You are on page 1of 2

Otonomi Daerah dan Desentralisasi Ekonomi

Senin, 25 Agustus 2008 | 02:15 WIB

Oleh BAMBANG PS BRODJONEGORO Pidato Presiden di hadapan anggota Dewan Perwakilan Daerah 22 Agustus mungkin tidak mendapatkan perhatian sebesar pidato di depan anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada 15 Agustus mengenai Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara 2009. Akan tetapi, sebenarnya banyak hal yang berkaitan dengan masa depan otonomi daerah yang perlu dikaji lebih mendalam. Terkait kondisi ekonomi nasional yang masih berjuang mengatasi tekanan kenaikan harga energi dan pangan, sangat relevan jika setiap pemerintah daerah mulai lebih memahami permasalahan ekonomi nasional dan menegaskan perannya dalam memecahkan permasalahan itu. Istilah sharing the pain (berbagi beban) merefleksikan perlunya pembagian peran yang lebih jelas antara pemerintah pusat dan daerah, dalam menghadapi kemungkinan ancaman krisis ekonomi. Pada tahun kedelapan penerapan otonomi daerah, Indonesia relatif berhasil menjalankan proses desentralisasi pada pemerintah kabupaten dan kota. Wajah Indonesia saat ini adalah wajah negara yang tidak lagi didominasi oleh pemerintah pusat di Jakarta. Sejalan dengan pengalihan kekuasaan politik, desentralisasi administrasi telah mengalihkan sebagian besar kewenangan pemerintahan pusat kepada daerah. Pengalihan kewenangan itu dibiayai oleh dana perimbangan, yang ditransfer dari pusat ke daerah dalam beberapa skema. Bisa disimpulkan, proses desentralisasi di Indonesia adalah desentralisasi di sisi pengeluaran pemerintah, yang dibiayai dana perimbangan. Kebijakan pengeluaran dalam APBD hak sepenuhnya pemerintah daerah. Data APBN 2008 menunjukkan, ternyata 65 persen dari total anggaran berputar di daerah, 35 persen di antaranya transfer dari pemerintah pusat dalam bentuk dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil, dan dana otonomi khusus. Sebanyak 30 persen lainnya adalah kegiatan pemerintah pusat yang dilakukan di daerah. Dengan hanya 35 persen APBN bagi belanja pemerintah pusat untuk keperluannya sendiri, keberhasilan aktivitas pembangunan dari perputaran 65 persen APBN di daerah menjadi sangat menentukan. Oleh karena itu, desentralisasi ekonomi adalah tahapan berikut dari proses desentralisasi di Indonesia. Daerah dituntut untuk lebih bertanggung jawab terhadap permasalahan ekonomi lokal sekaligus mengoptimalkan potensi ekonomi yang dimilikinya. Prinsip dasar dari desentralisasi ekonomi adalah kemampuan daerah mengidentifikasi kebutuhan masyarakatnya serta kemampuan institusi daerah. Pada tahap awal harus tercipta mekanisme

pengawasan di tingkat lokal. Mekanisme kontrol yang paling efektif adalah melalui pilihan masyarakat, yakni sekali dalam lima tahun para pemilih lokal menentukan siapa yang pantas menjadi kepala daerah, yang bertanggung jawab memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Mekanisme lain, yang juga efektif, adalah preferensi masyarakat, termasuk dunia usaha, dalam memilih lokasi tempat tinggal, tempat berusaha/bekerja. Daerah yang tidak mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi penduduk dan dunia usaha akan ditinggalkan penduduknya, dunia usaha pun akan hengkang. Desentralisasi ekonomi dapat didefinisikan sebagai persaingan ekonomi yang sehat antardaerah. Persaingan antardaerah tidak berarti menjadikan suatu daerah bergerak sendiri, tetapi memaksa daerah belajar mengukur kemampuannya. Untuk memperkuat skala ekonomi, daerah yang perekonomiannya kecil dapat bekerja sama dengan daerah lain. Inisiatif mendorong kerja sama antarkabupaten/kota yang bertetangga atau berdekatan dapat dilakukan pemerintah provinsi. Lima kewajiban dasar Implementasi desentralisasi ekonomi hanya dapat terjadi apabila pemerintah daerah melaksanakan dengan baik lima kewajiban dasarnya. Pertama, mendorong pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya berdasarkan potensi yang dimiliki serta sebanyak mungkin melibatkan peran serta pelaku ekonomi lokal. Kedua, mengupayakan perbaikan pendapatan masyarakat dengan mengutamakan prinsip keadilan. Kelompok yang mampu diberi kemudahan untuk terus memperbaiki pendapatannya, yang tidak mampu diberi subsidi terarah yang mendidik. Ketiga, menciptakan lapangan kerja baru sebanyak mungkin dengan mengundang sebanyak-banyaknya investasi baru di daerah, terutama yang berpotensi menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah besar. Keempat, ikut menjaga laju inflasi di daerah dengan memperbaiki jaringan distribusi serta kepastian pasokan bahan pokok. Kelima, memberikan pelayanan publik dasar kepada masyarakat, terutama pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar dengan standar setara atau di atas standar minimum nasional. Bambang PS Brodjonegoro Guru Besar dan Dekan FEUI

You might also like