You are on page 1of 7

Kegiatan Agrobisnis Al-Ittifaq Posted on Januari 4, 2008 by Deden Ahmad Faoz| 10 Komentar

Pada tahun 1997, atas keberhasilan menembus pasar supermarket, pesantren ini dijadikan sebagai Pondok Pesantren Percontohan Pengembangan Agribisnis, yang seleksi penetapannya dilakukan pada tahun 1996 oleh Tim Antar Departemen (Departemen Agama, Departemen Pertanian, Departernen Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah, Departemen Dalam Negeri, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta Induk Koperasi Pondok Pesantren) dan Pemda Tingkat I. Berkembang pesatnya kegiatan agribisnis di Pondok Pesantren Al-Ittifaq ini menyebabkan banyak perusahaan swasta dan lembaga-lembaga memberikan bantuan permodalan dan latihan manajemen.Tujuannya, untuk meningkatkan volume dan kualitas usahanya.Bantuan tersebut berdatangan sejak tahun 1993.Lembaga yang memberikan bantuan permodalan adalah PT. Telkom dan PT. Perkebunan Nasional VIII. Berbagai pelatihan dan bimbingan manajemen pun diberikan, antara lain oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jabar dan Tingkat II Kabupaten Bandung, Departemen Pertanian, Departemen Koperasi, serta beberapa instansi. Sedangkan bantuan sarana dan prasarana diberikan oleh Pemerintah Daerah Tk. I dan Tk. II, terutama Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Departemen Pertanian berupa bangunan Pusat Inkubator Agribisnis dan Departemen Koperasi, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Agama, PT. Perkebunan Nasional VIII dan juga instansi lain. Keberhasilan pesantren agribisnis Al-Ittifaq ini menjadikan pesantren ini sebagai pusat pelatihan dan tempat kuliah kerja lapangan mahasiswamahasiswa dari berbagai perguruan tinggi seperti, IPB, UNPAD, UPI, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta dan lain-lain. Sekilas Sejarah perkembangan Agrobisnis Alittifaq Tahun 1978, Fuad Affandi mulai menyewa lahan penduduk dan meminjam modal kepada salah seorang yang kaya sebagai modal bertani buncis.Tetapi karena tidak memiliki bakat dan pengetahuan, usaha ini gagal dan rugi sampai belasan juta rupiah.Namun kegagalan ini tidak membuat surut nyali Fuad Affandi untuk terus mencoba usaha agrobisnis ini.Bahkan Fuad Affandi membeli lahan seluas 400 m2.hasil pertanian ini kemudian dipasarkan ke pasar tradisional. Dalam perjalananya, model pemasaran seperti ini dirasakan sangat melelahkan dan tidak membawa keuntungan.Dari sinilah muncul ide untuk menjualnya ke supermarket.Tapi, bagaimana caranya?Kiai Fuad kemudian bergabung dengan koperasi dan pada tahun 1990 masuk menjadi anggota KUD Ciwidey. Tetapi sayang, mereka menolak memasarkan sayurmayur Pesantren Al-Ittifaq ke supermarket .Akhirnya, ia bergabung ke KUD Pasir Jambu. Koperasi inilah yang menjadi mitra Pesantren Al-Ittifaq dalam memasarkan sayuran ke Hero

Supermarket.Tetapi, selama 8 bulan Kiai Fuad mengalami kegagalan.Setiap sayur yang dikirim, Hero Supermarket selalu mengirim balik dengan alasan tidak memenuhi standar. Proses pemilihan, pengepakan, dan pengiriman sayuran, dianggap sangat tradisional hingga tidak layak dipasok ke supermarket sekelas Hero. Karena kondisi ini, Kiai Fuad akhirnya meminta pihak manajemen Hero untuk membina mereka dari dalam.Diutuslah seorang insinyur pertanian dari Hero untuk membimbing santri-santri AlIttifaq dalam memilih jenis komoditi pertanian, mengolah lahan, dan finishingpengepakan.Dari sinilah kisah sukses Pondok Pesantren Al-Ittifaq dimulai. Hingga saat ini, pesantren ini memiliki asset 14 Ha tanah, beberapa gedung bangunan, dan kemampuan untuk mandiri dalam membiayai operasional pesantren lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) per bulan. Manajemen Pengelolaan Agribisnis Yayasan Al-Ittifaq dibina oleh KH.Fuad Affandi yang merangkap sebagai Pimpinan Pondok Pesantren sekaligus Ketua Pengurus Kopontren. Keorganisasian pesantren dibagi menjadi beberapa bidang,yaitu 1. Bidang pendidikan dan sosial yang membutuhkan biaya pendidikan, termasuk beasiswa, bidang ini pula yang bertugas membantu masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan. 2. Bidang perekonomian yangbertugas menjalankan roda ekonomi pondok, bidang ini berpusat pada pondok pesantren. Posisi Ketua Umum pengurus Kopontren dipegang langsung oleh KH. Fuad Affandi. Manajer dipegang oleh Ustadz H. Asep Saifuddin, salah seorang pembina Pondok Pesantren. Unit-unit usaha untuk mendukung kelompok tani terdiri dari unit pelayanan sarana produksi, unit produksi, unit pemasaran, unit pengendalian hama dan penyakit, unit kendaraan dan unit pemanfaatan hasi. Tahun 1996, Kopontren Al-Ittifaq resmi berbadan hukum koperasi.Sejak itu, perkembangannya sangat pesat. Jumlah simpanan sukarela anggota misalnya, setiap minggu mencapai tidak kurang dari Rp. 3.500.000,(tiga juta lima ratus ribu rupiah). Sampai saat ini, terdapat 5 (lima) kelompok tani yang merupakan pendukung utama Kopontren Al-Ittifaq, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. kelompok tani Alif kelompok tani ONE kelompok tani Jampang Endah kelompok tani Tunggul Endah Kelompok tani HMS ( hasil melak sayur)

Khusus untuk kelompok tani Alif (Al-Ittifaq) yang terdiri dari guru dan santri, komoditi yang diusahakan tidak hanya komoditi sayuran, tapi juga peternakan sapi, domba, ayam hias, perikanan serta home industry garmen dan kerajinan tas. Di luar kelompok tani, usaha ekonomi lain juga dilakukan oleh santri-santri Al-Ittifaq melalui lembaga BMT ( Baitul Maal wa Tamwiil )yang meliputi usaha simpan pinjam, penjualan sembako ( sembilan bahan pokok ), dan

pelayanan jasa (SIM, STNK, pajak dan lain lain). Organisasi BMT ini dikelola oleh enam orang pengurus, dan sekarang telah memiliki asset sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) di luar asset bangunan, yang modal awalnya pada tahun 1997 hanya Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) saja.

Khusus untuk pengelolaan agribisnis dilakukan melalui beberapa tahapan yang antara satu tahapan dengan lainnya saling terkait. Tahapan-tahapan dimaksud sebagai berikut: A. Pemilihan Komoditi Komoditi yang ditanam adalah komoditi komoditi yang merupakan permintaan pasar, baik pasar tradisional maupun pasar pasar non-tradisional (supermarket atau swalayan). B. Perencanaan Untuk memenuhi permintaan pasar sesuai dengan kontrak kerja antara pondok pesantren baik melalui KUD maupun langsung dengan pengusaha, telah dilakukan perencanaan kerja dengan kelompok-kelompok tani. Perencanaan dilakukan dengan cara membagi komoditi komoditi pokok yang harus diproduksi oleh kelompok-kelompok tani Selain itu, untuk mendukung kesuburan tanah dikembangkan pula unit pembuatan kompos. C. Mengatur Pola Tanam Di setiap lahan disediakan papan pola tanam yang diisi oleh PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) dari dinas pertanian. Misalnya, untuk menanam tomat, ditetapkan minggu I (pertama) di lahan mana dan luasnya berapa. Bila ternyata masih kekurangan produk yang akan dipasok, maka tugas bagian pengadaan yang akan mencari ke petani-petani di Ciwidey, Lembang, bahkan hingga Garut. D. Pengorganisasian Santri Dalam mengelola agribisnis tersebut, para santri dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang pengelompokannya didasarkan kepada minat, tingkat pendidikan dan keterampilan khusus yang dimiliki para santri. Secara umum pembagian tugas guru dan santri sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. pengurus inti agro bisnis kesekretariatan mandor kebun pengemasan pemasaran pekerja lapangan pengadaan

Untuk mempertahankan bisnis agro ini, pesantren menerapkan strategi pemasaran bermitra usaha, baik dengan KUD, kerja sama langsung dengan supermarket dan membuat pasar-pasar potensial yang baru. Secara bertahap, setelah mendapat kepercayaan dari satu supermarket yaitu Hero, kemudian diupayakan kerja sama dengan supermarket yang lain tanpa melepaskan pangsa pasar yang sudah terjalin. Pihak pesantren juga bekerja sama dengan departemen pertanian dengan dilibatkannya tenaga PP ( petugas penyuluh lapangan ) untuk membina pengaturan pola tanam, teknologi budaya dan cocok tanam. Diluar itu, secara internal, pihak pesantren pun secara rutin mengadakan forum pertemuan antara santri dengan petani untuk membahas pola tanam dan teknologi budidaya yang biasa dilakukan setiap hari Kamis, malam Jumat, di tiap-tiap awal bulan.Kegiatan ini masih berlangsung hingga sekarang. sumber: -Potensi Ekonomi Pesantren, DEPAG -Fieldwork saya sendiri

sekilas sejarah pesantren al ittifaq, bandung Posted on Desember 20, 2007 by Deden Ahmad Faoz| 4 Komentar

Al-Ittifaq merupakan pondok pesantren yang telah berusia lanjut, yakni lebih dari 73 tahun. Atas restu Kanjeng Dalem Wiranata Kusumah, Wedana Ciwidey saat itu, pesantren ini didirikan dengan nama Pesantren Ciburial pada tanggal 16 Syawal 1302 H/ 1 Pebruari 1934 M oleh KH. Mansyur, seorang ulama di Ciwidey. Walaupun pendiriannya melalui restu pemerintahan Belanda, namun tidak sejalan dengan pandangan penjajah Belanda.Hal ini terbukti dari nasehat Kiai Mansyur agar masyarakat tidak usah menyekolahkan anaknya melainkan mengaji saja. Para santri diharamkan belajar menulis latin dan tidak diperbolehkan kenal dengan pemerintahan Belanda. Hal-hal yang berbau Belanda seperti radio, sekolah, rumah tembok, menjadi pegawai pemerintah, merupakan hal yang tabu dan larangan keras bagi masyarakat.Dari ajaran-ini kiyai mansyur dianggap kolot.Kondisi seperti itu bahkan masih terasa pengaruhnya hingga tahun 1980-an. Saat itu, ketika Kiai Fuad (cucu KH.Mansyur) bermaksud merenovasi bangunan masjid, dan bilik bambu menjadi bangunan

permanen tembok agar dapat menampung jamaah salat Jumat lebih banyak. Namun, ia ditentang keras oleh masyarakat. Berbagai tuduhan ditudingkan kepada dirinya sebagai perusak tradisi. Dalam suasana demikian, sistem pendidikan di Pesantren Ciburial hanya terbatas pada pola pendidikan tradisional yaitu model sorogan.Santri-santrinya hanyalah masyarakat sekitar Ciburial yang berjumlah antara 10 hingga 30 orang dan yang mondok hanya sepertiganya. Kepemimipinan K<span> </span>.Mansyur berlangsung sampai tahun 1953.Pada tahun tersebut, kepemimpinan diberikan kepada putranya, yaitu H. Rifai.Di bawah kepemimpinan H. Rifai, perkembangan Pesantren Ciburial tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, berjalan dalam suasana tradisional dan kolot. Menurut KH. Fuad Affandi, perkembangan<span></span>pesantren dibawah ayahnya, justru menurun. H. Rifai tergolong pendidik yang keras. Tradisi keningratan diterapkan secara ketat.Setiap orang yang bertemu di jalan, misalnya, harus membungkukkan badannya.Kondisi mi membuat jumlah santri semakin menyusut.Kondisi inii berlangsung kurang lebih 17 tahun hingga tahun 1970, sampai putranya, Fuad Affandi, menyelesaikan pelajarannya di Pondok Pesantren Lasetu, Jawa Tengah.Pada tahun 1970 inilah KH. Fuad Affandi, yang saat itu berusia 22 tahun mulai memimpin pesantren ini. Sesuai dengan jiwa mudanya, Kiai Fuad melakukan beberapa kebijakan baru.Pertama, ia memberi nama Al-Ittifaq pada pesantren yang dipimpinnya. Nama ini berarti kesepakatan atau kerjasama yang bertujuan agar semua yang ada dalam naungan pesantren dapat melakukan kerja sama yang baik, atau sama-sama bekerja dengan baik. Kedua, melakukan reorientasi terhadap prinsip-prinsip dan kebijakan pesantren selama dua periode kepemimpinan sebelumnya.Ketiga, menjadikan AI-Ittifaq sebagai pesantren khusus bagi orang orang yang tidak mampu atau yatim piatu.Keempat, merintis kegiatan-kegiatan ekonomi produktif, terutama sektor pertanian, dengan tujuan agar pesantren dapat mandiri dalam membiayai kegiatan belajarnya.Pada masa KH. Fuad, Pesantren Al-Ittifaq mengalami kemajuan yang pesat, dapat terlihat pada: 1. jumlah santri meningkat menjadi 326 orang ( 256 putra dan 70 putri ) dengan jumlah ustadz sebanyak 14 orang. 2. lahan yang diusahakan berkembang pesat, dari hanya 400 m2, kini telah menjadi 14 hektar. 3. tiga unit bangunan asrama putra dan putri. 4. perkembangan kelembagaan agrobisnis, seperti kelompok tani sebanyak 5 kelompok, koperasi pondok pesantren, balai mandiri terpadu, pusat incubator agrobisnis , dan lainlain.

Keyword : Ekonomi lokal,Kemiteraan,pertanian,Usaha kecil Subjek : Ekonomi Lokal,Pertanian Kepala Subjek : Pengembangan Masyarakat Mayoritas penduduk Indonesia berada di kawasan perdesaan dan bekerja dalam bidang pertanian.Ironisnya, sampai saat ini pemerintah kurang memberi perhatian kepada sektor pertanian dalam program pembangunan.Usaha pertanian memiliki skala usaha kecil, sehingga

sulit bagi petani untuk memiliki posisi tawar yang adil terhadap pelaku ekonomi lainnya. Kolektivitas usaha dengan kemitraan merupakan altematif untuk mencapai skala usaha ekonomis. Dengan melakukan kolektivitas usaha mereka dapat memenuhi standarisasi pasar modem, yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Studi ini melakukan penelitian mengenai dampak usaha pertanian kolektif terhadap perekonomian lokalnya dengan studi kasus Koppontren Al-Ittifaq.Usaha pertanian yang dilakukan berorientasi ekspor, sehingga dapat menjadi sektor basis bagi wilayah studi. Koppontren AI-ittifaq melakukan hubungan kemitraan dengan pelaku usaha lainnya, yaitu kelompok tani dan supermarket.Kemitraan dengan kelompok tani bersifat informal, sehingga hasilnya kurang optimal.Akibatnya, terjadi kebocoran karena ketidakmampuan kelompok tani binaan memproduksi sayuran kebutuhan Koppontren. Usaha pertanian kolektif telah memberikan kontribusi positif bagi perekonomian lokal.Hal ini didukung oleh kemampuan wilayah studi dalam menyediakan kebutuhan penduduk, sehingga rumah tangga petani dapat membelanjakan penghasilannya secara lokal.Karena beberapa produk dan jasa belum diproduksi secara lokal, maka terjadi aliran uang ke luar wilayah yang merupakan kebocoran bagi perekonomian lokal.Selain itu, usaha pertanian kolektif tersebut juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja lokal. Pengembangan kemitraan dalam usaha pertanian kolektif harus ditingkatkan, sehingga Koppontren dapat memenuhi permintaan supermarket secara lokal.Pemda dituntut untuk berperan aktif dalam pengembangan sektor pertanian, seperti dalam penyediaan sarana dan prasarana penunjang serta peraturan yang mendukung.
Deskripsi Alternatif : Mayoritas penduduk Indonesia berada di kawasan perdesaan dan bekerja dalam bidang pertanian. Ironisnya, sampai saat ini pemerintah kurang memberi perhatian kepada sektor pertanian dalam program pembangunan.Usaha pertanian memiliki skala usaha kecil, sehingga sulit bagi petani untuk memiliki posisi tawar yang adil terhadap pelaku ekonomi lainnya. Kolektivitas usaha dengan kemitraan merupakan altematif untuk mencapai skala usaha ekonomis. Dengan melakukan kolektivitas usaha mereka dapat memenuhi standarisasi pasar modem, yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Studi ini melakukan penelitian mengenai dampak usaha pertanian kolektif terhadap perekonomian lokalnya dengan studi kasus Koppontren Al-Ittifaq.Usaha pertanian yang dilakukan berorientasi ekspor, sehingga dapat menjadi sektor basis bagi wilayah studi. Koppontren AI-ittifaq melakukan hubungan kemitraan dengan pelaku usaha lainnya, yaitu kelompok tani dan supermarket.Kemitraan dengan kelompok tani bersifat informal, sehingga hasilnya kurang optimal.Akibatnya, terjadi kebocoran karena ketidakmampuan kelompok tani binaan memproduksi sayuran kebutuhan Koppontren. Usaha pertanian kolektif telah memberikan kontribusi positif bagi perekonomian lokal.Hal ini didukung oleh kemampuan wilayah studi dalam menyediakan kebutuhan penduduk, sehingga rumah tangga petani dapat membelanjakan penghasilannya secara lokal.Karena beberapa produk dan jasa belum diproduksi secara lokal, maka terjadi aliran uang ke luar wilayah yang merupakan kebocoran bagi perekonomian lokal.Selain itu, usaha pertanian kolektif tersebut juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja lokal. Pengembangan kemitraan dalam usaha pertanian kolektif harus ditingkatkan, sehingga Koppontren

dapat memenuhi permintaan supermarket secara lokal.Pemda dituntut untuk berperan aktif dalam pengembangan sektor pertanian, seperti dalam penyediaan sarana dan prasarana penunjang serta peraturan yang mendukung.

You might also like