempurna sehingga menghasilkan karbon monoksida, yang disamping asapnya sendiri, tar dan nikotin (yang terjadi dari pembakaran tembakau tersebut) dihirup masuk kejalan napas. Karbon monoksida, tar, nikotin berpengaruh terhadap syaraf yang menyebabkan: gelisah, tangan gemetar (termor), cita rasa atau selera makan kurang, ibu-ibu hamil yang merokok dapat kemungkinan keguguran kandungan.

10

Tar dan asap rokok dapat juga merangsang jalan napas, dan tertimbun didalamnya sehingga menyebabkan: batuk-batuk atau sesak napas, kanker jalan napas, lidah, dan bibir. Nikotin merangsang bangkitnya adrenalin hormon dari anak ginjal yang menyebabkan: jantung berdebar-debar, meningkatkan tekanan darah serta kadar kolesterol dalam darah. Gas karbon monoksida juga berpengaruh negatif terhadap jalan napas. Karbon monoksida lebih mudah terikat pada hemoglobin dari pada oksigen. Oleh karena itu, darah yang kemasukan karbon monoksida banyak, akan berkurang daya angkutnya bagi oksigen dan orang dapat meninggal dunia karena keracunan karbon monoksida. Pada seorang perokok tidak akan sampai terjadi keracunan karbon monoksida, namun pengaruh karbon monoksida yang dihirup oleh perokok dengan sedikit demi sedikit, dengan lambat akan berpengaruh negatif pada jalan napas dan pembuluh darah (Ayurai, 2009). Dari survei secara nasional juga ditemukan bahwa laki-laki remaja banyak yang menjadi perokok dan hampir 2/3 dari kelompok umur produktif adalah perokok. Pada pria prevalensi perokok tertinggi adalah umur 25-29 tahun. Hal ini terjadi karena jumlah perokok pemula jauh lebih banyak dari perokok yang berhasil berhenti merokok dalam satu rentan populasi penduduk. Sebagian perokok mulai merokok pada umur < 20 tahun dan separuh dari laki-laki umur 40 tahun ke atas telah merokok tiga puluh tahun atau lebih, lebih dari perokok menghisap minimal 10 batang perhari, hampir 70% perokok

11

di Indonesia mulai merokok sebelum mereka berusia 19 tahun (Pdpersi, 2003). Merokok dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar. Menurut Iman Soeharto (2001) keadaan paru-paru dan jantung mereka yang merokok tidak dapat bekerja secara efisien. Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Pada keadaan merokok pembuluh darah di beberapa bagian tubuh akan mengalami penyempitan, dalam keadaan ini dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi supaya darah dapat mengalir ke alat-alat tubuh dengan jumlah yang tetap. Untuk itu jantung harus memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan pada pembuluh darah meningkat (Wardoyo, 1996). Variabel rokok sebagai variabel independen dalam suatu penelitian mempunyai variasi yang cukup luas dalam kaitannya dengan dampak yang diakibatkannya: 1) Jenis perokok (perokok aktif atau pasif) Rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari hisapan perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap. Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar.

10

Perokok pasif adalah asap rokok yang dihirup oleh seseorang yang tidak merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. Asap rokok yang dihembusan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin.
2) Jumlah rokok yang dihisap dalam (dalam satuan batang, bungkus

atau pak perhari) Jenis perokok dapat dibagi atas perokok ringan sampai berat. Perokok ringan jika merokok kurang dari 10 batang perhari, perokok sedang mengisap 10-20 batang dan perokok berat jika lebih dari 20 batang. Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan asap rokok maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu bungkus) per hari akan mengalami 70.000 hisapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok yang berbahaya bagi kesehatan bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksik sehingga akan mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan.

3) Jenis rokok yang dihisap kretek, cerutu atau rokok putih (pakai filter

atau tidak).

10

Dalam peraturan (PP) Nomor 19 tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, pemerintah tidak menentukan kandungan kadar nikotin sebesar 341,5 mg dan kandungan kadar tar serbesar 20 mg pada rokok kretek. Dan rokok kretek menggunakan tembakau rakyat. Tetapi menurut Direktur Agro Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) Yamin Rahman menyatakan kandungan kadar nikotin pada rokok kretek melebihi 1,5 mg yaitu 2,5 mg dan kandungan kadar tar pada rokok kretek melebihi 20 mg yaitu 40 mg (Pdpersi, 2003). Rokok tidak dapat dipisahkan dari bahan baku pembuatnya yaitu tembakau. Di Indonesia tembakau ditambah cengkeh dan bahan-bahan lain dicampur untuk dibuat rokok. Selain itu juga masih ada beberapa jenis rokok yang dapat digunakan yaitu rokok linting, rokok putih, rokok cerutu, rokok pipa, rokok kretek dan rokok klobot. Rokok kretek mengandung 6070 tembakau, sisanya 30%40% cengkeh dan ramuan lain. Secara umum rokok dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu rokok filter dan rokok non filter. Dibandingkan rokok filter, rokok non filter memiliki kandungan nikotin dan tar lebih besar. Dengan kandungan nikotin dan tar yag lebih besar serta tidak diserta penyaring pada pangkal batang rokok, maka potensi masuknya nikotin dan tar ke dalam paru-paru dari rokok non filter akan lebih besar daripada rokok filter yang berdampak buruk pada pemakainya dan salah satunya akan terkena risiko Hipertensi (Yuliana, 2007).

4) Cara mengisap rokok Cara manghisap rokok antara lain: saat menghisap langsung dihembuskan (secara dangkal), ditelan sampai ke dalam mulut (dimulut saja), ditelan sampai di kerongkongan (hisapan dalam). 5) Alasan mulai merokok Sekedar ingin kelihatan hebat, ikut-ikutan, kesepian, pelarian, sebagai gaya, meniru orang tua. 6) Lama mengisap rokok Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan. Dampak rokok bukan hanya untuk perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Risiko kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih dini (Bustan, 2000).
A. Tinjauan Teori Stress Sebagai Faktor Risiko Hipertensi

Stress adalah suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Stress adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus dipahami bahwa stres bukanlah pengaruhpengaruh yang datang dari luar itu. Stress adalah respon kita terhadap pengaruh-pengaruh dari luar itu (Anonim, 2010).

10

Stress

pada

dasarnya

menyerang

semua

orang

tanpa

memandang usia, pekerjaan, maupun kebangsaan. Kita perlu berhatihati terhadap stress berat yang berlangsung lama atau tidak mampu kita kendalikan. Stress berat bisa menyebabkan seseorang lumpuh, merasa tidak bahagia, seolah-olah tidak lagi berdaya atas dirinya. Ini akan membawa kita pada keadaan statis dan dapat menurunkan tingkat produktivitas sehingga berbagai aspek kehidupan menjadi kacau. Ketegangan emosional (stress) dapat memicu pelepasan

hormon-hormon yang bersifat vasokonstriktif (tekanan pada pembuluh darah), yaitu hormon adrenalin dan non adrenalin. Yang mana jika pelepasan hormon tersebut terjadi menerus akan menyebabkan tekanan darah meningkat (Anonim, 2010). Sebuah lonjakan tekanan darah merupakan akibat langsung dari stress. Tubuh merespon stres fisik atau mental dengan merilis sebuah gelombang hormon dalam persiapan untuk "melawan atau lari" respon (Mayo Clinic). Setelah penyebab stress teratasi, denyut jantung dan tekanan darah kembali normal. Seiring waktu, kerusakan ginjal, jantung dan pembuluh darah masih dapat terjadi, seperti hipertensi kronis. Tetapi dalam jangka panjang tingkat stress yang tinggi telah ditemukan menjadi prediktor kuat hipertensi masa depan (American Institute of Stress) (Anonim, 2010). Secara keseluruhan, studi menunjukkan bahwa stress jangka pendek tidak langsung menyebabkan hipertensi, tetapi bisa

berpengaruh terhadap perkembangannya. Selain itu beberapa efek

11

samping stress, seperti makan terlalu banyak dan kurangnya olahraga dapat berkontribusi untuk mengembangkan hipertensi (Anonim, 2010). Jika seseorang didiagnosis dengan hipertensi , itu tidak berarti bahwa ia adalah "terlalu stress," "terlalu gugup," terlalu cemas, atau obsesif. Ini adalah mitos yang populer. Hipertensi tidak ketegangan saraf atau sedang tertekan. Bahkan, banyak orang yang benar-benar tenang memiliki hipertensi, juga dikenal sebagai tekanan darah tinggi. Penelitian para ilmuwan tidak yakin pada saat ini tentang kemungkinan efek stress jangka panjang pada tinggi tekanan darah. Mereka percaya bahwa stress jangka panjang dapat berkontribusi untuk hipertensi, tetapi mereka tidak yakin berapa banyak dampak sebenarnya mungkin. Dalam hal situasi stress jangka pendek, mereka tahu bahwa stress dapat membuat tekanan darah naik untuk sementara waktu. Tetapi begitu stress adalah lega, pembacaan kembali ke "normal (Schoenstadt, 2009). Peningkatan tekanan darah merupakan respons terhadap stress. Sistem saraf terlibat dalam fight or flight respon ketika seseorang berada di bawah tekanan. Tekanan darah meningkat pada dua cara: Pertama, konstriksi pembuluh darah sebagai respon terhadap peningkatan epinefrin, dan sebagai cara untuk meningkatkan aliran darah ke otot-otot. Kedua, pompa jantung lebih cepat, dalam rangka untuk meningkatkan aliran darah ke otak dan otot, sehingga meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan otot (Anonim, 2010). Stress merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui

12

aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Anonim, 2010). Stres adalah salah satu penyebab hipertensi. Dalam keadaan stres pembuluh darah akan mengkerut sehingga akan menyempit lalu menaikkan tekanan darah. Dengan hilangnya stres, maka umumnya tekanan darah ini akan turun ke tingkat yang normal. Akan tetapi jika tubuh terus-menerus berada dalam keadaan stres, maka tekanan darah pun akan tetap tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi akan memaksa jantung untuk bekerja lebih keras. Hal ini juga akan merusak dinding pembuluh darah (Hutapea, 2009). Hampir setiap orang dapat terkena stres atau perasaan tertekan. Penyebabnya bisa macam-macam: karena menghadapi ujian,

menghadapi skripsi yang tak selesai-selesai, dimarahi orang tua, diomeli pacar yang memang cerewet, kesulitan ekonomi, dan lain-lain. Akibatnya juga macam-macam, mulai dari yang ringan sampai ke yang berat seperti ingin bunuh diri. Tanda-tanda stres bisa berupa naiknya tekanan darah, hilangnya atau meningkatnya nafsu makan, sakit kepala, tidak bisa tidur atau malas bangun dari tidur. Orang yang merasa stres sering lari ke

13

minuman keras atau obat bius.

Perasaan cemas, frustrasi, atau

apatis bisa menyertai stres (Furchan, 2009). Sejumlah orang menderita stress karena tidak bisa mengatur waktu. Mereka sebenarnya bisa menyelesaikan semua pekerjaan seandainya dapat mengatur waktu dengan sebaik-baiknya (Noi, 2004). Kehidupan di kota modern dan besar lebih banyak stressnya daripada kehidupan dalam lingkungan yang secara relatif lebih primitif. Namun penyebab stress yang terbesar di sebuah kota modern ialah karena begitu banyaknya hal yang menyebabkan tekanan yang ada di luar kendali kita (Coleman, 1995). Pada dasarnya stress dibedakan ke dalam: 1. Stress Emosional Bila pertengkaran, pertentangan pendapat, dan konflik

menyebabkan perubahan dalam kehidupan yang dijalani. 2. Stress Fisik Penyebab utama stress fisik adalah terlalu memaksakan diri dalam segala hal. Jika tubuh dipaksa bekerja 16 jam sehari, maka dapat mengurangi waktu istirahat. Cepat atau lambat, persediaan energi akan habis, tidak sesuai dengan energi yang didapat. Dengan demikian akan terjadi perubahan termasuk jantung dan pembuluh darah. 3. Stress Lingkungan Lingkungan yang terlalu panas atau dingin dapat menyebabkan stress. Ketinggalan pesawat dan racun dari lingkungan juga menyebabkan perubahan yang mengakibatkan stress. pada organ-organ tubuh,

4. Stress Asap Rokok Asap rokok adalah racun yang sangat bertugas akut. Asapnya

menghancurkan

sel-sel

yang

membersihkan

kerongkongan, saluran napas, sampai paru-paru serta dapat menyebabkan emfisema dan bronkhitis kronis. Selain itu juga dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah sehingga pasokan darah ke otak, jantung dan organ vital lainnya berkurang. 5. Stress Hormonal Perubahan hormonal seperti masa pubertas dan sindroma pramenstrual juga menyebabkan stress. Hal lainnya seperti kondisi setelah melahirkan dan menopause. 6. Stress Tanggung Jawab Bila seseorang harus bertanggung jawab atas pekerjaan orang lain, perubahan dalam hidup menyebabkan ia tidak mempunyai kontrol. Misalnya, teman kerja tidak masuk, ia harus mengganti tugasnya. 7. Stress Alergi Reaksi alergi adalah bagian dari usaha tubuh untuk mengamankan diri. Kalau zat asing itu di hidung, mungkin dapat menyebabkan hidung jadi pilek yang tak kunjung sembuh. Alergi itu termasuk stress yang ditunjukkan oleh tubuh (Nurmianto, 2004). Pengukuran stress menggunakan Rahe Holmes Social

Readjustment Rating Scale, dikenal juga dengan nama Rahe Holmes Stress Scale. Holmes, T. H. and Rahe, R. H. pada tahun 1967 menerbitkan Journal of Psychosomatic Research dan mencoba mengklasifikasikan peristiwa-peristiwa yang memicu stress.

10

Dikarenakan hampir semua stress diakibatkan adanya perubahan dalam hidup, maka dari itu Holmes dan Rahe memfokuskan pada perubahan-perubahan dalam hidup yang menuntut penyesuaian diri. Salah satu perubahan besar yang terjadi pada hampir seluruh umat manusia dan menuntut penyesuaian diri adalah pernikahan. Holmes dan Rahe melakukan penelitian dengan memberikan kuisioner dimana diberikan daftar-daftar kejadian yang dapat

menimbulkan perubahan dan meminta responden memberikan jawaban dengan membandingkan perubahan yang terjadi dengan peristiwa pernikahan. Pernikahan diberikan nilai 50 dan responden memberikan perbandingan nilai peristiwa-peristiwa lainnya dengan peristiwa pernikahan. Hasilnya ditemukan bahwa rata-rata kematian pasangan hidup 2 kali lebih stressful dibanding pernikahan, dan ada 6 peristiwa lainnya yang lebih membutuhkan penyesuaian diri dibanding pernikahan. Skala ini memiliki korelasi yang berada di tingkat cukup/sedang ketika dikorelasikan antara kejadian di tahun kemarin dan kesehatan seseorang di tahun yang sedang dijalani. Terutama kejadian seperti serangan jantung, diabetes, masalah kehamilan dan kelahiran, kegagalan akademis, absen pegawai dan kesulitan lainnya (Nelwandi, 2010). Setiap pertanyaan memiliki skor yang berbeda-beda, penilaian stress dilakukan dengan menjumlah seluruh skor, jika skor 150, maka dalam kondisi stress. Dikatakan tidak stress bila nilainya dibawah 150 (Nurmianto, 2004).

Tabel 2.4 Skala Stress Holmes


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Kematian Pasangan Hidup Perceraian Berpisah tempat tinggal dengan pasangan Dipenjara Kematian anggota keluarga selain pasangan hidup Menopause Sakit serius Menikah Dipecat Rujuk Pensiun Perubahan kondisi kesehatan Kerja lebih 40 jam seminggu Gangguan seks Ada tambahan anggota keluarga Kehamilan Perubahan tugas/peran di tempat kerja Perubahan kondisi keuangan Kematian teman dekat (bukan keluarga) Bertengkar dengan pasangan Dapat kredit dalam jumlah besar Kredit jatuh tempo Tidur kurang dari 18 jam seminggu Masalah dengan keluarga atau anak Mencapai prestasi luar biasa Pasangan mulai atau berhenti kerja Mulai atau lulus sekolah Perubahan di rumah (tamu, menginap, renovasi rumah) Perubahan kebiasaan hidup (diet, puasa dll) Alergi kronis Stress Skor 100 60 60 60 60 60 45 45 45 40 40 40 35 35 35 35 35 35 30 30 25 25 25 25 25 20 20 20 20 20

10

31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Masalah dengan bos Perubahan jam kerja Pindah rumah Menjelang mens Perubahan di sekolah Perubahan aktivitas religious Perubahan aktivitas social Utang kecil-kecilan Perubahan frekuensi bertemu keluarga Liburan

20 20 15 15 15 15 15 15 10 10

Sumber: Nurmianto (2004)


A. Tinjauan Teori Konsumsi Garam Sebagai Faktor Risiko Hipertensi

Garam merupakan faktor penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram/hari prevalensi hipertensinya rendah, sedangkan asupan garam antara 515 gram/hari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha, 2004). Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari yang setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah (Anonim, 2010).

10

Waspadai asupan garam berlebih karena garam merupakan sumber sodium yang utama dan faktor utama penyebab

meningkatnya tekanan darah atau hipertensi yang dapat berkembang menjadi penyakit-penyakit kardiovaskuler. Hipertensi terjadi jika ada peningkatan volume darah dan penyempitan pembuluh darah yang memaksa kerja jantung untuk memompa darah dan nutrisi. Garam menyebabkan tubuh menahan air dengan tingkat melebihi ambang batas normal tubuh sehingga dapat meningkatkan volume darah dan tekanan darah tinggi. Dengan begitu garam menjadi cikal bakal penyakit yang menyebabkan kematian nomor satu di dunia yakni jantung. Secara global, menurut data Yayasan Jantung Indonesia, tujuh juta jiwa meninggal setiap tahunnya akibat tekanan darah tinggi. Angka kematian ini bisa dicegah dengan merubah pola makan misalnya mengurangi asupan sodium. Meskipun sodium terkandung dalam garam namun 80% kandungan sodium terdapat pada makanan yang diproses atau makanan kemasan. Mengurangi konsumsi garam menjadi 6 gr per hari dapat menurunkan risiko stroke hingga 24%. Di Indonesia menurut data dari Indonesian Society of

Hypertension asupan garam harian mencapai 15 gr hingga dua kali yang direkomendasikan WHO yaitu 5 sampai 6 gr per hari. Ada tiga tahap diet rendah garam yakni terdiri dari diet ringan (konsumsi garam 3,75-7,5 gram per hari), menengah (1,25-3,75 gram per hari) dan berat (kurang dari 1,25 gram per hari) (Fesya, 2009).

11

Garam mempunyai sifat menahan air. Mengkonsumsi garam lebih atau makan-makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan darah. Hindari pemakaian garam yang berlebih atau makanan yang diasinkan. Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah edema dan penyakit jantung (lemah jantung). Adapun yang disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium (Na). Oleh karena itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah garam adalah komposisi makanan yang harus

mengandung cukup zat-zat gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium dan natrium (Gunawan, 2001). Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh (Yundini, 2006). Saat ini Hipertensi tidak hanya masalah bagi kaum lanjut usia tapi sudah mulai dikeluhkan oleh orang dengan usia lebih muda. Sumber natrium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur)

dan penyedap masakan (monosodium glutamat=MSG). Para pakar menemukan bahwa faktor makanan modern sebagai penyumbang utama terjadinya Hipertensi. Semua bahan makanan sumber natrium perlu dibatasi bagi penderita Hipertensi. Bahan makanan tersebut antara lain: 1. Garam.
2. Semua makanan yang diawetkan dengan garam, seperti ikan asin,

telur asin, ikan pindang, ikan teri, dendeng, udang kering, abon, daging asap, asinan sayuran, asinan buah, manisan buah, serta buah dalam kaleng.
3. Makanan yang diolah/ dimasak dengan garam dapur atau soda kue

dan pengembang cake, roti dan kue-kue tradisional seperti biscuit, kracker, cake dan kue-kue lainnya, margarin, mentega, keju, cereals.
4. Fast

food (makanan cepat saji) seperti mie instan, sosis,

hamburger, fried chicken, pizza, dan lain-lain.


5. Makanan warung (bakso, soto, bubur ayam, nasi goreng, mie

goreng, capcay, acar dan lain-lain) (Kristanti, 2009). Berikut informasi mengenai kandungan natrium dalam beberapa makanan: Tabel 2.5 Kandungan Natrium dalam Makanan:
Makanan Daging sapi Hati sapi Ginjal sapi Telur bebek Natrium (mg) 93 110 200 191

Telur ayam Ikan kaleng Udang Teri kering Susu sapi Yogurt Mentega Margarin Susu kacang kedelai Roti cokelat Roti putih Kacang merah Jambu monyet, biji Selada Pisang The Cokelat manis Ragi

158 131 185 885 36 40 780 950 15 500 530 19 26 14 18 50 33 610

Sumber: Almatsier (2003: 231)

Makanan Daging kering, dicacah Daging kepiting, dimasak Selada kentang Bakso daging kalengan Krim sop jamur Kacang polong gorengan Capcai daging sapi Berbagai maca roti isi Jus tomat kalengan Kacang mete asin disangrai Pizza keju

Natrium (mg) 1988 1436 1322 1220 1076 1071 1071 1008 881 877 811

Hamburger Bumbu sop Take away chicken Tomato/ chili sauce Keju French fries Pudding vanili kalengan

800 700 400 300 200 150 441

Sumber: (Kristanti, 2009)


No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Jenis Makanan Ikan asin Kerang Fried chicken Biscuit Roti putih Kecap Tauco Mie instant Sosis Air kaldu Nasi goreng Mentega Udang Sarden Kornet Kacang goreng URT 1 potong sedang gelas 1 potong 4 buah besar 3 iris 1 bungkus potong 1 porsi Kadar Na 200-400 mg Kadar Na >400 mg

Sumber: (Fitriah, 2009) Garam natrium yang ditambahkan ke dalam makanan biasanya berupa ikatan yaitu: a. Natrium Chlorida atau garam dapur b. Mono-Natrium Glutamat atau vetsin c. Natrium Bikarbonat atau soda kue

d. Natrium Benzoat untuk mengawetkan buah e. Natrium Bisulfit atau sendawa yang digunakan untuk

mengawetkan daging seperti Corned beef. f. Dinatrium fosfat ditambahkan pada olahan sereal cepat saji dan keju. g. Natrium alginate pengemulsi adonan pada susu, cokelat dan es krim. Natrium bersifat mengikat air. Pada saat garam dikonsumsi maka garam tersebut akan mengikat air sehingga air akan terserap masuk kedalam intravaskuler yang menyebabkan meningkatnya volume darah. Apabila volume darah meningkat, kerja jantung akan meningkat dan akibatnya tekanan darah pasti juga meningkat (Indriyani, 2009). Makanan yang diawetkan dan garam dapur serta bumbu penyedap dalam jumlah tinggi dapat menaikkan tekanan darah karena mengandung natrium dalam jumlah berlebih. Natrium bersama klorida dalam garam dapur sebenarnya membantu mempertahankan

keseimbangan cairan tubuh dan mengatur tekanan darah. Namun natrium dalam jumlah berlebih dapat menahan air (retensi) sehingga meningkatkan jumlah volume darah. Akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi naik. Selain itu narium yang berlebihan akan menggumpal di dinding pembuluh darah dan mengikisnya sehingga terkelupas. Kotoran tersebut akan menyumbat pembuluh darah.

10

Dari penelitian ditemukan fakta bahwa dengan mengurangi pemakaian garam dapur menjadi sekitar 3 gram (tidak sampai satu sendok teh) sehari dapat mencegah terjadinya stroke (26 persen) dan serangan jantung (15 persen) akibat tersumbatnya pembuluh darah. WHO 1990 menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram per hari (2400 mg natrium) atau setara dengan (1 sendok teh) perhari. Sedangkan konsumsi natrium yang dianjurkan perhari adalah 500-2400 mg untuk orang dewasa (Khomsan, 2003) dengan frekuensi konsumsi natrium sering (>3 kali perminggu) merupakan resiko terbesar untuk menderita Hipertensi (Rahman, 2009). Penelitian pengurangan mengenai asupan Hipertensi baik menunjukkan tunggal bahwa maupun

garam,

secara

dikombinasikan dengan penurunan berat badan dapat menurunkan kejadian Hipertensi sampai sekitar 20%. Untuk menurunkan asupan garam, pasien sebaiknya mengkonsumsi makanan rendah garam dan membatasi jumlah garam yang ditambahkan pada makanan (Sani, 2008). Setiap 1 gram garam dapur mengandung 400 mg natrium. Apabila dikonversikan ke dalam ukuran rumah tangga 4 gram garam dapur setara dengan sendok teh atau sekitar 1600 mg natrium. Makanan kaleng sebenarnya terbuat dari bahan makanan segar namun yang perlu diperhatikan yaitu dalam proses pembuatannya karena makanan kaleng ditambahkan garam untuk membuat bahan makanan tersebut lebih awet. Berbeda halnya dengan natrium, kalium (potassium) merupakan ion utama di dalam cairan intraseluler. Cara kerja kalium adalah

11

kebalikan dari natrium. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah. Dengan demikian, konsumsi natrium perlu diimbangi dengan kalium. kebutuhan kalium perhari rata-rata 808 mg. Rasio konsumsi natrium dan kalium yang dianjurkan adalah 1:1. Sumber kalium yang baik adalah buah-buahan, seperti pisang, jeruk, melon dan lain-lain. Dengan memperbanyak minum air putih minimal 8 gelas (2 liter) perhari kelebihan natrium juga dapat dibuang oleh tubuh. Secara alami, banyak bahan pangan yang memiliki kandungan kalium dengan rasio lebih tinggi dibandingkan dengan natrium. Rasio tersebut kemudian menjadi terbalik akibat proses pengolahan yang banyak menambahkan garam ke dalamnya. Sebagai contoh, rasio kalium terhadap natrium pada tomat segar adalah 100:1, menjadi 10:6 pada tomat kaleng dan 1:28 pada saus tomat. Contoh lain adalah rasio kalium terhadap natrium pada kentang bakar 100:1, menjadi 10:9 pada keripik, dan 1:1,7 pada salad kentang. Dari data tersebut tampak bahwa proses pengolahan menyebabkan tingginya kadar natrium di dalam bahan sehingga cenderung menaikkan tekanan darah (Made, 2008). Untuk mengetahui jumlah konsumsi makanan yang mengandung natrium dapat digunakan pengukuran konsumsi makanan dengan metode frekuensi makanan (food frequency). Metode ini bertujuan untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan

12

makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Langkah-langkah metode frekuensi makanan: 1) Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya.
2)

Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber zat gizi tertentu selama periode tertentu pula (Supariasa, 2001).

F. Kerangka Teori Suatu penyakit timbul akibat dari beroperasinya berbagai faktor baik dari host, agent dan lingkungan. Para ahli telah membuat modelmodel timbulnya penyakit dan atas dasar model tersebut dilakukan eksperimen terkendali untuk menguji sampai mana kebenaran dari model tersebut. Model karakteristik tersebut dikenal dengan segitiga epidemiologi. (Notoatmodjo, 2003).

Host

Agent

Environment

Gambar 2.1 Segitiga Epidemiologi

10

Adapun segitiga epidemiologi dari Hipertensi dapat dilihat sebagai berikut: 1. Host (Penjamu) Faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit hipertensi pada penjamu : a. Daya Tahan Tubuh Terhadap Penyakit Daya tubuh seseorang sangat dipengaruhi oleh

kecukupan gizi, aktifitas, dan istirahat. Dalam hidup modern yang penuh kesibukan juga membuat orang kurang berolagraga dan berusaha mengatasi stresnya dengan merokok, minum alkohol, atau kopi sehingga daya tahan tubuh menjadi menurun dan memiliki resiko terjadinya penyakit hipertensi. b. Genetis Para pakar juga menemukan hubungan antara riwayat keluarga penderita hipertensi (genetik) dengan resiko untuk juga menderita penyakit ini. c. Umur Penyebaran hipertensi menurut golongan umur agaknya terdapat kesepakatan dari para peneliti di Indonesia.

Disimpulkan bahwa prevalensi hipertensi akan meningkat dengan bertambahnya umur. Sebagai gambaran saja, berikut ini dikutipkan salah satu hasil penelitian tentang penyebaran menurut umur tersebut. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa. Prevalensi

meningkat menurut usia. Sejalan dengan bertambahnya usia,

10

hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Tetapi di atas usia tersebut, justru wanita (setelah mengalami menapouse) berpeluang lebih besar. Para pakar menduga perubahan hormonal berperan besar dalam terjadinya hipertensi di kalangan wanita usia lanjut. Namun sekarang penyakit hipertensi tidak memandang golongan umur. d. Jenis Kelamin Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 menunjukkan prevalensi penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi, yaitu 83 per 1.000 anggota rumah tangga. Pada umumnya lebih banyak pria menderita hipertensi dibandingkan dengan perempuan. Wanita > Pria pada usia > 50 tahun Pria > wanita pada usia < 50 tahun e. Adat Kebiasaan Kebiasaan-kebiasaan buruk seseorang merupakan

ancaman kesehatan bagi orang tersebut seperti:


1. Gaya hidup modern yang mengagungkan sukses, kerja keras

dalam situasi penuh tekanan, dan stres terjadi yang berkepanjangan adalah hal yang paling umum serta membuat

10

orang kurang berolagraga, dan berusaha mengatasi stresnya dengan merokok, minum alkohol atau kopi, padahal yang

semuanya

termasuk

dalam

daftar

penyebab

meningkatkan resiko hipertensi. 2. Indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengonsumsi makanan di luar rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain). 3. Pola makan yang salah, faktor makanan modern sebagai penyumbang utama terjadinya hipertensi. Makanan yang diawetkan dan garam dapur serta bumbu penyedap dalam jumlah tinggi, dapat meningkatkan tekanan darah kerana mengandung natrium dalam jumlah yang berlebih. f. Pekerjaan Stress pada pekerjaan cenderung menyebabkan

terjadinya hipertensi berat. Pria yang mengalami pekerjaan penuh tekanan, misalnya penyandang jabatan yang menuntut tanggung jawab besar tanpa disertai wewenang pengambilan keputusan, akan mengalami tekanan darah yang lebih tinggi selama jam kerjanya, dibandingkan dengan rekannya mereka yang jabatannya lebih longgar tanggung jawabnya. Stres yang terlalu besar dapat memicu terjadinya berbagai penyakit

10

misalnya sakit kepala, sulit tidur, tukak lambung, hipertensi, penyakit jantung, dan stroke. g. Ras/Suku Ras/Suku: Di USA, orang kulit hitam > kulit putih. Di Indonesia penyakit hipertensi terjadi secara bervariasi. 1. Agent (Penyebab Penyakit) Agent adalah suatu substansi tertentu yang keberadaannya atau ketidakberadaannya perjalanan dapat suatu menimbulkan penyakit. penyakit Untuk atau

mempengaruhi

penyakit

hipertensi yang menjadi agen adalah : a. Faktor Nutrisi 1) Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, natrium memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk

menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya

hipertensi. 2) Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam. Indra perasa kita sejak kanak-kanak

10

telah dibiasakan untuk memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar. 3) Minuman berkafein dan beralkohol.Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat meningkatkan resiko hipertensi. 4) Juga terbukti adanya hubungan antara resiko hipertensi dengan makanan cepat saji yang kaya daging. Makanan cepat saji juga merupakan salah satu penyebab obesitas (berat badan berlebih ). Dilaporkan bahwa 60% penderita hipertensi mempunya berat badan berlebih. b. Faktor Kimia Mengkonsumsi Kortikosteroid, obat-obatan seperti kokain, Pil KB

Siklosporin,

Eritropoietin,

Penyalahgunaan

Alkohol, Kayu manis (dalam jumlah sangat besar). c. Faktor Biologi


1) Penyebab tekanan darah tinggi sebagian besar diketahui,

namun peniliti telah membuktikan bahwa tekanan darah tinggi berhubungan dengan resistensi insulin dan/ atau peningkatan kadar insulin (hiperinsulinemia). Keduanya tekanan darah tinggi dan resistensi insulin merupakan karakteristik dari sindroma metabolik, kelompok abnormalitas yang terdiri dari obesitas, peningkatan trigliserid, dan HDL rendah (kolesterol baik) dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah.

2) Walaupun

sepertinya

hipertensi

merupakan

penyakit

keturunan, namun hubungannya tidak sederhana. Hipertensi merupakan hasil dari interaksi gen yang beragam, sehingga tidak ada tes genetik yang dapat mengidentifikasi orang yang berisiko untuk terjadi hipertensi secara konsisten. 3) Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor resiko terjadi hipertensi. d. Faktor Fisik 1) Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat.
2) Gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga) bisa

memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. 3) Berat badan yang berlebih akan membuat seseorang susah bergerak dengan bebas. Jantungnya harus bekerja lebih keras untuk memompa darah agar bisa menggerakkan berlebih dari tubuh terdebut. Karena itu obesitas termasuk salah satu yang meningkatkan resiko hipertensi. 3. Environment (Lingkungan) Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia. Lingkungan ini termasuk

10

perilaku/pola gaya hidup misalnya gaya hidup kurang baik seperti gaya hidupnya penuh dengan tekanan (Stres). Stres yang terlalu besar dapat memicu terjadinya berbagai penyakit seperti hipertensi. Dalam kondisi tertekan adrenalin dan kortisol dilepaskan ke aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah agar tubuh siap beraksi. Gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Terdapatnya perbedaan keadaan geografis, dimana daerah Pantai lebih berisiko terjadinya penyakit hipertensi dibading dengan daerah pegunungan, karena daerah pantai lebih banyak terdapat natrium bersama klorida dalam garam dapur sehingga Konsumsi natrium pada penduduk pantai lebih besar dari pada daerah pegunungan. Penyakit hipertensi ditemukan di semua daerah di Indonesia dengan prevalensi yang cukup tinggi. Dimana daerah perkotaan lebih dengan gaya hidup modern lebih berisiko terjadinya penyakit hipertensi dibandingkan dengan daerah pedesaan (Sawitra, 2009).

You might also like