Pengertian Kelainan dimana terdapat autoantibodi terhadap sel-sel eritrosit umur erotrosit memendek KlasiIikasi / tingkatan 1. AIHA tipe hangat; antibodi bereaksi baik pada suhu 37oC, sebagian besar kasus AIHA a. Idiopatik b. Sekunder Penyakit: CLL, linIoma, SLE Obat: methyildopa, procainamide, dicloIenac, beberapa antibiotik, obat sitostatik. 2. AIHA tipe dingin; antibodi bereaksi baik pada suhu 4oC a. Idiopatik b.Sekunder (inIeksi mycoplasma, mononucleosis, virus, keganasan limIoretikuler)
Gejala dan Tanda 1. AIHA tipe hangat a. Insidensi Teriadi pada semua umur, tetapi lebih sering pada dewasa terutama wanita. b. Patogenesis Hemolisis banyak teriadi ekstravaskular, karena banyak melibatkan aktivasi selular 2
c. Geiala anemia : teriadi perlahan dari moderate ke severe; Palor Mekanisme: antibodi pada eritrosit teriadi lisis dan di Iagositosis mengakibatkan LRBC | maka timbullah geiala anemia Fatigue Mekanisme: anemia perIusi iaringan tidak adekuat pembentukan ATP | Iatigue d. Geiala kardiovaskular Dipsnea Mekanisme: anemia kompensasi iantung untuk membawa O2 ke iaringan lebih banyak sesak I. Geiala hemolitik Ikterik Mekanisme: hemolisis (prehepatik) bilirubin indirek | ikterik Purpura Mekanisme perdarahan ekstravaskular g. Demam; teriadi pada krisis hemolitik akut h. Urin berwarna gelap karena hemoglobinuria Mekanisme: hemolisis hemoglobin dikeluarkan melalui urin i. Geiala organomegali Mekanisme: peningkatan penghancuran RBC di limpa splenomegali i. Hepatomegali Mekanisme: peningkatan penghancuran RBC di hati hepatomegali
3
2. AIHA tipe dingin a. Aglutinasi pada suhu dingin m e n g a k i b a t k a n banyak teriadi intravasular karena banyak melibatkan aktivasi komplemen Mekanisme: paianan suhu dingin sehingga antibodi menempel pada permukaan RBC teriadi aktivasi komplemen dan teriadi inisiasi hemolisis (terutama intravaskular), Mekanisme: hemolitik ekstravaskular iuga teriadi; Iagositosis di hati (paling sering) dan limpa b Hemolisis : berialan kronis c Anemia : ringan dengan Hb 9-12 g d. Akrosianosis Mekanisme: paianan suhu dingin teriadi inisiasi hemolitik mengakibatkan perIusi O2 iaringan minimal ekstrimitas biru karena iskemik e. Jaundice Mekanisme: hemolitik prehepatik mengakibatkan bil indirek | timbul kuning I. Splenomegali Mekanisme: peningkatan penghancuran RBC di limpa
Pemeriksaan Lab . AIHA tipe hangat a CBC b Anemia berat; Hb sering di bawah 7 g/dL, Mekanisme: karena hemolitik agresiI c Retikulosit meningkat; 10-30 (200-600 x 103/L), Mekanisme: hemolitik retikulositosis d Leukositosis neutroIil, Mekanisme: pada keadaan krisis hemolitik akut 4
I Kimia darah g Hemoglobinemia, Mekanisme: lisis SDM agresiI hemoglobin bebas | hemoglobinemia h Urin Hemoglobinuria, Mekanisme: lisis SDM agresiI hemoglobin bebas | hemoglobinemia hemoglobinuria i Blood smear - Microspherocytosis; area tengah RBC terlihat pucat pada pewarnaan blood Iilm, Mekanisme: rusaknya membran RBC masuknya air dan ion microsperosit i Serologi - Test Coomb direct positiI pada 98 pasien; terdeteksi antibodi(IgG) dengan atau tanpa komplemen(C3,C3d) - Autoantibodi (dari kelasIgG dan iarang dari kelas IgA) yang bereaksi dengan antigen RBC (antigen Rh) biasanya ditemukan dalam serum dan dapat dipisahkan dari sel-sel RBC. - Antibodi bebas bisa iuga ditemukan dengan tes Coombs inderik iika autoantibodi diproduksi dalam konsentrasi tinggi.
Penegakan diagnosis Mendeteksi autoantibodi pada eritrosit 1. irect Antiglobulin Test / AT (irect Coombs Test) Sel RBC dicuci dari protein-protein yang melekat dan direaksikan dengan antiserum atau anribodi monoclonal tehadap berbagai immunoglobulin dan
Iraksi komplemen, terutama IgG dan C3d. Bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau keduanya, maka akan teriadi aglutinasi. 2. Indirect Antiglobulin Test (Inderect Coombs Test) Untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada seum. Serum pasien direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar pada serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat direaksikan dengan antiglobulin sera dengan teriadinya aglutinasi.
Penatalaksanaan 1. AIHA tipe hangat a Pasien dengan hemolisis ringan, biasanya tidak membutuhkan terapi. Terapi dimulai iika teriadi hemolisis yang signiIikan. b Semua penyebab yang mendasari AIHA harus di tangani dan semua obat yang menyebabkan harus dihentikan. c Terapi transIusi untuk kondisi yang mengancam iiwa (misal Hb 3g/dL) d Kortikosteroid-terapi standard AIHA; 1-1, mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu. Bila respon baik, dosis diturunkan tiap minggu 10-20 mg/hari. Terapi rumatan dosis 30 mg/hari diberikan secara selang sehari. e Splenektomi; bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan tappering dosis selama 3 bulan. I Remisi komplit pasca splenektomi mencapai 0-70. Steroid masih sering digunakan setelah splenektomi. g Imunosupresi; Azotropin 0-200 mg/hari (80 mg/m2), sikloIosIamid 0-10 mg/hari (60 mg/m2) 6
h Terapi lain: danazol 600-800 mg/hari, IVIg 400mg/kgBB/hari selama hari, plasmaIaresis 2. AIHA tipe dingin a Menghindari udara dingin yang dapat memacu hemolisis b Jika penyebab mendasari dapat diidentiIikasi, harus ditangani. c Prednison dan splenektomi tidak banyak membantu karena hemolisis yang teriadi intravaskular d PlasmaIaresis pada kasus akut severe untuk mengurangi antibodi IgM e ImunosupresiI untuk kasus kronik; Klorambusil 2-4 mg/hari I Pada anemia simtomatik parah; transIusi konsetrat washed red cell untuk mencegah inIusi komplemen tambahan.
7
ASMA BRONKIAL
Suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan maniIestasi adanya penyempitan ialan naIas yang luas dan deraiatnya dapat berubah-ubah, baik setara spontan maupun sebagai hasil pengobatan. (3)
Bila ditelaah lebih laniut deIinisi tadi dapat diuraikan meniadi : 1. Ada peningkatan respon trakea dan bronkus. Hal ini berarti bahwa ialan naIas penderta asma mempunyai respon yang lebih hebat terhadap berbagai rangsangan dibanding dengan orang normal. 2. Serangan asma iarang sekali hanya dicetuskan oleh satu macam rangsangan, tetapi oleh berbagai rangsangan. 3. Kelainan tersebar luas pada kedua paru. 4. Deraiat serangan asma dapat berubah-ubah, misalnya obstruksi lebih berat pada malam hari dibanding dengan siang hari.
Manifestasi Klinis Geiala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya deraiat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi ialan naIas dapat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan. Geiala-geiala asma antara lain : 1. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop. 2. Batuk produktiI, sering pada malam hari. 3. Sesak naIas dada seperti tertekan. Geialanya bersiIat proksimal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari. ()
8
KlasiIikasi deraiat asma ()
Derajat asma Gejala Gejala malam Fungsi paru Intermitten mingguan
Persisten ringan mingguan
Persisten sedang harian
Persisten berat kontinu -Geiala 1x/minggu -Tanpa geiala di luar serangan -Serangan singkat -Fungsi paru asimtomatik dan normal luar serangan
-Geiala ~ 1x/minggu tapi 1x/hari -Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
-Geiala harian -Menggunakan obat setiap hari -Serangan mengganggu aktivitas dan tidur -Serangan 2x/minggu, bisa berhari-hari
-Geiala terus-menerus -Aktivitas Iisik terbatas -Sering serangan A 2 kali seminggu
~ 2 kali seminggu
~ sekali seminggu
sering VEPI atau APE K 80
VEPI atau APE K 80 normal
VEPI atau APE ~ 60 tetapi A 80 normal
VEPI atau APE 80 normal
Pemeriksaan Penunjang - Laboratorium - Spirometri - Tes provokasi bronkial - Pemeriksaan tes kulit - Pemeriksaan kadar IgE total dan spesiIik dalam serum - Pemeriksaan radiologi - Analisis gas darah - Pemeriksaan eosinoIil dalam darah dan pemeriksaan sputum. (3,4)
Diagnosis Diagnosis asma berdasarkan : 9
1. Anamnesis : riwayat perialanan penyakit, Iaktor-Iaktor yang berpengaruh terhadap asma, riwayat keluarga dan riwayat alergi, serta geiala klinis. 2. Pemeriksaan Iisik 3. Pemeriksaan laboratorium : darah (terutama eosinoIil, IgE total, IgE spesiIik), sputum (eosinoIil, spiral curshman, kristal chartot-leyden). (3,)
4. Tes Iungsi paru dengan spirometri atau peak Ilow meter untuk menentukan adanya obstruksi ialan naIas.
Penatalaksanaan : Tuiuan terapi asma yaitu : 1. Menyembuhkan dan mengendalikan geiala asma 2. Mencegah kekambuhan 3. Mengupayakan Iungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya 4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise . Menghindari eIek samping obat asma 6. Mencegah obstruksi ialan naIas yang irreversibel. (3,)
10
Yang termasuk obat anti asma (3,) : 1. Bronkodilator a. Agonis . 2 Obat ini mempunyai eIek bronkodilatasi. Terbutalin, salbutamol, dan Ienetrol memiliki lama keria 4-6 iam, sedang agonis . 2 long action bekeria lebih dari 12 iam, seperti salmeterol, Iormoterol, bambuterol, dan lain-lain. Bentuk aerosol dan inhalasi memberikan eIek bronkodilatasi yang sama dengan dosis yang iauh lebih kecil yaitu sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal. b. Metilxantin TeoIilin termasuk golongan ini. EIek bronkodilatornya berkaitan dengan konsentrasinya di dalam serum. EIek samping obat ini dapat ditekan dengan pemantauan kadar teoIilin serum dalam pengobatan iangka paniang. c. Antikolinergik Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsik dari saluran naIas.
2. Anti inIlamasi AntiinIlamasi menghambat inIlamasi ialan naIas dan mempunyai eIek supresi dan proIilaksis. a. Kortikosteroid b. Natrium kromolin (sodium cromoglycate) merupakan antiinIlamasi non steroid. Terapi awal, yaitu : 1. Oksigen 4-6 liter/menit 2. Agonis . 2 (salbutomol mg atau Ieterenol 2, mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 iam. Pemberian agonis . 2 dapat secara subkutan atau iv dengan dosis salbutamol 0,2 mg atau terbutalin 0,2 mg dalam larutan dekstrosa dan diberikan perlahan. 3. AminoIilin bolus iv -6 mg/kgBB, iika sudah menggunakan obat ini dalam 12 iam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis. 4. Kortikosteroid hidrokarbon 100-200 mg iv iika tidak ada respon segera atau pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat. Respon terhadap terapi awal baik, iika didapatkan keadaan berikut : 1. Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan. 11
2. Pemeriksaan Iisik normla 3. Arus puncak ekspirasi (APE) ~ 70 4. Jika respon tidak ada atau tidak baik terhadap terapi awal maka pasien sebaiknya dirawat di Rumah Sakit.
Pengobatan Asma iangka paniang berdasarkan berat penyakit ()
Derajat asma Obat pengontrol Obat pelega Asma persisten Tidak perlu - Bronkodilator aksi singkat yaitu inhalasi agonis . 2
- Intensitas pengobatan tergantung berat eksaserbasi - Inhalasi agonis . 2 atau kromolin dipakai sebelum aktivitas atau paianan alergen. Asma persisten ringan - Inhalasi kortikosteroid 200- 00 3g/kromolin/nedokromil/atau teoIilin lepas lambat. - Bila perlu ditingkatkan sampai 800 3g atau ditambahkan bronkodilator aksi lama terutama untuk mengontrol asma malam dapat diberikan agonis . 2 aksi lama inhalasi atau oral teoIilin lepas lambat. - Inhalasi agonis . 2 aksi singkat bila perlu dan melebihi 3-4 x sehari
Asma persisten sedang - Inhalasi kortikosteroid 800- 2000 3g. - Bronkodilator aksi lama terutama untuk mengontrol asma malam, berupa agonis . 2 aksi lama inhalasi atau oral teoIilin lepas lambat. - Inhalasi agonis . 2 aksi singkat bila perlu dan tidak melebihi 3-4 x sehari
Asma persisten berat - Inhalasi kortikosteroid 800- 2000 3g atau lebih. - Bronkodilator aksi lama, berupa agonis . 2 inhalasi atau oral teoIilin lepas lambat. - Kortikosteroid oral iangka paniang -
12
Lupus Eritematosus Sistemik 1. Definisi Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun, menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh. Perialanan penyakitnya bersiIat episodic (berulang) yang diselingi periode sembuh. Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai iaringan dan organ yang berbeda. Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari iumlah dan ienis antibodi yang muncul dan organ yang terkena. Perialanan penyakit LES sulit diduga dan sering berakhir dengan kematian. 2. Faktor pencetus Kontak dengan sinar matahari InIeksi bakteri atau virus Konsumsi obat ( gol sulIa) Trauma Iisik atau psikis 3. Gejala klinik 1. geiala umum : demam, malaise, kelemahan, naIsu makan turun, berat badan turun 2. geiala muskuloskeletal : - artritis atau atralgia paling sering - sendi interIalangel proximal lutut, lutut, pergelangan tangan 3. geiala mukokutan - ruam kulit : butterIly rush (eritema pada hidung dan kedua pipi) 13
4. Diagnosis a. Kriteria diagnosis SLE menurut ARA (American Rheumatism Association): * b. Eritema malar (butterIly rash) c. Ruam diskoid ( bercak eritematosa yang meninggi dengan sisik keratin yang melekat) d. Fotosensitivitas e. Ulserasi mukokutaneus oral atau nasal I. Artritis non erosiI g. NeIritis **(proteinuria ~0, g/ 24 iam dan sel silinder Hb granular, tubular) h. EnseIalopati ** i. Pleuritis atau perikarditis i. Sitopenia k. Imunoserologi** (Antibodi antidouble stranded DNA, Antibodi antinuklear Sm) 14
l. Antibodi antinuklear (ANA) Empat dari 11 kriteria positiI menuniukkan 96 sensitivitas dan 96 spesiIisitas; Salah satu butir pernyataan cukup. Diagnosis banding harus memikirkan kemungkinan inIeksi, keganasan, paparan toksin dan penyakit multisistem lainnya. 5. Penatalaksanaan Tuiuan pengobatan LES adalah mengontrol maniIestasi penyakit, sehingga anak dapat memiliki kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah kerusakan organ serius yang dapat menyebabkan kematian. Adapun obat-obatan yang dibutuhkan seperti: a. AntiinIlamasi non-steroid Untuk pengobatan simptomatik artralgia nyeri sendi). b. Antimalaria Diberikan untuk lupus diskoid. Pemakaian iangka paniang memerlukan evaluasi retina setiap 6 bulan. c. Kortikosteroid Dosis rendah, untuk mengatasi geiala klinis seperti demam, dermatitis, eIusi pleura. Diberikan selama 4 minggu minimal sebelum dilakukan penyapihan. Dosis tinggi, untuk mengatasi krisis lupus, geiala neIritis, SSP, dan anemi hemolitik. d. Obat imunosupresan/sitostatika Imunosupresan diberikan pada SLE dengan keterlibatan SSP, neIritis diIus dan membranosa, anemia hemolitik akut, dan kasus yang resisten terhadap pemberian kortikosteroid. e. Obat antihipertensi 1
Atasi hipertensi pada neIritis lupus dengan agresiI I. Kalsium Semua pasien LES yang mengalami artritis serta mendapat terapi prednison berisiko untuk mengalami osteopenia, karenanya memerlukan suplementasi kalsium. 6. Diet Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional. harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterprooI sunblock) setiap 2 iam. Lampu Iluorescence iuga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien LES.
16
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit inIeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue yang secara klinis ditandai dengan adanya maniIestasi perdarahan. virus Dengue termasuk Famili Flaviviridae,dengan genusnya adalah Ilavivirus. InIeksi virus dengue mengakibatkan maniIestasi klinis yang bervariasi mulai dari asimptomatik, penyakit ringan mild undifferentiated febrile illness, demam dengue (dengue fever. claasical dengue), demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic fever HF) dan demam berdarah dengue yang disertai reniatan (dengue shock svndrome $$).
Kriteria diagnosis Diagnosis DHF berdasarkan WHO 1997 ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya biIasik. 2. Terdapat minimal satu dari maniIestasi perdarahan berikut : a. Uii bendung positiI b. Petekie, ekimosis, atau purpura c. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan dari tempat lain. d. Hematemesis atau melena 3. Trombositopenia (iumlah trombosit 100.000/ul) 4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut : a. Peningkatan hematokrit ~20 dibandingkan standar sesuai dengan umur dan ienis kelamin. b. Penurunan hematokrit ~20 setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. c. Tanda kebocoran plasma seperti : eIusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
17
Derajat DHF Untuk menentukan tatalaksana yang adekuat, maka pasien DD/DBD perlu diklasiIikasikan menurut deraiat penyakitnya. Dengan demikian dapat direncanakan apakah seorang pasien dapat berobat ialan, perlu observasi di rumah sakit. Deraiat beratnya DHF secara klinis dibagi sebagai berikut : Deraiat I : Demam disertai geiala tidak khas dan satu-satunya maniIestasi perdarahan ialah uii torniquet positiI. Deraiat II : Deraiat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain. Deraiat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita tampak gelisah. Deraiat IV : Reniatan besar dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.
Tabel 1 KlasiIikasi Deraiat Penyakit InIeksi Virus Dengue
Deraiat
Geiala
Laboratorium
Demam disertai 2 atau lebih tanda : sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia Leukopenia Trombositopenia, tidak ditemukkan bukti kebocoran plasma I Geiala diatas ditambah uii bendung positiI Trombositopenia (100.000/?), bukti ada kebocoran plasma II Geiala diatas ditambah perdarahan spontan Trombositopenia (100.000/?), bukti ada kebocoran plasma III Geiala diatas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah) Trombositopenia (100.000/?), bukti ada kebocoran plasma IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur Trombositopenia (100.000/?), bukti ada kebocoran plasma 18
Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit ManiIestasi klinis inIeksi virus dengue dapat bersiIat asimtomatis, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau syndrom syok dengue (SSD). Pada umumnya pasien mengalami Isae demam selama 2-7 hari Yng diikuti oleh Iase kritis selama 2-3 hari pada waktu Iase ini pasien sudah tidak demam akan tetapi mempunyai resiko untuk teriadi reniatan iika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat. Pemeriksaan laboratorium Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue ( Cell culture ) atau deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RTPCR ( Reverse Transcriptase Polvmerase Chain Reaction ). Namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang menditeksi adanya antibodi spesiIik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG. Parameter laboratories yang dapat diperiksa antara lain : - Leukosit - Trombosit - Hematokrit - Hemostasis - Protein atau albumin - SGOT / SGPT - Ureum, Kreatin - Elektrolit - Golongan darah dan cross match - Imuno serologi : 19
IgM : terditeksi mulai hari ke 3- meningkat sampai minggu ke 3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG : pada inIeksi primer, IgG mulai terditeksi pada hari ke 14, pada inIeksi sekunder IgG mulai terditeksi hari ke 2
PENDEKATAN KLINIS DHF ManiIestasi klinis inIeksi virus dengue dapat bersiIat asimptomatik atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau syndrome syok dengue (SSD). Masa inkubasi dengue antara 3-1 hari, rata-rata -8 hari. Pada DD terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai sakit kepala, nyeri yang hebat pada otot dan tulang, mual, kadang muntah dan batuk ringan. 3 Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada supraorbital atau retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila tendon dan otot perut ditekan. Pada mata ditemukan pembengkakan, inieksi koniungtiva, lakrimasi, dan IotoIobia. Otot-otot sekitar mata terasa gatal. Eksantem dapat muncul pada awal demam yang terlihat ielas di muka dan dada, berlangsung beberapa iam lalu akan muncul kembali pada hari ke 3-6 berupa bercak petekie di lengan dan kaki lalu ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal. Ruam berkurang dan cepat menghilang. Bekasnya-bekasnya terkadang gatal. Pada pasien DHF dapat teriadi geiala perdarahan pada hari ke-3 atau ke- berupa petekie, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai dengan beratnya penyakit.
PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan DD atau DBD tanpa penyulit adalah : 1. Tirah baring. 2. Makanan lunak dan bila belum naIsu makan diberi minum 1,-2 liter dalam 24 iam (susu, air dengan gula atau sirop) atau air tawar ditambah garam. 20
3. Medikamentosa yang bersiIat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberi kompres, antipiretik golongan asetaminoIen, eukinin atau dipiron dan iangan diberikan asetosal karena bahaya perdarahan. 4. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan teriadinya inIeksi sekunder. Pada pasien dengan tanda reniatan dilakukan : 1. Pemasangan inIus dan dipertahankan selama 12-48 iam setelah reniatan diatasi. 2. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap iam, serta Hb dan Ht tiap 4-6 iam pada hari pertama selaniutnya tiap 24 iam. Pada pasien DSS diberi cairan intravena yang diberikan diguyur, seperti NaCl, ringer laktat yang dipertahankan selama 12-48 iam setelah reniatan teratasi. Bila tak tampak perbaikan dapat diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran atau preparat hemasel seiumlah 1-29 ml/kg berat badan dan dipertahankan selama 12-48 iam setelah reniatan teratasi. Bila pada pemeriksaan didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi transIusi darah.
21
Demam tiIoid DeeIinisi : Demam thypoid ( enteric Iever ) adalah penyakit inIeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan geiala demam, geiala demam meningkat secara perlahan lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Pathogenesis Masuknya kuman salmonella typhi dan salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dilambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selaniutnya berkembang biak. PatoIisiologi demam tiIoid
ManiIestasi klinik Pada minggu pertama geiala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan geiala serupa dengan penyakit inIeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk, dan epistaksis. geiala demam meningkat secara perlahan lahan dan terutama pada sore hingga 22
malam hari. Pada minggu ke dua geiala-geiala meniadi lebih ielas berupa bradikardi relative dan demam, lidah kotordan uiung liudah merah serta tremor, hepatomegali, splenomegali, meteorismus,gangguan mental berupa somnolen, stupor, kkoma, delirium atau psikosis. Penegakan diagnosis Criteria mayor 1. Panas lebih dari 7 hari 2. Gangguan gastrointestinal - Konstipasi ( salmonella typi) - Obstipasi (salmonella paratyphi) 3. Hepatosplenomegali 4. Bradikardi relative . Idah kotor, tepi hiperemis, tremor Komplikasi demam tiIoid 1. Komplikasi intestinal - Perdarahan usus - PerIorasi usus, ileus paralitik - Pancreatitis 2. Komplikasi intestinal - Komplikasi kardiovaskuler: gagal sirkulasi periIer, miokarditis, - Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, thrombosis - Komplikasi paru: pneumonia, empiema, pleuritis - Komplikasi hepato bilier: hepatitis, kolesistitis 23
- Komplikasi ginial: glunerulo neIritis, pyeloneIritis - Komplikasi tulang: osteomyelitis, srtritis, spondilitis - Komplikasi neuropsikiatrik/tiIoid toxik Pemeriksaan laboratorium 1. Pemeriksaan darah rutin 2. Uii widal 3. Kultur darah 4. Biakan tinia Tata laksana demam tiIoid 1. Istirahat dan perawatan Dengsn tuiuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan 2. Diet dan terapi penuniang (simtomatik dan suportiI) Dengan tuiuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan secara optimal 3. Pemberian antimikroba KloramIenicol, merupakan obat pilihan utama. TiamIenicol Cotrimoksazol Ampisiin dan amoksilin SeIalosporin generasi ketiga Golongan Iluorokuinolon Kombinasi antimikroba (diberiakn pada keadaan yang gawat) Kortikosteroid diberikan pada demam tiIoid yang toksik dan mengalami syok 24
HIPER OSMOLAR NON KETOTIK (HONK).
PENGERTIAN DM HONK adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan iperglikemia, hiperosmalar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis. Keadaan inni bisa disertai dengan penurunan kesadaran. ETIOLOGI Penurunan sekresi insulin PATOFISIOLOGI Sel beta pancreas gagal atau terhambat oleh beberapa keaadan stress yang menyebabkan sekresi insulin meniadi tidak adekuat. Pada keadaan stress tersebut teriadi peningkatan hormon gluikagon sehingga pembentukan glukosa akan meningkat dan menghambat pemakaian glukosa periIer yang akhirnya menimbulkan hiperglikemia. Selaniutnya teriadi diuresis osmotic yang menyebabakan cairan dan elektrolit tubuh berkurang, perIusi ginial menurun dan sebagai akibatnya sekresi hormon lebih meningkat lahi dan timbul hiperosmolar tidak teriadi ketoasidosis atau ketoasidosis. Terdapat beberapa patogenesis. TANDA DAN GEJALA Secara klinis sulit dibedakan dengan ketoasidosis diabetik terutama bila hasil laboratorium berupa kadar gula darah, keton dan keseimbangan asam basa belum ada hasilnya. Dapat digunakan beberapa pegangan : a. Sering ditemukan pada laniut usia lebih dari 60 tahun, semakin muda semakin iarang. Belum pernah ditemukan pada anak-anak. 2
b. Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat diabetes mellitus atau diabetes tanpa pengobatan insulin c. Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 8 pasien mengidap penyakit giinial atau kardiovaskular, pernah ditemukan pada penyakit akromegali, tirotoksikosis dan penyakit Cushing d. Sering disebabkan oleh obat-obatan a.l : tiazid, steroid, klorpromazin, hidralazin, dilantin, simetidin dan haloperidol. (neuroleptik) e. Mempunyai Iaktor pencetus misalnya inIeksi, penyakit kardiovaskular, aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatitis, koma hepatic dan operasi. I. Dari anamnesis keluarga biasanya datang ke rumah sakit dengan keluhan poliuri, pilodipsi, penurunan berat badan, penurunan kesadaran. g. Kesadaran apatis sampai dengan koma h. Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor menurun disertai tanda kelainan neurologis, hipotensi postural, bibir dan lidah kering i. Tidak ada bau aseton yang tercium dari pernIasan . Tidak ada pernaIasan Kussmaul (cepat dan dalam) PEMERIKSAAN PENUNJANG -Kadar glukosa darah ~600 mg -Osmolaritas serum 30 mOsm/kg dan positiI lemah -Pemeriksaan aseton negatiI -Hipernatremia -Hiperkalemia -Azotemia 26
-BUN : Kreatinin rasio 30 : 1 (normal 10 : 1) Bikarbonat serum ~ 17,4 mEq/L Bila pemeriksaan osmolaritas serum belum bisa dilakukan maka dapat dipergunakan Iormula : 2 ( Na K ) urea** glukosa mg * 6 18 Glukosa 1 mmol 18 mg Urea diperhitungkan bila ada kelainan Iungsi ginial PENATALAKSANAAN 1. Rehidrasi NaCl ; bisa diberikan cairan isotonic atau hipotonik normal, diguyur 1000 ml/iam sampai keadaan cairan intravaskular dan perIusi iaringan mulai membaik, baru diperhitungkan kekurangannya dan diberikan dalam 12-48 iam. Pemberiancairan isotonic harus mendapat pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan iantung, penyakit ginial atau hipernatremia. Glukosa diberikan pada waktu kadar glukosa darah sekitar 200-20 mg 2.Insulin Pada pasien dengan HONK sensitive terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanIaat. Karena itu penatalaksanaan pengobatan dapat menggunakan skema mirip protocol ketoasidosis diabetik 3. Kalium Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat Iungsi ginial membaik, 27
perhitungan kalium harus segera diberikan 4. Hindari inIeksi sekunder Hati- hati dengan pemasangan inIus, kateter dll PROGNOSIS Biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pada pasien ini bukan disebabkan oleh sindom hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh penyakit yang mendasar atau menyertainya.
28
Ketoasidosis Diabetik (KAD)
A. Definisi Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh deIisiensi insulin absolut atau relatiI.
B. Patofisiologi Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang teriadi karena kelainan sekresi insulin, keria insulin maupun kedua-duanya. Diabetes Melitus dapat menyebabkan beberapa komplikasi meliputi komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut meliputi hipoglikemik iatrogenik, Ketoasidosis Diabetik dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketosis. Ketoasidosis Diabetik adalah suatu keadaan deIisiensi absolut atau relatiI dan peningkatan hormon kontra regulator yaitu glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan, hal tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Adapun geiala dan tanda klinis KAD dapat dikelompokkan meniadi 2 bagian yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis.
29
Mekanisme Ketoasidosis Diabetik Walaupun sel tubuh tidak menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam iumlah banyak sehingga teriadi hiperglikemia. Kombinasi deIisiensi insulin dan peningkatan aktivasi hormon kontra regulator terutama epinephrine, mengaktivasi hormon lipase sensitive pada iaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat sehingga teriadi peningkatan produksi keton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan asidosis metabolik. Insulin adalah hormon yang menginduksi transport glukosa ke dalam sel, memberi sinyal untuk proses perubahan glukosa meniadi glikogen, menghambat lipolisis pada sel lemak (menekan pembentukan asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong proses oksidasi akan dihasilkan ATP yang merupakan sumber energi utama. Resistensi insulin iuga berperan dalam memperberat keadaan deIisiensi insulin relatiI. Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, menyebabkan peningkatan asam lemak bebas, hiperglikemik, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa dapat mengganggu sensitivitas insulin. Pada KAD teriadi deIisiensi insulin absolut atau relatiI terhadap hormon kontra regulasi yang berlebihan (glukagon, epinephrin, kortisol dan hormon 30
pertumbuhan). DeIisiensi insulin dapat disebabkan oleh resistensi insulin atau suplai insulin endogen atau eksogen yang berkurang. DeIisiensi aktivitas insulin tersebut menyebabkan 3 proses patoIisiologi yang nyata pada 3 organ yaitu sel lemak, hati dan otot. Perubahan yang teriadi terutama melibatkan metabolisme lemak dan karbohidrat.
C. Gejala Klinis Sesuai dengan patoIisiologinya maka pada pasien KAD diiumpai pernaIasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai deraiat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau keton dalam naIas tidak terlalu mudah tercium. Gambaran klinis KAD berupa keluhan poliuri, polidipsi seringkali mendahului KAD serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam atau inIeksi. Dapat pula diiumpai nyeri perut yang menoniol dan hal itu berhubungan dengan gastroparesis dilatasi lambung. Deraiat kesadaran pasien dapat diiumpai mulai dari compos mentis, delirium atau depresi sampai dengan koma.
D. Diagnosis Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan Iisik yang cepat dan teliti dengan terutama memperhatikan patensi ialan naIas, status mental, status ginial, kardiovaskular dan status hidrasi. Pemeriksaan laboraturium yang paling penting dan mudah untuk segera adalah glucose sticks dan urine strips untuk melihat secara kualitatiI iumlah glukosa, keton, nitrat dan leukosit dalam urin.
31
E. Klasifikasi KAD Tabel klasiIikasi Ketoasidosis Diabetik adalah sebagai berikut: No Variabel Derajat KAD Ringan Sedang Berat 1. Kadar Glukosa Plasma (mg/ dL) > 250 > 250 > 250 2. Kadar pH arteri 7.25-7.30 7.00-7.24 < 7.00 3. Kadar Bikarbonat Serum (mEq/ L) 15-18 10 - 14 < 10 4. Keton pada urine atau serum + + + 5. Osmolaritas Serum Efektif (mOsm/ kg) Bervariasi Bervariasi Bervariasi 6. Anion Gap > 10 > 12 > 12 7. Kesadaran Sadar Sadar. Drowsy Stupor. Koma
F. Terapi Prinsip pengelolaan KAD adalah sebagai berikut: 1. Penggantian cairan dan garam yang hilang 2. Penekanan lipolisis lemak dan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin 3. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD 4. Pengembalian keadaan Iisiologi normal, pemantauan dan penyesuaian obat. Dehidrasi diatasi dengan pemberian larutan garam Iisiologis. Berdasarkan perkiraan hilangnya KAD mencapai 200 ml per kg berat badan maka pada iam pertama diberikan 1-2 liter dan iam kedua diberikan 1 liter. Bila konsentrasi glukosa 200 mg maka perlu diberikan larutan glukosa (dekstrosa atau 10). Terapi insulin dimulai setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang memadai. Pemberian insulin akan menurunkan konsentrasi hormon glukagon sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak, pelepasan asam amino dari iaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh iaringan. Tuiuan pemberian insulin bukan hanya untuk mencapai glukosa normal tetapi untuk mengatasi keadaan ketonemia. Oleh karena bila konsentrasi glukosa 200 mg, insulin diteruskan dan untuk mencegah hipoglikemia diberikan cairan glukosa. 32
Awal KAD akan menyebabkan hiperkalemia, hal ini dikoreksi dengan bikarbonat. Sedangkan pada saat terapi KAD akan menyebabkan hipokalemia karena ion K bergerak keluar sel dan selaniutnya dikeluarkan melalui urin, untuk mengatasinya dapat diberikan kalium.
G. Komplikasi Beberapa komplikasi yang mungkin teriadi selama pengobatan KAD adalah edema paru, hipertrigliseridemia, inIark miokardium akut dan komplikasi iatrogenic berupa hipoglikemia, hiperkloremia, edema otak dan hipokalsemia.
33
SIROSIS HEPATIS DeIinisi : Suatu keadaan disorganisassi yang diIuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratiI yang dikelilingi iaringan mengalami Iibrosis. sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan meniadi tidak teratur dan teriadi penambahan iaringan ikat (Iibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
Faktor resiko Hepatitis C Alkoholik, Hep. C Kronik Kegemukan PatoIisiologi : perlukaan kronis pada hati
Hepatosit yang hidup di ganti dengan iaringan ikat
Akibatnya : - Hipertensi portal ( Peningkatan resistensi aliran darah melalui hati ) - Hepatoseluler Iailure ( gangguan sintesis, gangguan metab, gangguan Iungsi ekskresi )
Etiologi : Sering ( 80 ) Hepatitis C, Obesitas, alkohol Jarang ( 20 ) Hep. B, Kronik, sirosis billier primer, hemokromatosis, deIisiensi u anti Tripsin, Penyakit Wilson
34
Dasar dx/ (Min ) : Gangguan Faal hati / hepatoseluler a. Gangguan sekresi : Sklera ikterik, ikterus b. Gangguan metabolisme : hiperglikemia, enseIalopati, hipoalbumin, udem tungkai c. Gangguan hormon : Ginekomastia, spider nevi, atroIi testis d. Gangguan detoksiIikasi : palmar eritem Gangguan Hipertensi portal a. Varices esoIagus b. Splenomegali c. Kolateral dinding perut, caput medusa d. hemorrhoid interna e. Acites
RPD RPS RPK Hepatitis B Kondisi umum : naIsu makan turun, perut membesar, mual, mencret / konstipasi, BB turun, malaise, cepat lelah
Gangguan Hepatoseluler - Sklera ikterik - Muka seperti lumpur - alopesia pectoralis - Edema - Spider nevi - Ikterus - Ginekomastia - Asitses Hepatitis Hepatitis C Alkohol Obesitas 3
- AtroIi testis - Kelainan darah - Palmar eritema Hipertensi portal - Varises esoIagus : Hematemesis dan Melena ( tanda anemia ) - Venektasi - Asites - Hemorrhoid Interna - Splenomegali - Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni) - AV Shut Clobbing Finger
- perut membesar merupakan maniIestasi dari hipertensi portal yang menyebabkan vasodilatasi splanknik dan periIer. - naIsu makan menurun - badan lemas dan cepat lelah - mata kuning karena adanya peningkatan bilirubin. Pemeriksaan penunjang - Terdapatnya Hb yang menurun berarti merupakan suatu anemia yang disebabkan oleh adanya hipersplenisme dengan trombositopenia. - Pemeriksaan hemostatik penting untuk menentukan adanya diatesis hemorragik. - Kadar albumin yang rendah merupakan cerminan dari kemampuan sel hati yang menurun/terganggu. - Rasio SGOT terhadap SGPT dapat membantu diagnosis yaitu : Bila rasio SGOT terhadap SGPT lebih dari 2:1 merupakan karakteristik dari penyakit hati alkoholik. Pada hepatitis virus, rasio kurang dari 1: 0 maka menuniukkkan perkembangan ke arah sirosis hepatis. - Peninggian kadar billirubin direct maupun indirect pada pasien ini menuniukkan adanya gangguan dari proses dari pemecahan hemoglobin yang meningkat. - USG Untuk mengetahui pembesaran dari hati ataupun limpa dan adanya asites.
Terapi a. Non Iarmakologis - Bed rest - diet tinggi protein ( 1gr/kg/hr) - diet tinggi kalori ( 2000 kalori) - diet rendah garam ( 200-00 mg / hari)
37
b. Farmakologis - IVFD D - diuretik, - suplemen - Hepasil - antagonis aldosteron
Prognosis Sesuai dengan klasiIikasi Child-Pugh : Parameter Klinis 1 2 3 Serum albumin (gr/dl) Serum bilirubin (mg/dl) Ascites
Neurologis Nutrisi ~ 3, 2,0 (-)
(-) Baik 2,8-3, 2,0-3,0 sedikit/terkontrol dengan diuretik ringan/sedang sedang 2,8 ~ 3,0 sedang/berat
berat ielek
Stadium A : -6 , Stadium B : 7-9, Stadium C : 10-1
38
Sindrom koronr InIarksi Miokardial (Myocardial inIarction - MI) akut, termasuk ST-segment elevation MI (STEMI) dan non segment elevation MI (NSTEMI), dan angina tidak stabil kini dikenal sebagai bagian dari kelompok penyakit klinis yang disebut sindrom koroner akut (Acute coronary syndrome-ACS), Ruptur (robekan) atau erosi plak-substansi tidak stabil dan kaya lipid, memulai hampir semua sindrom ini. Penyebab : - Aterosklerosis - Embolus Faktor-Iaktor Resiko : - Diabetes - Kenaikan kadar homosistein, protein C-reaktiI dan Iibrinogen - Konsumsi alkohol yang berlebihan - Riwayat adanya penyakit iantung dalam keluarga - Makanan berlemak tinggi dan berkabohidrat tinggi - Hiperlipoproteinemia - Hipertensi - Obesitas - Status postmenopausal - Banyak duduk dan tidak bergerak - Rokok - Stres Tanda Dan Geiala : 39
1. Angina Tanda dan geialanya meliputi : - Rasa terbakar, teremas dan sesak yang menyakitkan di dada substernal atau prekordial yang bisa memancar kelengan kiri atau tulang belikat, leher dan rahang. - Rasa nyeri setelah mengerahkan usaha Iisik, meluapkan kegembiraan emosional, terpapar dingin atau makan dalam iumlah besar. 2. MI (myocardial inIarction) Tanda dan geialanya meliputi : - Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa penuh yang sangat terasa dan menetap ditengah dada dan berlangsung selama beberapa menit (biasanya lebih dari 1 menit) - Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan atau rahang atau nyeri di punggung diantara tulang belikat - Pening dan kemudian pingsan - Berkeringat - Mual - Sesak napas - Keresahan atau Iirasat terhadap malapetaka yang akan datang. Uii Diagnostik : - ElektrokardiograIi (EKG) membantu menentukan area iantung dan arteri koroner mana yang terlibat - Rangkaian kadar enzim kardiak dan protein bisa menuniukkan kenaikan khas pada CK- MB, protein troponin T dan I, dan mioglobin 40
- Penguiian laboratoris bisa memperlihatkan iumlah sel darah putih yang meningkat dan tingkat sedimentasi eritrosit berubah dalam tingkat elektrolit yang naik - EkokardiograIi bisa menuniukkan keabnormalan pergerakan dinding ventrikular dan bisa mendeteksi ruptur otot papiler atau septal - EkokardiograIi transesoIageal bisa memperlihatkan area berkurangnya pergerakan dinding otot iantung yang mengindikasikan iskemia - Sinar X dada bisa menuniukkan gagal iantung sisi kiri, kardiomegali atau penyebab non kardiak lain terhadap dispnea dan nyeri di dada - Scan (pemindaian) citra nuklir yang menggunakan thallium 201 atau technetium 99m bisa digunakan untuk mengidentiIikasi area inIarksi dan area sel otot yang aktiI. - Kateterisasi kardiak bisa digunakan untuk mengetahui arteri koroner yang terlibat, serta memberikan inIormasi mengenai Iungsi ventrikular dan tekanan dan volume didalam iantung. Penanganan : - Oksigen suplemental digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen ke iantung - Nitrogliserin diberikan untuk meringankan nyeri di dada - MorIin diberikan untuk meringankan nyeri - Aspirin digunakan untuk menghambat agregasi keping darah - Makanan rendah kolesterol, rendah natrium, rendah lemak, dan berserat tinggi harus diberikan Bagi penderita angina tidak stabil dan NSTEMI, penangananya meliputi : - Perintang Beta-adrenergik untuk mengurangi beban iantung yang berlebihan dan kebutuhan oksigen 41
- Heparin dan inhibitor glikoprotein IIb/IIIa untuk meminimalkan agregasi keping darah dan bahaya oklusi koroner pada pasien beresiko tinggi - Nitrogliserin I.V untuk mendilasi arteri koroner dan meringankan nyeri dada - Bedah angioplasti koroner transluminal perkutaneus untuk lesi obstruktiI - Antilipemik untuk menurunkan kenaikan tingkat kolesterol serum atau trigliserida Bagi penderita STEMI, penangananya meliputi : - Terapi trombolitik (kecuali iika ada kontra indikasi) dalam waktu 12 iam setelah serangan geiala untuk mengembalikan kepatenan dan meminimalkan nekrosis - Heparin I.V.untuk meningkatkan kepatenan di arteri koroner yang diserang - Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa untuk meminimalkan agregasi keping darah - Inhibitor enzim pengkonversi-angiotensin untuk menurunkan aIterload dan preload dan mencegah pembentukan kembali (dimulai 6 iam setelah adanya admisi atau iika kondisi pasien stabil) - PTCA, penempatan stent atau bedah CABG untuk membuka arteri yang mengalami rintangan atau menyempit.