Professional Documents
Culture Documents
WESTERNISASI ISLAM
Oleh:
ADIAN HUSAINI, MA
KOLONIALISME/
KRISTENISASI IMPERIALISME
ORIENTALISME
GOD
Esoteric
Exoteric
H B CT J C I ? ? ?
“All paths lead to the same summit”, S.H. Nasr.
“Sebagai sebuah pandangan keagamaan, pada
dasarnya Islam bersifat inklusif dan
merentangkan tafsirannya ke arah yang
semakin pluralis. Sebagai contoh, filsafat
perenial yang belakangan banyak dibicarakan
dalam dialog antar agama di Indonesia
merentangkan pandangan pluralis dengan
mengatakan bahwa setiap agama
sebenarnya merupakan ekspresi keimanan
terhadap Tuhan yang sama. Ibarat roda,
pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari
itu adalah jalan dari berbagai Agama…
Oleh karena itu ada istilah "Satu Tuhan
Banyak Jalan".” (Buku Tiga Agama Satu
Tuhan, Mizan, Bandung, 1999, hal. xix.)
“There is no religion higher than Truth.”
(Semboyan Theosofi)
•PLURALISME AGAMA
DALAM PENDIDIKAN AGAMA
Ki Hadjar Dewantara:
Dr. Abraham
Geiger
Simbol
Gay Yahudi Liberal
Gay Yahudi
Liberal theology in USA 1910-1930:
Paduan dari gagasan: “Political
progressivism, confidence in reason,
science and democracy, and a
reconstructed Christian faith. The key to
their reconstruction was the ‘socio-
historical method. Sceptical in varying
degrees about abstract speculation, these
theologians interpreted Christianity as a
socio historical movement the beliefs of
which were to be understood and
evaluated pragmatically.” (Alister E. McGrath,
The Blackwell Encyclopedia of Modern Christian Thought,
(Oxford: Blackwell, 1993), hal. 327.)
“pembaruan harus dimulai
MODERNISME dengan dua tindakan yang
saling erat hubungannya,
yaitu melepaskan diri dari
nilai-nilai tradisional dan
mencari nilai-nilai yang
berorientasi ke masa depan.
PEMBARUAN AGAMA Nostalgia, atau orientasi dan
kerinduan pada masa lampau
yang berlebihan, harus diganti
dengan pandangan ke masa
depan.
Untuk itu diperlukan suatu
proses liberalisasi. Proses itu
LIBERALISASI AGAMAdikenakan terhadap “ajaran-
ajaran dan pandangan-
pandangan Islam” yang ada
sekarang ini...” (N. Madjid,
• Di Indonesia kita mengenal organisasi2
dengan aspirasi2 pembaharuan seperti
Muhammadiyah, al-Irsyad dan persis.
Tetapi sejarah mencatat pula dan harus
kita akui dengan jujur bahwa mereka itu
sekarang telah berhenti Sebagai
pembaharu-pembaharu. Mengapa? Sebab
mereka pada achirnya telah menjadi beku
sendiri, Karena mereka pada akhirnya
telah menjadi beku sendiri, Karena mereka
agaknya tidak sanggup menangkap
Semangat dari pada ide pembaharuan itu
sendiri, Yaitu dinamika dan progresivitas
Oleh karena itu diperlukan adanya suatu
Kelompok pembaharuan Islam baru yang
Pdt. Dr. Stevri Lumintang (Protestan):
• ‘’...Theologia abu-abu (Pluralisme) yang
kehadirannya seperti serigala berbulu
domba, seolah-olah menawarkan teologi
yang sempurna, karena itu teologi tersebut
mempersalahkan semua rumusan Teologi
Tradisional yang selama ini dianut dan
sudah berakar dalam gereja. Namun
sesungguhnya Pluralisme sedang
menawarkan agama baru...’’ (Theologia
Abu-abu, (Malang: Gandum Mas), hal. 18-
19).
Sikap Hindu:
Bagavat Gita IV:11: “Jalan mana pun yang
ditempuh manusia ke arah-Ku, semuanya
Aku terima.”
Yang disebut “jalan” dalam Gita adalah
empat yoga yaitu Karma Yoga, Jnana
Yoga, Bhakti Yoga, dan Raja Yoga. Semua
yoga ini ada dalam agama Hindu, dan
tidak ada dalam agama lain. Agama Hindu
menyediakan banyak jalan, bukan hanya
satu – bagi pemeluknya, sesuai dengan
kemampuan dan kecenderungannya.
(Frank Gaetano Morales dkk, Semua Agama Tidak
Sama, Media Hindu, 2006) hal. xxx.
• Setiap orang mempunyai hak
kebebasan berpendapat, keyakinan
dan agama; hak ini termasuk
kebebasan untuk mengubah
agamanya atau keyakinan, dan
kebebasan baik sendiri-sendiri atau
bersama-sama dengan yang lain dan
dalam ruang publik atau privat untuk
memanifestasikan agama dan
keyakinannya dalam menghargai,
memperingati, mempraktekkan dan
mengajarkan.” (DUHAM, pasal 18).
• LIBERALISASI AGAMA:
MENEMPATKAN AGAMA
SEBAGAI BAGIAN DARI
PROSES DINAMIKA SEJARAH
• DOMINASI PERADABAN
BARAT MELAHIRKAN
WESTERNISASI/LIBERALISASI
• LIBERALISASI ISLAM DI
INDONESIA
PROGRAM LIBERALISASI ISLAM di INDONESIA
SEJAK AWAL 1970-AN:
Dr. Abraham
Geiger
Simbol
Gay Yahudi Liberal
Gay Yahudi
“Hanya orang primitif saja yang melihat
perkawinan sejenis sebagai sesuatu
yang abnormal dan berbahaya. Bagi
kami, tiada alasan kuat bagi siapapun
dengan dalih apapun, untuk melarang
perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun
sudah maklum, bahwa proyeknya
menciptakan manusia sudah berhasil
bahkan kebablasan. Jika dulu Tuhan
mengutus Luth untuk menumpas kaum
homo karena mungkin bisa
Ijin Terbit:
Dekan Fakultas
menggagalkan proyek Tuhan dalam
Syariah IAIN penciptaan manusia (karena wakyu itu
Walisongo manusia masih sedikit), maka sekarang
Semarang. Tuhan perlu mengutus “Nabi” untuk
Alamat Redaksi: membolehkan kawin sejenis supaya
Gedung H.I
Lantai I Kampus
mengurangi sedikit proyek Tuhan
III IAIN tersebut. Itu kalau Tuhan masih peduli
Walisongo dengan alam-Nya. Bagi kami, jalan terus
kaum homoseks. Anda di jalan yang
• ”Dalam hal orientasi seksual
misalnya, hanya ada satu pilihan,
heteroseksual. Homoseksual, lesbian,
biseksual dan orientasi seksual
lainnya dinilai menyimpang dan
distigma sebagai dosa. Perkawinan
pun hanya dibangun untuk pasangan
lawan jenis, tidak ada koridor bagi
pasangan sejenis. Perkawinan lawan
jenis meski penuh diwarnai
kekerasan, eksploitasi, dan
kemunafikan lebih dihargai
ketimbang perkawinan sejenis
walaupun penuh dilimpahi cinta,
kasih sayang dan kebahagiaan.
• ”Esensi ajaran agama adalah
memanusiakan manusia,
menghormati manusia dan
memuliakannya. Tidak peduli apa
pun ras, suku, warna kulit, jenis
kelamin, status sosial dan orientasi
seksualnya. Bahkan, tidak peduli apa
pun agamanya.” (Prof. Musdah
Mulia, Jurnal Perempuan, Maret
2008).
• ”Islam mengajarkan bahwa seorang
lesbian sebagaimana manusia lainnya
sangat berpotensi menjadi orang yang
salah atau taqwa selama dia menjunjung
tinggi nilai-nilai agama, yaitu tidak
menduakan Tuhan (syirik), meyakini
kerasulan Muhammad Saw serta
menjalankan ibadah yang diperintahkan.
Dia tidak menyakiti pasangannya dan
berbuat baik kepada sesama manusia,
baik kepada sesama makhluk dan peduli
pada lingkungannya. Seorang lesbian yang
bertaqwa akan mulia di sisi Allah, saya
yakin ini.” (Prof. Musdah Mulia, Jurnal
Perempuan, Maret 2008).
PRODUK
PERKAWINAN
LINTAS-
MAKHLUK?
Prof. Dr. Amina
Wadud:
• “No method of
Quranic exegesis
fully objectives.
Each exegete
makes some
subjective
choices.” (Dikutip
dari Jurnal
PROFETIKA, Januari
2004, Magister
• ”Dan pernikahan beda agama
dapat dijadikan salah satu
ruang, yang mana antara
penganut agama dapat saling
berkenalan secara lebih dekat.
Kedua, bahwa tujuan dari
diberlangsungkannya
pernikahan adalah untuk
membangun tali kasih (al-
mawaddah) dan tali sayang (al-
rahmah). Di tengah rentannya
hubungan antar agama saat ini,
pernikahan beda agama justru
dapat dijadikan wahana untuk
membangun toleransi dan
kesepahaman antara masing-
masing pemeluk agama.
Bermula dari ikatan tali kasih
dan tali sayang, kita rajut
kerukunan dan kedamaian.”
•LIBERALISASI KONSEP
AL-QURAN DAN TAFSIR AL-
QURAN
• Pada 5 Mei 2006, Sulhawi
Ruba, 51 tahun, dosen
mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam, di
hadapan 20 mahasiswa
Fakultas Dakwah,
menerangkan posisi Al-
Quran sebagai hasil
budaya manusia.
•"Sebagai budaya,
posisi Al-Quran
tidak berbeda
"Sebagai budaya,
dengan rumput."
Al-Quran tidak sakral.
Yang sakral
adalah kalamullah
secara substantif.”
•Ia lalu menuliskan lafaz Allah
pada secarik kertas sebesar
telapak tangan dan
menginjaknya dengan
sepatu. "Al-Quran dipandang
sakral secara substansi, tapi
tulisannya tidak sakral,"
katanya setengah berteriak,
dengan mata yang sedikit
membelalak.
Tujuan mata kuliah
Hermeneutika menjadi “Hermeneutika dan Semiotika”
Mata kuliah wajib di Program Studi Tafsir Hadis
Di Perguruan Tinggi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
Sebagai alternatif metode Universitas Islam Negeri
Penafsiran al-Quran Jakarta:
“Mahasiswa dapat
menjelaskan dan
menerapkan ilmu
Hermeneutika dan
Semiotika terhadap
kajian al-Qur’an dan
Hadis”. (Referensi yang
dianjurkan: (1) Josef Bleicher,
Contemporary Hermeneutics:
Hermeneutics as Method,
Philosophy and Critique, (2)
Umberto Eco, Semiotics and the
Philosophy of Language, (3) H.G.
• “Baruch Spinoza (1632-77)… had
become the pioneer of the
historical-critical method that
would later be called the Higher
Criticism of the Bible.” (Karen
Armstrong, The Bible, New York:
Atlantic Monthly Press, 2007), p.
186).
• Friedrich Schleirmacher (1768-1834) was
initially disturbed that the Bible seemed
such a flawd document… Scripture was
essential to the Christian life because it
provided us with our only access to Jesus.
But because its authors were conditioned
by the historical circumstances in which
they lived, it was legitimate to subject their
testimony to critical scrutiny. The life of
Jesus had been a divine revelation, but the
writers who recorded it were ordinary
human beings, subject to sin and error. It
was quite possible that they had
mistakes… The scholar’s task was to peel
away its cultural shell to reveal the timeless
kernel within. Not every word of scripture
was authoritative, so the exegete must
Prof. Dr. Nasr Hamid Abu Zaid:
• “When we take the historical aspect
of that communication as divine, we
lock God’s Word in time and space.
We limit the meaning of the Qur’an
to a specific time in history.” (Jika
kita memandang aspek sejarah
dalam proses komunikasi itu sebagai
hal yang suci, maka kita telah
mengunci kata-kata Tuhan dalam
waktu dan ruang. Kita membatasi
makna al-Quran pada kurun eaktu
tertentu dalam sejarah). (Voice of an
Exile).
TERIMAKASIH, ILA AL-LIQA’….,
MAAF JIKA ADA KEKURANGAN…