You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama Perilaku kekerasan

B. Proses Terjadinya Masalah 1. Pengertian Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Stuar dan Sundeen, 1995)
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz dalam Harnawati, 1993) Setiap aktivitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Stuart dan Sundeen, 1998) Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998) Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-barang (Maramis, 1998) Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal dan fisik (Ketner et al.,1995)
Menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan

gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : Marah

adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007) Perilaku kekerasan (agresif) adalah suatu bentuk perilaku yang diarahkan pada tujuan menyakiti atau melukai orang lain yang dimotivasi menghindari perilaku tersebut (Kaplan dan Sadock, 1997).

2. Tanda dan Gejala Fisik Mata melotot,/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku. Verbal Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar dan ketus. Perilaku Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/agresif. Emosi Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme. Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.
Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran. Perhatian Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual

3. Rentang Respon Respon Adaptif Respons Maladaptif

Asertif

Frustasi

Pasif

Agresif

Kekerasan

Gambar 8.1. Rentang Respons Perilaku Kekerasan Sumber: Keliat (1999)

Keterangan: 1. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan

orang lain dan memberikan ketenangan. 2. Frustasi :individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan

tidak dapat menemukan alternatif 3. Pasif


4. Agresif

: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya : perilaku yang menyertai marah

5. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta

hilangnya control

Tabel 8.1. Perbandingan antara perilaku asertif, pasif dan agresif/kekerasan Pasif Negatif dan merendahkan diri, contohnya perkataan: Dapatkah saya? Dapatkah kamu? Tekanan suara Posisi badan Jarak Cepat lambat, mengeluh Menundukkan kepala Menjaga jarak dengan sikap Penampilan Kontak mata acuh/mengabaikan Loyo, tidak dapat tenang Sedikit/sama sekali tidak Asertif Positif dan menawarkan diri, contohnya perkataan: Saya dapat Saya akan Sedang Tegap dan santai Mempertahankan jarak yang aman Sikap tenang Mempertahankan kontak mata sesuai dengan hubungan Sumber: Keliat (1999) Agresif Menyombongkan diri, merendahkan orang lain, contoh perkataan: Kamu selalu Kamu tidak pernah Keras dan ngotot Kaku, condong ke depan Siap dengan jarak akan menyerang orang lain Mengancam, posisi menyerang Mata melotot dan dipertahankan

Isi Pembicaraan

4. Faktor Predisposisi Menurut Townsend (1996) terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang factor predisposisi perilaku kekerasan, diantaranya adalah sebagai berikut: Teori biologik

Berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu sebagai berikut: a. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. System limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif. b. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996) menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin, norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan hormone androgen dan norepinefrin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c. Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat

kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara pelaku tindak criminal (narapidana) d. Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi (epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan. Teori psikologik a. Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya

berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan. b. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang diperlajari, individu yang memiliki pengaruh biologic terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi biologik Teori sosiokultural Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.

5. Faktor Presipitasi Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi factor internal dan eksternal. Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan, menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang control, dan lain-lain. Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai, krisis, dan lain-lain. Menurut Shives (1998) hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut: Kesulitan kondisi sosial ekonomi Kesulitan dalam mengomunikasikan sesuatu Ketidaksiapan dewasa seorang ibu dalam merawat anaknya dan

ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang

Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisocial seperti penyalahgunaan obat dan alcohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga

6. Mekanisme Koping Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial, dan reaksi formasi. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83) Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci

pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang rendah diri (harga diri rendah), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan memunculkan halunasi berupa suara-suara atau bayangan yang meminta klien untuk melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut dapat berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat memengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini tentunya menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).

C. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

Perilaku kekerasan

PPS: Halusinasi

Regimen terapeutik inefektif

Harga Diri Rendah Kronis

Isolasi Sosial

Koping keluarga tidak efektif

Berduka disfungsional

Gambar 8.2. Pohon Masalah Perilaku Kekerasan

D. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul 1. Perilaku kekerasan 2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan 3. Perubahan persepsi sensori: halusinasi 4. Harga diri rendah kronis 5. Isolasi sosial 6. Berduka disfungsional 7. Penatalaksanaan regimen teurapeutik inefektif 8. Koping keluarga inefektif

E. Data Yang Perlu Dikaji Masalah keperawatan Perilaku kekerasan Data yang perlu dikaji Subjektif: Klien mengancam Klien mengumpat dengan kata-kata kotor Klien mengatakan dendam dan jengkel Klien mengatakan ingin berkelahi Klien menyalahkan dan menuntut Klien meremehkan Objektif: Mata melotot/pandangan tajam Tangan mengepal Rahang mengatup Wajah memerah dan tegang Postur tubuh kaku Suara keras

Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan antara lain sebagai berikut: 1. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah 2. Stimulus lingkungan 3. Konflik interpersonal 4. Status mental 5. Putus obat 6. Penyalahgunaan narkoba/alcohol

F. Diagnosis Keperawatan Perilaku kekerasan

G. Rencana Tindakan Keperawatan 1. Tindakan keperawatan untuk klien Tujuan


a. Klien dapat menidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

b. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan c. Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya d. Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
e. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya

f. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka. Tindakan a. Bina hubungan saling percaya Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus kita lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah mengucapkan salam terapeutik, berjabat tangan, menjelaskan tujuan interaksi, serta membuat kontrak topic, waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien.

b. Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang terjadi dimasa lalu dan saat ini c. Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan. Diskusikan bersama klien mengenai tanda dan gejala perilaku kekerasan, baik kekerasan fisik, psikologis, social, spiritual amupun intelektual. d. Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa dilakukan pada saat marah baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. e. Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku marahnya Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan baik secara fisik (pukul kasur atau bantal serta tarik napas dalam), obat-obatan, sosial atau verbal (dengan mengungkapkan kemarahannya secara asertif), ataupun spiritual (shalat atau berdoa sesuai keyakinan klien). 2. Tindakan keperawatan untuk keluarga Tujuan Keluarga dapat merawat klien di rumah Tindakan a. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul, serta akibat dari perilaku tersebut. b. Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku kekerasan

1. Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien agar melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat. 2. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien bila anggota keluarga dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat. 3. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila klien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.
c. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi klien yang perlu

segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah

: Perilaku Kekerasan : Ke-1 (Pertama )

Pertemuan

A. Proses Keperawatan 1. Kondisi Klien tampak mondar mandir, berbicara sambil mengepalkan tinju, pandangan mata tajam, wajah merah dan tegang, serta sesekali tampak memukul-mukul dinding. 2. 3. Diagnosa Keperawatan Perilaku Kekerasan Tujuan Khusus 4. Membina hubungan saling percaya Menyebutkan penyebab dari perilaku marah yang ditampilkan. Menyebutkan perilaku yang biasa dilakukan jika marah. Terhindar dari cedera. Membina hubungan saling percaya a. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien.

Tindakan Keperawatan

b. c. d.

Berkenalan dengan klien, meliputi nama dan nama panggilan yang Saudara sukai, serta nama dan nama panggilan klien. Menanyakan perasaan dan kebutuhan klien saaat ini. Buat kontrak asuhan meliputi apa yang saudara akan lakukan bersama klien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana.

e. f. g.

Jelaskan bahwa Saudara akan merahasiakan setiap informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien. Penuhi kebutuhan dasar klien.

Identifikasi tanda-tanda yang menunjukkan perilaku kekerasan. Monitor klien selama masih melakukan tindakan yang mengarah pada perilaku kekerasan. Lakukan pendekatan dengan teknik komunikasi terapeutik. Tangani kondisi kegawatdaruratan dengan isolasi dan fiksasi.

B. Strategi komunikasi dan Pelaksanaan 1. Orientasi Selamat pagi Pak, perkenalkan nama saya suster., saya akan merawat Bapak hari ini. Nama Bapak siapa, senangnya dipanggil apa? (mengulurkan tangan sambil tersenyum menunjukkan sikap terbuka). Saya perhatikan Bapak mondar-mandir samba memukul-muku dinding, bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang apa yang menyebabkan Bapak memukul-mukul dinding? (memberikan sentuhan dengan perlahan serta menunjukkan sikap empati). Berapa lama Bapak ingin berbincang-bincang? Di mana enaknya kita berbincang-bincang, Pak? 2. Kerja Sekarang Bapak bisa mulai menceritakan apa yang menyebabkan Bapak memukul-mukul dinding. Apa yang Bapak rasakan saat ini?

(Dengarkan ungkapan kemarahan klien dan tetap bersikap empati selama klien mengungkapkan kemarahannya, selain itu lakukan observasi terhadap tanda-tanda perilaku kekerasan yang ditunjukkan selama kien mengungkapkan perasaan marahnya). Apa yang biasa Bapak lakukan jika Bapak merasa kesal/marah seperti ini?" Bagaimana menurut Bapak dengan tindakan tersebut? Baiklah Pak, untuk sementara waktu Bapak boleh menyendiri di ruangan ini dulu sampai marahnya hilang, tujuannya agar Bapak leebih aman dan tenang, karena jika dalam kondisi kesal Bapak tetap di luar, dikhawatirkan Bapak akan mengalami ha-ha yang tidak diinginkan, misalnya terjatuh atau terluka. (Melakukan isolasi pada klien di ruangan yang aman). Bapak akan dikeluarkan dari ruangan ini sampai kondisi Bapak lebih tenang dan jika Bapak perlu sesuatu, saya ada di ruangan depan dan saya siap membantu Bapak kapan saja. 3. Terminasi Bagaimana perasaan Bapak setelah berada di ruangan ini? Sekarang Bapak bisa menenangkan diri di ruangan ini sambil Bapak pikirkan hal lain yang bisa membuat Bapak kesal/marah. Saya akan krmbali 15 menit lagi untuk melihat kondisi Bapak, dan jika kondisi Bapak sudah lebih tenang saya akan mengajarkan cara menghilangkan perasaan kesal/marah supaya Bapak tidak dimasukkan ke ruangan ini lagi. Bagaimana Pak, setuju?

You might also like