You are on page 1of 2

Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (E R C P) diagnostik dan terapeutik pada Obstruksi Biller

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

L.A. Lesmana

Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta

PENDAHULUAN Diagnosis ikterus bedah atau obstruksi bilier umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti serta tes laboratorium. Walaupun demikian, sarana penunjang imaging yang non-invasif seperti ultrasonografi; CT Sean abdomen dan yang invasif seperti percutaneous transhepatic cholangiography (PTC), endoscopic retrograde cholangio pancreatography (ERCP) sering diperlukan untuk menentukan letak, kausa dan luas dari lesi obstruksinya. Dengan kemajuan yang pesat di bidang endoskopi gastrointestinal maka ERCP telah berkembang dari satu modalitas dengan tujuan diagnosis menjadi tujuan terapi pada ikterus bedah. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai peranan ERCP dalam diagnosis dan terapi obstruksi bilier serta hasil pengalaman kami sendiri dengan teknik ini. DASAR DAN TEKNIK ERCP ERCP merupakan suatu perpaduan antara pemeriksaan endoskopi dan radiologi untuk mendapatkan anatomi dari sistim traktus biliaris (kolangiogram) dan sekaligus duktus pankreas (pankreatogram). Metode ini memerlukan alat radiologi dengan kemampuan tinggi, monitor televisi serta ketrampilan khusus dari ahli endoskopi. Prinsip teknik ERCP adalah mula-mula memasukkan endoskop "optik samping" sampai duodenum dan mencari papila Vateri yang merupakan muara bersama dari duktus koledokus dan dari duktus pankreatikus. Kemudian dilakukan kanulasi dari muara papila dengan kateter yang dimasukkan melalui kanal skop. Selanjutnya media kontras disuntikkan melalui kateter tersebut sehingga didapatkan kolangiogram atau pankreatogram yang akan terlihat pada monitor televisi. Untuk penilaian dan dokumentasi lalu dibuat beberapa foto dalam beberapa posisi.

ERCP DIAGNOSTIK ERCP untuk tujuan diagnosis pada ikterus bedah biasanya dikerjakan bila penemuan sonografi dan CTScan : a) normal (dengan dugaan adanya ikterus bedah) atau b) tidak konklusif, atau c) tidak dapat memberikan informasi yang diperlukan untuk menentukan terapi adekuat(1). . Dengan ERCP kita akan mendapatkan kolangiogram yang lengkap dari saluran empedu intra-hepatik, ekstra hepatik, duktus sistikus dan kandung empedu, sehingga letak l:usa dan derajat obstruksi dapat diketahui. Data pankreatogram iuga dapat diperoleh dan hal ini sangat penting sebab kelainan pankreas seperti keganasan merupakan salah satu kausa tersering dari ikterus bedah. Indikasi ERCP diagnostik pada ikterus bedah meliputi (2) : Kolestasis ekstra hepatik Keluhan pasca operasi bilier - Keluhan pasca kolesistektomi Kolangitis akut - Pankreatitis bilier akut. Di samping itu kelainan di daerah papila Vateri (tumor, impacted stone) yang juga sering merupakan penyebab ikterus bedah dapat terlihat jelas dengan teknik endoskopi ini. Kami sendiri telah melakukan ERCP sejak April 1981 dimulai dengan alat duodenokop Machida lalu Olympus 1E4, JF IT10 dan terakhir JFIT 20. Sebagai zat kontras digunakan Urografin 2025% yang dicampur antibiotika. Dari April 1981 sampai Agustus 1987 telah dilakukan ERCP pada 520 pasien, 326 pasien (63%) di antaranya dengan ikterus kolestatik o ). Keberhasilan ERCP pada koledokolitiasis didapatkan pada 73%, kolelitiasis 97%, Ca pankreas 67%, Ca papila Vateri 86%, Ca sal uran empedu 80%. Komplikasi didapatkan pada dua pasien (0,4%) dengan ikterus bedah : satu pasien dengan pankreatitis akut dan satu lainnya septikaemia.

Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 81, 1992

113

ERCP TERAPEUTIK Penatalaksanaan kasus ikterus bedah telah banyak mengalami perubahan berkat perkembangan pesat di bidang endoskopi terapeutik dan radiologi intervensional. Pemilihan prosedur terapi yang tepat pada ikterus bedah (operatif, radiologik, endoskopik) tergantung dari diagnosis etiologi, luasnya lesi, adanya penyulit lain, fasilitas dan ketrampilan setempat (1). Pada sejumlah pasien ikterus bedah yang mempunyai risiko tinggi dapat dilakukan "ERCP terapeutik". Prinsip dari ERCP terapeutik adalah memotong sfingter papila Vateri dengan kawat yang dialiri arus listrik sehingga muara papila menjadi besar (spingterotomi endoskopik). Pada penderita dengan batu saluran empedu dengan kendala operasi dapat dikerjakan spingterotomi endoskopik dan pengeluaran batu dengan basket atau balon. Di luar negeri pembersihan saluran empedu sesudah pengeluaran batu dapat mencapai 8090% dengan komplikasi dini 710% dan angka kematian 12%(4 - 7) . Kami sendiri dari Desember 1983 sampai Nopember 1989 telah melakukan spingterotomi endoskopik (SE) dan pengeluaran batu pada 84 pasien dengan batu saluran empedu. SE dilakukan dengan papilotom Olympus tipe KD-4Q dan elektrosurgeri EUS-2. Pengeluaran batu dilakukan dengan kateter basket atau kateter balon. Keberhasilan spingterotomi didapatkan pada 98%, keberhasilan pengeluaran batu pada 86% dan komplikasi 10% 0> . Kegagalanekstraksibatu yang relatif besar didapatkan pada 9 pasien; hal ini mungkin disebabkan spingterotomi yang tidak adekuat pada permulaan studi kami. Pada 6 pasien, batu baru dapat dikeluarkan setelah dihaneurkan dahulu dengan litotripsi mekanik. Komplikasi perdarahan pada 6 pasien, kolangitis dan pankreatitis masing-masing pada satu pasien. Dua dari 6 pasien dengan perdarahan memerlukan operasi darurat. Komplikasi dini SE dalam seri kami seperti perdarahan, pankreatitis dan kolangitis sebesar 10% juga tidak berbeda dengan studi sebelumnya yang mclaporkan 710% -71 Hasil keseluruhan SE dari studi kami ini juga memperlihatkan bahwa "ERCP terapeutik" merupakan prosedur yang bermanfaat dan cukup aman untuk mengeluarkan batu saluran empedu pada penderita usia lanjut atau dengan penyulit operasi di negara kita. Kebanyakan tumor ganas yang menyebabkan obstruksi biliaris sering sekali inoperabel pada saat diagnosis ditegakkan. Tindakan operasi yang dilakukan biasanya paliatif dengan membuat anastomosis bilio-digestif. Pada penderita dengan usia lanjut atau dengan penyulit operasi, drainase bilaer dapat dilakukan dengan ERCP terapeutik yaitu memasang endoprostesis parendoskopik. Prinsip dari teknik ini adalah setelah dilakukan small sphingterotomy kemudian dimasukkan prostesis yang terbuat dari tenon dengan bantuan guide wire melalui papila Vateri ke dalam duktus koledokus sehingga ujung proksimal prostesis terletak di bagian proksimal dari lesi obstruksi dan ujung distal terletak di duodenum. Dengan cara ini akan diperoleh drainase empedu internal melalui endosprotesis yang mempunyai lubanglubang di sampingnya (side holes). Pemasangan endoprotesis
114

perendoskopik pada keganasan yang inoperabel sudah menjadi pilihan sarana terapi. Kami sendiri dari Desember 1988 sampai Juli 1991 telah melakukan pemasangan endoprostesis perendoskopik pada 34 kasus 1 " 1 . Indikasi pemasangan endoprostesis meliputi obstruksi maligna pada 20 pasien, batu saluran empedu besar 9 dan striktur benigna 5. Dalam studi ini digunakan duodenoskop Olympus yang mempunyai kausal besar dan endoprostesis 7FR atau 10FR. Keberhasilan drainase empedu didapatkan pada 33 pasien (97%) sedangkan komplikasi dini terjadi pada 3 pasien (9%) masing-masing perdarahan, sepsis dan migrasi endoprostesis. Selamafollow-up clogging (tersumbatnya endoprostesis) terjadi pada 6 pasien (18%) dan dislokasi pada 2 pasien (6%) sehingga diperlukan penggantian endoprostesis. Pengeluaran endoprostesis yang tersumbat (blocked endoprosthesis) dilakukan dengan kawat basket atau akhir-akhir ini dengan Soehendra retrieval device. Dari studi ini pemasangan endoprostesis melalui ERCP terapeutik jelas bermanfaat untuk sejumlah pasien dengan ikterus bedah yang disebabkan lesi maligna dan benigna. KESIMPULAN ERCP merupakan modalitas yang sangat bermanfaat dalam membantu diagnosis ikterus bedah dan juga dalam terapi sejumlah kasus ikterus bedah yang inoperabel.
KEPUSTAKAAN 1. May GR, James EM, Bender CE, Williams HJ, Adson MA. Diagnosis and treatment of jaundice. Radiographics 1986; 6: 847-90. 2. Huibregtse K, Tytgat GNJ. Endoscopy retrograde cholangio pancreatography. In: Lygidakis NJ, Tytgat GNJ, eds. Hepabiliary and pancreatic malignacies. Stuttgart: George Thieme Verlag 1989: 100-14. 3. Lesmana LA, Tjokrosetio N, Wibowo S, Nocr HMS, Pang RTL. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP): Review of 520 cases (abstract). KONAS III PGI dan PEGI dan Pertemuan Ilrniah IV PPIII, Surabaya, 1987. 4. Safrany L. Endoscopic treatment of biliary-tract diseases. Lancet 1987; 983-5. 5. Cotton PB, Vallon AG. British experience with duodenoscopic sphingterotomy for removal of bile duct stones. Br. J. Surg. 1981; 68: 376-80. 6. Leese T, Neotolemos JP, Carr-Locke DL. Successes, failures, early complications and their management following endoscopic sphincterotomy: results in 394 concecutive patients from a single centre. Br J. Surg 1985; 72: 215-9. 7. Escourrou J, Cordova JA, Lazorthes F, Frexinos J. Early and late complications after endoscopic sphincterotomy for biliary lithiasis with and without the gall bladder "in situ". Gut 1984, 25: 598-602. 8. Lesmana LA, Tjokrosetio N, Nurman A, Noer I IMS. Endoskopi terapetik pada batu saluran empedu. Naskah Lengkap. Konas IV PGI dan PEGI, Penemuan Ilmiah V PPHHI Jakarta, 1990. 9. Grimm H, Soehendra N. Endoscopy biliary drainage (Hamburg). In: Lygidakis NJ, Tytgat GNJ, eds. H epatobili a ry and pancreatic malignancies. Stuttgart: George Thieme Verlag 1989 : 418-25. 10. Hubregtse K, Tytgat GNJ. Endoscopy biliary drainage (Amsterdam). In: Lygidakis NJ, Tytgat GNJ, eds. Hepatobiliary and pancreatic malignancies. Stuttgart: George Thieme Verlag 1989 : 426-38. 11. Lesmana LA, Tjokrosetio N, Nurman A, Noer HHMS. Endoscopic Biliary Stenting (abstract). Sarasehan PPHHI, PGI, PEGI Cabang Jakarta, Jakarta Agustus 1991.

Cermin Durua Kedokteran Edisi Khusus No. 81.1992

You might also like