You are on page 1of 8

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Keynote Speech

Dr (HC). Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE Menteri Pekerjaan Umum Pada Seminar Nasional Transit City Development
yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil-Planologi-Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro,

Semarang, Sabtu, 17 Maret 2007

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum wr. wb., Salam sejahtera bagi kita semua. Saudara Rektor Universitas Diponegoro, Saudara Dekan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Seluruh Civitas Academica, para Mahasiswa, serta Hadirin yang saya muliakan, Marilah kita memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas karunia, rakhmat, dan ridho-Nya kita dapat mengikuti acara hari ini, Seminar Nasional Transit City Development. Saya sangat menghargai prakarsa Universitas Diponegoro, terutama kepada Panitia Seminar, yang telah menyiapkan penyelenggaraan seminar yang penting ini, dan pemilihan tema kegiatan yang sangat menarik, yaitu Perencanaan Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Kota Transit dengan Studi Kasus Kota Semarang dan Jakarta. Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, Pembahasan tentang pengembangan perkotaan atau pembangunan kota selalu tiada habisnya dalam menguras topik dan tema, serta pasti sangatlah menarik, karena menyangkut ruang bagi kepentingan sebagian besar dari kita yang tinggal di perkotaan, yang berinteraksi secara dinamis baik dalam bertempat tinggal, berusaha, maupun dalam bersosial budaya.

Hal

1 /8

Sebagaimana telah kita maklumi bersama, kota sebagai pusat aktifitas sosial ekonomi mempunyai fungsi sebagai pusat jasa distribusi yang bermakna bahwa dengan segala kelengkapannya, kota mempunyai fungsi juga untuk melayani hinterlandnya. Selama ini, kita mengenal 3 (tiga) klasifikasi hierarki fungsi kota, yaitu sebagai pusat kegiatan nasional (PKN), pusat kegiatan wilayah (PKW), dan pusat kegiatan lokal (PKL). Untuk dapat menjalankan fungsinya tersebut, tentunya kota-kota harus didukung dengan adanya sistem jaringan transportasi yang menghubungkan kota dengan daerah pengaruhnya. Kota, dengan kelengkapan sarana dan prasarana transportasi, serta kelengkapan fasilitas perkotaannya juga dapat berperan sebagai pusat pengembangan hinterland sesuai fungsinya. Hadirin sekalian yang saya hormati, Berkaitan dengan topik pengembangan kota transit dalam Seminar ini, ada baiknya kita dapat memiliki kesepahaman terlebih dahulu akan pengertian kota transit, elemen-elemen pembentuk dan peran infrastruktur, perkembangannya dalam konteks keberlanjutan kota, serta prinsip-prinsip perwujudannya. Berdasarkan letak geografis yang strategis, suatu kota dapat berperan sebagai tempat singgah dan jalur penghubung antar kota satu dengan kota lainnya. Dalam pengertian ini, kota berfungsi sebagai bagian dari sistem kota-kota yang berperan melayani dan menghubungkan kota-kota. Disamping itu, kota transit juga dapat dicirikan oleh kondisi sistem transportasi perkotaan yang mendukung berfungsinya suatu kota dalam sistem internal wilayah yang lebih luas. Ditinjau dari perkembangan teknologi transportasi, kota transit (transit city) merupakan konsekuensi dari tekanan industrialisasi sejak tahun 1860. Pada awalnya, 10.000-7.000 tahun yang lalu hingga pertengahan abad ke-19, kota-kota berkembang sebagai kota-kota yang berskala masih cukup nyaman dicapai dengan berjalan kaki (walking city), umumnya berkarakteristik kepadatan tinggi, peruntukan lahan bersifat campuran, lebar jalan masih relatif kecil, dan ukuran lebar kota sepanjang rata-rata memerlukan setengah jam apabila dicapai dengan berjalan kaki, yaitu kurang lebih 5 km.

Hal

2 /8

Dengan adanya kemajuan teknologi transportasi di awal industrialisasi, kota pejalan kaki tersebut kemudian berkembang seiring dengan moda transportasi yang membuat perjalanan lebih cepat, seperti adanya trem, kereta api, atau bus, menjadi sebuah kota transit. Kota transit bercirikan kepadatan sedang, daerah peruntukan campuran dikembangkan di sekitar stasiun trem/kereta api/bus dan sepanjang rute transit. Lebar kota telah menjadi 20-30 km dengan puncak kegiatan tersentralisasi berada di dalam pusat kota. Selain itu, penggunaan kendaraan yang semakin meningkat setelah tahun 1950 ikut mendorong pembentukan kota kendaraan (auto city). Kepadatan bangunan secara dramatis menjadi berkurang, perumahan berkepadatan rendah berkembang dengan tidak lagi perlu dekat dengan pusat kota, peruntukan ruang berdasarkan zoning terdesentralisasi dan menyebar, serta masyarakat menjadi sangat tergantung kepada kendaraan pribadi sebagai sebuah kebutuhan, bukan lagi pilihan. Dengan demikian, sebuah kota transit harus memiliki moda transportasi umum yang layak dan mampu menghubungkan pusat kota dengan kawasan-kawasan di sekitarnya secara efektif, yang juga layak melayani transportasi internal di dalam pusat kota dan di dalam masingmasing kawasan sekitarnya, sehingga secara mandiri setiap pusat kota atau kawasan tetap nyaman bagi pejalan kaki atau pengguna sepeda, serta bentuk kota yang tidak memacu penggunaan kendaraan pribadi sebagai sebuah kebutuhan. Kota transit menjadi simpul jasa distribusi bagi aliran penumpang dan barang yang sangat erat kaitannya dengan fungsi simpul transportasi. Dengan demikian peran kota-kota sebagai pusat pergerakan menjadi sangat dominan terutama bagi kota-kota metropolitan, seperti kota Jakarta yang berfungsi sebagai pusat pergerakan bagi kawasan metropolitan Jabodetabekjur, dan bahkan bagi provinsi Jawa Barat dan Banten, atau kota Semarang sebagai kota inti dari kawasan metropolitan Kendal, Ungaran, Salatiga, Semarang, Purwodadi (Kedungsepur). Dalam hal ini, kawasan metropolitan bisa merupakan himpunan dari beberapa kota transit.

Hal

3 /8

Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, Sepanjang sejarahnya, pembentukan infrastruktur kota sejak awal munculnya pengertian kota 10.000 tahun yang lalu hingga kini, dapat dicirikan oleh salah satu atau gabungan dari 3 (tiga) kekuatan utama, yaitu prioritas ekonomi, sosial budaya, dan transportasi. Prioritas transportasi, seperti diuraikan sebelumnya, dapat membentuk ciri-ciri kota pejalan kaki (walking city), kota transit, atau bentuk kota kendaraan (auto city). Kekuatan ekonomi juga masih sangat berdaya dalam mempengaruhi perencanaan kota. Kota-kota dibuat berkepadatan tinggi dengan pengalokasian dana infrastruktur yang lebih minim namun diusahakan efisien. Disamping itu, pembentukan kota juga dapat didorong oleh pertimbangan sosial-budaya dan kepemilikan akan ruang, pertimbangan emosi, aspek psikologi dan spiritual, kohesi sosial, serta pentingnya ruang publik untuk interaksi sosial. Hadirin sekalian yang saya hormati, Pada hakekatnya, pembentukan kota dan khususnya infrastruktur yang mendukungnya, dapat merupakan hasil gabungan dari berbagai kekuatan pembentuk, baik ekonomi, sosial budaya, maupun transportasi. Mewujudkan kota transit atau menjaga peran kota sebagai kota transit, dewasa ini masih cukup relevan sebagai tematik pilihan peran suatu kota. Namun, dalam perkembangan dinamika perkotaan dewasa ini tidaklah dapat penanganannya dilepaskan dari dorongan kesadaran global dalam menangani issue-issue yang lebih luas lagi, yang juga telah menjadi masalah krusial perkotaan, seperti perubahan iklim, kelangkaan sumber daya, pembuangan limbah, dan kualitas udara, serta sekaligus persoalan-persoalan sosial dan ekonomi yang bersifat lokal. Issue keberlanjutan kota tersebut menjadi tantangan nyata bagi pengelola kota dalam mewujudkan peran kotanya semisal sebagai kota transit. Kota akan berkelanjutan ketika merupakan representasi proses dan hasil yang melibatkan semua pemangku kepentingan di berbagai aras pembangunan yang dapat mewujudkan kualitas lingkungan dan sosial yang lebih baik, serta sekaligus yang mampu mendorong peningkatan ekonomi masyarakat. Untuk itu, kota harus mampu

Hal

4 /8

menghimpun konsensus dan melaksanakan rencana aksi lokalnya guna mewujudkan keberlanjutan kota sesuai dengan peran tematik kota yang dipilihnya. Hal ini sejalan pula dengan arah pengembangan kota yang telah digariskan dalam Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan, Peraturan Menteri PU No. 494/PRT/M/2005, yaitu terwujudnya kawasan perkotaan yang aman, layak huni, berkeadilan sosial, sejahtera, berbudaya, produktif, dan berkembang secara berkelanjutan, serta saling memperkuat dalam mewujudkan pengembangan wilayah. Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, Beberapa elemen kunci pembentuk kota transit yang berkelanjutan antara lain adalah: (a) sistem jaringan transportasi yang mendukung secara kewilayahan dan internal perkotaan, (b) lingkungan dan kawasan yang kompak, (c) lingkungan yang nyaman bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda, dan (d) daerah permukiman dan komersial yang berorientasi transit. Pada kota transit, sistem jaringan transportasi mampu sekaligus melayani fungsi pusat kota yang terkonsentrasi, memiliki peruntukan lahan campuran, dan berkepadatan sedang, serta adanya transportasi umum yang mampu menghubungkan secara layak pusat kota dengan kawasan-kawasan di sekitar pusat kota, sehingga aksesibilitas dari kawasan hinterland dengan pusat kotanya masih dalam batas-batas kenyamanan bergerak bagi warganya. Lingkungan atau kawasan yang kompak dicirikan oleh peruntukan lahan yang bersifat campuran, dengan kepadatan penduduk yang meningkat seiring dengan bertambahnya peluang usaha pada skala kawasan. Secara fisik suatu lingkungan memenuhi persyaratan kenyamanan bagi pejalan kaki, pengguna sepeda, dan kemudahan akses kepada simpul transit. Kebiasaan berjalan kaki atau bersepeda menjadi semacam budaya bagi suatu lingkungan, dengan disediakan prasarananya secara memadai, seperti jalur khusus, parkir sepeda, dan jalur pedestrian, serta ruang terbuka yang mencukupi.

Hal

5 /8

Kawasan permukiman atau komersial dirancang untuk memaksimalkan akses kepada transportasi umum (transit oriented development-TOD). Suatu kawasan TOD menggunakan stasiun kereta api/trem, atau terminal bus sebagai pusatnya, dengan dikelilingi oleh lingkungan berkepadatan tinggi, sedangkan lingkungan yang berkepadatan paling rendah berada paling jauh dari pusat kawasan. Hadirin sekalian yang saya hormati, Pada kesempatan ini, perkenankan saya menyampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan elemen-elemen pembentuk kota transit yang berkelanjutan. Hal-hal penting ini perlu dikemas melalui perencanaan kota (urban planning), perancangan kota serta penataan bangunan dan lingkungan (urban design), dan perencanaan infrastruktur (infrastructure planning) yang memadai, yaitu: 1. Pencapaian sinergi wilayah, baik secara internal dalam sistem kota transit maupun secara eksternal kota sebagai bagian organik suatu wilayah yang lebih luas, dan bagian dari sistem makro geografis, ekonomi, sosial dan budaya. 2. Peruntukan pusat kota dan kawasan sekitar sebagai mesin-mesin pertumbuhan, yang mendorong tumbuhnya beragam peluang akses warga kota kepada pendidikan, rekreasi dan hiburan, lapangan kerja, usaha, mobilitas, hunian, kesehatan, dan pencapaian kebutuhan dasar, serta partisipasi masyarakat. 3. Pencapaian efektifitas dan efisiensi dalam mengembangkan kota, dengan menyeimbangkan antara konsumsi sumber daya seperti energi, waktu dan keuangan, dengan manfaat yang diperoleh seperti keamanan, keselamatan, kenyamanan, kesehatan, dan kemudahan, seperti melalui sistem jaringan infrastruktur yang efisien, transportasi umum yang layak, dan sistem kepadatan kawasan. 4. Perwujudan skala lingkungan yang manusiawi, melalui pengaturan pedestrianisasi, ruang terbuka, serta desain lingkungan yang bersahabat dan responsif. 5. Peningkatan interaksi sosial, melalui penyediaan fasilitas untuk kepentingan umum dalam struktur permukiman yang terbagi menurut hierarki tempat-tempat untuk kebersamaan dan hidup bertetangga yang baik, kegiatan kelompok masyarakat, dan hubungan sosial

Hal

6 /8

lainnya. Secara seimbang desain fasilitas juga mendorong penciptaan tempat-tempat yang nyaman untuk kegiatan individual dan dalam menjalin persahabatan sesama warga. 6. Perlindungan lingkungan, melalui pengembangan kota yang dilakukan dengan tetap menjaga keseimbangan alam, dan memanfaatkan sumber daya secara optimal dengan tanpa harus semakin mengeksploitasinya. 7. Pelestarian tradisi, melalui pengembangan kota yang dapat mengintegrasikan aset-aset budaya yang ada, menghormati kearifan lokal dan pusaka budaya, termasuk dalam bentuk pola-pola permukiman, rencana tapak, langgam, simbol dan penandaan dalam sistem bangunan dan lingkungan, serta arsitektur setempat. 8. Penggunaan teknologi tepat guna, melalui pemilihan bahan bangunan, teknik konstruksi, sistem infrastruktur dan manajemen konstruksi yang disesuaikan dengan kapasitas masyarakat, pertimbangan iklim setempat, sumber daya lokal, dan investasi modal yang memadai. Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, Perkembangan yang konsisten dari kota transit di Indonesia secara relatif sebenarnya masih sangat terbatas, apalagi ditengarai dengan keberadaan sistem transportasi perkotaan dewasa ini yang masih lemah, dan belum mampu memandu perkembangan kota secara efektif. Sistem kawasan sebagai hinterland pusat kota transit juga belum terbentuk, apalagi harus memenuhi kriteria kenyamanan bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda dalam lingkungan binaan yang responsif. Karena itu, adalah merupakan tantangan khususnya bagi pemerintah kota dan praktisi perkotaan dalam mewujudkan arah pengembangan kotanya, dan pilihan kota transit cukup menjanjikan dalam menuju perkotaan yang berkelanjutan. Dalam hal ini, Departemen Pekerjaan Umum, khususnya melalui program kecipta-karyaan dan penataan ruang, dapat memberikan fasilitasi kepada pemerintah daerah yang telah mempunyai rencana, rancangan, dan program pembangunan kotanya yang terarah dan dapat disinergikan dengan program-program Pemerintah.

Hal

7 /8

Hadirin sekalian yang saya hormati, Akhir kata, pada kesempatan ini saya mengajak saudara-saudara sekalian untuk bersama-sama dalam Seminar ini, mendiskusikan upayaupaya konkrit dalam mengembangkan kota transit yang berkelanjutan, mengingat banyaknya potensi kota-kota di Indonesia ini untuk menjadi kota transit, selain Semarang dan Jakarta, seperti kota Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Medan, Makassar, Denpasar, Manado, dan lainnya. Mudah-mudahan kita bersama senantiasa dapat menyumbangkan pemikiran dan langkah konkrit bagi kemaslahatan umat manusia, Amien. Wassalamualaikum, wr. wb.
Jakarta, 16 Maret 2007

Menteri Pekerjaan Umum,

Djoko Kirmanto

Hal

8 /8

You might also like