You are on page 1of 48

BAB I PENDAHULUAN Masalah kegawatan neonatus yang mungkin dihadapi di kamar bersalin dapat meliputi gangguan pada sistem

napas atau kelainan sirkulasi kardiovaskular. Kedua gangguan tersebut dapat diperlihatkan gambaran klinis yang ringan seperti takikardia, bradikardia, ataupun gejala berat seperti apneu, sianosis dan henti jantung. Gangguan ini timbul tidak hanya akibat langsung hipoksia / iskemia janin, tetapi mungkin pula disebabkan kelainan kongenital yang terdapat pada bayi. Pada bayi dengan hipoksia dan iskemia, gangguan utama yang mungkin terjadi adalah asfiksia neonatus yang berakibat terjadinya perubahan homeostasis sehingga bayi memerlukan resusitasi aktif. Pada keadaan ini kelainan tidak hanya terbatas pada sistem napas tetapi dapat pula menimbulkan gangguan fungsi kardiovaskular, kelainan pada susunan saraf pusat, perubahan funsi ginjal, ataupun kelainan gastrointestinal. Hal ini selanjutnya akan dibahas lebih terinci. Gangguan fungsi napas bayi dapat pula terlihat pada penderita kelainan bawaan. Atresia koana, aplasia / hipoplasia paru, hernia diafragma adalah beberapa keadaan yang dapat menimbulkan gangguan napas saat bayi di kamar bersalin. Pada keadaan tersebut paru bayi tidak dapat mengembang sempurna karena masuknya udara ke dalam paru terganggu atau karena adanya hambatan pengembangan paru itu sendiri. Beberapa obat yang diberikan pada ibu selama persalinan dapat pula menimbulkan gangguan napas segera setelah lahir. Gangguan napas tersebut terutama timbul apabila obat seperti morfin, barbiturat, reserpin, dan obat narkotik lainnya diberikan pada ibu dengan dosis yang berlebihan pada saat persalinan. Demikian pula pemberian anestesi berlebihan pada persalinan operatif dapat menimbulkan keadaan yang sama. Bayi sering terlihat sianosis saat lahir dan setelah resusitasi pernapasan tetap tampak lambat dan dangkal. Pada penderita sedemikian bantuan ventilasi sering kali dibutuhkan. Bila ada indikasi, dapat pula

dilakukan ventilasi mekanik sambil menunggu berkurangnya efek obat dan timbulnya napas spontan pada bayi. Keadaan kegawatan yang disebabkan gangguan kardiovaskular terutama ditemukan berupa renjatan neonatus. Keadaan ini dapat timbul pada perdarahan selama kehamilan/persalinan (transfusi feto-fetal/feto-maternal, perdarahan karena kelainan atau robekan plasenta). Renjatan dapat pula terlihat pada penderita anemia hemolitik yang berat seperti pada inkompabilitas darah Rh. Gambaran klinis yang terlihat pada penderita renjatan diantaranya adalah gawat napas, sianosis, pucat, dingin, hipotonia, bradikardi atau takikardia, hepatosplenomegali dan mungkin disertai kejang. Pada keadaan demikian, renjatan diperbaiki dengan pemberian cairan intravena disertai pemberian darah/plasma dengan memperhatikan kebutuhan akan elektrolit dan cairan tubuh. Oksigen diberikan sesuai dengan kebutuhan, sedangkan asidosis yang timbul sebaiknya dikoreksi dengan pemberian Natrium bikarbonat. Kalau diperlukan dapat pula diberikan dopamin untuk memperkuat fungsi jantung dan dan memperbaiki tekanan darah bayi. Selanjutnya penyebab renjatan harus segera diidentifikasi agar penatalaksanaan disesuaikan dengan penyebab tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI ASFIKSIA NEONATORUM DEFINSI Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan, tidak teratur dan tidak adekuat segera setelah lahir. Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi organ vital lainnya. Sampai saat ini, asfiksia masih merupakan salah satu penyebab penting morbiditas dan mortalitas perinatal. Banyak kelainan pada masa neonatus mempunyai kaitan erat dengan faktor asfiksia ini, didapatkan bahwa sindrom gangguan nafas, aspirasi mekonium, infeksi dan kejang merupakan penyakit yang sering terjadi pada asfiksia. ETIOLOGI Pengembangan paru baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi. Keadaan ini perlu mendapat perhatian utama agar persiapan dapat dilakukan dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir. Towell mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang terdiri dari : 1. Faktor ibu

Hipoksia ibu. Hal ini menimbulkan hipoksia janin. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian oabat analgetika atau anestesi dalam. Gangguan aliran darah uterus. Mengurangi aliran darah uterus akan menebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian juga ke janin. Hal ini sering diditemukan pada keadaan : a. Gangguan kontraksi uterus (hipotoni, hipertoni, atonia uterus) b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, plasenta previa, atau solutio plasenta. c. Hipertensi ibu ( eklampsia, toksemia) d. Ibu penderita DM, kelainan jantung atau penyakit ginjal. e. Partus lama. f. Persalinan abnormal (kelahiran sungsang, kembar, seksio sesarea) 2. Faktor plasenta Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan pada plasenta, misalnya solusio plasenta dan plasenta previa. 3. Faktor Fetus Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada tali pusat membumbung, lilitan tali pusat dan kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir 4. Faktor Neonatus Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi pada a. Pemakaian obat anestesi / analgetika berlebihan pada ibu b. Trauma yang terjadi pada persalinan c. Kelainan kongenital pada bayi (Aplasia paru, atresia saluran nafas, hernia diafragmatika) d. Adanya gangguan tumbuh kembang intrauterin PATOFISOLOGI Selama kehidupan intrauterine paru-paru kurang berperan dalam hal fungsi pertukaran gas karena pemberian O2 dan pengeluaran CO2 dilakukan oleh plasenta. Karena O2 ke janin melalui plasenta maka paru-paru tidak berisi udara,

tetapi alveoli janin berisi cairan yang dibentuk di dalam paru-paru itu sendiri. Hal ini mengakibatkan paru-paru janin yang berisi cairan tidak dapat dipakai untuk pernafasan. Selain itu peredaran darah lewat paru-paru janin jauh lebih rendah dibandingkan peredaran darah yang diperlukan pasca Kelahiran. Hal ini akibat adanya vasokonstriksi pembuluh darah arteriol paru-paru janin, dan umumnya sirkulasi darah janin dialirkan dari paru-paru lewat duktus arteriosus. Pada saat persalinan akan terjadi beberapa perubahan, antara lain pada saat bayi menarik napas pertama, paru-paru mulai mengambil alih fungsinya dalam proses pernapasan. Segera setelah lahir, paru-paru mulai berkembang sambil mulai terisi dengan udara, dan pada saat yang sama cairan pada paru-paru berangsur-angsur mulai dikeluarkan. Untuk mengeluarkan cairan dari paru-paru diperlukan tekanan yang cukup besar, sehingga alveoli dapat berkembang dengan baik. Ternyata proses persalinan mempunyai dampak cukup besar untuk mengurangi cairan tersebut, tetapi hanya sebagian kecil pembersihan paru-paru dari cairan akibat pihatan dinding toraks sewaktu melewati jalan lahir. Tetapi sebagian besar cairan melewati rongga-rongga alveoli ke dalam rongga perivaskuler dan diabsorbsi ke dalam sirkulasi darah dan linfe di paru-paru. Usaha pernapasan segera setelah lahir sangat mempercepat dan efektif mengeluarkan cairan dan mengembangkan alveoli dan menggantikan cairan dengan udara. Selain itu kontraksi uterus dapat mempercepat pengurangan cairan tersebut, sebaliknya akan terjadi perlambatan pengeluaran cairan jika terjadi gangguan kontraksi uterus. Usaha pernafasan akan mengakibatkan arterioli paru-paru mulai membuka yang menyebabkan peningkatan aliran masuk ke dalam jaringan paru-paru, sehingga kadar O2 dalam darah meningkat dan mengakibatkan duktus arteriosus mulai menciut. Aliran darah yang sebelumnya melewati duktus arteriosus akan dialirkan melalui paru-paru dan O2 akan diambil untuk didistribusikan ke jaringan seluruh tubuh. Duktus arteriosus akan tetap menciut dan sirkulasi darah yang normal untuk kehidupan ekstrauterin mulai bekerja. Mendapatkan sejumlah O2 masuk ke dalam paru-paru ternyata harus disertai dengan jumlah aliran darah di kapiler paru-paru yang adekuat agar oksigen yang melewati peredaran darah dapat dibawa keseluruh tubuh. Keadaan

ini memeprlukan peningkatan jumlah darah yang cukup tinggi melalui perfusi paru-paru saat bayi dilahirkan. Maclaurin (1970) menggambarkan secara skematis perubahan yang penting dalam tubuh selama proses asfiksia disertai hubungannya dengan gambaran klinis. Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila periode terus berlanjut, gerakan pernapasan akan berhenti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu yang dikenal sebagai apneu primer (Periode apneu dan penurunan frekuensi jantung, diikuti usaha bernafas (Gasping) dan pernapasan teratur). Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan megap megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder (Pada penderita asfiksia berat, dimana usaha untuk bernafas tidak terlihat dan langsung diikuti periode apneu kedua). Bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menujukan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dengan segera. Pada saat bayi dilahirkan, alveoli diisi dengan cairan paru-paru janin. Cairan tersebut harus dibersihkan terlebih dahulu agar udara dapat masuk ke dalam paru-paru bayi baru lahir. Dalam kondisi demikian, paru-paru memerlukan tekanan yang cukup besar untuk mengeluarkan cairan tersebut agar alveoli dapat berkembang untuk pertama kalinya. Untuk mengembangkan paru-paru, upaya pernafasan pertama memerlukan tekanan 2 sampai 3 kali lebih tinggi daripada tekanan untuk pernafasan berikutnya agar berhasil.

Time Onset of asfiksia Aerob Metabolism

pO2 pH

pCO2

Clinical event Primary gasping

Anaerob Metabolism Glycolisis Skin especially in cyanosis heart & liver Pulmonary Vascular Resitance Blood pH metabolic acidosis Pulmonary blood flow Cerebral blood flow Pada skema tersebut secara sederhana dapat disimpulkan keadaan pada asfiksia yang perlu mendapat perhatian, yaitu : 1) Menurunnya tekanan O2 darah (PaO2) 2) Meningginya tekanan CO2 darah (PaCO2) 3) Menurunnya pH (akibat asidosis resopiratorik & metabolik) 4) Dipakainya sumber glikogen tubuh untuk metabolisme anaerobik 5) Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular cardiac intra cellular pH heart rate brain intra cellular pH blood pressure loss of substrate actic acid glycogen especially Cardiac secondary apnea Skin white heart rate secondary gasping apnea Primary

GAMBARAN KLINIS Dalam praktek menentukan tingkat asfiksia bayi dengan tepat membutuhkan pengalaman dan observasi yang cukup. Pada tahun lima puluhan digunakan kriteria breathing time dan crying time untuk menilai keadaan bayi. Kriteria ini kemudian ditinggalkan, karena tidak dapat memberikan informasi yang tepat pada keadaan tertentu (Apgar,1966). Virginia , Apgar (1953, 1958) mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk menentukan keadaan bayi baru lahir. Kriteria ini ternyata berguna karena berhubungan erat dengan perubahan keseimbangan asam basa pada bayi (Drage & Berendes,1966). Di samping itu dapat pula memberikan gambaran beratnya perubahan kardiovaskular yang ditemukan. Penilaian secara Apgar ini juga mempunyai hubungan yang bermakna dengan mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir (Drage, 1964). Cara ini dianggap yang paling ideal dan telah banyak digunakan. Patokan klinis yang dinilai adalah : 1) Menghitung frekuensi jantung 2) Melihat usaha bernapas 3) Melihat tonus otot 4) Menilai refleks rangsangan 5) Memperhatikan warna kulit Setiap kriteria di beri angka tertentu dan penilaian itu sekarang lazim disebut skor Apgar. A Tanda Appearace (warna P kulit) Pulse (Denyut G A Nadi) Grimece (Refleks) Activity Tidak ada Lumpuh Nilai O Seluruh atau putih Tidak ada Nilai 1 Badan biru < 100x/menit Perubahan mimik Ekstremitas Bersin/menangis Gerakan aktif Nilai 2 Seluruh tubuh

tubuh biru merah kaki merah > 100x/menit

(Tonus R Otot) Respiration effort (Usaha bernafas) Tidak ada

sedikit fleksi Lemah

Ekstremitas fleksi Menangis kuat

Skor Apgar ini biasanya di nilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat bayi telah diberi lingkunga yang baikserta telah dilakukan pengisapan lendir dengan sempurna. Skor Apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor Apgar perlu pula dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal (Drage, 1966). Dalam menghadapi bayi dengan asfiksia berat, penilaian cara ini kadang kadang membuang waktu dan dalam hal ini dianjurkan untuk menilai secara cepat (pediatricss Staff, Roy. Wom. Hosp.Aust. 1967): 1) Menghitung frekuensi jantung dengan cara meraba A. Umbilikalis dan menentukan apakah denyutnya lebih atau kurang dari 100x/menit 2) Menilai tonus otot apakah baik/ buruk 3) Melihat warna kulit Atas dasar pengalaman klinis di atas, asfiksia neonatorum dapat dibagi dalam : 1. 2. Vigorus baby, skor Apgar = 7 10. Dalam hal Mild Moderate asphyxia (asfiksia sedang), ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa Skor Apgar 4 6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada 3. Asfiksia Berat Skor Apgar 0-3. pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.

Asfiksia berat dengan henti jantung. Henti jantung ialah keadaan bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap, bunyi jantung bayi menghilang post partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisik lainnya sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia berat PENATALAKSANAAN Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir dengan memberikan ventilasi yang adekuat dan pemberian oksigen yang cukup. Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa : 1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, perubahan homeostasis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan kemungkinan timbulnya sekuele akan meningkat. 2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia / hipoksia antenatal tidak dapat diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia /hipoksia pasca natal harus dicegah dan diatasi 3. Riwayat kehamilan dan partus akan memeberikan keterangan yang jelas tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernapasan pada bayi baru lahir. 4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat dipilih dan ditentukan secara adekuat. Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat ialah : 1. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernapasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar

10

2. 3. terjadi 4. Cara resusitasi

Memberikan bantuan pernapasan secara aktif Melakukan koreksi terhadap asidosis yang Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik

pada bayi yang menunjukkan usaha pernapasan lemah

Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak dan curah jantung yang cukup dan alat alat vital lainnya. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi A (Airway) Memastikan saluran napas terbuka Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi : bahu diganjal Menghisap mulut , hidung dan kadang kadang trakea Memasang pipa endotrakeal, bila perlu Melakukan rangsangan taktil Memakai ventilasi tekanan positif (VTP) Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara : kompresi dada dan pengobatan Urutan pelaksana resusitasi Mencegah kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk atau selimut hangat (apabila diperlukan pengisapan mekonium, dianjurkan untuk menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium dihisap dari trakea).

B (Breathing) Mengusahakan timbulnya pernapasan

C (Circulation) Mempertahankan sirkulasi darah

11

Untuk bayi sangat kecil ( BB<1500 gram) / apabila suhu tubuh sangat

dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang

12

Meletakkan bayi dalam posisi yang benar Bayi diletakkan terlentang di alas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah (ekstensi). Membersihkan jalan napas Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak di faring bagian belakang Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud : o Cairan tidak teraspirasi o Hisapan pada hidung akan menimbulkan pernapaan megap megap (gasping) endotrakea Menilai bayi Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan hidup bayi Menilai usaha bernapas Frekuensi denyut jantung Warna kulit Apabila mekonium kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan pengisapan dari trakea dengan menggunakan pipa

Ventilasi tekanan positif (VTP) Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi ) dan tekanan ventilasi harus sesuai Kecepatan ventilasi, sebaiknya 40 60 x / menit Tekanan ventilasi, nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30 40 cmH2O. Setelah napas pertama membutuhkan 15 20 cmH2O

13

Observasi gerak dada bayi, adanya gerakan dada bayi turun naik, merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru paru mengembang dengan baik.

Observasi gerak perut bayi, mungkin disebabkan oleh masuknya dalam udara dalam lambung Penilaian suara napas bilateral, adanya saluran napas di kedua paru paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar Observasi pengembangan dada bayi, apabila dada kurang berkembang mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab berikut : >Peletakan sungkup kurang sempurna. >Arus udara terhambat dan tidak cukup tekanan.

Apabila dengan tahapan di atas dada masih tetap kurang berkembang, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakeal dan ventilasi pipa balon. Algoritma Penangangan Bayi Baru Lahir
LAHIR tida k Cukup bulan? Cairan amnion jernih? Bernapas atau menangis? Tonus otot naik? Ya Perawatan Rutin Letakkan bayi di bawah pemancar panas Bersihkan mulut dan hidung Keringkan seluruh tubuh bayi Ganti linen basah dengan yang kering Letakkan bayi dalam posisi yang benar Bersihkan saluran napas bayi (trakea) dari lendir, maupun mekonium, maupun cairan plasenta Lakukan stimulasi taktil

Berikan kehangatan Posisikan; bersihkan jalan napas (bila perlu) Keringkan, rangsang, reposisi

Bernapas; FJ >100x/menit kemerahan

Perawatan observassi

Evaluasi pernapasan, FJ, warna kulit

kemerahan sianosis

Apnu atau FJ <100

Berikan O2

sianosis ventilasi efektif


Perawatan Pasca Resusitasi

Berikan Ventilasi Tekanan Positif

14

FJ >100 & kemerahan FJ <60 FJ<60 bayi pada saat epinefrin Berikan VTP Dinilai setelah melakukan ventilasi 15-20 detik pertama. Frekuensi denyut jantung bayi dibagi dalam 3 kategori : 1. > 100 kali permenit 2. 60-100 kali permenit 3. < 60 kali permenit Apabila frekuensi denyut jantung bayi >100 kali permenit Bayi mulai bernafas spontan, dilakukan rangsangan taktil untuk merangsang frekuensi dan dalamnya pernafasan. VTP dapat dihentikan, oksigen arus bebas harus diberikan. Apabila frekuensi pernafasan spontan dan adekuat tidak terjadi, VTP dilanjutkan. Apabila frekuensi denyut jantung bayi 60-100 kali permenit VTP dilanjutkan dengan memantau frekuensi denyut jantung bayi. Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 60 kali permenit VTP dilanjutkan. Periksa ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang diberikan cukup adekuat. Segera dimulai kompresi dada bayi .adrenalin 1:10.000 dosis 0,1-0,3 ml/kgBB intravena/intratrakeal, dapat diulangi tiap 3-5 menit. Pada respons yang buruk terhadap resusitasi, hipovolemia, hipotensi, dan riwayat perdarahan berikan 10 ml/kgBB cairan infus (NaCl 0,9%, Ringer laktat, atau darah). Jika kasil pemeriksaan penunjang menunjukkan asidosis metabolik, berikan natrium bikarbonat 2 mEq/kgBB perlahan-lahan. Natrium bikarbonat diberikan hanya setelah terjadi ventilasi juga efektif karena dapat meningkatkan CO2 darah sehingga timbul asidosis respiratorik. Asfiksia berat dapat mencetuskan syok kardiogenik. Pada keadaan ini berikan dopamin atau dobutamin per infus 5-20 ug/kgBB/menit setelah sebelumnya diberikan volume expander Adrenalin 0,1 ug/kgBB/menit dapat diberikan pada bayi yang tidak responsif dopamin atau dobutamin.
Berikan Ventilasi Tekanan Positif jantung Menilai frekuensi denyut Lakukan kompresi dada

15

Bila terdapat riwayat pemberian analgesik narkotik pada ibu saat hamil, berikan Narcan (nalokson) 0,1 mg/kgBB subkutan atau intramuskular atau intravena atau melalui pipa endotrakeal. KOMPLIKASI

Edema otak Perdarahan otak Anuria atau oligouria Hiperbilirubinemia Enterokolikans netrotikans Kejang Koma

PROGNOSIS

Asfiksia ringan : tergantung pada kecepatan penetalaksanaan Asfiksia berat : dapat terjadi kematian atau kelainan saraf pada harihari pertama. Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis permanen, misalnya serebral palsi atau retardasi mental.

PENYAKIT MEMBRAN HIALIN Definisi Kumpulan gejala gangguan pernapasan karena tidak adekuatnya surfaktan dalam paru akibat dari hambatan pembentukan surfaktan. Etiologi Dianggap karena faktor pertumbuhan atau karena pematangan paru belum sempurna. Biasanya mengenai bayi prematur, terutama bila menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya diabetes melitus, toksemia gravidarum, hipotensi, seksio secaria dan perdarahan antepartum dimana keadaan ini menyebabkan bayi lahir prematur.

16

Patofisiologi Surfaktan berperan dalam pengembangan paru, merupakan kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak. Surfaktan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus agar tidak kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi. Senyawa utama terdiri dari leisitin, dibentuk pada kehamilan 22 24 minggu dan berfungsi normal setelah minggu ke 35. PATOFISIOLOGI

Defisiensi Surfaktan Peningkatan tekanan permukaan alveolus

Tidak mampu menahan sisa udara fungsionil (FRS) Pada akhir ekspirasi

Kolaps alveolus

Butuh tekanan negatif intra toraks yang lebih besar dan usaha inspirasi yang lebih kuat untuk pernapasan berikut

ATELEKTASIS

Hambatan pembentukan substansi surfaktan

HIPOKSIA

Penurunan aliran darah paru

ASIDOSIS

TRANSUDASI

17

Gamabaran alveoli pada HMD Insiden Frekuensi : laki-laki > perempuan Bayi yang lahir < 28 minggu 60 80% Bayi yang lahir 32 36 minggu 15 30% Bayi yang lahir > 37 minggu 5% Gejala Klinis Biasanya pada bayi prematur Sering disertai riwayat asfiksia setelah lahir Tanda gangguan pernafasan pada 6 8 jam pertama setelah lahir dan Dispnu atau hiperpnu, dan pernapasan cuping hidung Sianosis, retraksi suprasternal, retraksi epigastrum, retraksi interkostal dan Bradikardia, hipotensi, kardiomegali, pitting oedem (dorsal tangan atau

gejala yang karakteristik pada umur 24 72 jam

ekspirator grunting kaki), hipotermi, tonus otot menurun Diagnosis

18

a) Berdasarkan gejala klinis b) Pemeriksaan radiologis Pada banyak kasus, diagnosis tepat dapat ditegakkan dari pemeriksaan rontgen paru. Pada foto rontgen akan terlihat bercak difus berupa infiltrat retikulogranular disertai adanya air bronchogram (Ground glass appearance) Gambaran retikulogranular ini merupakan manifestasi adanya kolaps alveolus sehingga apabila penyakit semakin berat gambaran ini akan semakin jelas c) Pemeriksaan fungsi paru Pemeriksaan fungsi paru : Isi tidal volume menurun Gambaran histopatologi Secara makroskopis Paru tampak merah keunguan dan berkonsistensi seperti hepar Secara miskroskopis Adanya atelektasis yang luas dengan pelebaran kapiler dan saluran limfe intra alveolar Duktus alveolaris, alveolus dan bronkiolus pernapasan dilapisi membran yang asidofilik, homogen/ granuler Puing-puing amnion, perdarahan intraalveolar dan emfisema intersfistel Membran hialin yang khas, terbentuk dari Pemeriksaan darah fibrin, sel paru dan endotel pembuluh darah yang nekrosis Asam laktat meningkat PaO2 menurun Lung compliance berkurang Kapasitas sisa fungsional merendah Fungsi ventilasi dan perfusi paru

dan kapasitas vital terbatas terganggu

19

PaCO2 meningkat pH darah menurun Diagnosis Banding Aspirasi mekonium Pneumonia neonatus Transient tachypnea of the newborn (RDS Tipe II)

Penatalaksanaan Dasar tindakan: mempertahankan penderita dalam keadaan fisiologik yang sebaik-baiknya. Agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain, sehingga ia dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya I) Penatalaksanaan Umum Mengurangi manipulasi dan mengusahakan agar penderita Suhu bayi dijaga agar tetap normal (36,5 37oC) dengan Humiditas lingkungan bayi harus adekuat (70 80%) Makanan parenteral disesuaikan dengan kebutuhan kalori 48 jam pertama : glukosa/dextrosa 10% 100 ml/kgBB/hari Asidosis (+) : campuran glukosa 10% dan NaHCO3 1,5% > 48 jam pertama bayi masih perlu cairan IV : berikan ada dalam suasana lingkungan yang optimal : meletakkan bayi dalam inkubator

dengan perbandingan 4 : 1 kalium tambahan Tujuan pemberian cairan intravena: II) Memberikan kalori yang cukup Menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi Mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal Mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh

Penatalaksanaan Khusus a) Pemberian oksigen 20

Mempertahankan PaO2 80 100 mmHg Kadang diperlukan konsentrasi sampai 100% Pada keadaan asidosis metabolik, untuk mempertahankan Kebutuhan NaHCO3 = defisit basa x 0,3 x BB Konsentrasi NaHCO3 antar 7,5 - 8,4%, diberikan sebagian

b) Pemberian natrium bikarbonat pH darah 7,3 7,4

iv, sisanya secara tetesan c) Pemberian antibiotika spektrum luas Penisilin (50.000 100.000 u/kgBB/hari) atau ampisilin Untuk mencegah inf. Sekunder Diberi selama bayi mendapat cairan iv sampai gejala (100 mg/kgBB/hari) dengan gentamisin (3 5 mg/kgBB/hari)

gangguan nafas tidak ditemukan lagi d) Kateterisasi arteri umbilikalis Merupakan tehknik yang paling sering digunakan, fungsinya : Analisa gas darah Infus cairan, obat dan makanan

e) Surfaktan replacement Pengobatan yang membuka harapan baru berdasarkan atas penelitian fujiwara (1980) dan Morley (1981) surfaktan artifisial yang dibuat dari dipalmitoil fosfatidilkolin dan fosfatidilgliserol dalam perbandingan 7 : 3 telah dapat mengobati penderita penyakit tersebut. Bayi tersebut diberi surfaktan artifisial sebanyak 25 mg dosis tunggal dengan menyemprotkan kedalam trake penderita. Akhir-akhir ini telah dapat dibuat surfaktan endogen yang berasal dari cairan amnion manusia. Surfaktan ini disemprotkan ke dalam trakea dengan dosis tunggal 60 mg/kgBB. Walaupun cara ini masih dalam taraf penelitian, tetapi hasilnya telah memberikan harapan baru

21

KOMPLIKASI Komplikasi lebih banyak diakibatkan oleh perawatan intensif : Pada kelebihan pemberian O2 : Fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasia Pada intubusasi trakea : asfiksia (obstruksi pipa), henti jantung selama retrolerital) intubasi/pengisapan, stenosis subglotis, perdarahan karena trauma, ulserasi lubang hidung karena tekanan pipa, dan lain-lain Kateterisasi arteri umbilikalis : embolisasi vaskular, trombosis, nekrosis iskemik, infeksi dan perdarahan PENCEGAHAN Mencegah prematuritas Pemberian steroid antenatal (betamethason/deksamethason) pada ibu,

dosis 12 mg/hari selama 2 hari berturut-turut, diberikan 48 72 jam sebelum partus pada kehamilan 32 minggu Surfaktan profilaksis Diberikan pada tiap bayi yang lahir < 29 30 mg melalui endotrakeal tube PROGNOSIS Penanganan yang intensif dan efektif dapat secara bermakna mengurangi Prognosis jangka panjang pada bayi HMD yang bertahan hidup adalah morbiditas dan mortalitas. sangat baik, tapi kadang dapat terjadi gangguan paru menetap dan neurologis. Neonatus Kurang Bulan Kongres European Perinatal Medicine ke II di London telah memberikan definisi untuk :

22

Bayi Kurang Bulan adalah bayi dengan kehamilan kurang dari 37 minggu atau 259 hari Bayi Cukup Bulan adalah bayi yang masa kehamilannya mulai dari 37 minggu sampai 42 minggu atau 259 sampai 293 hari Bayi Lebih Bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih atau lebih dari 294 hari

The New Ballard Score Pada Bayi Prematur Sistem penilaian ini dikembangkan oleh Dr. Jeanne L Ballard, MD untuk menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuskular dan fisik. Penilaian neuromuskular meliputi postur, square window, arm recoil, sudut popliteal, scarf sign dan heel to ear maneuver. Penilaian fisik yang diamati adalah kulit, lanugo, permukaan plantar, payudara, mata/telinga, dan genitalia 3. 1. Penilaian Maturitas Neuromuskular a. Postur 3,4 Tonus otot tubuh tercermin dalam postur tubuh bayi saat istirahat dan adanya tahanan saat otot diregangkan (Gambar II.3). Ketika pematangan berlangsung, berangsur-angsur janin mengalami peningkatan tonus fleksor pasif dengan arah sentripetal, dimana ekstremitas bawah sedikit lebih awal dari ekstremitas atas. Pada awal kehamilan hanya pergelangan kaki yang fleksi. Lutut mulai fleksi bersamaan dengan pergelangan tangan. Pinggul mulai fleksi, kemudian diikuti dengan abduksi siku, lalu fleksi bahu. Pada bayi prematur tonus pasif ekstensor tidak mendapat perlawanan, sedangkan pada bayi yang mendekati matur menunjukkan perlawanan tonus fleksi pasif yang progresif. Untuk mengamati postur, bayi ditempatkan terlentang dan pemeriksa menunggu sampai bayi menjadi tenang pada posisi nyamannya. Jika bayi ditemukan terlentang, dapat dilakukan manipulasi ringan dari ekstremitas dengan memfleksikan jika ekstensi atau sebaliknya. Hal ini akan

23

memungkinkan bayi menemukan posisi dasar kenyamanannya. Fleksi panggul tanpa abduksi memberikan gambaran seperti posisi kaki kodok.

Gambar II.3. Postur Bayi 3 b. Square Window 3,4 Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap peregangan ekstensor memberikan hasil sudut fleksi pada pergelangan tangan. Pemeriksa meluruskan jari-jari bayi dan menekan punggung tangan dekat dengan jari-jari dengan lembut. Hasil sudut antara telapak tangan dan lengan bawah bayi dari preterm hingga posterm diperkirakan berturutturut > 90 , 90 , 60 , 45 , 30 , dan 0 (Gambar II.4).

24

Gambar II.4. Square Window 3 c. Arm Recoil 2,3,4 Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan mengukur sudut mundur singkat setelah sendi siku difleksi dan ekstensikan. Arm recoil dilakukan dengan cara evaluasi saat bayi terlentang. Pegang kedua tangan bayi, fleksikan lengan bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua lengan dan lepaskan.Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor 0: tangan tetap terentang/ gerakan acak, Skor 1: fleksi parsial 140-180 , Skor 2: fleksi parsial 110-140 , Skor 3: fleksi parsial 90-100 , dan Skor 4: kembali ke fleksi penuh (Gambar II.5).

Gambar II.5. Arm Recoil 3

25

d. Popliteal Angle 2,3,4 Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi lutut dengan menguji resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi. Dengan bayi berbaring telentang, dan tanpa popok, paha ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut tertekuk penuh. Setelah bayi rileks dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki satu sisi dengan lembut dengan satu tangan sementara mendukung sisi paha dengan tangan yang lain. Jangan memberikan tekanan pada paha belakang, karena hal ini dapat mengganggu interpretasi. Kaki diekstensikan sampai terdapat resistensi pasti terhadap ekstensi. Ukur sudut yang terbentuk antara paha dan betis di daerah popliteal. Perlu diingat bahwa pemeriksa harus menunggu sampai bayi berhenti menendang secara aktif sebelum melakukan ekstensi kaki. Posisi Frank Breech pralahir akan mengganggu manuver ini untuk 24 hingga 48 jam pertama usia karena bayi mengalami kelelahan fleksor berkepanjangan intrauterine. Tes harus diulang setelah pemulihan telah terjadi (Gambar II.6).

Gambar II.6. Popliteal Angle 3 e. Scarf Sign 3,4,5

26

Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi berbaring telentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis tengah tubuh dan mendorong tangan bayi melalui dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi lain pemeriksa diletakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu diangkat melewati badan, namun kedua bahu harus tetap menempel di permukaan meja dan kepala tetap lurus dan amati posisi siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada lembar kerja, yakni, penuh pada tingkat leher (-1); garis aksila kontralateral (0); kontralateral baris puting (1); prosesus xyphoid (2); garis puting ipsilateral (3); dan garis aksila ipsilateral (4) (Gambar II.7).

Gambar II.7. Scarf Sign 3 f. Heel to Ear 3,5 Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul dengan memberikan fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot posterior fleksor pinggul. Dengan posisi bayi terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk, tarik sedekat mungkin dengan kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul pada permukaan meja periksa dan amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat ekstensi lutut ( bandingkan dengan angka

27

pada lembar kerja). Penguji mencatat lokasi dimana resistensi signifikan dirasakan. Hasil dicatat sebagai resistensi tumit ketika berada pada atau dekat: telinga (-1); hidung (0); dagu (1); puting baris (2); daerah pusar (3); dan lipatan femoralis (4) (Gambar II.8).

Gambar II.8. Heel to Ear 3 2. Penilaian Maturitas Fisik a. Kulit 3 Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur intrinsiknya bersamaan dengan hilangnya secara bertahap dari lapisan pelindung, yaitu vernix caseosa. Oleh karena itu kulit menebal, mengering dan menjadi keriput dan / atau mengelupas dan dapat timbul ruam selama pematangan janin. Fenomena ini bisa terjadi dengan kecepatan berbeda-beda pada masing-masing janin tergantung pada pada kondisi ibu dan lingkungan intrauterin. Sebelum perkembangan lapisan epidermis dengan stratum corneumnya, kulit agak transparan dan lengket ke jari pemeriksa. Pada usia perkembangan selanjutnya kulit menjadi lebih halus, menebal dan menghasilkan pelumas, yaitu vernix, yang menghilang menjelang akhir

28

kehamilan. pada keadaan matur dan pos matur, janin dapat mengeluarkan mekonium dalam cairan ketuban. Hal ini dapat mempercepat proses pengeringan kulit, menyebabkan mengelupas, pecah-pecah, dehidrasi, sepeti sebuah perkamen. b. Lanugo 3,4 Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada extreme prematurity kulit janin sedikit sekali terdapat lanugo. Lanugo mulai tumbuh pada usia gestasi 24 hingga 25 minggu dan biasanya sangat banyak, terutama di bahu dan punggung atas ketika memasuki minggu ke 28. Lanugo mulai menipis dimulai dari punggung bagian bawah. Daerah yang tidak ditutupi lanugo meluas sejalan dengan maturitasnya dan biasanya yang paling luas terdapat di daerah lumbosakral. Pada punggung bayi matur biasanya sudah tidak ditutupi lanugo. Variasi jumlah dan lokasi lanugo pada masing-masing usia gestasi tergantung pada genetik, kebangsaan, keadaan hormonal, metabolik, serta pengaruh gizi. Sebagai contoh bayi dari ibu dengan diabetes mempunyai lanugo yang sangat banyak. Pada melakukan skoring pemeriksa hendaknya menilai pada daerah yang mewakili jumlah relatif lanugo bayi yakni pada daerah atas dan bawah dari punggung bayi (Gambar II.9).

Gambar II.9. Lanugo 3 c. Permukaan Plantar 3,5

29

Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini kemungkinan berkaitan dengan posisi bayi ketika di dalam kandungan. Bayi dari ras selain kulit putih mempunyai sedikit garis telapak kaki lebih sedikit saat lahir. Di sisi lain pada bayi kulit hitam dilaporkan terdapat percepatan maturitas neuromuskular sehingga timbulnya garis pada telapak kaki tidak mengalami penurunan. Namun demikian penialaian dengan menggunakan skor Ballard tidak didasarkan atas ras atau etnis tertentu. Bayi very premature dan extremely immature tidak mempunyai garis pada telapak kaki. Untuk membantu menilai maturitas fisik bayi tersebut berdasarkan permukaan plantar maka dipakai ukuran panjang dari ujung jari hingga tumit. Untuk jarak kurang dari 40 mm diberikan skor -2, untuk jarak antara 40 hingga 50 mm diberikan skor -1. Hasil pemeriksaan disesuaikan dengan skor di tabel (Gambar II.10).

Gambar II.10. Permukaan Plantar 3 d. Payudara 3,4 Areola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh akibat stimulasi esterogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung dari nutrisi yang diterima janin. Pemeriksa menilai ukuran areola dan menilai ada atau tidaknya bintik-bintik akibat pertumbuhan papila Montgomery (Gambar II.11). Kemudian dilakukan palpasi jaringan mammae di bawah areola dengan ibu jari dan telunjuk untuk mengukur diameternya dalam milimeter 6. 30

Gambar II.11. Payudara Neonatus 3 e. Mata/Telinga 2,3,4 Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago seiring perkembangannya menuju matur. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri atas palpasi ketebalan kartilago kemudian pemeriksa melipat daun telinga ke arah wajah kemudian lepaskan dan pemeriksa mengamati kecepatan kembalinya daun telinga ketika dilepaskan ke posisi semulanya (Gambar II.12).

Gambar II.12. Pemeriksaan Daun Telinga 3 Pada bayi prematur daun telinga biasanya akan tetap terlipat ketika dilepaskan. Pemeriksaan mata pada intinya menilai kematangan berdasarkan perkembangan palpebra. Pemeriksa berusaha membuka dan memisahkan palpebra superior dan inferior dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari. Pada bayi extremely premature palpebara akan menempel erat satu sama lain (Gambar II.13). Dengan bertambahnya maturitas palpebra kemudian bisa dipisahkan walaupun hanya satu sisi dan meningggalkan sisi lainnya tetap pada posisinya. 31

Hasil pemeriksaan pemeriksa kemudian disesuaikan dengan skor dalam tabel. Perlu diingat bahwa banyak terdapat variasi kematangan palpebra pada individu dengan usia gestasi yang sama. Hal ini dikarenakan terdapat faktor seperti stres intrauterin dan faktor humoral yang mempengaruhi perkembangan kematangan palpebra.

Gambar II.13. Palpebra Neonatus Prematur 3 f. Genital (Pria) 3,4,6 Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam scrotum kurang lebih pada minggu ke 30 gestasi. Testis kiri turun mendahului testis kanan yakni pada sekitar minggu ke 32. Kedua testis biasanya sudah dapat diraba di canalis inguinalis bagian atas atau bawah pada minggu ke 33 hingga 34 kehamilan. Bersamaan dengan itu, kulit skrotum menjadi lebih tebal dan membentuk rugae (Gambar II.14) . Testis dikatakan telah turun secara penuh apabila terdapat di dalam zona berugae. Pada nenonatus extremely premature scrotum datar, lembut, dan kadang belum bisa dibedakan jenis kelaminnya. Berbeda halnya pada neonatus matur hingga posmatur, scrotum biasanya seperti pendulum dan dapat menyentuh kasur ketika berbaring. Pada cryptorchidismus scrotum pada sisi yang terkena kosong, hipoplastik, dengan rugae yang lebih sedikit jika dibandingkan sisi yang sehat atau sesuai dengan usia kehamilan yang sama.

32

Gambar II.14. Pemeriksaan Genitalia Neonatus laki-laki 3 g. Genital (wanita) 3,4,6 Untuk memeriksa genitalia neonatus perempuan maka neonatus harus diposisikan telentang dengan pinggul abduksi kurang lebih 45o dari garis horisontal. Abduksi yang berlebihan dapat menyebabkan labia minora dan klitoris tampak lebih menonjol sedangkan aduksi menyebabkankeduanya tertutupi oleh labia majora 6. Pada neonatus extremely premature labia datar dan klitoris sangat menonjol dan menyerupai penis. Sejalan dengan berkembangnya maturitas fisik, klitoris menjadi tidak begitu menonjol dan labia minora menjadi lebih menonjol. Mendekati usia kehamilan matur labia minora dan klitoris menyusut dan cenderung tertutupi oleh labia majora yang membesar (Gambar II.15). Labia majora tersusun atas lemak dan ketebalannya bergantung pada nutrisi intrauterin. Nutrisi yang berlebihan dapat menyebabkan labia majora menjadi besar pada awal gestasi. Sebaliknya nutrisi yang kurang menyebabkan labia majora cenderung kecil meskipun pada usia kehamilan matur atau posmatur dan labia minora serta klitoris cenderung lebih menonjol.

33

Gambar II.15. Penilaian Genitalia Neonatus Wanita 3 3. Interpretasi Hasil 3 Masing-masing hasil penilaian baik maturitas neuromuskular maupun fisik disesuaikan dengan skor di dalam tabel (Tabel II.2) dan dijumlahkan hasilnya. Interpretasi hasil dapat dilihat pada tabel skor. Tabel II.2. The New Ballard Score 3

34

35

BAB III CASE REPORT IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : By. Ny. Y Tanggal lahir : 23 Mei 2011 Jenis kelamin : Perempuan Alamat Agama Pendidikan Pekerjaan : Pejaten Timur, RT/RW 03/04 : Islam ::-

ORANGTUA/WALI AYAH Nama Lengkap Suku bangsa Alamat Agama Pendidikan Pekerjaan Penghasilan IBU Nama Lengkap Suku bangsa Alamat Agama Pendidikan Pekerjaan : Ny. Y : Jawa : Pejaten Timur, RT/RW 03/04 : Islam : SMP : Ibu Rumah Tangga Tanggal lahir (umur) : 18 tahun : Tn. A : Jawa : Pejaten Timur, RT/RW 03/04 : Islam : SMP : Wiraswasta : Rp 600.000,Tanggal lahir (umur) : 24 tahun

36

Penghasilan

:-

RIWAYAT PENYAKIT Keluhan utama Keluhan tambahan : lahir tidak langsung menangis : bayi kurang bulan, seluruh tubuh tampak pucat kebiruan

Telah lahir bayi perempuan pada hari Senin, 23 Mei 2011 pukul 02.30 WIB melalui persalinan pervaginam dengan riwayat perdarahan ante partum. Berat badan lahir 600gr dengan panjang badan lahir 27cm dari seorang ibu dengan diagnosa G2P1A0 prematur spontan + Haemorrhagic post partum e.c sisa plasenta. Kehamilan 28 minggu, janin tunggal hidup, presentasi kepala, air ketuban jernih pecah dini. Pada saat lahir bayi tidak menangis, tampak lemah. Kemudian bayi dihangatkan, diberikan rangsang taktil. Lalu diberikan O2 alir bebas 3 lpm. Kemudian di suction. Pada menit pertama frekuensi jantung 80x/menit, usaha bernafas lambat, tonus otot flexi sedikit, refleks gerakan sedikit, warna tubuh biru/pucat. Pada menit kelima frekuensi denyut jantung menurun 60x/menit. Usaha bernapas lemah, warna tubuh kebiruan pucat, Apgar Score 2/3, tonus otot lumpuh, gerakan refleks sedikit. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN KEHAMILAN : Perawatan antenatal Penyakit-penyakit selama kehamilan Komplikasi kehamilan KELAHIRAN : Tempat kelahiran Cara persalinan Masa gestasi Keadaan bayi : : Rumah Sakit UKI : pervaginam : 28 minggu Penolong persalinan : Dokter : tidak terdaftar :: perdarahan

37

Berat badan lahir Panjang badan lahir

: 600 gram : 27 cm

Langsung/tidak langsung menangis : tidak langsung menangis Nilai APGAR Kelainan bawaan : 2/3 : disangkal

Kriteria neurologis menurut Dubowitz: sikap jendela sendi pergelangan tangan dorsofleksi kaki rekoil lengan rekoil tungkai sudut poplitea gerakan tumit kekuping tanda skarf tonus otot leher suspensi ventral ::::::::::-+ Karakteristik eksternal menurut Dubowitz : edema jaringan kulit warna kulit ketipisan kulit lanugo guratan telapak kaki perkembangan puting susu besarnya payudara bentuk telinga elastisitas daun telinga genitalia :2 :0 :0 :2 :0 :0 :1 :1 :3 :0 :2+

38

11 Total skor Umur Kehamilan : 0 + 11 = 11 : 28 minggu

RIWAYAT PERKEMBANGAN Pertumbuhan gigi pertama Psikomotor Tengkurap Berdiri Duduk Perkembangan pubertas Gangguan perkembangan VAKSIN
BCG DPT/DT POLIO CAMPAK HEPATITIS B MMR TIPA

:::::-

:ULANGAN

RIWAYAT IMUNISASI (DASAR) UMUR -

RIWAYAT MAKANAN Umur (bln) 0-2 2-4 4-6 6-8 8-10 10-12 ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi Tim -

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA Penyakit Diare Umur -

39

Otitis Radang paru Tuberkulosis Kejang Ginjal Jantung Darah Difteri Morbili Parotitis Demam berdarah Demam tifoid Cacingan Alergi Kecelakaan Operasi RIWAYAT KELUARGA Corak reproduksi No Tgl lahir 1 (umur) Pasien Jenis Kelamin

Hidup

Lahir Mati -

Abortus Mati (sebab) -

Keterangan Kesehatan -

Perempuan Hidup

DATA KELUARGA Keterangan Perkawinan ke Umur saat menikah Keadaan kesehatan/penyakit bila ada Golongan darah Riwayat Penyakit Dalam Keluarga Disangkal Riwayat Penyakit Pada Anggota Keluarga Lain Yang Serumah Disangkal Ayah Satu 24 tahun Disangkal O Ibu satu 18 tahun disangkal O

40

PEMERIKSAAN FISIK Tanggal : 23 Mei 2011 Jam : 00.31

PEMERIKSAAN UMUM Keadaan Umum Kesadaran Tekanan darah Frekuensi jantung Frekuensi napas Suhu tubuh Data Antropometri : Tampak sakit berat (gerakan tidak aktif, tidak menangis) : koma : tidak dilakukan : 80 x/menit : sulit dinilai : tidak dilakukan : : 600 gram : 27 cm : 20 cm : 15 cm : 12 cm

Berat badan Panjang badan Lingkar kepala Lingkar dada Lingkar perut

PEMERIKSAAN SISTEMATIS Kepala o Bentuk dan ukuran o Mata o Telinga o Hidung o Bibir o Gigi geligi o Mulut o Lidah : mikrosefali, pertumbuhan rambut merata dan sedikit : sulit dinilai : mikrotia : Bentuk biasa : Mukosa kering : Belum tumbuh gigi : Sianosis sirkumoral (+) : Tidak kotor

41

o Tonsil o Faring o Leher Toraks Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi Genitalia Anggota gerak Tulang belakang Kulit terlihat jelas PEMERIKSAAN LABORATORIUM RINGKASAN

: Sulit dinilai : Sulit dinilai : sulit dinilai

: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi interkostal (+), retraksi epigastrium (+) : sulit dinilai : Tidak dilakukan : sulit dinilai : : Perut datar, tali pusat terawat : Sulit dinilai : Lemas, hepar dan lien sulit dinilai, Turgor kurang : Sulit dinilai : Labia mayor belum menutupi labia minor : kekuatan otot lemah, sensibilitas sulit dinilai. : Kifosis(-), lordosis(-), skoliosis(-) : kulit tampak mengkilat, pembuluh darah tampak

Akral dingin, sianosis perifer (+)

Pasien seorang bayi perempuan terlahir BB : 600 gram, PB : 27cm di RS FK-UKI dengan cara pervaginam dari seorang ibu dengan diagnosa G2P1A0 prematur spontan + Haemorrhagic post partum e.c sisa plasenta. keluhan utama : lahir tidak langsung menangis dengan keluhan tambahan : bayi kurang bulan, seluruh tubuh tampak pucat kebiruan.

42

Dari pemeriksaan fisik didapatkan : Keadaan Umum Kesadaran Tekanan darah Frekuensi jantung Frekuensi napas Suhu tubuh Data Antropometri : Tampak sakit berat (gerakan tidak aktif, tidak menangis) : koma : tidak dilakukan : 80 x/menit : sulit dinilai : tidak dilakukan : : 600 gram : 27 cm : 20 cm : 15 cm : 12 cm

Berat badan Panjang badan Lingkar kepala Lingkar dada Lingkar perut

PEMERIKSAAN SISTEMATIS Kepala o Bentuk dan ukuran o Mata o Telinga o Hidung o Bibir o Gigi geligi o Mulut o Lidah o Tonsil o Faring o Leher Toraks 43 : mikrosefali, pertumbuhan rambut merata dan sedikit : sulit dinilai : mikrotia : Bentuk biasa : Mukosa kering : Belum tumbuh gigi : Sianosis sirkumoral (+) : Tidak kotor : Sulit dinilai : Sulit dinilai : sulit dinilai

Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi Genitalia Anggota gerak

: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi interkostal (+), retraksi epigastrium (+) : sulit dinilai : Tidak dilakukan : sulit dinilai : : Perut datar, tali pusat terawat : Sulit dinilai : Lemas, hepar dan lien sulit dinilai, Turgor kurang : Sulit dinilai : Labia mayor belum menutupi labia minor : kekuatan otot lemah, sensibilitas sulit dinilai. : Kifosis(-), lordosis(-), skoliosis(-) : kulit tampak mengkilat, pembuluh darah tampak

Akral dingin, sianosis perifer (+) Tulang belakang Kulit terlihat jelas DIAGNOSIS KERJA NKB-KMK Asfiksia Berat Suspek HMD

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan golongan darah : O Pemeriksaan Bilirubin Total Pemeriksaan Darah Lengkap ( analisa gas darah, elektrolit, darah tepi) PROGNOSIS ad Vitam ad Functionum : malam : malam

44

ad Sanationum

: malam

PENATALAKSANAAN O2 3 lpm Observasi Frekuensi Jantung Ambu bag 4 lpm

45

BAB IV ANALISA KASUS Pada pasien ini (By. Ny. Y) Diagnosis awal NKB - KMK + Asfiksia berat D/ berdasarkan : Klasifikasi neonatus menurut BATTAGLIA & LUBBCHENCO (1967), dengan : - Masa gestasi 28 minggu - BBL 600gram Akan didiagnosis : NKB KMK Asfiksia berat nilai APGAR : 2/3 (1 mnt sesudah lahir lengkap) - frekuensi jantung < 100 x/mnt - usaha bernafas tidak ada - tonus otot ekstremitas fleksi sedikit - reflek gerakan sedikit - warna biru pucat (5 mnt sesudah lahir lengkap) - frekuensi jantung < 100 x/mnt - usaha bernafas lemah - tonus otot lumpuh - reflek gerakan sedikit - warna tubuh pucat kebiruan Untuk penatalaksanaan sesuai dengan kriteria asfiksia berat : - bayi lahir rangsangan taktil respon (-) tindakan resusitasi aktif - rawat perina inkubator - O2 nasal 2 LPM - Asidosis pemeriksaan AGDkoreksi dengan pemberian NaHCO3

46

- mm: antibiotik, kortikosteroid, vit K Suspek HMD didasarkan pada kriteria Gejala klinis : Biasanya pada bayi prematur Sering disertai riwayat asfiksia setelah lahir Tanda gangguan pernafasan pada 6 8 jam pertama setelah lahir dan Dispnu atau hiperpnu, dan pernapasan cuping hidung Sianosis, retraksi suprasternal, retraksi epigastrum, retraksi interkostal dan Bradikardia, hipotensi, kardiomegali, pitting oedem (dorsal tangan atau

gejala yang karakteristik pada umur 24 72 jam

ekspirator grunting kaki), hipotermi, tonus otot menurun

47

DAFTAR PUSTAKA

1. 2. Available

Dubowitz LMS Dubowitz V Goldberg C. Clinical assessment Von Der Pool B A. Preterm Labor: Diagnosis and Treatment. from: URL: Labor:

of gestational age in the newborn infant. J Pediatri. 1970; 77: 1-10 American Fam Physic [Serial Online] 1998 May [Cited 2010 Jan 14]; 1(1). http://www.aafp.org/online/en/home/publications/journals/Preterm Diagnosis and Treatment/htm. 3. New Ballard Score & nbspMaturational Assessment of Gestational Age [Online]. 2007 Dec [cited 2009 Dec 21]; Available from: URL: /www.ballardscore.com/Pages/mono_neuro_posture.aspx. 4. 5. Mupanemunda R and Watkinson M. Key Topics in Sanders M, Allen M, Alexander G R, Yankowitz J, Graeber J, Neonatology. 2nd Ed. New York: Taylor & Francis Group; 2005. Johnson T R B, and Repka M X. Gestational Age Assessment in Preterm Neonates Weighing Less than 1500 Grams. PEDIATRICS 1991; 88: 542-45. 6. Bernbaum J C, Umbach D M, Ragan N B, Ballard J L., Archer J I, Schmidt-Davis H, and Rogan W J. Pilot Studies of Estrogen-Related Physical Findings in Infants. Environmental Health Perspectives 2008; 116: 416-19. 7. Behrman, Kliegman : Nelson Textbook Of Pediatrics Edisi 15, halaman 543-572, 589-599. W.B Saunders Company 2000.

48

You might also like