Professional Documents
Culture Documents
sektor pembibitan terlihat mulai bergairah. Sebagai ilustrasi besarnya peluang usaha di sektor pembibitan adalah bila program Gerhan yang setiap tahunnya akan merehabilitasi 500.000 ha lahan kritis. Dengan kerapatan penanaman 625 pohon per ha, maka gerakan penanaman ini akan membutuhkan bibit setiap tahunnya 312 juta bibit. Pengadaan bibit dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif. Pengadaan bibit secara vegetatif memerlukan tambahan input teknologi yang berpengaruh terhadap perhitungan harga bibit. Dari hasil analisa harga teknis (belum memperhitungkan keuntungan) bibit asal biji (Lampiran 1, 2, dan 3), tampak adanya perbedaan harga bibit atas dasar lamanya bibit di persemaian. Harga bibit dengan periode perawatan 4 bulan adalah Rp 560,-, bibit dengan periode perawatan 6 bulan Rp 636,-, dan bibit dengan periode perawatan 12 bulan Rp 784,-. Harga teknis bibit stek yang diproduksi dengan teknik KOFFCO apabila menggunakan rumah kaca seluas 400 m2 dengan kapasitas 192.000 bibit/tahun dan tidak menggunakan polytube (Lampiran 4) adalah Rp 829,-. Sedangkan bila menggunakan polytube harga teknis bibit menjadi Rp 1.329,(Lampiran 5). Tampak dengan adanya input teknologi KOFFCO, bibit stek dengan periode perawatan 12 bulan harganya lebih tinggi antara Rp 45,- s/d Rp 545,- dari harga bibit asal biji dengan periode perawatan yang sama namun tidak memerlukan teknologi khusus (Lampiran 3). Kata kunci : Dipterokarpa, perbanyakan generatif, perbanyakan vegetatif dan KOFFCO system I. PENDAHULUAN
Pembibitan merupakan awal dari upaya untuk meraih segala manfaat yang dapat diberikan oleh pohon. Salah satu tujuan penting dari pemanfaatan pohon dan bibit adalah mengusahakannya untuk mendapatkan keuntungan finansial. Manfaat ini telah dinikmati oleh pengusaha-pengusaha di sektor pembibitan, baik nasional maupun internasional. Dewasa ini usaha sektor pembibitan terlihat mulai bergairah. Sebagai ilustrasi besarnya peluang usaha di sektor pembibitan adalah dengan mengacu pada program Gerhan yang setiap tahunnya akan merehabilitasi 500.000 ha lahan kritis. Dengan kerapatan penanaman 625 pohon per ha, maka gerakan penanaman ini akan membutuhkan bibit setiap tahunnya 312 juta bibit. Bila rata-rata harga bibit adalah Rp 1.000,- maka setiap tahunnya ada transaksi jual beli bibit sebesar Rp 312 milyar. Jadi, peluang usaha pembibitan di Indonesia dinilai memiliki prospek yang cukup menjanjikan. Sejak tahun 2003 kegairahan usaha pembibitan mulai tampak dengan bermunculannya perusahaan-perusahaan penangkar bibit di hampir seluruh provinsi Indonesia. Sudah barang tentu perusahaan penangkar bibit dituntut untuk dapat memproduksi bibit berkualitas
1
Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September 2006. 2 Peneliti pada Kelti Silvikultur, Pusat Litbang Hutan dan Konsevasi Alam Bogor
Metode perbanyakan vegetatif yang digunakan untuk produksi bibit secara masal telah diaplikasikan pada beberapa jenis pohon hutan di Indonesia antara lain Tectona grandis (jati), Eucalyptus pellita (ekaliptus), dan Acacia mangium (akasia). Penerapan teknik propagasi vegetatif untuk produksi bibit secara masal harus mempertimbangkan nilai tambah dari bibit yang dihasilkan serta biaya produksinya. Alasan digunakannya propagasi vegetatif untuk perbanyakan secara masal antara lain adalah agar diperoleh keturunan dari pohon induk yang memiliki keunggulan genetik (Zobel & Talbert, 1984). Jadi, penerapan teknik propagasi vegetatif secara masal sangat berkaitan erat dengan program pemuliaan dari jenis target. Hal lain yang juga menjadi alasan digunakannya teknik propagasi vegetatif adalah sulitnya untuk mendapatkan pasokan benih dari jenis target untuk diperbanyak misalnya sungkai dan meranti. Atau perbanyakan vegetatif lebih efisien untuk diterapkan seperti pada jenis angsana dan gamal. Beberapa teknik perbanyakan vegetatif yang sering dimanfaatkan untuk produksi bibit pohon hutan secara masal dijelaskan berikut ini. A. Kultur Jaringan
Teknologi kultur jaringan merupakan terobosan iptek bioteknologi dalam budidaya tanaman. Keunggulan teknik ini seringkali diasosiasikan dengan lahirnya revolusi hijau kedua (Hartman et al., 1990) karena memungkinkan untuk perbanyakan secara masal dari pohon induk superior, sehingga dapat meningkatkan produktivitas khususnya komodidti pertanian secara nyata dan
88
meningkatkan efisiensi pengelolaan karena tingkat homogenitasnya yang tinggi. Namun demikian tingkat homogenitas bibit yang tinggi secara teoritis akan semakin rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Kultur jaringan adalah teknik perbanyakan pada media steril dan dengan kondisi aseptik. Secara teoritis teknik ini memunginkan perbanyakan dari hanya sepotong kecil jaringan tanaman menjadi jutaan tanaman baru yang utuh. Namun demikian aplikasi teknik ini memerlukan fasilitas laboratorium khusus untuk dapat dilaksanakannya perbanyakan secara aseptik serta SDM yang berpendidikan khusus. Oleh sebab itu harga bibit yang dihasilkan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan teknik perbanyakan konvensional lainnya. B. Stek Pucuk
Teknik yang tergolong sederhana namun dapat digunakan untuk produksi masal bibit secara vegetatif adalah teknik stek pucuk (Kantarli, 1993; Zabala, 1993). Pada dasarnya teknik stek pucuk merupakan perkembangan dari stek batang yang telah dimanfaatkan untuk perbanyakan masal beberapa jenis tanaman tertentu. Namun demikian aplikasi stek batang hanya dapat dilakukan pada jenis-jenis yang terbatas seperti murbei, sungkai, dan angsana. Stek pucuk memungkinkan dilakukan perbanyakan vegetatif dari jenis-jenis yang sulit diperbanyak dengan stek batang seperti meranti, tengkawang, dan eboni. Teknik stek pucuk memanfaatkan potongan bagian pucuk juvenil dengan menyertakan bagian daunnya. Daun diperlukan untuk dapat berlangsungnya proses fotosintesa yang menghasilkan karbohidrat yang diperlukan untuk pembentukan akar (Leakey et al., 1982). Oleh sebab itu stek pucuk tidak dapat dilakukan pada kondisi tertutup (gelap). Untuk perbanyakan secara masal jenis-jenis pohon hutan, stek pucuk merupakan teknik penting karena sederhana dan telah diaplikasikan pada skala operasional pembangunan hutan tanaman. Metode yang telah dikembangkan untuk aplikasi stek pucuk, adalah teknik KOFFCO system. C. KOFFCO System
Teknik stek pucuk KOFFCO akronim dari Komatsu FORDA Fog Cooling system merupakan paket teknologi yang dikembangkan oleh Badan Litbang Kehutanan berkerjasama dengan Research Center, Komatsu Ltd (Sakai et al., 2002). Teknik KOFFCO dikembangkan untuk perbanyakan jenis-jenis meranti. Teknik KOFFCO sendiri adalah teknik pendinginan rumah kaca melalui pengkabutan (Gambar 1 dan 2) namun demikian teknologi stek yang dikembangkan mencakup proses pembuatan stek, pembentukan akar stek, dan perawatan bibit hasil stek. Secara ringkas proses pembuatan stek pucuk dimulai dari pengadaan bahan stek. Selanjutnya potongan stek pucuk ditanam pada pottray dengan media campuran serbuk kelapa dan sekam padi (perbandingan 2 : 1). Selanjutnya pot-tray dengan stek ditempatkan dalam kotak propagasi yang terbuat dari plastik PVC transparan dan ditempatkan dalam rumah kaca dengan pendingin KOFFCO. Pengamatan perakaran dilakukan 12 minggu setelah penanaman. Bahan stek pucuk meranti dapat diperoleh dari anakan alam, kebun pangkas atau dari persemaian dengan teknik pemangkasan bergulir (Subiakto et al., 1999). Mekanisme pendinginan dari sistem ini adalah sebagai berikut: apabila sensor yang ditempatkan dalam kotak propagasi mendeteksi temperatur telah melampaui suhu yang telah di-set sebelumnya (300C), maka thermostat akan segera
89
150
40
Irradiance (mol s m )
-2
120
leaf temperature at fogging ambient air temperature at fogging leaf temperature at non fogging ambient air temperature at non fogging
90
Temperature ( C)
35
-1
30
60
30
25
0 6:00
7:00
8:00
9:00
10:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
17:00
20
6:00
7:00
8:00
9:00
10:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
17:00
Gambar 4. Perbedaan temperatur daun dan udara dengan dan tanpa KOFFCO system
95 500
VPD (Pa)
90
300
100
-100 85 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00
90
Saat ini model teknik KOFFCO system telah dibangun di 4 lokasi yaitu kampus P3HKA, Bogor; kampus Balai Litbang Kehutanan Samarinda; kampus Balai Litbang Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur, Banjarbaru; dan kampus Loka Litbang HHBK, Kuok, Riau. Keempat model unit produksi stek tersebut dapat memproduksi stek secara masal beragam jenis pohon hutan, oleh sebab itu dijadikan acuan bila ingin menerapkan teknik KOFFCO system. III. KEBUTUHAN TENAGA DALAM PEMBIBITAN MASAL STEK KOFFCO SYSTEM
Kebutuhan tenaga manusia yang diperlukan untuk pengadaan bibit stek secara masal dengan KOFFCO system dapat dikelompokkan pada kegiatan berikut ini : o Penyiapan media o Penyiapan stek o Cek akar o Penyapihan o Penyiraman o Pemupukan o Pendangiran Kebutuhan tenaga kerja merupakan salah satu komponen penting dalam suatu proses produksi, untuk itu diperlukan analisa prestasi kerja untuk mencari kebutuhan tenaga kerja yang efektif dalam pelaksanaan produksi stek. Analisa prestasi kerja dapat dicari dengan melihat target produksi stek dalam satu tahun dan kemampuan tiap tenaga kerja atau prestasi kerja per satuan waktu dalam satu hari. Analisa prestasi kerja dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Analisa prestasi kerja tenaga harian No Kegiatan Target Prestasi produksi stek (bibit/thn) kerja (jam) 1. Penyiapan media 192.000 150 2. Penyiapan stek 192.000 100 3. Cek akar 192.000 900 4. Kegiatan penyapihan 134.400 34 5. Kegiatan penyiraman 134.400 5.000 6. Kegiatan pemupukan 134.400 300 7. Kegiatan pendangiran 134.400 798 Total kebutuhan tenaga (orang/tahun) Keterangan : 1 HOK = 8 jam atau 240 jam per tahun Prestasi kerja (hari) 1.200 800 7.200 272 40.000 2.400 6.384 Prestasi kerja (tahun) 288.000 192.000 1.728.000 65.280 9.600.000 576.000 1.532.160 Jumlah tenaga 0,67 1,00 0,11 2,06 0,01 0,23 0,09 4
IV. ANALISA PERHITUNGAN BIAYA PRODUKSI BIBIT GENERATIF DAN VEGETATIF Komponen biaya yang dimasukkan dalam perhitungan harga produksi bibit adalah: o Biaya investasi seperti pembuatan shading house dan persemaian o Biaya operasional tetap seperti gaji dan upah tenaga o Biaya operasional tidak tetap seperti benih, pupuk, listrik, dan air o Overhead cost seperti biaya pemasaran bibit. Input teknologi mempengaruhi besaran biaya investasi yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap harga bibit. Faktor lain yang berpengaruh dalam analisa harga adalah lamanya periode perawatan bibit di persemaian, semakin lama bibit
91
Secara teknis perbanyakan stek secara masal untuk beberapa jenis indigenous hutan tropis telah dimungkinkan namun untuk menjamin keberhasilan produksi stek memerlukan fasilitas serta SDM yang terlatih. Fasilitas unit produksi stek KOFFCO system yang telah dibangun di Bogor, Jabar; Kuok, Riau; Banjarbaru, Kalsel; dan Samarinda, Kaltim dapat dijadikan rujukan dan sarana pelatihan bagi pengelola dan operator persemaian yang ingin mengadopsi teknologi ini. Dalam perdagangan bibit saat ini dapat dijumpai banyak pedagang bibit yang dapat menjual bibit dengan harga di bawah harga dalam perhitungan pada makalah ini. Hal ini disebabkan analisa harga bibit pada makalah ini memasukkan komponen-komponen biaya seperti pada kaidah-kaidah ekonomi misalnya biaya investasi (biaya pembuatan sarana persemaian dan sewa lahan), biaya operasional (upah tenaga yang memadai). Sedangkan bibit yang diproduksi oleh petani penangkar bibit umumnya meniadakan perhitungan komponen-komponen tersebut. Penjualan bibit dengan harga yang terlalu rendah akan sulit meningkatkan tingkat perekonomian petani penangkar bibit dan juga akan mengorbankan kualitas bibit yang dihasilkan. DAFTAR PUSTAKA Hartman, H.T., D.E. Kester, and F.T. Davies, Jr. 1990. Plant Propagation, Principles and Practices. Fifth Edition. Prentice-Hall International. New Jersey. Leakey, RRB., V.R. Chapman, and K.A. Longman. 1982. Physiological Study for Tropical Tree Improvement and Conservation. Factors Affecting Root Initiation in Cuttings of Triplochiton Scleroxylon K Schum. For. Ecol. Manage 4:43-52.
92
Kantarli, M. 1993. Vegetatif Propagation of Dipterocarps by Cuttings in ASEAN Countries. Review Paper No. l. ASEAN-Canada Forest Tree Seed Centre Project. Muak-lek, Saraburi, Thailand. Sakai, C., A. Subiakto, HS. Nuroniah, N. Kamata, K. and Nakamura. 2002. Mass Propagation Method from the Cutting of Three Dipterocarp Species. J. For. Res. 7: 73-80. Schmidt, L. 2000. Guide to Handling of Tropical and Subtropical Forest Seed. Danida Forest Science. Humlebaek, Denmark. Subiakto, A., C. Sakai, H. Nuroniah, and Sunaryo. 2001. Revolving Cutting Technique (RCT) for Producing Cutting Material of Meranti without Establishing Hedge Orchard. In: In-situ and Ex-situ Conservation of Commercial Tropical Trees (THielges, B.A., Sastrapradja, S.D., and Rimbawanto, A. eds). p 527-530. Zabala, N.Q. 1993. Mass Vegetative Propagation of Dipterocarp Species. Field Manual No. 1. RAS/91/004. Los Banos, Philippines. Zobel, B. and J.T. Talbert. 1984. Applied Forest Tree Improvement. John Wiley & Sons. New York.
93
1.000.000 400.000 400.000 1.000.000 400.000 400.000 400.000 2.000.000 33.000 9.000 100.000 10.000
1.000.000 400.000 40.000.000 1.000.000 400.000 40.000.000 240.000.000 6.000.000 118.800.000 30.780.000 60.000.000 12.000.000
12.000.000 4.800.000 48.000.000 1.000.000 400.000 4.000.000 70.200.000 240.000.000 6.000.000 118.800.000 2.400.000 30.780.000 60.000.000 9.000.000 7.200.000 12.000.000 6.000.000 492.180.000 61.098.000 672.078.000 560
1.200.000
94
B.
C. D. E.
160.000.000 4.000.000 79.200.000 4.800.000 20.610.000 40.000.000 6.000.000 4.800.000 8.000.000 4.000.000 331.410.000 46.231.000 508.541.000
636
95
B.
1.000.000 400.000 400.000 1.000.000 400.000 400.000 400.000 2.000.000 33.000 9.000 100.000 10.000
1.000.000 400.000 2.400.000 1.000.000 400.000 2.400.000 80.000.000 2.000.000 39.600.000 10.350.000 20.000.000 4.000.000
12.000.000 4.800.000 28.800.000 1.000.000 400.000 2.400.000 49.400.000 80.000.000 2.000.000 39.600.000 2.400.000 10.350.000 20.000.000 3.000.000 2.400.000 4.000.000 2.000.000 165.750.000 28.625.000 314.875.000 787
C. D. E.
800.000
96
Lampiran 4. Analisa finansial harga bibit meanti asal stek (tanpa polytube)
No A. Kelompok Unit biaya Biaya investasi 1. Rumah kaca (10 x 10 m) Unit 2. Fogging system Unit 3. Sungkup plastik transparan Buah 4. Zeolit Karung 5. Konstuksi persemaian m2 6. Meja sungkup Buah 7. Paranet Meter 8. Pompa air + sumur Unit 9. Peralatan persemaian mcm2 10. Peralatan stek gunting Jumlah biaya investasi Biaya operasional I. Biaya tetap 1. Gaji - Supervisor Orang - Teknisi Orang Jumlah biaya tetap II. Biaya tidak tetap 1. Media stek (sabut kelapa) Kg 2. Hormon tumbuh (Rootone F) Botol 3.Pupuk Kg 4. Listrik Kwatt 5. Polybag Kg 6. Sekam padi Karung 7. Topsoil m3 Jumlah biaya tidak tetap Overhead cost (10 % dari total biaya) Total biaya (A + B + C) Produksi bibit Produksi bibit per tahun Bibit Biaya produksi teknis (Non profit) Jumlah 4 4 800 100 700 80 400 1 4 Harga/ unit 20.000.000 2.600.000 22.000 25.000 20.000 250.000 7.200 3.500.000 12.000 Biaya (Rp) 80.000.000 10.400.000 17.600.000 2.500.000 14.000.000 20.000.000 2.880.000 3.500.000 1.000.000 48.000 151.928.000 Umur (thn) 5 5 2 5 5 5 2 5 1 1 Biaya/ tahun 16.000.000 2.080.000 8.800.000 500.000 2.800.000 4.000.000 1.440.000 700.000 1.000.000 48.000 37368.000
B.
12.000.000 33.600.000 45.600.000 6.000.000 720.000 2.200.000 3.000.000 3.600.000 2.400.000 432.000 18.352.000 10.132.000 111.452.000 829
C. D. E.
800.000
97
12.000.000 33.600.000 45.600.000 6.000.000 720.000 2.200.000 3.000.000 3.600.000 2.400.000 432.000 18.352.000 16.232.000 178.552.000
134.400 1.329
98