You are on page 1of 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS [DM]

By : V.M. Endang Sri Purwadmi Rahayu A. Pengertian Diabtes Melitus [DM] merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta berkembangnya komplikasi makrovaskuler dan neurologis [Sujono Riyadi dan Sukarmin, 2008:69]. Brunner and Suddarth [2002:1220] mendefinisikan DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada DM terdapat penurunan dalam kemampuan untuk berespons terhadap insulin dan atau penurunan atau pankreas sama sekali tidak memproduksi insulin. Slamet Suyono [dalam Penatalaksanaan DM Terpadu, 2009] menyatakan DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif yang dilatar belakangi oleh resistensi insulin. Keadaan ini dapat menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan berbagai komplikasi metabolic seperti ketoasidosis [KAD] dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler mnon-ketotik [HHNK]. Hiperglikemi jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis pada ginjal, mata, saraf, dan komplikasi makrovaskuler seperti miokard infark, stroke, dan penyakit vaskuler perifer. Pada orang normal, badan memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu badan juga memerlukan energi supaya sel badan berfungsi dengan baik. Energi pada manusia berasal dari bahan makanan kita sehari hari seperti karbohidrat [gula dan tepung-tepungan], protein [asam amino], dan lemak [asam lemak]. Pengolahannya dimulai dari mulut, lambung, dan usus. Di dalam saluran pencernaan bahan tersebut dipecah menjadi glukosa [KH], asamn amino [protein], dan asam lemak [lemak]. Kemudian ke 3 zat tersebut diserap oleh usus dan masuk ke pembuluh darah serta diedarkan ke seluruh tubuh untuk digunakan oleh seluruh organ-organ sebagai bahan bakar. Di dalam sel terjadi proses metabolisme, terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang akhirnya menghasilkan energi. 1

Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting untuk memasukkan glukosa ke dalam sel, selanjutnya dapat dipakai sebagai bahan bakar. Insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas [pulau-pulau Langerhans], yang sangat berperan di dalam mengatur glukosa darah. Insulin diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, selanjutnya di dalam sel glukosa dimetabolisme untuk menghasilkan energi [tenaga]. Bila insulin tidak ada [DM Tipe 1] atau bila insulin kerjanya tidak baik seperti dalam keadaan resistensi insulin [DM Tipe 2], maka glukosa tidak dapat masuk seldengan akibat glukosa tetap di dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan jadi lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel. Pada gambar 1 dalam keadaan normal, tampak insulin cukup dan sensitif, insulin akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot, kemudian membuka pintu masuk sel hingga glukosa dapat masuk sel untuk kemudian dibakar menjadi energi/tenaga. Akibatnya glukosa dalam darah normal.

Gambar 1 Insulin sensitif [normal]

Pada gambar 2, pada diabetes, didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan kualitas insulinnya tidak baik [resistensi insulin], meskipun insulin ada dan reseptor juga ada, tapi karena ada kelainan di dalam sel itu sendiri maka pintu sel tetap tidak dapat terbuka [tetap tertutup] hingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk dibakar [dimetabolisme]. Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat.

Gambar 2 Resistensi Insulin [DM Tipe2]

B. Klasifikasi DM : DM Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute. Penyebab : 1. Autoimun 2. Idiopatik Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin 1. Defek genetik fungsi sel beta 2. Defek genetik kerja insulin 3. Penyakit eksokrin pankreas (Pankreatitis, Pankreatektomi) 4. Endokrinopati (Akromegali, Cushing, Hipertiroidisme) 5. Karena obat atau zat kimia (Glukokortikoid, Hormon tiroid) 6. Infeksi(Cytomegalo Virus /CMV, Rubella) 7. Sebab imunologi yang jarang (Antibodi anti insulin) 8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM (Sindrom Down, Klinefelter, Turner) Intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkatsehingga mencapai 3 kali lipat dari keadaan normal. Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan prosuksi insulin sehingga relatif hipoinsulin maka mengakibatkan hiperglikemi. Resistensi insulin juga disebabkan oleh adanya hormon estrogen, progesteron, prolaktin, dan placenta laktogen.Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi aktivitas insulin.

DM Tipe 2 Tipe lain

DM Gestasional

C. Patogenesis 1. DM Tipe 1 Pada DM Tipe 1 insulin tidak ada disebabkan oleh karena pada jenis ini ada reaksi autoimun.Pada individu yang rentan terhadap diabetes tipe 1, terdapat adanya ICA [Islet Cell Antibody] meningkat kadarny oleh karena beberapa faktor pencetus seperti infeksi virus [diantaranya virus cocksakie, rubela, MCV, herpes, dan lainlain] hingga timbul peradangan pada sel beta [insulitis] yang akhirnya akan menyebabkan kerusak permanen sel beta. Yang diserang oleh insulitis hanya sel beta, sel alfa dan sel delta biasanya masih utuh.Kelainan ini berdampak pada penurunan produksi insulin. Pada studi populasi ditemukan adanya hubungan antara DM tipe1 dengan Human Leucocyte Antigen [HLA].

2. DM Tipe 2 Pada DM Tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer, gangguan hepatic glocosa production [HGP], dan penurunan fungsi sel beta, yang akhirnya akan menuju kesrusakan total sel beta. Pada stadium prediabetes [IFG dan IGT] mula-mula timbul resistensi insulin [RI], kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi RI itu agar glukosa darah tetap normal. Lama kelamaan sel beta tidak sanggup lagi mengkompensasi RI sehingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta makin menurun. Ternyata penurunan fungsi sel beta itu berlangsung progresif sampai akhirnya sama sekali tidak bisa mensekresi insulin. Kadar glukosa darah makin meningkat. Pada DM tipe 2 penurunan fungsi sel beta disebabkan oleh beberapa faktor seperti gukotoksisitas, lipotoksisitas, resistensi insulin, deposit amiloid, efek inkretin, usia, dan genetik. Faktor gukotoksisitas, lipotoksisitas, resistensi insulin, deposit amiloid, dan efek inkretin dapat diperbaiki, sedangkan faktor umur dan genetik tidak dapat diubah.

Gambar 3 Etiologi Kegagalan Fungsi Sel Beta Pada Diabetes Tipe 2 De Fronzo R Banting Lecture [submitted ADA Meeting 2008/Claude Bernard Award Winner EASD 2008]

Glukotoksisitas adalah kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan stress oksidatif dengan akibat peningkatan apoptosis sel beta. Lipotoksisitas adalah peningkatanm asam lemakbebas yang berasal dari jaringan adipose dalam proses lipolisis akan mengalami proses metabolisme non-oksidatif menjadi ceramideyang toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis. Deposit /Penumpukan Amiloid. Pada keadaan RI kerja insulin dihambat hingga kadar glukosa darah akan meningkat, meningkatkan karenaya sekresi sel beta akan sehingga berusaha terjadi mengkompensasinya dengan insulin,

hiperinsulinemia. Peningkatan ini disertai juga dengan peningkatan sekresi amylin dari sel beta yang akan ditumpuk di sekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri hingga akhirnya jumlah sel beta dalam pulau Langerhans berkurang. Pada DM Tipe 2 jumlah sel beta berkurang 50 60% dari normal. Resistensi insulin. Penyebab RI pada DM Tipe 2 sebenarnya tidak brgitu jelas, tetapi beberapa faktor-faktor ini banyak berperan, sepserti faktor keturunan [herediter]. Efek inkretin. Inkretin mempunyai efek langsung terhadap sel beta dengan cara dengan meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin, dan mengurangi apoptosis sel beta. Faktor-faktor diabetes. Diabetes merupakan penyakit keturunan. Hal ini memang benar, tetapi faktor keturunan saja tidak cukup, dipelukan faktor lain yang disebut faktor risiko atau faktor pencetus, misalnya : adanya infeksi virus [pada DM Tipe1], kegemukan, pola makan yang salah, minum obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah, proses menua, stress, dan lain-lain. : obesitas terutama yan bersifat sentral [bentuk apel]; diet tinggi lemak dan rendah KH; kurang gerak badan; dan

D. Pathway Pathway merupakan bentuk skema dari patofisiologi yang dirunut sampai memunculkan masalah keperawatan [Sujono Riyadi dan Sukarmin, 2008].
Kelainan genetik Penyampaian kelainan pankreas ke individu turunan Gaya hidup stress Malnutrisi Obesitas Infeksi

Meningkatkan beban metabolik pankreas

Penurunan produk insulin

Peningkatan kebutuhan insulin

Merusak pankreas

Penurunan insulin berakibat penyakit diabetes mellitus Penurunan fasilitas glukosa dalam sel Glukosa menumpuk di darah Peningkatan tekanan osmolitas plasma Kelebihan ambang glukosa pada ginjal Pembongkaran glikogen, asam lemak, keton untuk energi Penuruna n massa otot Penumpu kan benda keton Sel tidak memperoleh nutrisi Starvasi seluler

Pembongkaran protein dan asam amino

Diuresis osmotik

Penuruna n antibody

Penurun an perbaika n jaringan Risiko terhada p cedera

Poliuria

Nutrisi kurang dari kebutuh an

Asidosis

Risiko tinggi infeksi

Kekurang an volume cairan

Pola nafas tidak efektif

E. Manifestasi Klinik Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien DM adalah :

1. Poliuria. Karena sifatnya , kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang yang sering dan dalam jumlah yang banyak akan sangat mengganggu pasien, terutama pada waktu malam hari. 2. Polidipsi. Akibat volume urie yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstra sel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusin keluar sel mengikuti gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik [sangat pekat]. Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH [Anti Diuretic Hormone] dan menimbulkan haus. Rasa haus amat sering dialami oleh pasien karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus adalah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu pasien minum banyak. 3. Polifagia. Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolismekan menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, pasien selalu merasa lapar. 4. Penurunan BB dan rasa lemah. Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan penurunan prestasi di sekolah dan lapangan olag raga juga mencolok. Hal ini disebabkan karena glukosa dalam darah tidak bisa masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya pasien kehilangan jarinfgan lemak dan otot sehingga menjadi kurus. 5. Gangguan saraf tepi / kesemutan. Pasien mengeluh rasa sakitatau kesemutan terutama pada kakidi waktu malam, sehingga mengganggu tidur. 6. Gangguan penglihatan. Pada fase awalk penyakit DM sering dijumpai gangguan penglihatan yang sering mendorong pasien mengganti kacamatanya, agar dapat melihat dengan baik. 7. Gatal / bisul. Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula

keluhan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat terjadi akibat yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau peniti. 8. Gangguan ereksi. Gangguan ini menjadi masalah tersembunyi. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang. 9. Keputihan. Pada wanita, keputihan dan gatalmerupakan keluhan yang seringditemukan, bahkan kadang-kadangmerupakan satu-satunya gejala yang dirasakan. F. Pemeriksaan Penunjang 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM [ mg/dl ]. Bukan DM Kadar glukosa darah sewaktu Kadar glukosa darah puasa Plasma vena Darah kapiler Plasma vena Darah kapiler < 100 < 90 < 100 < 90 Belum pasti DM 100 199 90 199 100 125 90 99 DM > 200 > 200 > 126 > 100

2. Kriteria Diagnosis DM 1. Gejala kasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200mg/dl [ 11.1 mmol/L ] Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaatpada waktu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir atau 2. Gejala kalsik mDM + Kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dl [ 7.0 mmol/L ] Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam atau 3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dl [ 11.1 mmol/L ] TTGO dilakukan dengan standard WHOP, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air 3. Glycosatet Hemoglobin/Hemoglobin glkosilasi [Hb A1C]. Berguna untuk memantau kadar gula darah rata rata selama lebih dari 3 bulan. Nilai normal < 8%. Setiap penurunan 1% menurunkan risiko gangguan mikrovaskuler 35% dan menurunkan risiko komplikasi lain dan kematian 21%.

E. Komplikasi 1. Komplikasi yang bersifat akut Hipoglikemia Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat koma disertai kejang.Penyebab tersering adalah akibat pemakaian obat hiperglikemik oral golongan sulfonilurea [klorpropamida dan glibenklamid]. Hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Begitu pula dengan penggunaan insulin drip. Penyebab : [1] makan kurang dari aturan yang ditentukan; [2] berat badan turun; [3] sesudah olah raga; [4] sesudah melahirkan; [5] sembuh dari sakit; [6] makan obat yang mempunyai sifat serupa; [7] pemberian suntikan insulin yang tidak tepat. Tanda-tanda hipoglikemia. Tanda tanda hipoglikemia mulai muncul bila glukosa darah , 50 mg/dl, meskipun dapat pula terjadi pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi, berbeda pada orang seorang. Adapun tanta-tanda hipoglikemia adalah : [1] Stadium parasimpatik : lapar, mual, dan tekanan darah turun; [2] Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, dan kesulitan menghitung sederhana; [3] Stadium simpatik : keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan, dan berdebar-debar; [4] Stadium gangguan otak berat : koma [tidak sadar] dengan atau tanpa kejang. Keempat stadium ini dapat ditemukan secara berurutan ataupun meloncat pada pemakaian obat oral ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya yaitu : [1] Obat oral memberikan tanda hipoglikemi lebih berat; [2] Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin dapat diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya Insulin reguler : 2 4 jam setelah suntik, Insulin NPH 8 10 jam setelah suntik; [3] Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom, sedangkan insulin sangat menonjol.

10

Hipoglikemia dapat berlangsung lama dengan koma yang dalam terutama akibat OAD kerja lama [klorpropamida dan glibenklamida]. Pencegahan untuk pasien yang menggunakan insulin : [1] dosis insulin tepat; [2] menyuntik di bawah kulit, jangan terlalu dalam; [3] kurangi dosis insulin bila ada perubahan seperti makan agak kurang, olah raga, sesudah operasi, dan melahirkan. Pengobatan : [1]. Stadium permulaan [sadar] : pemberian gula murni 30 gram [2 sendok makan] atau sirop, permen dan makanan yang mengandung hidrat arang. [2]. Stadium lanjut [koma hipoglikemi] : Penangan keadaan gawat darurat ini harus cepat dan tepat. Berikan glukosa 40% sebanyak 2 flakon, IV setiap 10 20 menit hingga pasien sadar disertai pemberian cairan dextrose 10% per infus, 6 jam perkolf.untuk mempertahankan nilai glukosa darah normal atau di atas normal. Bila belum teratasi dapat diberikan antagonis insulin seperti : adrenalin, kortison dosis tinggiatau glukagon 1 mg IV, tetapi sebaiknya penggunaan adrenalin perlu dibatasi mengingat efek sampingnya. Hiperglikemia Kelompok hiperglikemia, dari anamnese ditemukan masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat. Pada sub kelompok ketoasidosis diabetik [KAD] ditemukan hiperglikemia berat dengan ketosis atau asidosis. Patogesis keduanya berbeda hanya dalam derajat defisiensi insulin. Pengobatan : pemberian cairan untuk mengatasi dehidrasi terutama pada HNK. Pemberian cepat cairan NaCl normal dengan insulin dosis kecil akan memperbaiki keadaan. Ketoasidosis Diabetik [KAD] merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit DM. Timbulny KAD merupakan ancaman kematian bagi penyandang DM. Faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut adalah : [1] terlambat ditegakkan diagnosa karena biasanya penyandang DM dibawa setelah koma; [2] pasien belumtahu mengidap

11

diabetes; [3] sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat, seperti : sepsis, renjatan, infark miobard, dan CVD. Pengobatan : [1] Rehidrasi; [2] insulin; [3] Bikarbonas; [4] Kalium; [5] Antibiotika; [6] Pada KAD dengan infus insulin dosis rendah. Hiperglikemik Non-Ketotik [HNK] HNK ditandai dengan hiperglikemia berat non ketotik atau ketotik dan asidosis ringan. Pada keadaan lanjut dapat mengalami koma.Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstra selkarena banyak diekskresi lewat urine. Patogenesis : mekanisme terjadinya HNK hampir sama dengan KAD. Pada awalnya sel beta pankreas gagal atau terhambat mensekresi insulin adekuat oleh beberapa keadaan stres, terjadi peningkatan hormon glukagon sehingga pembentukan gula akan meningkat dan pemakaian gula perifer akan terhambat, yang akhirnya akan menimbulkan hiperglikemia. Perjalanan selanjutnya terjadi diuresis osmotik yang menyebabkan cairan dan elektrolit tubuh berkurang, perfusi ginjal menurun dan akibatnya sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan : [1] pasien dalam keadaan apatis sampai koma; [2] tanda-tanda dehidrasi berat sering diikuti kelainan neurologis, turgor kulit menurun, hipotensi postural, bibir dan lidah kering. Gambaran laboratorium : GD . 600mg%, osmolalitas serum 350 mOsm/kg dan reaksi keton dengan nitroprusid positif lemah. Perlu diperhatikan pula hipernatremia, hipertkalemia, azetomia, BUN, dan kreatinin. Pengobatan : [1] Cairan NaCl; Glukosa 5%; [2] Insulin; [3] Kalium; [4] Hindari infeksi sekunder [suntikan, pemasangan infus, kateter, dll]. Prognosis : biasanya buruk. 2. Komplikasi yang bersifat kronik Jika kadar glukosa darahnya tetap tinggi akan dapat timbul beberapa penyulit pada berbagai organ kulit, seperti pada : Pembulud darah otak Pembuluh darah mata : stroke : kebutaan

12

Pembuluh darah jantung : penyakit jantung koroner Pembuluh darah ginjal Pembuluh darah kaki Mikrovaskular Makrovaskular Neuropati Rentan infeksi : penyakit ginjal kronik : luka sukar sembuh : ginjal dan retina mata : jantung koroner, pembuluh darah kaki, dan pembuluh darah otak : mikro dan makrovaskular : mikro dan makrovaskular

Penyulit Kronik DM :

F. Diagnosa Keperawatan [Carpenito,LJ, 2001] Perubahan Nutrisi : Lebih dari Kebutuhan Tubuh yang berhubungnan dengan masukan yang melebihi pengeluaran aktivitas, kurang pengetahuan dan inefektif koping. Risiko terhadap Cedera yang berhubungnan dengan penurunan sensasi taktil, pengurangan ketajaman pandangan, dan hipoglikemia Ketakutan [ klien, keluarga ] yang berhubungnan dengan diagnosis diabetes, komplikasi potensial diabetes, injeksi insulin, efek negatif pada gaya hidup Risiko terhadap Koping Tidak Efektif [ klien, keluarga ] yang berhubungnan dengan penyakit kronik, aturan perawatan diri yang kompleks dan masa depan yang tidak pasti Risiko terhadap Perubahan Pola Seksual [ laki-laki ] yang berhubungnan dengan masalah-masalah ereksi sekunder akibat neuropati atau konflik-konflik psikologis Risiko terhadap Perubahan Pola Seksual [ perempuan ] yang berhubungnan dengan seringnya masalah genitourinarius dan stresor fisik dan psikologis dari diabetes Ketidakberdayaan yang berhubungnan dengan perkembangan komplikasi diabetes di masa datang [ kebutaan, amputasi, gagal ginjal, nyeri neuropati ] Risiko terhadap Ketidakpatuhan yang berhubungnan dengan kompleksitas dan kronisitas aturan pengobatan

13

Risiko terhadap Ketidakefektifan Penatalaksanaan Program Terapeutik yang berhubungnan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi, pemantauan GD mandiri, pengobatan, perubahan diet, penangan hipoglikemi, kontrol BB, Perawatan hari-hari sakit, program latihan, perawatan kaki, tanta-tanda dan gejala-gejala komplikasi. G. Penatalaksanaan Pilar penatalaksanaan DM adsalah : Edukasi Terapi gizi medis Latihan jasmani Intervensi Farmakologis

1. Edukasi DMT2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan DM yang optimal dibutuhkan perubahan perilaku. Tujuan perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat menjalani pola hidup sehat. Tujuan pemberian edukasi a. Meningkatkan pengetahuan Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. b. Mengubah Sikap c. Mngubah perilaku serta meningkatkan kepatuhan d. Meningkatkan kualitas hidup Informasi yang diberikan kepada penyandang diabetes mencakup pengetahuan tentang DM, pemantauan mandiri, sebab-sebab tingginya kadar GD , OHO dan pemakaian insulin, perencanaan makan, perawatan makan, kegiatan jasmani, tanda-tanda hipoglikemia, dan komplikasi. Perilaku yang diharapkan adalah : [1] Mengikuti pola makan sehat; [2] Meningkatkan kegiatan jasmani; [[3] Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman danb teratur; [4] Melakukan pemantauan 14

glukosa darah mandiri [PGDM] dan memanfaatkan data yang ada; [5] Melakukan prerawatan kaki secara berkala; [6] Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit akut dengan tepat; [7] Mempunyai ketrampilan mengatasi masalah sederhana, dan mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes; [8] Mampu memenfaatkan fasilitas yankes yang ada. 2. Terapi Gizi Medis Tujuan : mempertahan kadar glukosa darah mendekati normal dengan keseimbangan asupan makanan dengan insulin atau OHO dan tingkat aktivitas; mencapai kadar serum lipid yang normal; memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan BB yang memadai; menghindari dan menanganni komplikasi akut; dan meningkatkankesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal. Terapi Gizi pada DM tipe 1. Perlu ditetapkan perencanaan yang berdasarkan asupan makan sehari-hari individu dan digunakan sebagai dasar untuk mengintegrasikan terapi insulin dengan pola makan dan latihan jasmani yang biasanya dilakukan. Individu yang menggunakan terapi insulin dianjurkan makan pada waktu yang konsisten dan sinkron dengan waktu kerja insulin yang digunakan. Selanjutnya individu perlu memantau kadar GD sesuai dengan dosis insulin dan jumlah makanan yang biasa dimakan. Terapi Gizi pada DM tipe 2. Penekanan tujuan terapi gizi medis pada DM T 2 hendaknya pada pengendalian glukosa, lipid, dan hipertensi. Penurunan BB dan diet hipokalori [pada pasien yang gemuk] biasanya memperbaiki kadar glikemikjangka pendek dan mempunyai potensi meningkatkan kontrol metabolik jangka panjang. Diet dengan kalori sangat rendah, pada umumnya tidak efektif untuk menurunkan BB jangka lama, dalam hal ini perlu ditekankan tujuan diet adalah untuk pengendalian GD dan lipid. Tapi pada sebagian indiuvidu penurunan BB dapat juga dicapai dan dipertahankan. Perencanaan makan hendaknya dengan kandungan zat gizi yang cukupdan disertai pengurangan total lemak terutama lemak jenuh. Pengaturan porsi makanan sedemikian rupa sehingga asupan zat gizi tersebar sepanjang hari. Penurunan BB ringan atau sedang, [ 5 10 kg ], sudah

15

terbukti dapat meningkatkan kontrol DM, walaupun BB idaman tidak dicapai. Penurunan BB dapat dicapai dengan baik dengan penurunan asupan energi yang moderat dan peningkatan pengeluaran energi. Dianjurkan pembatasan kalori nsedang yaitu 250 500 kkal lebih rendah dari asupan rata rata sehari. 3. Latihan jasmani. Manfaat olahraga bagi diabetisi antara lain meningkatkan penurunan glukosa darah, mencegah kegemukan, mencegah komplikasi, gangguan lipid, peningkatan tekanan darah, dan hiperkoagulasi darah. Prinsip olah raga bagi diabetisi sama saja dengan prinsip olahraga unum, yaitu frekuensi, intensitas, time [ durasi ], dan tipe [ jenis ] / F I T T . Pada diabetisi olahraga yang dipilih sebaiknya olah raga yang disenangi dan yang mungkin untuk dilakukan . Olahraga yang dilakukan hendaknya melibatkan otot otot besar. Olahraga sebaiknya dilakukan teratur dan dilakukan pada saat yang dirasa menyenangkan. Pada DM tipe 1 sebaikunya dilakukan pada pagi hari, hindari berolah raga pada malam hari. Secara ringkas perlu diperhatikan F I T T yaitu : Frekuensi Intensitas Time [ Durasi ] Tipe [ Jenis ] : jumlah olahraga perminggu Sebaiknya dilakukan secara teratur 3 5 kali perminggu : Ringan dan sedang 60 70% MHR [ Maximum Heart Rate ] : 30 60 menit : olahraga endurans kemampuan 4. Obat Obat Hipoglikemik Oral [OHO] Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 yaitu : [1]. Pemicu sekresi insulin Golongan Sulfoniluria Cara kerja obat ini adalah meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.Obat golongan ini diberikan pada pasien diabetes dewasa baru tanpa memandang berat badan serta tidak pernah [ aerobil ] untuk meningkatkan seperti jalan, joging, kardiorespirasi

berenang dan bersepeda

16

mengalami ketoasidosis sebelumnya.Sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penyakit hati, ginjal, dan tiroid. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah klorpropamid, glibenklamid, gliklasid, glikuidon, glipisid, dan glimepirid. Golongan Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan Sulfoniluria, dengan penekanan pada meningkatnya sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat, yaitu [1] Repaglinid [derivat asam benzoat]; dan [2] Nateglinid [derifat fenilalanin]. Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat oleh hati. [2]. Penambah sensitif terhadap insulin Thiazolindion / glitazon Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung I IV karena dapat memperberat udem / retensi cairan , dan juga pada gangguan faal hati. Contoh obat golongan ini adalah [1] Pioglitazon [Actoz], dan Rosiglitazon [Avandia]. [3]. Penghambat alfa glukosidase [Acarbose] Acarbose merupakan suatu penghambat kerja enzim glukosidase yang terletak pada dinding usus halus, dalam saluran cerna [usus

mengurangi absorpsi glukosa di

halus], sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa darah postprandial/sesudah makan. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak berpengaruh pada kadar insulin. Obat ini hanya berpengaruh pada kadar glukosa darah pada waktu makan. Efek samping yang paling sering ditemukan adalah perut kembung, perut kurang enak dan flatulens serta kadang-kadang diare. Bila obat

17

ini diminum bersama-sama dengan obat golongan sulfonilurea [atau dengan insulin] dapat terjadi hipoglikemi yang hanya dapat diatasi dengan pemberian gula murni, jadi tidak dapat diatasi dengan pemberian gula pasir. [4]. Glongan Inkretin Inkretin mimetik Exenatid [Byetta] suatu GLP-1 analog adalah salah satu obat golongan ini dalam bentuk suntikan, belum masuk pasaran Indonesia. Obat ini terbukti cukup efektif menurunkan glukosa darah dengan cara merangsang sekresi insulin dan menghambat sekresi glukagon. Penghambat DPP IV Obat golongan baru ini mempunyai cara kerja menghambat suatu enzim yang mendegradasi hormon inkretin, hormon GLP-1, dan GIP yang berasal dari usus, sehingga dapat meningkatkan kadarnya setelah makan, yang kemudian akan meningkatkan sekresi insulin yang dirangsang glukosa, mengurangi sekresi glukagon dan memperlambat pengosongan lambung. Obat jenis ini adalah [1] Sitagliptin [Januvia], dan Vidagliptin [Galvus]. Obat ini diberikan dosis tunggal, tetapi dapat dikombinasi dengan metformin, glitazon atau sulfonilurea. Insulin Tipe insulin ada 4 : Insulin kerja cepat [short acting], yaitu insulin reguler [IR] mmerupakan satu-satunya insulin jernih atau larutan insulin, sementara lainnya adalah suspensi. IR satu-satunya produk insulin yang cocok untuk pemberian IV. Insulin kerja singkat yang beredar di Indonesia adalah Actrapid [2 3 jam], dan Humulin R [ 2 3 jam] 18

Insulin kerja sangat cepat [rapid acting atau ultra-rapid acting insulin ], cepat diabsorbsi, adalah insulin analog seperti : Novorapid, Humalog, dan Apidra, puncak kerja : 0,5 2 jam. Insulin kerja menengah [intermediate-acting insulin] yaitu NPH termasuk Monotard, Insulatard, dan Humulin N. NPH mengandung protamin dan sejumlah zink, yang keduanya kadang-kadang mempunyai pengaruh sebagai penyebab reaksi imunologik, seperti urtikaria pada lokasi suntikan. Puncak kerjanya 4 10 jam. Insulin kombinasi antara kerja singkat atau cepat dengan kerja sedang , yang beredar di Indonesia adalah Mixtard 30/70 dan Humulin 30/70. Sedangkan kombinasi insulin kerja cepat dan sedang adalah Novomix 30/70, dan Humalog mix 25/75. Insulin kerja panjang [long-acting insulin], mempunyai kadar zink yang tinggi untuk memperpanjang waktu kerjanya. Termasuk dalam jenis ini adalah Ultra Lente, dan PZI [Protamine Zink Insulin]. Insulin basal seperti Glargine [Lantus] dan Detemir [Levemir] dapat memenuhi kebutuhan basal insulin selama 24 jam tanpa adanya efek puncak. Insulin ini mulai banyak dipakai dipakai dalam terapi kombinasi baik dengan insulin lain maupun dengan obat oral. Puncak kerjanya 1 3 jam. TUGAS Buatlah Asuhan Keperawatan Pasien dengan DM

19

RUJUKAN Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 2. Jakarta : EGC. Carpenito, Linda J. 2001. Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC. Perkeni. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Indonesia. Jakarta : PB. PERKENI Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di

Perkeni. 2007. Terapi Insulin Pada Pasien Diabetees Melitus. Jakarta : PB. PERKENI Perkeni. 2009. Pedoman Penatalaksanaan Kaki Diabetik. Jakarta : PB. PERKENI Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Dr. Ciptomangunkusumo FKUI. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin dan Endokrin Pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu.

20

PERAWATAN KAKI DIABETIK By : V.M.Endang Sri Purwadmi Rahayu Pendahuluan Kaki diabetes yang tidak dirawat dengan baik akan mudah menalami luka, dan cepat berkembang menjadi ulkus gangren bila tidak dirawat dengan benar. Kaki diabetes merupakan komplikasi kronik DM yang paling ditakuti karena tindakan amputasinya. Kasus ulkus dan gangren diabetik merupakan kasus DM yang paling banyak dirawat di rumah sakit. Lamanya perawatan, besarnya biaya dan tindakan amputasi yang merupakan kegagalan pengelolaan merupakan faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian . Sebanyak 30 50% pasien pasca amputasi akan menjalani amputasi pada kaki sisi lainnya dalam kurun waktu 1 3 tahun. Dari beberapa penelitian di Indonesia, angka kematian akibat ulkus atau gangren berkisar antara 17 23% sedangkan angka amputasi berkisar 15 30%. Angka kematian satu tahun pasca amputasi berkisar 14,8% ddan jumlah ini meningkat pada tahun ke tiga menjadi 37%. Rerata umur pasien hanya 23,8 bulan pasca amputasi [ Perkeni,2009 ]. A. Kaki diabetes Kaki diadetes adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkendali. Kelainan ini dapat disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan persarafan dan adanya infeksi. B. Patofisiologi Hiperglikemia yang tidak terkontrol akan menimbulkan komplikasi kronik seperti neuropati perifer, gangguan vaskular, infeksi, dan perubahan tekanan pada plantar kaki. 1. Neuropati perifer Penyebab neuropati belum diketahui pasti, diduga berbagai gangguan metabolisme dan oklusi vasa vasorurn pada saraf memberikan perubahan degenerasi aksonopati disertai demielinisasi dan gangguan remielinisasi. Neuropati akan menghambat signal, rangsangan atau terputusnya komunikasi

21

dalkam tubuh. Saraf dalam kaki sangat penting untuk menyampaikan pesan ke otak, misalnya rasa sakitsaat tertusuk paku atau rasa panas saat terkena bendabenda panas. Kaki diabetes dengan neuropati akan mengalami gangguan sensorik [ perasaan baal atau kebal [parastesia], kurang berasa [hiperstesia] terutama ujung kaki terhadap rasa panas, dingin dan sakit, terkadang disertai rasa pegal dan nyeri di kaki ]; motorik [ ditandai dengan kelemahan sistem otot, otot mengecil, mudah lelah, kram otot, deformitas kaki [charcot], ibu jari seperti palu [hammer toe], dan sulit mengatur keseimbangan tubuh ]; dan otonomik [ ditandai dengan kulit kering, pecah-pecah dan tampak mengkilat karena kelenjar keringatdi bawah kulit berkurang ]. Manifestasi klinis neuropati yang paling sering dijumpai adalah neuropati sensori motor distal, simetris yang dapat mencapai 50% pada pasien yang telah menderita DM 15 tahun. Meningkatnya ulkus pada kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal, sebagai berikut : [1] hilangnya sensibilitas yang memberikan perlindungan terhadap rasa nyeri, tekanan dan suhu; [2] neuropati motorik menyebabkan atrophi dan kelemahan otot-otot intrinsik [ interosseus, lumbrikal ] yang menyebabkan deformitas fleksi [claw toes] sehingga terjadi peningkatan tekanan pada daerah metatarsal dan ujung jari kaki; [3] neuropati otonom perifer menyebabkan produksi keringat berkurang sehingga kulit kering dan mudah pecah. Luka pada neuropati perifer disebabkan oleh beberapa faktor , seperti tekanan terus menerus [ sepatu sempit ], tekanan berulang [waktu berjalan ], luka tusuk, home surgery [memotong kuku, mengikis kalus], antiseptik, dan trauma panas. Pada gangguan neuropati perifer didapatkan refleks tendon Achilles menurun dan gangguan sensasi yang dibuktikan dengan Semmes Weitein Monofilament yang bertujuan mengetahui ambang rasa tekan. 2. Gangguan pembuluh darah Keadaan hiperglikemia yang terus menerus akan mempunyai dampak ketidakmampuan pada pembuluh darah berkontraksi dan relaksasi berkurang

[ aterosklerosis ]. Hal ini mengakibatkan sirkulasi darah tubuh menurun, terutama kaki dengan gejala antara lain : [1] sakit pada tungkai bila berdiri, berjalan, dan

22

melakukan mkegiatan fisik; [2] jika diraba kaki terasa dingin, tidak hangat; [3] rasa nyeri pada kaki saat istirahat dan pada malam hari; [4] sakit pada telapak kaki setelah berjalan; [5] jika luka sukar sembuh; [6] pemeriksaan tekanan nadi menjadi kecil atau hilang; [7] perubahan warna kulit, kaki tampak pucatatau kebiru-biruan. Umumnya kelainan pembuluh darah jarang menyebabkan ulkus tapi dapat menghambat penyembuhan luka. Gangren yang luas dapat terjadi karena sumbatan pembuluh darah yang luas yang mengakibatkan amputasi kaki. Gangguan pembuluh darah dapat dideteksi dengan angiografi, perabaan pulsasi denyut nadi, alat ultrasound Doppler serta nilai Ankle Brachial Index yaitu perbandingan tekanan darah sistolik kaki dan lengan. 3. Perubahan tekanan pada plantar kaki Fernando dan Walewski [dalam Perkeni, 2009] membuktikan pada penyandang diabetes dengan neuropati mempunyai tekanan lebih tinggi pada caput metatarsal jari 1, sedangkan orang sehat pada tumit. Hal ini disebabkan sudah terjadi perpindahan tekanan dari tumit ke bagian depan kaki pada awal neuropati. Verves A, Murray H dan Young MJ [dalam Perkeni, 2009] mendapatkan bahwa tukak kaki pada pasien diabetes neuropati sering terjadi pada daerah dengan tekanan yang besar yaitu pada caput metatarsal III, disusul pada caput metatarsal I. Perlu diketahui daerah rentan tukak untuk pengaturan kaos kaki [insole]. Deformitas kaki seperti perubahan struktur tulang dan jaringan ikat, terbatasnya mobilisasi sendi, dan pembentukan kalus menyebabkan perubahan tekanan kaki yang akan meningkatkan risiko tukak. Deformitas kaki yang disebabkan neuropati motorik sering mengalami ulserasi karena atrofi otot interosseus yang menimbulkan deformitas fleksidan meningkatkan tekanan pada daerah metatarsal dan ujung jari kaki dengan risiko terbentuk kalus yang rentan infeksi. 4. Infeksi Penurunan sirkulasi darah pada daerah kaki akan menghambat penyembuhan luka, akibatnya kuman masuk ke dalam luka dan terjadi infeksi. Infeksi pada diabetes diawali adanya luka pada kulit [biasanya luka neuropatik] yang memungkinkan masuknya flora kulit ke dalam jaringan dermis dan subkutan. Peningkatan kadar GD akan menghambat kerja lekosit dalam mengatasi infeksi,

23

luka menjadi ulkus gangren dan terjadi perluasan infeksi sampai ke tulang [osteomielitis]. Kaki yang mengalami ulkus gangren luas sulit diatasi, memerlukan tindakan amputasi. C. Masalah Umum pada Kaki Diabetes Terdapat 3 hal yang menyebabkan pasien diabetes mempunyai risiko lebih tinggi mengalami masalah kaki, karena : sirkulasi darah dari jantung ke kaki dan tungkai menurun; berkurangnya indra rasa pada kaki; dan berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Masala masalah umum pada kaki : 1. Kapalan, mata ikan dan melepuh. Kapalan [ callus ], dan mata ikan [ corn atau kultimulmul ] merupakan penebalan atau pengerasan kulit yang juga terjadi pada kaki diabetes, akibat adanya neuropati dan penurunan sirkulasi darahdan juga gesekan atau tekanan yang berulang ulang pada daerah tertentu di kakai. Bila tidak ditangani dengan ntepat maka akan menimbulkan luka pada jaringan di bawahnya, yang berlanjut infeksi dan menjadi ulkus. Kulit melepuh atau iritasi sering disebabkan pemakaian sepatu yang sempit. Ulkus harus segera diobati dan dirujuk kre podiatrist atau tim kesehatan. 2. Cantengan [ kuku masuk ke dalam jaringan ] Cantengan merupakan luka infeksi pada jaringan sekitar kuku yang sering disebabkan oleh pertumbuhan kuku yang salah, akibat dari perawatan kuku yang tidak tepat, misalnya pemotongan kuku terlalu pendek atau miring, dan kebiasaan mencungkil kuku yang kotor. Cantengan ditandai dengan sakit pada jaringan sekitar kuku, merah dan bengkak, serta keluar cairan nanah, yang harus segera ditanggulangi.. 4. Kulit kaki retak dan luka kena kutu air Kerusakan saraf dapat menyebabkan kulit sangat kering, bersisik, tetak, dan pecah pecah, terutama pada sela sela jari kaki. Kulit kaki yang pecah memudahkan berkembangnyainfeksi jamur [ kutu air ], yang dapat berlanjut menjadi ulkus gangren. 5. Kutil pada telapak kaki

24

Kutil pada telapak kaki disebabkan oleh virus dan sangat sulit dibersihkan. Biasanya terjadi pada telapak kaki hampir mirip dengan kalus, periksakan ke dokter. 6. Radang ibu jari kaki Pemakaian sepatu yang terlalu sempit dapat menimbulkan luka pada jari jari kaki, kemudian terjadi peradangan. Adanya neuropati dan peradangan yang lain pada ibu jari kaki menyebabkan terjadinya perubahan bentuk ibu jari kaki seperti martil [hammer toe]. Hal ini dapat pula disebabkan oleh kelainan anatomik yang menimbulkan titik tekan abnormal pada kaki. Kadang kadang pembedahan diperlukan untuk mencegah komplikasi ke tulang. Tabel 1. Klasifikai Texas Modifikasi [ Perkeni,2009 ] STADIUM 0 1 A TINGKAT 3 Tanpa tukak Luka Luka sampai Luka sampai atau pasca superfisial, tendon atau tulang atau tukak, kulit tidak sampai kapsul sendi sendi intak/utuh tendon atau tulang kapsul sendi Infeksi kulit dan jaringan subkutan Eritema > 2 cm atau infeksi meliputi struktur subkutan, tanda Systemic Inflamatory Respons Syndrome [SIRS] [-] Infeksi dengan manifestasi sistemik : demam, leukositosis, shift to the left, instabilitas metabolik, hipotensi, azotemia Terdapat gejala dan tanda PAD tapi belum critical limb ischemia Critical limb ischemia Infeksi kulit dan jaringan subkutan Eritema > 2 cm atau infeksi meliputi struktur subkutan, tanda SIRS [-] Infeksi dengan manifestasi sistemik : demam, leukositosis, shift to the left, instabilitas metabolik, hipotensi, azotemia Terdapat gejala dan tanda PAD tapi belum critical limb ischemia Critical limb ischemia 2

B Infeksi

1 2 3

C Iskemi D Infeksi dan Iskemi

1 2 B1 B2 B3 C1 C2

25

D. Pengkajian 1. Anamnesis a. Anamnesis Umum : lama menderita DM; kontrol GD [ dokter umum atau Spesialis penyakit dalam ]; gejala komplikasi [ jantung, ginjal, dan penglihatan ]; adanya penyakit penyerta yang lain; status gizi, riwayat merokok, minum alkohol, konsumsi obat obatan tertentu; riwayat alergi; pengobatan saat ini; riwayat pembedahandan di rawat di rumah sakit sebelumnya. b. Anamnesis terarah : aktivitas sehari hari [termasuk saat bekerja]; pemakaian seatu; riwayat pajanan bahan kimia; ada kalus; ada kelainan bentuk kaki; riwayat infeksi atau pembedahan pada kaki; gejala gejala neuropati [kesemutan, baal]; klaudikasio atau nyeri pada tungkai saat istirahat. c. Anamnesis riwayat luka : lokasi luka; timbulnya luka; riwayat trauma sebelumnya; kekambuhan; ada tidaknya infeksi; riwayat perawatan rumah sakit; perawatan luka sebelumnya, perhatian keluarga [orang terdekat di rumah] terhadap luka; riwayat trauma atau pembedahan pada kaki; adanya udem [uni atau bilateral]; kelainan bentuk kaki [charcot]; riwayat pengobatan charcot. 3. Pemeriksaan fisik a. Pemeriksaan vaskular : palpasi pulsasi arteri; perubahan warna kulit; adanya udem; perubahan sushu; riwayat perawatan sebelumnya; kelainan local di ekstremitas : kelainan pertumbuhan kaki, rambut, dan atrofi kulit. b. Pemeriksaan neuropati : vibrasi dengan garputala 128 Hz; sensasi halus dengan kapas; perbedaan 2 titik; sensasi suhu panas dan dingin; pinprick untuk nyeri [jarum steril]; pemeriksaan refleks fisiologis; mpemeriksaan klonus dan tes rombeng, pemeriksaan dengan Modified Diabetic Examination Score [ pemeriksaan kekuatan otot, refleks, sensorik ibu jari ]. c. Pemeriksaan kulit : tekstur, turgor,dan warna; kulit kering; adanya kalus; adanya fissure [ terutama pada tumit ]; adanya ulkus, gangrene, infeksi; adanya jamur; sela sela jari kaki; penenda/kelainan kulit pada diabetes [akantosis nigrikans, demopati, dll ].

26

d. Pemeriksaan otot dan tulang : pemeriksaan biomekanik; kelainan struktur kaki [ hammer toe, Charcot, riwayat amputasi, foot drop, dll ]; keterbatasan gerak sendi; kontraktur tendon Achilles; evaluasi cara berjalan; pemeriksaan kekuatan otot; dan pemeriksaan plantar kaki. e. Pemeriksaan sepatu dan alas kaki : jenis sepatu; kecocokan dengan bentuk kaki; insole; dan benda asing di dalam. E. Diagnosa Keperawatan 1. Kerusakan berjalan yang berhubungan dengan neuropati perifer. 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal epidermal sekunder akibat DM. 3. Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat gangguan vaskular 4. Risiko infeksi yang berhubungan dengan melemahnya daya tahan penjamu sekunder akibat DM 5. Risiko terhadap ketidak efektifan Penatalaksanaan Program Terapeutik yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi, dan perawatan kaki. F. Penatalaksanaan 1. Pencegahan Primer a. Edukasi kesehatan DM, komplikasi dan perawatan kaki b. Status gizi yang baik dan pengendalian DM c. Pemeriksaan berkala DM dan komplikasinya d. Pemeriksaan berkala kaki pasien DM e. Pencegahan / perlindungan terhadap trauma [ sepatu, dll ] f. Higiene p[ersonal termasuk kaki g. Menghilangkan faktor biomekanis yang mungkin menyebabkan ulkus. 2. Pemeriksaan kaki sehari hari Periksa bagian atas atau punggung, telapak, sisi sisi kaki, dan sela sela jri kaki. Perhatikan apakah ada kulit retak atau melepuh, dan periksa apakah ada luka dan tanda tanda infeksi [ bengkak, kemerahan, nyeri, darah atau cairan lain yang keluar dari luka dan bau ].

27

4. Perawatan kaki sehari hari a. Bersihkan kaki setiap hari pada waktu mandi dengan sabun mandi dan air bersih, termasuk sela-sela jari kaki. Gosok kaki dengan sikat lembut atau batu apung, kemudian dikeringkan dengan handuk. b. Berikan pelembab atau lotion apada daerah kaki yang kering, agar kulit tidak retak, jangan berikan pada sela-sela jari kaki karena akan menjadi sangat lembab, memudahkan tumbuh jamur. c. Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu pendek atau terlalu dekat dengan kulit, kemudian kikir agar kuku tidak tajam. Bersihkan kuku setiap pada waktu mandi dan berikan krem pelembab kuku. d. Pakai alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi kaki dari luka. Jangan sandal jepit, dapat melukai sela-sela jari kaki I dan II. e. Gunakan sepatu atau sandal yang baik sesuai ukuran dan enak untuk dipakai, ruang dalam sepatu yang cukup untuk jari-jari. Pakailah kaos kaki atau stocking yang bersih dan pasterbuat dari katun. Syarat sepatu yang baik untuk diabetik : ukuran : sepatu bebih dalam; panjang sepatu inchi lebin panjang dari jari-jari kaki terpanjang saat berdiri; bentuk : ujung sepatu lebar, tinggi tumit sepatu < 2 inchi; insole tidak kasar dan licin, terbuat dari busa karet, plastik dengan tebal 10n 12 mm; ruang dalam sepatu longgar. f. Periksa sepatu sebelum dipakai, apakah ada kerikil, benda benda tajam seperti paku, jarum dan duri.. Lepas sepatu tiap 4 6 jam serta gerakan pergelangan dan jari-jari kaki. g. Bila menggunakan sepatu baru, lepaskan sepatu tiap 2 jam kemudian periksa keadaan kaki.. h. Bila ada luka kecil, obati luka dan tutup, serta periksa apakah ada tandatanda radang. i. Segera ke dokter bila kaki terluka. j. Periksakan kaki ke dokter secara rutin.

28

5. Senam Kaki Diabetes Kaki diabetes yang mengalami gangguan sirkulasi darah dan neuropati dianjurkan untuk latihan jasmani atau senam kaki sesuai dengan kondisi dan kemampuan tubuh. Senam kaki dapat dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memp[erkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha, serta mengatasi keterbatasan gerak sendi. Latihan pada kaki meliputi : Latihan untuk sendi pergelangan kaki, otot kaki serta jari-jari kaki [pergelangan kaki dan otot kaki, ibu jari kaki dan jari-jari kaki lainnya]. Latihan yang ditujukan pada otot paha dan otot betis [ otot paha samping kiri dan kanan; otot paha depan dan belakang; otot betis belakang ] Latihan umum yang menggerakkan kaki [ jalan kaki, bersepeda [statis] bagi yang gemuk, senam aerobik, dan berenang bila tidak ada luka ]. Latihan senam kaki dapat dilakukan dengan posisi berdiri, duduk, dan tidur, dengan cara menggerakkan kaki dan sendi-sendikaki, misalnya berdir dengan ke 2 tumit diangkat, mengangkat kaki dan menurunkan kaki. Gerakan dapat berupa gerakan menekuk, meluruskan, mengangkat, memutar keluar atau ke dalam,. Dan mencengkramkan dan meluruskan jari jari kaki. Latihan senam kaki dapat dilakukan setiap hari secara teratur, sambil santai di rumah bersama keluarga, juga waktu kaki terasa dingin, lakukan senam ulang. Saat berolah raga jangan lupa pemanasan, disusul latihan inti lalu pendinginan, setelah itu baru dilakukan latihan khusus untuk kaki. 6. Perawatan Kaki Diabetes dengan Luka Setiap luka yang timbul pada penyandang DM sebaiknya dianggap serius hingga terbukti tidak mengancam nyawa atau diperlukan tindakan amputasi. Setiap luka berisiko infeksi, sehingga penatalaksanaannya secara holistik yang melibatkan kontrol luka, dan kontrol infeksi. Tetapi tidak semua luka pada penyandang DM harus dirawat inap. Tentu perlu penilaian klinis dan tidak ada konsensus tertentu

29

yang menentukan luka jenis apa yang dirawat inap. Luka yang superfisial, tidak mencapai subkutan tanpa disertai SIRS dan tidak ada komorbiditas yang serius, maka dapat dilakukan perawatan di rumah, tapi bila luka lebih dan sisertai gejala SIRS, maka sebaiknya dirawat di rumah sakit. 7. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan Jangan merendam kaki terlalu lama Jangan pergunakan botol panas atau peralatan listrik untuk memanaskan kaki Jangan berjalan di atas aspal atau batu panas Jangan menggunakan silet untuk mengurangi kalus Jangan merokok Jangan pakai sepatu atau kaos kaki sempit Jangan menggunakan sepatu hak tinggi dan atau ujung sepatu lancip Jangan menyilangkan kaki terlalu lama Jangan menggunakan obat-obatan tanpa anjuran dokter untuk menghilangkan mata ikan Jangan menggunakan sikat atau pisau untuk kaki Jangan membiarkan luka kecil di kaki, sekecil apapun luka itu.

TUGAS Buatlah S A P tentang perawatan kaki diabetisi

30

RUJUKAN Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 2. Jakarta : EGC. Carpenito, Linda J. 2001. Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC. Perkeni. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Indonesia. Jakarta : PB. PERKENI Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di

Perkeni. 2007. Terapi Insulin Pada Pasien Diabetees Melitus. Jakarta : PB. PERKENI Perkeni. 2009. Pedoman Penatalaksanaan Kaki Diabetik. Jakarta : PB. PERKENI Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Dr. Ciptomangunkusumo FKUI. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin dan Endokrin Pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu.

31

PEMBERIAN TERAPI INSULIN By : V.M.Endang Sri Purwadmi Rahayu Pendahuluan Saat ini telah tersedia berbagai jenis insulin, mulai dari human insulin sampai insulin analog. Untuk memenuhi kebutuhan insulin basal dapat digunakan insulin kerja menengah [ intermediate-acting insulin ] atau kerja panjang [ long-acting insulin ]; sementara untuk memenuhi kebutuhan insulin prandial [sesudah makan ] digunakan insulin kerja cepat [ insulin regular atau short-acting insulin ] atau insulin kerja sangat cepat [ rapid atau ultra-rapid acting insulin ]. Di pasaran tersedia pula insulin campuran antara insulin kerja cepat atau sangat cepat dengan insulin kerja menengah, disebut premixed insulin. Pengaruh fisiologi insulin 1. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta dari pulau-pulau Langerhans kelenjar pankreas. Insulin dibentuk dari proinsulin yang bila distimulasi, terutama oleh peningkatan kadar GD akan terbelah untuk mengasilkan insulin dan peptide penghubung [C-peptide] yang masuk ke dalam aliran darah dalam jumlah ekuimolar. Sejumlah proinsulin juga akan masuk ke dalam peredaran darah. 2. Kadar C-peptide dapat digunakan untuk memantau produksi insulin endogen dan dapat juga digunakan untuk menyingkirkan penggunaan insulin secara faktisia sebagai penyebab hipoglikemi yang tidak dapat dijelaskan. Karena insulin dan Cpeptide mempunyai jangka waktu biologis yang berbeda, sehingga kadar C-peptide tidak seluruhnya mencerminkan secara akurat kadar insulin endogen. 3. Insulin mempunyai beberapa pengaruh terhadap jaringan tubuh. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino ke dalam sel, dan kemudian meningkatkan sintese protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan

32

sebagai sumber energi, dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati. 4. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedangkan insulin eksogen adalah insulin yang disuntikkan dan merupakan suatu produk farmasi. Tabel 1. Farmakokinetik sediaan insulin yang umum digunakan Insulin or Insulin analog Nama dan Tempat Pabrik Profil kerja [jam] Awal Puncak

Kerja sangat cepat [ultra-rapidacting] Insulin lispro [Humalog] Ell Lilly Insulin aspart [Nuvorapid] Novo Nordisk Insulin glulisin [Apidra] Aventis Pharmaceuticals,Inc. Kerja pendek [short-acting] Reguler [Human] Humulin Ell Lilly / Novo Nordisk R/ Actrapid Kerja menengah [intermediateacting] NPH [Human] Humulin Ell Lilly / Novo Nordisk N/Insulatard Kerja panjang [long-acting] Insulin Glargine [Lantus] Aventis Pharmaceuticals,Inc. Insulin Detemir [Lavenir] Novo Nordisk Campuran [Mixtures, manusia] 70/30 Humulin/Mixtard [70% NPH, 30% reguler] 50/50 Humulin [50% NPH, 50% reguler] Ell Lilly / Novo Nordisk Ell Lilly / Novo Nordisk

0,2-0,5 0,2-0,5 0,2-0,5 0,5-1

0,5-2 0,5-2 0,5-2 2-3

1,5-4 1-3 1-3 0,5-1 0,5-1

4-10 Tanpa puncak Tanpa puncak 3-12 2-12

Campuran [Mixtured, insulin analog] 75/25 Humalog Ell Lilly [75% NPL, 25% lispro] 50/50 Humalog Ell Lilly [50% NPL, 50% lispro] 70/30 Novomix 30 Novo Nordisk [70% protamine aspart, 30% aspart] 50/50 Novomix 50% protamine aspart, 50% aspart]

0,2-0,5 0,2-0,5 0,2-0,5

1-4 1-4 1-4

33

Catatan : NPH neutral protamine Hagadorn; NPL neutral protamine lispro, insulin manusia [human insulin]. Dimodifikasi sesuai dengan nama dan sediaan yang ada di Indonesia. Moradian et al. Ann Intern Med 2006 ; 145 : 125-134. belum beredar. Insulin diperlukan dalam keadaan : 1. Penurunan BB yang cepat 2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis 3. KAD 4. HHNK 5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat 6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hamper maksimal 7. Stres berat [infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke] 8. Kehamilan dengan DM/DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan. 9. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat 10. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO Efek samping insulin 1. Efek samping utama adalah hipoglikemia 2. Efek samping lainnya berupa reaksi imunologiterhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin. Cara Penyimpanan Insulin Insulin dapat disimpan di dalam lemari es [20 80] , tetapi sebelum dipakai harus dikeluarkan selama 20 menit. Kadang-kadang insulin diletakkan dalam ruangan saja. Bila diletakkan dalam ruangan/suhu kamar 150 - 200 sepanjang waktu, maka insulin dapat bertahan 30 hari tanpa melihat masa kadaluwarsa. Perlu diperhatikan perubahan warna dan penggumpalan pada insulin. Bila terjadi hal ini janganlah digunakan. Ketersediaan

34

insulin dan persediaan bisa beragam, oleh karena itu insulin dan persediaan harus dibawa saat bepergian. Karena perbedaan temperatur, insulin sebaiknya tidak ditinggal di mobil atau dimasukkan ke dalam bagasi pesawat terbang. Teknik Penyuntikan Insulin 1. Mencuci tangan 2. Gulingkan vial diantara kedua telapak tangan agar insulin tercampur [jangan mengocoknya karena akan berbusa. Suntikan dengan busa akan mengandung insulin lebih sedikit. 3. Desinfeksi / bersihkan tutup vial dengan kapas alkohol. 4. Masukan udara ke dalam spuit/suntikan dengan cara menarik plunger sebanyak dosis yang akan disuntikkan 5. Tusukkan spuit ke tutup vial dan masukkan udara 6. Angkat dan balikkan vial dan tariklah plunger sampai dosis yang diperlukan 7. Periksalah apakah ada busa/udara. Bila ada, keluarkan dengan cara menyentil. 8. Bila menggunakan alat suntik otomatis atau novopen, pasang jarum kemudian putar sampai angka yang menunjukkan dosi yang diperlukan 9. Desinfeksi daerah penyuntikan insulin [ lengan atas, perut bagian bawah dan paha 1/3 tengah] 10. Suntikkan insulin SC dengan sudut 900, kecuali bila pasien sangat kurus, maka dilakukan dengan sudut 450. 11. Pada keadaan khusus insulin diberikan IM atau IV secara bolus atau drip. Catatan : a. Berturut turut kecepatan penyerapan insulin adalah perut, lengan atas dan paha. b. Insulin akan diserap lebih cepat bila daerah suntikan digerak-gerakan. Contoh : suntiklah daerah lengan bila akan lari atau akan naik sepeda setelah suntikan. c. Penyuntikan insulin pada daerah yang sama dapat mengurangi variasi penyerapan Contoh : suntikan pagi hari dilakukan pada daerah lengan, sedangkan malam hari pada daerah perut. d. Daerah suntikan sebaiknya berjarak 1 inchi dari daerah suntikan sebelumnya.

35

e. Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan dan cara penyimpanan insulin harus dilakukan dengan benar. f. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpana terjamin, spuit fdan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh pasien DM yang sama. g. Harus dperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin [jumlah/unit] dengan spuit yang dipakai [jumlah unit/ml dari spuit]. Dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya spuit 100 Unit. Kini pen insulin lebih populer karena penggunaannya lebih mudah dan nyaman, serta dapat dibawa kemana-mana.

TUGAS Latihan menyuntik insulin antar treman.

RUJUKAN Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 2. Jakarta : EGC. Carpenito, Linda J. 2001. Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC. Perkeni. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Indonesia. Jakarta : PB. PERKENI Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di

Perkeni. 2007. Terapi Insulin Pada Pasien Diabetees Melitus. Jakarta : PB. PERKENI Perkeni. 2009. Pedoman Penatalaksanaan Kaki Diabetik. Jakarta : PB. PERKENI Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Dr. Ciptomangunkusumo FKUI. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin dan Endokrin Pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu. 36

You might also like