You are on page 1of 43

MAKALAH INDUSTRI PENGOLAHAN REFINED BLEACHED DEODORIZED (RBD) MINYAK JARAK DI PT.

KIMIA FARMA PLANT SEMARANG

Disusun Oleh: 1. Dewi Anggia Murni 2. Dian Afrilia 3. Nurlina Priastuti 4. Wempi Gresangga J2C006017 J2C006018 J2C006041 J2C006053

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009

BAB I PENDAHULUAN

Lemak dan minyak terdapat hampir pada semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Lemak atau minyak (khususnya minyak nabati) mengandung asam-asam lemak essensial seperti asam lemak linoleat, linolenat dan aralidonat yang merupakan asam lemak pencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Lemak dam minyak secara alami juga berfungsi sebagai pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E dan K. (Winarno , 1986) Minyak jarak termasuk golongan lipid yamg berasal dari bahan tumbuhtumbuhan yang mengandung minyak. Minyak jarak atau castor oil diperoleh dari biji jarak yang mempunyai nama latin Ricinnus communis. Tanaman jarak merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Tanaman jarak banyak dihasilkan di Indonesia khususnya di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, dan Nusa Tenggara Barat. Tanaman jarak merupakan tanaman tahunan dan umumnya tumbuh pada ketinggian 0-800 meter dari permukaan laut. Minyak jarak banyak digunakan sebagai bahan baku industri karena sifat karakteristiknya yang menonjol yaitu tahan terhadap temperatur tinggi. Tujuan pemasaran minyak jarak (Castor Oil) adalah industri-industri seperti industri cat, vernis dan bahan pelapis, industri kosmetik, industri farmasi, industri platik, industri tekstil, industri pengolahan crumbrubber; industri pelumas dan lain-lain.

BAB II ISI

A. Bahan Baku Produk yang dihasilkan PT. Kimia Farma Plant Semarang adalah minyak jarak, minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kacang dan minyak kedelai. Dalam pembuatan minyak jarak digunakan biji jarak sebagai bahan baku, sedangkan pada pembuatan minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kacang dan minyak kedelai menggunakan minyak kasar (crude oil) sebagai bahan baku. 1. Biji Jarak Bahan baku proses produksi minyak jarak adalah biji jarak. Biji jarak yang digunakan diperoleh dari daerah-daerah penghasil biji jarak seperti jawa tengah (Grobogan, Blora, dan Pati), jawa timur (Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi, dan Jember), Sumatera (Bengkulu), dan Nusa Tenggara Barat. Terdapat 3 macam golongan biji jarak yaitu biji jarak golongan genjah, tengahan dan dalam. Dimana kadar minyak dalam biji jarak golongan genjah sebesar 46 %, kadar minyak dalam biji jarak golongan tengahan sebesar 47 % dan kadar minyak dalam biji jarak golongan dalam sebesar 49 %. Pengambilan minyak dari biji jarak dilakukan dengan proses mekanik dan diolah menjadi minyak yang siap untuk

memenuhi persyaratan perdagangan. Biji jarak yang digunakan harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut:

Bentuk Warna Kadar minyak Kadar biji pecah Kadar air Kadar kotoran Angka asam

: bulat telur : hitam kecoklatan : minimal 45% : maksimal 3% : maksimal 6% : maksimal 2% : 2-4 %

2.

Minyak kasar (crude oil) Bahan baku proses produksi minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kacang, dan minyak kedelai adalak minyak kasar (crude oil) yang diperoleh dari Cirebon dan Surabaya. Spesifikasi dari bahan baku minyak kasar pada umumnya adalaah sebagai berikut :

Bentuk Warna Bau Berat Jenis Indeks Bias Bilangan Asam Bilangan Iodin

: cairan kental : kuning kecoklatan : Spesifik : 0,961-0,963 g/mL : 1,447-1,450 : maksimal 4 % : 6,2-11,5

Bilangan Penyabunan

: 245-265

B. Produk Yang Dihasilkan 1. Produk Utama Produk utama yang dihasilkan oleh PT. Kimia Farma Semarang berupa Refined Bleached Deodorized (RBD) Castor oil. RBD Castor oil yang dihasilkan harus memenuhi syarat sebagai berikut :

Pemerian (physical properties)

cairan kental, kuning muda, tidak berbau, tidak tengik, tidak bercampur dengan minyak lain.

Warna Bilangan asam Bilangan penyabunan Asam lemak bebas Indeks bias Berat jenis Bilangan iodium Zat tak tersabunkan

: kuning 2, merah 0,2 : maksimal 2% : 179-185 : maksimal 1% : 1,4730-1,4770 : 0,961-0,963 : 82-88 : maksimal 1%

2.

Produk Samping Produk samping yang dihasilkan berupa ampas biji jarak. Ampas biji jarak mempunyai spesifikasi sebagai berikut :

Warna Kadar air Kadar minyak Kadar nitrogen Kadar P2O5 Kadar kalium Kadar asam lemak

: coklat muda : maksimal 11% : 5,5-10% : minimal 5,5% : 1-1,5% : 1-4% : 1-4%

C. Teori Proses Produksi PT. Kimia Farma Plant Semarang dalam melakukan proses pengolahan minyak berdasarkan pada sifat fisik dan kimia minyak tersebut dan hasil akhir yang dikehendaki. Proses pengolahan minyak jarak terdiri dari 2 tahapan, yaitu : 1. 2. Unit pengepresan (pressing) yang dilakukan secara mekanis. Unit pemurnian (refining).

Pada unit pemurnian melibatkan beberapa proses antara lain :

Netralisasi yang dilakukan secara kimiawi dengan penambahan larutan NaOH dan larutan NaCl.

Pencucian yang dilakukan dengan menggunakan air panas. Drying yang dilakukan secara fisis dengan pemanasan pada kondisi vakum.

Pemucatan atau decolourisasi yang dilakukan secara fisis dengan pemanasan pada kondisi vakum.

Biji jarak yang merupakan bahan baku minyak jarak pada proses pressing akan menghasilkan minyak kasar (crude oil) yang akan dimurnikan pada proses refining. Setelah melalui 2 tahapan tersebut akan dihasilkan : 1. oil. 2. Produk samping, berupa asam lemak (fatty acid) dan ampas. Produk utama, berupa RBD (Refined Bleached Deodorized) castor

I.

Proses Pengambilan Minyak Proses pengambilan minyak dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan pengepresan dan ekstraksi solvent. 1.1. Pengepresan dengan expeller Proses pengambilan minyak yang digunakan oleh PT. Kimia Farma Plant Semarang adalah menggunakan sistem pengepresan mekanis dengan expeller pressing. Pengepresan mekanis adalah suatu cara pengambilan minyak atau lemak dengan menggunakan tekanan atau dipress, terutama untuk bahan-bahan yang berasal dari biji-bijian, dengan kadar minyak tinggi (30%-70%). Perlakuan pendahuluan terhadap biji tergantung dari jenis biji, tetapi umumnya adalah pemasakan (cooking). (Bernardini), 1983) Penggolongaan pengepresan mekanis antara lain : 1. Pengepresan Hidrolik

Tekanan yang digunakan pada pengepresan hidrolik sampai dengan 2000 lb/in2 (136 atm). Hasil yang diperoleh tergantung dari waktu proses, tekanan, dan kadar minyak dalam biji. Kadar minyak sisa pada bungkil 4.6%. 2. Pengepresan Expeller Pengepresan ini didahului yaitu dengan proses pemasakan biji dengan

(cooking/tempering)

proses

pematangan

pemanasan untuk melunakkan dan menaikkan viskositas minyak, sehingga memudahkan keluarnya minyak. Suhu pemanasan bervariasi antara 80-1150C. Kadar minyak dalam bungkil 4-6%. (Bernardini, 1983) Proses pengepresan dengan expeller dilakukan dengan cara menghancurkan biji dengan melewatkan pada baja pisau berputar. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, crushing material dipanaskan hingga suhu 70-100 oC dengan sistem jacket untuk memecahkan sel-sel minyak. Setelah dipanaskan, kemudian bahan dipress denngan expeller bertekanan tinggi. Expeller terdiri dari silinder berlubang yang didalamnya terdapat pisau berputar. Ketika biji masuk expeller, dibutuhkan penambahan tekanan untuk memutar screw. Minyak keluar dari lubang expeller dan ampasnya keluar dari sisi expeller yang lain. Ampas yang masih mengandung minyak dengan expeller modern dapat diambil minyaknya sebanyak 4 %. Ampas dapat digunakan untuk makanan sapi, atau

disolvent ekstraksi untuk diambil minyaknya yang masih terkandung didalamnya. 1.2. Solvent ekstraksi Prinsip dari proses pengambilan minyak dengan cara ini adalah dengan melarutkan biji dalam pelarut minyak. Minyak yang diperoleh biasanya akan lebih maksimal sedangkan ampasnya mengandung minyak dengan kadar lebih rendah ( 1% atau lebih rendah). Ekstraksi dengan solvent biasanya digunakan pada biji dengan kadar minyak rendah. Untuk castor oil, proses ekstraksi dilakukan pada ampas hasil pressing, hal ini dikarenakan ampas hasil pressing masih mengandung minyak 6 %. Sebagai tenaga pemisah, solvent harus dipilih sedemikian sehingga kelarutannya terhadap salah satu komponen murninya terbatas atau bahkan sama sekali tidak saling melarut. Dalam proses ekstraksi ini akan terbentuk dua fase yaitu fase rafinat dan fase ekstrak yang banyak mengandung solvent. Solvent yang digunakan dalam proses pengambilan minyak secara ekstraksi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Bersifat selektif. 2. Mempunyai titik didih yang cukup rendah. 3. Mempunyai titik didih yang seragam. 4. Bersifat inert. 5. Densitas. 6. Murah dan mudah didapat.

Pelarut yang dianggap baik untuk ekstraksi adalah memenuhi syaratsyarat diatas. Namun tak ada solvent yang benar-benar ideal. Solventsolvent yang digunakan diantaranya adalah : 1. Petroleum eter Merupakan minyak hasil refinery dengan titik didih 30-700C, mempunyai sifat stabil dan mudah menguap, maka sangat baik untuk proses ekstraksi. Akan tetapi mempunyai kelemahan yaitu kehilangan pelarut cukup besar selama proses berlangsung. 2. Benzena Merupakan pelarut yang baik setelah eter. Benzene merupakan hasil pengolahan batubara. Minyak hasil ekstraksi dengan benzene berwarna gelap, lebih kental, dan sulit dimurnikan sehingga memerlukan proses yang khusus. Biasanya digunakan untuk mengekstraksi minyak yang mempunyai titik didih rendah, misalnya minyak gandum dan labdanum. 3. Alkohol Mempunyai titik didih 780C. Alkohol merupakan pelarut yang cukup baik digunakan untuk mengekstraksi daun, batang, akar dan biji. 4. Ethylen Diclonde Hampir sama dengaan alkohol, hanya lebih selektif. 5. Pelarut Campuran

Penggunaannya dapat menghasilkan rendemen minyak cukup tinggi. Misal 80% Petroleum Eter, 20% Ethylen Diclonde akan menghasilkan pelarut campuran yang mempunyai sifat lebih baik dari Petroleum Eter murni karena dapat mengekstrak lebih baik zat-zat bahan alam. Melihat penjelasan diatas pemilihan solvent dalam mengekstrak suatu bahan adalah hal yang menentukan hasil akhir suatu eksraksi. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap ekstraksi yaitu:

1. Pengaruh Suhu Suhu pada proses ekstraksi ini berpengaruh terhadap kelarutan dan laju difusi. Umumnya dengan bertambahnya suhu, akan bertambah pula kelarutan suatu zat terlarut yang akan diekstraksi dan laju difusinya, jadi secara keseluruhan akan menambah kecepatan ekstraksi. Namun demikian harus diperhatikan pemakaian suhu yang cukup sehingga tidak merusak material yang akan diproses. 2. Proses Pengadukan Pengaruh faktor pengadukan pada proses ekstraksi adalah laju pengadukan dan lama pengadukan. Semakin cepat dan lama laju pengadukan, maka akan semakin cepat proses ekstraksinya. Namun lama dan laju pengadukan harus dibatasi pada kondisi optimum agar konversi energi yang dipakai tidak terlalu besar. 3. Perbandingan Solvent atau Feed

Semakin banyak solvent yang digunakan, semakin banyak ekstrak yang diperoleh karena distribusi partikel dalam pelarut semakin menyebar, sehingga memperluas permukaan kontak. 4. Faktor Ukuran Partikel Proses ekstraksi akan berlangsung dengan baik bila diameter partikel diperkecil. Ukuran partikel yang kecil akan memperluas permukaan kontak antara partikel dengan pelarut sehingga memperbesar perpindahan partikel. Namun tidak dikehendaki ukuran partikel yang terlalu kecil atau halus karena semakin mahal biaya penghalusan dan semakin sulit dalam pemisahannya. 5. Waktu Kontak Untuk kesempurnaan suatu proses ekstraksi diperlukan waktu kontak yang cukup. 6. Waktu Dekantasi Pemisahan akan mudah dilakukan bila perbedaan density kedua fase besar, karena pemisahan cukup menggunakan gaya grafitasi sehingga diperlukan waktu dekantasi yang relatif singkat. Jika perbedaan density kecil maka waktu dekantasi akan semakin lama. Waktu dekantasi harus ditentukan agar pemisahan kedua fase benar-benar sempurna. II. Proses Pemurnian minyak

Minyak atau lemak kasar (crude oil) yang diperoleh dari hasil pengepresan maupun ekstraksi solvent dimurnikan sebelum digunakan lebih lanjut. Adapun fungsi dari pemurnian adalah untuk menghilangkan kotorankotoran yang merugikan yang sangat besar pengaruhnya terhadap bau dan rasa yang tidak menyenangkanpada minyak. Sebelum minyak dimurnikan, dilakukan perlakuan pendahuluan untuk menghilangkan pengotor (impurity), dan menaikkan stabilitas minyak dalam penyimpanan. Adapun langkahlangkah proses pemurnian minyak adalah sebagai berikut: 1. Pemisahan Kotoran

Pengotor dalam minyak dibagi dalam tiga kategori: a. Kotoran yang tidak larut dalam minyak (fat insoluble)

terdiri dari bijih, lendir, getah, debu, bahan mineral, dan sedikit air. Pengotor ini dipisahkan dengan proses mekanis (pengendapan, filtrasi/screening dan sentrifugasi) b. Suspensi koloid dalam minyak

Terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, protein, dan senyawa kompleks lainnya. Suspensi koloid dipisahkan dengan steam, elektrolisa, dan dilanjutkan dengan proses mekanis. c. senyawa terlarut minyak

terdiri dari asam lemak bebas, monogliserida, zat warna, produk oksidasi-dekomposisi, sterol, hidrokarbon, resin dan bahan-bahan lain yang belum teridentifikasi.

Pemisahan senyawa terlarut di dalam minyak tergantung dari tujuan akhir minyak, dimana prosesnya dilkukan dalam rangkaian proses refining. 2. Penghilangan gum (degumming) Degumming adalah merupakan proses pendahuluan sebelum minyak dinetralisasi (pre-treatment netralisasi) yang bertujuan untuk menghilangkan gum-gum yang menghambat pemisahan soapstock dari minyak pada tahap netralisasi. Selain itu juga untuk menghilangkan phospatida, resin dan protein tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas yang ada pada minyak. Proses degumming bisa dilakukan dengan beberapa metode, misalnya dengan penambahan asam sulfat pekat, H3PO4 pekat, hidrasi daan elektrik. Metode yang sering digunakan yaitu pemanasan dengan direct-steam (hidrasi). Metode ini dilakukan dengan cara

menyemprotkan steam ke dalam minyak. Direct-steam juga berfungsi sebagai pemanas dan pembasah (wetting). Impuritas yang larut dalam minyak, berupa dispersi koloid dan besifat bebas air (anhidrat) akan membentuk gel dengan grafitasi spesifik (specific gravity) yang cukup tinggi, sehingga kotoran akan memisah sebagai flokulan. Suhu pemanasan sampai 1000C dan dilakukan secara terus menerus selama 10-15 menit, dengan jumlah direct-steam 3-55. Biasanya ditambahkan larutan garam (NaCl) atau asam mineral pekat sebanyak 2 % untuk membantu proses flokulasi dan untuk

mengendapkan

pengotor-pengotor.

Setelah

dilakukan

perlakuan

pendahuluan, minyak dimurnikan dengan tahapan proses netralisasi, docolorisasi, dan deodorisasi. (Anderson,AIC, 1962) 3. Netralisasi Minyak dan lemak selain mengandung gliserida, tetapi juga mengandung asam lemak bebas dengan persentase tertentu. Banyaknya asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak menunjukan tingkat keasaman dari minyak. Bila suatu minyak dikatakan mempunyai derajat keasaman 2, artinya dalam minyak tersebut terdapat asam lemak bebas sebesar 2 % berat minyak. Adanya asam lemak bebas dalam minyak biasanya disebabkan oleh aktivitas enzim pada temperatur tertentu, yang akan memecah gliserida menjadi gliserol dan asam lemak. Proses netralisasi bertujuan untuk menghilangkan asam lemak bebas dari minyak kasar. Netralisasi minyak dan lemak biasanya dilakukan dengan menyabunkan asam lemak bebas dengan larutan NaOH berdasarkan pada reaksi : R-COOH Asam lemak bebas + NaOH basa R-COONa + sabun H2O air (Daniel S, 1964) Penambahan larutan NaOH 200Be (1,162 kg/l) dilakukan dalam keadaan panas sehingga tidak terjadi emulsi terlebih dahulu. Larutan

NaOH yang ditambahkan 150 % lebih banyak dari kebutuhan stoikiometri, tergantung dari kandungan asam lemak bebas atau derajat keasamannya. Digunakan NaOH 50 % berlebih agar terbentuk emulsi antara asam lemak bebas dengan NaOH yang lebih sempurna. Sabun yang terbentuk diendapkan sehingga terpisah dari minyak, kemudian sabun ini diolah kembali untuk dijadikan asam lemak. Untuk membantu pengendapan sabun yang terbentuk dan menggumpalkan sisasisa gum yang mungkin masih ada maka ditambahkan larutan NaCl untuk menambah efektivitas flokulasi. (Anderson, AIC, 1962). Kemudian minyak dicuci dengan air panas dengan suhu 70-800C hingga pH menjadi 7 (netral) dengan tujuan agar sisa sabun dan kotoran lain yang masih ada dapat terikat dalam air panas ini. 4. Drying Pengeringan bertujuan untuk menguapkan sisa-sisa air yang masih terdapat dalam minyak. Adanya air dalam minyak dapat mengakibatkan kenaikan kandungan asam lemak bebas (FFA). Proses ini dilakukan dengan cara memvakumkan tangki drying dan bleaching menggunakan vakum kondensor. Selain itu, kondisi vakum dapat mencegah terjadinya reaksi oksidasi minyak yang dapat mengakibatkan ketengikan pada minyak. Setelah tangki divakumkan, minyak

dimasukkan dan dipanaskan untuk menguapkan air yang terkandung dalam minyak. Jika tidak terdapat gelembung atau busa berarti air telah menguap dan minyak dianggap kering.

5.

Pemucatan (decolorisasi) Untuk menghilangkan komponen-komponen penyebab warna

yang tidak diinginkan dalam minyak (karoten, xantofil, dan klorofil) dilakukan proses decolorisasi, dengan menggunakan bleaching earth dan karbon aktif sebagai adsorben. Penyerapan zat warna oleh adsorben secara fisik, dapat diuraikan sebagai berikut : Minyak + zat warna + Adsorben warna Alasan pemilihan karbon aktif dan bleaching earth sebagai adsorben yaitu : a. Karbon aktif mempunyai daya serap tinggi, sehingga Minyak + Adsorben + zat

penyerapan terhadap warna dalam minyak lebih baik dan efektif. b. Bleaching earth dan karbon aktif tidak larut dalam

minyak dan air, sehingga memudahkan pemisahan. c. Karbon aktif dan bleaching earth memiliki ukuran

partikel 400 mesh. d. Bleaching earth murah dan mudah didapat, sehingga

menghemat biaya operasi. Proses pemucaatan minyak dilakukan dalam tangki berpengaduk yang dioperasikan pada tekanan vakum. Operasi dengan tekanan vakum yang bertujuan untuk : a. Untuk mengurangi jumlah uaap yaang dibutuhkaan

b. c.

Mencegah hidrolisa minyak oleh uap air Mencegah terjadinya oksidasi oleh udara Setiap 6 ton minyak kasar ditambahkan 75 kg Bleaching earth dan 40 kg karbon aktif. Penggunaan karbon aktif lebih sedikit karena lebih efektif dan dapat manyerap 95-97% dari total zat warna yang terdapat dalam minyak. Setelah zat warna diserap oleh absorben, kemudian absorben dipisahkan dari minyak dengan menggunakan penyaring tekan (filter press).(Bernardini,Ernesto,1983) 6. Penghilangan Bau (deodorisasi) Tujuan dari deodorisasi adalah menghilangkan komponenkomponen penyebab bau dan rasa yang tidak diinginkan dalam minyak dengan konsep penyulingan minyak dengan uap panas dengan pompa hampa (vakum). Komponen yang menimbulkan rasa (flavour) dalam minyak digolongkan menjadi dua macam, yaitu flavour alamiah yang terdapat dalam bahan baku dan flavour yang disebabkan oleh kerusakan minyak atau bahan baku selama proses pengolahan, penyimpanan, dan pengangkutan. Terdapat banyak perbedaan sifat fisik dari semua zat pembawa bau, ada satu hal yang sama yaitu perbedaan volatilitas yang besar disbanding dengan gliserida. Oleh karena itu proses deodorisasi didasarkan pada sifat volatilitas komponen pembentuk bau tersebut

Pelaksanaan pada tahap ini, pertama-tama minyak dimasukkan ke dalam tangki deodorisasi yang telah dibuat vakum sesuai temperatur dan steam dimasukkan secara langsung. Kemudian, minyak dimasukkan dalam cooler dan temperatur minyak diturunkan menjadi 30-40 oC dan setelah alat disamakan tekanannya dengan tekanan luar, produk dikeluarkan.

D. Langkah-langkah Proses Produksi Proses produksi yang dilakukan oleh P.T. Kimia Farma Plant Semarang terbagi menjadi 2 langkah proses, yaitu : Proses pengambilan minyak yang meliputi kegiatan : Pembersihan biji dengan aspirator Pengepresan biji menggunakan expeller Degumming sebagai pre-treatment refining

Proses pemurnian (unit refining) yang meliputi : Netralisasi Dry bleaching Deodorisasi 1. (Unit Pressing) Cooling Proses pengambilan minyak

Langkah Penyiapan Bahan Baku bertujuan untuk : Membersihkan biji jarak dari kotoran-kotoran. Memanaskan biji jarak dengan menggunakan heating pan. Memisahkan minyak dari bijinya dengan cara pengepresan. Menyaring minyak hasil pengepresan dengan vibrating screen. Memisahkan gum dari minyak (degumming). Memisahkan gumpalan gum yang terbentuk dari proses

degumming dengan cara menyaring minyak dengan menggunakan filter press. Agar diperoleh produk minyak yang berkualitas baik, bahan baku biji jarak yang dipakai harus memenuhi syarat sebagai berikut : o o o Kandungan air dari minyak jarak tidak lebih dari 7 %W. Kandungan minyak lebih dari 45 % Untuk biji yang rusak atau pecah kandungan asam lemak bebas

(free fatty acid) 2-4 %. o Kandungan kotoran kurang dari 2 %.

Tahap-tahap proses pengepresan 1) Preparasi bahan baku. Sebelum dipress, biji jarak mengalami proses pembersihan terlebiih dahulu dari kotoran berupa debu, kerikil, ranting dan logamlogam. Biji jarak yang disimpan dalam gudang dipisahkan secara manual ke unit penyimpanan bahan baku, kemudian biji-biji tersebut

dimasukkan ke dalam loading frame (1). Dalam loading frame terdapat saringan yang dapat memisahkan ranting dan kerikil, sehingga kotoran berupa ranting akan tertahan pada loading frame. Setelah pembersihan dalam loading frame, biji jarak dibawa dengan bucket elevator (2) menuju ke aspirator (3), bertujuan untuk menghilangkan kotoran berupa debu dan logam-logam yang terikat sebanyak 2 %. Aspirator dilengkapi dengan ayakan magnet yang bergetar, sehingga kotoran berupa logam akan tertinggal di ayakan karena gaya magnet, sedangkan debu akan naik keatas akibat getaran dari penyaring. Debu berterbangan dan disedot oleh dust duck (4) dan ditampung dalam dust duck chamber (5), dengan semprotan air maka udara bersih keluar dan debu terbawa air menuju pembuangan. 2) Penimbangan biji jarak Biji jarak yang sudah bersih dari kotoran ditampung dalam feeding container (6), kemudian masuk ke timbangan otomatis (7). Timbangan otomatis diatur 50 kg agar tiap berisi 50 kg tutup dibawah timbangan akan terbuka dan diatas akan menutup. Pengaturan ini dilakukan untuk mempermudah pengisian silo. Setelah melalui timbangan otomatis, biji jarak diangkut dengan conveying worm (8) ke bucket elevator (9) untuk diumpankan ke conveying worm berikutnya (10) kemudian menuju silo (11) yang berkapasitas 20 ton. 3) Proses pengepresan

Selanjutnya biji dipress dengan menggunakan 3 buah expeller. Expeller I berfungsi untuk pengepresan awal dari silo. Expeller II dan III untuk mengepress ampas hasil pengepresan awal yang masih banyak mengandung minyak, dengan demikian pengepresan II dan III dapat mengurangi kemungkinan terbuangnya minyak sehingga minyak hasil pengepresan yang optimum. Sebelum pengepresan biji jarak dilakukan, expeller, conveyor, cake mill, bucket elevator, bagging warm dihidupkan terlebih dahulu. Pada saat pengepresan dimulai, handle dibawah silo dibuka sehingga biji dapat keluar dan diangkut secara horisontal oleh conveying warm (12). Kemudian biji dibawa ke bucket elevator (13) untuk diumpankan ke heating pan expeller I (14). Pada heating pan expeller I, biji jarak mengalami pemanasan yang bertujuan untuk : a. Mempermudah keluarnya minyak dari biji pada saat Dengan adanya panas maka protein akan

pengepresan.

menggumpal (terkoagulasi) yang mengakibatkan emulsi akan pecah dan minyak akan terpisah dengan membentuk tetesan minyak yang akan keluar dari sel-sel biji. b. Menghasilkan biji-bijian yang bersifat plastis sehingga

proses pengepresan lebih efisien. c. Mencegah larutnya bahan pengotor yang tidak

diinginkan dalam minyak. d. Membunuh jamur dan bakteri dalam biji jarak.

e.

Mengatur kadar air. Heating pan expeller I disusun dalam 3 tingkat dan tiap-tiap

susunan dilengkapi dengan pengaduk dan coil pemanas. Hal ini dimaksudkan agar pemanasan berlangsung secara bertahap, panas akan lebih merata dan biji yang akan dipress tidak hangus. Pemanasan dalam heating pan dilakukan pada suhu 80 0C secara uap tak langsung (indirect steam) dengan mantel (jacket) pemanas dan diaduk agar pemanasan merata. Dalam pemanasan ini, jika kadar air dalam biji kurang dari 7 % maka perlu ditambah uap langsung (direct steam), sedang bila kadar air dalam biji lebih dari 7 % maka dengan pemanasan akan menurunkan kadar air tersebut. Pemanasan dilakukan pada suhu 80 0C karena jika pemanasan kurang dari 80 0C, minyak dan daging biji jarak akan membentuk bubur dengan viscositas tinggi sehingga hasilnya berkurang, dan pada suhu lebih dari 800C maka warna minyak terlalu merah tua. Setelah pemanasan, biji dialirkan menuju ke expeller I (14) dan dipress dengan tekanan 5 kg/cm2, menghasilkan minyak kasar 20-25 % serta ampas 13,5-18,5 %. Minyak kasar ditampung dalam penampung sementara (15), ampas yang dihasilkan ditampung dalam conveying warm (20) dan diangkut oleh bucket elevator (21), dimasukkan ke cake mill (23), kemudian dibawa lagi ke conveying warm (24) dan diangkut oleh bucket elevator (25), dibawa conveying warm berikutnya (26) untuk

diumpankan ke heating pan II dan III lalu dipress di expeller II (27) dan III (28). Hasilnya adalah minyak kasar dan ampas akhir. Minyak terdiri dari crude oil sebanyak 38,5 dan bungkil sisa yang mengandung 4-7 % minyak serta 6,5-7 % air. Minyak ditampung pada penampung sementara (29), sedang ampasnya dibawa oleh conveying warm (34), diangkut bucket elevator (35) dan masuk ke cake mill (37), kemudian dibawa conveying warm (40) ke bagging warm (38) dan ditimbang di scale for weighing filled bags (39), lalu dikemas dalam karung, siap dipasarkan untuk bahan baku pakan ternak. Minyak dari penampung sementara (15 dan 29) dipompa ke vibrating screen (17 dan 31) yang digerakkan oleh motor listrik. Akibat dari getaran vibrating screen, padatan dalam minyak berlompatan dan terlempar keluar saringan. Minyak hasil vibrating screen ditampung dalam penampung sementara (18 dan 32). 4) Proses penghilangan gum (degumming). Proses degumming bertujuan untuk memisahkan protein dalam bentuk koloid, gum, besik dan phospatida. Proses ini perlu dilakukan karena selain kotoran berupa ampas yang dapat dipisahkan dengan vibrating screen, minyak juga mengandung kotoran-kotoran yang terikat sebagai suspensi dalam minyak. Proses degumming

menggunakan sistem hidrasi, yaitu dengan pemanasan yang disertai dengan pengadukan hingga suhu mencapai 115oC.

Pada proses ini terdapat 2 tangki degumming yang beroperasi secara bergantian dengan kapasitas masing-masing 2,7 ton. Dalam tangki degumming, minyak mengalami pengadukan dan pemanasan. Pengadukan dengan kecepatan 15 rpm dilakukan sejak minyak masuk sampai proses penyaringan selesai. Saluran jacket pemanasan dapat berlansung pada suhu 70oC selama 2-3 jam, setelah itu ditambahkan larutan NaCl 1% berat minyak untuk mengikat gum membentuk gumpalan sehingga dapat mengendap dan mudah dipisahkan dari minyak. Penambahan NaCl maupu direct steam dilakukan secara perlahan-lahan dengan cara disemprotkan selama 15 menit untuk menghindari terjadinya emulsi. Suhu operasi dinaikkan menjadi 100oC dengan penambahan direct steam. Jacket steam dimatikan setelah suhu, mencapai 115oC, kemudian minyak disaring pada filter press agar gum terpisah dari minyak. 5) Penyaringaan (filtrasi) Tujuan dari filtrasi untuk membersihkan minyak kasar dari gumpalan atau lendir yang terbentuk pada proses degumming. Filter press yang digunakan tipe plate and frame dengan 15 ruangan yang masing-masing berukuran 630x630 mm dengan kapasitas 90 l/jam. Minyak dari tangki degumming dialirkan ke filter press (44) Oleh pompa (piston pump) dengan tekanan 6 kg/cm2. Hasil dari filter press disebut crude oil yang mempunyai viscositas 2,47 lb/ft sec dengan acid value 3-4. Selanjutnya crude oil dipompa ke tangki

penampungan sementara (45) lalu dipompa ke kontainer (47) dan siap untuk dimurnikan. 2. Refining) Untuk mengolah minyak kasar menjadi minyak murni yang memenuhi syarat dan standar yang diinginkan konsumen atau pasar dilakukan proses refining yang bertujuan : Menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak dalam minyak. Menghilangkan warna yang tidak diinginkan dalam minyak. Memperpanjang masa simpan minyak murni. Langkah Pemurnian (Unit

Adapun system prosesnya adalah batch dengan umpan sebesar 6 ton minyak kotor tiap batchnya. Pada unit refining, minyak kotor mengalami tiga tahap utama yaitu netralisasi, decolorisasi, dan deodorisasi. 1) Netralisasi. Proses netralisasi dilakukan untuk memisahkan asam lemak bebas (FFA) dan gum yang masih terkandung dalam minyak. Prinsip dari netralisasi adalah mereaksikan asam lemak bebas dengan soda api (caustic soda) membentuk sabun. Pada saat sabun dipisahkan dengan cara pengendapan (settling), kotoran-kotoran yang ada dalam minyak (sisa proses degumming) ikut terendapkan dan dapat dikeluarkan bersama sabun. Pemisahan asam lemak bebas juga akan menurunkan warna merah pada minyak.

Proses netralisasi diawali dengan mengalirkan minyak kasar (bebas gum) dalam tangki penyimpanan sementara menuju ke tangki penimbangan (49) untuk mengetahui berat minyak dan jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan minyak. Kemudian minyak dipompa (50) lagi ke tangki netralisasi (51) yang berkapasitas 6 ton. Dalam tangki netralisasi, minyak dipanaskan pada suhu 80oC dengan jacket steam dan diaduk dengan kecepatan 15 rpm. Kemudian, minyak ditambahkan air garam sebanyak 5% (53) dari berat minyak yang mengandung 20% NaCl (54) sambil menaikkan kecepatan pengadukkan menjadi 30 rpm selama 10 menit (55). Penambahan air garam dimaksudkan untuk membantu pengendapan sabun yang terbentuk. Selanjutnya minyak ditambahkan NaOH 20oBe berlebih (Excess) 50% sebagai bahan penetral (56) dan kecepatan pengadukan dikurangi sampai 15 rpm agar minyak tidak tumpah. Pengadukan diteruskan selama 20 menit sambil dilakukan

pemanasan hingga suhu 90oC sehingga proses berjalan sempurna selama 45-60 menit (57). Sabun yang terbentuk diendapkan 3 jam, selanjutnya dipisahkan dari minyak dan ditampung dalam tangki untuk diproses menjadi fatty acid sebagai hasil samping. Kemudian minyak dicuci dengan air panas dengan suhu 70-80oC hinggaa pH menjadi 7 (58).

2)

Pemucatan (decolorisasi)

Proses decolorisasi terdiri dari dua tahap, yaitu : a. Pengeringan (drying) Pengeringan bertujuan untuk menguapkan sisa-sisa air yang masih terdapat dalam minyak, untuk mencegah hidrolisa yang dapat mengakibatkan kenaikkan kandungan asam lemak bebas (FFA), dengan cara memvakumkan tangki drying dan bleaching yang berkapasitas 1000 liter (59) dengan tekanan 1520 mmHg menggunakan vakum kondensor. Selain itu, kondisi vakum dapat mencegah terjadinya reaksi oksidasi minyak yang mengakibatkan ketengikan. Setelah tangki divakumkan, minyak dimasukan dan dipanaskan pada suhu 100-115 oC dengan coil pemanas selama 2 jam sambil diaduk dengan kecepatan 15 rpm. Pemanasan bertujuan untuk menguapkan air yang terkandung dalam minyak. Tidak adanya gelembung atau busa berarti air telah menguap dan minyak dianggap kering. b. Pemucatan (bleaching). Untuk mengurangi warna minyak dilakukan proses bleaching dengan menggunakan bleaching agent berupa

campuran adsorben karbon aktif dan bleaching earth. Proses pemucatan dilakukan dengan memasukkan adsorben dari tangki (60) yang terdiri dari bleaching earth (BE) dan carbon active

(CA) dengan perbandingan 75 kg BE dan 40 kg CA ke dalam tangki proses (61). Suhu pada saat penambahan adsorben 100oC untuk mempercepat reaksi. Campuran adsorben dan minyak diaduk selama 1 jam (62), lalu suhu diturunkan menjadi 80oC, kemudian proses pemucatan dan pemvakuman dihentikan (63). Selanjutnya minyak di pompa ke filter press (64) untuk disaring agar adsorben terpisah dari minyak. Hasil dari penyaringan ditampung dalam penampungan sementara (65) bleching agent dialirkan keluar, sedangkan minyak dipompa ke dalam tangki deodorisasi (66). 3) Penghilangan bau (deodorisasi) Tujuan dari proses deodorisasi adalah menghilangkan bau yang tidak dikehendaki yang terdapat di dalam minyak dan mengikat kotoran-kotoran yang masih tertinggal dari proses sebelumnya. Sebelum dipakai untuk proses, tangki divakumkan dalam tekanan 10-15 mmHg. Pada kondisi ini minyak tersedot masuk dalam tangki deodorisasi (67) dan dipanaskan pada suhu 150oC dengan jacket steam, kemudian dipanaskan hingga 200oC selama 8 jam dengan direct steam agar volatil penyebab bau yang tidak enak hilang (68).

Setelah acid value (AV) dari minyak telah sesuai dengan standar yaitu AV = 2, ditambahkan larutan asam sitrat (0,5 kg asam sitrat dalam 1 liter air) dari tangki (69) sebanyak 0,5% dari minyak. Penambahan asam sitrat dilakukan untuk mengikat logam-logam yang terkandung dalam minyak. Ion logam tersebut merupakan katalisator pada reaksi oksidasi minyak yang dapat membentuk persenyawaan komplek dengan hasil oksidasi asam lemak dan berubah menjadi radikal bebas. Pemanasan dilakukan selama 30 menit untuk menghilangkan kadar air dari larutan asam sitrat. Setelah proses deodorisasi selesai, minyak siap dialirkan ke tangki pendingin (cooler tank) (70). 3. Penanganan Lanjutan Setelah melalui unit pressing dan unit refining, minyak hasil deodorisasi perlu ditangani lebih lanjut. Penanganan lanjutan disini adalah pendinginan, penimbangan, dan pengepakan 1. Pendinginan (cooling) Pendinginan dimaksudkan untuk mendinginkan minyak hasil deodorisasi, sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan pada minyak akibat suhu yang tinggi dan terjadinya peristiwa oksidasi. Sebelum proses pendinginan, tekanan tangki pendingin disamakan dengan tangki deodorisasi dengan cara membuka kran vakumnya sehingga minyak dapat dialirkan dari tangki deodorisasi ke tangki cooler dengan adanya beda elevasi. Minyak dialirkan ke

cooler (71) sambil dilakukan pengadukan untuk mempercepat pendinginan. Proses pendinginan ini berlangsung pada suhu 75oC selama 2 jam. Setelah pendinginan, tekanan di tangki cooler disamakan dengan tekanan di luar tangki dan kemudian ditambahkan antioksidant. Kemudian minyak dipompa ke filter press (72) untuk disaring, lalu ditampung pada tangki penampungan sementara (73). Hasil dari penyaringan ini disebut Refined Bleached Deodorized (RBD) yang mempunyai kadar 88% dari crude oil sebagai umpan masuk. Selanjutnya minyak dipompa ke tangki penampungan (74) dan dipompa masuk ke gudang jadi (74). 2. Penimbangan dan pengepakan. Setelah dilakukan pendinginan, minyak ditimbang dan dikemas dalam drum-drum untuk dipasarkan. Pada tahap ini juga dilakukan proses pemantauan kualitas di laboratorium pengendalian mutu (quality control) sesuai dengan spesifikasi produk minyak jadi E. Penanganan Limbah Setiap industri akan menghasilkan produk hasil industri yang diinginkan dan produk limbah. Produk limbah akan mengakibatkan polusi lingkungan bila tidak ditangani dengan benar. Oleh karena itu, penanganan limbah dalam industri sangat diperlukan.

Dalam perkembangannya, P.T. Kimia Farma Plant Semarang telah memanfaatkan kemajuan tehnologi dengan tidak melupakan dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan produksi tersebut. Hal ini terbukti dengan tersedianya sarana instalasi pengolahan limbah cair untuk

menanggulangi pencemaran air dan tanah. Selain itu, pemanfaatan limbah padat juga dilakukan untuk menanggulangi pencemaran tanah. Adapun produk samping (limbah) yang dihasilkan yaitu : a. Ampas biji jarak pada proses pressing yang digunakan sebagai

pupuk tanaman. b. Asam lemak bebas pada proses refining diolah lebih lanjut sebagai

bahan baku pembuatan sabun. c. Minyak kasar (crude oil) ditampung dalam bak penampungan

minyak sementara, sedangkan ampas terakhirnya diangkut dengan bucket elevator dan convenyor warm menuju gudang jadi untuk dikemas dalam karung dan digunakan sebagai pakan ternak. d. Limbah cair yang mempunyai komposisi sebagai berikut : Proses netralisasi menghasilkan limbah berupa sisa asam lemak bebas dan sisa larutan NaOH. Pencucian air filter press berupa minyak, ampas kulit jarak, gum, sisa bleaching earth, sisa karbon aktif, sisa asam sitrat, karbohidrat, dan protein. Proses pencucian minyak berupa cairan pencucinya. Penampungan soapstock berupa asam sulfat dan asam soapstock.

Proses sanitasi berupa cairan desinfektan. Pencucian drum berupa minyak yang melekat pada drum dan cairan pencucinya. 1. Proses Pengolahan Limbah Cair Limbah cair di P.T. Kimia Farma Plant Semarang berasal dari proses pencucian soapstock, proses pencucian minyak, air pencuci drum dan sanitasi. Langkah proses yang dilakukan pada pengolahan limbah adalah sebagai berikut : 1) limbah cair ditampung dalam bak equalisasi dan dialirkan ke instalasi penanganan limbah cair melalui 2 buah pompa yang bekerja secara bergantian. Limbah cair dialirkan melalui saluran induk ke tangki pengaturan pH pertama sampai hampir penuh (kapasitas 20 m3). Saluran dilengkapi dengan sekat-sekat dan kawat sebagai filter sehingga ranting, daun dan plastik dapat tertahan. 2) Pada tangki pengaturan pH dilakukan pengadukan dengan kecepatan 200 rpm dan dilakukan pengaturan pH. Untuk limbah dengan pH kurang dari 7 maka perlu ditambahkan air kapur hingga dicapai pH 7-8. untuk limbah dengan pH lebih dari 8 maka perlu ditambahkan asam phosphat hingga mencapai pH 7-8. Untuk limbah dengan pH kurang dari 6 maka ditambahkan air kapur untuk mencapai pH = 6 dan untuk mencapai pH 7-8 ditambahkan soda cair. 3) Setelah pH netral, limbah dialirkan ke dalam bak anaerob I dengan kecepatan aliran 5m3/jam atau 20m3 dalam waktu 4 jam. Biarkan limbah

mengalir secara berlebih (overflow) sampai habis 1 tangki, untuk penambahan nutrisi pada masing-masing bak melalui pipa-pipa inlet. Dari bak anaerob I, limbah dialirkan ke bak anaerob II dan kemudian dialirkan menuju bak anaerob III secara overflow. Proses anaerob dilakukan secara berurutan di dalam 3 buah bak anaerob tertutup. Dalam bak anaerob berisi lumpur anaerob yang didalamnya terkandung bakteri anaerob, diantaranya bakteri metana, fakultatif, nitrifikasi, dan protozoa. Jumlah lumpur untuk bak anaerob I adalah 1/3 volume bak. Sedangkan bak anaerob 2 dan 3 jumlah lumpur masing-masing 200 dan 300 cc/l. Proses fermentasi oleh bakteri metana pada air limbah dalam bak anaerob dapat menghasilkan komponen organik yang sangat beragam. Komponen ini dapat dioksidasi oleh bakteri karena bakteri metana yang aktif juga sangat beragam dan saling berinteraksi. Reaksi peruraian limbah cair secara anaerob dalam bak anaerob : Bahan organik + nutrisi sel CO2 + CH4 Proses anaerob menghasilkan gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) yang kemudian dibuang melalui pipa diatas bak anaerob. Pemeriksaan secara periodik terhadap kondisi bak anaerob dilakukan 4 jam dengan cara pengambilan sampel. Untuk menentukan waktu tinggal (retensi) air limbah disesuaikan dengan luas bak dan laju aliran (5m3/jam) sehingga mikroorganisme mempunyai waktu yang cukup untuk
Bakteri

sel + asam volatil + alkohol + H2 +

menguraikan bahan organik dan setelah itu air limbah mengalir secara berlebihan (over flow). 4) Dari bak anaerob 3, air limbah mengalir secara berlebihan (overflow) ke bak aerasi. Proses aerob dilakukan berurutan dalam 2 bak aerasi terbuka, masing-masing dilengkapi dengan 3 alat aerasi menggunakan pompa injeksi (aerator injection pump). Pipa-pipa sirkulasi udara diletakkan di dalam bak. Lumpur aktif berfungsi sebagai pengurai zat-zat organik seperti protein dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga air limbah mempunyai angka Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD) yang rendah serta memenuhi standar yang telah ditetapkan. Adanya aerator injection pump dan pipa sirkulasi, selain sebagai pemasok oksigen juga sebagai pengaduk sehingga masa lumpur dapat tersebar dan tercampur rata dengan air limbah. Selama pencampuran tersebut terjadi penyerapan partikel-partikel tersuspensi dan senyawasenyawa koloid dalam air limbah oleh permukaan masa lumpur aktif. Pengadukan menyebabkan permukaan kontak menjadi lebih luas, sehingga penyerapan kotoran-kotoran dari limbah menjadi efektif. Mikroorganisme segera bereaksi melakukan perombakkan terhadap senyawa limbah yang terserap oleh permukaan lumpur aktif, maupun senyawa yaang ada dalam air. Dalam perombakan ini digunakan oksigen dari udara yang ditambahkan melalui aerator injection pump dan pipa sirkulasi udara.

Reaksi peruraian air limbah secara aeron didalam bak aerob adalah sebagai berikut : Oksidasi bahan organik : (CH2On) + nO2 Sintesa sel : (CH2O)n + NH3 + O2 Oksidasi sel : Komponen sel + O2 CO2 + H2O + NH3 + energi
enzim okssidase

CO2 + nH2O + energi

komponen sel + CO2 + nH2O + energi

Lama proses aerasi dalam bak aerasi I adalah 11 jam. Pada bak aerasi II adalah 8 jam dan pengalirannya secara overflow. Pemeriksaan terhadap proses aerasi meliputi besarnya COD, BOD keadaan lumpur, pH dan warna air limbah. Air dari bak aerasi II dialirkan secara overflow ke bak sedimentasi 1. Bak pengendapan ini dibuat sekat-sekat yang berkelokkelok agar lumpur dapat mengendap dan tidak terbawa arus air. Endapan yang terjadi sebagian diresirkulasi ke bak aerasi 1 dan diproses bersamasama dengan air limbah baru. Air dari bak sedimentasi 1 dialirkan secara overflow ke bak sedimentasi II dan III. Kemudian pada bak sedimentasi III air diukur COD sampai dengan 40 mg/l, pH 7, Dissolved Oxygen (DO) = 2-4, pengukuran BOD dilakukan secara berkala. Selanjutnya air yang telah diperiksa dan memenuhi syarat siap dibuang ke badan sungai.

LIMBAH CAIR BAK EKUALISASI

TANGKI PENETRALAN pH

ICP pH

BAK ANAEROB I

ICP: pH, DO, COD BAK ANAEROB II

ICP: pH, DO, COD

BAK ANAEROB III

BAK AERASI II

BAK AERASI I

BAK PENGENDAPAN

KOLAM BIOKONTROL SUNGAI KALIGARANG

KE PRODUKSI SEBAGAI AIR PENDINGIN

Gambar 1.3. Blok Diagram Pengolahan Limbah Cair

2.

Proses Pengolahan Limbah Padat Limbah padat yang dihasilkan P.T. Kimia Farma Plant Semarang berupa ampas biji jarak hasil proses pengepressan dan soapstock dari proses penetralan minyak. Ampas biji jarak yang dihasilkan dari expeller II dan III langsung dibawa menuju gudang dan dikema untuk dijual sebagai pupuk. Sedangkan soapstock dijual sebagai bahan pembuat sabun.

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN 1. Peralatan pada unit pressing di P.T. Kimia Farma Plant Semarang hanya digunakan untuk memproduksi minyak jarak. 2. Pengawasan mutu dilakukan mulai dari bahan masuk, selama proses dan produk akhir. Dengan demikian penyimpangan mutu dapat diketahui dengan cepat dan minyak yang dihasilkan mempunyai mutu yang baik sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. 3. Usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk minyak jarak sudah ditunjang oleh kelengkapan fasilitas laboratorium sebagai perangkat kualitas yang cukup baik. 4. Masalah pencemaran limbah di lingkungan pabrik telah ditangani dengan baik terutama yang menyangkut limbah cair pabrik dengan adanya instalasi pengolahan limbah (IPAL). Ampas jarak yang merupakan limbah proses produksi dapat ditingkatkan nilainya menjadi produk samping berupa pupuk tanaman. 3.2 SARAN 1. Agar proses produksi dapat dilakukan secara berkesinambungan perlu diusahakan peningkatan penanaman tanaman jarak, dengan melakukan pembinaan terhadap petani tanaman jarak.

2. Perlu dilakukan modernisasi peralatan terhadap instrumentasi pada proses produksi dengan sistem otomatisasi untuk mengurangi faktor kesalahan manusia yang dapat menurunkan kualitas minyak yang dihasilkan. 3. Pada proses pengolahanlimbah, penggantian ikan sebagai indikator biotik perlu dilakukan untuk menjaga tingkat kekebalan/resisten ikan tersebut terhadap limbah.

DAFTAR PUSTAKA

Andersen, AIC, , 1962, Refining of oil and Fats for Edible Process, 2nd Edition, Pergamon Press Ltd, London. Bernardini, Ernesto,1983, Vegetable Oils and Fats Processing, Publishing house, Rome. Daniel Swern, Bailey,1964, Industrial Oil and Fat Raw Material, 3rd Edition, Interscience Publisher, A Division of John Wiley and Sons, Sydney. Keteren, S,1986,Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Soemardini,1974,Industrial Oil and Seed Raw Material, 4th Edition, Mc Graw Hill Book, Co Ltd, London.

LAMPIRAN

Unit Penyiapan Bahan Baku


(Unit Pressing) Biji Jarak Aspirator Tangki Netralisasi silo Sabun Ampas akhir Dikemas dalam Karung Minyak kasar Diproses menjadi Fatty Acid Dicuci dengan air Panas pH 7 Minyak Proses Netralisasi + NaCl + NaOH

Unit Pemurnian
(Refining) Proses Drying & Deodorisasi Asam sitrat Tangki Drying & Bleaching Setelah kering + CA +BE Filter Press II,III Tangki Deodorisasi

Kotoran

Biji bersih bebas Ranting dan debu Ekspeller

Tangki cooler

Tangki Degumming

Filter Press IV

Gudang jadi Dipasarkan Filter Press I Dipasarkan Tangki minyak kasar bebas gum Dipasarkan Ke konsumen Pengemasan

Tangki Penampungan Minyak RBD

You might also like