You are on page 1of 20

ADMINISTRASI DAN SUPERVISI PENDIDIKAN DR. H. SYAIFUL SAGALA, M.

Pd ADMINISTRASI PENDIDIKAN KONTEMPORER BAB I KONSEP DASAR DAN SISTEM PENDIDIKAN Konsep Dasar dan Pemahaman Tujuan Pendidikan Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup baik yang bersifat manual individual dan sosial. Pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak. Konsep Dasar Pendidikan Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa itu, itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa. Secara faktual pendidikan menggambarkan aktivitas sekelompok orang, seperti guru dan tenaga kependidikan lainnya melaksanakan kependidikan untuk orang-orang muda bekerjasama dengan orang-orang yang berkepentingan. Kemudian secara deskriptif yaitu memberi petunjuk bahwa pendidikan adalah muatan, arah, pilihan yang ditetapkan sebagai wahana pengembangan masa depan anak didik yang tidak terlepas dari keharusan kontrol manusia sebagai pendidik. Menurut Piaget (1896) pendidikan didefinisikan sebagai penghubung 2 sisi, di satu sisi individu yang sedang tumbuh berkembang, dan di sisi lain nilai sosial, intelektual, dan moral yang menjadi tanggung jawab pendidikan untuk mendorong individu tersebut. Konsep pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa melalui pengajaran, bimbingan, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pemahaman Akan Tujuan Pendidikan Tujuan adalah sasaran akhir yang ingin dicapai atau hasil akhir yang menjadi arah suatu kegiatan manajemen dalam suatu sistem administrasi. Tujuan berfungsi sebagai patokan yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan. Tujuan institusional adalah tujuan sekolah yang dicapai melalui kegiatan sekolah dan kegiatan pembelajaran mengacu pada kurikulum yang telah distandarisasi oleh pemerintah dan dikolaborasi oleh guru menjadi bahan ajar. Pada prinsipnya tujuan institusional dan juga tujuan pembelajaran adalah sasaran akhir yang ingin dicapai atau hasil akhir yang menjadi arah suatu kegiatan manajemen dalam konteks institusi dan tujuan pembelajaran dalam konteks profesi kependidikan. Sistem dan Proses Pendidikan Sistem Pendidikan Fitz Gerald (1981: 5) mendefinisikan sistem adalah sebagai tata cara kerja yang saling berkaitan, yang bekerjasama membentuk suatu aktivitas atau mencapai tujuan tertentu.

Banghart & Trull (1973: 106) mengemukakan sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang saling berkaitan yang secara bersama-sama diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan adalah suatu keseluruhan yang terbentuk dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional dalam mengubah masukan menjadi hasil yang diharapkan. Pendekatan sistem adalah cara-cara berfikir dan bekerja yang menggunakan konsep-konsep teori sistem yang relevan dalam memecahkan masalah. Sistem pendidikan nasional adalah suatu keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Sedangkan fungsi-fungsi yang bekerja dalam pencapaian tujuan pendidikan disebut proses pendidikan. Proses Pendidikan dalam Sistem Administrasi Pendidikan Proses adalah sebarang perubahan dalam suatu objek atau organisme, khususnya suatu perubahan tingkah laku atau perubahan psikologis (Chaplin), (1987). Proses pendidikan berdampak pada kualitas yang diperoleh, dimana kualitas tersebut sulit diukur sebagaimana Gaffar (1989) mengatakan bahwa kualitas pendidikan amat sulit diberi batasan, karena kualitas adalah derajat mutu atas dasar standar tertentu. Inti dari proses pendidikan adalah apa sesungguhnya yang terjadi di ruang kelas, tempat belajar lainnya, dan arus aktivitas yang melingkupi sekitarnya. Isu-isu Administrasi Pendidikan Isu-isu utama administrasi pendidikan yang dapat dikemukakan antara lain adalah sebagai berikut: Revisi dan penyempurnaan UUSPN No. 2 Tahun 1989 menjadi UUSPN No. 20 Tahun 2003. Hal ini dilakukan untuk melakukan reformasi pendidikan khususnya berkaitan dengan manajemen pendidikan dengan menjadikan pendidikan lebih memberi arti pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Konsep dan prinsip otonomi pendidikan, adalah memberikan ruang kreatifitas dan inovasi yang proporsional sebagai upaya memberdayakan pendidikan. Konsep school based management telah dikembangkan sebagai wacana reformasi manajemen sekolah yang mengelola sekolah berbasis manajemen. Sistem evaluasi hasil belajar sebagai upaya mengukur kemajuan belajar siswa untuk semua jenjang dan jenis pendidikan. Masih ada kesenjangan yang menonjol antara NER atau APK. Penelitian Blazely dkk (997) mengungkapkan bahwa pembelajaran di Indonesia cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan dimana siswa berada. Pendidikan tinggi dan otonomi kampus yang terdiri dari otonomi keilmuan dan otonomi managemen sesuai prinsip dan misi perguruan tinggi untuk menjalankan misi pendidikan tinggi sesuai bidang ilmu yang diasuhnya. Kedudukan PLS-PO dalam UUSPN untuk mengurus warga negara Indonesia melalui jalur pendidikan non formal. Adm dan manajemen pendidikan luar biasa yang memerlukan penanganan khusus sebagai upaya untuk menampung dan mengurus anak usia sekolah. Pusat pendidikan dan latihan pada berbagai instansi pemerintah.

BAB II KONSEP DAN TEORI ADMINISTRASI PENDIDIKAN Konsep dan Teori Administrasi Secara teoritik pengertian administrasi adalah melayani secara intensif, sedangkan secara etimologi administrasi dalam bahasa Inggris administer yaitu kombinasi dari kata lain yang terdiri dari ad dan ministrare yang berarti to serve melayani, membantu, dan memenuhi. Jadi, secara etimologis administrasi adalah melayani secara intensif. Pengertian administrasi menurut para pakar: Henri Fayol (1841-1929) ilmuwan manajemen Prancis disebut juga bapak teori manajemen operasional. Mengemukakan bahwa administrasi adalah fungsi dalam operasional. Mengemukakan bahwa administrasi adalah fungsi dalam organisasi niaga yang unsurunsurnya adalah perencanaan, pengorganisasian, pemberian perintah, pengkoordinasian dan pengawasan. Dwight Waldo (1955) ahli administrasi mengemukakan bahwa administrasi adalah suatu bentuk daya upaya manusia yang kooperatif yang mempunyai tingkat rasionalitas yang tinggi. John M Pfitfner (1960) mengemukakan administrasi adalah suatu kegiatan proses terutama mengenai cara-cara (alat-alat) sarana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ordway Tead (1953) menjelaskan bahwa administrasi adalah usaha yang luas mencakup segala bidang untuk memimpin, mengusahakan, mengatur kegiatan kerjasama manusia yang ditujukan kepada tujuan-tujuan dan maksud-maksud tertentu. Ensiklopedi manajemen (1979) mengemukakan administrasi adalah pekerjaan-pekerjaan dalam rangka kebijaksanaan yang diletakkan oleh manajer-manajer dalam rangka kebijaksanaan yang diletakkan oleh manajer-manajer yang lebih tinggi atau ditetapkan oleh orang yang lebih dahulu memegang jabatan. Leonard. D. White (1955) administrasi adalah suatu proses yang umum dalam semua usaha-usaha kecil baik usaha umum atau pribadi, sipil maupun militer dengan cara besar maupun kecil-kecilan. Luther Guulick (1937: 192) ilmu administrasi adalah sistem pengetahuan dengan mana manusia dapat mengerti hubungan-hubungan, meramalkan akibat-akibat, dan mempengaruhi hasil-hasil pada sesuatu keadaan dimana orang-orang secara teratur bekerjasama untuk suatu tujuan bersama. Konsep dan Teori Administrasi Pendidikan Pengertian dan Dasar Administrasi Pendidikan Pengertian menurut pakar. Hadari Nawawi (1989: 11) Administrasi pendidikan adalah serangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan dalam lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal. Engkoswara, administrasi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari penataan sumber daya yaitu manusia, kurikulum, atau sumber belajar dan fasilitas untuk mencapai

tujuan pendidikan secara optimal dan penciptaan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta dalam mencapai tujuan pendidikan yang disepakati. Ngalim Purwanto (1984: 14) Administrasi pendidikan adalah suatu proses keseluruhan kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian, pengawasan dan pembiayaan dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik personel, materiil maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa administrasi pendidikan pada intinya adalah segenap proses pengerahan dan pengintegrasian segala sesuatu atau potensi dalam suatu aktivitas kelembagaan, baik personal, spiritual, dan material yang bersangkutan dengan pencapaian tujuan pendidikan. Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan Ruang lingkup pembahasan administrasi pendidikan difokuskan pada kegiatan administrasi pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai pelayanan kebutuhan sekolah di satu pihak, dan sekolah sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran dengan fokus utama pelayanan belajar di pihak lainnya. Pada kedua pihak ini kegiatan administrasi pendidikan difokuskan pada profesionalisme pengelolaan pendidikan dilihat dari segi kelembagaan pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan terhadap masyarakat maupun satuan pendidikan atau sekolah pada semua jenjang dan jenis sebagai institusi yang memberikan jasa pelayanan belajar kepada masyarakat. Tujuan Mempelajari Administrasi Pendidikan Tujuan mempelajari administrasi pendidikan adalah menyediakan dasar konseptual dengan mendefinisikan administrasi dengan mengimplementasikannya dalam kegiatan pendidikan. Pemnyediaan dasar konseptual ini perlu dimiliki, untuk menunjang efektifitas dan efisiensi tugasnya sebagai pengambil kebijakan pendidikan, guru atau pimpinan sekolah, dengan memahami kebutuhan-kebutuhan sekolah yang harus disediakan oleh pemerintah, penyelenggaraan program sekolah, dan bagaimana sekolah itu dikelola sampai batas kualitas yang ditentukan. Fungsi-fungsi Administrasi Pendidikan Fungsi Perencanaan Perencanaan adalah proses menentukan sasaran, alat, tuntutan-tuntutan, taksiran, pos-pos tujuan, pedoman, dan kesepakatan yang menghasilkan programprogram sekolah yang terus berkembang. Fungsi Pengorganisasian Fungsi pengorganisasian adalah tingkat kemampuan pimpinan sebagai pengambil kebijakan pada birokrasi pemerintah dan kepala sekolah sebagai pimpinan pembelajaran, menentukan alat-alat yang diperlukan, pengalokasian waktu, pengalokasian dan penggunaan dana, dan pemanfaatan sumber daya sekolah.

Fungsi Penggerakan (actuating) Menggerakkan adalah tugas pemimpin dan kepemimpinan. Menggerakkan menurut Keith Davis (1972) ialah kemampuan pemimpin membujuk orang-orang mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan penuh semangat. Jadi, pemimpin menggerakkan dengan penuh semangat, dan pengikut juga bekerja dengan penuh semangat. Fungsi Pengkoordinasian Pengkoordinasian mengandung makna menjaga agar tugas-tugas yang telah dibagi itu tidak menurut yang mengerjakan saja, tetapi menurut aturan sehingga menyumbang terhadap pencapaian tujuan. Pada pokoknya, pengkoordinasian menurut The Liang Gie (1983: 216) merupakan rangkaian aktivitas menghubungkan, menyatupadukan dan menyelaraskan orang-orang dan pekerjaannya sehingga semuanya berlangsung secara tertib dan seirama menuju kearah tercapainya tujuan tanpa terjadi kekacauan percekcokan, kekembaran kerja atau kekosongan kerja. Birokrasi Dalam Administrasi Pendidikan Elemen-elemen Birokrasi dan Kecenderungannya di Sekolah Birokrasi adalah kekuaraan, pengaruh dari para kepala dan staf biro pemerintahan, sejalan dengan itu ditegaskan Albrow (1989) birokrasi ialah suatu badan administratif tentang pejabat yang diangkat sesuai prosedur administrasi, aspek institusional dan asosiasional yang mampu membedakan hal-hal spele tetapi penting karena akan menjadi dasar analisis pemikiran sosiologis untuk melakukan tindakan dan analisis kebijaksanaan. Esensi birokrasi menurut Sagala (2003: 257) adalah pekerjaan menjalankan pemerintahan oleh orang-orang yang memerintah secara profesional. Analisis mengenai birokrasi pendidikan bertitik tolak pada pembahasan konsep Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) khususnya pada birokrasi dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota, partisipasi aparat pemerintahan dalam manajemen pendidikan, dan alternatif modelmodel struktur organisasi pelayanan pendidikan dinas pendidikan mewadahi tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) nya mengacu pada UU No. 22 Tahun 1999 pasal 4 ayat 2 sebagai konsep yang mendasari STOK Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota menekankan pada demokratisasi perluasan kesempatan belajar. Sasaran pendidikannya adalah meningkatkan kualitas lulusan melalui sistem pembelajaran yang lebih sempurna untuk menguasai IPTEK. Birokrasi memberikan keuntungan yaitu menciptakan keteraturan dan efisiensi bagi satuan pendidikan, dan kerugian yaitu kekakuan dan struktur organisasi yang impersonal, juga cenderung terlalu memandang organisasi semata-mata dalam struktur yang rasional. Hubungan Antar Manusia dalam Administrasi Pendidikan Karakteristik hubungan manusia dalam suatu sistem birokrasi ditandai dengan: (1) adanya pembagian tugas dan spesialisasi, yaitu setiap individu dalam organisasi mempunyai wewenang yang diatur oleh berbagai peraturan, kebijakan dan ketetapan

hukum; (2) hubungan antar manusia yang terjadi dalam organisasi adalah hubungan impersonal; (3) dalam organisasi ada hierarki wewenang, yaitu setiap bagian yang lebih rendah selalau berada di bawah wewenang dan supervisi dari bagian diatasnya; (4) hubungan manusia dalam administrasi selalu didasarkan dan dilaksanakan dengan dokumen tertulis; (5) orientasi pembinaan pegawai adalah pengembangan karier, yang berarti keahlian merupakan kriteria utama diterima tidaknya seseorang sebagai anggota organisasi dan promosi dalam organisasi; (6) setiap tindakan yang diambil organisasi harus selalu dikaitkan dengan besarnya sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi, sehingga dapat dicapai efisiensi yang maksimal. Birokrasi merupakan usaha untuk menghilangkan tradisi organisasi yang membuat keputusan secara emosional, atau berdasarkan ikatan kekeluargaan sehingga mengakibatkan organisasi tidak efektif. Administrasi Sekolah dalam Sistem Administrasi Pendidikan Manajemen Berbasis Sekolah Model MBS ini adalah ide dimana kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar, yakni sekolah sendiri. Konsep ini didasarkan pada self determination theory yang menyatakan bahwa apabila seseorang atau kelompok memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan sendiri, maka orang atau kelompok tersebut akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan tersebut. Dalam pelaksanaan MBS tersirat adanya tugas sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan menggunakan strategi yang lebih memberdayakan semua potensi sekolah secara optimal. Strategi pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip manajemen dan perencanaan strategik, sehingga setiap sekolah akan kompetitif dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan. Administrasi Sekolah dalam Lingkungan Fisik dan Sosio Emosional Tipe ideal sekolah adalah menunjukkan ciri profesional menekankan kemampuan adaptasi terhadap kompleksitasnya dan juga menggambarkan kepuasan kerja sebagai para anggotanya. Sekolah yang berciri profesional berubah dari orientasi birokratik menjadi orientasi profesional karena diasumsikan bahwa sekolah yang menekankan produksi dalam modal birokratik tidak akan dapat memberikan hasil pendidikan yang berkualitas tinggi. Pengelolaan kelas Pengaturan sarana dan prasarana pendidikan di kelas dalam hal ini guru bertindak sebagai pemimpin yang mengatur, bersama-sama dengan siswa mengatur barang sehingga timbul kesadaran pada diri siswa untuk menjaga dan merawat fasilitas yang ada di sekolah dengan baik. Masalah yang penting dalam manajemen kelas adalah mengenai sosio emosional yang dilakukan oleh guru-guru yang meliputi; tipe kepemimpinan, sikap guru terhadap siswa dan pendekatan sosioemosional pengelolaan kelas yang dilakukan. Dari pengertian diatas dapat ditegaskan bahwa pengelolaan kelas adalah mengatur suasana pembelajaran di kelas, mengkondisikan siswa untuk belajar dan memanfaatkan atau menggunakan sarana pengajaran serta dapat mengendalikannya dalam suasana yang

menyenangkan untuk mencapai tujuan pelajaran. Tipe Kepemimpinan Guru di Kelas Aspek-aspek tersebut dipengaruhi oleh kegiatan belajar mengajar di kelas, guru berperan sebagai seorang pemimpin. Tipe kepemimpinan seseorang (guru) akan mewarnai suasana organisasi/kelas yang dipimpinnya. Menurut Raka Joni (1985) tipe kepemimpinan guru yang lebih berat pada otoriter akan menghasilkan sikap siswa yang submisive atau apatis. Tapi di pihak lain akan menumbuhkan sikap agresif. Para guru di sekolah dalam melaksanakan tugasnya di kelas sebaiknya cenderung menggunakan tipe kepemimpinan yang demokratis, hal ini terlihat dari perilaku guru yang tampak penuh persahabatan, saling mempercayai, dalam memecahkan permasalahan kesulitan belajar. Pencapaian Kondisi Sosio-Emosional di Kelas Kelas sebagai tempat berlangsungnya PBM diwarnai oleh berbagai perilaku siswa, ada yang positif dan ada pula yang negatif. Guru menggunakan berbagai pendekatan, pada saat guru ingin membina tingkahlaku yang dikehendaki, yaitu tingkah laku yang positif digunakan pendekatan perubahan tingkah laku, yakni dengan cara memberikan penguatan (reinforcement) yang bersifat positif, sedangkan untuk menghilangkan atau menghentikan tingkah laku yang tidak diinginkan digunakan peringatan. Dengan peringatan dan sanksi ini dimaksudkan agar murid tidak lagi mengulangi perbuatan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Iklim Kelas yang Demokratis Iklim dapat dipandang pada satu pihak sebagai karakteristik abadi yang mencirikan suatu kelas tertentu, yang membedakannya dari kelas yang lain, dan mempengaruhi perilaku guru dan siswa. Dilain pihak, iklim kelas sebagai perasaan yang dipunyai oleh guru dan siswa terhadap suasana belajar di kelas itu. Iklim belajar yang nyaman dan menyenangkan di kelas penting karena iklim yang sehat membuat para guru leluasa untuk bekerja sepenuhnya dan siswa dapat menumbuhkan motif berprestasi dalam kegiatan belajar dan mengajar.

BAB III KEBIJAKAN PENDIDIKAN Kebijakan publik dan kebijaksanaan untuk pendidikan berkaitan dengan fungsi-fungsi esensial institusi pendidikan khususnya satuan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan, yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran, yaitu: (1) standar dan pengembangan kurikulum; (2) visi, misi, penetapan tujuan dan target pendidikan; (3) rekruitmen dan pembinaan tenaga kependidikan; (4) pengelolaan dan pembinaan kesiswaan; (5) penyediaan buku pelajaran; (6) penyediaan dan pemeliharaan sarana pendidikan; (7) penyediaan dan perawatan fasilitas pembelajaran; (8) pengadaan, perawatan, dan penggunaan perpustakaan dan laboratorium sekolah; dan sebagainya yang dapat memberi dukungan pada kualitas pembelajaran. Sedangkan kebijakan yang berkaitan dengan manajemen intuisi pendidikan antara lain adalah pengalokasian sumber-sumber anggaran dan penggunaannya, pengelolaan gedung, pengelolaan peralatan dan perlengkapan, pengelolaan fasilitas dan sebagainya. Karakteristik Masalah Kebijakan dan Kebijaksanaan Hough (1984) menjelaskan bahwa dalam dunia pendidikan, kebijakan kadangkadang digunakan dalam pengertian sempit untuk mengacu pada pernyataan tindakan formal yang diikutinya. Kebijakan disamakan dengan rencana dan program, bahkan sering tidak dibedakan antara pembuatan kebijakan (policy making) dengan pembuatan keputusan (decision making). Kebijakan dianggap sebagai suatu posisi atau pendirian yang dikembangkan untuk menanggapi suatu masalah atau isu konflik dalam rangka pencapaian tujuan tertentu, padahal kebijakan pendidikan lebih luas dari itu dan biasanya dibedakan dari konsep-konsep yang saling terkait. Konsep Kebijakan dan Kebijaksanaan Arti dan Makna Kebijakan Kebijakan adalah terjemahan dari kata wisdom yaitu suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada. Artinya wisdom atau kebijakan adalah suatu kearifan pimpinan kepada bawahan atau masyarakatnya. Campbell mengemukakan kebijakan adalah batasan keputusan memandu masa depan (Mann, 1975). Implikasi kebijakan menurut Mann (1975) mempersyaratkan 2 hal. Pertama, sekelompok persoalan dengan karakteristik tertentu. Kedua, implikasi dari karakteristik pembuatan kebijakan sebagai suatu proses. Jika dilihat dari sudut pembangunan pendidikan, maka implikasi kebijakan pendidikan nasional adalah upaya peningkatan taraf dan mutu kehidupan bangsa dalam mengembangkan kebudayaan nasional, karenanya dalam pengambilan kebijakan selalu ditemukan problem. Adapun karakteristik problem tersebut pada dasarnya adalah bersifat publik, sangat konsekuensial, sangat kompleks, didominasi ketidakpastian, dan mencerminkan ketidaksepakatan tentang tujuan yang dicapainya. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan (wisdom) adalah kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan, kearifan, rangkaian

konsep, dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan didasarkan atas suatu ketentuan dari impian yang berbeda dari aturan yang ada, yang dikenakan pada seseorang karena adanya alasan yang dapat diterima seperti untuk tidak memberlakukan aturan yang berlaku karena sesuatu alasan yang kuat. Arti dan Makna Kebijaksanaan Bijak yang berarti selalu menggunakan akal budi atau mahir menggunakan akal untuk bertindak mengatasi kesulitan. Sedangkan kebijakan adalah kepandaian menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya) kecakapan bertindak bila menghadapi kesulitan. Jadi kebijaksanaan dan kebijakan adalah kecakapan bertindak menggunakan akal budi secara arif, cermat, dan teliti menggunakan landasan objektif dan subjektif. Mengacu pada uraian di atas kebijaksanaan adalah suatu aturan yang semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu, mengikat dan juga bersifat memaksa pada siapapun yang dimaksud untuk diikat oleh kebijaksanaan tersebut. Pendekatan Kebijakan dalam Pendidikan Pendekatan Empirik (empirical) Pendekatan empiris ditekankan terutama pada penjelasan berbagai sebab dan akibat dari suatu kebijakan tertentu dalam bidang pendidikan bersifat faktual atau fakta dan macam informasi yang dihasilkan bersifat deskriptif dan prediktif. Pendekatan Evaluatif Evaluasi menurut Imron (1996: 86) adalah suatu aktivitas yang bermaksud mengetahui seberapa jauh suatu kegiatan itu dapat dilaksanakan ataukah tidak, berhasil sesuai yang diharapkan atau tidak. Jones (1977) mengartikan evaluasi kebijakan organisasi adalah suatu kegiatan yang didesain untuk menilai hasil-hasil program yang berbeda secara khusus dalam hal objeknya, teknik-teknik pengukuran, dan metode analisisnya. Dengan demikian evaluasi kebijakan adalah suatu aktivitas yang didesain untuk menilai hasil-hasil pengukuran, dan metode analisisnya untuk mengetahui seberapa jauh suatu kegiatan dapat dilaksanakan ataukah tidak, berhasil sesuai diharapkan atau tidak. Model-Model Kebijakan dalam Pendidikan Pendekatan analisis kebijakan menurut Dunn (1981: 111) : Model Deskriptif Model deskriptif menurut Suryadi dan Tilaar (1993: 46) adalah suatu prosedur atau cara yang digunakan untuk penelitian dalam ilmu pengetahuan baik murni maupun terapan untuk menerangkan suatu gejala yang terjadi dalam masyarakat. Model Normatif Menurut Tilaar (1993: 47) disebut juga pendekatan preskriptif yang merupakan upaya ilmu pengetahuan menawarkan suatu norma, kaidah, atau resep yang dapat digunakan oleh pemakai untuk memecahkan suatu masalah. Model normatif tidak hanya memungkinkan analis atau pengambil kebijakan

memperkirakan nilai masa lalu, masa kini, dan masa datang. Dalam analisis kebijakan dimaksudkan untuk membantu para pengambil keputusan (Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, dan Kepala Sekolah) memberikan gagasan hasil pemikiran agar para pengambil keputusan dapat memecahkan suatu masalah kebijakan. Model Verbal Dalam menggunakan model verbal, analis bersandar pada penilaian nalar untuk membuat prediksi dan menawarkan rekomendasi. Penilaian nalar menghasilkan argumen kebijakan, bukan berbentuk nilai-nilai angka pasti. Keterbatasan model verbal adalah masalah-masalah yang dipakai untuk memberikan prediksi dan rekomendasi bersifat implisit atau tersembunyi, sehingga sulit untuk memahami dan memeriksa secara kritis argumen-argumen tersebut sebagai keseluruhan, karena tidak didukung informasi atau fakta yang mendasarinya. Model Simbolis Model simbolis menggunakan simbol-simbol matematis untuk menerangkan hubungan antara variabel-variabel kunci yang dipercaya menciri suatu masalah. Model Prosedural Model prosedural menampilkan hubungan yang dinamis antara variabel-variabel yang diyakini menjadi ciri suatu masalah kebijakan. Model Sebagai Pengganti dan Perspektif Pendekatan preskriptif menurut Suryadi dan Tilaar (1993: 47) merupakan upaya ilmu pengetahuan menawarkan suatu norma, kaidah, atau resep yang dapat digunakan oleh pemakai memecahkan suatu masalah, khususnya masalah kebijakan. Analisis Kebijakan dalam Pendidikan Alasan mengapa analisa kebijaksanaan begitu penting menurut Thomas R. Dye (1976) adalah (1) tidak terdapat kesepakatan umum mengenai nilai-nilai (kegunaan) sosial, kecuali pada individu-individu atau kelompok masyarakat tertentu; (2) pembuat kebijaksanaan cenderung memaksimalkan nilai-nilai mereka dan tidak tertarik untuk bergeser dari landasan nilainya; (3) komitmen dari sumber kebijaksanaan dan program yang ada menghalangi pembuat kebijaksanaan dari usaha mempertimbangkan alternatifalternatif baru dan kreatif karena keputusan-keputusan sebelumnya sudah membatasi atau menutup pilihan-pilihan sekarang; (4) waktu dan usaha yang dibutuhkan untuk mengumpulkan informasi yang relevan pada semua alternatif yang mungkin begitu memakan biaya sehingga mengurangi hasrat mengumpulkan informasi baru; dan (5) pembuat dan analisis kebijaksanaan seringkali tidak dapat meramalkan semua akibat positif dan negatif dan setiap altenatif kebijaksanaan, hal ini cenderung menghasilkan pilihan arahan tindakan yang hanya sedikit berbeda dari status quo. Metodologi analisis kebijakan bertujuan menciptakan, menilai secara kritis, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan menunjuk kepada kepercayaan tentang sesuatu yang secara akal sehat dapat dibenarkan, yang berbeda dengan kepercayaan tentang kebenaran yang pasti atau kebenaran dengan probabilitas statistik tertentu.

Bentuk-bentuk analisis kebijakan menurut Dunn (1981: 51-54) adalah Prospektive policy analysis: yaitu analisis kebijakan prospektif berupa produksi dan transformasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan cenderung mencari cara beroperasinya para ekonom, analis sistem, dan peneliti operasi yaitu produksi dan transformasi sebelum tindakan-tindakan kebijakan diambil. Restrospective policy analysis : yaitu analisis kebijakan retrospektif dijelaskan sebagai penciptaan dan transformasi sesudah aksi kebijakan dimulai, mencakup berbagai tipe kegiatan yang dikembangkan oleh tiga kelompok analis yaitu: (1) analis yang berorientasi pada disiplin; (2) analis yang berorientasi pada masalah; dan (3) analis yang berorientasi pada aplikasi, yaitu produksi dan transformasi setelah tindakan-tindakan kebijakan diambil, Integrated policy analysis: yaitu analisis kebijakan terintegrasi merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil. Pada dasarnya setiap analissi kebijakan pendidikan mengacu kepada teori politik dan pendidikan yang ide pokoknya ditemukan dari konsep dan hasil penelitian (inquiry) baik secara kuantitatif maupun kualitatif. SWOT: adalah suatu analisis kebijakan yang diambil berdasarkan kekuatan (strenghtness) yaitu melihat apa saja hal-hal yang menjadi kekuatan sebagai modal yang dapat diandalkan, kelemahan (weakness) yaitu melihat hal-hal yang dipandang menjadi kelemahan sehingga dapat ditentukan prioritas untuk mengatasi kelemahan tersebut, peluang (opportunities) yaitu peluang apa saja yang mungkin dapat diraih untuk mengatasi kelemahan dan mendukung kekuatan, dan tantangan atau ancaman (treaths) yaitu hal-hal yang dapat dijadikan tantangan baik dilihat dari hal yang positif maupun hal yang negatif sehingga dapat dijadikan sebagai pemicu meningkatkan prestasi suatu organisasi untuk mencapai tujuan. Kebijakan Pemerintah Mengenai Otonomi Pendidikan Arah Kebijakan Pendidikan Nasional Kebijakan pendidikan (educational policy) menurut Carter V Good (1959) sebagai suatu pertimbangan (judgement) yang didasarkan atas sistem nilai (values) dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang bersifat situasional. Kebijakan pendidikan dikelompokkan pada empat kelompok: (1) kebijakan yang berkenaan dengan fungsi esensial lembaga pendidikan terutama dalam hubungannya dengan kurikulum, penetapan tujuan, rekruitmen tenaga kependidikan, penerimaan siswa atau mahasiswa, dan sebagainya; (2) kebijakan mengenai lembaga yang didalamnya ada faktor-faktor individual dan keseluruhan sistem kependidikan atau bagian dari lembaga pendidikan itu; (3) kebijakan yang berkaitan dengan penerimaan dan penarikan tenaga kerja, promosi, pengawasan, dan penggantian keseluruhan staf; (4) kebijakan yang berkaitan dengan pengalokasian sumber finansial, gedung, dan perlengkapan sebagai pendukung utama terselenggaranya program pendidikan khususnya pembelajaran. Kebijakan pendidikan meliputi seluruh sistem pendidikan mulai dari aktivitas Departemen Pendidikan Nasional, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan legislatif yang menyertainya serta satuan pendidikan yang memerlukan kebijakan pendukung bertingkat. Kebijakan tersebut mencakup seluruh bidang operasi pendidikan pada semua tataran pengambil kebijakan.

BAB IV KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN Arti dan Makna Kepemimpinan dalam Pendidikan Konsep Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen, memang demikianlah halnya menurut Sondang P. Siagian (1985: 6) karena kepemimpinan merupakan motor penggerak dari semua sumber-sumber dan alat-alat (resources) yang tersedia bagi suatu organisasi. Resources ini digolongkan kepada dua golongan besar yakni: (1) human resources; dan (2) non human resources. Tugas dasar pemimpin adalah membentuk dan memelihara lingkungan dimana manusia bekerjasama dalam suatu kelompok yang terorganisir dengan baik, menyelesaikan tugas mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan merupakan aktivitas manajerial yang penting di dalam setiap organisasi khususnya dalam pengambilan kebijakan dan keputusan sebagai inti dari kepemimpinan. Menurut Gordon (1990), tidak semua orang dapat menjadi pemimpin yang efektif dalam suatu organisasi. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang anggotanya dapat merasakan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi, baik kebutuhan bekerja, motivasi, rekreasi, kesehatan, sandang, pangan, tempat tinggal, maupun kebutuhan lainnya yang pantas didapatkannya. Kepemimpinan berasal dari akar kata pemimpin menurut Wirawan (2002: 65) maksudnya adalah orang yang dikenal oleh dan berusaha mempengaruhi para pengikutnya untuk merealisir visinya. Dari sejumlah pengertian kepemimpinan tersebut pada pokoknya berkisar pada: (1) perilaku mengarahkan aktivitas; (2) aktivitas hubungan kekuasaan dengan anggota; (3) proses komunikasi dalam mengarahkan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang spesifik; (4) interaksi antar personel untuk mencapai hasil yang ditentukan; (5) melakukan inisiatif dalam melakukan kegiatan dengan memelihara kepuasan kerja; (6) aktivitas organisasi meningkatkan prestasi; dan sebagainya. Mengacu pada pengertian tersebut kepemimpinan dapat dimaknai sebagai perilaku dan aktivitas mempengaruhi dan menggerakkan orang-orang atau pengikut dengan memelihara kepuasan kerja untuk mencapai tujuan yang spesifik. Menurut George R. Terry (1977: 414) kepemimpinan adalah hubungan antara seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerjasama secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai yang diinginkan pemimpin. Wirawan (2002: 18) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses pemimpin menciptakan visi, mempengaruhi sikap, perilaku, pendapat, nilai-nilai, norma dan sebagainya dari pengikut untuk merealisasi visi. Mc. Farland mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sebagai suatu proses dimana pimpinan digambarkan akan memberikan perintah atau pengarahan, bimbingan atau mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Koontz (1986: 506) adalah pengaruh, kiat (seni), proses mempengaruhi orang-orang sehingga mereka mau berusaha secara sepenuh hati dan

antusias untuk mencapai tujuan. Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi, memerintah secara persuasuf, memberi contoh, dan bimbingan kepada orang lain seperti guru, konselor, dan profesi kependidikan lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, peran pemimpin dalam lembaga pendidikan sebagai figur sangat diperlukan dalam mengambil kebijakan dan keputusan sehingga berbagai persoalan dapat diatasi dalam keadaan yang paling rumit sekalipun. Hal-hal penting yang perlu dicatat mengenai komponen kepemimpinan pendidikan adalah: (1) proses rangkaian tindakan dalam sistem pendidikan; (2) mempengaruhi dan memberi teladan; (3) memberi perintah dengan cara persuasi dan manusiawi tetapi tetap menjunjung tinggi disiplin dan aturan yang dipedomani; (4) pengikut mematuhi perintah sesuai kewenangan dan tanggung jawab masing-masing; (5) menggunakan authority dan power dalam batas yang dibenarkan; dan (6) menggerakkan atau mengerahkan semua personel dalam institusi guna menyelesaikan tugas sehingga tercapai tujuan, meningkatkan hubungan kerja di antara personel, membina kerjasama, menggerakkan sumberdaya organisasi, dan memberi motivasi kerja. Untuk memenuhi kriteria kepemimpinan tersebut diperlukan: (1) kepemimpinan yang visioner agar penyelenggaraan pendidikan mampu merespon kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya membangun sumberdaya manusia yang berkualitas dan kompetitif; (2) kepemimpinan yang efektif dalam menentukan kebijakan agar proses pembelajaran yang diselenggarakan pada satuan pendidikan dapat memberi jaminan proses pelayanan belajar yang berkualitas dan juga mutu lulusan yang kompetitif; (3) ketepatan pemimpin dalam mengambil keputusan agar semua keputusan yang diambil adalah keputusan yang dibutuhkan, bukan atas keinginan pihak pengambil keputusan; (4) pendelegasian agar pembagian tugas dalam mensiasati pencapaian target dapat lebih lincah dan lebih terukur sehingga target dapat dipenuhi sesuai yang ditetapkan; (5) sikap demokratik yang dikembangkan pemimpin agar terjaga kebersamaan dan semangat yang sama untuk memperoleh keberhasilan dan kesuksesan yang maksimal. Ciri-ciri Kepemimpinan Pendidikan Riset mengenai kepemimpinan menurut Collons (1999: 38) tidak mengungkapkan satu sifat tunggal yang dimiliki semua pemimpin yang berhasil, tetapi sejumlah ciri telah didefinisikan yang umum dimiliki oleh banyak diantara mereka. Sharplin (1985: 149-150) menyebutkan kepemimpinan yang baik dicirikan oleh sifat-sifat: (1) manusiawi; (2) memandang jauh ke depan (visioner); (3) inspiratif (kaya akan gagasan); dan (4) percaya diri. Berbgai pengalaman dan sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan mempunyai gaya tertentu, seperti Mc Gregor (1957) sebagaimana dikutip oleh Flippo (1980) merumuskan ada tiga prinsip kepemimpinan yang saling berbeda, yaitu (a) otocratic leadership, kepemimpinan gaya otokrasi, (b) participative or democratic leadership, kepemimpinan gaya partisipatif atau demokrasi, dan (c) the lazes-faire leadership, kepemimpinan gaya bebas atau liberal.

Beberapa tahun sebelumnya Edmonds (1979) menyimpulkan hasil penelitiannya, bahwa tidak akan pernah ditemui lembaga pendidikan yang baik dipimpin oleh pemimpin yang mutunya rendah. Dengan kata lain, lembaga pendidikan yang baik akan selalu memiliki pemimpin yang baik pula yaitu pemimpin yang visioner. Selanjutnya, Ornstein dan Levine (1989) menekankan perlunya fokus manajemen didasarkan pada lembaga yang bersangkutan, konsensus yang kuat terhadap tujuan yang jelas dan dapat diharapkan, penggunaan waktu yang efektif, dukungan pemerintah daerah, hubungan perencanaan, sikap kolegalitas, dan komitmen organisasi yang tinggi. Gaya Kepemimpinan dalam Pendidikan Fungsi pemimpin adalah memudahkan pencapaian tujuan secara koperatif diantara para pengikut dan pada saat yang sama menyediakan kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi mereka. Sejumlah teori kepemimpinan menekankan style dari pemimpin yang efektif, yaitu berkisar pada kepemimpinan dengan gaya partisipatif, nonpartisipatif, otokratik, demokratik, atau laissez-faire. Kunci penting dari gaya kepemimpinan ini dalam institusi satuan pendidikan adalah memahami kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan khusus dari setiap personel organisasi dalam situasi yang ada. Senada dengan pendapat tersebut ada tiga gaya kepemimpinan yang diperagakan oleh Bill Woods yakni: (1) otokratis yaitu pemimpin membuat keputusan sendiri, karena kekuasaan terpusatkan dalam diri satu orang, ia memikul tanggung jawab dan wewenang penuh. Gaya otokrasi berdasarkan pada pendirian bahwa segala aktivitas dalam organisasi akan dapat berjalan lancar dan berhasil mencapai tujuan yang telah ditentukan apa bila semuanya itu semata-mata diputuskan atau ditentukan oleh pemimpin; (2) demokratis (partisipatif) yaitu pemimpin itu berkonsultasi dengan kelompok mengenai masalah yang menarik perhatian mereka dimana mereka dapat menyumbangkan sesuatu. Gaya demokratis berlandaskan pada pemikiran bahwa aktivitas dalam organisasi akan dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan apabila berbagai masalah yang timbul diputuskan bersama antara pejabat yang memimpin maupun para pejabat yang dipimpin; (3) kendali bebas yaitu pemimpin memberi kekuasaan pada bawahan, kelompok dapat mengembangkan sasarannya sendiri dan memecahkan masalahnya sendiri, pengarahan tidak ada atau hanya sedikit. Suatu organisasi akan berhasil atau gagal sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan lembaga itu. Kepemimpinan yang baik adalah suatu kepemimpinan yang menunjukkan kombinasi antara hubungan pemimpin-anggota yang baik dengan tugas-tugas yang teratur dan terstruktur, dan kedudukan kekuasaan yang tinggi yang dimiliki oleh pemimpin. Kepemimpinan yang efektif dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut: (1) gaya memberitahukan (telling style) yakni tugas tinggi hubungan rendah. One way traffic, mendikte. (2) gaya menjual (selling style), tugas tinggi hubungan tinggi walau masih ada pengarahan tetapi sudah mulai ada komunikasi dua arah. (3) gaya partsipatif (participating style), tugas rendah hubungan tinggi. Pemimpin dan pengikut berkedudukan sama, memberikan andil dengan dua arah. (4) gaya

pendelegasian (delegating style), hubungan rendah tugas rendah. Yang dipimpin dipercaya mengambil inisiatif sendiri melakukan tugasnya, karenanya hendaknya mereka telah matang. Tradisi penelitian mengenai gaya kepemimpinan dalam setting pendidikan dan non kependidikan menurut Sergiovanni dan Starrat (1983: 82) telah mengidentifikasi dua dimensi kunci kepemimpinan yakni: (1) gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pelaksanaan pekerjaan atau tugas; dan (2) gaya kepemimpinan yang berorientasi terhadap kebutuhan atau perasaan manusia dan hubungan diantara mereka. Kombinasi kedua dimensi ini membentuk empat kisi-kisi kepemimpinan oleh Reddin yaitu: (1) orientasi tugas rendah dan orientasi hubungan rendah disebut gaya separasi; (2) orientasi tugas tinggi dan orientasi hubungan rendah disebut gaya dedikasi; (3) orientasi tugas rendah dan orientasi hubungan tinggi disebut gaya relasi; dan (4) orientasi tugas tinggi dan orientasi hubungan tinggi disebut gaya integrasi. Menurut Reddin gaya kepemimpin hanya dapat dipahami dalam konteks situasi kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang ideal menggunakan semua gaya yang ada sebaik mungkin pada situasi yang mendukung dan memenuhi kebutuhan kinerja kepemimpinan itu sendiri. Hal ini berarti situasilah yang mungkin menentukan gaya apa yang digunakan, karenanya tidak mungkin menerapkan satu gaya secara konsisten. Kepemimpinan yang efektif dalam penentuan kebijakan Keefektifan kepemimpinan pendidikan merupakan suatu konsep yang luas, dalam pendidikan hampir semua orang pada suatu saat akan tiba saatnya untuk dipercaya memegang kepemimpinan. Sebagian besar orang menganggap kepemimpinan yang efektif hendaknya aktif bukan pasif; konsisten bukannya inkosisten; lebih memikirkan yang prinsip dibandingkan yang nonprinsip; powerfull dibandingkan lemah; dan komunikatif bukannya cerewet. Campbell (1993) menegaskan bahwa pemimpin-pemimpin yang efektif menyusun tujuan-tujuan, sasaran-sasaran, mengatur standar-standar penampilan, menciptakan lingkungan kerja yang produktif, dan dapat dukungan yang dibutuhkan. Kepemimpinan pendidikan yang efektif memberikan dasar dan menempatkan tujuan pada posisi penting untuk merubah norma-norma dalam program pembelajaran, meningkatkan produktivitas, dan mengembangkan pendekatan-pendekatan kreatif untuk mencapai hasil yang maksimal dari program institusi pendidikan. Ketepatan Pemimpin dalam Pengambilan Keputusan Sistematika pengambilan keputusan perlu didasarkan: (1) kemampuan organisasi, dalam arti tersedianya sumber-sumber material yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan keputusan yang diambil; (2) personel yang tersedia serta kualitasnya untuk melaksanakan keputusan tersebut; (3) filsafat yang dianut organisasi; dan (4) situasi lingkungan intern dan ekstern yang menurut perhitungan akan mempengaruhi roda administrasi dan manajemen dalam organisasi.

Kepedulian Pemimpin Pendidikan Terhadap Pembaruan Kepedulian merupakan gambaran tentang sikap, motivasi, persepsi, dan perasaan yang dialami seseorang sehubungan dengan suatu pembaruan. Sikap kesiapan bereaksi dan motivasi adalah dorongan yang kuat melakukan aktivitas dengan rasa janggung jawab, dengan reaksi cepat dan perhitungan yang cermat. Pemimpin yang peduli dalam pengelolaan pendidikan memahami betul bahwa manajemen pendidikan tidak terlepas dari pembaruan, yaitu tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan merupakan bagian dari dinamika pendidikan. Akibatnya dari pembaruan dan perkembangan ilmu pengetahuan itu menumbuhkan konsekuensi tersendiri bagi pemimpin sebagai pemegang kendali pendidikan. Suatu gagasan yang bagus menunjukkan kepedulian pemimpin adalah membuat catatan penggunaan waktu dan secara berkala meninjaunya agar diketahui penggunaan waktu yang efektif dan penggunaan sumber daya yang efisien. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan Peranan kepala sekolah adalah sangat penting dalam menentukan operasional kerja harian, mingguan, bulanan, semesteran, dan tahunan yang dapat memecahkan berbagai problematika pendidikan di sekolah. Pemecahan berbagai problematika ini sebagai komitmen dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui kegiatan supervisi pengajaran, konsultasi, dan perbaikan-perbaikan penting guna meningkatkan kualitas pembelajaran. Kepala sekolah berusaha menghubungkan tujuan sekolah dengan sekolah dan memaksimalkan kreativitas. Setiap kepala sekolah membawa pengaruh besar terhadap pengajaran untuk kebaikan atau keburukan (Sutisna, 1983). Kepala sekolah memerlukan instrumen yang mampu menjelaskan berbagai aspek lingkungan sekolah dan kinerjanya dalam memantau perjalanan ke arah masa depan yang menjanjikan. Kepemimpinan Wirausaha Kepala Sekolah Kewirausahaan (enterpreneurship) meliputi komitmen, cara pikir, dan tindakan untuk mengembangkan dan mengelola inovasi. Kepemimpinan wirausaha kepala sekolah adalah seorang pemimpin sekolah yang disamping mampu tampil sebagai manajer yang handal (tepat dan berguna, efektif dan efisien), juga berwatak merdeka lahir batin, jujur, berbudi luhur, menghargai hak-hak asasi manusia, dan bertanggung jawab. Kepemimpinan wirausaha kepala sekolah yang demikian ini dalam keadaan bagaimanapun daruratnya, tetap mampu berdiri atas kemampuan sendiri untuk menolong sekolah untuk keluar dari kesulitan yang dihadapinya termasuk mengatasi persaingan mutu yang semakin ketat dan kesejahteraan guru yang tidak memadai, sehingga kinerja sekolah tetap optimal dengan mendayagunakan semua potensi sumber daya yang tersebut. Alma (2002: 17) menegaskan bahwa manusia-manusia yang berjiwa wirausaha akan mampu menjadikan dirinya maju, kaya, berhasil lahir dan batin.

Proses Kewirausahaan Kepemimpinan Sekolah Kepemimpinan wirausaha menurut Pinchot (1988) adalah kepemimpinan yang mengintegrasikan bakat para rekayator dan pemasar dalam menciptakan proses dan produk jasa baru. Seorang kepala sekolah sebagai pemimpin yang berjiwa wirausaha perlu mempunyai karakteristik tertentu; antara lain: (1) Pemimpin yang kreatif dan inovatif; (2) Pemimpin yang mampu mengeksploitasi peluang; (3) Internal locus control; artinya nasibnya, kehidupannya, keberhasilannya tergantung pada upaya dan semangatnya untuk berhasil; (4) Pengambil risiko; (5) Pekerja keras; (6) Percaya diri; (7) Kepemimpinan. Untuk menghadapi persaingan yang semakin kuat dan semakin menyempitnya lapangan pekerjaan, maka sektor yang paling mungkin dapat meningkatkan kesejahteraan hidup adalah menanamkan sikap atau jiwa kewirausahaan. Proses penanaman sikap ini bukan hanya kepada pebisnis, tetapi juga kepada para kepala sekolah untuk memajukan usaha sekolah dari segi mutu pendidikan.

BAB V JABATAN KEPENDIDIKAN DAN GURU SEBAGAI PROFESI Pentingnya Jabatan Profesi Kependidikan dan Guru Profesi guru tampaknya masih dalam posisi yang kurang menguntungkan baik dari segi fasilitas, finansial yang berkaitan dengan kesejahteraan maupun penghargaan atau penghormatan (regard) dari masyarakat. Semua itu harus diterima guru sebagai orang yang dibebani tugas atau menekuni karier di bdiang kependidikan ini. Pada prinsipnya profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi yang tinggi dalam menyikapi pekerjaan serta berorientasi pada pelayanan yang baik. Beban dan harapan yang diberikan pada guru ini tidak secara otomatis memberi penghargaan dan penghormatan pada profesi guru dan malah sebaliknya profesi ini dianggap sebagai profesi marjinal. Sebaik apapun mereka melaksanakan tugas mengajar, tidak ada jaminan untuk menyatakan mereka berprestasi atau dinyatakan bekerja secara profesional. Guru adalah ujung tombak pendidikan yang secara langsung berinteraksi dengan anak didik, karena itu guru sesungguhnya adalah penentu masa depan. Disisi lain guru dihadapkan dengan luapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi dengan dukungan fasilitas yang minimal serta iklim kerja yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu kemampuan yang dimiliki guru lebih dulu dipelajari secara tekun di pergutuan tinggi, kemudian ada pengakuan legalitas kedudukan guru baik dari masyarakat maupun pemerintah. Arti dan Makna Profesi Kependidikan Rujukan untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan tugas kependidikan dinyatakan UUSPN Tahun 2003 dalam Pasal 39 Ayat 1. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Ayat 2. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Pernyataan tersebut dipertegas oleh PP RI No. 38 Tahun 1992 Bab II Pasal 3 Ayat 1 mengemukakan bahwa tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan penguji. Pada Ayat 2 dipertegas bahwa tenaga pendidik terdiri atas pembimbing, pengajar, dan pelatih. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengelola satuan pendidikan, maka Ayat 3 mengemukakan bahwa pengelola satuan pendidikan terdiri dari kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah. Disebut sebagai suatu profesi apabila memiliki cakupan ranah kawasan pekerjaan atau pelayanan khas, definitif dan sangat penting serta dibutuhkan oleh masyarakat.

Pernyataan tersebut sebagai batasan dan penegasan bahwa yang melaksanakan tugas kependidikan dan guru haruslah mereka yang dilegitimasi oleh latar belakang pendidikan dan guru haruslah mereka yang dilegitimasi oleh latar belakang pendidikan dan training yang dipersyaratkan untuk maksud tugas tersebut, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 39 Ayat 2 UUSPN No. 20 Tahun 2003. Pengertian Profesi Profesi pada hakekatnya adalah sikap yang bijaksana (informed responsiveness) yaitu pelayanan dan pengabdian yang dilandasi oleh keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur yang mantap diiringi sikap kepribadian tertentu. Volmer dan Mills (1966) mengemukakan bahwa pada dasarnya profesi adalah sebagai suatu spesialisasi dari jabatan intelektual yang diperoleh melalui studi dan training, bertujuan mensuplay keterampilan melalui pelayanan dan bimbingan pada orang lain untuk mendapatkan bayaran (fee) atau gaji. Jadi, profesi itu adalah suatu lapangan pekerjaan dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi tinggi menyikapi pekerjaan serta berorientasi pada pelayanan. Pengertian Mengenai Profesionalisasi Istilah profesionalisasi menurut Sutisna (1983: 302) menunjuk kepada proses dalam mana sekelompok pekerjaan sedang mengubah sifat-sifatnya yang esensial mendekati model profesi yang sungguh.

BAB VI SUPERVISI PENDIDIKAN


Arti dan Makna Supervisi Pendidikan Konsep Supervisi Secara umum supervisi berarti upaya bantuan kepada guru agar guru dapat membantu para siswa belajar untuk menjadi lebih baik. Secara teoritis teori supervisi memiliki pengembangan landasan teori, menurut Sergiovanni dan Starrat (1983) itu sebabnya perhatian terhadap teori tidak banyak digunakan oleh para praktisi. Supervisi meskipun mengandung arti atau sering diterjemahkan sebagai pengawasan, namun mempunyai arti khusus yaitu membantu dan turut serta dalam usahausaha perbaikan dan meningkatkan mutu. Kimbal Wiles (1955) menegaskan bahwa supervisi berusaha untuk memperbaiki situasi-situasi belajar mengajar, menumbuhkan kreativitas guru, memberi dukungan dan mengikutsertakan guru dalam kegiatan sekolah, sehingga menumbuhkan rasa memiliki bagi guru. Burton (1955:20) mengemukakan bahwa supervisi sebagai usaha bersama untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan belajar siswa. Supervisi mempunyai fungsi penilaian (evaluation) dengan jalan penelitian (research) dan merupakan usaha perbaikan (improvement). Menurut Swearingen fungsi supervisi pendidikan adalah mengkoordinir semua usaha sekolah, memperlengkapi kepemimpinan sekolah, memperkuat pengalaman-pengalaman guru, menstimulasi usaha-usaha yang kreatif, memberikan fasilitas dan penilaian terus menerus menganalisa situasi belajar mengajar, memberikan pengetahuan kepada setiap anggota, mengintegrasikan tujuan pendidikan dan membantu meningkatkan kemampuan mengajar. Peranan supervisi pendidikan adalah korektif, preventif, konstruktif, dan kreatif dengan sasaran memperbaiki situasi belajar mengajar dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Permasalahan Supervisi Pendidikan Supervisi disamakan dengan controlling (mengawasi) Kepentingan dan kebutuhan supervisi bukan dari guru melainkan supervisor itu sendiri menjalankan tugasnya. Supervisor sendiri mungkin tidak tahu apa yang akan diamati dan dinilainya, sedangkan guru juga tidak mengetahui apa yang akan diamati dan dinilai oleh supervisor. Tujuan Supervisi Pendidikan Tujuan supervisi adalah untuk meningkatkan situasi dan proses belajar mengajar berada dalam rangka tujuan pendidikan nasional dengan membantu guru-guru untuk lebih memahami mutu, pertumbuhan, dan peranan sekolah untuk mencapai tujuan dimaksud. Secara umum tujuan supervisi dapat dirumuskan adalah untuk membantu guru meningkatkan kemampuannya agar menjadi guru yang lebih baik dalam melaksanakan pengajaran. Supervisi pendidikan memiliki dua karakteristik; (1) bersifat terapan; dan (2) melibatkan aktivitas manusia dengan menempatkan keperluan yang unik pada inquiri dan pengembangan atau preskripsi bagi praktek supervisi. Prinsip Supervisi Pendidikan

You might also like