You are on page 1of 23

y

Salam sahabat

Studi kasus kontrol Anemia Ibu hamil (Jurnal Medika Unhas)


Posted on May 24, 2007. Filed under: artikel ilmiah | STUDI KASUS KONTROL FAKTOR BIOMEDIS TERHADAP KEJADIAN ANEMIA IBU HAMIL DI PUSKESMAS BANTIMURUNG STUDI KASUS KONTROL FAKTOR BIOMEDIS TERHADAP KEJADIAN ANEMIA IBU HAMIL DI PUSKESMAS BANTIMURUNG MAROS TAHUN 2004Ridwan Amiruddin1, Wahyuddin2 1Staf Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas; 2 Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat -UIT. RINGKASAN Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan faktor umur ibu, ANC, jarak kelahiran, paritas dan keluhan ibu hamil terhadap kejadian anemia di wilayah puskesmas Bantimurung. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus kelola dengan sampel ibu hamil dan bersalin sebanyak 128 responden yang diambil secara purposive sampling. Uji statistik yang digunkan adalah analisis Odds Ratio, dan logistik regresi. Hasil penelitian yang diperoleh sekitar 83.6 % responden mengalami anemia, dengan ANC sebagian besar kurang dari 4 kali (72.7%). Hasil analisis bivariat ditemukan banhwa ANC tidak signifikan terhadap anemia, OR. 1.251 (95%CI.0.574-2.729), demikian juga dengan keluhan dengan OR 1.354, 95 % CI. 0.6732.725. begitu juga paritas kurang dari satu dan lebih 4 tidak berefek terhadap anemia pada ibu hamil dengan OR 1.393 , 95%CI.0.474-4.096. Sedangkan jarak kelahiran bermakna terhadap kejadian anemia dengan OR 2.343, 95% CI.1.146-4.790. dan variabel Umur dengan OR 2.801, 95% CI 1.089-7.207. Kesimpulan variabel yang berhubungan adalah jarak kelahiran dan umur ibu hamil, sedangkan variabel paritas, ANCdan adanya keluhan tidak bermakna. Dengan demikian maka disarankan bahwa untuk menekan kejadian anemia dengan berbagai dampaknya maka pengaturan jarak kelahiran sangat diperlukan melalui perencanaan kelahiran melalui keluarga berencana, begitu juga dengan umur ibu, sangat penting untuk diperhatikan melahirkan pada usia 2035 tahun. (J Med Nus. 2004; 25:71-75) SUMMARY In pregnancy women, anemic increases the frequency of complication to the pregnancy and delivery. Risk of maternal mortality, prematurity number, low birth weight, and prenatal mortality are increase. This research intend to identify the relation factors of maternal age, ANC, delivery expanse, parity and maternal complain to the occurrence of anemic in Bantimurung public health service. Method of the research was case control study with samples consist of 128 respondents of pregnant and delivery women taken purposively sampling. Statistical test was Odds ratio and regression logistic. Result of the research obtained that approximately 83.6% respondents undergoes anemic with ANC mostly less

than 4 times (72.7%). Bivariate analysis shows that ANC insignificant to anemic undergoes, OR. 1.251 (95% Cl. 0.574-2.729), as well as maternal complain with OR 1.354, 95% Cl. 0.673-2.725 and parity less than one and more than four insignificant with anemic undergoes with OR 1.393, 95% Cl 0.474-4.096. Meanwhile deliveries expanse significant with anemic undergoes with OR 2.801, 95% Cl 1.146 -4.790 and age variable with OR 2.801, 95% Cl 1.089-7.207. It terminates that the variables related with anemic undergoes were deliveries expanse and maternal age, meanwhile the variables of parity, ANC and maternal complain insignificant. It is suggested in a manner to diminish anemic undergoes with all of its impact is with dispose deliveries expanse trough family planning, as well as maternal age as a main factors to notice, to deliver in age of 25-35 years old. (J Med Nus. 2004; 25:71-75) LATAR BELAKANG Sampai saat ini tingginya angka kematian ibu di Indonesia masih merupakan masalah yang menjadi prioritas di bidang kesehatan. Di samping menunjukkan derajat kesehatan masyarakat, juga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan kesehatan. Penyebab langsung kematian ibu adalah trias perdarahan, infeksi, dan keracunan kehamilan. Penyebab kematian langsung tersebut tidak dapat sepenuhnya dimengerti tanpa memperhatikan latar belakang (underlying factor), yang mana bersifat medik maupun non medik. Di antara faktor non medik dapat disebut keadaan kesejahteraan ekonomi keluarga, pendidikan ibu, lingkungan hidup, perilaku, dan lain-lain. Kerangka konsep model analisis kematian ibu oleh Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa angka kematian ibu dapat diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki status sosial ekonomi yang mempunyai efek terhadap salah satu dari seluruh faktor langsung yaitu perilaku kesehatan dan perilaku reproduksi, status kesehatan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.1 Ketiga hal tersebut akan berpengaruh pada tiga hasil akhir dalam model yaitu kehamilan, timbulnya komplikasi kehamilan/persalinan dan kematian ibu. Dari model Mc Carthy dan Maine tersebut dapat dilihat bahwa setiap upaya intervensi pada faktor tidak langsung harus selalu melalui faktor penyebab yang langsung. 2 Status kesehatan ibu, menurut model Mc Carthy dan Maine 1 merupakan faktor penting dalam terjadinya kematian ibu. Penyakit atau gizi yang buruk merupakan faktor yang dapat mempengaruhi status kesehatan ibu. Rao (1975) melaporkan bahwa salah satu sebab kematian obstetrik tidak langsung pada kasus kematian ibu adalah anemia.3,4 Grant 5 menyatakan bahwa anemia merupakan salah satu sebab kematian ibu, demikian juga WHO 6b menyatakan bahwa anemia merupakan sebab penting dari kematian ibu. Penelitian Chi, dkk 7 menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia. Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu.8 Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.9 Soeprono.10 menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stres kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lainlain).10 Prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya

banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang lebih besar dari 50%. Juga banyak dilaporkan bahwa prevalensi anemia pada trimester III berkisar 5079%.11 Affandi 12 menyebutkan bahwa anemia kehamilan di Indonesia berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 1990 adalah 60%. Penelitian selama tahun 1978-1980 di 12 rumah sakit pendidikan/rujukan di Indonesia menunjukkan prevalensi wanita hamil dengan anemia yang melahirkan di RS pendidikan /rujukan adalah 30,86%. Prevalensi tersebut meningkat dengan bertambahnya paritas.9 Hal yang sama diperoleh dari hasil SKRT 1986 dimana prevalensi anemia ringan dan berat akan makin tinggi dengan bertambahnya paritas.13 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa prevalensi anemia pada kehamilan secara global 55% dimana secara bermakna tinggi pada trimester ketiga dibandingkan dengan trimester pertama dan kedua kehamilan.6a Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi Hal ini juga diungkapkan oleh Simanjuntak tahun 1992 bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia menderita anemia gizi. Indonesia, prevalensi anemia tahun l970an adalah 46,570%. Pada SKRT tahun 1992 dengan angka anemia ibu hamil sebesar 63,5% sedangkan data SKRT tahun 1995 turun menjadi 50,9%. Pada tahun 1999 didapatkan anemia gizi pada ibu hamil sebesar 39,5%. Propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan SKRT pada tahun 1992 prevalensi anemia gizi khususnya pada ibu hamil berkisar 45,5 71,2% dan pada tahun 1994 meningkat menjadi 76,17% 14,3 % di Kabupaten Pinrang dan 28,7% di Kabupaten Soppeng dan tertinggi adalah di Kabupaten Bone 68,6% (1996) dan Kabupaten Bulukumba sebesar 67,3% (1997). Sedangkan laporan data di Kabupaten Maros khususnya di Kecamatan Bantimurung anemia ibu hamil pada tahun 1999 sebesar 31,73%, pada tahun 2000 meningkat menjadi 76,74% dan pada tahun 2001 sebesar 68,65%. Prevalensi anemia yang tinggi dapat membawa akibat negatif seperti: 1) gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak, 2) Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Pada ibu hamil dapat mengakibatkan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan. Studi di Kualalumpur memperlihatkan terjadinya 20 % kelahiran prematur bagi ibu yang tingkat kadar hemoglobinnya di bawah 6,5gr/dl. Studi lain menunjukkan bahwa risiko kejadian BBLR, kelahiran prematur dan kematian perinatal meningkat pada wanita hamil dengan kadar hemoglobin kurang dari 10,4 gr/dl. Pada usia kehamilan sebelum 24 minggu dibandingkan kontrol mengemukakan bahwa anemia merupakan salah satu faktor kehamilan dengan risiko tinggi. Sumber : Data primer METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN DAN UNIT ANALISIS Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kelola untuk melihat gambaran status kesehatan ibu hamil serta faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah kesehatan tersebut. Instrument studi terdiri dari kuesioner, serta formulir pemeriksaan ibu hamil, Unit analisis adalah ibu hamil dan ibiu nifas yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung kab. Maros. B.POPULASI DAN SAMPEL 1. Populasi Populasi rujukan adalah semua ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung kabupaten Maros pada periode Agustus September 2004.

2. Sampel Sampel adalah ibu hamil dan ibu bersalin yang berada di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung Kab. Maros pada saat penelitian dilaksanakan. Sampel diambil secara purposive sampling, dengan jumlah sampel yang berhasil diperoleh sebanyak 128 ibu hamil. C. PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA 1. Pengolahan Data Sumber : Data Primer Tabel 1. menunjukkan bahwa analisis Hubungan ANC dengan kejadian anemia yang paling banyak menderita anemia adalah responden dengan ANC < 4 kali dengan jumlah 53 (57.0%) orang dan terendah pada responden dengan ANC 4 kali sebanyak 18 orang (51.4%). Hasil analisis uji statistik diperoleh nilai OR sebesar 1.251 dengan nilai lower 0.574 dan upper 2.729. 2. Keluhan dengan Anemia Tabel 2. Analisis Keluhan dengan Kejadian Anemia di Wilayah Kerja Puskesmas Bantimurung Kabupaten Maros Tahun 2004 Tabel 2 menunjukkan analisis hubungan keluhan dengan kejadian anemia dan responden yang paling banyak menderita anemia adalah yang memiliki keluhan dengan jumlah 39 (59,1%) orang dan terendah pada responden yang tidak memiliki keluhan dengan jumlah 32 51.6%)orang. Hasil analisis uji statistik diperoleh nilai OR sebesar 1.354 dengan nilai lower 0.673 dan upper 2.725. 3. Paritas dengan Anemia Tabel 3. Analisis Paritas dengan Kejadian Anemia di Wilayah Kerja Puskesmas Bantimurung Kabupaten Maros Tahun 2004 Sumber : Data Primer Tabel 3. menunjukkan analisis hubungan paritas dengan kejadian anemia dan responden yang paling banyak menderita anemia adalah pada paritas 2-3 dengan jumlah 61 (62.5%) orang dan terendah pada responden yang paritas < 1/>4 dengan jumlah 10 (54.5%)orang. Hasil analisis uji statistik diperoleh nilai OR sebesar 1.393 dengan nilai lower 0.474 dan upper 4.096. 4.Jarak Kelahiran dengan Anemia Tabel 4. Analisis Jarak Kelahiran dengan Kejadian Anemia di Wilayah Kerja Puskesmas Bantimurung Kabupaten Maros Tahun 2004

Sumber : Data Primer Tabel 4. menunjukan analisis hubungan jarak kelahiran dengan kejadian anemia dan responden yang paling banyak menderita anemia adalah responden dengan jarak kelahiran < 2 tahun sebanyak 41 (66,1%) orang dan terendah pada responden dengan jarak kelahiran 2 tahun sebanyak 30 (45.5%) orang. Hasil analiis uji statistik diperoleh nilai OR sebesar 2.343 dengan nilai lower 1.146 dan upper 4.790. 5.Umur Ibu dengan Anemia Tabel 5. Analisis umur ibu dengan Kejadian Anemia di Wilayah Kerja Puskesmas Bantimurung Kabupaten Maros Tahun 2004

Sumber : Data Primer Tabel 5. menunjukan analisis hubungan umur ibu dengan kejadian anemia dan responden yang paling banyak menderita anemia adalah responden dengan umur < 20 tahun dan >35 tahun sebanyak 20 (74,1%) orang dan pada umur 20-35 tahun sebanyak 51 (50.5%) orang yang menderita anemia. Hasil analiis uji statistik diperoleh nilai OR sebesar 2.801 dengan nilai lower 1.089 dan upper 7.207. B. Analisis Multivariat Tabel 6 : Analisis Regresi Logistik Antara Jarak Kelahiran dan Umur Penderita di Wilayah Kerja Puskesmas Bantimurung Kabupaten Maros Tahun 2004

Sumber : Data Primer Tabel 6. menunjukkan analisis hubungan Regresi logistik antara jarak kelahiran dan umur penderita diwilayah kerja puskesmas Bantimurung. Dan menunjukkan bahwa dari dua variabel yang memiliki risiko kejadian anemia setelah dilakukan uji lebih lanjut diperoleh bahwa umur memilki pengaruh lebih besar terhadap kejadian anemia. C. Pembahasan 1. A N C dengan kejadian anemia. Antenatal care adalah pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya oleh tenaga professional meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar pelayanan yaitu minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan, 1 kali pada trimester satu, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Dengan pemeriksaan ANC kejadian anemia pada ibu dapat dideteksi sedini mungkin sehingga diharapkan ibu dapat merawat dirinya selama hamil dan mempersiapkan persalinannya. Hasil analisis hububgan ANC dengan kejadian anemia didapatkan OR sebesar 1,251 dengan nilai lower 0,574 dan nilai upper 2,729, oleh karena nilai 1 berada diantara batas bawah dan batas atas maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemeriksaan ANC dengan

kejadian anemia pada ibu hamil. 2. Keluhan selama hamil Kehamilan adalah peristiwa alami yang melibatkan perubahan fisik dan emosional dari seorang ibu, utamanya pada umur kehamilan 1 3 bulan pertama kebanyakan ibu hamil mengalami beberapa keluhan seperti pusing, mual, kadang kadang muntah. Keadaan ini akan berlangsung sementara dan biasanya hilang dengan sendirinya pada kehamilan lebih dari 3 bulan. Dari hasil analisis hubungan keluhan selama hamil dengan kejadian anemia didapatkan nilai 1 berada antara batas bawah dan batas atas yaitu nilai lower 0,673 dan nilai upper 2,725, maka tidak terdapat hubungan antara faktor keluhan ibu selama hamil dengan kejadian anemia. 3. Parietas Parietas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.Karena selama hamil zat zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara parites dengan kejadian anemia pada ibu hamil, karena nilai 1 berada antara batas bawah dan batas atas dengan OR sebesar 1,393 dan nilai lower 0,474 dan nilai upper 4,096. 4. Jarak Kelahiran. Jarak kelahiran adalah waktu sejak ibu hamil sampai terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung. Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa reponden paling banyak menderita anemia pada jarak kehamilan < 2 tahun. Hasil uji memperlihatkan bahwa jarak kelahiran mempunyai risiko lebih besar terhadap kejadian anemia, karena nilai 1 berada antara batas bawah dan batas atas dengan OR sebesar 2,343 dengan nilai lower 1,146 dan nilai upper 4,790. 5. Umur Umur seorang ibu berkaitan dengan alat alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 35 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini. Hasil analisis didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh terhadap kajadian anemia, dengan OR sebesar 2,801 dengan nilai lawer 1,089 dan nilai upper 7,207. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis status kesehatan ibu hamil di Kecamatan Bantimurung Kab Maros didapatkan 1. Umur ibu kurang dari 20 tahun dan lebih 35 tahun berisiko lebih besar untuk menderita anemia 2. ANC ibu hamil kurang dari 4 kali tidak berisiko untuk menderita anemia 3. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun berisiko lebih besar untuk menderita anemia 4. Paritas > 3 orang tidak berisiko lebih besar untuk menderita anemia 5. Adanya keluhan tidak berisiko lebih besar untuk menderita anemia. B. SARAN 1. Perencanaan kehamilan/persalinan sangat penting dilaksanakan pada umur 20 sampai

35 t untuk menekan kejadian anemia pada i u hamil. 2. Program KB sangat diperlukan untuk mengatur jarak kelahiran sehingga kelahiran berikutnya dapat lebih dari dua tahun. 3. Meskipun secara statistik ANC tidak bermakna, namun tetap sangat diperlukan adanya kunjungan yang teratur bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya, sebagai upaya deteksi dini kelainan kehamilan. 4. Perlu penelitian lanjutan terhadap variabel lain yang belum diteliti dalam penelitian ini, misalnya kebiasaan ibu serta faktor sosial budaya yang lain. DAFTAR R KAN 1. McCarthy J and Maine D, 1992. A Framework for Analyzing the Determinants of Maternal Mortality. Studies in Family Planning Vol 23 Number 1 January/February 1992 pp. , 23-33. 2. Pratomo H dan Wiknjosastro GH, 1995. Pengalaman Puskesmas dalam Upaya Keselamatan Ibu : Pilot Project di Beberapa Puskesmas. Jurnal Jaringan Epidemiologi Nasional. Edisi 1 tahun 1995, hal. 1-8. 3. Hutabarat H, 1981. Kematian Maternal. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Vol. 7 No. 1 Januari 1981, hal. 5-35. 4. Vijayaraghavan, Bradman GV, Nair KM, Rao NP 1990. Evaluation Of National Nutritional Anaemia Prophylaxis Programme. Ind. J. Procd 1990, 57, pp. 182 -189. 5. Grant J.P, 1992. Situasi Anak-anak di Dunia 1991. Unicef 6a. WHO, 1992. Report of Working Group on Anemia. WHO Report, pp 17020. 6b. ____, 1994. Maternal Health and Safe Motherhood Programme : Research Progress report 1987-1992. Maternal Health and Safe Motherhood Programme Division of Family Health WHO Geneva. _____, 1994. Report of the WHO Informasl Consultation on Hookworm Infection and Anemia in Girls and Women. Schitosomiasis and Intestinal Parasites Unit Division of Control of Tropical Disease, Geneva 5-7 December 1994 7. Chi IC, 1981. Kematian Ibu pada Dua Belas Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia : Sebuah Analisis Epidemiologi. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Vol. 7 No. 4 Oktober 1981, hal. 223-235. 8. Thangaleela T, Vijayalakshmi P, 1994. Prevalence of Anaemia in Pregnancy. The Indian Journal of Nutrition and Dietetics. Feb 1994. 31(2), pp. 26-29. 9. Soejoenoes A, 1983. Beberapa Hasil Pengamatan Klinik pada Ibu Hamil dengan Anemia (Satu Studi di Rumah Sakit Pendidikan/rujukan di Indonesia). Majalah Obs tetri dan Ginekologi Indonesia. Vol. 2 No. 9 April 1983, hal. 83-89. 10. Soeprono R, 1988. Anemia pada Wanita Hamil. Berkala Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Jilid XX Nomor 4 Desember 1988, hal. 121 -135. 11. Husaini MA, 1989. Prevalensi Anemia Gizi. Buletin Gizi 2 (13) 1989, hal. 1-4. Husaini MA dan kawan-kawan, 1989. Study Nutritional Anemia. An Assessment of Information Compilation for Supporting and Formulating National Policy and Program. Kerja sama Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Depkes. Jakarta 10 Maret 1989. 12. Affandi B, 1995. Kesehatan Reproduksi, Hak Reproduksi dan Realita Sosial. Seminar Hak dan Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta 1 Mei 1995. -2 13. Ristrini, 1991. Anemia Akibat Kurang Zat Besi, Keadaan, Masalah dan Program Penanggulangannya. Medika. Tahun 17 No. 1 Januari 1991, hal. 37 -42.

Blog ini Di-link Dari Sini selusuri Blog ini

Di-link Dari Sini

selusuri

23 Desember 2008
ANEMIA PADA IBU HAMIL A. DEFINISI ANEMIA Anemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan atau masa nifas. Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan, pada awal kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar hemoglobin pada sebagian besar wanita sehat yang memiliki cadangan besi adalah 11g/dl atau lebih. Atas alasan tersebut, Centers for disease control (1990) mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua (Suheimi, 2007). Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali. Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain, kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit.

B. PATOFISIOLOGI ANEMIA PADA KEHAMILAN Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron. C. ETIOLOGI ANEMIA PADA KEHAMILAN Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu: a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah. b. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma. c. Kurangnya zat besi dalam makanan. d. Kebutuhan zat besi meningkat. e. Gangguan pencernaan dan absorbsi. D. GEJALA KLINIS Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas. E. DERAJAT ANEMIA Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada criteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal ( 11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl). Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00 mg/dl. Klasifikasi anemia yang lain adalah : a. Hb 11 gr% : Tidak anemia b. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan c. Hb 7 8 gr%: Anemia sedang d. Hb < 7 gr% : Anemia berat. F. DAMPAK ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI PADA KEHAMILAN Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.

Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguanpada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain) G. PENGOBATAN ANEMIA Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat besi. Sebagian besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau suatu polisakarida. Tablet besi akan diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet. Kemampuan usus untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian zat besi dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam, dan ini adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya H. PENCEGAHAN ANEMIA Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang -kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi. Anemia juga bisa dicegah dengan mengatur jarak kehamilan atau kelahiran bayi. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan, akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar jarak antar kehamilan tidak terlalu pendek, minimal lebih dari 2 tahun. Diposkan oleh Syakira Husada di 05:02

Kamis, 22 Mei 2008

Faktor Resiko Kejadian Anemia pada Ibu Hamil


Faktor Resiko Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Bppsdmk, Jakarta - Faktor Resiko Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Bogor oleh :Dra. Hj. E. Nina Herlina MKes, Ir. Fauzia Djamilus, Mkes Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu Negara, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia relatif tinggi dibandingkan dengan negara lain di ASEAN yaitu sebesar 373 per 100.000 kelahiran hidup

(SKRT,1995). Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (1997) menunjukkan bahwa terdapat penurunan AKI dari 390 menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Depkes 1998, angka kematian ibu sekitar 3-6 kali lebih besar dari negara-negara lain di ASEAN dan 50 kali lebih besar dari angka di negara lebih maju. Diharapkan pada tahun 2010, AKI menurun menjadi 225 per 100.000 kelahiran hidup. Wiknyosastro (1999) menyatakan bahwa kematian ibu dapat digolongkan pada kematian obstetrik langsung. Kematian obstetrik tidak langsung disebabkan oleh penyakit atau komplikasi lain yang sudah ada sebelum kehamilan atau persalinan seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes, millitus malaria dan anemia.Royston (1994) juga mengemukakan bahwa salah satu penyebab tidak langsung kematian ibu adalah penyakit yang mungkin telah terjadi sebelum kehamilan dan diperburuk oleh kehamilan ibu sendiri, penyakit tersebut antara lain adalh anemia. Seorang wanita hamil yang memiliki kadar Hb kurang dari 10 gr% disebut menderita anemia dalam kehamilan. Anemia pada kehamilan atau kekurangan kadar hemoglobin dalam darah dapat menyebabkan komplikasi yang lebih serius bagi ibu baik dalam kehamilan, persalinan dan nifas yaitu dapat mengakibatkan abortus, partus prematurus, partus lama karena inertia utein, perdarahan post partum karena atonia uteri, syok, infeksi intra partum maupun post partum. Anemia berat dengan Hb kurang dari 4 gr% dapat mengakibatkan dekompensatio cordis. Sedangkan komplikasi dapat terjadi pada hasil konsepsi yaitu kematian mudigah, kematian perinatal, prematuritas, cacat bawaan dan cadangan zat besi kurang (Prawirohardjo,2002). Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai adalah anemia gizi besi, hal ini disebabkan kurangnya asupan zat besi dalam makanan karena gangguan resorpsi, gangguan penggunaan atau perdarahan frekuensi anemia dalam kehamilan di dunia cukup tinggi berkisar antara 10% dan 20% (Prawirohardjo ,2002). Sedangkan menurut SKRT (1995) dalam profil kesehatan Kota Bogor (2002) angka anemia ibu hamil yaitu 51,8% pada trimester I, 58,2% pada trimester II, dan 49,4% pada trimester III. Adapun penyebab tidak langsung kesakitan dan kematian ibu adalah kejadian anemia pada ibu hamil sekitar 51% dan pada ibu nifas 45% serta karena Kurang Energi Protein (Depkes,2003). Menurut Ikatan Bidan Indonesia (2000) untuk deteksi anemia pada kehamilan maka pemeriksaan kadar Hb, ibu hamil harus dilakukan pada kunjungan pertama dan minggu ke 28. Bila kadar Hb <> Akan tetapi dalam kenyataan tidak semua ibu hamil yang mendapat tablet zat besi meminumnya secara rutin, hal ini bisa disebabkan karena faktor ketidaktahuan pentingnya tablet z besi untuk at kehamilannya. Dampak yang diakibatkan minum tablet zat besi dan penyerapan/respon tubuh terhadap tablet besi kurang baik sehingga tidak terjadi peningkatan kadar HB sesuai dengan yang diharapkan. Faktor lain yang berhubungan dengan anemia ada adanya penyakit infeksi bakteri, lah parasit usus seperti cacing tambang, malaria. Faktor sosial ekonomi yang rendah juga memegang peranan penting kaitannya dengan asupan gizi ibu selama hamil. Berdasarkan uraian diatas perlu pengkajian untuk mengetahui Faktor Resiko Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil, Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bogor. Tujuan Umum Dianalisis hubungan antara beberapa faktor yang diduga merupakan resiko kejadian Anemia pada Ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bogor. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya besarnya kejadian anemia pada ibu hamil di Wilayah Puskesmas Kota Bogor, 2. Diketahuinya hubungan antara umur ibu hamil dengan kejadian anemia di Wilayah Puskesmas Kota Bogor, 3. Diketahuinya hubungan antara tingkat pendidikan ibu hamil dengan kejadian anemia di Wilayah Puskesmas Kota Bogor, 4. Diketahuinya hubungan antara paritas dengan kejadian anemia di Wilayah Puskesmas Kota Bogor, 5. Diketahuinya hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian anemia di Wilayah Puskesmas Kota Bogor, 6. Diketahuinya hubungan antara kepatuhan konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia di Wilayah Puskesmas Kota Bogor, Diketahuinya hubungan antara frekuensi ANC dengan kejadian anemia di Wilayah Puskesmas Kota Bogor, 7. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan kese hatan reproduksi ibu hamil dengan kejadian anemia di Wilayah Puskesmas Kota Bogor, 8. Diketahuinya hubungan antara pola makan ibu hamil dengan kejadian anemia di Wilayah Puskesmas Bogor. METODE Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan rancangan cross sectional. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2005. Populasi dan Sampel Populasi Seluruh ibu hamil trimester I dan II di 5 Kota Bogor. Besar sample bila ditinjau dari tujuan penelitian, yang ingin diketahui adalah proporsi dari variabel independen (umur, paritas, tingkat pendidikan, jarak kehamilan, frekuensi ANC, kepatuhan konsumsi tablet Fe, pengetahuan kesehatan reproduksi, frekuensi konsumsi makanan, pola makan, dan variabel dependen anemia ibu hamil. Disamping itu juga ingin dilihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, untuk itu besar sample minimal harus dihitung sesuai kebutuhan analisa. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilaksanakan dengan memperhatikan hal sebagai berikut: 1. Status Anemia (kadar Hb). 2. Umur Ibu hamil. 3. Paritas. 4. Jarak kehamilan.

5. Kepatuhan Konsumsi Tablet Fe. 6. Frekuensi ANC. 7. Pengetahuan kesehatan reproduksi. 8. Pola konsumsi makanan. Pengolahan Data dan Analisa data. Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengolahan data dengan bantuan komputer menggunakan paket aplikasi SPSS for Windows. Agar kompatibel dengan rancangan analisis data, dilakukan proses coding pada masing-masing variabel. Analisis Univariat. Analisis ini dilakukan untuk melihat magnitude permasalahan pada masing-masing variabel yang diamati melalui prosedur statistik deskriptif dilihat kecenderungan pemusatan dari masing-masing variabel. Semua variabel berskala kategorik, kecenderungan pemusatan da dianalisis dengan cara ta menentukan proporsi (prosentase) dari masing-masing kategori pengamatan pada tiap variabel. Analisis Bivariat Analisis ini bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen (umur, tingkat pendidikan, paritas, jarak kehamilan, frekuensi konsumsi makanan, pola makan, kepatuhan konsumsi suplemen Fe, frekuensi ANC, pengetahuan kesehatan reproduksi) dengan variabel dependen (kejadian anemia) di uji dengan Chi Square pada 0.05 dan untuk mengetahui besarnya factor risiko dilihat dari nilai Odds ratio HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Status Anemia Pada Ibu Hamil Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada criteria WHO yaitu 11 gr/dl. Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11.28 mg/dl 1.18, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00 mg/dl. Gambaran Faktor Risiko Kejadian Anemia Rata-rata umur ibu hamil adalah 27-72 tahun, bervariasi dengan usia minimum 17 tahun dan usia maksimum 45 tahun. Sebagian besar ibu hamil berusia antara 20 tahun hingga 35 tahun yaitu sebesar 80%. Sebagian besar frekuensi persalinan ibu hamil >2 kali sebanyak 75%. Rata -rata jarak kehamilan ibu hamil adalah selama 2-15 th , bervariasi dengan jarak kehamilan terendah selama 1 tahun dan jarak kehamilan tertinggi selama 10 tahun. Rata-rata kepatuhan menkonsumsi tablet Fe pada ibu hamil adalah sebesar 2.65, bervariasi dengan nilai terendah 0 tahun yaitu tidak menkonsumi tablet Fe dan nilai tertinggi 5 (lebih dari nilai median). Sebagian besar ibu hamil menkonsumsi tablet Fe secara patuh yaitu sebanyak 81%. Hubungan Antar Faktor Risiko dengan Kejadian Anemia

Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Anemia Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia.Wintrobe (1987) menyatakan bahwa usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia, yaitu semakin rendah usia ibu hamil maka semakin rendah kadar hemoglobinnya. Muhilal et al (1991) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat kecendrungan semakin tua umur ibu hamil maka presentasi anemia semakin besar. Pada penelitian ini belum menunjukkan adanya kecendrungan semakin tua umur ibu hamil maka kejadian anemia semakin besar. Karena 80% ibu hamil berusia tidak berisiko yaitu antara 20 tahun hingga 35 tahun. Hal ini juga dibuktikan dari hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara usia ibu hamil dengan kejadian anemia (p > 0.05). Hubungan Paritas dengan Kejadian Anemia Pada penelitian ini menunjukkan adanya kecendrungan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia. Walaupun secara uji statistic tidak bermakna (p > 0.05). Bila dilihat nilai Odds Rasio yaitu sebesar 1.454 dengan 95% CI 0.567-3.726. Artinya ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko 1.454 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang paritas rendah. Hubungan Jarak Kehamilan dengan Kejadian Anemia Salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia pada wanita adalah jarak kelahiran pendek. Menurut Kramer (1987) hal ini disebabkan kekurangan nutrisi yang merup akan mekanisme biologis dan pemulihan factor hormonal. Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya kecendrungan bahwa semakin dekat jarak kehamilan, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia. Hal ini secara uji statistik juga tidak bermakna (p > 0.05). Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Kejadian Anemia Pengetahuan kesehatan reproduksi menyangkut pemahaman tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan, penyuluhan, tanda dan cara mengatasi anemia pada ibu hamil diharapkan dapat mencegah ibu hamil dari anemia. Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya kecendrungan bahwa semakin rendah pengetahuan kesehatan reproduksi, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia. Hal ini secara uji statistik juga tidak bermakna (p > 0.05). Hubungan Frekuensi Antenatal Care dengan Kejadian Anemia Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga professional yaitu Dr Ginekolog dan Bidan serta memenuhi syarat 5 T (TB, BB, Tekanan darah, Tinggi Fundus, TT, Tablet Fe) Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya kecendrungan bahwa semakin rendah frekuensi antenatal care , maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia. Hal ini secara uji statistik juga tidak bermakna (p > 0.05) Hubungan Kepatuhan Konsumsi Tablet Fe dengan Kejadian Anemia Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara menkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggula anemia, khususnya ngi anemia kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat.

Pada penelitian ini menunjukkan adanya kecendrungan bahwa semakin kurang patuh, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia. Walaupun secara uji statistic tidak bermakna (p > 0.05) . Bila dilihat nilai Odds Rasio yaitu sebesar 2.429 dengan 95% CI 836-7.052. Artinya ibu hamil yang kurang patuh konsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2.429 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet Fe Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia Gizi seimbang adalah pola konsumsi makan sehari-hari yang sesuai dengan kebutuhan gizi setiap individu untuk hidup sehat dan produktif. Agar sasaran keseimbangan gizi dapat dicapai, maka setiap orang harus menkonsumsi minimal 1 jenis bahan makanan dari tiap golongan bahan makanan yaitu KH, protein hewani dan nabati, sayuran, buah dan susu. (Kodyat, 1995). Pada penelitian ini menunjukkan adanya kecendrungan bahwa semakin kurang baik pola makan, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia. Hasil uji statistic juga menunjukkan kebermaknaan (p > 0.05). Kesimpulan 1. Rata-rata kadar hemoglobin ibu adalah sebesar 11.28 1.18 mg/dl dan proporsi ibu hamil yang tenderita anemia sebesar 42%, 2. Ada hubungan antara pola makan ibu hamil dengan kejadian anemia, 3. Ibu hamil yang jumlah persalinan banyak mempunyai proporsi kejadian anemia sebesar 52%, 4. Ibu hamil yang kurang patuh menkonsumsi tablet Fe mempunyai proporsi kejadian anemia sebesar 58.8%, 5. Tidak ada hubungan antara umur, jarak kehamilan, frekuensi ANC, pengetahuan kesehatan reproduksi ibu hamil dengan kejadian anemia. Saran 1. Pada pengambil kebijakan dibidang kesehatan, perlu lebih dikembangkan lagi program KB, karena jumlah persalinan yang banyak berdampak pada tingginya angka kejadian anemia pada ibu hamil, 2. Pada pengelola program kesehatan khususnya program ibu dan anak, perlu strategi lain dalam merencanakan program penyuluhan kesehatan umumnya, khususnya tentang pentingnya kesehatan reproduksi dan Gizi bagi ibu hamil.

Salam sahabat

Evidence base Epidemiologi anemia deficiensi zat besi pada ibu hamil di Indonesia

Posted on October 8, 2007. Filed under: artikel ilmiah |

ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI PADA IBU HAMIL DI INDONESIA (EVIDENCE BASED)Ridwan Amiruddin. Ermawati Syam.
Rusnah.Septi Tolanda.Irma DamayantiBAB IPENDAHULUAN A. Latar belakangAngka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Kematian ibu dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya karena anemia. Penelitian Chi, dkk menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia. Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu.1 Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi Hal ini juga diungkapkan oleh Simanjuntak tahun 1992, bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia menderita anemia gizi.2 Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Dengan frekuensi yang masih cukup tinggi, berkisar antara 10% dan 20% (Prawirohardjo,2002). Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75%, serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan.1,4 Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara yang sedang berkembang daripada negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen (atau sekitar 1400 juta orang) dari perkiraan populasi 3800 juta orang di negara yang sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang. 3Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan masih tinggi yaitu sekitar 40,1% (SKRT 2001). Lautan J dkk (2001) melaporkan dari 31 orang wanita hamil pada trimester II didapati 23 (74%) menderita anemia, dan 13 (42%) menderita kekurangan besi.4Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia defisiensi zat besi pada wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu kiranya perhatian yang cukup terhadap masalah ini.B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah gambaran epidemiologi kejadian anemia defisiensi zat besi diIndonesia? 2. Program apakah yang diterapkan dalam menanggulangi masalah anemia defisiensi zat besi di Indonesia?

3.

Apa isu terbaru tentang anemia defisiensi zat besi? C. Tujuan


1. Tujuan umum Untuk mengetahui gambaran epidemiologi, program penanggulangan, dan isu terbaru tentang anemia defisiensi zat besi di Indonesia. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi kejadian anemia defisiensi zat besi di Indonesia. Untuk mengetahui program yang diterapkan dalam menanggulangi masalah anemia defisiensi zat besi di Indonesia.

b.

c. Untuk mengetahui isu terbaru tentang anemia defisiensi zat besi. D. Manfaat penulisan 1. Manfaat praktis Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi lembaga terkait dalam merumuskan program penanggulangan masalah anemia defisiensi zat besi di Indonesia. 2. Manfaat keilmuan Makalah ini diharapkan mampu menambah khasanah ilmu pengetahuan serta menjadi salah satu bacaan yang bermanfaat. 3. Manfaat bagi penulis Memperluas wawasan dan pengetahuan tentang kesehatan masyarakat khususnya masalah anemia defisiensi zat besi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan umum tentang anemia defisiensi zat besiAnemia adalah suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah (hemoglobin atau Hb) di bawah nilai normal. Penyebabnya bisa karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi.Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali.4Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain, kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit.B. Anemia defisiensi zat besi pada kehamilanAnemia defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problema kesehatan yang dialami oleh wanita diseluruh dunia terutama dinegara berkembang. Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan pertambah usia kehamilan. Menurut WHO 40% kematian ibu dinegara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut, bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi.41. Patofisiologi anemia pada kehamilan.Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron. 2. EtiologiEtiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu :a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.b. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.c. Kurangnya zat besi dalam makanan.d. Kebutuhan zat besi meningkat.

e. Gangguan pencernaan dan absorbsi.

3. Gejala klinisWintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.4 Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada criteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal (11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl). Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00 mg/dl.3 4. Dampak anemia defisiensi zat besi pada ibu hamilAnemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko. Menurut penelitian, tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lainlain). BAB IIPEMBAHASAN A. Epidemiologi anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil di Indonesia
1. Frekuensi

Grafik 1Prevalensi 10 Kelompok Penyakit Terbanyak di Indonesia Tahun 2001 5


Sumber: Studi morbiditas Susenas 2001, Badan Litbangkes; publikasi hasil Surkesnas 2001 Grafik 1 menunjukkan bahwa di Indonesia, secara umum anemia merupakan penyakit ke-4 yang prevalensinya terbanyak setelah gilut, refraksi penglihatan, dan ISPA, dengan prevalensi sebesar 20%. Grafik 2Prevalensi Anemia Menurut SKRT 1995 dan 2001Di Indonesia 6 Sumber: SKRT 1995 dan 2001 Grafik 2 menunjukkan bahwa ibu hamil merupakan salah satu kelompok penderita anemia dengan prevalensi 50,9% pada tahun 1995, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2001 menjadi 40,1%. Hal ini disebabkan karena penanggulangan anemia yang difokuskan pada ibu hamil berupa suplementasi zat besi.Jadi, berdasarkan kedua grafik diatas dapat diperoleh informasi bahwa dari 20% prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2001, sebanyak 40,1% diantaranya adalah ibu hamil. Jenis anemia yang dominan adalah anemia karena kekurangan zat besi.

1. Distribusi

a. Distribusi Menurut Orang

Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan kesehatan dan keselama tan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia. Wintrobe (1987) menyatakan bahwa usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia, yaitu semakin rendah usia ibu hamil maka semakin rendah kadar hemoglobinnya. Muhilal et al (1991) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat kecendrungan semakin tua umur ibu hamil maka presentasi anemia semakin besar. Hal ini ditegaskan kembali dalam suatu penelitian oleh Ridwan Amiruddin di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung Maros, yang memperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 1 Distribusi Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Berdasarkan Umur Ibu

di Wilayah Kerja Puskesmas Bantimurung, MarosTahun 2004 2


Umur ibu (thn) < 20, >35 20-35 Total Ya 20 (74,1%) 51 (50,5%) 71 (55,5%) Anemia Total Tidak 7 (25,9%) 50 (49,5%) 57(44,5%) 27 101 128 OR (Lower/Upper Limit) 2,801 (1,089/7,207)

Sumber : Ridwan Amiruddin dalam Jurnal Medika Unhas, dipublikasikan tahun 2007 Berdasarkan Tabel 1, ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun lebih berisiko menderita anemia dari pada ibu hamil usia 20-35 tahun.b. Distribusi Menurut Tempat

Tabel 2 Prevalensi Anemia Gizi Besi Pada Ibu Hamil (Bumil) di 27 Propinsi di Indonesia Tahun 1992 No. 1 2 3 4 5 DI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Propinsi Prevalensi (%) 56,5 77,9 82,6 65,6 74,2

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Sumatera Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Irian Jaya Timor Timur

58,3 46,8 60,7 67,6 71,5 62,3 73,9 57,8 71,1 71,3 59,7 55,2 73,9 64,9 70 48,7 45,5 50,5 71,2 69,8 71,4 48

Sumber : SKRT Tahun 1992

63,5 Indonesia Berdasarkan Tabel 2, provinsi dengan prevalensi anemia terbesar adalah Sumatera Barat (82,6%), dan yang terendah adalah Sulawesi Tengah.

c. Distribusi Menurut Waktu Grafik 3Prevalensi Anemia Pada Bumil di Indonesia Berdasarkan Data SKRT 1992-2001
63,5% 50,9% 40,1%

menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka penderita anemia dari tahun 1992-2001. Hal ini menunjukkan keberhasilan program pemerintah dalam hal penanggulangan anemia pada ibu hamil.Pada suatu penelitian yang diadakan di beberapa praktek bidan swasta dalam kotamadya Medan, ditemukan bahwa terjadi peningkatan penderita anemia dengan makin tuanya usia kehamilan. Besarnya angka kejadia anemia ibu hamil pada trimester I kehamilan adalah 20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar 70%. 4Hal ini disebabkan karena pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi 300 350 mg akibat kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil.
1. Determinan

Sumber : Data SKRT 1992-2001 Grafik 3

Pada ibu hamil, beberapa faktor risiko yang berperan dalam meningkatkan prevalensi anemia defisiensi zat besi, antara lain :a. Umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia.Wintrobe (1987) menyatakan bahwa usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia, yaitu semakin rendah usia ibu hamil maka semakin rendah kadar hemoglobinnya. Muhilal et al (1991) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat kecendrungan semakin tua umur ibu hamil maka presentasi anemia semakin besar.b. Pendarahan akutc. Pendidikan rendahd. Pekerja berate. Konsumsi tablet tambah darah < 90 butirf. Makan < 3 kali dan kurang mengandung zat besi. B. Program penanggulangan anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil di Indonesia Berbagai upaya telah dilakukan oleh Departemen Kesehatan antara lain:7 1. Pemberian tablet besi pada ibu hamil secara rutin selama jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara tepat. Tablet besi untuk ibu hamil sudah tersedia dan telah didistribusikan ke seluruh provinsi dan pemberiannya dapat melalui Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posyandu dan Bidan di Desa.2. Buku pedoman pemberian zat besi bagi petugas tahun 1995, dan poster-poster mengenai tablet besi sudah dibagikan.3. Buku Pedoman Operasional Penanggulangan Anemia Gizi bagi petugas tahun 1996.4. Sejak tahun 1993 sampai sekarang, kemasan Fe yang tadinya menimbulkan bau kurang sedap sekarang sudah mengalami perbaikan yaitu tablet salut yang dikemas sebanyak 30 tablet per bungkus aluminium dengan komposisi yang sama. Namun program di lapangan menunjukkan bahwa belum semua ibu hamil mendapatkan tablet besi sesuai yang diharapkan program yaitu 90 tablet. Cakupan distribusi tablet tambah darah ibu hamil pada tahun 2001

(Fe1: 67,49% dan Fe3: 63,08%) (SKRT 2001). C. Isu Terbaru KURANG ASAM FOLAT BISA SEBABKAN BAYI CACAT
Source : http://www.padusi.com

Posted by : Dandrian on 29 Dec 2006

Kekurangan asam folat pada ibu hamil, berdasarkan penelitian, bisa menyebabkan terjadinya kecacatan pada bayi yang dilahirkan. Bayi mengalami cacat pad otak dan sumsum a tulang belakang. Menurut dr Noroyono Wibowo SpOG, Kepala Subbagian Fetomaternal Departemen Obestetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK -UI), dalam semiloka manfaat asam folat yang diselenggarakan di Jakarta, beberapa waktu lalu, asam folat merupakan enzim untuk memproduksi DNA (Deoxyribose Nucleic Acid).

Asam folat juga penting dalam membantu pembelahan sel. Asam folat juga bisa mencegah anemia dan menurunkan risiko terjadinya NTD (Neural Tube Defects) dan sebagai antidepresan, kata Bowo.Sering kali para ibu tidak mengetahui dirinya kekurangan asam folat karena sebagian besar kehamilan terjadi tanpa direncanakan. Kebanyakan pasutri (pasangan suami istri) tidak pernah merencanakan kehamilan. Tahu -tahu ibu langsung hamil setelah telat datang bulan. Mereka baru datang ke dokter setelah positif hamil beberapa minggu.Karena itu, ibu pun sering tidak membekali diri dengan gizi yang mencukupi ketika sebelum dan sesudah kehamilan. Kalau kehamilan direncanakan, maka ia akan mempersiapkan gizi yang baik sebelum hamil. Padahal, kebutuhan asam folat untuk ibu hamil harus disiapkan sejak sebelum kehamilan.Di Indonesia sendiri belum ada data pasti berapa besarnya prevalensi adanya penyakit kelainan sumsum tulang belakang. Jumlah angka kematian bayi di Indonesia masih relatif tinggi. Kematian bayi ini belum diidentifikasi penyebabnya apa, karena belum ada data. Salah satu penyebab kematian bayi adalah kekurangan asam folat, ujar Bowo.Kekurangan asam folat menyebabkan bayi lahir dengan bibir sumbing, bayi dengan berat badan rendah, Downs Syndrome, dan keguguran. Bayi mengalami kelainan pembuluh darah. Rusaknya endotel pipa yang melapisi pembuluh darah, menyebabkan lepasnya plasenta sebelum waktunya.Kelainan lainnya adalah bayi mengalami gangguan buang air besar dan kecil, anak tidak bisa berjalan tegak dan emosi tinggi. Pada anak perempuan saat dewasa tidak mengalami menstruasi.Pada ibu hamil kekurangan folat menyebabkan meningkatnya risiko anemia, sehingga ibu mudah lelah, letih, lesu, dan pucat.Sumber makanan yang mengandung asam folat adalah hati sapi (liver), brokoli, jeruk, bayam, dan sebagainya. Roti dan susu juga mengandung asam folat tinggi, sebab kini susu dan tepung terigu telah difortifikasi mengandung asam folat, jelas Dr Tim Green PhD dari Department of Human Nutrition University of Otago New ZealandHanya saja hati sapi mengandung vitamin A cukup tinggi. Pemberian vitamin A pada ibu hamil sangat tidak dianjurkan karena menyebabkan gangguan kehamilan. Oleh sebab itu, pengganti hati sapi adalah susu.Kebutuhan asam folat untuk ibu hamil dan usia subur sebanyak 400 mikrogram/hari atau sama dengan dua gelas susu. Mengonsumsi folat tidak hanya ketika hamil, tetapi sebelum hamil sangat dianjurkan. Banyak negara telah melakukan kebijakan dalam pengurangan NTD dengan mewajibkan ibu mengonsumsi asam folat, tuturnya. BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Secara umum di Indonesia, anemia merupakan penyakit ke yang prevalensinya terbanyak -4 dengan prevalensi sebesar 20% (Studi morbiditas Susenas 2001, Badan Litbangkes; publikasi hasil Surkesnas 2001). Sebanyak 40,1% diantaranya adalah ibu hamil dengan jenis anemia yang dominan adalah anemia karena kekurangan zat besi (SKRT 1995 dan 2001). 2. Ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun lebih berisiko menderita anemia dari pada ibu hamil usia 20-35 tahun (Ridwan Amiruddin, 2004). 3. Provinsi dengan prevalensi anemia terbesar adalah Sumatera Barat (82,6%), dan yang terendah adalah Sulawesi Tengah (SKRT 1992).

4. Terjadi penurunan angka penderita anemia dari tahun 1992-2001, yaitu 63,5% pada tahun 1992, 50,9% pada tahun 1995, dan menjadi 40,1% pada tahun 2001 (SKRT 1992,1995,dan 2001).5. Determinan kejadian anemia defisiensi zat besi adalah umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun. Pendarahan akut, pendidikan rendah, pekerja berat, konsumsi tablet tambah darah < 90 butir, makan < 3 kali dan kurang mengandung zat besi. B. Saran
1. Diperlukan upaya yang lebih baik lagi oleh pemerintah dalam hal menekan angka penderita anemia defisiensi zat besi di Indonesia. 2. Perlu adanya penyuluhan yang lebih responsible tentang pentingnya suplemen zat besi dan bahaya anemia bagi ibu hamil. 3. Perlu adanya pendistribusian tablet besi yang lebih merata di seluruh pelosok tanah air.

DAFTAR PUSTAKA 1. http://www.bppsdmk.depkes.go.id. Faktor Resiko Kejadian Anemia pada Ibu Hamil. Akses 17 September 2007.2. http://ridwanamiruddin.wordpress.com. Studi Kasus Kontrol Faktor Biomedis Terhadap Kejadian Anemia Ibu Hamil Di Puskesmas Bantimurung. Akses 17 September 2007.
3. Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC.

4. http://library.usu.ac.id. Anemia Defisiensi Besi Pada Wanita Hamil Di Beberapa Praktek Bidan Swasta Dalam Kota Madya Medan. Akses 17 September 2007.5. http://bankdata.depkes.go.id. Profil Kesehatan Indonesia : Pencapaian Indonesia Sehat di Tahun 2001. Akses 23 September 2007.6. Atmarita, Tatang S. Fallah. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.7. http://www.skripsi-tesis.com. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Rendahnya Cakupan Fe Ibu Hamil di Kabupaten Bengkulu Selatan Propinsi Bengkulu Tahun 2003. Akses 17 September 2007.

You might also like