You are on page 1of 41

1

AUTO IMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA


Pengertian
Kelainan dimana terdapat autoantibodi terhadap sel-sel eritrosit umur erotrosit
memendek
KlasiIikasi / tingkatan
1. AIHA tipe hangat; antibodi bereaksi baik pada suhu 37oC, sebagian besar
kasus AIHA
a. Idiopatik
b. Sekunder
Penyakit: CLL, linIoma, SLE
Obat: methyildopa, procainamide, dicloIenac, beberapa antibiotik,
obat sitostatik.
2. AIHA tipe dingin; antibodi bereaksi baik pada suhu 4oC
a. Idiopatik
b.Sekunder (inIeksi mycoplasma, mononucleosis, virus, keganasan
limIoretikuler)

Gejala dan Tanda
1. AIHA tipe hangat
a. Insidensi
Teriadi pada semua umur, tetapi lebih sering pada dewasa terutama wanita.
b. Patogenesis
Hemolisis banyak teriadi ekstravaskular, karena banyak melibatkan aktivasi
selular
2

c. Geiala anemia : teriadi perlahan dari moderate ke severe;
Palor
Mekanisme: antibodi pada eritrosit teriadi lisis dan di Iagositosis
mengakibatkan LRBC | maka timbullah geiala anemia
Fatigue
Mekanisme: anemia perIusi iaringan tidak adekuat pembentukan ATP |
Iatigue
d. Geiala kardiovaskular
Dipsnea
Mekanisme: anemia kompensasi iantung untuk membawa O2 ke iaringan
lebih banyak sesak
I. Geiala hemolitik
Ikterik
Mekanisme: hemolisis (prehepatik) bilirubin indirek | ikterik
Purpura
Mekanisme perdarahan ekstravaskular
g. Demam; teriadi pada krisis hemolitik akut
h. Urin berwarna gelap karena hemoglobinuria
Mekanisme: hemolisis hemoglobin dikeluarkan melalui urin
i. Geiala organomegali
Mekanisme: peningkatan penghancuran RBC di limpa splenomegali
i. Hepatomegali
Mekanisme: peningkatan penghancuran RBC di hati hepatomegali

3

2. AIHA tipe dingin
a. Aglutinasi pada suhu dingin m e n g a k i b a t k a n banyak teriadi
intravasular karena banyak melibatkan aktivasi komplemen Mekanisme:
paianan suhu dingin sehingga antibodi menempel pada permukaan RBC
teriadi aktivasi komplemen dan teriadi inisiasi hemolisis (terutama
intravaskular), Mekanisme: hemolitik ekstravaskular iuga teriadi; Iagositosis
di hati (paling sering) dan limpa
b Hemolisis : berialan kronis
c Anemia : ringan dengan Hb 9-12 g
d. Akrosianosis Mekanisme: paianan suhu dingin teriadi inisiasi hemolitik
mengakibatkan perIusi O2 iaringan minimal ekstrimitas biru karena
iskemik
e. Jaundice Mekanisme: hemolitik prehepatik mengakibatkan bil indirek |
timbul kuning
I. Splenomegali Mekanisme: peningkatan penghancuran RBC di limpa

Pemeriksaan Lab
. AIHA tipe hangat
a CBC
b Anemia berat; Hb sering di bawah 7 g/dL, Mekanisme: karena hemolitik
agresiI
c Retikulosit meningkat; 10-30 (200-600 x 103/L), Mekanisme: hemolitik
retikulositosis
d Leukositosis neutroIil, Mekanisme: pada keadaan krisis hemolitik akut
4

I Kimia darah
g Hemoglobinemia, Mekanisme: lisis SDM agresiI hemoglobin bebas |
hemoglobinemia
h Urin
Hemoglobinuria, Mekanisme: lisis SDM agresiI hemoglobin bebas |
hemoglobinemia hemoglobinuria
i Blood smear
- Microspherocytosis; area tengah RBC terlihat pucat pada pewarnaan blood
Iilm, Mekanisme: rusaknya membran RBC masuknya air dan ion
microsperosit
i Serologi
- Test Coomb direct positiI pada 98 pasien; terdeteksi antibodi(IgG) dengan
atau tanpa komplemen(C3,C3d)
- Autoantibodi (dari kelasIgG dan iarang dari kelas IgA) yang bereaksi dengan
antigen RBC (antigen Rh) biasanya ditemukan dalam serum dan dapat
dipisahkan dari sel-sel RBC.
- Antibodi bebas bisa iuga ditemukan dengan tes Coombs inderik iika
autoantibodi diproduksi dalam konsentrasi tinggi.

Penegakan diagnosis
Mendeteksi autoantibodi pada eritrosit
1. irect Antiglobulin Test / AT (irect Coombs Test)
Sel RBC dicuci dari protein-protein yang melekat dan direaksikan dengan
antiserum atau anribodi monoclonal tehadap berbagai immunoglobulin dan


Iraksi komplemen, terutama IgG dan C3d. Bila pada permukaan sel terdapat
salah satu atau keduanya, maka akan teriadi aglutinasi.
2. Indirect Antiglobulin Test (Inderect Coombs Test)
Untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada seum. Serum pasien
direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar pada serum
akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat direaksikan dengan antiglobulin
sera dengan teriadinya aglutinasi.

Penatalaksanaan
1. AIHA tipe hangat
a Pasien dengan hemolisis ringan, biasanya tidak membutuhkan terapi.
Terapi dimulai iika teriadi hemolisis yang signiIikan.
b Semua penyebab yang mendasari AIHA harus di tangani dan semua obat
yang menyebabkan harus dihentikan.
c Terapi transIusi untuk kondisi yang mengancam iiwa (misal Hb 3g/dL)
d Kortikosteroid-terapi standard AIHA; 1-1, mg/kgBB/hari selama 2-3
minggu. Bila respon baik, dosis diturunkan tiap minggu 10-20 mg/hari.
Terapi rumatan dosis 30 mg/hari diberikan secara selang sehari.
e Splenektomi; bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan
tappering dosis selama 3 bulan.
I Remisi komplit pasca splenektomi mencapai 0-70. Steroid masih sering
digunakan setelah splenektomi.
g Imunosupresi; Azotropin 0-200 mg/hari (80 mg/m2), sikloIosIamid 0-10
mg/hari (60 mg/m2)
6

h Terapi lain: danazol 600-800 mg/hari, IVIg 400mg/kgBB/hari selama hari,
plasmaIaresis
2. AIHA tipe dingin
a Menghindari udara dingin yang dapat memacu hemolisis
b Jika penyebab mendasari dapat diidentiIikasi, harus ditangani.
c Prednison dan splenektomi tidak banyak membantu karena hemolisis yang
teriadi intravaskular
d PlasmaIaresis pada kasus akut severe untuk mengurangi antibodi IgM
e ImunosupresiI untuk kasus kronik; Klorambusil 2-4 mg/hari
I Pada anemia simtomatik parah; transIusi konsetrat washed red cell untuk
mencegah inIusi komplemen tambahan.













7

ASMA BRONKIAL

Suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan maniIestasi adanya penyempitan ialan naIas yang luas dan
deraiatnya dapat berubah-ubah, baik setara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
(3)

Bila ditelaah lebih laniut deIinisi tadi dapat diuraikan meniadi :
1. Ada peningkatan respon trakea dan bronkus. Hal ini berarti bahwa ialan naIas
penderta asma mempunyai respon yang lebih hebat terhadap berbagai rangsangan
dibanding dengan orang normal.
2. Serangan asma iarang sekali hanya dicetuskan oleh satu macam rangsangan, tetapi
oleh berbagai rangsangan.
3. Kelainan tersebar luas pada kedua paru.
4. Deraiat serangan asma dapat berubah-ubah, misalnya obstruksi lebih berat pada
malam hari dibanding dengan siang hari.

Manifestasi Klinis
Geiala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya deraiat hiperaktivitas
bronkus. Obstruksi ialan naIas dapat reversibel secara spontan maupun dengan
pengobatan. Geiala-geiala asma antara lain :
1. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.
2. Batuk produktiI, sering pada malam hari.
3. Sesak naIas dada seperti tertekan.
Geialanya bersiIat proksimal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada
malam hari.
()


8

KlasiIikasi deraiat asma
()

Derajat asma Gejala Gejala
malam
Fungsi paru
Intermitten
mingguan






Persisten ringan
mingguan




Persisten sedang
harian






Persisten berat
kontinu
-Geiala 1x/minggu
-Tanpa geiala di luar
serangan
-Serangan singkat
-Fungsi paru
asimtomatik dan
normal luar serangan

-Geiala ~ 1x/minggu
tapi 1x/hari
-Serangan dapat
mengganggu aktivitas
dan tidur

-Geiala harian
-Menggunakan obat
setiap hari
-Serangan
mengganggu aktivitas
dan tidur
-Serangan 2x/minggu,
bisa berhari-hari

-Geiala terus-menerus
-Aktivitas Iisik terbatas
-Sering serangan
A 2 kali
seminggu






~ 2 kali
seminggu




~ sekali
seminggu






sering
VEPI atau APE K
80







VEPI atau APE K
80 normal




VEPI atau APE ~
60 tetapi A 80
normal






VEPI atau APE
80 normal

Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
- Spirometri
- Tes provokasi bronkial
- Pemeriksaan tes kulit
- Pemeriksaan kadar IgE total dan spesiIik dalam serum
- Pemeriksaan radiologi
- Analisis gas darah
- Pemeriksaan eosinoIil dalam darah dan pemeriksaan sputum.
(3,4)


Diagnosis
Diagnosis asma berdasarkan :
9

1. Anamnesis : riwayat perialanan penyakit, Iaktor-Iaktor yang berpengaruh terhadap
asma, riwayat keluarga dan riwayat alergi, serta geiala klinis.
2. Pemeriksaan Iisik
3. Pemeriksaan laboratorium : darah (terutama eosinoIil, IgE total, IgE spesiIik), sputum
(eosinoIil, spiral curshman, kristal chartot-leyden).
(3,)

4. Tes Iungsi paru dengan spirometri atau peak Ilow meter untuk menentukan adanya
obstruksi ialan naIas.

Diagnosis Banding
1. Bronkhitis kronik
2. EmIisema paru

Komplikasi Asma
1. Pneumothoraks
2. Pneumomediastinum dan emIisema subkutis
3. Atelektasis
4. Aspergilosis bronkopulmonar alergik
. Gagal naIas
6. Bronkitis
7. Fraktur iga.
(3,)


Penatalaksanaan :
Tuiuan terapi asma yaitu :
1. Menyembuhkan dan mengendalikan geiala asma
2. Mencegah kekambuhan
3. Mengupayakan Iungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya
4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise
. Menghindari eIek samping obat asma
6. Mencegah obstruksi ialan naIas yang irreversibel.
(3,)



10


Yang termasuk obat anti asma
(3,)
:
1. Bronkodilator
a. Agonis .
2
Obat ini mempunyai eIek bronkodilatasi. Terbutalin, salbutamol, dan
Ienetrol memiliki lama keria 4-6 iam, sedang agonis .
2
long action bekeria lebih
dari 12 iam, seperti salmeterol, Iormoterol, bambuterol, dan lain-lain. Bentuk
aerosol dan inhalasi memberikan eIek bronkodilatasi yang sama dengan dosis
yang iauh lebih kecil yaitu sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.
b. Metilxantin
TeoIilin termasuk golongan ini. EIek bronkodilatornya berkaitan
dengan konsentrasinya di dalam serum. EIek samping obat ini dapat ditekan
dengan pemantauan kadar teoIilin serum dalam pengobatan iangka paniang.
c. Antikolinergik
Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsik dari saluran naIas.

2. Anti inIlamasi
AntiinIlamasi menghambat inIlamasi ialan naIas dan mempunyai eIek supresi dan
proIilaksis.
a. Kortikosteroid
b. Natrium kromolin (sodium cromoglycate) merupakan antiinIlamasi non steroid.
Terapi awal, yaitu :
1. Oksigen 4-6 liter/menit
2. Agonis .
2
(salbutomol mg atau Ieterenol 2, mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi
nebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 iam. Pemberian
agonis .
2
dapat secara subkutan atau iv dengan dosis salbutamol 0,2 mg atau
terbutalin 0,2 mg dalam larutan dekstrosa dan diberikan perlahan.
3. AminoIilin bolus iv -6 mg/kgBB, iika sudah menggunakan obat ini dalam 12 iam
sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid hidrokarbon 100-200 mg iv iika tidak ada respon segera atau pasien
sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
Respon terhadap terapi awal baik, iika didapatkan keadaan berikut :
1. Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan.
11

2. Pemeriksaan Iisik normla
3. Arus puncak ekspirasi (APE) ~ 70
4. Jika respon tidak ada atau tidak baik terhadap terapi awal maka pasien sebaiknya
dirawat di Rumah Sakit.

Pengobatan Asma iangka paniang berdasarkan berat penyakit
()

Derajat asma Obat pengontrol Obat pelega
Asma persisten Tidak perlu - Bronkodilator aksi singkat
yaitu inhalasi agonis .
2

- Intensitas pengobatan
tergantung berat eksaserbasi
- Inhalasi agonis .
2
atau
kromolin dipakai sebelum
aktivitas atau paianan
alergen.
Asma persisten
ringan
- Inhalasi kortikosteroid 200-
00
3g/kromolin/nedokromil/atau
teoIilin lepas lambat.
- Bila perlu ditingkatkan sampai
800 3g atau ditambahkan
bronkodilator aksi lama
terutama untuk mengontrol
asma malam dapat diberikan
agonis .
2
aksi lama inhalasi
atau oral teoIilin lepas lambat.
- Inhalasi agonis .
2
aksi
singkat bila perlu dan
melebihi 3-4 x sehari

Asma persisten
sedang
- Inhalasi kortikosteroid 800-
2000 3g.
- Bronkodilator aksi lama
terutama untuk mengontrol
asma malam, berupa agonis .
2
aksi lama inhalasi atau oral
teoIilin lepas lambat.
- Inhalasi agonis .
2
aksi
singkat bila perlu dan tidak
melebihi 3-4 x sehari

Asma persisten
berat
- Inhalasi kortikosteroid 800-
2000 3g atau lebih.
- Bronkodilator aksi lama,
berupa agonis .
2
inhalasi atau
oral teoIilin lepas lambat.
- Kortikosteroid oral iangka
paniang
-




12

Lupus Eritematosus Sistemik
1. Definisi
Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai
dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan
disregulasi sistem imun, menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh.
Perialanan penyakitnya bersiIat episodic (berulang) yang diselingi periode sembuh.
Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai iaringan dan organ yang berbeda.
Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang
menimbulkan kecacatan, tergantung dari iumlah dan ienis antibodi yang muncul dan
organ yang terkena. Perialanan penyakit LES sulit diduga dan sering berakhir dengan
kematian.
2. Faktor pencetus
Kontak dengan sinar matahari
InIeksi bakteri atau virus
Konsumsi obat ( gol sulIa)
Trauma Iisik atau psikis
3. Gejala klinik
1. geiala umum : demam, malaise, kelemahan, naIsu makan turun, berat badan turun
2. geiala muskuloskeletal :
- artritis atau atralgia paling sering
- sendi interIalangel proximal lutut, lutut, pergelangan tangan
3. geiala mukokutan
- ruam kulit : butterIly rush (eritema pada hidung dan kedua pipi)
13

- lesi discoid : eritema, hiperkeratosis
- alopesia, ulserasi selaput lendir, atroIi tulang palatum durum
4. ginial : proteinuri, hematuri
. kardiovaskuler : perikarditis, endokarditis
6. pulmo : eIusi paru unilateral
7. GIT : nyeri abdomen, diare
8. hepatosplenemegali
9. saraI tepi : neuropati periIer
10.SSP : psikosis organik, keiang

4. Diagnosis
a. Kriteria diagnosis SLE menurut ARA (American Rheumatism Association): *
b. Eritema malar (butterIly rash)
c. Ruam diskoid ( bercak eritematosa yang meninggi dengan sisik keratin yang
melekat)
d. Fotosensitivitas
e. Ulserasi mukokutaneus oral atau nasal
I. Artritis non erosiI
g. NeIritis **(proteinuria ~0, g/ 24 iam dan sel silinder Hb granular, tubular)
h. EnseIalopati **
i. Pleuritis atau perikarditis
i. Sitopenia
k. Imunoserologi** (Antibodi antidouble stranded DNA, Antibodi antinuklear Sm)
14

l. Antibodi antinuklear (ANA)
Empat dari 11 kriteria positiI menuniukkan 96 sensitivitas dan 96 spesiIisitas;
Salah satu butir pernyataan cukup. Diagnosis banding harus memikirkan
kemungkinan inIeksi, keganasan, paparan toksin dan penyakit multisistem lainnya.
5. Penatalaksanaan
Tuiuan pengobatan LES adalah mengontrol maniIestasi penyakit, sehingga anak dapat
memiliki kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah
kerusakan organ serius yang dapat menyebabkan kematian. Adapun obat-obatan yang
dibutuhkan seperti:
a. AntiinIlamasi non-steroid
Untuk pengobatan simptomatik artralgia nyeri sendi).
b. Antimalaria
Diberikan untuk lupus diskoid. Pemakaian iangka paniang memerlukan evaluasi
retina setiap 6 bulan.
c. Kortikosteroid
Dosis rendah, untuk mengatasi geiala klinis seperti demam, dermatitis, eIusi pleura.
Diberikan selama 4 minggu minimal sebelum dilakukan penyapihan.
Dosis tinggi, untuk mengatasi krisis lupus, geiala neIritis, SSP, dan anemi hemolitik.
d. Obat imunosupresan/sitostatika
Imunosupresan diberikan pada SLE dengan keterlibatan SSP, neIritis diIus dan
membranosa, anemia hemolitik akut, dan kasus yang resisten terhadap pemberian
kortikosteroid.
e. Obat antihipertensi
1

Atasi hipertensi pada neIritis lupus dengan agresiI
I. Kalsium
Semua pasien LES yang mengalami artritis serta mendapat terapi prednison berisiko
untuk mengalami osteopenia, karenanya memerlukan suplementasi kalsium.
6. Diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien
memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang
mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan
berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterprooI
sunblock) setiap 2 iam. Lampu Iluorescence iuga dapat meningkatkan timbulnya lesi
kulit pada pasien LES.











16

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit inIeksi akut yang disebabkan
oleh virus dengue yang secara klinis ditandai dengan adanya maniIestasi perdarahan.
virus Dengue termasuk Famili Flaviviridae,dengan genusnya adalah Ilavivirus. InIeksi
virus dengue mengakibatkan maniIestasi klinis yang bervariasi mulai dari asimptomatik,
penyakit ringan mild undifferentiated febrile illness, demam dengue (dengue fever.
claasical dengue), demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic fever HF) dan
demam berdarah dengue yang disertai reniatan (dengue shock svndrome $$).

Kriteria diagnosis
Diagnosis DHF berdasarkan WHO 1997 ditegakkan bila semua hal dibawah ini
dipenuhi:

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya biIasik.
2. Terdapat minimal satu dari maniIestasi perdarahan berikut :
a. Uii bendung positiI
b. Petekie, ekimosis, atau purpura
c. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan
dari tempat lain.
d. Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (iumlah trombosit 100.000/ul)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut :
a. Peningkatan hematokrit ~20 dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
ienis kelamin.
b. Penurunan hematokrit ~20 setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
c. Tanda kebocoran plasma seperti : eIusi pleura, asites atau hipoproteinemia.



17

Derajat DHF
Untuk menentukan tatalaksana yang adekuat, maka pasien DD/DBD perlu
diklasiIikasikan menurut deraiat penyakitnya. Dengan demikian dapat direncanakan
apakah seorang pasien dapat berobat ialan, perlu observasi di rumah sakit. Deraiat
beratnya DHF secara klinis dibagi sebagai berikut :
Deraiat I : Demam disertai geiala tidak khas dan satu-satunya maniIestasi
perdarahan
ialah uii torniquet positiI.
Deraiat II : Deraiat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan
lain.
Deraiat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai
kulit yang dingin, lembab dan penderita tampak gelisah.
Deraiat IV : Reniatan besar dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan
darah yang tidak dapat diukur.

Tabel 1 KlasiIikasi Deraiat Penyakit InIeksi Virus Dengue


Deraiat

Geiala

Laboratorium


Demam disertai 2 atau lebih tanda :
sakit kepala, nyeri retro-orbital,
mialgia, atralgia
Leukopenia Trombositopenia, tidak
ditemukkan bukti kebocoran plasma
I
Geiala diatas ditambah uii bendung
positiI
Trombositopenia (100.000/?), bukti
ada kebocoran plasma
II
Geiala diatas ditambah perdarahan
spontan
Trombositopenia (100.000/?), bukti
ada kebocoran plasma
III
Geiala diatas ditambah kegagalan
sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta
gelisah)
Trombositopenia (100.000/?), bukti
ada kebocoran plasma
IV
Syok berat disertai dengan tekanan
darah dan nadi tidak terukur
Trombositopenia (100.000/?), bukti
ada kebocoran plasma
18

Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit
ManiIestasi klinis inIeksi virus dengue dapat bersiIat asimtomatis, atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau syndrom syok
dengue (SSD). Pada umumnya pasien mengalami Isae demam selama 2-7 hari Yng
diikuti oleh Iase kritis selama 2-3 hari pada waktu Iase ini pasien sudah tidak demam
akan tetapi mempunyai resiko untuk teriadi reniatan iika tidak mendapat pengobatan
tidak adekuat.
Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue ( Cell culture ) atau deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RTPCR ( Reverse Transcriptase
Polvmerase Chain Reaction ). Namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes
serologis yang menditeksi adanya antibodi spesiIik terhadap dengue berupa antibodi
total, IgM maupun IgG.
Parameter laboratories yang dapat diperiksa antara lain :
- Leukosit
- Trombosit
- Hematokrit
- Hemostasis
- Protein atau albumin
- SGOT / SGPT
- Ureum, Kreatin
- Elektrolit
- Golongan darah dan cross match
- Imuno serologi :
19

IgM : terditeksi mulai hari ke 3- meningkat sampai minggu ke 3,
menghilang setelah 60-90 hari.
IgG : pada inIeksi primer, IgG mulai terditeksi pada hari ke 14, pada
inIeksi sekunder IgG mulai terditeksi hari ke 2

PENDEKATAN KLINIS DHF
ManiIestasi klinis inIeksi virus dengue dapat bersiIat asimptomatik atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau
syndrome syok dengue (SSD). Masa inkubasi dengue antara 3-1 hari, rata-rata -8
hari. Pada DD terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai sakit kepala, nyeri
yang hebat pada otot dan tulang, mual, kadang muntah dan batuk ringan.
3
Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada supraorbital atau
retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila tendon dan otot perut
ditekan. Pada mata ditemukan pembengkakan, inieksi koniungtiva, lakrimasi, dan
IotoIobia. Otot-otot sekitar mata terasa gatal. Eksantem dapat muncul pada awal
demam yang terlihat ielas di muka dan dada, berlangsung beberapa iam lalu akan
muncul kembali pada hari ke 3-6 berupa bercak petekie di lengan dan kaki lalu ke
seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal. Ruam berkurang dan cepat
menghilang. Bekasnya-bekasnya terkadang gatal. Pada pasien DHF dapat teriadi
geiala perdarahan pada hari ke-3 atau ke- berupa petekie, purpura, ekimosis,
hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati umumnya membesar dan terdapat nyeri
tekan yang tidak sesuai dengan beratnya penyakit.


PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan DD atau DBD tanpa penyulit adalah :
1. Tirah baring.
2. Makanan lunak dan bila belum naIsu makan diberi minum 1,-2 liter dalam 24
iam (susu, air dengan gula atau sirop) atau air tawar ditambah garam.
20

3. Medikamentosa yang bersiIat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberi
kompres, antipiretik golongan asetaminoIen, eukinin atau dipiron dan iangan
diberikan asetosal karena bahaya perdarahan.
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan teriadinya inIeksi sekunder.
Pada pasien dengan tanda reniatan dilakukan :
1. Pemasangan inIus dan dipertahankan selama 12-48 iam setelah reniatan diatasi.
2. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap iam,
serta Hb dan Ht tiap 4-6 iam pada hari pertama selaniutnya tiap 24 iam.
Pada pasien DSS diberi cairan intravena yang diberikan diguyur, seperti
NaCl, ringer laktat yang dipertahankan selama 12-48 iam setelah reniatan teratasi.
Bila tak tampak perbaikan dapat diberikan plasma atau plasma ekspander atau
dekstran atau preparat hemasel seiumlah 1-29 ml/kg berat badan dan
dipertahankan selama 12-48 iam setelah reniatan teratasi. Bila pada pemeriksaan
didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi transIusi darah.













21

Demam tiIoid
DeeIinisi : Demam thypoid ( enteric Iever ) adalah penyakit inIeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan geiala demam, geiala demam meningkat secara
perlahan lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
Pathogenesis
Masuknya kuman salmonella typhi dan salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dilambung,
sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selaniutnya berkembang biak.
PatoIisiologi demam tiIoid

ManiIestasi klinik
Pada minggu pertama geiala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan geiala serupa
dengan penyakit inIeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri
otot, anoreksia, mual,muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk, dan
epistaksis. geiala demam meningkat secara perlahan lahan dan terutama pada sore hingga
22

malam hari. Pada minggu ke dua geiala-geiala meniadi lebih ielas berupa bradikardi
relative dan demam, lidah kotordan uiung liudah merah serta tremor, hepatomegali,
splenomegali, meteorismus,gangguan mental berupa somnolen, stupor, kkoma, delirium
atau psikosis.
Penegakan diagnosis
Criteria mayor
1. Panas lebih dari 7 hari
2. Gangguan gastrointestinal
- Konstipasi ( salmonella typi)
- Obstipasi (salmonella paratyphi)
3. Hepatosplenomegali
4. Bradikardi relative
. Idah kotor, tepi hiperemis, tremor
Komplikasi demam tiIoid
1. Komplikasi intestinal
- Perdarahan usus
- PerIorasi usus, ileus paralitik
- Pancreatitis
2. Komplikasi intestinal
- Komplikasi kardiovaskuler: gagal sirkulasi periIer, miokarditis,
- Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, thrombosis
- Komplikasi paru: pneumonia, empiema, pleuritis
- Komplikasi hepato bilier: hepatitis, kolesistitis
23

- Komplikasi ginial: glunerulo neIritis, pyeloneIritis
- Komplikasi tulang: osteomyelitis, srtritis, spondilitis
- Komplikasi neuropsikiatrik/tiIoid toxik
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah rutin
2. Uii widal
3. Kultur darah
4. Biakan tinia
Tata laksana demam tiIoid
1. Istirahat dan perawatan
Dengsn tuiuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan
2. Diet dan terapi penuniang (simtomatik dan suportiI)
Dengan tuiuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan secara optimal
3. Pemberian antimikroba
KloramIenicol, merupakan obat pilihan utama.
TiamIenicol
Cotrimoksazol
Ampisiin dan amoksilin
SeIalosporin generasi ketiga
Golongan Iluorokuinolon
Kombinasi antimikroba (diberiakn pada keadaan yang gawat)
Kortikosteroid diberikan pada demam tiIoid yang toksik dan mengalami
syok
24

HIPER OSMOLAR NON KETOTIK (HONK).

PENGERTIAN
DM HONK adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan iperglikemia,
hiperosmalar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis. Keadaan inni bisa disertai dengan
penurunan kesadaran.
ETIOLOGI
Penurunan sekresi insulin
PATOFISIOLOGI
Sel beta pancreas gagal atau terhambat oleh beberapa keaadan stress yang menyebabkan
sekresi insulin meniadi tidak adekuat. Pada keadaan stress tersebut teriadi peningkatan
hormon gluikagon sehingga pembentukan glukosa akan meningkat dan menghambat
pemakaian glukosa periIer yang akhirnya menimbulkan hiperglikemia. Selaniutnya
teriadi diuresis osmotic yang menyebabakan cairan dan elektrolit tubuh berkurang,
perIusi ginial menurun dan sebagai akibatnya sekresi hormon lebih meningkat lahi dan
timbul hiperosmolar tidak teriadi ketoasidosis atau ketoasidosis. Terdapat beberapa
patogenesis.
TANDA DAN GEJALA
Secara klinis sulit dibedakan dengan ketoasidosis diabetik terutama bila hasil
laboratorium berupa kadar gula darah, keton dan keseimbangan asam basa belum ada
hasilnya. Dapat digunakan beberapa pegangan :
a. Sering ditemukan pada laniut usia lebih dari 60 tahun, semakin muda semakin iarang.
Belum pernah ditemukan pada anak-anak.
2

b. Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat diabetes mellitus atau diabetes tanpa
pengobatan insulin
c. Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 8 pasien mengidap penyakit giinial atau
kardiovaskular, pernah ditemukan pada penyakit akromegali, tirotoksikosis dan penyakit
Cushing
d. Sering disebabkan oleh obat-obatan a.l : tiazid, steroid, klorpromazin, hidralazin,
dilantin, simetidin dan haloperidol. (neuroleptik)
e. Mempunyai Iaktor pencetus misalnya inIeksi, penyakit kardiovaskular, aritmia,
perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatitis, koma hepatic dan operasi.
I. Dari anamnesis keluarga biasanya datang ke rumah sakit dengan keluhan poliuri,
pilodipsi, penurunan berat badan, penurunan kesadaran.
g. Kesadaran apatis sampai dengan koma
h. Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor menurun disertai tanda kelainan neurologis,
hipotensi postural, bibir dan lidah kering
i. Tidak ada bau aseton yang tercium dari pernIasan
. Tidak ada pernaIasan Kussmaul (cepat dan dalam)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
-Kadar glukosa darah ~600 mg
-Osmolaritas serum 30 mOsm/kg dan positiI lemah
-Pemeriksaan aseton negatiI
-Hipernatremia
-Hiperkalemia
-Azotemia
26

-BUN : Kreatinin rasio 30 : 1 (normal 10 : 1)
Bikarbonat serum ~ 17,4 mEq/L
Bila pemeriksaan osmolaritas serum belum bisa dilakukan maka dapat dipergunakan
Iormula :
2 ( Na K ) urea** glukosa mg *
6 18
Glukosa 1 mmol 18 mg
Urea diperhitungkan bila ada kelainan Iungsi ginial
PENATALAKSANAAN
1. Rehidrasi
NaCl ; bisa diberikan cairan isotonic atau hipotonik normal, diguyur 1000 ml/iam
sampai keadaan cairan intravaskular dan perIusi iaringan mulai membaik, baru
diperhitungkan kekurangannya dan diberikan dalam 12-48 iam. Pemberiancairan isotonic
harus mendapat pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan iantung, penyakit ginial
atau hipernatremia.
Glukosa diberikan pada waktu kadar glukosa darah sekitar 200-20 mg
2.Insulin
Pada pasien dengan HONK sensitive terhadap insulin dan diketahui pula bahwa
pengobatan dengan insulin dosis rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanIaat.
Karena itu penatalaksanaan pengobatan dapat menggunakan skema mirip protocol
ketoasidosis diabetik
3. Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat Iungsi ginial membaik,
27

perhitungan kalium harus segera diberikan
4. Hindari inIeksi sekunder
Hati- hati dengan pemasangan inIus, kateter dll
PROGNOSIS
Biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pada pasien ini bukan disebabkan oleh
sindom hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh penyakit yang mendasar atau menyertainya.

















28

Ketoasidosis Diabetik (KAD)

A. Definisi
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan
metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama
disebabkan oleh deIisiensi insulin absolut atau relatiI.

B. Patofisiologi
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang teriadi karena kelainan sekresi insulin, keria
insulin maupun kedua-duanya.
Diabetes Melitus dapat menyebabkan beberapa komplikasi meliputi
komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut meliputi hipoglikemik iatrogenik,
Ketoasidosis Diabetik dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketosis.
Ketoasidosis Diabetik adalah suatu keadaan deIisiensi absolut atau relatiI
dan peningkatan hormon kontra regulator yaitu glukagon, katekolamin, kortisol
dan hormon pertumbuhan, hal tersebut menyebabkan produksi glukosa hati
meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir
hiperglikemia. Adapun geiala dan tanda klinis KAD dapat dikelompokkan
meniadi 2 bagian yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis.



29


Mekanisme Ketoasidosis Diabetik
Walaupun sel tubuh tidak menggunakan glukosa, sistem homeostasis
tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam iumlah banyak sehingga
teriadi hiperglikemia. Kombinasi deIisiensi insulin dan peningkatan aktivasi hormon
kontra regulator terutama epinephrine, mengaktivasi hormon lipase sensitive pada
iaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat sehingga teriadi peningkatan produksi
keton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton
oleh sel hati dapat menyebabkan asidosis metabolik. Insulin adalah hormon yang
menginduksi transport glukosa ke dalam sel, memberi sinyal untuk proses perubahan
glukosa meniadi glikogen, menghambat lipolisis pada sel lemak (menekan
pembentukan asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta
mendorong proses oksidasi akan dihasilkan ATP yang merupakan sumber energi
utama.
Resistensi insulin iuga berperan dalam memperberat keadaan deIisiensi
insulin relatiI. Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, menyebabkan
peningkatan asam lemak bebas, hiperglikemik, gangguan keseimbangan elektrolit
dan asam basa dapat mengganggu sensitivitas insulin.
Pada KAD teriadi deIisiensi insulin absolut atau relatiI terhadap hormon
kontra regulasi yang berlebihan (glukagon, epinephrin, kortisol dan hormon
30

pertumbuhan). DeIisiensi insulin dapat disebabkan oleh resistensi insulin atau suplai
insulin endogen atau eksogen yang berkurang. DeIisiensi aktivitas insulin tersebut
menyebabkan 3 proses patoIisiologi yang nyata pada 3 organ yaitu sel lemak, hati
dan otot. Perubahan yang teriadi terutama melibatkan metabolisme lemak dan
karbohidrat.

C. Gejala Klinis
Sesuai dengan patoIisiologinya maka pada pasien KAD diiumpai
pernaIasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai deraiat dehidrasi (turgor kulit
berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok.
Bau keton dalam naIas tidak terlalu mudah tercium.
Gambaran klinis KAD berupa keluhan poliuri, polidipsi seringkali
mendahului KAD serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam atau
inIeksi. Dapat pula diiumpai nyeri perut yang menoniol dan hal itu berhubungan
dengan gastroparesis dilatasi lambung.
Deraiat kesadaran pasien dapat diiumpai mulai dari compos mentis,
delirium atau depresi sampai dengan koma.

D. Diagnosis
Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD terdiri dari
anamnesis dan pemeriksaan Iisik yang cepat dan teliti dengan terutama
memperhatikan patensi ialan naIas, status mental, status ginial, kardiovaskular dan
status hidrasi.
Pemeriksaan laboraturium yang paling penting dan mudah untuk segera
adalah glucose sticks dan urine strips untuk melihat secara kualitatiI iumlah glukosa,
keton, nitrat dan leukosit dalam urin.





31

E. Klasifikasi KAD
Tabel klasiIikasi Ketoasidosis Diabetik adalah sebagai berikut:
No Variabel Derajat KAD
Ringan Sedang Berat
1. Kadar Glukosa
Plasma (mg/ dL)
> 250 > 250 > 250
2. Kadar pH arteri 7.25-7.30 7.00-7.24 < 7.00
3. Kadar Bikarbonat
Serum (mEq/ L)
15-18 10 - 14 < 10
4. Keton pada urine
atau serum
+ + +
5. Osmolaritas Serum
Efektif (mOsm/ kg)
Bervariasi Bervariasi Bervariasi
6. Anion Gap > 10 > 12 > 12
7. Kesadaran Sadar Sadar. Drowsy Stupor. Koma

F. Terapi
Prinsip pengelolaan KAD adalah sebagai berikut:
1. Penggantian cairan dan garam yang hilang
2. Penekanan lipolisis lemak dan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian
insulin
3. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
4. Pengembalian keadaan Iisiologi normal, pemantauan dan penyesuaian obat.
Dehidrasi diatasi dengan pemberian larutan garam Iisiologis. Berdasarkan
perkiraan hilangnya KAD mencapai 200 ml per kg berat badan maka pada iam
pertama diberikan 1-2 liter dan iam kedua diberikan 1 liter. Bila konsentrasi
glukosa 200 mg maka perlu diberikan larutan glukosa (dekstrosa atau
10).
Terapi insulin dimulai setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang
memadai. Pemberian insulin akan menurunkan konsentrasi hormon glukagon
sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak,
pelepasan asam amino dari iaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh
iaringan. Tuiuan pemberian insulin bukan hanya untuk mencapai glukosa normal
tetapi untuk mengatasi keadaan ketonemia. Oleh karena bila konsentrasi glukosa
200 mg, insulin diteruskan dan untuk mencegah hipoglikemia diberikan
cairan glukosa.
32

Awal KAD akan menyebabkan hiperkalemia, hal ini dikoreksi dengan
bikarbonat. Sedangkan pada saat terapi KAD akan menyebabkan hipokalemia
karena ion K bergerak keluar sel dan selaniutnya dikeluarkan melalui urin, untuk
mengatasinya dapat diberikan kalium.

G. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang mungkin teriadi selama pengobatan KAD
adalah edema paru, hipertrigliseridemia, inIark miokardium akut dan komplikasi
iatrogenic berupa hipoglikemia, hiperkloremia, edema otak dan hipokalsemia.

















33

SIROSIS HEPATIS
DeIinisi : Suatu keadaan disorganisassi yang diIuse dari struktur hati yang normal akibat
nodul regeneratiI yang dikelilingi iaringan mengalami Iibrosis.
sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur
hati mengalami perubahan meniadi tidak teratur dan teriadi penambahan
iaringan ikat (Iibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.

Faktor resiko Hepatitis C
Alkoholik, Hep. C Kronik
Kegemukan
PatoIisiologi : perlukaan kronis pada hati

Hepatosit yang hidup di ganti dengan iaringan ikat

Akibatnya :
- Hipertensi portal ( Peningkatan resistensi aliran darah melalui hati )
- Hepatoseluler Iailure ( gangguan sintesis, gangguan metab, gangguan Iungsi
ekskresi )

Etiologi : Sering ( 80 ) Hepatitis C, Obesitas, alkohol
Jarang ( 20 ) Hep. B, Kronik, sirosis billier primer, hemokromatosis,
deIisiensi u anti Tripsin, Penyakit Wilson

34

Dasar dx/ (Min ) :
Gangguan Faal hati / hepatoseluler
a. Gangguan sekresi : Sklera ikterik, ikterus
b. Gangguan metabolisme : hiperglikemia, enseIalopati, hipoalbumin, udem
tungkai
c. Gangguan hormon : Ginekomastia, spider nevi, atroIi testis
d. Gangguan detoksiIikasi : palmar eritem
Gangguan Hipertensi portal
a. Varices esoIagus
b. Splenomegali
c. Kolateral dinding perut, caput medusa
d. hemorrhoid interna
e. Acites

RPD RPS RPK
Hepatitis B Kondisi umum : naIsu makan turun, perut membesar, mual,
mencret / konstipasi, BB turun, malaise, cepat lelah

Gangguan Hepatoseluler
- Sklera ikterik - Muka seperti lumpur
- alopesia pectoralis - Edema
- Spider nevi - Ikterus
- Ginekomastia - Asitses
Hepatitis
Hepatitis C
Alkohol
Obesitas
3

- AtroIi testis - Kelainan darah
- Palmar eritema
Hipertensi portal
- Varises esoIagus : Hematemesis dan Melena ( tanda
anemia )
- Venektasi
- Asites
- Hemorrhoid Interna
- Splenomegali
- Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan
trombositopeni)
- AV Shut Clobbing Finger


Komplikasi : 1. Hematemesis melena
2. Super inIeksi
3. Koma hepatikum
4. Hepatoma
. Endotoxemia
6. Ascites permagma
Anamnesis :- perut terasa sebah
- mual
36

- perut membesar merupakan maniIestasi dari hipertensi portal yang
menyebabkan vasodilatasi splanknik dan periIer.
- naIsu makan menurun
- badan lemas dan cepat lelah
- mata kuning karena adanya peningkatan bilirubin.
Pemeriksaan penunjang
- Terdapatnya Hb yang menurun berarti merupakan suatu anemia yang
disebabkan oleh adanya hipersplenisme dengan trombositopenia.
- Pemeriksaan hemostatik penting untuk menentukan adanya diatesis
hemorragik.
- Kadar albumin yang rendah merupakan cerminan dari kemampuan sel hati
yang menurun/terganggu.
- Rasio SGOT terhadap SGPT dapat membantu diagnosis yaitu :
Bila rasio SGOT terhadap SGPT lebih dari 2:1 merupakan karakteristik
dari penyakit hati alkoholik. Pada hepatitis virus, rasio kurang dari 1: 0
maka menuniukkkan perkembangan ke arah sirosis hepatis.
- Peninggian kadar billirubin direct maupun indirect pada pasien ini
menuniukkan adanya gangguan dari proses dari pemecahan hemoglobin
yang meningkat.
- USG
Untuk mengetahui pembesaran dari hati ataupun limpa dan adanya asites.

Terapi
a. Non Iarmakologis
- Bed rest
- diet tinggi protein ( 1gr/kg/hr)
- diet tinggi kalori ( 2000 kalori)
- diet rendah garam ( 200-00 mg / hari)

37

b. Farmakologis
- IVFD D
- diuretik,
- suplemen
- Hepasil
- antagonis aldosteron

Prognosis
Sesuai dengan klasiIikasi Child-Pugh :
Parameter Klinis 1 2 3
Serum albumin (gr/dl)
Serum bilirubin (mg/dl)
Ascites

Neurologis
Nutrisi
~ 3,
2,0
(-)

(-)
Baik
2,8-3,
2,0-3,0
sedikit/terkontrol
dengan diuretik
ringan/sedang
sedang
2,8
~ 3,0
sedang/berat

berat
ielek


Stadium A : -6 , Stadium B : 7-9, Stadium C : 10-1










38

Sindrom koronr
InIarksi Miokardial (Myocardial inIarction - MI) akut, termasuk ST-segment elevation
MI (STEMI) dan non segment elevation MI (NSTEMI), dan angina tidak stabil kini
dikenal sebagai bagian dari kelompok penyakit klinis yang disebut sindrom koroner akut
(Acute coronary syndrome-ACS), Ruptur (robekan) atau erosi plak-substansi tidak stabil
dan kaya lipid, memulai hampir semua sindrom ini.
Penyebab :
- Aterosklerosis
- Embolus
Faktor-Iaktor Resiko :
- Diabetes
- Kenaikan kadar homosistein, protein C-reaktiI dan Iibrinogen
- Konsumsi alkohol yang berlebihan
- Riwayat adanya penyakit iantung dalam keluarga
- Makanan berlemak tinggi dan berkabohidrat tinggi
- Hiperlipoproteinemia
- Hipertensi
- Obesitas
- Status postmenopausal
- Banyak duduk dan tidak bergerak
- Rokok
- Stres
Tanda Dan Geiala :
39

1. Angina
Tanda dan geialanya meliputi :
- Rasa terbakar, teremas dan sesak yang menyakitkan di dada substernal atau prekordial
yang bisa memancar kelengan kiri atau tulang belikat, leher dan rahang.
- Rasa nyeri setelah mengerahkan usaha Iisik, meluapkan kegembiraan emosional,
terpapar dingin atau makan dalam iumlah besar.
2. MI (myocardial inIarction)
Tanda dan geialanya meliputi :
- Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa penuh yang sangat
terasa dan menetap ditengah dada dan berlangsung selama beberapa menit (biasanya
lebih dari 1 menit)
- Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan atau rahang atau nyeri di punggung
diantara tulang belikat
- Pening dan kemudian pingsan
- Berkeringat
- Mual
- Sesak napas
- Keresahan atau Iirasat terhadap malapetaka yang akan datang.
Uii Diagnostik :
- ElektrokardiograIi (EKG) membantu menentukan area iantung dan arteri koroner mana
yang terlibat
- Rangkaian kadar enzim kardiak dan protein bisa menuniukkan kenaikan khas pada CK-
MB, protein troponin T dan I, dan mioglobin
40

- Penguiian laboratoris bisa memperlihatkan iumlah sel darah putih yang meningkat dan
tingkat sedimentasi eritrosit berubah dalam tingkat elektrolit yang naik
- EkokardiograIi bisa menuniukkan keabnormalan pergerakan dinding ventrikular dan
bisa mendeteksi ruptur otot papiler atau septal
- EkokardiograIi transesoIageal bisa memperlihatkan area berkurangnya pergerakan
dinding otot iantung yang mengindikasikan iskemia
- Sinar X dada bisa menuniukkan gagal iantung sisi kiri, kardiomegali atau penyebab non
kardiak lain terhadap dispnea dan nyeri di dada
- Scan (pemindaian) citra nuklir yang menggunakan thallium 201 atau technetium 99m
bisa digunakan untuk mengidentiIikasi area inIarksi dan area sel otot yang aktiI.
- Kateterisasi kardiak bisa digunakan untuk mengetahui arteri koroner yang terlibat, serta
memberikan inIormasi mengenai Iungsi ventrikular dan tekanan dan volume didalam
iantung.
Penanganan :
- Oksigen suplemental digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen ke iantung
- Nitrogliserin diberikan untuk meringankan nyeri di dada
- MorIin diberikan untuk meringankan nyeri
- Aspirin digunakan untuk menghambat agregasi keping darah
- Makanan rendah kolesterol, rendah natrium, rendah lemak, dan berserat tinggi harus
diberikan
Bagi penderita angina tidak stabil dan NSTEMI, penangananya meliputi :
- Perintang Beta-adrenergik untuk mengurangi beban iantung yang berlebihan dan
kebutuhan oksigen
41

- Heparin dan inhibitor glikoprotein IIb/IIIa untuk meminimalkan agregasi keping darah
dan bahaya oklusi koroner pada pasien beresiko tinggi
- Nitrogliserin I.V untuk mendilasi arteri koroner dan meringankan nyeri dada
- Bedah angioplasti koroner transluminal perkutaneus untuk lesi obstruktiI
- Antilipemik untuk menurunkan kenaikan tingkat kolesterol serum atau trigliserida
Bagi penderita STEMI, penangananya meliputi :
- Terapi trombolitik (kecuali iika ada kontra indikasi) dalam waktu 12 iam setelah
serangan geiala untuk mengembalikan kepatenan dan meminimalkan nekrosis
- Heparin I.V.untuk meningkatkan kepatenan di arteri koroner yang diserang
- Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa untuk meminimalkan agregasi keping darah
- Inhibitor enzim pengkonversi-angiotensin untuk menurunkan aIterload dan preload dan
mencegah pembentukan kembali (dimulai 6 iam setelah adanya admisi atau iika kondisi
pasien stabil)
- PTCA, penempatan stent atau bedah CABG untuk membuka arteri yang mengalami
rintangan atau menyempit.

You might also like