You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Selama ini pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah sering dianggap kurang berhasil (untuk tidak mengatakan gagal) dalam menggarap sikap dan perilaku keberagamaan peserta didik serta membangun moral dan etika bangsa.Bermacam-macam argument yang di kemukakan untuk memperkuat statemen tersebut, antara lain adanya indicator-indikator kelemahan yang melekat pada pelaksanaan pendidikan agama di sekolah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. PAI kurang bisa mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi maknadan nilai atau kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik.Dengan bahasa lain, Tafsir (2005) menyatakan bahwa pendidikan agama selama ini lebih menekankan pada aspek knowing dan doing dan belum banyak mengarah ke aspek being, yakni bagaimana peserta didik menjalani hidup sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai agama yang diketahui (knowing), padahal inti pendidikan agama berada pada aspek ini. 2. PAI kurang dapat berjalan bersama dan bekerja sama dengan programprogram pendidikan nonagama; 3. PAI kurang mempunyai relevansi terhadap perubahan social yang terjadi di masyarakat atau kurang ilustrasi konteks social budaya atau bersifat statis akontekstual dan lepas dari sejarah,sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian. Persoalan tersebut sebenarnya sudah bersifat klasik, namun hingga kini rupanya belum juga terselesaikan dengan baik,sehingga pada gilirannya menjadi persoalan yang berkesinambungan dari satu periode ke periode selanjutnya. Masalah pendidikan memang tidak akan pernah selesai di bicarakan. Hal ini setidak-tidaknya didasarkan pada beberapa alasan: Pertama, adalah merupakan fitrah setiap orang bahwa mereka menginginkan pendidikan yang
1

lebih baik sekalipun mereka kadang-kadang belum tahu mana sebenarnya pendidikan yang lebih baik itu. Karena merupakan fitrah, sehingga sudah menjadi takdirnya pendidikan itu tidak pernah selesai gagasan tentang no limit to study atau life long education atau belajar sepanjang hayat merupakan implikasi praktis dari fitrah tersebut. Kedua, teori pendidikan akan selalu ketinggalan zaman, karena ia dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat yang selalu berubah pada setiap tempat dan waktu. Karena adanya perubahan itu, maka masyarakat tidak pernah puas dengan teori pendidikan yang ada. Ketiga, perubahan pandangan hidup juga ikut berpengaruh terhadap ketidak puasan seseorang akan keadaan pendidikan, sehingga pada suatu saat seseorang telah puas dengan system pendidikan yang ada karena sesuai dengan pandangan hidupnya, dan pada saat yang lain seseorang bisa terpengaruh oleh pandangan hidup lainnya yang pada gilirannya berubah pula pendapatnya tentang pendidikan yang semula dianggap memuaskannya tersebut. B. Topik Pembahasan Topik bahasan yang akan diangkat dalam Makalah ini adalah : 1. Kebijakan dan Program Sekolah tentang Pengembangan PAI Berbasis Masjid di MIN Kerang Kab. Bondowoso. 2. Pelaksanaan Program Sekolah Tentang Pengembangan PAI Berbasis Masjid Di MIN Kerang Kab. Bondowoso 3. Strategi pengembangan Program Madrasah Tentang Pengembangan PAI Berbasis Masjid C. Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah : 1. Mengetahui Kebijakan dan Program Madrasah tentang Pengembangan PAI Berbasis Masjid 2. Mengetahui Pelaksanaan Program Madrasah tentang Pengembangan PAI Berbasis Masjid 3. Mengetahui Statego Pengembangan PAI Berbasis Masjid.
2

BAB II. PEMBAHASAN A. Perencanaan Pembelajaran PAI Berbasis Masjid Sebagai Sarana Mengembangkan Budaya Agama. 1. Kebijakan dan Program Sekolah. Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa kebijakan dan program sekolah dalam kaitannya dengan perencanaan tindakan sekolah tentang pembelajaran pendidikan agama Islam ( PAI ) berbasis masjid sebagai sarana mengembangkan budaya agama di sekolah yang akan diterapkan sangat mendukung dan memberikan respon positif, terutama dukungan kepala sekolah maupun dari semua guru pendidikan agama Islam ( GPAI ). Sebab hal ini sejalan dengan kebijakan dan program sekolah yang selama ini sudah diterapkan di MIN Kerang Kab.Bondowoso, yaitu untuk mencetak generasi berkualitas yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghasilkan lulusan yang kridibel, yang ahli dalam bidangnya, bertanggung jawab, berdisiplin tinggi, berdedikasi, mau dan mampu menjaga kehormatan almameternya, sebgaimana tercermin dalam visi dan misi sekolah. Apresiasi kepala sekolah terhadap rencana penelitian tindakan yang akan diterapkan ini sebagaimana diungkapkan oleh bapak kepala sekolah, yaitu H. Bagus Gunanawan, bahwa Pada prinsipnya saya selaku pimpinan sangat setuju dan mendukung terhadap program pembelajaran PAI berbasis masjid ini, dengan pertimbangan Pertama ; dengan adanya program ini, berarti guru pendidikan agama Islam ( GPAI ) ikut serta dalam mewujudkan program sekolah, terutama dalam bidang pembentukan moral dan mental spiritual siswa sesuai dengan norma-norma agama Islam, kedua ; dengan adanya program ini, maka pembelajaran agama Islam akan lebih kondusip, sebab masjid selain sebagai tempat ibadah juga bisa berfungsi sebagai sentra kegiatan bagi umat Islam, terutama untuk
3

kegiatan pendidikan, sehingga sangat mempermudah dalam melaksanakan kegiatan praktek ibadah, ketiga ; saya sangat yakin bahwa program ini akan berhasil atau bahkan mungkin dapat dijadikan sebagai pilot project dalam pembelajaran PAI di masa mendatang. Sebagai wujud apresiasi dan dukungan sekolah terhadap program pembelajaran pendidikan agama Islam berbasis masjid ini, maka sekolah memfasilitasi semua sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini terdapat dua sarana ibadah yang representatif di MIN Kerang Kab.Bondowoso, yaitu sebuah masjid sekolah ( masjid Ibrahimi

Rahmatullah ) yang dapat menampung lebih kurang 500 jamaah, yang berada di halaman depan sekolah dan sebuah mushala berukuran 20 m X 12 m, yang berada di tengah area gedung sekolah. Sebagaimana kita ketahui bahwa umat

masjid memiliki fungsi dan peran yang dominan dalam kehidupan Islam, diantara fungsi dan peran tersebut adalah: a) sebagai tempat beribadah, b) sebagai tempat menuntut ilmu, c)sebagai tempat pembinaan jamaah, d) sebagai tempat dakwah dan pusat kebudayaan Islam, e) pusat kaderisasi ummat, f) dan sebagai basis kebangkitan umat Islam.

Proses edukatif di dalam masjid dapat lebih efektif bila di dalamnya disediakan fasililtas-fasilitas yang mendukung terjadinya proses belajar mengajar. Fasilitas yang diperlukan antara lain: a. Perpustakaan , yang menyediakan berbagai buku bacaan dengan berbagai disiplin keilmuan;

b. b. Ruang diskusi , yang digunakan untuk berdiskusi sebelum atau sesudah shalat berjamaah. Program inilah yang dkenal dengan istilah itikaf ilmiah. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam operasionalisasinya adalah memberikan perencanaan terlebih dahulu dengan menampilkan beberapa pokok persoalan yang akan dibahas, setelah berkumpul para audiens (jamaah), diskusi dapat dimulai sebelum shalat jamaah pada ruang yang telah tersedia lebih kurang 10-15 menit, dan diskusi dihentikan pada saat shalat jamaah, untuk melakukan itraf profetik (dzkir). Sebalilknya, jika diskusi ini dilakukan sesudah Shalat jamaah, itiraf profetik didahulukan, kemudian dilanjutkan dengan itiraf ilmiah . Agar tidak menjemukan diskusi ini dilakukan 2 atau 3 minggu sekali. c. Ruang kuliah (belajar), baik digunakan untuk training (tadrib) remaja masjid, atau juga untk madrasah diniah. Dr. Omar Ain Hoesin memberikan istilah ruang kulia terssebut dengan sekolah masjid, kurikulum yang disampaikan khusus mengenai materi-maateri keagamaan untuk membantu pendidikan formal yang proporsi materi keagamaannya lebih mnim dibandingkan proporsi materi umum. Dengan demikian masjid sekolah benar-benar menjadi lembaga alternative pengembangan pendidikan Islam, karena mampu menyentuh aspek kognitif, afektif dan psikomotorik manusia (baca siswa), menuju ke arah pengembangan moral Islam yang dicita-citakan dan sekaligus pusat intelektual ( centre of Oemar Amin Hoesein, Kultus Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1981), hlm : 59 Intellectual, sehingga harapan untuk menjadikan masjid sebagai sarana pemebelajaran PAI akan dapat mengembangkan budaya agama (religius culture ) di sekolah akan dapat terealisasikan. Menyadari tentang begitu besar manfaat dan fungsi masjid bagi umat Islam, baik sebagai sarana ibadah secara khusus (ibadah mahdhah), maupun sebagai sarana pendidikan (ibadah ghairu mahdhah), terutama untuk menanamkan nilai-nilai/norma-norma agama bagi siswa dalam upaya membentuk insan kamil, maka GPAI bekerja sama dengan takmir masjid telah memanfaatkan dan mengfungsikan masjid sekolah secara optimal dengan berbagai macam fungsi dan kegiatan. Diantaranya adalah sebagai tempat asrama bagi siswa yang
5

membutuhkan dan mempunyai kepedulian terhadap pembinaan dan kemakmuran masjid, yaitu disediakan tempat/ruangan yang terletak di bagian belakang masjid yang dapat menampung lebih kurang 25 siswa, dari berbagai macam kelas, jurusan, dan berasal dari berbagai daerah yang jauh dari lokasi sekolah, dan tanpa dipungut biaya. Mereka tergabung dalam organisasi remaja masjid, yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dan kemakmuran masjid sekolah, misalnya: tentang kebersihan dan kesucian masjid, memelihara dan menjaga shalat berjamaah lima waktu, adzan setiap masuk waktu shalat, dan menjadi bilal shalat jumat. Demikian pula, bagi siswa penghuni asrama diwajibkan untuk mengikuti semua program pembinaan dan pengembangan agama Islam. Hal ini dapat dilihat pada berbagai macam program kegiatan yang dilaksanakan selama ini, yaitu mengadakan kegiatan pengajian rutin, seni baca Al-Quran dan kegiatan seni Islami BAB.III. Pelaksanaan Pembelajaran PAI berbasis Masjid Sebagai Sarana Mengembangkan Budaya Agama di Sekolah. 1. Pembudayaan Nilai-nilai agama di Sekolah. Pendidikan agama sarat dengan niai-nilai, baik nilai Ilahi maupun nilai insani. Sebagaimana rumusan tujuan PAI di sekolah yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia, yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah. Nilai-nilai sebagaimana yang terdapat pada tujuan PAI tersebut harus diinternalisasikan serta dikembangkan dalam budaya komunitas sekolah. Dalam melakukan proses pembudayaan nilai-nilai agama tersebut dituntut komitmen bersama diantara warga sekolah, terutama kepemimpinan kepala sekolah dan keteladanan guru. Strategi pembudayaan nilai-nilai agama di sekolah dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu ;

pertama, Power Strategy , yakni strategi pembudayaan agama di sekolah dengan cara menggunakan kekuasaan atau melalui peoples power , dalam hal ini peran kepala sekolah dengan segala kekuasaannya sangat dominan dalam melakukan pembudayaan yang dikembangkan melalui pendekatan perintah dan larangan atau reward and punishment dan tertuang dalam tata tertib sekolah ;

kedua, Persuasive Strategy , yang dijalankan lewat pembentukan opini dan pandangan masyarakat atau warga sekolah ; dan

ketiga, normative re-educative , yakni menanamkan dan menggantikan paradigma berfikir masyarakat sekolah yang lama dengan yang baru. Pada strategi kedua dan ketiga tersebut dikembangkan melalui pembiasaan, keteladanan, dan pendekatan persuasif atau mengajak kepada warganya dengan cara yang halus, dengan memberikan alasan dan prospek baik yang bisa meyakinkan, sebagaimana yang dikembangkan oleh peneliti dalam pembelajaran berbasis masjid adalah membiasakan siswa untuk selalu berdoa dan shalat tahiyyatal masjid setiap masuk masjid, berdoa sebelum dimulai pelajaran, melaksanakan shalat dhuha dan tadarus al-Quran,serta shalat berjamaah.

Berdasarkan data-data tentang pembudayaan nilai-nilai agama tersebut dapat dikemukakan hasil penelitian tindakan yang di laksanakan di MIN Kerang Kab.Bondowoso dan hasil koordinasi dengan guru bidang studi lain (selain PAI), bahwa nuansa penciptaan suasana beragama dan upaya pembudayaan nilai-nilai tersebut terasa sekali pada saat berlasungnya kegiatan belajar mengajar, seperti yang telah diungkapkan oleh Bpk. Julian Gerhan Frandana(guru PPKN), bahwa setiap kegiatan belajar mengajar selalu mengawalinya dengan doa bersama yang dipimpin oleh seorang siswa, lalu guru memberi salam dan beliau selalu menyisipkan dan mengaitkan pelajaran dengan nilai-nilai/norma-norma agama (akhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari, misalnya tentang bagaimana tata cara menjalin/membina pergaulan, yaitu dengan membiasakan berjabat tangan dan mengucapkan salam baik kepada teman atau guru pada saat bertemu.
7

Demikian pula hal-hal yang perlu dilakukan untuk membudayakan nilainilai agama tersebut perlu dilakukan keteladanan dari para pimpinan, guru dan komunitas sekolah. Disamping itu perlu simbol-simbol, slogan atau motto sehingga dapat memotivasi siswa dan komunitas lainnya dan akhirnya menjadi budaya sekolah. 2. Strategi Perwujudan Budaya Agama. Strategi perwujudan budaya agama yang dikembangkan di MIN Kerang Kab.Bondowoso, meliputi : 1) penciptaan suasana relegius, 2) internalisasi nilai,yang meliputi : pemberian pemahaman dan nasehat, 3) keteladanan, 4) pembiasaan, dan 5) pembudayaan. Adapun esensi dari perwujudan budaya agama tersebut dan teorinya akan diuraikan sebagai berikut : 1) Penciptaan Suasana Religius. Penciptaan Suasana religius itu mencakup beberapa hal seperti : a).berdoa bersama sebelum pembelajaran, kegiatan ini dilakukan setiap awal dan akhir pembelajaran. Dengan doa bersama tersebut diharapkan para siswa senantiasa ingat kepada Allah SWT dan dapat memperoleh ilmu yang bermanfaat serta ketenangan hati dan jiwa, b) shalat sunnah tahiyyatal masjid dan shalat dhuha, kegiatan ini dilakukan setiap jam pembelajaran agama berbasis masjid, yang bertujuan agar siswa gemar untuk melakukan shalat sunnah,

c) tadarus al-Quran, kegiatan ini dilakukan setiap akan dimulai pembelajaran mata pelajaran pendidikan agama Islam, bertujuan agar siswa lancar, terampil, terbiasa untuk membaca al-Quran dalam kehidupan sehari-hari, d) shalat dhuhur berjamaah dan shalat jumat, e) Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), kegiatan ini dilakukan pada momentmoment tertentu yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai sejarah Islam bagi siswa, dan f) pondok ramadhan. Hal ini menunjukkan bahwa pimpinan sekolah memiliki pemahaman bahwa untuk menjadi orang pandai, pintar, berguna bagi agama, nusa dan bangsa tidak semata-mata dikarenakan ketajaman akal, ketepatan metodologi

pembelajaran dan kesungguhan, tetapi juga bergantung pada kesucian hati, doa restu orang tua-guru, dan upaya ritual lainnya. Berbicara tentang penciptaan suasana religius, mengutip pendapat Muhaimin, merupakan bagian dari kehidupan religius yang tampak dan untuk mendekati pemahaman kita tentang hal tersebut. Penciptaan suasana religious merupakan upaya untuk mengkondisikan suasana sekolah dengan nilai-nilai dan perilaku keagamaan, misalnya dengan kepemimpinan, skenario penciptaan suasana religius, wahana peribadatan atau tempat ibadah dan dukungan warga masyarakat. 2) Internalisasi Nilai. Internalisasi dilakukan dengan memberikan pemahaman tentang agama kepada siswa , terutama tentang tanggung jawab manusia sebagai pemimpin yang harus arif dan bijaksana, selain itu juga mereka diharapkan memiliki pemahaman Islam yang inklusif tidak ekstrim yang menyebabkan Islam menjadi agama yang eksklusif. Selanjutnya senaniasa diberikan nasehat kepada para siswa tentang adab bertutur kata yang sopan dan bertata krama, baik terhadap orang tua, guru maupun sesama. Selain itu internalisasi tidak hanya dilakukan oleh guru Agama saja, tetapi juga sumua guru mata pelajaran, dimana mereka menginternalisasikan ajaran
9

agama dengan keilmuan yang mereka miliki, seperti guru bidang studi biologi yang mengkaitkan materi tersebut dengan ayat-ayat al-Quran yang relevan dan nilai-nilai agama lainnya. Pesan-pesan moral yang disampaikan oleh guru umum kadangkala lebih mengena kepada hati siswa, sehinga proses internalisasi akan dapat masuk ke dalam pikiran dan tindkan para siswa, karena mereka dingatkan dengan nilai-nilai agama. 3) Keteladanan. Keteladanan yang dibudayakan di MIN Kerang Kab. Bondowoso, yaitu : a) akhlakul karimah, yaitu kepala sekolah, para guru dan karyawan menunjukkan sikap dan perlaku yang santun mencerminkan akhlakuk karimah, dengan cara dan sikap menjunjung tinggi toleransi kepada sesama ; b) menghormati yang lebih tua, walaupun posisinya sebagai pegawai rendahan (tukang kebun, tukang sapu) ; dan c) memakai busana muslimah. Semua guruguru di MIN Kerang Kab.Bondowoso memakai busana muslimah. Hal ini membawa dampak positif bagi siswa,sehingga semua siswapun tidak enggan untuk menggunakan busana muslimah. Keteladan merupakan perilaku yang memberikan contoh kepada orang lain dalam hal kebaikan. Rasulullah saw sendiri diutus ke dunia tidak lain adalah untuk memberikan contoh dan teladan yang baik bagi umat manusia. Dalam mewujudkan budaya religius di sekolah menurut Muhaimin,162 dapat dilakukan melalui pendekatan keteladanan dan pendekatan persuasif atau mengajak kepada warga sekolah dengan cara yang halus, dengan memberikan alasan dan prospek baik yang bisa meyakinkan mereka. Sikap kegiatannya berupa proaksi, yakni membuat aksi atas inisiatif sendiri, jenis dan arah ditentukan sendiri, tetapi membaca munculnya aksi-aksi agar dapat ikut memberi warna dan arah pada perkembangan nilai-nilai religiusitas di sekolah. Bisa pula berupa antisipasi, yakni tindakan aktif menciptakan situasi dan kondisi ideal agar tercapai tujuan idealnya.

10

4) Pembiasaan. Budaya agama yang lakukan di MIN Kerang Kab.Bondowoso, dalam kaitannya dengan pebiasaan adalah : a) budaya saling berjabat tangan, b) member salam c) menghormati guru, d) shalat dhuha, e) shalat jamaah dhuhur, f) tadarus al-Quran, g) doa bersama. h) Shalat Dhuha. Pendekatan pembiasaan, keteladanan dan pendekatan persuasif atau mengajak kepada warga sekolah dengan cara yang halus, dengan memberikan alasan dan pospek baik yang bisa meyakinkan mereka. Sikap kegiatan berupa proaksi, yakni membuaat aksi atas inisiatif sendiri, jenis dan arah ditentukan sendiri, tetapi membaca munculnya aksi-aksi agar dapat ikut memberi warna dan arah pada perkembangan nilai-nilai religius di sekolah. Bisa pula berupa antsipasi, yakni tindakan aktif menciptakan situasi dan kondisi ideal agar tercapai tujuan idealnya. 3. Dukungan Warga Sekolah terhadap Pembelajaran PAI Berbasis Masjid sebagai Sarana Mengembangkan Budaya Agama. Sebagaimana telah diuraikan dalam paparan data dan hasil analisis data di atas menunjukkan, bahwa kemampuan manajerial guru pendidikan agama Islam (GPAI) dalam memberdayakan masjid sebagai sarana mengembangkan budaya

11

agama di MIN Kerang Kab.Bondowoso telah menunjukkan hasil yang signifikan dan berjalan sesuai dengan perencanaan. Hal ini tidak terlepas dari dukungan warga sekolah terhadap

pengembangan PAI dalam mewujudkan budaya agama di sekolah. Untuk mewujudkan budaya agama di sekolah tidak akan tercapai secara optimal bila tidak didukung oleh semua komponen sekolah seperti kepala sekolah, guru, karyawan, siswa bahkan para orang tua siswa. Mereka dalam bahasa manajemen disebut sebagai pelanggan internal pendidikan. Semua jenis pelanggan ini adalah hal penting yang harus dikenali oleh lembaga pendidikan atau kepala sekolah, agar kualitas pendidikan dapat ditingkatkan, maka diperlukan pelibatan secara opimal semua komponen tersebut. Pelibatan secara total total involvemen yaitu melibakan secara total semua komponen sekolah, baik komponen internal maupun eksternal, tujuan tidak lain agar mutu atau kualitas sekolah tersebut dapat ditingkatkan secara terus menerus. Dalam hal ini pelibatan terebut bertujuan meningkakan kualitas keagamaan warga sekolah yaitu terwujudnya budaya agama di sekolah. Dari paparan data penelitian didapat temuan penelitian terkait dengan dukungan warga sekolah terhadap pengembanan pendidikan Agama Islam bebasis masjid dalam mewujudkan budaya agama di sekolah adalah sebagai berikut : 1). Dukungan dari Pimpinan Sekolah. Di MIN Kerang Kab.Bondowoso, komitmen pimpinan sangat kuat dalam upaya untuk mewujudkan budaya agama di sekolah. Pimpinan sekolah selalu menghimbau dan memberikan pemahaman kepada semua warga sekolah untuk melakukan berbagai ragam kegiatan keagamaan yang akan berpengaruh terhadap perilaklu siswa dalam kehidupan mereka sehari-hari. Ragam kegiatan keagamaan dikembangkan antara lain budaya salam, doa bersama, shalat dhuha, tadarus dan sebagainya. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, peneliti sebagai salah satu komponen/team pengajar khususnya materi pendidikan Agama Islam (PAI) di MIN Kerang Kab.Bondowoso merasa berkewajiban untuk mendukungannya dengan melakukan suatu upaya yang efektif dan terstruktur, yaitu dengan melalui
12

pembelajaran pendidikan Agama Islam berbasis masjid. Sebab dengan cara ini peneliti merasa yakin bahwa pembudayaan agama bagi siswa dapat dimulai dan masjid adalah sebagai tempat ibadah dan sarana pendidikan Islam yang sangat kondusif untuk membiasakan diri mengamalkan ajaran agamanya, membentuk dan menanamkan norma-norma agama, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai akhlak bagi siswa. Besarnya dukungan atau komitmen pimpinan sekolah dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan structural , yaitu strategi pengembangan PAI dalam mewujudkan budaya agama di sekolah sudah menjadi komitmen dan kebijakan pimpinan sekolah seagaimana telah peneliti jelaskan di atas, sehingga lahirnya berbagai peraturan atau kebijakan yang mendukung terhadap lahirnya berbagai ragam kegiatan keagamaan dan pembelajaran agama beserta berbagai sarana dan prasarana pendukungnya termasuk dari sisi pembiayaan. Dengan demikian pendekatan ini lebih bersifat top down yakni kegiatan keagamaan yang dibuat atas prakarsa atau instruksi dari pejabat atau pimpinan sekolah. Dukungan pimpinan terhadap upaya pengembangan PAI dalam mewujudkan budaya agama di sekolah dalam bentuk pendelegasian wewenang penuh kepada guru agama untuk merencanakan, melaksanakan, monitoring ragam kegiatan dan pembelajaran agama yang dikembangkan. Model pemberian wewenang dan kepercayaan kepada guru agama sebagai penanggung jawab utama tersebut temasuk dalam kategori pendekatan mekanik yaitu strategi pengembangan PAI dalam mewujudkan budaya agama di sekolah didasari oleh pemahaman bahwa kehidupan terdiri dari atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebaai penanaman dan pengembangan sepeangkat nilai kehidupan. Yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya. Masing-masing gerak bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau atau elemen-elemen, yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu dengan yang lainnya bisa saling berkonsultasi atau tidak dapat berkonsultasi. 2). Dukungan dari Guru. Tingkat dukungan guru terhadap pengembangan pembelajaran PAI berbasis masjid dalam mewujudkan
13

budaya

agama

di

MIN

Kerang

Kab.Bondowoso pada awalnya terdapat perbedaan. Hal ini disebabkan adanya persepsi yang berbeda terhadap berbagai program pengembangan pembelajaran PAI berbasis masjid yang belum difahaminya, misalnya adanya satu anggapan bahwa MIN Kerang Kab.Bondowoso adalah sebagai lembaga pendidikan formal yang berbeda dengan lembaga pendidikan pondok pesantren atau lembaga pendidikan keagamaan non formal yang biasa melaksanakan kegiatan

pembelajaran agama di masjid, seperti majlis talim, TPQ dan sebagainya. Dan juga belum memahami tentang konsep pemebelajaran berbasis masjid yang akan diterapkan. Namun demikian, setelah diadakan pendekatan yang persuasif dan pemahaman yang intensif, yaitu dengan memberikan pemahaman dan penjelasan tentang bagaimana konsep pembelajaran PAI berbasis masjid, hal tersebut dapat diminimalisir. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembelajaran PAI yang berlangsung di kelas-kelas selama ini dilakukan oleh sekolah-sekolah

umum/kejuruan, hanya menekankan pada target materi bahan ajar yang harus diberikan kepada siswa ( transfer of knowladge) atau lebih menekankan pada aspek pengetahuan (kognitip) saja , belum menyentuh atau sedikit sekali menyentuh kepada aspek afektip dan psikomotorik. Oleh sebab itu diperlukan suatu cara bagaimana model pembelajaran yang dapat mengakomodasikan ketiga ranah tersebut, yaitu ranah kognitip, afektip dan psikomotorik. Maka model pembelajaran PAI berbasis masjid inilah sebagai alternatif pembelajaran yang dapat mengakomodasikan ketiga ranah tersebut, sebagaimana diungkapkan oleh HM. Yunan Nasution bahwa masjid sebagai lembaga pendidikan Islam (dakwah) terutama di kampus- kampus (baca sekolah-sekolah) paling tidak ada tiga sasaran implikatif yang perlu dijadikan prioritas dalam mengembangkan kualitas manusia (baca siswa), yaitu: (1) meningkatkan dasar-dasar pengetahuan mahasiswa (siswa) tentang pokokpokok ajaran Islam, sehingga mereka menyadari dan menghayati kelengkapan Islam sebagai way of life (2) melatih atau mentradisikan mahasiswa (siswa) untuk melakukan kegiatan ritual murni berdasarkan Quran dan Sunnah Nabi, sehingga mereka selalu
14

komunikatif dengan Tuhan, yang akhinya terbentuk suatu kemandirian, optimes, berdedikasi, dan sebagainya (3) mendidik mahasiswa (siswa) untuk peka dan merasa terpanggil terhadap persoalan kehidupan sosial, melaksanakan amar maruf dan nahi munkar , serta menyatu dengan kehidupan umat manusia. Adapun terhadap tataran nilai yang dianut. Perlu dirumuskan secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah, untuk selanjutnya membangun komitmen dan loyalitas bersama di antara semua warga sekolah terhadap nilai yang telah disepakati. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hicman dan Silva, bahwa terdapat tiga langkah untuk mewujudkan budaya, yaitu commitment, competence, dan consistency . Sedangkan nilai-nilai yang disepakati tersebut bersifat vertikal dan horizontal. Vertikal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan Allah ( hablum min Allah ), horizontal berwujud hubungan manusia dengan warga sekolah dan dengan sesamanya ( hablum min Annas ), dan hubungan mereka dengan alam sekitar. Sedangkan pada tataran praktek keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut diwujudakan dalam bentuk sikap dan perilaku kesahrian oleh semua warga sekolah. Proses pengembangan tersebut dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu : Pertama , sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal yang ingin dicapai pada masa mendatang di Madrasah. Kedua , penetapan action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah sistematis yang akan dilakukan oleh semua pihak di sekolah dalam mewudkan nilai-nilai agama yang telah disepakati tersebut. Ketiga , pemberian penghargaan terhadap pestasi warga sekolah, seperti guru, tenaga kependidikan dan/atau peserta didik sebagai usaha pembiasaan ( habit formation ) yang menjunjung sikap dan perilaku yang komitmen dan loyal terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang disepakati.

15

Dalam tataran simbol-simbol budaya, pengembangan yang perlu dilakukan adalah mengganti simbol-simbol budaya yang kurang sejalan dengan ajaran dan nilai-nilai agama dengan simbol-simbol budaya yang agamis. Perubahan symbol dapat dilakukan dengan mengubah berpakaian dengan prinsip menutup aurat, pemasangan hasil karya peserta didik, foto-foto dan motto yang mengandung pesan-pesan dan nilai-nilai keagamaan dan lainnya. Setelah dilakukan sosialisasi, maka mayoritas guru menyambut baik terhadap berbagai konsep dan progam pengembangan pembelajaran PAI berbasis masjid dalam usaha mewujudkan budaya agama di sekolah. Dalam hal ini guru agama memiliki peranan penting dalam mengendalikan dan memonitor setiap aktivitas keagamaan yang dikembangkan di sekolah. Masing-masing pihak diberi kepercayaan untuk menjalankan fungsinya. Dengan demikian, dalam mewujudkan budaya agama di sekolah lebih cenderung menggunakan pendekatan mekanik . 3). Dukungan dari siswa. Di MIN Kerang Kab. Bondowoso, perilaku religius siswa terlihat masih belum optimal sebagaimana yang diharapkan. Indikasi tersebut dapat terlihat pada saat diadakan iven-iven keagamaan, seperti peringatan hari-hari besar Islam (PHBI), tanggapan siswa masih kurang apresiasif. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya siswa yang mengikuti program pengembangan PAI karena terpaksa atau bahkan melarikan diri saat kegiatan berlangsung. Demikian juga dengan perilaku siswa yang masih kurang mencerminkan terhadap perilaku agamis, misalnya dalam hal menghormati guru, budaya salam, dan membiasakan shalat dhuha. Untuk mengatasi problem di atas dibutuhkan suatu strategi yang mampu menggerakkan siswa untuk melakukan berbagai program pengembangan keagamaan dengan penuh kesadaran, yaitu melalui program pembiasaan, yakni siswa dibiasakan untuk melakukan suatu amaliyah secara terstruktur dan terprogam dalam setiap pembelajaran agama Islam, sebagaiana yang telah diterapkan dalam pemebelajaran PAI berbasis masjid, yakni siswa dibiasakan untuk melaksanakan shalat sunnah tahiyatul masjid, shalat dhuha, tadarus al-Quran pada setiap kegiatan pembelajaran agama. Sehingga
16

dengan demikian siswa akan terbiasa untuk melaksanakannya, walaupun tidak pada jam pelajaran agama. Hal ini terlihat pada setiap jam istirahat atau setiap kali kesempatan banyak disaksikan siswa sedang membaca al-Quran atau shalat dhuha di masjid. Demikian pula, pembelajaran PAI berbasis masjid sangat efektif untuk menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah terhadap siswa, tentang bagaimana tata cara berpakaian yang islami, tata cara bergaul dengan teman sebaya, menghormat terhadap guru, membudayakan salam, dan sebagainya.Dalam hal ini, pimpinan sekolah dan guru dapat memberi motivasi ( motivating ), pengakuan(recognizing ) atau bahkan jika perlu imbalan materi ( rewarding). Memberi motivasi (motivating) artinya menciptakan daya dorong yang dimiliki seseorang baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik yang membuatnya mau dan rela bekerja sekuat tenaga dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada demi keberhasilan lembaga dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Dalam hal ini, kepala sekolah dan guru dapat memberikan penjelasan tentang pentingnya mengikuti berbagai kegiatan keagamaan, tata cara bergaul menurut Islam, tata cara menghormati guru, berdoa setiap dimulai pembelajaran, dan selalu senyum dan salam saat bertemu teman atau guru. Dengan demikian, akan timbul semangat dalam diri siswa untuk mengamalkan ajaran Islam dan melakukan berbagai program keagamaan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Memberi dukungan (supporting ) artinya selalu memberikan pertimbangan (consideraton), penerimaan (recievement) dan perhatian (attention) terhadap kebutuhan dan keinginan para siswa. Dalam hal ini, kepala sekolah dan guru dapat memberikan perhatian, memberikan contoh/teladan dengan menerapkan 3 S (senyum, sapa, salam), membangkitkan percaya diri siswa dan selalu bersedia membantu memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi siswa. Dengan demikian, siswa akan merasa senang mengikuti berbagai program sekolah karena selalu didukung pimpinan dan para guru. Memberi pengakuan (recognizing ) adalah perilaku memberi pujian dan memerlihatkan apresiasi kepada siswa untuk mencapai kinerja yang efektif.
17

Tujuan memberikan pengakuan ini adalah untuk memperkuat perilaku yang diinginkan serta terciptanya komitmen yang kuat terhadap keberhasilan tugas. Hal demikian dapat dilakukan antara lain dengan memberikan pujian, apresiasi dan penghargaan immaterial lainnya. Sedangkan memberikan imbalan (rewarding ) artinya pemberian manfaat yang berwujud (tangible benefits) kepada siswa atas prestasi yang diraih demikian dapat dilakukan dengan memberikan beasiswa bagi siswa yang berprestasi, memberikan alat-alat pembelajaran dan sebagainya, sehingga akan timbul semangat dalam diri siswa yang bersangkutan dan merangsang siswa lainnya untuk melakukan hal yang sama. BAB.IV Penutup Kesimpulan Model pembelajaran PAI berbasis masjid inilah sebagai alternatif pembelajaran yang dapat mengakomodasikan ketiga ranah tersebut, sebagaimana diungkapkan oleh HM. Yunan Nasution bahwa masjid sebagai lembaga pendidikan Islam (dakwah) terutama di kampus- kampus (baca sekolah-sekolah) paling tidak ada tiga sasaran implikatif yang perlu dijadikan prioritas dalam mengembangkan kualitas manusia (baca siswa), yaitu: (1) meningkatkan dasar-dasar pengetahuan mahasiswa (siswa) tentang pokokpokok ajaran Islam, sehingga mereka menyadari dan menghayati kelengkapan Islam sebagai way of life (2) melatih atau mentradisikan mahasiswa (siswa) untuk melakukan kegiatan ritual murni berdasarkan Quran dan Sunnah Nabi, sehingga mereka selalu komunikatif dengan Tuhan, yang akhinya terbentuk suatu kemandirian, optimes, berdedikasi, dan sebagainya (3) mendidik mahasiswa (siswa) untuk peka dan merasa terpanggil terhadap persoalan kehidupan sosial, melaksanakan amar maruf dan nahi munkar , serta menyatu dengan kehidupan umat manusia.

18

DAFTAR PUSTAKA 1. Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A. Nuansa Baru Pendidikan Islam, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta 2. Drs. Muhaimin, M.A. et.al. Paradigma Pendidikan Islam PT. Remaja Rosda Karya Bandung 2006 3. Prof Dr. H. Muhaimin M.A. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam PT. RajaGrafindo Persada Jakarta 2010 4. Tim Pengembangan Kurikulum Madrasah Prov Jatim, Pedoman dan

Implementasi Pengembangan KTSP Di Madrasah Ibtidaiyah Kanwil Depag Jatim 2009 5. Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, ( Bandung: Remaja; Rosda Karya, 2004), 112. 6. Hickman dan Silva (dalam Purwanto, Budaya Perusahaan), (Yogyakarta Pustaka Pelajar: 1984), 67. 7. Gerakan Memakmurkan Masjid (online) www.immajid.com

19

You might also like