You are on page 1of 117

1432

TIIAA NASIHAT TIIAA NASIHAT TIIAA NASIHAT TIIAA NASIHAT| || |


[ [[ [rynnr rynnr rynnr rynnr f fr f fr f fr f fr| || |

Page | 1
JUDUL : TELAGA NASEHAT
PENYUSUN : ALIF FIKRI
PENYUSUNAN : AGUSTUS 2011




PERHATIAN: PERHATIAN: PERHATIAN: PERHATIAN:
E EE E- -- -BOOK INI BERTUJUAN UNTUK KEPENTINGAN PENYEBARAN ILMU DAN DAWAH SEMA BOOK INI BERTUJUAN UNTUK KEPENTINGAN PENYEBARAN ILMU DAN DAWAH SEMA BOOK INI BERTUJUAN UNTUK KEPENTINGAN PENYEBARAN ILMU DAN DAWAH SEMA BOOK INI BERTUJUAN UNTUK KEPENTINGAN PENYEBARAN ILMU DAN DAWAH SEMATA, BUKAN UNTUK TA, BUKAN UNTUK TA, BUKAN UNTUK TA, BUKAN UNTUK
DIPERJUALBELIKAN ATAU TUJUAN KOMERSIAL LAINNYA. DIPERJUALBELIKAN ATAU TUJUAN KOMERSIAL LAINNYA. DIPERJUALBELIKAN ATAU TUJUAN KOMERSIAL LAINNYA. DIPERJUALBELIKAN ATAU TUJUAN KOMERSIAL LAINNYA. PENULIS DARI TIAP KISAH YANG TIDAK DISEBUTKAN PENULIS DARI TIAP KISAH YANG TIDAK DISEBUTKAN PENULIS DARI TIAP KISAH YANG TIDAK DISEBUTKAN PENULIS DARI TIAP KISAH YANG TIDAK DISEBUTKAN
NAMANYA ADALAH ANONIM. NAMANYA ADALAH ANONIM. NAMANYA ADALAH ANONIM. NAMANYA ADALAH ANONIM.









,lsl| .| ..
6 RAMADHAN 1432 H/ 6 AGUSTUS 2011 M

Page | 2
Daftar Isi

Ketika Mas Gagah Pergi===============================================================4
Putri Kecilku Berlari Menjemput Maut====================================================18
Tujuh Kali Miskram, Lima Kali Gagal, Akhirnya Hadir Si Kembar==================================23
Teori Atom dan Kehidupan Sehari-Hari===================================================26
Si Kecil yang Istiqamah==============================================================29
Saya dan Perempuan 'Aneh' di KWK 02====================================================31
Sahabatku, Tataplah Hari Esok!====================================================== ==35
Pohon Tua=======================================================================40
Pesankan Saya, Tempat di Neraka...!!!====================================================43
Nguyen Son======================================================================45
Ngebet Pengen Pacaran==============================================================48
Ketika Realitas Bertemu dengan Kejujuran=================================================51
Kisah Kepiting=====================================================================53
Kisah Sesendok Madu===============================================================54
Maafkan Aku, Ayah=================================================================55
Mandikan Aku, Bunda......=============================================================57
Membeli Cinta=====================================================================59
Mutiara Hikmah di Balik Tabir Kehidupan==================================================61
Nelayan Jepang===================================================================63
Bukan Nasehat, Tapi Genggaman Erat====================================================65
Busanailah Ucapan Anda dengan Senyum Jangan Hanya Dikulum(?)==============================66
Cara Menghadapi Khanzab, Setan Spesialis Shalat===========================================67
Cinta Tak Terbatas=================================================================70
Virus Merah Jambu=================================================================72
Di Sini Letak Masalahmu==============================================================74
Easy Vs Difficult===================================================================75

Page | 3
Ever Wonder?????=================================================================77
Youre Like A Pencil!================================================================78
Yang Terindah=====================================================================79
Wanita Bagi Pahlawan================================================================81
Ketika Suatu Bangsa Diganti oleh Kaum yang Lain===========================================83
Ukurlah dengan Iman================================================================86
Tunjukkan Padaku Kau S'lalu Mencintaiku=================================================89
10 Kesalahan Pebisnis Pemula=========================================================92
Satu Pertanyaan Dua Cerita===========================================================94
...dan Biarkan Air Mata Itu Menetes======================================================98
A Letter About Love=================================================================101
Anugerah Terindah Milik Kita==========================================================103
Allah Mengetahui Bahwa Kita Sibuk=====================================================106
All About Love====================================================================109
All About Friends===================================================================112
Aturlah "Waktu" Untuk Mengatur K.e.h.i.d.u.p.a.n============================================114
Atmosfer Perjuangan===============================================================115

Page | 4
Ketika Mas Gagah Pergi

Karya:
Helvi Tiana Rosa


Mas gagah berubah! Ya, beberapa bulan belakangan ini masku, sekaligus saudara kandungku satu-satunya itu
benar-benar berubah!

Mas Gagah Perwira Pratama, masih kuliah di Tehnik Sipil UI semester tujuh. Ia seorang kakak yang sangat
baik, cerdas, periang dan tentu saja ganteng. Mas Gagah juga sudah mampu membiayai sekolahnya sendiri
dari hasil mengajar privat untuk anak-anak SMA.

Sejak kecil aku sangat dekat dengannya. Tak ada
rahasia di antara kami. Ia selalu mengajakku ke
mana ia pergi. Ia yang menolong di saat aku butuh
pertolongan. Ia menghibur dan membujuk di saat
aku bersedih. Membawakan oleh-oleh sepulang
sekolah dan mengajariku mengaji. Pendek kata, ia
selalu melakukan hal-hal yang baik, menyenangkan
dan berarti banyak bagiku.

Saat memasuki usia dewasa, kami jadi semakin dekat. Kalau ada saja sedikit waktu kosong, maka kami akan
menghabiskannya bersama. Jalan-jalan, nonton film atau konser musik atau sekedar bercanda dengan
teman-teman. Mas Gagah yang humoris itu akan membuat lelucon-lelocon santai hingga aku dan teman-
temanku tertawa terbahak. Dengan sedan putihnya ia berkeliling mengantar teman-temanku pulang usai kami
latihan teater. Kadang kami mampir dan makan-makan dulu di restoran, atau bergembira ria di Dufan Ancol.

Tak ada yang tak menyukai Mas Gagah. Jangankan keluarga atau tetangga, nenek-kakek, orang tua dan adik
kakak teman-temanku menyukai sosoknya.

"Kakak kamu itu keren, cute, macho dan humoris. Masih kosong nggak sih?"

"Git, gara-gara kamu bawa Mas Gagah ke rumah, sekarang orang rumahku suka membanding-bandingkan
teman cowokku sama Mas Gagah lho! Gila, berabe kan?!"

Page | 5

"Gimana ya Git, agar Mas Gagah suka padaku?"

Dan banyak lagi lontaran-lontaran senada yang mampir ke kupingku. Aku Cuma mesem-mesem bangga.

Pernah kutanyakan pada Mas Gagah mengapa ia belum juga punya pacar. Apa jawabnya?

"Mas belum minat tuh! Kan lagi konsentrasi kuliah. Lagian kalau Mas pacaran., banyak anggaran. Banyak juga
yang patah hati! He..he..he." Kata Mas Gagah pura-pura serius.

Mas Gagah dalam pandanganku adalah cowok ideal. Ia serba segalanya. Ia punya rancangan masa depan,
tetapi tak takut menikmati hidup. Ia moderat tetapi tidak pernah meninggalkan shalat!

Itulah Mas Gagah!

Tetapi seperti yang telah kukatakan, entah mengapa beberapa bulan belakangan ini ia berubah! Drastis! Dan
aku seolah tak mengenal dirinya lagi. Aku sedih. Aku kehilangan. Mas Gagah yang kubanggakan kini entah ke
mana.

"Mas Gagah! Mas! Mas Gagaaaaaahhh!" teriakku kesal sambil mengetuk pintu kamar Mas Gagah keras-keras.
Tak ada jawaban. Padahal kata Mama, Mas Gagah ada di kamarnya. Kulihat stiker metalik di depan pintu kamar
Mas Gagah. Tulisan berbahasa Arab gundul. Tak bisa kubaca. Tetapi aku bisa membaca artinya: Jangan masuk
sebelum memberi salam!

"Assalaamu'alaikum!" seruku.

Pintu kamar terbuka dan kulihat senyum lembut Mas Gagah.

"Wa alaikummussalaam warohmatullahi wabarokatuh. Ada apa Gita? Kok teriak-teriak seperti itu?" tanyanya.

"Matiin kasetnya!" kataku sewot.

"Lho memangnya kenapa?"

"Gita kesel bin sebel dengerin kasetnya Mas Gagah! Memangnya kita orang Arab, masangnya kok lagu-lagu
Arab gitu!" aku cemberut.

"Ini Nasyid. Bukan sekedar nyanyian Arab tapi dzikir, Gita!"

Page | 6

"Bodo!"

"Lho, kamar ini kan daerah kekuasaannya Mas. Boleh Mas melakukan hal-hal yang Mas sukai dan Mas anggap
baik di kamar sendiri," kata Mas Gagah sabar.

"Kemarin waktu Mas pasang di ruang tamu, Gita ngambek.., Mama bingung. Jadinya ya dipasang di kamar."

"Tapi kuping Gita terganggu Mas! Lagi asyik dengerin kaset Air Supply yang baru.,eh tiba-tiba terdengar suara
aneh dari kamar Mas!"

"Mas kan pasang kasetnya pelan-pelan."

"Pokoknya kedengaran!"

"Ya, wis. Kalau begitu Mas ganti aja dengan nasyid yang bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Bagus lho!"

"Ndak, pokoknya Gita nggak mau denger!" Aku ngeloyor pergi sambil membanting pintu kamar Mas Gagah.

Heran. Aku benar-benar tak habis pikir mengapa selera musik Mas Gagah jadi begitu. Ke mana kaset-kaset
Scorpion, Wham, Elton John, Queen, Eric Claptonnya?"

"Wah, ini nggak seperti itu Gita! Dengerin Scorpion atau Eric Clapton belum tentu mendatangkan manfaat,
apalagi pahala. Lainlah ya dengan nasyid senandung islami. Gita mau denger? Ambil aja di kamar. Mas punya
banyak kok!" begitu kata Mas Gagah.

Oala.

Sebenarnya perubahan Mas Gagah nggak Cuma itu. Banyak. Terlalu banyak malah! Meski aku cuma adik
kecilnya yang baru kelas dua SMA, aku cukup jeli mengamati perubahan-perubahan itu. Walau bingung untuk
mencernanya.

Di satu sisi kuakui Mas Gagah tambah alim. Shalat tepat waktu berjamaah di Mesjid, ngomongnya soal agama
terus. Kalau aku iseng mengintip dari lubang kunci, ia pasti lagi ngaji atau membaca buku Islam. Dan kalau aku
mampir ke kamarnya, ia dengan senang hati menguraikan isi buku yang dibacanya, atau malah
menceramahiku. Ujung-ujungnya, "Ayo dong Gita, lebih feminim. Kalau kamu mau pakai rok, Mas rela deh
pecahin celengan buat beliin kamu rok atau baju panjang. Muslimah kan harus anggun. Coba adik manis,
ngapain sih rambut ditrondolin begitu!"

Page | 7

Uh. Padahal dulu Mas Gagah oke-oke saja melihat penampilanku yang tomboy. Dia tahu aku cuma punya dua
rok! Ya rok seragam sekolah itu saja! Mas Gagah juga tidak pernah keberatan kalau aku meminjam baju kaos
atau kemejanya. Ia sendiri dulu selalu memanggilku Gito, bukan Gita! Eh sekarang pakai panggil adik manis
segala!

Hal lain yang nyebelin, penampilan Mas Gagah jadi aneh. Sering juga Mama menegurnya.

"Penampilanmu kok sekarang lain Gah?"

"Lain gimana Ma?"

"Ya nggak semodis dulu. Nggak dendy lagi. Biasanya kamu kan paling sibuk sama penampilan kamu yang kayak
cover boy itu."

Mas Gagah cuma senyum. "Suka begini Ma. Bersih, rapi meski sederhana. Kelihatannya juga lebih santun."

Ya, dalam pandanganku Mas Gagah kelihatan menjadi lebih kuno, dengan kemeja lengan panjang atau baju koko
yang dipadu dengan celana panjang semi baggy-nya. "Jadi mirip Pak Gino." Komentarku menyamakannya
dengan supir kami. "Untung aja masih lebih ganteng."

Mas Gagah cuma tertawa. Mengacak-acak rambutku dan berlalu. Mas Gagah lebih pendiam? Itu juga
kurasakan. Sekarang Mas Gagah nggak kocak seperti dulu. Kayaknya dia juga males banget ngobrol lama dan
bercanda sama perempuan. Teman-temanku bertanya-tanya. Thera, peragawati sebelah rumah kebingungan.

Dan..yang paling gawat, Mas Gagah emoh salaman sama perempuan! Kupikir apa sih maunya Mas Gagah?"

"Sok kece banget sih Mas? Masak nggak mau jabatan tangan sama Tresye? Dia tuh cewek paling beken di
sanggar Gita tahu?" tegurku suatu hari. "Jangan gitu dong. Sama aja nggak menghargai orang!"

"Justru karena Mas menghargai dia, makanya Mas begitu," dalihnya, lagi-lagi dengan nada yang amat sabar.
"Gita lihat kan gaya orang Sunda salaman? Santun tetapi nggak sentuhan. Itu yang lebih benar!"

Huh, nggak mau salaman. Ngomong nunduk melulu, sekarang bawa-bawa orang Sunda. Apa hubungannya?

Mas Gagah membuka sebuah buku dan menyorongkannya kepadaku. "Baca!"


Page | 8
Kubaca keras-keras. "Dari Aisyah ra. Demi Allah, demi Allah, demi Allah, Rasulullah Saw tidak pernah
berjabatan tangan dengan wanita kecuali dengan mahromnya. Hadits Bukhori-Muslim."

Mas Gagah tersenyum.

"Tapi Kyai Anwar mau salaman sama Mama. Haji Kari, Haji Toto, Ustadz Ali," kataku.

"Bukankah Rasulullah qudwatun hasanah? Teladan terbaik?" Kata Mas Gagah sambil mengusap kepalaku.
"Coba untuk mengerti ya dik manis?"

Dik manis? Coba untuk mengerti? Huh! Dan seperti biasa aku ngeloyor pergi dari kamar Mas Gagah dengan
mangkel.

Menurutku Mas Gagah terlalu fanatik. Aku jadi khawatir, apa dia lagi nuntut ilmu putih? Ah, aku juga takut kalau
dia terbawa orang-orang sok agamis tapi ngawur. Namun akhirnya aku tidak berani menduga demikian. Mas
Gagah orangnya cerdas sekali. Jenius malah. Umurnya baru dua puluh satu tahun tetapi sudah tingkat empat
di FT-UI. Dan aku yakin mata batinnya jernih dan tajam. Hanya..yaaa akhir-akhir ini dia berubah. Itu saja.
Kutarik napas dalam-dalam.

"Mau ke mana Gita?"

"Nonton sama temen-temen." Kataku sambil mengenakan sepatu. "Habis Mas Gagah kalau diajak nonton
sekarang kebanyakan nolaknya."

"Ikut Mas aja yuk!"

"Ke mana? Ke tempat yang waktu itu lagi? Ogah. Gita kayak orang bego di sana!"

Aku masih ingat jelas. Beberapa waktu lalu Mas Gagah mengajak aku ke rumah temannya. Ada pengajian.
Terus pernah juga aku diajak menghadiri tablig akbar di suatu tempat. Bayangin, berapa kali aku diliatin sama
cewek lain yang kebanyakan berjilbab itu. Pasalnya aku ke sana dengan memakai kemeja lengan pendek, jeans
belel dan ransel kumalku. Belum lagi rambut trondol yang tidak bisa disembunyiin. Sebenarnya Mas Gagah
menyuruhku memakai baju panjang dan kerudung yang biasa Mama pakai ngaji. Aku nolak sambil ngancam
nggak mau ikut.

"Assalamualaikum!" terdengar suara beberapa lelaki. Mas Gagah menjawab salam itu. Tak lama kulihat Mas
Gagah dan teman-temannya di ruang tamu. Aku sudah hafal dengan teman-teman Mas Gagah. Masuk, lewat,
nunduk-nunduk, nggak ngelirik aku, persis kelakuannya Mas Gagah.

Page | 9

"Lewat aja nih, Gita nggak dikenalin?" tanyaku iseng.

Dulu nggak ada teman Mas Gagah yang tak akrab denganku. Tapi sekarang, Mas Gagah bahkan nggak
memperkenalkan mereka padaku. Padahal teman-temannya lumayan handsome. Mas Gagah menempelkan
telunjuknya di bibir. "Ssssttt."

Seperti biasa aku bisa menebak kegiatan mereka. Pasti ngomongin soal-soal keislaman, diskusi, belajar baca
Quran atau bahasa Arab..yaa begitu deh!

"Subhanallah, berarti kakak kamu ihkwan dong!" Seru Tika setengah histeris mendengar ceritaku. Teman
akrabku ini memang sudah hampir sebulan berjilbab rapi. Memusiumkan semua jeans dan baju-baju you can
see-nya.

"Ikhwan? ulangku. "Makanan apaan tuh? Saudaranya bakwan atau tekwan?" Suaraku yang keras membuat
beberapa makhluk di kantin sekolah melirik kami.

"Husy, untuk laki-laki ikhwan dan untuk perempuan akhwat. Artinya saudara. Biasa dipakai untuk menyapa
saudara seiman kita." Ujar Tika sambil menghirup es kelapa mudanya. "Kamu tahu Hendra atau Isa kan?
Aktivis Rohis kita itu contoh ikhwan paling nyata di sekolah ini."

Aku manggut-manggut. Lagak Isa dan Hendra memang mirip Mas Gagah.

"Udah deh Git. Nggak usah bingung. Banyak baca buku Islam. Ngaji. Insya Allah kamu akan tahu menyeluruh
tentang agama kita ini. Orang-orang seperti Hendra, Isa atau Mas Gagah bukanlah orang-orang yang error.
Mereka hanya berusaha mengamalkan Islam dengan baik dan benar. Kitanya aja yang belum ngerti dan sering
salah paham."

Aku diam. Kulihat kesungguhan di wajah bening Tika, sobat dekatku yang dulu tukang ngocol ini. Tiba-tiba di
mataku ia menjelma begitu dewasa.

"Eh kapan kamu main ke rumahku? Mama udah kangen tuh! Aku ingin kita tetap dekat Gita, mesti kita
mempunyai pandangan yang berbeda," ujar Tika tiba-tiba.

"Tik, aku kehilangan kamu. Aku juga kehilangan Mas Gagah." kataku jujur. "Selama ini aku pura-pura cuek tak
peduli. Aku sedih."


Page | 10
Tika menepuk pundakku. Jilbab putihnya bergerak ditiup angin. "Aku senang kamu mau membicarakan hal ini
denganku. Nginap di rumah, yuk, biar kita bisa cerita banyak. Sekalian kukenalkan dengan Mbak Ana.

"Mbak Ana?"

"Sepupuku yang kuliah di Amerika! Lucu deh, pulang dari Amerika malah pakai jilbab. Ajaib. Itulah hidayah.

"Hidayah."

"Nginap ya. Kita ngobrol sampai malam dengan Mbak Ana!"

"Assalaamualaikum, Mas ikhwan... eh Mas Gagah!" tegurku ramah.

Eh adik Mas Gagah! Dari mana aja? Bubar sekolah bukannya langsung pulang!" Kata Mas Gagah pura-pura
marah, usai menjawab salamku.

"Dari rumah Tika, teman sekolah, "jawabku pendek. "Lagi ngapain, Mas?" tanyaku sambil mengitari kamarnya.
Kuamati beberapa poster, kaligrafi, gambar-gambar pejuang Palestina, Kashmir dan Bosnia. Puisi-puisi
sufistik yang tertempel rapi di dinding kamar. Lalu dua rak koleksi buku keislaman.

"Cuma lagi baca!"

"Buku apa?"

"Tumben kamu pingin tahu?"

"Tunjukkin dong, Mas.buku apa sih?" desakku.

"Eiit..eiitt Mas Gagah berusaha menyembunyikan bukunya. Kugelitik kakinya. Dia tertawa dan menyerah.
"Nih!"serunya memperlihatkan buku yang tengah dibacanya dengan wajah yang setengah memerah.

"Naah yaaaa!" aku tertawa. Mas Gagah juga. Akhirnya kami bersama-sama membaca buku "Memilih Jodoh dan
Tata Cara Meminang dalam Islam" itu.

"Maaas."

"Apa Dik Manis?"


Page | 11
"Gita akhwat bukan sih?"

"Memangnya kenapa?"

"Gita akhwat atau bukan? Ayo jawab." tanyaku manja.

Mas Gagah tertawa. Sore itu dengan sabar dan panjang lebar, ia berbicara padaku. Tentang Allah, Rasulullah.
Tentang ajaran Islam yang diabaikan dan tak dipahami umatnya. Tentang kaum Muslimin di dunia yang selalu
menjadi sasaran fitnah serta pembantaian dan tentang hal-hal-lainnya. Dan untuk pertama kalinya setelah
sekian lama, aku kembali menemukan Mas Gagahku yang dulu.

Mas Gagah dengan semangat terus bicara. Terkadang ia tersenyum, sesaat sambil menitikan air mata. Hal
yang tak pernah kulihat sebelumnya.

"Mas kok nangis?"

"Mas sedih karena Allah, Rasul dan Islam kini sering dianggap remeh. Sedih karena umat banyak
meninggalkan Quran dan sunnah, juga berpecah belah. Sedih karena saat Mas bersenang-senang dan bisa
beribadah dengan tenang, saudara-saudara seiman di belahan bumi lainnya sedang digorok lehernya,
mengais-ngais makanan di jalan dan tidur beratap langit."

Sesaat kami terdiam. Ah Mas Gagah yang gagah dan tegar ini ternyata sangat perasa. Sangat peduli.

"Kok tumben Gita mau dengerin Mas ngomong?" tanya Mas Gagah tiba-tiba.

"Gita capek marahan sama Mas Gagah!" ujarku sekenanya.

"Memangnya Gita ngerti yang Mas katakan?"

"Tenang aja. Gita ngerti kok!" kataku jujur. Ya, Mbak Ana juga pernah menerangkan demikian. Aku ngerti deh
meskipun tidak begitu mendalam.

Malam itu aku tidur ditemani buku-buku milik Mas Gagah. Kayaknya aku dapat hidayah.

Hari-hari berlalu. Aku dan Mas Gagah mulai dekat lagi seperti dulu. Meski aktifitas yang kami lakukan bersama
kini berbeda dengan yang dulu. Kini tiap Minggu kami ke Sunda Kelapa atau Wali Songo, mendengarkan
ceramah umum, atau ke tempat-tempat di mana tabligh akbar digelar. Kadang cuma aku dan Mas Gagah.
Kadang-kadang, bila sedikit terpaksa, Mama dan Papa juga ikut.

Page | 12

"Apa nggak bosan, Pa. tiap Minggu rutin mengunjungi relasi ini itu. Kebutuhan rohaninya kapan?" tegurku.

Biasanya Papa hanya mencubit pipiku sambil menyahut, "Iya deh, iya!"

Pernah juga Mas Gagah mengajakku ke acara pernikahan temannya. Aku sempat bingung, soalnya
pengantinnya nggak bersanding tetapi terpisah. Tempat acaranya juga begitu. Di pisah antara lelaki dan
perempuan. Terus bersama souvenir, para tamu juga diberi risalah nikah. Di sana ada dalil-dalil mengapa
walimah mereka dilaksanakan seperti itu. Dalam perjalanan pulang, baru Mas Gagah memberi tahu bagaimana
hakikat acara pernikahan dalam Islam. Acara itu tidak boleh menjadi ajang kemaksiatan dan kemubaziran.
Harus Islami dan semacamnya. Ia juga mewanti-wanti agar aku tidak mengulangi ulah mengintip tempat
cowok dari tempat cewek. Aku nyengir kuda.

Tampaknya Mas Gagah mulai senang pergi denganku, soalnya aku mulai bisa diatur. Pakai baju yang sopan,
pakai rok panjang, ketawa nggak cekakaan.

"Nyoba pakai jilbab. Git!" pinta Mas Gagah suatu ketika.

"Lho, rambut Gita kan udah nggak trondol. Lagian belum mau deh jreng.

Mas Gagah tersenyum. "Gita lebih anggun jika pakai jilbab dan lebih dicintai Allah kayak Mama."

Memang sudah beberapa hari ini Mama berjilbab, gara-garanya dinasehati terus sama Mas Gagah, dibeliin
buku-buku tentang wanita, juga dikomporin oleh teman-teman pengajian beliau.

"Gita mau tapi nggak sekarang," kataku. Aku memikirkan bagaimana dengan seabreg aktivitasku, prospek
masa depan dan semacamnya.

"Itu bukan halangan." Ujar Mas Gagah seolah mengerti jalan pikiranku.

Aku menggelengkan kepala. Heran, Mama yang wanita karier itu cepat sekali terpengaruh dengan Mas Gagah.

"Ini hidayah, Gita." Kata Mama. Papa yang duduk di samping beliau senyum-senyum.

"Hidayah? Perasaan Gita duluan yang dapat hidayah, baru Mama. Gita pakai rok aja udah hidayah.

"Lho!" Mas Gagah bengong.


Page | 13
Dengan penuh kebanggaan kutatap lekat wajah Mas Gagah. Gimana nggak bangga? Dalam acara studi tentang
Islam yang diadakan FTUI untuk umum ini, Mas Gagah menjadi salah satu pembicaranya. Aku yang berada di
antara ratusan peserta rasanya ingin berteriak, "Hei itu kan Mas Gagah-ku!"

Mas Gagah tampil tenang. Gaya penyampaiannya bagus, materi yang dibawakannya menarik dan retorikanya
luar biasa. Semua hening mendengar ia bicara. Aku juga. Mas Gagah fasih mengeluarkan ayat-ayat Quran dan
hadits. Menjawab semua pertanyaan dengan baik dan tuntas. Aku sempat bingung, "Lho Mas Gagah kok bisa
sih?" Bahkan materi yang disampaikannya jauh lebih bagus daripada yang dibawakan oleh kyai-kyai kondang
atau ustadz tenar yang biasa kudengar.

Pada kesempatan itu Mas Gagah berbicara tentang Muslimah masa kini dan tantangannya dalam era
globalisasi. "Betapa Islam yang jelas-jelas mengangkat harkat dan martabat wanita, dituduh mengekang
wanita hanya karena mensyariatkan jilbab. Jilbab sebagai busana takwa, sebagai identitas Muslimah,
diragukan bahkan oleh para muslimah kita, oleh orang Islam itu sendiri," kata Mas Gagah.

Mas Gagah terus bicara. Kini tiap katanya kucatat di hati.

Lusa ulang tahunku. Dan hari ini sepulang sekolah, aku mampir ke rumah Tika. Minta diajarkan cara memakai
jilbab yang rapi. Tuh anak sempat histeris juga. Mbak Ana senang dan berulang kali mengucap hamdalah.

Aku mau kasih kejutan kepada Mas Gagah. Mama bisa dikompakin. Nanti sore aku akan mengejutkan Mas
Gagah. Aku akan datang ke kamarnya memakai jilbab putihku. Kemudian mengajaknya jalan-jalan untuk
persiapan tasyakuran ulang tahun ketujuh belasku.

Kubayangkan ia akan terkejut gembira. Memelukku. Apalagi aku ingin Mas Gagah yang memberi ceramah pada
acara syukuran yang insya Allah akan mengundang teman-teman dan anak-anak yatim piatu dekat rumah
kami.

"Mas ikhwan! Mas Gagah! Maasss! Assalaamualaikum! kuketuk pintu Mas agah dengan riang.

"Mas Gagah belum pulang" kata Mama.

"Yaaaaa, kemana sih, Ma??" keluhku.

"Kan diundang ceramah di Bogor. Katanya langsung berangkat dari kampus."

"Jangan-jangan nginep, Ma. Biasanya malam Minggu kan suka nginep di rumah temannya, atau di Mesjid."


Page | 14
"Insya Allah nggak. Kan Mas Gagah ingat ada janji sama Gita hari ini." Hibur Mama menepis gelisahku.

Kugaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. Entah mengapa aku kangen sekali sama Mas Gagah.

"Eh, jilbab Gita mencong-mencong tuh!" Mama tertawa. Tanganku sibuk merapikan jilbab yang kupakai.
Tersenyum pada Mama.

Sudah lepas Isya' Mas Gagah belum pulang juga.

"Mungkin dalam perjalanan. Bogor kan lumayan jauh.." hibur Mama lagi.

Tetapi detik demi detik menit demi menit berlalu sampai jam sepuluh malam, Mas Gagah belum pulang juga.

"Nginap barangkali, Ma." Duga Papa.

Mama menggeleng. "Kalau mau nginap Gagah selalu bilang, Pa."

Aku menghela napas panjang. Menguap. Ngantuk. Jilbab putih itu belum juga kulepaskan. Aku berharap Mas
Gagah segera pulang dan melihatku memakainya.

"Kriiiinggg!" telpon berdering.

Papa mengangkat telpon, "Hallo. Ya betul. Apa? Gagah?"

"Ada apa, Pa." Tanya Mama cemas.

"Gagah kecelakaan, Rumah Sakit Islam" suara Papa lemah.

"Mas Gagaaaaahhhh!!!" Air mataku tumpah. Tubuhku lemas. Tak lama kami sudah dalam perjalanan menuju
Cempaka Putih. Aku dan Mama menangis berangkulan. Jilbab kami basah.

Dari luar kamar kaca, kulihat tubuh Mas Gagah terbaring lemah. Kaki, tangan dan kepalanya penuh perban.
Informasi yang kudengar sebuah truk menghantam mobil yang dikendarai Mas Gagah. Dua teman Mas Gagah
tewas seketika sedang Mas Gagah kritis. Dokter melarang kami masuk ke dalam ruangan.

"Tetapi saya Gita adiknya, Dok! Mas Gagah pasti mau melihat saya pakai jilbab ini." Kataku emosi pada dokter
dan suster di depanku.


Page | 15
Mama dengan lebih tenang merangkulku, "Sabar sayang, sabar."

Di pojok ruangan Papa dengan serius berbicara dengan dokter yang khusus menangani Mas Gagah. Wajah
mereka suram.

"Suster, Mas Gagah akan hidup terus kan, suster? Dokter? Ma?" tanyaku. "Papa, Mas Gagah bisa ceramah
pada acara syukuran Gita kan?" Air mataku terus mengalir.

Tapi tak ada yang menjawab pertanyaanku kecuali kebisuan dinding-dinding putih rumah sakit. Dan dari kaca
kamar, tubuh yang biasanya gagah dan enerjik itu bahkan tak bergerak.

"Mas Gagah, sembuh ya, Mas. Mas..Gagah, Gita udah menjadi adik Mas yang manis. Mas..Gagah." bisikku.

Tiga jam kemudian kami masih berada di rumah sakit. Sekitar ruang ICU kini telah sepi. Tinggal kami dan
seorang bapak paruh baya yang menunggui anaknya yang juga dalam kondisi kritis. Aku berdoa dan terus
berdoa, Ya Allah, selamatkan Mas Gagah. Gita, Mama, Papa butuh Mas Gagah, umat juga."

Tak lama dokter Joko yang menangani Mas Gagah menghampiri kami. "Ia sudah sadar dan memanggil nama
Papa, Mama dan Gi.."

"Gita" suaraku serak menahan tangis.

Pergunakan waktu yang ada untuk mendampinginya sesuai permintaannya. Sukar baginya untuk bertahan.
Maafkan saya, lukanya terlalu parah". Perkataan terakhir dokter Joko mengguncang perasaan,
menghempaskan harapanku!

"Mas..ini Gita Mas.." sapaku berbisik.

Tubuh Mas Gagah bergerak sedikit. Bibirnya seolah ingin mengucapkan sesuatu. Kudekatkan wajahku
kepadanya. "Gita sudah pakai jilbab, kataku lirih. Ujung jilbabku yang basah kusentuhkan pada tangannya."

Tubuh Mas Gagah bergerak lagi.

"Dzikir Mas" Suaraku bergetar. Kupandang lekat-lekat tubuh Mas Gagah yang separuhnya memakai perban.
Wajah itu begitu tenang.

"Gi..ta". Kudengar suara Mas Gagah! Ya Allah, pelan sekali.


Page | 16
"Gita di sini, Mas." Perlahan kelopak matanya terbuka.

Aku tersenyum. "Gita udah pakai jilbab" kutahan isakku. Memandangku lembut Mas Gagah tersenyum. Bibirnya
seolah mengucapkan sesuatu seperti hamdalah.

"Jangan ngomong apa-apa dulu, Mas." ujarku pelan ketika kulihat ia berusaha lagi untuk mengatakan sesuatu.

Mama dan Papa memberi isyarat untuk gantian. Ruang ICU memang tidak bisa dimasuki beramai-ramai.
Dengan sedih aku keluar. Ya Allah sesaat kulihat Mas Gagah tersenyum. Tulus sekali, Tak lama aku bisa
menemui Mas Gagah lagi. Dokter mengatakan tampaknya Mas Gagah menginginkan kami semua berkumpul.

Kian lama kurasakan tubuh Mas gagah semakin pucat, tetapi sebentar-sebentar masih tampak bergerak.
Tampaknya ia masih bisa mendengar apa yang kami katakan, meski hanya bisa membalasnya dengan
senyuman dan isyarat mata.

Kuusap setitik lagi air mata yang jatuh. "Sebut nama Allah banyak-banyak, Mas" kataku sambil menggenggam
tangannya. Aku sudah pasrah pada Allah. Aku sangat menginginkan Mas Gagah terus hidup, tetapi sebagai
insan beriman sebagaimana yang juga diajarkan Mas Gagah, aku pasrah pada ketentuan Allah. Allah tentu tahu
apa yang terbaik bagi Mas Gagah.

"Laa..ilaaha.illa..llah.Muham..mad Ra..sul .Allah. suara Mas Gagah pelan, namun tak terlalu pelan untuk bisa
kami dengar.

Mas Gagah telah kembali kepada Allah. Tenang sekali. Seulas senyum menghiasi wajahnya. Aku memeluk tubuh
yang terbujur kaku dan dingin itu kuat-kuat. Mama dan Papa juga. Isak kami bersahutan walau kami rela dia
pergi. Selamat jalan Mas Gagah.


Epilog:

Buat ukhti manis Gita Ayu Pratiwi, Semoga memperoleh umur yang berkah, Dan jadilah muslimah sejati Agar
Allah selalu besertamu.

Sun sayang,

Mas Ikhwan, eh Mas Gagah!


Page | 17
Kubaca berulang kali kartu ucapan Mas Gagah. Keharuan memenuhi rongga-rongga dadaku. Gamis dan jilbab
hijau muda, manis sekali. Akh, ternyata Mas Gagah telah mempersiapkan kado untuk hari ulang tahunku. Aku
tersenyum miris.

Kupandangi kamar Mas Gagah yang kini lengang. Aku rindu panggilan dik manis, aku rindu suara nasyid. Rindu
diskusi-diskusi di kamar ini. Rindu suara merdu Mas Gagah melantunkan kalam Ilahi yang selamanya tiada kan
kudengar lagi. Hanya wajah para mujahid di dinding kamar yang menatapku. Puisi-puisi sufistik yang seolah
bergema di ruangan ini.

Setitik air mataku jatuh lagi.

"Mas, Gita akhwat bukan sih?"

"Ya, insya Allah akhwat!"

"Yang bener?"

"Iya, dik manis!"

"Kalau ikhwan itu harus ada janggutnya, ya?!"

"Kok nanya gitu sih?"

"Lha, Mas Gagah kan ada janggutnya?"

"Ganteng kan?"

"Uuuuu! Eh, Mas, kita kudu jihad ya? Jihad itu apa sih?"

"Ya always dong, jihad itu"

Setetes, dua tetes air mataku kian menganak sungai. Kumatikan lampu. Ku tutup pintu kamarnya pelan-pelan.
Selamat jalan Mas Ikhwan! Selamat jalan Mas Gagah!

Page | 18
Putri Kecilku Berlari Menjemput Maut

Semua yang diberikan Tuhan akan kembali kepada-NYA. Jika sudah ditakdirkan, buah hati, anugrah terbesar
yang dititipkan-Nya untuk dirawat dan dibesarkan, pun bisa terenggut dari tangan orang tuanya. Seperti yang
dialami pasangan M. Denny Abe (32) dan Henna Hennyastuty (30), yang harus ikhlas melepas kepergian putri
pertama mereka, Norifumi Sophie Rachmania (2 tahun 8 bulan), akibat ditabrak mobil. Berikut ini penuturan
Henna, ibunda Sophie, mengenang masa-masa indah bersama sang buah hati.


Tangan Mungil Itu Tak Sempat Kuraih

Saat mendapat berita gembira tentang kehamilan pertamaku, aku bersama suami langsung sujud syukur.
Pada 12 Desember 2000, putriku lahir. Rasanya aku mengalami kebahagiaan yang tiada tara. Ia adalah sosok
mungil pemberi semangat, sekaligus penghibur dalam kehidupan kami yang pas-pasan kala itu. Demi dialah
kami bertahan menjalani hari demi hari.

Hidup kami rasanya makin lengkap dengan
keberadaannya. Apalagi, ditambah kehadiran anak
kami yang kedua, M. Noriyuki Fachrurazi atau Yuki
(1,6). Kehidupan keluarga kami terasa kian
harmonis. Setiap akhir pekan, kami sekeluarga
selalu pergi berjalan-jalan. Entah itu ke arena
permainan anak-anak, ke mall, atau hanya makan
bersama di restoran siap saji.

Sampai pada suatu akhir pekan kelabu itu, yang membuat acara akhir pekan kami tak bisa lagi sama. Hidup
kami rasanya langsung jungkir balik.... Sabtu sore (30/08) itu, kami tidak langsung pergi jalan-jalan.
Berhubung minggu depannya ada saudara yang akan menikah, aku mengajak singgah ke tempat penjahit
langganan terlebih dahulu yang terletak di Jalan Sawo Kecik, Bukit Duri, Jakarta.

Sebetulnya yang turun di situ cukup aku saja. Tapi, Sophie bersama tantenya (adikku) ikut turun. Yuki tinggal
di mobil bersama suamiku. Jalanan di sekitar tempat itu memang tidak terlalu lebar, hanya tiga meter.
Lokasinya, sih, lebih mirip gang, tapi mobil bisa lewat dari dua arah, meskipun mepet. Jalan itu, kecil tanpa
trotoar, tapi suasananya 'hidup'. Kendaraan umum seperti mikrolet banyak yang melewati jalan itu.

Ketika aku sedang asyik menerangkan desain baju yang kuinginkan pada penjahit, adikku berkata, "Teh, aku
ambil Yuki dulu, ya," ucapnya. Aku mengiyakan saja. Sayangnya, aku tidak menyangka Sophie mengikuti
tantenya. Sekilas aku masih melihat Sophie menyusul langkah adikku. Ternyata, setelah aku lihat lebih jelas,

Page | 19
adikku sudah berada di seberang jalan, sedangkan Sophie baru saja hendak menuju ke jalan. Secepatnya, aku
mencoba menyusul dan berusaha meraih tanggannya. Belum sempat kuraih, dia terus berjalan. Dalam hati,
aku berdoa, semoga tidak ada mobil yang lewat. Perasaanku pun deg-degan.

Tiba-tiba, sebuah mobil dengan kecepatan tinggi datang. Buum! Tubuh Sophie dihantamnya, tepat di depan
mataku. Ya Tuhan....! Hanya selang beberapa detik, aku melihat tubuh Sophie terpental sekitar 50 meter di
depan mobil tadi. Belum sempat aku berbuat apa-apa, mobil yang melaju itu -sepertinya pengemudinya tidak
bisa mengerem- kembali menerjang tubuh anakku yang terbaring di jalan. Melihat kejadian itu, tak kuasa aku
untuk berteriak, walaupun hatiku menjerit kencang. Aku seperti dipaku di tempat. Shock!

Peristiwa itu terjadi di depan mata kami semua: aku, suami, anakku, dan adikku. Kami lantas berlarian
kearahnya. Pedih sekali rasanya melihat bidadari kecilku berlumuran darah, merintih kesakitan sambil
mengucap dengang lirih, "Ayah...Ayah...Ayah..."

Kami berebut masuk ke mobil, melarikannya secepat mungkin ke Rumah Sakit Mitra Internasional di Kampung
Melayu yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat kejadian. Sepintas, aku masih melihat mobil yang
menabraknya tidak bergerak. Pengendaranya, seorang wanita berusia kurang dari 40 tahun, terlihat masih
Shock. Suamiku mengklakson mobilnya berulang-ulang agar menepi, memberi jalan buat kendaraan kami.
Akhirnya dengan bantuan orang-orang di sekitar lokasi itu, mobil wanita tersebut bisa dipinggirkan. Di mobil,
Sophie masih dalam keadaan sadar. Dia terus merintih. Wajahnya kebam-lebam. Aku tahu, betapa sakitnya dia.
Melihat itu, rasanya aku ingin mati saja. Aku cuma bisa bilang, "Kakak tahan, ya," untuk menenangkannya.


Mimpi Buruk Dua Malam Berturut-turut

Sampai di rumah sakit, Sophie langsung masuk ke ruang UGD dan mendapat perawatan intensif. Kami
bersyukur Sophie dapat ditangani dengan cepat, tanpa harus melewati prosedur segala macam. Aku terus
menagis sambil menunggu kepastian dari dokter. Perasaanku galau. Beberapa jam kemudian dokter yang
menanganinya keluar dari ruang operasi. "Kondisi anak ibu sangat kritis. Paru-paru kananya pecah, kedua
tulang bahunya rontok, tulang rusuk retak, dan di tengkorak pangkal otaknya juga retak. Kami belum bisa
berharap banyak," ujar dr. Antonius, spesialis anak. Setelah mendengar penjelasan itu, pandanganku langsung
buram, lututku lemas, dan hati ini rasanya seperti ditusuk-tusuk.

Keluargaku sepertinya sudah pasrah mendengar vonis dokter. Tapi, aku belum menyerah. Aku terus berharap,
malaikat mungilku bisa kembali ke pelukanku. Aku terus berdoa agar beberapa opersai yang dijalaninya hari
itu membawa mukjzat. Lewat jendela kamar, kupandangi sosok mungil itu. Sedih sekali melihat tubuhnya harus
'dilubangi' untuk mendapat bantuan perawatan dari mesin. Kenapa bukan aku saja yang menggantikannya?
Kurasakan, air hangat mengalir dari kelopak mataku.

Page | 20

Sambil memandanginya, aku teringat peristiwa Sabtu pagi itu. Ayahnya bercerita tentang mimpi yang
dialaminya dua malam berturut-turut. Mungkin itu firasat ayahnya. Mimpi pertama, ayahnya memimpikan
Sophie meninggal dunia. Dia melambaikan tangannya sambil tersenyum. Padahal, menurut mitos, mimpi itu
artinya orang yang dimimpikan malah panjang umur. Malam kedua, dia melihat air bah yang bening, sekitar 50
meter. Dia menyelamatkanku dan sikecil, Yuki. Tapi, Sophie tidak ada. Saat suamiku menceritakan kepadaku,
aku hanya tertawa saja, dan mengatakan bahwa itu hanya bunga tidur, tidak berarti apa-apa. Siapa sangka
kami akan mengalami hal ini?

Hari Minggunya, ternyata masa kritis Sophie bisa dilewati, meskipun 90% fungsi tubuhnya masih dijalankan
oleh mesin. Kondisinya belum membaik, tapi harapanku muncul kembali. Keesokan harinya, fungsi tubuhnya
sudah mulai membaik. Paginya, dia hanya mendapat bantuan mesin 40% saja. Siangnya malah lebih baik lagi,
hanya 10%. Secara umum, kondisi tubuhnya mulai membaik, jantungnya bekerja sendiri, paru-parunya sudah
berfungsi kembali. Rasanya bahagia sekali, sepertinya doa-doaku terjawab.

Sambil menunggui di samping tempat tidurnya, aku sering menyanyikan lagu anak-anak kesayangannya.
Sophie memang suka sekali menyanyi. Sepertinya aku juga mendengar suaranya mengikuti irama lagu yang
kunyanyikan.

Tapi, kebahagiaan tersebut tidak bertahan lama. Ada satu bagian luka yang tidak terlihat oleh dokter. Di
bagian otaknya terdapat rembesan darah yang tidak terdeteksi. Hal ini menyebabkan dia kejang dan
kondisinya kembali memburuk. Hatiku cemas sekali. Aku terus berdoa kepada Tuhan agar diberikan
kesempatan kedua untuk merawatnya lagi. Aku masih yakin, Sophie akan kembali sehat, apalagi aku melihat
usaha keras dr. Antonius. Jantungnya masih terus dipompa.

Namun, takdir berkata lain. Saat melihat dia mengembuskan napas terakhir, aku masih belum percaya dia
sudah pergi untuk selama-lamanya. Aku terus berteriak, "Kakak pulang, ya. Kakak cepat pulang lagi, ya,"
jeritku tidak rela melepasnya. Bude-ku yang sudah lama berada di sampingku berkata sambil menepuk
pundakku, "Lihat, Sophie tersenyum." Aku melihatnya. Ternyata benar, dia tersenyum manis. Melihat itu,
rasanya aku ingin mendekati untuk memeluknya dan tak akan kulepaskan lagi. Tapi, aku hanya bisa
memandanginya dari balik jendela ruang ICU. Akhirnya, tepat pukul 16:40, Sophie dinyatakan telah tiada.


Pembawa Berkah Keluarga

Kini, yang bisa kulakukan hanyalah mengenangnya. Aku masih ingat kala pertama kali menggendongnya di
pelukanku. Rasanya bahagia sekali, sekaligus lega, sebab proses kelahirannya tidak semudah yang
kubayangkan. Setiap kontraksi, aku hampir pingsan, karena tidak kuat menahan sakit. Tapi, dokter yang

Page | 21
membantu persalinanku sangat sabar. Keputusan untuk dioperasi caesar pun sudah di depan mata. Tetapi, tak
berapa lama, dengan cara divakum bayi perempuan mungil itu akhirnya keluar juga. Kami memberinya nama
Sophie, sesuai dengan nama dokter yang menolong persalinanku. Norifumi juga nama yang sangat unik,
artinya malaikat. Dia memang malaikat kecil kami.

Semua orang dalam keluargaku menyayangi Sophie. Perilakunya yang riang dan lincah selalu membuat hati
setiap orang yang melihatnya ikut gembira. Aku sangat bersyukur akan kehadirannya dalam kehidupan kami.
Dia anak yang sangat mengerti orang tua. Tidak banyak permintaan dan selalu menurut kepada orang tuanya.

Sejak bayipun Sophie tergolong anak yang kuat. Tidak gampang jatuh sakit. Saat ayahnya masih bergabung
dengan kelompok lawak Padhyangan 6, Sophie selalu menyertai ayahnya manggung. Bahkan, tidak jarang juga
dia dibawa keluar kota. Untungnya dia anteng dan tidak rewel. Jadi, semua crew yang ada juga ikut
menjagainya. Bisa dibilang, Sophie adalah anak asuhan Padhyangan. Setelah usianya beranjak 9 bulan,
ayahnya mengundurkan diri dari kelompok itu dan hijrah dari Bandung ke Jakarta untuk bekerja di salah satu
provider telepon selular. Di Jakarta kehidupan kami makin membaik. Kami membangun keluarga ini mulai dari
nol. Tapi, sepertinya, setelah kelahiran Sophie, rezeki selalu saja datang. Makanya, kami sering bilang Sophie
itu pembawa berkah dalam keluarga kami. Kadang-kadang, kami menyebutnya secara guyon sebagai 'anak
preman', karena dia cepat beradaptasi di segala situasi dan kondisi. Di ajak naik becak, angkot, motor, hingga
sekarang naik mobil pun dia oke-oke saja.

Istimewanya, dia cepat menghafal sesuatu. Walau usianya baru dua tahun lebih, dia sudah hafal banyak lagu.
Lagu-lagu dalam satu VCD anak-anak bisa dinyanyikannya semua. Kesukaannya menyanyi ini tidak hanya
dilakukan di rumah. Di acara anak-anak, di mana pun, kalau disodori mikrofon, dia langsung tarik suara, tanpa
malu.

Sophie sangat dekat dengan ayahnya. Aku tahu, ayahnyalah yang paling merasa kehilangan. Sophielah yang
selalu membangunkan ayahnya setiap pagi, lalu membawakan koran dan secangkir teh. Meskipun sering
tumpah di tempat tidur, aku tidak sanggup melarangnya melakukan kebiasaan itu. Kini, tidak ada lagi suara
yang berkata, "Ayah, hati-hati, ya," sambil melambaikan tangannya dan mengantarkan ayahnya berangkat
kerja. Tak ada lagi sapaannya untuk ayahnya via telepon setiap siang. "Ayah cepat pulang, ya," celotehnya
manja.

Beberapa minggu setelah dia pergi, rasa sakit terus menderaku. Apalagi mulai muncul kerinduanku untuk
memeluk dan menciumnya. Rindu mendengar celotehannya, rindu menlihat gerak-geriknya, rindu sapaannya.
Saking rindunya, aku sering menangis sejadi-jadinya. Akhirnya, aku shalat untuk menenangkan hati.

Banyak orang bilang, anak adalah titipan Tuhan. Tapi, kadangkala aku masih terus bertanya-tanya, mengapa
Tuhan mengambilnya terlalu cepat, padahal kami menerima dengan sepenuh hati titipanNya tersebut? Apa

Page | 22
dosa kami? Apa kesalahan kami? Tapi, mungkin ini adalah rencana Yang Mahakuasa, karena di sisiNya Sophie
pasti lebih bahagia.

Aku mencoba bersikap tegar, walau setiap sudut rumahku selalu mengembalikan kenangan tentang Sophie.
Tidak hanya itu. Saat berbelanja, membayar listrik atau telepon, ke bank, atau hanya jalan-jalan di depan
rumah, selalu terasa ada dia di sampingku. Karena, ke mana pun aku pergi selama ini, Sophie selalu kuajak.
Lucunya, bila diajak ke mal, bukannya dia yang lelah, malah dia yang sering bertanya padaku, "Mama capek?"

Sophie sudah pergi, dan tak ada cara untuk mengembalikannya padaku. Betapapun sakitnya, kami tidak
dendam dengan wanita yang menabraknya. Kami malah menganggapnya saudara. Dia benar-benar
bertanggung jawab atas perbuatannya. Selama Sophie dirawat, dia terus berada di rumah sakit, termasuk
saat pemakaman. Kami tahu, dia pasti tidak sengaja. Sebab, seperti kami, dia juga shock dan stres.

Kenangan indah bersama Sophie, mulai dari kelahiran hingga akhir hidupnya, menjadi memori yang tak akan
kami lupakan. Selamat jalan malaikat kecilku!


Sumber: Femina no. 44

Page | 23
Tujuh Kali Miskram, Lima Kali Gagal, Akhirnya Hadir Si Kembar

Tujuh kali miskram (keguguran) dan lima kali mengikuti program bayi tabung tetapi gagal, tidak menyurutkan
semangat Ny. Menus Wisnuhardjo untuk tetap memiliki keturunan. Kini, perjuangan yang ia jalani sejak 1992 itu
telah membuahkan keberhasilan. Ny. Menus melahirkan sepasang bayi kembar, laki-laki dan perempuan, 30
Mei 1998. Kini, Mahaputera Wisnuhardjo dan Mahaputeri Wisnuhardjo telah berusia empat tahun dan duduk di
bangku TK Lab School.

Terhambatnya keinginan Ny. Menus dan suaminya untuk segera memiliki momongan, berawal dari musibah
yang diawali suaminya. "Tahun 1992, suami saya terkena penyakit tifus yang menyebabkan volume sperma
suami saya menurun dari 62 juta hanya tinggal 2 juta saja," kata Ny. Menus yang menikah dengan Bapak
Wisnuhardjo 1 Juni 1991.

Selisih umur Ny. Menus dengan suami, 18 tahun. "Saya memutuskan keluar dari pekerjaan setelah tidak juga
hamil."

Sang suami sendiri kemudian menempuh upaya
pemulihan volume sperma dengan melakukan
banyak pengobatan yang cukup mahal. Akan
tetapi, itu tidak juga membawa harapan untuk
cepat memiliki anak. Pada tahun itu pula Ny.
Menus melakukan program Inseminasi Intra
Uterus (IIU). "Hasilnya, memang saya terlambat
datang bulan, namun beberapa waktu kemudian saya keguguran. Tahun 1993 saya coba lagi IIU tapi keguguran
lagi."

"Saya telah keguguran tujuh kali. Pada 1993, habis keguguran saya malah nekat naik haji. Di situlah saya
mendapat keyakinan kalau kita usaha keras pasti akan ada jalan yang ditunjukkan oleh Allah swt," ujarnya
dengan suara mantap.

Tahun 1994, ia mencoba mengikuti program bayi tabung di Singapura, namun lagi-lagi keguguran. Namun, Ny.
Menus tetap tidak jera. Bahkan 1995 hingga 1997, ia terus melakukan program bayi tabung berulang-ulang
kendati hasilnya masih nihil.

Selama mengikuti program bayi tabung di Singapura, ia harus rela dua bulan tinggal di sana. "Setiap hari
suami saya menyuntikkan hormon ke pusar saya. Kondisi ini membuat ia stres dan kasihan juga."

Setelah kembali ke Indonesia pun, Ny. Menus juga mencoba pengobatan tradisional. "Aduh..., jamu sepahit apa

Page | 24
pun saya sudah merasakan. Saya juga sudah berobat pada orang pintar di Depok, di beberapa tempat di Jawa
Barat dan Jawa Tengah."

Uang yang keluar pun tidak sedikit apalagi pengobatan di Singapura menggunakan dollar. Sampai akhirnya Ny.
Menus memutuskan untuk berhenti dulu berobat, dan ia tidak mau bertemu dengan siapa-siapa. "Terus
terang, pada dasarnya pasangan yang tidak memiliki anak menjadi cukup sensitif. Demikian juga saya dan
suami."

Sampai suatu hari, ia membaca iklan di surat kabar bahwa Klinik Fertilitas Morula RS. Bunda berhasil dalam
program bayi tabung. "Saya langsung tertarik dan menelepon klinik tersebut karena di sana telah lahir bayi
hasil program bayi tabung," kata Ny. Menus. Ia ingat pertama menelepon klinik tersebut, yakni 27 Juli 1998.

Di klinik itu, ia bertemu dengan dr. Indra Anwar SpOG, yang juga manajer klinik tersebut. "Waktu itu saya
langsung meminta ikut bayi tabung. Saya bilang ke dokter, saya sudah judeg berobat apa saja. Saya ingin
dokter memeriksa ada apa di dalam perut saya, kok tidak bisa hamil. Apalagi usia suami saat itu 52 dan saya
34."

Setelah memeriksa rahim Ny. Menus, dr. Indra menjelaskan embrio tidak bisa menempel di dinding rahim
karena kekurangan hormon progesteron. "Tetapi, meskipun Ny. Menus telah berkali-kali keguguran, rahimnya
bersih dan peredaran darahnya lancar," kata dr. Indra.

Awalnya, dilakukan terapi hormon. Tetapi, Ny. Menus tidak lagi menyuntikkan hormon ke perut, melainkan
dihirup lewat hidung. Ia juga banyak mengonsumsi tauge, kacang hijau, jus buah, dan makanan bergizi.

Pada September dilakukan implantasi, dan pada Oktober ternyata positif hamil. Namun, cobaan datang lagi,
Ny. Menus terkena virus rubela yang bisa mengancam terjadinya keguguran lagi.

Akhirnya, ia harus diberi obat untuk menurunkan rubela. Usia kehamilan menginjak lima bulan terjadi
kontraksi yang sangat hebat, maka Ny. Menus harus dirawat. "Saya menjalani bed rest total. Keramas pun
harus di tempat tidur. Semua saya jalani demi kehadiran sang bayi. Saya tidak boleh jalan-jalan apabila tidak
perlu sekali."

Pada usia kandungan tujuh bulan, posisi sudah turun dan terjadi kontraksi. Ternyata, dari hasil pemeriksaan,
bayi yang dikandungnya mengalami masalah. Posisi bayi perempuan menggencet bayi laki-laki. Makanan yang
masuk lebih banyak dimakan bayi perempuan.

Tim dokter Morula segera melakukan berbagai tindakan. Tetapi, godaan datang lagi yang justru datangnya
dari Ny. Menus sendiri. "Saya ngotot anak saya ingin lahir 1 Juni, karena pas hari ulang tahun perkawinan,

Page | 25
tetapi dokter memutuskan 31 Mei. Itu pun kita sempat berdebat karena 22 sampai 24 Mei saya masih
mempertahankan si bayi. Tetapi, dr. Indra kemudian bilang kenapa harus memperdebatkan tanggal? Kasihan
anak-anak itu. Dan itu memang kemudian menyadarkan Ny. Menus dari sikap sentimentalnya.

Dan, berikutnya hanya kegembiraan yang terpancar dari Ny. Menus dan suaminya. Apalagi, apabila ditanya
tentang kisahnya yang penuh dengan suka duka itu. "Saya melihat sendiri bagaimana proses perjalanan
sperma suami bertemu dengan sel telur saya. Sperma yang bagus larinya paling kencang, ekornya tidak
bercabang dan runcing!" tuturnya.(Nda/V-1)


Sumber: Media Indonesia - Rabu, 3 September 2003

Page | 26
7 Juli 2004

Teori Atom dan Kehidupan Sehari-Hari

Oleh:
Vincent Liong


Jika saya membaca di dalam kamus tentang kata; Atom,saya menemukan penjelasan; Bagian terkecil dari
suatu unsur. Atom terdiri dari inti kecil padat berisi proton dan neutron, yang dikelilingi elektron yang
bergerak. Jumlah elektron sama dengan jumlah proton sehingga keseluruhan muatan sama dengan nol.
Elektron dapat dianggap bergerak dalam lintasan orbit berbentuk lingkaran atau eliptis, atau lebih tepatnya di
dalam ruang di sekeliling inti. Mencari kata lain seperti Nuclear fission, fisi nuklir (pembelahan inti/ atom),
saya menemukan penjelasan lain pula; Reaksi nuklir yang melibatkan pembelahan sebuah inti berat menjadi
dua bagian (hasil fisi), yang kemudian memancarkan dua atau tiga neutron, sambil melepaskan sejumlah
energi yang setara dengan selisih antara massa diam neutron dan
hasil fisi dengan jumlah massa diam inti awal. Fisi dapat terjadi
spontan atau sebagai akibat irradiasi neutron Di akhir paragraph
saya membaca kalimat terakhir, Fisi nuklir merupakan proses yang
digunakan di dalam reaktor nuklir dan bom atom. (Disdur dari Kamus
Lengkap Fisika, Edisi Baru Penerbit Erlangga, cetakan pertama; 1997.
Dari judul asli dalam bahasa Inggris; A Concise Dictionary of Physics, New Edition OUP(Oxford University
Pers))

Membaca kamus dan membandingkannya dengan pengalaman; Pendefinisian volume atom yang digambarkan
sangat kecil tampak sebagai alasan untuk menutupi ketidakmampuan kita untuk merasakan reaksinya dengan
indera kita sendiri. Pendefinisian volume telah menjadi sebuah kesombongan untuk menghapus kemungkinan
akan anggapan bahwa kita sebagai atom karena volume atom itu telah digambarkan jauh lebih kecil daripada
kita. Sehingga kita bukanlah sama dengan atom yang bermain.

Sabtu , 2 Juli 2004. Tidak sengaja sebuah botol dari bahan keramik lepas dari genggaman tangan saya. Jatuh
dan pecah. Tidak sengaja pula saya melihat letupan energi dalam peristiwa itu. Pertama-tama saya melihat
gerakan botol mendekati permukaan lantai karena gaya tarik gravitasi. Dengan sangat cepatnya menyentuh
tanah dan mengalami gerak melawan gravitasi, seperti bola basket yang memantul saat dihentakkan ke tanah.
Si benda pecah. Semakin lama semakin jauh satu sama lain. Di saat bersamaan saya melihat ada ledakan
energi yang terjadi di titik awal retakan memancar seperti bola yang membesar dan hilang pada jarak
tertentu. Pengalaman ini mengubah pemahaman saya tentang teori atom yang dipaparkan di sekolah. Apakah

Page | 27
ledakan energi berbentuk bola itulah yang menjauhkan pecahan-pecahan botol semakin menjauh satu
terhadap yang lain? Ataukah kerinduan dari pecahan-pecahan botol untuk tetap bersama, saling tarik
menarik, membuat energi dari botol tertinggal di tengah. Kejadian yang terjadi terlampau cepat melampaui
kesadaran benda akan apa yang telah terjadi. Saya bingung akan urutan sebenarnya; Apakah pecah lebih dulu
dari letupan di tengah titik pecah, seperti kaca yang pecah selalu dimulai dari retakan kecil yang mengubah
barisan susunan awal, sehingga menimbulkan beban berlebih pada sisi yang belum retak sehingga ikut retak.
Atau letupan itu yang mendorong energi itu berpencar.

Sebuah botol yang pecah hari itu membuat saya merinding bukan karena saya takut dimarahi atas kesalahan
saya memecahkan botol itu melainkan saya merasakan bahwa sayalah yang pecah, bukan botol itu. Saya
malah merasakan kerinduan. Seperti ketika kita berpisah dengan orang yang kita sayangi, ada emosi di sana
yang tidak ingin berpisah. Emosi yang tertinggal di luar diri, di titik tengah antara saya dan dia. Energinya
terasa lebih besar daripada energi si benda sendiri, mungkin karena ada pemaksaan sehingga ada respon
menolak, menolak untuk dipisahkan. Saya kira pemaksaan untuk suatu kesatuan agar pecah itu yang
merupakan awal dari kerinduan untuk tidak dipecahkan. Titik tengah terasa sebagai sesuatu yang selalu
berada di tengah antara pecahan-pecahan botol, yang saling menjauh sehingga dianggap sesuatu yang
bergerak, terhadap ruang tempat peristiwa terjadi.

Shock terjadi bukan ketika sesuatu yang tidak ada dianggap ada tetapi ketika sesuatu yang dianggap ada tidak
ada atau telah terpecah. Jika hidup ini diumpamakan seperti orang yang sedang tertidur dan bermimpi, dan
menuju kondisi bangun (tersadar), kita mendapat suatu anugrah; baik itu perasaan baik atau buruk saat
mimpi karena kita tidak merasa mimpi saat sadar. Apakah ketika bangun tidur kita merasa sedang mimpi?
Lonjakan energi sangat besar akan terjadi pada satu sisi seperti ketika sadar ke mimpi tetapi tidak pada
mimpi ke sadar. Saya kira sadar ke mimpi karena saat sadar ke mimpi kita merasa kaget akan apa yang kita
temui di mimpi. Saat mimpi kita bisa saja sadar bahwa kita sedang mimpi. Ketika mimpi kita tetap membawa
memori tentang kesadaran sebelumnya, tetapi saat sadar kita lupa atau kurang jelas atau tidak menghargai
apa yang terjadi di mimpi, karena itu dianggap mimpi. Perubahan berulang yang dilakukan secara cepat
menghasilkan shock. Tetapi kesadaran akan sesuatu yang akan terjadi menghasilkan ketenangan, mungkin
tepatnya pasrah.

Berpikir bahwa kita adalah salah satu bagian kecil pembentuk dari alam semesta. Mau tidak mau merupakan
sebuah kesatuan yang tidak terpisah. Energi yang lompat ke satu dengan yang lainnya sampai pada titik
tertentu si energi menemukan causal dalam hidupnya. Saya kira ruang akan menjadi sesuatu yang tidak
memiliki definisi lagi. Seperti kaca yang retak, tidak memanjang retakannya ketika telah terbelah menjadi dua
bagian terpisah. Semoga saya tidak memecahkan botol lagi, atau dengan sengaja memecahkannya.


(Saya ucapkan terimakasih kepada Bondan Hastungkoro Adji atas waktu dan idenya untuk berdiskusi

Page | 28
mengenai tema ini sehingga tulisan ini dapat terwujud.)

Page | 29
Si Kecil yang Istiqamah

Oleh:
Ummu Shofi


Kini usianya sudah hampir sebelas tahun. Hari-harinya terlalui dengan penuh keceriaan khas anak-anak.
Kegiatan masih berkisar antara sekolah, belajar, dan bermain. Sesekali di waktu senggang ia telah terbiasa
membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga: cuci piring, membersihkan lantai, seterika baju dan
menata tempat tidurnya sendiri setiap hari.

Ia sangat ingin memiliki seorang hingga empat orang adik, namun sampai saat ini Allah belum jua berkenan
mengabulkan keinginannya. Ia jadikan anak-anak kawan yang sering ditemuinya sebagai adik-adiknya. Di asuh,
disuapi, digendong, dan dibacakannya berbagai cerita. Anak-anakpun demikian akrab dan selalu merindukan
pertemuan dengannya. Semoga suatu hari nanti,
Allah berkenan memberikan adik untuknya,
amiin.

Sampai diusianya yang sekarang ini, ia telah
memasuki empat SD karena tugas ayahnya yang
berpindah-pindah. Mulai dari sebuah SD negeri di
Bandung, SDIT di Solo, kemudian SD negeri lagi
di Jakarta, dan sekarang SD Jepang.

Ia selalu tampil dengan busana khasnya, busana muslimah yang telah ia kenakan sejak dalam buaian. Setiap
keluar dari rumah. Baik keluar untuk main, ikut ke pasar, apalagi pergi ke sekolah. Walau di sekolahnya yang
sekarang tak satupun kawannya mengenakan busana yang sama, karena mayoritas non muslim. Hanya ada
dua orang anak muslim di sekolah itu.

Sebelum masuk sekolah kami sempat khawatir, tidak ada sekolah Jepang yang mau menerimanya. Namun
alhamdulillah, Allah Yang Maha Pemurah mengulurkan kasih sayang-Nya. Sekolah yang kami hubungi demikian
toleran. Bukan hanya busana yang boleh berbeda, tapi sampai ke hal-hal kecil sekalipun yang kami anggap tak
sesuai dengan Islam boleh ditinggalkan. Maha Besar Engkau Ya Allah Yang Maha Agung.

***

Pertanyaan demi pertanyaan sekitar busana mengawali hari-harinya di sekolah. Kebanyakan kawannya
menanyakan apa alasannya memakai pakaian demikian. Dan hanya satu jawaban yang selalu dia katakan

Page | 30
"Karena saya seorang muslim".

Bila pertanyaan berlanjut "Apa sebabnya seorang muslim harus berpakaian seperti itu?" dia jawab: Ini adalah
peraturan Islam, dan tak boleh dilanggar, jadi tidak ada alasan untuk tidak memakainya. Hingga akhirnya
pertanyaan pun terhenti.

Kini, ia begitu leluasa dengan pakaiannya. Saat musim dingin menggigit tulang, hingga di saat musim panas
yang demikian menyengat. Saat pelajaran biasa di kelas, hingga saat harus mengikuti pelajaran berenang di
sekolah, ia bertahan dengan busananya.

Sedikit demi sedikit iapun telah mencoba mengajak kawan muslimnya untuk mengenakan pakaian yang sama.
Ia nasehati kawannya, ia berikan semangat padanya untuk ikut serta mengenakan busana muslimah
kesukaannya.

Di awal masuk SD, dalam usia yang masih sangat belia (4 tahun 8 bulan) ia telah berusaha meyakinkan
kawannya untuk berbusana muslimah kembali seperti ketika di TK Islam sekolah asalnya. Dua kawan yang
sempat merasa takut, kembali memakainya.

Beberapa ibu tetangga rumah pun akhirnya berpakaian muslimah setelah melihatnya, dengan mengatakan
"Malu sama anak kecil. Anak kecil saja pakai, masa saya yang sudah tua dan banyak dosa gini nggak pakai."
Semoga Allah SWT menjadikannya ikhlas, bukan hanya karena malu sama anak kecil. Amiin.

Pernah suatu ketika, teman sepermainannya yang senang berpakaian serba minim mengejek --pakai pakaian
yang panjang-panjang bikin ribet, nggak bebas bergerak-- dengan tegas dia katakan, "Harusnya mbak juga
pakai pakaian muslim seperti saya, mbak kan anak muslim juga. Aku malu lihat mbak dengan pakaian seperti
itu".

Seorang kawan mainnya yang lain begitu terkesan dengan nasehatnya, hingga akhirnya iapun mengenakan
busana muslimah. Dan bahkan meminta kepada orang tuanya untuk pindah sekolah ke sekolah yang sama.

Robb, bimbinglah ia senantiasa. Agar ia tetap istiqomah setiap saat, di mana saja ia berada dan dalam kondisi
apa saja. Amiin.


*Tuk anakku: tetap istiqamah-lah hingga akhir hayat nak, jadilah kau harta terindah bagi umi dan abi. Yang
akan mengalirkan pahala yang tiada pernah putus, walau umi dan abimu telah tiada kelak.

Page | 31
Saya dan Perempuan 'Aneh' di KWK 02

Oleh:
Helvy Tiana Rosa


Saya pertama kali bertemu dengan perempuan itu kira-kira dua minggu yang lalu. Hampir saya berteriak
kaget ketika masuk ke dalam angkutan KWK 02 dan bertubruk pandang dengannya. Apalagi tak seorang pun
ada dalam angkutan jurusan Cililitan-Cilangkap itu.

Waktu menunjukkan pukul 22:00. Malam pekat. Saya pulang dari TIM, usai rapat dengan teman-teman Dewan
Kesenian Jakarta. Saya memang sengaja tak naik taksi, agar bisa lebih hemat. Ah, saya menarik napas tak
panjang. Perempuan itu tak berkedip menatap
saya. Saya membuang wajah ke jalan raya, tak mau
balas menatap.

Ya Allah, siapa dia?

Kapan ia turun?

Di mana ia turun?

Ada apa dengannya?

Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk di benak
saya.

Apakah ia gila?

Mau menodong?

Apa ia akan membayar ongkos?

Atau perlu saya bayari?

Akhirnya, setelah cukup lama berdua-dua di angkot, perempuan itu pun turun di depan panti jompo, Cipayung.
Entah mengapa saya merasa lega sekali.


Page | 32
Setelah kejadian tersebut saya masih beberapa kali bertemu perempuan itu. Sukar bagi saya
menggambarkan sosoknya. Ia legam dan sedikit bungkuk. Badan pendek, seolah bersisik. Rambutnya pendek
dan acak-acakan, seperti tak pernah disisir. Matanya bulat seolah mau keluar dari kelopak. Bibir sumbing
sedang giginya panjang tak beraturan. Ia memakai baju kumal yang membuatnya semakin kusam saja.
Pergelangan tangannya dipenuhi gelang karet berwarna-warni.

Dua kali saya bertemu dalam angkot. Pertama hanya berdua, dan berikutnya beramai-ramai dengan 6-7
orang lainnya. Semua tak ada yang 'berani' melihatnya. Ia seperti orang yang entah datang dari mana dan
terus menatapi para penumpang satu persatu. Malah setelah ia turun dari kendaraan, seorang lelaki berkata,
"Gila, saya kira penampakan! Serem banget tuh perempuan!"

Setelah pertemuan kedua, entah mengapa saya mulai berpikir bahwa ia hanyalah perempuan biasa seperti
juga saya. Ia mungkin bekerja di suatu tempat sebagaimana saya. Wajahnya memang seram, namun bukankah
ia tak pernah sekalipun mengganggu?

Hari berikutnya, KWK 02 yang saya naiki dari Cililitan, dipenuhi penumpang. Saya melihat perempuan itu naik
dari Kramat Jati. Begitu ia hadir, hampir semua penumpang buang muka atau menunduk. Pokoknya tak mau
melihat, dan kalau bisa tak dekat dengannya.

Ia masuk, mengangguk pada saya. Saya terpana dan membalas anggukannya. Tak lama seorang ibu yang
tampak terpelajar membagi-bagikan brosur dalam angkot.

"Ada lowongan kerja di perusahaan saya. Langsung daftar aja. Gajinya lumayan loh," katanya.

Semua orang mendapat brosur, tapi tidak perempuan itu.

Tiba-tiba saya merasakan sesuatu di batin saya. Mengapa ibu itu tak mau memperlakukan wanita tersebut
sederajat dengan penumpang yang lain? Apa karena ia buruk rupa? Apa karena ia dianggap tak pantas, meski
sekadar memegang brosur wangi itu? Lantas mengapa jadi saya yang sedih?

Entah datang dari mana, tiba-tiba saya sudah menyapa perempuan 'aneh' itu.

"Ke mana, mbak? Kita sudah beberapa kali bertemu ya? Ingat nggak?" sapa saya.

Beberapa orang di dalam angkot nyaris terbelalak memandang saya seakan-akan saya adalah orang aneh
lainnya di sana. Saya tersenyum saja.

"Iya mbak. Saya mengenali mbak," tuturnya sopan.

Page | 33

"Saya juga," saya tertawa. "Mbak dari mana? Kerja atau...?"

Saya mencoba untuk tak mempersoalkan wajahnya.

Ya Allah, hanya Engkau yang sempurna. Kami hanya sesama hambamu. Tak ada yang lebih di mata-MU dari
kami, selain taqwa kami. Sungguh, siapa menjamin aku lebih baik dari perempuan ini.

Tak lama kami sudah mengobrol dengan asyik. Perempuan itu bercerita, ia menjaga anak kakaknya bila sang
kakak pergi bekerja.

"Kakak saya yang menggaji saya," katanya tertawa. Ia hampir setiap malam naik angkutan 02.

Lalu kami ngobrol soal hujan, banjir, soal panti balita dan panti jompo di dekat rumahnya, sampai soal
tsunami. Saya sampai kaget sendiri bisa sejauh itu.

Tak lama, perempuan tersebut bersiap turun. Namun apa yang ia katakan sebelum sosoknya berlalu, tak
mungkin bisa saya lupakan.

"Semoga Allah menjaga Mbak. Saya senang akhirnya ada orang yang mau negur saya, yang ngajak ngomong di
angkot. Terimakasih ya. Assalaamu'alaikum," suaranya bergetar seperti ingin menangis.

Kata-kata perempuan itu berhamburan bersama angin.

Namun saya sempat menangkapnya dan sesuatu terasa "nyes" di hati. Orang-orang dalam kendaraan itu tak
ambil pusing.

"Gila nggak sih cewek itu?" celutuk seorang pemuda pada saya.

Saya menggeleng. Benar-benar menggeleng untuk beberapa detik.

Pada akhirnya saya tahu betapa berarti, betapa mewahnya sebuah sapa.

Bukankah sapa adalah salah satu bentuk penghargaan kita terhadap orang lain?

Maka apa yang menghalangi kita untuk lebih sering menyapa?

Bukan hanya pada mereka yang kita kenal, yang kebanyakan necis dan wangi. Namun juga menyapa mereka,

Page | 34
yang tanpa sadar telah kita sisihkan dari jalan yang selama ini kita lalui.

Hari ini saya yakin, Mbak Sri, perempuan itu, bukan orang aneh. Ia hanya perempuan yang memendam rindu
bertahun-tahun lamanya, hanya untuk sebuah sapa yang kau ucapkan di malam dingin.

Page | 35
Sahabatku, Tataplah Hari Esok!

eramuslim - Saya baru saja direcoki curahan hati seorang kawan. Ya, kawan lama yang kerap berbagi duka
maupun suka, sebagai siklus kehidupan yang penuh misteri, dibalut kekalutan dan ketidakberdayaan.
Demikianlah inti curahan hati kawan yang mengalir dari mulut yang tampak sekilas didera kekecewaan.

* * *

Pasalnya, suatu ketika sahabat saya itu mencoba mengutarakan rasa cinta manusiawinya terhadap seorang
wanita yang menurutnya anggun, pandai menjaga diri, tegas, dewasa dan tentu komitmen agamanya yang
menawan. Pokoknya ia pas di kalbu. Itulah prolog uneg-uneg sahabatku yang menjadikan saya
dipenasarankan.

* * *

Sahabatku bertutur, ketimbang
memendam rasa yang menyeret-nyeret ke
lautan fitnah yang lebih jauh, fitnah hati
yang membelunggu dan terawang lamunan
yang mengangkangi hari-harinya, maka dia
pun menggoreskan pena di atas kertas,
untuk menyampaikan rasa cinta yang tulus ini, yaitu meminangnya sebagai calon istri tercinta di kemudian
hari.

* * *

Dan kini, curahan hati sahabatku telah dituangkan dalam bentuk tulisan dan telah berada di tangan si
empunya, calon istri idamannya. Kendati demikian, ia pun sodorkan salinan secarik surat itu ke tangan saya,
dan kubaca lalu isinya adalah:

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillaah washshalaatu wassalaamu 'ala rasuulillaah.

Saudariku Seiman


Page | 36
Mungkin surat ini mengejutkanmu, atau merisaukanmu, atau bahkan menyulut amarahmu. Tapi memang inilah
yang dapat aku perbuat, untuk menelisik ihwalmu, agar aku lenyapkan beban fitnah di raga ini, yang dari hari
ke hari kian menggumpal, untuk kemudian menjelma menjadi bola salju yang menggelinding tak terkendali.

Saudariku Seiman

Inti pesan suratku ini, meski ragu dan segan, adalah sebuah pertanyaan yang ingin saya ajukan, yaitu, apakah
Adik dalam proses peminangan? Kalau jawabannya 'Ya', maka semoga memang itu yang terbaik bagi saya dan
Adik. Tapi kalau jawabannya 'Tidak', maka pertanyaan yang kemudian menyeruak adalah, sudah siapkah Adik
untuk mengayuh bahtera rumah tangga? Kalau jawabannya 'Belum', maka semoga itu pun sebuah penundaan
yang terbaik dari Allah. Lalu, jika jawabannya 'Sudah', maka bisakah Adik mendampingi saya untuk bersama-
sama berlayar dengan bahtera itu?

Saudariku Seiman

Memang, rangkaian pertanyaan di atas mungkin agak menohok dan tanpa tedeng aling. Tapi saya kira,
terkadang ketegasan akan memupus sebuah fitnah yang mendera. Saya harap Adik memakluminya. Kini saya
hanya menanti respon Adik, kendati demikian apapun jawaban Adik, semoga saya dapat menerimanya dengan
lapang dada dan penuh keikhlasan. Bukankah yang kita sukai itu bisa jadi menjerumuskan kita ke hal yang lebih
buruk? Atau sebaliknya, bukankah yang kita benci justru membawa kita kepada kebaikan? Begitulah firman-
Nya untuk umat manusia yang daif ini.

Saudariku Seiman

Kalau surat ini dianggap sebuah kelancangan, maka dari lubuk hati yang paling mendalam, mohon pintu maaf
Adik dibukakan selebar mata memandang. Kalau ini dianggap sebuah aib, maka mohon agar Adik menutupi aib
saudaranya. Dengan sangat terbuka, saya sangat menanti nasehat atau taushiyyah dari Adik. Pamungkas,
sekali lagi saya mohon dimaafkan, semoga Allah mengampuni kekeliruan saya. Itu saja surat saya.

Wassalaamualaikum Wr. Wb.

Saudara Seimanmu di Bumi Allah

* * *

Hmm..., pikiranku melayang jauh, dan sahabatku pun menyergap saya dengan sebuah pertanyaan, Bagaimana
suratnya, sudah dibaca semua?


Page | 37
Bagus, sebuah keberanian yang bertanggung jawab, dan penghindar fitnah yang efektif, komentarku.

Tapi tak lama kemudian, dengan gurat wajah kuyu dan lunglainya, sahabatku itu merogoh saku baju kokonya
sembari mengeluarkan lembar kertas lainnya yang lebih kecil dan berkata, Ingin tahu jawabannya, coba baca
ini!, pintanya dengan nada memelas.

Seolah ingin cepat menjawab rasa penasaranku, apalagi dengan mimik wajahnya yang memilukan, maka tanpa
basa-basi lagi langsung saja kubaca surat itu. Isinya adalah:

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Saudaraku Seiman

Terus terang saya sepakat dengan keterusterangan Kakak, menurut saya, hal ini adalah hal yang wajar, dan
Kakak telah melakukannya dengan cara yang baik. Bagi saya, hal ini adalah sebuah ikhtiar, jadi sama sekali
bukan merupakan sebuah aib. Jadi, tidak ada satu pun yang perlu dipermasalahkan.

Saudaraku Seiman

Dalam hidup, adakalanya kita harus memilih, dan jawabannya adalah, saya sedang dalam proses peminangan
dengan seseorang. Ini adalah pilihan saya. Semoga Kakak segera mendapatkan seorang yang terbaik buat
Kakak. Jangan pernah berputus harapan, sebab Allah yang paling mengetahui tentang siapa, kapan dan
bagaimana jodoh kita akan kita temui atau menemui kita. Sekian, maafkan saya.

Wassalaamualaikum Wr. Wb.

Saudara Seimanmu di Bumi Allah

* * *

Kupandangi sahabatku. Kucoba membayangkan gejolak hatinya saat ia pertama kali membaca surat balasan si
Adik, wanita idaman hatinya. Saya menduga, pasti ia tengah patah hati, kecewa, kesal, galau, kacau, risau dan
membuat suaranya parau.

* * *

Tapi tampaknya, kali ini dugaan saya meleset. Ternyata senyum tegarnya menghiasi raut mukanya, seolah
mimik kuyu dan lunglainya lenyap ditelan prasangka positif terhadap Rabbnya, dan memang seperti itulah

Page | 38
seharusnya seorang Muslim berperangai, Allah berfirman, Aku punya prasangka terhadap Hamba-Ku dan Aku
bersamanya manakala ia mengingat-Ku. (HR Muslim)

Itulah Janji dari Allah, untuk memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan prasangka dia terhadap Rabbnya.
Manakala seorang hamba berprasangka positif atas Allah, maka Allah pun akan memberikannya yang lebih
baik.

* * *

Ia terlihat ridha atas balasan surat itu. Sebab baginya, keridhaan adalah mata air kebahagiaan yang tak
pernah kering meski diterpa kemarau.

Merupakan kebahagiaan anak Adam, manakala ia ridha atas apa yang telah Allah tetapkan terhadapnya, dan
merupakan kebinasaan anak Adam, manakala ia marah atas apa yang telah Allah tetapkan terhadapnya (HR.
Turmudzi)

Sebab baginya, di balik keridhaan ada dimensi lain yang tengah menanti.

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Al-Baqarah: 216)

* * *

Dan saya berkeyakinan, ia telah tempuh jalan terbaik untuk mengenyahkan beban fitnah itu. Semoga hal yang
baik dibalas jua dengan kebaikan.

Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula. (Ar-Rahmaan: 60)

* * *

Sekali lagi, kutatap sahabatku tercinta. Aku berpikir, mungkin Allah sekedar menunda jalinan cintanya, atau
ada skenario Ilahi yang sulit ditebak. Lalu kupesankan kepadanya sebuah pepatah, Garam di laut, asam di
gunung, dalam belanga bertemua jua. Kalau memang dia jodohmu, tak akan kemana-mana," kataku, sekedar
untuk menghibur hatinya yang agak gundah gulana.

* * *

Dan saya ingatkan dia dengan pesan Rasulullah, Dan tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah terberat

Page | 39
bagi laki-laki daripada wanita. (HR. Bukhari).

Terakhir, saya berdo'a untuknya, agar sahabatku tetap tegar, tetap optimis dan istiqomah, karena toh hari
esok masih menghampar luas.

Wahai sahabatku, tataplah hari esok, jangan pernah berputus asa. Semoga Allah menguatkan
hatinya.Wallahualam


Publikasi: 08/10/2004 07:52 WIB

Page | 40
Pohon Tua

Suatu ketika, di sebuah padang, tersebutlah sebatang pohon rindang. Dahannya rimbun dengan dedaunan.
Batangnya tinggi menjulang. Akarnya, tampak menonjol keluar, menembus tanah hingga dalam. Pohon itu,
tampak gagah dibanding dengan pohon-pohon lain di sekitarnya. Pohon itupun, menjadi tempat hidup bagi
beberapa burung di sana. Mereka membuat sarang, dan bergantung hidup pada batang-batangnya. Burung-
burung itu membuat lubang, dan mengerami telur-telur mereka dalam kebesaran pohon itu.

Pohon itupun merasa senang, mendapatkan teman, saat mengisi hari-harinya yang panjang. Orang-orang pun
bersyukur atas keberadaan pohon tersebut. Mereka kerap singgah, dan berteduh pada kerindangan pohon itu.
Orang-orang itu sering duduk, dan membuka bekal makan, di bawah naungan dahan-dahan. "Pohon yang
sangat berguna," begitu ujar mereka setiap selesai berteduh. Lagi-lagi, sang pohon pun bangga mendengar
perkataan tadi.

Namun, waktu terus berjalan. Sang
pohon pun mulai sakit-sakitan.
Daun-daunnya rontok, ranting-
rantingnya pun mulai berjatuhan.
Tubuhnya, kini mulai kurus dan
pucat. Tak ada lagi kegagahan yang
dulu dimilikinya. Burung-burung
pun mulai enggan bersarang di sana. Orang yang lewat, tak lagi mau mampir dan singgah untuk berteduh.

Sang pohon pun bersedih. "Ya ALLAH, mengapa begitu berat ujian yang Kau berikan padaku? Aku butuh teman.
Tak ada lagi yang mau mendekatiku. Mengapa Kau ambil semua kemuliaan yang pernah aku miliki?" begitu
ratap sang pohon, hingga terdengar ke seluruh hutan.

"Mengapa tak Kau tumbangkan saja tubuhku, agar aku tak perlu merasakan siksaan ini? Sang pohon terus
menangis, membasahi tubuhnya yang kering.

Musim telah berganti, namun keadaan belumlah mau berubah. Sang pohon tetap kesepian dalam
kesendiriannya. Batangnya tampak semakin kering. Ratap dan tangis terus terdengar setiap malam, mengisi
malam-malam hening yang panjang. Hingga pada saat pagi menjelang.

"Cittt...cericirit...cittt" ah suara apa itu?

Page | 41

Ternyata.., ada seekor anak burung yang baru menetas. Sang pohon terhenyak dalam lamunannya.

"Cittt...cericirit...cittt, suara itu makin keras melengking.

Ada lagi anak burung yang baru lahir. Lama kemudian, riuhlah pohon itu atas kelahiran burung-burung baru.
Satu...dua...tiga...dan empat anak burung lahir ke dunia.

"Ah, doaku di jawab-Nya" begitu seru sang pohon.

Keesokan harinya, beterbanganlah banyak burung ke arah pohon itu. Mereka, akan membuat sarang-sarang
baru. Ternyata, batang kayu yang kering, mengundang burung dengan jenis tertentu tertarik untuk mau
bersarang di sana. Burung-burung itu merasa lebih hangat berada di dalam batang yang kering, ketimbang
sebelumnya.

Jumlahnya pun lebih banyak dan lebih beragam. "Ah, kini hariku makin cerah bersama burung-burung ini",
gumam sang pohon dengan berbinar.

Sang pohon pun kembali bergembira. Dan ketika dilihatnya ke bawah, hatinya kembali membuncah. Ada
sebatang tunas baru yang muncul di dekat akarnya. Sang Tunas tampak tersenyum. Ah, rupanya, air mata
sang pohon tua itu, membuahkan bibit baru yang akan melanjutkan pengabdiannya pada alam.

Teman, begitulah. Adakah hikmah yang dapat kita petik di sana? ALLAH memang selalu punya rencana-rencana
rahasia buat kita.

ALLAH, dengan kuasa yang Maha Tinggi dan Maha Mulia, akan selalu memberikan jawaban-jawaban buat kita.
Walaupun kadang penyelesaiannya tak selalu mudah di tebak, namun, yakinlah, ALLAH Maha Tahu yang terbaik
buat kita.

Saat dititipkan-Nya cobaan buat kita, maka di saat lain, diberikan-Nya kita karunia yang berlimpah.

Ujian yang sandingkan-Nya, bukanlah harga mati. Bukanlah suatu hal yang tak dapat disiasati.

Saat ALLAH memberikan cobaan pada sang Pohon, maka, sesungguhnya ALLAH, sedang MENUNDA memberikan
kemuliaan-Nya. ALLAH tidak memilih untuk menumbangkannya, sebab, Dia menyimpan sejumlah rahasia.
ALLAH, sedang menguji kesabaran yang dimiliki.

Teman, yakinlah, apapun cobaan yang kita hadapi, adalah bagian dari rangkaian kemuliaan yang sedang

Page | 42
dipersiapkan-Nya buat kita. Jangan putus asa, jangan lemah hati. ALLAH, selalu bersama orang-orang yang
sabar.

Page | 43
Pesankan Saya, Tempat di Neraka...!!!

Sebuah kisah di musim panas yang menyengat. Seorang kolumnis majalah Al Manar mengisahkannya... Musim
panas merupakan ujian yang cukup berat. Terutama bagi muslimah, untuk tetap mempertahankan pakaian
kesopanannnya. Gerah dan panas tak lantas menjadikannya menggadaikan akhlak. Berbeda dengan musim
dingin, dengan menutup telinga dan leher kehangatan badan bisa dijaga. Jilbab bisa sebagai multi fungsi.

Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang, Cairo-Alexandria; disebuah mikrobus. Ada seorang perempuan
muda berpakaian kurang layak untuk dideskripsikan sebagai penutup aurat. Karena menantang kesopanan. Ia
duduk di ujung kursi dekat pintu keluar. Tentu saja dengan cara pakaian seperti itu mengundang 'perhatian'
kalau bisa dibahasakan sebagai keprihatinan sosial. Seorang bapak setengah baya yang kebetulan duduk di
sampingnya mengingatkan. Bahwa pakaian seperti itu bisa mengakibatkan sesuatu yang tak baik bagi dirinya.
Di samping pakaian seperti itu juga melanggar aturan agama dan norma kesopanan.

Tahukah Anda apa respon perempuan muda tersebut? Dengan ketersinggungan yang sangat ia
mengekspresikan kemarahannya. Karena merasa privasinya terusik. Hak berpakaian menurutnya adalah hak
prerogatif seseorang. "Jika memang bapak mau, ini
ponsel saya. Tolong pesankan saya, tempat di
neraka Tuhan Anda!! Sebuah respon yang sangat
frontal. Dan sang bapak pun hanya beristighfar. Ia
terus menggumamkan kalimat-kalimat Allah.

Detik-detik berikutnya suasanapun hening. Beberapa orang terlihat kelelahan dan terlelap dalam mimpinya.
Tak terkecuali perempuan muda itu. Hingga sampailah perjalanan di penghujung tujuan. Di terminal akhir
mikrobus Alexandria. Kini semua penumpang bersiap-siap untuk turun. Tapi mereka terhalangi oleh
perempuan muda tersebut yang masih terlihat tertidur. Ia berada di dekat pintu keluar. "Bangunkan saja!"
begitu kira-kira permintaan para penumpang.

Tahukah apa yang terjadi? Perempuan muda tersebut benar-benar tak bangun lagi. Ia menemui ajalnya. Dan
seisi mikrobus tersebut terus beristighfar, menggumamkan kalimat Allah sebagaimana yang dilakukan bapak
tua yang duduk di sampingnya.

Sebuah akhir yang menakutkan. Mati dalam keadaan menantang Tuhan. Seandainya tiap orang mengetahui
akhir hidupnya... Seandainya tiap orang menyadari hidupnya bisa berakhir setiap saat... Seandainya tiap orang
takut bertemu dengan Tuhannya dalam keadaan yang buruk... Seandainya tiap orang tahu bagaimana
kemurkaan Allah...

Sungguh Allah masih menyayangi kita yang masih terus dibimbing-Nya. Allah akan semakin mendekatkan

Page | 44
orang-orang yang dekat dengan-NYA semakin dekat.

Dan mereka yang terlena seharusnya segera sadar..mumpung kesempatan itu masih ada.

Page | 45
Nguyen Son

Oleh:
Eddy Satriya
PNS Bappenas


Lewat tengah malam di musim dingin yang cukup menusuk pada akhir Desember 1998 yang lalu, seseorang
terdengar mengetuk pintu kamar saya di Pusat Pelatihan Japan International Cooperation Agency (JICA)
Hachioji yang terletak sekitar 40 km sebelah barat Tokyo. Ketukan yang pelan, tapi cukup meyakinkan saya
bahwa seseorang menunggu di luar. Saya yang masih belum bisa tidur dengan hati-hati tanpa menimbulkan
kegaduhan segera membuka pintu. Betapa kaget saya ketika menyaksikan Nguyen Son, rekan sesama peserta
training yang berasal dari Vietnam, berdiri terpaku di depan pintu dengan raut muka yang sangat gelisah.

Son, seorang mantan tentara Vietnam, kemudian saya persilahkan masuk ke dalam kamar yang sempit agar
tidak mengganggu penghuni lain. Segera saja saya
berondong dia dengan pertanyaan, terutama
mencari tahu kenapa dia ingin bertemu dan
kelihatan seperti ingin membicarakan hal yang
sangat serius. Segera saya menduga-duga.
Mungkin ia membutuhkan bantuan dalam
menyelesaikan beberapa tugas-tugas yang
memang sedang dikerjakan berkelompok. Atau
mungkin ia masih membutuhkan bantuan untuk menerangkan beberapa kalimat dalam bahasa Inggris yang
memang tidak terlalu mudah untuk dipahaminya. Son yang pernah lama menjalani berbagai pelatihan di Rusia
dulu memang lebih fasih membaca dan bicara dalam bahasa Rusia, ketimbang bahasa Inggris.

Saya juga mencoba mengingat-ingat kejadian di ruangan komputer di mana kami sebelas peserta dalam satu
group training menghabiskan sisa waktu 2 minggu terakhir. Tidak ada kejadian luar biasa. Kami peserta
pelatihan dari Vietnam, Filipina dan Indonesia semuanya sibuk dan asyik berkerja kelompok menyelesaikan
tugas-tugas. Memang ada yang bercanda, bersenandung, menikmati makanan kecil atau minuman ringan dari
vending machine. Namun tidak ada cekcok di antara kami. Semua berlangsung biasa-biasa saja.

"Eddy-san please help me, I could not sleep!" demikian Son membuka pembicaraan dengan raut muka kusut,
tetap gelisah dan menunjukkan rasa bersalah karena sudah larut dan mengganggu waktu istirahat saya.

Setelah menarik nafas dan memperhatikan air mukanya, saya pastikan bahwa saya tidak merasa terganggu.
"Daejobu desu!" kata saya mencairkan suasana. Perlahan kegelisahan Son terlihat berkurang. Tapi rasa

Page | 46
penasaran justru menghantui saya. Apa gerangan yang membuat kawan saya ini begitu tersiksa? Saya
tunggu. Son masih terdiam. Saya makin penasaran. "Please Son, tell me what's wrong?" sergah saya.

"I am sorry Eddy. Please forgive me!" Son melanjutkan. Saya hampir kehilangan kesabaran, ketika Son
meneruskan kata-katanya, "Eddy, I ate your peanuts, I ate a lot! "

Seketika saya teringat akan kacang Pistachios kesukaan saya ketika melanjutkan pendidikan di USA dulu. Saya
memang membeli kacang tersebut di pasar Ueno yang terkenal dengan harga miring dan ingin menikmatinya
bersama teman-teman di ruangan komputer saat begadang menyelesaikan tugas-tugas. Jadi sungguh bukan
hal yang perlu dimintakan maaf kata hati saya. Otomatis saya menjawab "It 's Okay. No problemo!" jawab saya
sambil berusaha bercanda agar Son tidak terus gelisah.

"No, no it is not okay, Eddy!" jawabnya. Saya mulai pusing dan kehabisan akal. "I ate a lot and never told you!"
kembali dia berucap sambil menunduk tanpa berani menatap saya.

Seketika itu juga saya peluk dia. Dada saya gemuruh, batin saya pun terkucak hebat.

***

Son seorang mantan tentara Vietnam sampai tidak bisa memejamkan mata hanya karena ia memakan
makanan ringan dan lupa mengucapkan terima kasih. Mungkin ia sendiri tidak tahu persis siapa yang
membawa kacang tersebut karena sudah terlanjur digabung dengan makanan lain ketika masuk ruangan
komputer. Hampir satu jam sebelum mengetuk pintu saya, ia rupanya sibuk mencari tahu siapa yang
membawa kacang Pistachios tersebut. Dan ketika mengetahuinya ia pun segera mengetuk pintu untuk minta
maaf. Bukan karena hanya lupa mengucapkan terima kasih, tetapi terutama karena merasa telah memakan
lebih dari takaran yang seharusnya ia lakukan dalam kesehariannya. Ia merasa mengambil lebih dari patut.
Son yang seorang mantan tentara tidak bisa memejamkan matanya karena rasa bersalah. Merasa bersalah
ketika menyantap makanan enak untuk pertama kali. Merasa bersalah karena merasa mengambil bagian lebih
banyak dari patut. Maha Suci Allah!

Masih adakah sosok seperti Nguyen Son ini di bumi Indonesia?

Tak perduli sipil, militer, atau purnawirawan. Tak perduli cendekia, ulama, atau dari kaum papa. Tak juga
perduli apakah engkau dari partai dan kubu mana. Kalau ada, tampillah engkau memimpin negeri ini dari
keterpurukan. Tunjukkan di samping belasan atau puluhan kriteria yang ditetapkan dan dijadikan bahan talk
show, engkau masih memiliki secuil sifat dari seorang Nguyen Son yang tidak mau mengambil lebih dari patut.
Sifat yang rendah hati, tahu diri dan, sekali lagi, mau menyisakan untuk orang lain. Semoga!


Page | 47

Sumber: Majalah Forum Keadilan Edisi 9-16 Mei 2004

Page | 48
Ngebet Pengen Pacaran

Mbak Inna, aku punya masalah berat nih. Bantuin dong. Apapun yang aku minta pasti dikasih sama Allah
kecuali pacar. Kenapa ya aku selalu kebayang-bayang terus sama seorang cowok yang aku suka? Aku sudah
minta petunjuk sama Allah, tapi belum dijawab-jawab juga sampai sekarang. Aku sering kirim surat ke cowok
itu (salahkah aku?), tapi dia nggak pernah bales. Kesabaranku sudah habis. Aku takut broken heart. Mbak,
kenapa ya Allah belum ngasih aku pacar/ jodoh? Apa ini cobaan buatku? Apa Allah takut aku berbuat zina?
Kenapa sih Allah terlalu over protected kepadaku? Aku sudah lelah berdoa. Tolong kasih solusi ya, Mbak.

Me, Jakarta Selatan

Jawaban

Adik Me, salah satu ciri dari kematangan seseorang adalah bila ia mampu mengendalikan dorongan dan
keinginannya. Sebenarnya dalam kondisi terbatas, di mana semuanya tidak mudah kita raih dan didapatkan,
seseorang biasanya akan lebih mudah untuk mencapai kematangan diri. Karena ia terlatih untuk mengontrol
egonya dan memiliki daya tahan yang lebih kuat dalam menghadapi situasi yang tidak enak. Bila kita kebetulan
berada di posisi di mana segala sesuatunya
sangat mudah kita raih dan dapatkan, entah
karena orang tua kita kaya atau orang tua kita
cenderung memanjakan kita dan memenuhi
apapun keinginan kita, sebenarnya itu adalah
suatu posisi yang kurang menguntungkan bagi perkembangan mental kita. Di satu sisi mungkin kita bersyukur
karena nikmat Allah begitu melimpah kepada kita, namun di sisi lain kita cenderung memiliki pribadi yang sulit
untuk bertindak dewasa, serba kekanak-kanakan, menuntut pemenuhan segera, dan kurang memiliki daya
tahan dalam menghadapi situasi yang tidak enak (akan lebih sulit untuk bersikap sabar). Ini adalah wacana
yang terlebih dulu harus adik Me pahami dan sadari.

Saat kita tumbuh menjelang dewasa, kita akan melewati suatu periode transisi yang dinamakan dengan masa
remaja. Di tahap ini, kita akan mengalami banyak situasi yang tidak enak baik secara hormonal maupun
secara sosial. Seiring dengan perkembangan hormon-hormon seksual, kita jadi tertarik dengan lawan jenis.
Ketertarikan ini biasanya mewakili karakter yang mendominasi kita. Misalnya, bila ia sangat peduli pada segi
fisik, ia akan mudah tertarik dengan lawan jenis yang secara fisik menarik (tampan, tinggi, tegap, dsb). Bila
yang jadi utama adalah otak, maka biasanya ia akan lebih suka lawan jenis yang pintar dan terlihat brilliant.
Bila yang jadi utama adalah keshalihan, maka ia akan mudah tertarik pada lawan jenis yang rajin shalat dan
berakhlak baik, dsb dsb. Ya jadi itu adalah fenomena yang setiap orang akan alami.

Cuma masalahnya kan kemampuan kita dalam mengontrol diri dalam menghadapi gejolak jiwa tersebut hingga

Page | 49
ke tahap yang memang sudah selayaknya (sudah dewasa dan siap nikah). Pada realitanya berkaitan dengan
usaha untuk menangkap si idola hati dengan menyuratinya (laki-laki), memang agak tidak lumrah dilakukan
oleh anak putri. Karena sudah ada aturan tertulis dari sononya, kalau perempuan itu sebaiknya lebih
mengontrol diri (ya rada-rada jual mahal dikitlah tapi bukan sombong lho ya, maksudnya tidak jadi cewek
gampangan). Nah disiniliah adik bisa lebih melatih untuk lebih mematangkan diri. Bila sebelumnya terbiasa
mendapatkan semua yang diinginkan, nah sekarang waktunya untuk berlatih sabar dan menahan diri untuk
tidak menuruti semua dorongan hati. Pada kenyataannya memang demikian, tidak semua pria suka disurati,
bahkan sebagian besar mereka justru enggan dan kurang respek terhadap perempuan yang terlalu agresif.

Nah terus bagaimana caranya mengontrol gejolah hati yang demikian menyiksa tersebut. Ya sebenarnya cara
adik sudah mengarah ke positif misalnya dengan terus mendekatkan diri kepada Allah, kemudian saat ini coba
lebih mengfokuskan dirilah untuk mengejar prestasi di sekolah. Kalau kita pintar maka kita akan lebih mudah
mencapai kesuksesan kelak. Tapi kalau di masa remaja ini pikiran kita dominan terfokus ke lawan jenis melulu,
itu akan mengganggu konsentrasi belajar kita, dan kita akan ketinggalan kereta (maksudnya ketinggalan
jaman). Temen-temen kita udah pada ke mana, eh kita masih sibuk aja mikiran dan ngurusin pacar gak ada
abis-abisnya. Jarang loh ada remaja yang bisa konsentrasi ke dua hal tersebut sekaligus, biasanya yang getol
pacaran atau yang sibuk mikirin lawan jenis terus, prestasi belajarnya juga rada gak oke. Dan biasanya yang
berprestasi itu mampu mempergunakan waktu dan hari-harinya secara efektif. Dia mampu mengendalikan
emosinya dan tetap dapat mengarahkan pikirannya ke tujuan utamanya guna menggapai cita-cita.

Nah untuk bisa seperti itu ya kita harus punya cita-cita dan visi ke depan. Kita mau jadi apa, jadi remaja
nanggung yang nurutin nafsu dan ikut-ikutan gaya hidup bebas dan hedonis. Atau jadi remaja yang akan
memegang masa depannya dengan gemilang? Tinggal dipilih aja. Biasanya remaja tipe pertama ya gitu,
sekolah cuma untuk ajang pacaran dan gaul, cari sensasi, nurutin mode dan gaya hidup global yang permisif
dan bebas, dekat dengan stimulasi-stimulasi seksual (porno), pacaran sampai habis-habisan, udah gitu hamil,
aborsi, prestasi sekolah jadi gak karuan, belum lagi nanti ikut-ikutan pacar ke caf atau yang nge-drugs wah
serem deh. Senengnya pada awal-awal doang, tapi penyesalannya belakangan. Gak ada yang dia dapatkan
selain kecemasan dan ketidaktenangan yang terus terusan menghimpit.

Tipikal remaja yang memegang masa depannya yang gemilang biasanya ia dekat dengan nilai-nilai yang luhur
dan mulia (seperti nilai-nilai Islam), mengikuti kajian siraman rohani tiap pekannya, berusaha untuk berakhlak
mulia, tetap berteman dengan beraneka ragam orang baik dengan sejenis dan lawan jenis namun tetap
menjaga dan membatasi diri dari pergaulan yang serba bebas antar laki-laki dan perempuan, mereka bisa
fokus ke pelajaran. Tetap memiliki keterampilan bergaul, tetap terjaga akhlak dan kehormatannya, dan mampu
menggapai masa depan yang gemilang. Jadi ya tunggu apa lagi, segera saja gapai cita-citamu dan menata
hidup lebih produktif lagi. Jadikan masa remajamu masa pengukir prestasi. Masalah cinta, jangan takut!! Gak
bakalan ketinggalan. Bila kamu sudah dewasa kelak, tipikal anak gadis yang pintar, bersahaja, terkontrol,
berakhlak mulia dan pandai menjaga diriah yang akan banyak dicari. Jadi gak usah lagi kita cari-cari cowok.

Page | 50
Bahkan kelak cowok-cowok tersebut tidak lagi mengajak pacaran yang Cuma penjajagan doang, tapi akan
langsung berani untuk pasang komitment dan meminangmu. Karena sesungguhnya perhiasan yang terindah di
dunia adalah wanita yang shalehah. Cantik di hati cantik juga diperbuatannya.

Inna Muthmainnah


Sumber: http://www.ummigroup.co.id/annida/lengkap.php?id=220

Page | 51
Ketika Realitas Bertemu dengan Kejujuran

Assalamu'alaikum wr. wb.

Dalam sebuah perjalanan melewati perbatasan negara, ada sebuah kesan yang tertinggal. Bagi aku yang
terbiasa dengan petugas imigrasi dan tetek bengek birokrasinya, kelengkapan dan ketepatan administrasi
merupakan hal yang penting untuk dijaga, untuk seseorang bisa melewati check point di imigrasi dan
memasuki wilayah negara lain.

Kebetulan ada seorang wanita yang berada dititipkan kesejahteraannya kepadaku, untuk melewati check point
imigrasi. Dalam hati aku berdoa agar tidak terjadi masalah yang mungkin berakibat pada deportasi balik ke
Indonesia.

Hingga terjadilah yang memang saya khawatirkan. Pertanyaan dari pihak imigrasi tentang keabsahan
dokumen pasport yang dia pegang.

Saya tidak tahu apa yang menjadi permasalahan, ketika
petugas imigrasi menanyakan tentang usia wanita ini.
Dengan kepolosannya, Ibu tersebut mengatakan bahwa
usianya adalah 41 tahun. Demikianlah dia berkukuh ketika
petugas satu dan yang lainnya menanyakan dia berkukuh
bahwa usianya adalah 41 tahun.

Sementara petugas imigrasi tersebut dalam keheranannya melihat bahwa hitungan tanggal lahir di pasport
menunjukkan usianya adalah 37 tahun. Setelah melalui proses interogasi, Alhamdulillah kami diijinkan untuk
melewati perbatasan negara Singapore menuju ke Malaysia. Keterangan 'buta huruf' dalam pasport mungkin
menjadi salah satu pertimbangan petugas tersebut. Namun demikian, kuasa Allah semata yang menggerakkan
petugas tersebut untuk berlunak hati.

Kekhawatiran masih belum selesai, karena kami masih tetap harus melewati petugas imigrasi Malaysia.
Dalam kekhawatiran tersebut, saya tanyakan kepada ibu tersebut, 'kalau petugas menanyakan umur yang
sebenarnya, berapa dia akan menjawab?'

Saya tadinya berpikir bahwa dia akan memberikan jawaban 37 tahun sesuai keterangan pasport. Namun
dugaan saya salah. Dia berkata, 'saya akan jawab 41 tahun'.

Dan ketika saya tanyakan mengapa tidak dijawab 37 sesuai pasport? Dengan sederhana dia jawab, 'kalau
begitu saya telah berbohong.'

Page | 52

Ketika itulah sebuah kesan tertinggal di hati, untuk sebuah kejujuran yang menjadi barang mahal di tengah
kerumitan kita dalam menyikapi apapun yang sedang terjadi dalam kehidupan kita.

Betapa mudahnya kita untuk mengungkapkan kebohongan-kebohongan kecil yang kemudian menjadi sebuah
lingkaran setan dari kebohongan yang lebih besar..hanya untuk sekedar menyelematkan diri dari persaingan
duniawi.

Kesederhanaan Ibu tersebut, mengajarkan saya sesuatu. Bahwa seberat dan sesulit apapun realitas
kehidupan yang dihadapkan pada kita, kejujuranlah yang akan menjadi penyelamat. Kejujuran sejati. Kejujuran
akan yang sebenarnya bukan kepura-puraan.

Saya tidak tahu di luar sana, berapa banyak mark-up data yang telah dibuat untuk sekedar laporan ABS. Saya
tidak tahu di luar sana, berapa banyak ijazah palsu yang beredar untuk sekedar informasi ketenagakerjaan.

Meski demikian, kejujuranlah yang akan menjadikan seseorang permata. Bersama waktu kejujuran akan
membuktikan kesejatian diri seorang manusia.

Kejujuran yang menjadi awal dari seseorang dikategorikan Shiddiq, nyatanya belum menjadi pilihan cukup
banyak orang, termasuk mungkin saya juga. Sedang Allah mengingatkan dalam Al Qur'an (QS. 57: 19): "Dan
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu orang-orang Shiddiqien dan orang-orang
yang menjadi saksi di sisi Tuhan mereka. Bagi mereka pahala dan cahaya"

Terima kasih untuk Ibu telah menjadi media bagi Allah untuk menyampaikan pelajaran ini.

salam/... umul

Page | 53
Kisah Kepiting

Beberapa tahun yang lalu, kalau tidak salah tahun 2000, saya berkunjung ke kota Pontianak, teman saya di
sana mengajak saya memancing kepiting.

Bagaimana cara memancing kepiting?

Kami menggunakan sebatang bambu, mengikatkan tali ke batang bambu itu, diujung lain tali itu kami mengikat
sebuah batu kecil.

Lalu kami mengayun bambu agar batu di ujung tali terayun menuju kepiting yang kami incar, kami
mengganggu kepiting itu dengan batu, menyentak dan menyentak agar kepiting marah, dan kalau itu berhasil
maka kepiting itu akan 'menggigit' tali atau batu itu dengan geram, capitnya akan mencengkeram batu atau
tali dengan kuat sehingga kami leluasa mengangkat bambu dengan ujung tali berisi seekor kepiting gemuk
yang sedang marah. Kami tinggal mengayun perlahan bambu agar ujung talinya menuju sebuah wajan besar
yang sudah kami isi dengan air
mendidih karena di bawah
wajan itu ada sebuah kompor
dengan api yang sedang
menyala.

Kami celupkan kepiting yang
sedang murka itu ke dalam
wajan tersebut, seketika kepiting melepaskan gigitan dan tubuhnya menjadi merah, tak lama kemudian kami
bisa menikmati kepiting rebus yang sangat lezat.

Kepiting itu menjadi korban santapan kami karena kemarahannya, karena kegeramannya atas gangguan yang
kami lakukan melalui sebatang bambu, seutas tali dan sebuah batu kecil.

Kita sering sekali melihat banyak orang jatuh dalam kesulitan, menghadapi masalah, kehilangan peluang,
kehilangan jabatan, bahkan kehilangan segalanya karena: MARAH.

Jadi kalau anda menghadapi gangguan, baik itu batu kecil atau batu besar, hadapilah dengan bijak, redam
kemarahan sebisa mungkin, lakukan penundaan dua tiga detik dengan menarik napas panjang, kalau perlu
pergilah ke kamar kecil, cuci muka atau basuhlah tangan dengan air dingin, agar murka anda mereda dan
anda terlepas dari ancaman wajan panas yang bisa menghancurkan masa depan anda.

Page | 54
Kisah Sesendok Madu

Menurut cerita, pada suatu ketika seorang raja ingin menguji kesadaran warga kotanya. Raja memerintahkan
agar setiap orang, pada suatu malam yang telah ditetapkan membawa sesendok madu untuk dituangkan
dalam sebuah bejana yang telah disediakan di puncak bukit di tengah kota. Seluruh warga kota memahami
benar perintah tersebut dan menyatakan kesediaan mereka untuk melaksanakannya. Tetapi, dalam pikiran
seorang warga kota (katakanlah namanya Fulan); terlintas cara untuk mengelak perintah tersebut. "Aku akan
membawa sesendok penuh, tapi bukan madu. Aku akan membawa air. Kegelapan malam akan melindungiku
dari pandangan mata orang lain. Sesendok air tidak akan mempengaruhi isi bejana yang kelak akan diisi madu
oleh seluruh warga kota."

Tibalah waktu yang ditetapkan. Apa kemudian yang terjadi? Bejana itu ternyata seluruhnya berisi penuh
dengan air! Rupanya seluruh warga kota berpikiran sama dengan si Fulan. Mereka mengharapkan warga kota
yang lain membawa madu sambil membebaskan diri dari tanggung jawab.

Kisah simbolik ini sering terjadi dalam berbagai
kehidupan masyarakat. Idealnya memang bahwa
seseorang harus memulai dari dirinya sendiri
disertai dengan pembuktian yang nyata, baru
kemudian melibatkan pengikut-pengikutnya.

"Katakanlah (hai Muhammad), inilah jalanku. Aku
mengajak ke jalan Allah disertai dengan
pembuktian yang nyata. Aku bersama orang-orang yang mengikutiku" (QS. 12:108).

"Berperang atau berjuang di jalan Allah tidaklah dibebankan kecuali pada dirimu sendiri, dan bangkitkanlah
semangat orang-orang mukmin (pengikut-pengikutmu)" (QS. 4:84).

Perhatikanlah kata-kata: "tidaklah dibebankan kecuali pada dirimu sendiri". Nabi Muhammad SAW pernah
bersabda: "Mulailah dari dirimu sendiri, kemudian susulkanlah keluargamu." Setiap orang menurut beliau
adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Berarti setiap orang harus harus tampil
terlebih dulu. Sikap mental yang seperti ini akan menyebabkan bejana sang raja akan penuh dengan madu,
bukan air, apalagi racun.


Sumber: Lentera Hati, M. Quraish Shihab

Page | 55
Maafkan Aku, Ayah

Oleh:
Bayu Gautama


eramuslim - Sewaktu usiaku belum lima tahun, aku hampir tak pernah mengenalnya. Bukan karena usiaku
yang belum bisa mengenal secara detail siapapun, tapi lebih karena pria ini hampir tidak pernah kujumpai.
Kecuali sesekali di hari minggu, ia seharian penuh berada di rumah dan mengajakku bermain. Namun meski
sekali, aku merasa sangat senang dengan keberadaanya.

Sejak aku mulai sekolah hingga masa remaja, aku menganggap pria ini tidak lebih dari sekedar pria tempat
ibu meminta uang bulanan, juga untuk keperluan sekolahku dan adik-adikku. Tidak seperti anak-anak lainnya
yang mempunyai seorang pria dewasa yang membela mereka saat berseteru dengan teman mainnya, atau
setidaknya merangkul menenangkan ketika kalah berkelahi, aku tidak. Pria dewasa yang sering kujumpai di
rumah itu sibuk dengan semua pekerjaannya.

Hingga aku dewasa, pria ini masih kuanggap
orang asing meski sesekali ia mengajariku
berbagai hal dan memberi nasihat. Sampai
akhirnya, kutemukan pria ini lagi sehari, dua
hari, seminggu, sebulan dan bahkan seterusnya
berada di rumahku. Rambutnya sudah memutih,
berdirinya tak lagi tegak, ia tak segagah dulu saat aku pertama mengenalnya, langkahnya pun mulai goyah dan
lambat. Kerut-kerut di wajahnya menggambarkan kerasnya perjuangan hidup yang telah dilaluinya. Bahkan
suaranya pun terdengar parau menyelingi sakit yang sering dideritanya.

Kini pikiranku jauh melayang pada sayup-sayup suara ibu, sambil menyusuiku ia memperkenalkan pria ini
setiap hari, nak, ini ayah meski aku pun belum begitu mengerti saat itu. Bahkan menurut ibu, pria ini justru
yang pertama kali menyambutku ketika pertama kalinya aku melihat dunia.

Cerita ibu, karena pria ini yang mengantar, menemani ibu hingga saat persalinan. Bahkan suaranyalah yang
pertama kudengar dengan lembut menerobos kedua telingaku dengan lantunan adzan dan iqomat hingga aku
tetap mengenali suara panggilan Allah itu hingga kini.

Dari ibu juga aku mengetahui, bahwa ia rela kehilangan kesempatan untuk mencurahkan kasih sayang dan
cintanya kepadaku demi bekerja seharian penuh sejak dinginnya Shubuh masih menusuk kesunyian hari saat
aku masih tertidur hingga malam yang larut ketika akupun sudah terlelap. Ia tahu resiko yang harus

Page | 56
diterimanya kelak, bahwa anak-anaknya tak akan mengenalnya, tak akan lebih mencintainya seperti mereka
mencintai ibu mereka, tak akan menghormatinya karena merasa asing dan tidak akan memprioritaskan
perintahnya karena hampir tak pernah dekat. Tapi kini kutahu, ia lakukan semua demi aku, anaknya.

Ibu juga pernah bercerita, pria ini selelah apapun ia tetap tersenyum dan tak pernah menolak saat aku
mengajaknya bermain dan terus bermain. Ia tak pernah menghiraukan penat, peluh dan lelahnya sepulang
kerja demi membuat aku tetap senang. Ia tak mengeluh harus bangun berkali-kali di malam hari bergantian
dengan ibu untuk sekedar menggantikan popok pipisku atau membuatkanku sebotol susu. Dan itu berlangsung
terus selama beberapa tahun, yang untuk semua itu ia ikhlas menggadaikan rasa kantuknya. Kusadari kini,
semua dilakukannya untukku. Untuk sebuah cinta yang tak pernah ia harapkan balasannya.

Seperti halnya ibu, ia juga rela ketika harus terus menggunakan kemeja usangnya untuk bekerja, atau
celananya yang beberapa kali ditambal. Kata ayah seperti diceritakan ibu, uangnya lebih baik untuk
membelikan aku pakaian, susu dan makanan terbaik agar aku tumbuh menjadi anak yang sehat dan cerdas.

Terima kasih Ayah, kutahu engkau juga tak kalah cintanya kepadaku dengan kecupan hangatmu saat hendak
berangkat kerja dan juga sepulangnya ketika aku terlelap. Meski tak banyak waktu yang kau berikan untuk kita
bersama, namun sedetik keberadaanmu telah mengajarkan aku bagaimana menjadi anak yang tegar, tidak
cengeng dan mandiri. Kerut di wajahmu, memberi aku contoh bagaimana menghadapi kenyataan hidup yang
penuh tantangan.

Maafkan aku Ayah, aku tak pernah membayangkan sedemikian besar cinta dan pengorbananmu kepadaku.
Ayah tak pernah mengeluh meski cinta dan pengorbanan itu sering terbalaskan dengan bantahan dan sikap
kurang hormatku. Meski kasih sayang yang kau berikan hanya berbuah penilaian salahku tentangmu.

Jangan menangis Ayah, meski kini kau nampak tua dan lelah, bahu dan punggungmu yang tak sekekar dulu
lagi, bahkan nafasmu yang mulai tersengal. Ingin aku bisikkan kepadamu, Aku mencintaimu

Wallahu alam bishshowaab

Page | 57
Mandikan Aku, Bunda......

Semasa kuliah ia tergolong berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak awal, sikap dan
konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik, baik itu dalam bidang akademis maupun bidang profesi yang
akan digelutinya. Ketika Universitas mengirim kami untuk mempelajari Hukum Internasional di University
Utrecht, di negerinya bunga tulip, beruntung Rani terus melangkah. Sementara saya, lebih memilih
menuntaskan pendidikan kedokteran dan berpisah dengan seluk beluk hukum dan perundangan. Beruntung
pula, Rani mendapat pendamping yang "setara" dengan dirinya, sama-sama berprestasi, meski berbeda
profesi.

Alifya, buah cinta mereka lahir ketika Rani baru saja diangkat sebagai Staf Diplomat bertepatan dengan
tuntasnya suami Rani meraih PhD. Konon nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah "alif"
dan huruf terakhir "ya", jadilah nama yang enak didengar: Alifya. Tentunya filosofi yang mendasari pemilihan
nama ini seindah namanya pula. Ketika Alif, panggilan untuk puteranya itu berusia 6 bulan, kesibukan Rani
semakin menggila saja. Frekuensi terbang dari satu kota ke kota lain dan dari satu negara ke negara lain
makin meninggi.

Saya pernah bertanya, "Tidakkah si Alif terlalu
kecil untuk ditinggal?" Dengan sigap Rani
menjawab: "Saya sudah mempersiapkan segala
sesuatunya. Everything is ok." Dan itu betul-betul
ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya
walaupun lebih banyak dilimpahkan ke baby sitter
betul-betul mengagumkan. Alif tumbuh menjadi anak yang lincah, cerdas dan pengertian. Kakek neneknya
selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu tentang ibu-bapaknya.

"Contohlah ayah-bunda Alif kalau Alif besar nanti." Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani bertutur di sela-sela
dongeng menjelang tidurnya. Tidak salah memang. Siapa yang tidak ingin memiliki anak atau cucu yang
berhasil dalam bidang akademis dan pekerjaannya. Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau Alif minta
adik. Waktu itu ia dan suaminya menjelaskan dengan penuh kasih-sayang bahwa kesibukan mereka belum
memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini dapat memahami orang
tuanya.

Mengagumkan memang. Alif bukan tipe anak yang suka merengek. Kalau kedua orang tuanya pulang larut, ia
jarang sekali ngambek. Kisah Rani, Alif selalu menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Rani bahkan
menyebutnya malaikat kecil. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orang tua sibuk, Alif
tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam hati kecil saya menginginkan anak seperti Alif.


Page | 58
Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby-sitternya. "Alif
ingin bunda mandikan" ujarnya. Karuan saja Rani yang dari detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan,
menjadi gusar. Tak urung suaminya turut membujuk agar Alif mau mandi dengan tante Mien, baby-sitternya.
Persitiwa ini berulang sampai hampir sepekan,"Bunda, mandikan Alif" begitu setiap pagi. Rani dan suaminya
berpikir, mungkin karena Alif sedang dalam masa peralihan ke masa sekolah jadinya agak minta perhatian.
Suatu sore, saya dikejutkan teleponnya Mien, sang baby sitter. "Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang.
Sekarang di Emergency". Setengah terbang, saya pun ngebut ke UGD. But it was too late. Allah SWT sudah
punya rencana lain. Alif, si Malaikat kecil keburu dipanggil pemiliknya. Rani, bundanya tercinta, yang ketika
diberi tahu sedang meresmikan kantor barunya, shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia
adalah memandikan anaknya. Dan itu memang ia lakukan, meski setelah tubuh sikecil terbaring kaku. "Ini
bunda, Lif. Bunda mandikan Alif" ucapnya lirih, namun teramat pedih.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung. Berkali-kali Rani, sahabatku
yang tegar itu berkata, "Ini sudah takdir, iya kan? Aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah
saatnya, dia pergi juga kan?" Saya diam saja mendengarkan. "Ini konsekuensi dari sebuah pilihan" lanjutnya
lagi, tetap tegar dan kuat. Hening sejenak. Angin senja berbaur aroma kamboja. Tiba-tiba Rani tertunduk. "Aku
ibunya!" serunya kemudian, "Bangunlah Lif. Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan bunda sekali lagi saja,
Lif". Rintihan itu begitu menyayat. Detik berikutnya ia bersimpuh sambil mengais-kais tanah merah.

Page | 59
Membeli Cinta

Di sebuah daerah tinggal seorang saudagar kaya raya. Dia mempunyai seorang hamba yang sangat lugu -
begitu lugu, hingga orang-orang menyebutnya si bodoh.

Suatu kali sang tuan menyuruh si bodoh pergi ke sebuah perkampungan miskin untuk menagih hutang para
penduduk di sana.

"Hutang mereka sudah jatuh tempo," kata sang tuan.

"Baik, Tuan," sahut si bodoh.

"Tetapi nanti uangnya mau diapakan?"

"Belikan sesuatu yang aku belum punyai," jawab sang tuan.

Maka pergilah si bodoh ke perkampungan yang
dimaksud. Cukup kerepotan juga si bodoh
menjalankan tugasnya; mengumpulkan receh demi
receh uang hutang dari para penduduk kampung.
Para penduduk itu memang sangat miskin, dan
pula ketika itu tengah terjadi kemarau panjang.

Akhirnya si bodoh berhasil jua menyelesaikan tugasnya. Dalam perjalanan pulang ia teringat pesan tuannya,
"Belikan sesuatu yang belum aku miliki."

"Apa, ya?" tanya si bodoh dalam hati. "Tuanku sangat kaya, apa lagi yang belum dia punyai?" Setelah berpikir
agak lama, si bodoh pun menemukan jawabannya. Dia kembali ke perkampungan miskin tadi. Lalu dia bagikan
lagi uang yang sudah dikumpulkannya tadi kepada para penduduk. "Tuanku, memberikan uang ini kepada
kalian," katanya.

Para penduduk sangat gembira. Mereka memuji kemurahan hati sang tuan.

Ketika si bodoh pulang dan melaporkan apa yang telah dilakukannya, sang tuan geleng-geleng kepala. "Benar-
benar bodoh," omelnya.

Waktu berlalu. Terjadilah hal yang tidak disangka-sangka; pergantian pemimpin karena pemberontakan
membuat usaha sang tuan tidak semulus dulu.

Page | 60

Belum lagi bencana banjir yang menghabiskan semua harta bendanya. Pendek kata sang tuan jatuh bangkrut
dan melarat. Dia terlunta meninggalkan rumahnya. Hanya si bodoh yang ikut serta. Ketika tiba di sebuah
kampung, entah mengapa para penduduknya menyambut mereka dengan riang dan hangat; mereka
menyediakan tumpangan dan makanan buat sang tuan.

"Siapakah para penduduk kampung itu, dan mengapa mereka sampai mau berbaik hati menolongku?" tanya
sang tuan.

"Dulu tuan pernah menyuruh saya menagih hutang kepada para penduduk miskin kampung ini," jawab si
bodoh. "Tuan berpesan agar uang yang terkumpul saya belikan sesuatu yang belum tuan punyai. Ketika itu
saya berpikir, tuan sudah memiliki segala sesuatu. Satu-satunya hal yang belum tuanku punyai adalah cinta di
hati mereka. Maka saya membagikan uang itu kepada mereka atas nama tuan. Sekarang tuan menuai cinta
mereka."

Page | 61
Mutiara Hikmah di Balik Tabir Kehidupan

Seorang gadis bernama Li Li menikah dan tinggal bersama suami dan ibu mertua. Dalam waktu singkat, Li Li
menyadari bahwa ia tidak dapat cocok dengan ibu mertuanya dalam segala hal. Kepribadian mereka berbeda,
dan Li Li sangat marah dengan banyak kebiasaan ibu mertua. Li Li juga dikritik terus-menerus. Hari demi hari,
minggu demi minggu, Li Li dan ibu mertua tidak pernah berhenti konflik dan bertengkar. Keadaan jadi tambah
buruk, karena berdasarkan tradisi Cina, Li Li harus taat kepada setiap permintaan sang mertua. Semua
keributan dan pertengkaran di rumah itu mengakibatkan suami Li Li yang miskin itu ada dalam stress yang
besar.

Akhirnya, Li Li tidak tahan lagi dengan temperamen buruk dan dominasi ibu mertuanya, dan dia memutuskan
untuk melakukan sesuatu. Li Li pergi menemui teman baik ayahnya, Mr. Huang, yang menjual jamu. Li Li
menceritakan apa yang dialaminya dan meminta kalau-kalau Mr. Huang dapat memberinya sejumlah racun
supaya semua kesulitannya selesai. Mr. Huang berpikir sejenak dan tersenyum dan akhirnya berkata, Li Li,
saya akan menolong, tapi kamu harus mendengarkan dan melakukan semua yang saya minta. Li Li menjawab,
"Baik, saya akan melakukan apa saja yang anda
minta."

Mr. Huang masuk ke dalam ruangan dan kembali
beberapa menit kemudian dengan sekantong jamu.
Dia memberitahu Li Li, "Kamu tidak boleh
menggunakan racun yang bereaksi cepat untuk
menyingkirkan ibu mertuamu, karena nanti orang-
orang akan curiga. Karena itu saya memberimu sejumlah jamu yang secara perlahan akan meracuni tubuh ibu
mertuamu. Setiap hari masakkan daging atau ayam dan kemudian campurkan sedikit jamu ini. Nah, untuk
memastikan bahwa tidak ada orang yang mencurigaimu pada waktu ia meninggal, kamu harus berhati-hati
dan bertindak dengan sangat baik dan bersahabat. Jangan berdebat dengannya, taati dia, dan perlakukan dia
seperti seorang ratu."

Li Li sangat senang. Dia kembali ke rumah dan memulai rencana pembunuhan terhadap ibu mertua. Minggu
demi minggu berlalu, dan berbulan-bulan berlalu, dan setiap hari, Lili melayani ibu mertua dengan masakan
yang dibuat secara khusus. Li Li ingat apa yang dikatakan Mr. Huang tentang menghindari kecurigaan, jadi Li Li
mengendalikan emosinya, mentaati ibu mertua, memperlakukan ibu mertuanya seperti ibunya sendiri dengan
sangat baik dan bersahabat.

Setelah enam bulan, seluruh rumah berubah. Li Li telah belajar mengendalikan emosinya begitu rupa sehingga
hampir-hampir ia tidak pernah meledak dalam amarah atau kekecewaan. Dia tidak berdebat sekalipun dengan
ibu mertuanya, yang sekarang kelihatan jauh lebih baik dan mudah ditemani. Sikap ibu mertua terhadap Li Li

Page | 62
berubah, dan dia mulai menyayangi Li Li seperti anaknya sendiri. Dia terus memberitahu teman-teman dan
kenalannya bahwa Li Li adalah menantu terbaik yang pernah ditemuinya. Li Li dan ibu mertuanya sekarang
berlaku sepertu ibu dan anak sungguhan. Suami Li Li sangat senang melihat apa yang telah terjadi.

Satu hari, Li Li datang menemui Mr. Huang dan minta pertolongan lagi. Dia berkata, "Mr. Huang, tolonglah saya
untuk mencegah racun itu membunuh ibu mertua saya. Dia telah berubah menjadi wanita yang sangat baik
dan saya mengasihinya seperti ibu saya sendiri. Saya tidak ingin dia mati karena racun yang saya berikan."

Mr. Huang tersenyum dan mengangkat kepalanya. "Li Li, tidak usah khawatir. Saya tidak pernah memberimu
racun. Jamu yang saya berikan dulu adalah vitamin untuk meningkatkan kesehatannya. Satu-satunya racun
yang pernah ada ialah di dalam pikiran dan sikapmu terhadapnya, tapi semuanya sudah lenyap oleh kasih yang
engkau berikan padanya."

Pernahkah kita menyadari bahwa seperti apa perlakuan kita terhadap orang lain akan sama dengan apa yang
akan mereka lakukan terhadap kita?

Pepatah Cina berkata: Orang yang mengasihi orang lain akan dikasihi.

Page | 63
Nelayan Jepang

Orang Jepang sejak lama menyukai ikan segar. Tetapi tidak banyak ikan yang tersedia di perairan yang dekat
dengan Jepang dalam beberapa dekade ini. Jadi untuk memberi makan populasi Jepang, kapal-kapal
penangkap ikan bertambah lebih besar dari sebelumnya. Semakin jauh para nelayan pergi, semakin lama
waktu yang dibutuhkan untuk membawa hasil tangkapan itu ke daratan. Jika perjalanan pulang mencapai
beberapa hari, ikan tersebut tidak segar lagi. Orang Jepang tidak menyukai rasanya. Untuk mengatasi
masalah ini, perusahaan perikanan memasang freezer di kapal mereka. Mereka akan menangkap ikan dan
langsung membekukannya di laut.

Freezer memungkinkan kapal-kapal nelayan untuk pergi semakin jauh dan lama. Namun, orang Jepang dapat
merasakan perbedaan rasa antara ikan segar dan beku, dan mereka tidak menyukai ikan beku. Ikan beku
harganya menjadi lebih murah. Sehingga perusahaan perikanan memasang tangki-tangki penyimpan ikan di
kapal mereka. Para nelayan akan menangkap ikan dan langsung menjejalkannya ke dalam tangki hingga
berdempet-dempetan. Setelah selama beberapa saat saling bertabrakan, ikan-ikan tersebut berhenti
bergerak. Mereka kelelahan dan lemas, tetapi
tetap hidup. Namun, orang Jepang masih tetap
dapat merasakan perbedaannya. Karena ikan tadi
tidak bergerak selama berhari-hari, mereka
kehilangan rasa ikan segarnya. Orang Jepang
menghendaki rasa ikan segar yang lincah, bukan
ikan yang lemas.

Bagaimanakah perusahaan perikanan Jepang mengatasi masalah ini?

Bagaimana mereka membawa ikan dengan rasa segar ke Jepang?

Jika anda menjadi konsultan bagi industri perikanan, apakah yang anda rekomendasikan?

Begitu anda mencapai tujuan-tujuan anda, seperti mendapatkan jodoh memulai perusahaan yang sukses -
membayar hutang-hutang anda - atau apapun, anda dapat kehilangan gairah anda. Anda tidak perlu bekerja
demikian keras sehingga anda bersantai. Anda mengalami masalah yang sama dengan para pemenang lotere
yang menghabiskan uang mereka, pewaris kekayaan yang tidak pernah tumbuh dewasa, dan para ibu rumah
tangga jemu yang kecanduan obat-obatan resep.

Seperti masalah ikan di Jepang tadi, solusi terbaiknya sederhana. Hal ini diamati oleh L. Ron Hubbard di awal
1950-an. "Orang berkembang, anehnya, hanya dalam kondisi lingkungan yang menantang.


Page | 64

Keuntungan dari Sebuah Tantangan

Semakin cerdas, tabah dan kompeten diri anda, semakin anda menikmati masalah yang rumit. Jika takarannya
pas, dan anda terus menaklukan tantangan tersebut, anda akan bahagia. Anda akan memikirkan tantangan-
tantangan tersebut dan merasa bersemangat. Anda tertarik untuk mencoba solusi-solusi baru. Anda senang.
Anda hidup!

Bagaimana ikan jepang tetap segar?

Untuk menjaga agar rasa ikan tersebut tetap segar, perusahaan perikanan Jepang tetap menyimpan ikan di
dalam tangki. Tetapi kini mereka memasukkan seekor ikan hiu kecil ke dalam masing-masing tangki. Memang
ikan hiu memakan sedikit ikan, tetapi kebanyakan ikan sampai dalam kondisi yang sangat hidup. Ikan-ikan
tersebut tertantang.

Jangan menghindari tantangan, melompatlah ke dalamnya dan taklukanlah. Nikmatilah permainannya. Jika
tantangan anda terlalu besar atau terlalu banyak, jangan menyerah. Kegagalan jangan membuat anda lelah,
sebaliknya, atur kembali strategi. Temukanlah lebih banyak keteguhan, pengetahuan, dan bantuan. Jika anda
telah mencapai tujuan anda, rencanakanlah tujuan yang lebih besar lagi.

Begitu kebutuhan pribadi atau keluarga anda terpenuhi, berpindahlah ke tujuan untuk kelompok anda,
masyarakat, bahkan umat manusia. Jangan ciptakan kesuksesan dan tidur di dalamnya. Anda memiliki sumber
daya, keahlian, dan kemampuan untuk membuat perubahan.

Jadi, masukkanlah seekor ikan hiu di tangki anda dan lihat berapa jauh yang dapat anda lakukan dan capai!

Page | 65
Bukan Nasehat, Tapi Genggaman Erat

Adakalanya kita khilaf, alpa, dan lalai. Di saat itu biasanya kita akan mencari-cari berjuta alasan untuk
membenarkan tindakan kita. Bila toh sepatah dua patah nasehat dilontarkan orang lain untuk menyadarkan
kita, kita malah terdorong untuk bertahan. Meski kita tak menolak peringatan itu, namun tak jarang kita
anggap orang lain tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

Memang jauh lebih mudah bagi mereka yang tak terjerat persoalan untuk memberikan nasehat, peringatan,
bahkan ancaman. Maka, seringkali yang dibutuhkan bukanlah kata-kata manis mengenai indahnya kebenaran.
Kita yang khilaf lebih membutuhkan genggaman erat dari seorang rekan yang memompakan keberanian untuk
mengatasi masalah. Bukan kalimat-kalimat, seperti, "kau harus begini, kau jangan begitu", melainkan "mari
kita selesaikan bersama-sama".

Kita butuh seseorang yang mampu menunjukkan bahwa rasa takut itu bisa ditaklukkan; bahwa rasa sakit itu
bisa diredakan; bahwa keberanian itu tak harus mengorbankan banyak hal. Kita tak membutuhkan seseorang
yang memojokkan kita di kursi pesakitan. Karena setiap orang bisa salah.

Page | 66
Busanailah Ucapan Anda dengan Senyum Jangan Hanya Dikulum(?)

Tersenyumlah. Karena senyuman akan meluluhkan banyak hal. Ia menghangatkan kepalan tangan yang
menggigil. Ia menyejukkan dada yang membara. Tak cukup anda hanya berkata-kata, lebih baik anda
meriasnya dengan busana terindah; yaitu senyuman.

Tersenyumlah saat bertatap muka, berbicara ditelepon, atau menulis surat. Anda akan dikejutkan betapa
hebatnya secarik senyuman mengubah diri anda dan orang lain. Senyuman adalah bahasa bibir yang langsung
mengetuk hati.

Karena tersenyum adalah sedekah termudah, termurah dan terindah yang bisa anda berikan, jangan
sembunyikan itu di balik kebekuan hati anda.

Entah darimana anak-anak belajar melukis wajah matahari pagi dengan selengkung senyum. Mungkin mereka
tahu, segarnya senyuman tak kalah dari segarnya matahari pagi. Mungkin pula mereka teringat, semasa bayi
dahulu, para orangtua rela berjungkir balik atau menampakkan mimik lucu mereka, demi sebuah senyuman
tulus seorang bayi. Atau, mungkin anak-anak itu
mengajari anda bahwa memulai hari dengan
senyuman jauh lebih berharga daripada
memikirkan rencana-rencana lain.

Cobalah.................

Tapi ingat jangan terlalu banyak senyum di depan monitor, bisa di kira GILA, atau SINTING

Page | 67
Cara Menghadapi Khanzab, Setan Spesialis Shalat

Shalat adalah ibadah paling menentukan posisi seorang hamba di akhirat kelak. Jika shalatnya baik, maka
baiklah nilai amal yang lain, begitu pula sebaliknya. Wajar jika iblis menugaskan tentara khususnya untuk
menggarap proyek ini. Ada setan spesialis yang mengganggu orang shalat, menempuh segala cara agar
shalat seorang hamba kosong dari nilai atau minimal rendah kualitasnya. Setan itu bernama 'Khanzab'.

Utsman pernah bertanya kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, setan telah mengganggu shalat dan
bacaanku." Beliau bersabda: "Itulah setan yang disebut dengan 'Khanzab', jika engkau merasakan
kehadirannya maka bacalah ta'awudz kepada Allah dan meludah kecillah ke arah kiri tiga kali." (HR. Ahmad)

Utsman melanjutkan: "Akupun melaksanakan wejangan Nabi tersebut dan Allah mengusir gangguan tersebut
dariku."


Melafazhkan Niat

Sebagaimana halnya
dengan wudhu, serangan
pertama yang dilakukan
setan kepada orang yang
shalat adalah menyibukkan
ia untuk melafazhkan
niat.Terkadang diiringi
dengan gerakan aneh, dia membaca niat lalu mengangkat tangannya, lalu gagal dan diturunkan kembali
tangannya. Dia ulangi lagi seperti itu berkali-kali hingga terkadang imam sudah rukuk atau sujud, sementara
ia masih dipermainkan setan dalam niat dan takbirnya.

Niat dan usaha menghadirkan hati memang dituntut ketika hendak shalat, namun tak ada tuntunan sedikitpun
bagi orang yang hendak shalat untuk melafazhkan niatnya.

Ibnul Qayyim al-Jauziyah di dalam Zaadul Ma'ad berkata:

Nabi memulai shalatnya dengan bacaan 'Allahu Akbar', dan Nabi beliau tidak membaca apapun sebelumnya
dan tidak melafazhkan niatnya sama sekali. Beliau tidak mengatakan: ushalli.., 'aku niat shalat anu karena Allah
menghadap kiblat empat rakaat sebagai imam (sebagai makmum).." Tidak pula beliau mengatakan 'ada'an'
atau 'qadha'an', atau 'fardhan' dan sebagainya. Semua itu adalah bid'ah yang tidak disebutkan sedikitpun
dalam hadits yang shahih, atau dha'if, tidak pula terdapat dalam musnad atau mursal, walau hanya satu

Page | 68
kalimat saja. Bahkan tak satupun sahabat mengerjakannya, tidak ada tabi'in yang menganggapnya baik,
begitupun dengan empat imam madzhab. Orang-orang belakangan yang membacanya keliru memahami
perkataan Imam Syafi'i yang berbunyi 'shalat itu tidak sebagaimana shaum, tidak ada orang yang memulai
shalat kecuali dengan dzikir'. Mereka menyangka bahwa maksud beliau adalah melafazhkan niat, padahal yang
dimaksud tidak lain hanyalah takbiratul ihram."


Ingat Ini... Ingat Itu !

Serangan kedua, setan akan mendatangi orang yang tengah mengerjakan shalat untuk mengingatkan urusan
di luar shalat. Maka berapa banyak orang yang jasadnya mengerjakan shalat namun hatinya sibuk menghitung
laba rugi perniagaan, mengingat barang yang telah hilang, atau bahkan urusan 'kebaikan' yang tidak ada
hubungannya dengan shalat. Tidak heran jika usai shalat seseorang menjadi ingat letak barang yang mana ia
telah lupa sebelumnya. Setan rela 'membantu' orang itu untuk mengingatkan dan menemukan barangnya
kembali, asalkan shalat yang dikerjakan menjadi rusak dan tidak bermutu. Pernah di zaman salaf seseorang
kehilangan barang, seseorang menyarankan agar ia mengerjakan shalat dan diapun segera melaksanakan
shalat. Ajaib, usai shalat tiba-tiba dia beranjak dari tempatnya dan mengambil barang yang telah dia ingat
letaknya ketika shalat.

Diapun ditanya: "Apa yang Anda dapatkan ketika shalat?" Dia menjawab: "Aku mendapatkan bahwa setan
mencuri perhatian saya dari shalat."

Ada yang terlalu asyik dengan khayalan dan pikirannya tentang urusan di luar shalat, hingga dia lupa sudah
berapa rakaat yang telah dia kerjakan. Tentang godaan setan ini, Nabi SAW. bersabda: "Jika adzan untuk
shalat dikumandangkan, setan akan lari terbirit-birit sambil mengeluarkan bunyi kentutnya sehingga tidak
mendengar adzan. Jika adzan telah usai diapun akan kembali menggoda. Ketika iqamah dikumandangkan
setanpun akan lari hingga usai iqamah setan akan mendatangi orang yang shalat lalu membisikkan ke hati
seseorang sembari berkata: 'Ingat ini..ingat itu..' setan mengingatkan apa-apa yang telah dia lupakan hingga
seseorang tidak mengetahui berapa rekaat yang telah ia kerjakan." (HR. al-Bukhari)


Ragu Antara Kentut dan Tidak

Ada kalanya muncul dalam benak seseorang keraguan, apakah dia kentut ataukah tidak. Ini adalah keraguan
yang dihembuskan oleh setan untuk mengacaukan shalat seseorang. Dia tidak lagi konsentrasi dengan
shalatnya karena ragu, atau dia akan membatalkan shalatnya, lalu dia berwudhu dan memulai shalatnya lagi,
lalu akan digoda lagi dengan cara yang sama.


Page | 69
Sehingga untuk satu shalat dia bisa mengulangi tiga sampai empat kali berwudhu. Bisa bayangkan, seandainya
ada lima orang saja dalam satu masjid yang terkena godaan ini, niscaya cukup membuat kacau jama'ah yang
lain.

Untuk menangkal godaan tersebut Nabi memberikan solusi dan informasi: "Jika salah seorang di antara kalian
mendapatkan yang demikian itu maka janganlah membatalkan shalatnya hingga dia mendengar suaranya dan
mencium baunya tanpa ragu." (HR. Ahmad)

Di antara ulama ada yang menyebutkan bahwa hadits ini merupakan salah satu pengecualian dari hadits da'
ma yariibuka ilaa ma laa yariibuka, tinggalkan apa yang meragukan dan ambil sesuatu yang tidak meragukan.
Dalam kasus ini kita dilarang membatalkan shalat kendati berada dalam keraguan antara kentut dan tidak,
kecuali jika mencium bau kentut atau mendengar suaranya.


Mencuri Perhatian

Kita juga sering melihat atau bahkan mengalami sendiri menengok ketika shalat terkadang tanpa terasa
karena terbiasa. Ini juga tak lepas dari serangan setan yang ingin merusak shalat kita. Nabi ditanya tentang
orang yang menoleh ke kanan dan ke kiri, beliau menjawab: "Itu adalah setan yang mencuri perhatian seorang
hamba dari shalatnya." (HR. al-Bukhari dan Abu Dawud)

Untuk menangkal serangan ini, hendaknya orang yang shalat berusaha menghadirkan hatinya, bahwa dia
tengah berhadapan dengan Allah Yang Maha Berkuasa atas segalanya. Jika anda malu atau takut menoleh ke
kanan dan ke kiri ketika berbicara kepada pejabat, lantas bagaimana halnya jika anda sedang berkomunikasi
dengan Sang Pencipta dan Penguasa para pejabat itu?


Sumber: Redaksi Ar risalah, 19 Agustus 2004 - 2:50 pm

Page | 70
Cinta Tak Terbatas

Oleh:
Nur Mahmudah Putri


Kadang saya iri melihat orang-orang disekeliling saya, disayangi oleh seseorang? Apalagi di bulan Februari. Di
mana-mana nuansa Valentine. Saya memang penganut tiada pacaran sebelum akad, tapi sebagai manusia
kadang timbul juga perasaan ingin diperhatikan secara istimewa.

Saya tidak pernah tahu rasanya candle light dinner. Pun tidak pernah menerima bunga wawar merah. Tidak
ada yang menawarkan jaketnya saat saya menggigil kedinginan atau berpegangan tangan sambil melihat
hujan meteor. (Deuh, Meteor Garden banget! He.....he).

Yah ,mungkin saya bisa merasakan sekilas hal-hal itu kalau saya sudah menikah. Mungkin mudah-mudahan.
Tapi sampai saatnya tiba, bagaimana caranya
supaya tidak kotor hati?

Lalu saya pun tersadar tiga kata cinta yang saya
rindukan itu sudah sering saya dengar. Orang tua
saya selalu mengucapkannya. Memanggil saya
dengan sayang, betapapun saya telah
menyusahkan dan sering menyakiti mereka.
Mungkin mereka bahkan memanggil saya seperti itu sejak saya sebelum dilahirkan. Padahal belum tentu saya
jadi anak yang bisa melapangkan mereka ke surga.... Belum tentu bisa jadi kebanggaan.... Jangan-jangan
hanya jadi beban....

Tatapan cinta itu juga sering saya terima. Dari ibu yang bergadang menjaga saya yang tengah demam.... Dari
ayah yang dulu berhenti merokok agar bisa membeli makanan untuk saya.... Dari teman yang beriring-iring
menjenguk saya ketika dirawat di rumah sakit.... Dari adik yang memeluk saya ketika bersedih. Dari sepupu
yang berbagi makanan padahal ia juga lapar.... Dari Orang tua teman yang bersedia mengantar saya pulang
larut malam. Betapa seringnya kita tidak menyadari....

Tidak hanya dari mahluk hidup. Kasih dari ciptaan Allah lainnya juga melimpah. Matahari yang menyinari
dengan hangat. Udara dengan tekanan yang pas. Sampai dari hal yang mungkin selama ini tidak terpikirkan...
Saya pernah membaca tentang planet Jupiter. Sebagai planet terbesar di tata surya kita, Jupiter yang
gravitasinya amat tinggi, seakan menarik Bumi agar tidak tersedot ke arah matahari. Benda-benda langit
yang akan menghantam Bumi juga ditarik oleh Jupiter. Kita dijaga! (Maaf buat anak astronomi kalau salah, tapi

Page | 71
setahu saya sich kira-kira begitulah)

Di atas segalanya, tentu saja ada cinta Allah yang amat melimpah. Duh.... Begitu banyaknya berbuat Dosa,
Allah masih berbaik hati membiarkan saya hidup.... Masih membiarkan saya bersujud walau banyak tiada
khusyunya. Padahal kalau ia mau, mungkin saya pantas-pantas saja langsung dilemparkan ke neraka
Jahannam.... Coba, mana ada sich kebutuhan saya tidak Allah penuhi. Makanan selalu ada. Saya disekolahkan
sampai tingkat tinggi. Anggota tubuh yang sempurna. Di beri kesehatan. Di beri kehidupan. Apalagi yang
kurang? Tapi tetap saja, berbuat maksiat, dosa.... Malu....

Tentu ada ujian dan kerikil di sepanjang kehidupan ini. Tapi bukankah itu bagian dari kasihNya juga?
Bagaimana kita bisa merasakan kenikmatan jika tidak pernah tahu rasanya kepedihan? Buat saudaraku yang
diuji Allah dengan cobaan, yakinlah bahwa cara itu Allah mencintai kita. Pasti ada hikmahnya. Pasti!

Jadi, selama ini ternyata saya bukan kekurangan cinta. Saya saja yang tidak pernah menyadarinya. Bahkan
saya tenggelam dalam lautan cinta yang begitu murni.

Sekarang pertanyaannya, apa yang telah kita lakukan untuk membalasnya?

Kalau saya, (malu nich....) sepertinya masih sering menyakiti orang lain. Sadar ataupun tidak sadar. Kalaupun
tidak sampai menyakiti, rasanya masih sering tidak peduli dengan orang lain. Apalagi pada Allah... Begitu
besarnya cinta Allah pada saya dan saya masih sering menyalahgunakannya. Mata tidak digunakan
semestinya.... Lisan kejam dan menyayat-nyayat.... Waktu yang terbuang sia-sia.

Kalau sudah seperti ini, rasanya iri pada semua hal-hal yang berbau pacaran pranikah hilang sudah. Minimal,
berkurang drastislah. Siapa bilang saya tidak dicintai? Memang tidak ada yang mengantar-antar saya ke
mana-mana, tapi Allah mengawal saya disetiap langkah. Tidak ada candle light dinner, tapi ada sebuah
keluarga hangat menemani saya setiap makan malam. Tidak ada surat cinta, tapi bukankah Allah selalu
memastikan kebutuhan saya terpenuhi? Bukankah itu juga cinta?

Entah cinta yang resmi itu akan datang di dunia atau tidak. Tapi ingin rasanya membalas semua cinta yang
Allah ridhoi. Tulisan ini bukan untuk curhat nasional. Yah, siapa tahu ada yang senasib dengan saya, kita coba
sama-sama. Jangan sampai ada cinta halal yang tak terbalas....

Wassalaamu'alaikum wr wb

Page | 72
Virus Merah Jambu

Cinta tak/ belum terbalas mungkin menyakitkan..bikin penasaran..sekaligus berbunga angan-angan, "andaikan
dia mau sama aku..", "apa dia tahu perasaanku ya?". Mau tidak mau, kita dipaksa untuk mengakui dengan
jujur., tiap hari pertanyaan serupa itu selalu muncul berganti-ganti. Bila si dia menunjukkan respon ke arah
"sana", hati kita langsung "kling-kling" bersinar cemerlang, serasa hanya kita yang diperhatikan.. "O, ternyata
benar..dia juga punya perasaan sama", "tuh, hanya aku yang dapat perhatian seperti itu..bla bla..bla". Lagi,
kalau si dia yang bikin kita kebat-kebit cuek dalam satu hari, hati tanpa dikomando bilang "tuh kan, aku mah
ge-er aja ", "ah, ternyata dia nggak suka ma aku". Lingkaran ini akan selalu berputar tak berkesudahan bila
kita tidak bertanya langsung kepada si dia (karena takut resikonya ditolak).

Setuju sekali dengan pendapat sang ukthi, betapa naifnya hanya karena cinta pada satu orang, kita melupakan
cinta dari orang-orang yang telah memberikan cinta sejatinya dari orang tua, saudara, sahabat, guru-guru,
dll. Nah, sekarang bagaimana kalau cinta berbalas? Apakah memang seperti gambaran orang-orang yang
patah hati karena cinta mereka bertepuk sebelah tangan? Cinta yang berbalas itu indah dan membahagiakan?

Cinta. Anugerah terindah itu pasti akan pernah
mampir kepada manusia, makhluk ciptaan-Nya
yang dilengkapi akal dan perasaan. Kita juga tidak
pernah berencana untuk mencintai seseorang.
Cinta itu datang tak terduga, mengalir begitu saja
dan paling parah..sukar untuk menghentikannya!

Di saat, virus merah jambu itu datang pada kita..dan bluss!! Ternyata Cinta itu berbalas! Benar-benar
indahkah? Membahagiakankah? Ternyata dari beberapa hasil survey, didapat kesimpulan: Cinta yang berbalas
juga tidak selamanya sesuai harapan. Hari-hari dipenuhi keraguan..di saat kita gembira bertemu dengan
"dia", di saat itu pula rasa "takut" hadir, di saat kita merindukannya, di saat itu pula kita merasa malu karena
kita jarang mengingat Pemiliknya, ar-Rahman. Pergulatan batin akan jadi sangat melelahkan jika kita tidak
berusaha untuk "mempertahankan" diri sekuatnya.

Okelah, bagi yang sudah punya kemampuan dan keinginan untuk menikah dalam restu orang tua, mereka
punya solusi: segera menikah! Berbahagialah bagi sahabat-sahabat yang berada dalam atmosfir seperti ini.

Nah, bagi yang belum punya kemampuan? Atau yang jatuh cinta pada yang nggak seakidah, atau yang belum
direstui orang tua untuk segera menikah, atau lagi, yang jatuh cinta pada tunangan, suami atau isteri orang
lain? Wah..wah..ini nih ujian berat! Bukan berarti Allah nggak sayang sama kita, memberi anugerah sekaligus
cobaan, tapi justru kita adalah orang-orang yang terpilih untuk membuktikan kesungguhan cinta kepada-Nya.
Lalu?

Page | 73

Haruskah kita hanyut dan terlena dengan cinta yang sesaat ini? Ayo sobat! Cinta sesungguhnya terbingkai
dalam mahligai pernikahan. Dalam bingkai itulah kita benar-benar berhak mengekspresikan seluruh perasaan
cinta yang ada..untuk meraih cinta-Nya yang Agung. Lamar atau minta dilamar, hanya itu pilihan.

Jangan terjebak cinta semu!! Jika nama "dia" hadir tanpa diundang, segera ganti dengan istighfar dan
sibukkan diri dengan aktifitas yang membutuhkan konsentrasi. Berhati-hatilah dengan hati yang melambung
tinggi karena akan sangat sakit bila terhempas.

Tulisan ini hanya sekedar wacana untuk sama-sama jadi renungan. Mudah-mudahan kita bisa menikmati cinta
yang dianugerahkan-Nya dengan rasa syukur yang dalam, membuat kita makin mencintai-Nya dalam setiap
hembusan nafas, berusaha mempertahankan dzikrullah agar tidak berganti dengan nama si "dia".

Mari nikmati cinta hanya untuk mengharap balasan cinta dari Sang Pemilik Cinta, karena hanya Dia yang tidak
pernah mengecewakan kita.

Page | 74
Di Sini Letak Masalahmu

Ada seorang montir yang mempunyai kemampuan analisa sangat hebat dalam memperbaiki segala alat
mekanik. Setelah bekerja dengan setia selama 30 tahun kepada perusahaan, akhirnya dia pensiun.

Beberapa tahun kemudian, perusahaan tempatnya bekerja dulu tiba-tiba menghubungi dia karena adanya
kerusakan yang tak mampu mereka tangani pada salah satu mesin seharga jutaan dollar. Mereka telah
mencoba segala cara dan mengerahkan banyak montir ahli untuk memperbaiki mesin tersebut, tapi tidak ada
hasilnya.

Dalam keputusasaan, akhirnya perusahaan menghubungi si montir yang sudah pernah memperbaiki banyak
masalah mekanik di perusahaan.

Si montir dengan enggan memenuhi panggilan itu. Dia menghabiskan waktu seharian untuk menganalisa mesin
raksasa tersebut. Sampai akhirnya ketika sudah hampir malam, dia mencoret tanda "x" pada salah satu
komponen mesin dan berkata, "Di sini letak masalahmu."

Komponen tersebut diganti dan mesin berjalan
dengan sempurna lagi. Atas jasa tersebut,
perusahaan menerima selembar faktur tagihan
senilai US$50,000 dari sang montir.

Para manajer perusahaan yang kaget dengan nilai tagihan sebesar itu minta sang montir untuk segera
memperinci setiap poin tagihan.

Sang montir menjawab singkat:
Coretan kapur US$1
Mengetahui tempat untuk menaruh coretan dengan tepat US$49,999

***

Seorang awam memperlihatkan pekerjaan mudahnya seolah dikerjakan seorang profesional, sedangkan
seorang profesional memperlihatkan pekerjaannya seolah mudah dikerjakan seorang awam.

Page | 75
Easy Vs Difficult

Easy is to get a place in someone's address book.
Difficult is to get a place in someone's heart.

Easy is to judge the mistakes of others
Difficult is to recognize our own mistakes

Easy is to talk without thinking
Difficult is to refrain the tongue

Easy is to hurt someone who loves us
Difficult is to heal the wound...

Easy is to forgive others
Difficult is to
ask for
forgiveness

Easy is to set
rules
Difficult is to
follow them...

Easy is to dream every night
Difficult is to fight for a dream...

Easy is to show victory
Difficult is to assume defeat with dignity...

Easy is to admire a full moon.
Difficult to see the other side...

Easy is to stumble with a stone
Difficult is to get up...

Easy is to enjoy life every day
Difficult to give its real value...

Page | 76

Easy is to promise something to someone
Difficult is to fulfill that promise...

Easy is to say we love
Difficult is to show it every day...

Easy is to criticize others
Difficult is to improve oneself...

Easy is to make mistakes
Difficult is to learn from them...

Easy is to weep for a lost love
Difficult is to take care of it so not to lose it

Easy is to think about improving
Difficult is to stop thinking it and put it into action...

Easy is to think bad of others
Difficult is to give them the benefit of the doubt...

Easy is to receive
Difficult is to give

Easy to read this
Difficult to follow

Easy is keep to the friendship with words
Difficult is to keep it with meanings

Page | 77
Ever Wonder?????

Why a nun can be covered from head to toe and she's respected for devoting herself to God, but when a
Muslimah does that, she's considered "oppressed"?

Why a Jew can grow a beard and he's just practicing his faith, and when a Muslim does that, he's an
extremist?

When a western woman stays at home to look after the house and kids she's sacrificing herself and doing
good for the household, but when a Muslim woman does so, she "needs to be liberated"?

Why is it that when a child dedicates himself to a subject, he has potential, and when a child dedicates himself
to Islam, he is hopeless?

When a Christian kills someone, religion is not mentioned, (i.e.,Ireland and the IRA) but when a Muslim is
charged with a crime, it's Islam that goes to trial?

But then again, why is it after all that, Islam is still the fastest
growing religion in the world?

Take 60 seconds and give this a shot! Let's just see if Satan stops this
one.

All you do is say:
a - Subhaan-Allah
b - Alhamdu-Lillah
c - Allaahu-Akbar
d - Laa Ilaaha Illa-Allaahu MuhammadurRasoolullah
e - Allaahumma Shalli Alaa Sayyidina Muhammad-wa Alaa Aalihi wa Shahbihi Wasallim

Page | 78
Youre Like A Pencil!

Did you know that we are like pencils? Here's how:

1. Like pencils, our mistakes can be corrected. Not erased. We can't change the past but we can
rectify it.
2. Like pencils, painful sharpening serves to make us better. Our difficult times can actually sharpen
our skills or shape us into the persons we were meant to be.
3. Like pencils, we can do great things when we allow ourselves to be held in Someone's hand.
4. Like pencils, we can leave our mark whenever possible. That is what we're here for -- to leave our
mark. It may be in small ways, it may be in the lives of people we have touched or nurtured, but we
must leave something good behind when we can.
5. Like pencils, it is what is on the inside that matters. Whether it is understanding or intolerance,
love or bitterness, peace or unrest, kindness or self-centeredness, hope or despair, courage or
fear, what is on the inside matters most.

Next time you use a pencil, pause and think about that little writing tool. It
teaches some great lessons about living.


PS : Impossible means I'm Possible, so never give up.

Page | 79
Yang Terindah

Menjelang hari raya, seorang ayah membeli beberapa gulung kertas kado. Putrinya yang masih kecil, masih
balita, meminta satu gulung.

Untuk apa?" tanya sang ayah.

"Untuk kado, mau kasih hadiah" jawab si kecil.

"Jangan dibuang-buang ya" pesan si ayah, sambil memberikan satu gulungan kecil.

Persis pada hari raya, pagi-pagi si cilik sudah bangun dan membangunkan ayahnya, "Pa.., Pa..ada hadiah untuk
Papa."

Sang ayah yang masih malas-malasan, matanya pun belum melek, menjawab, "Sudahlah nanti saja."

Tetapi si kecil pantang menyerah, "Pa.., Pa..,
bangun Pa..sudah siang."

"Ah, kamu gimana sih pagi-pagi sudah bangunin
papa." Ia mengenali kertas kado yang pernah ia
berikan kepada anaknya. "Hadiah apa nih ?"

"Hadiah hari raya untuk Papa. Buka dong Pa, buka sekarang."

Dan sang ayah pun membuka bingkisan itu. Ternyata di dalamnya hanya sebuah kotak KOSONG.

Tidak berisi apapun juga. "Ah, kamu bisa saja. Bingkisannya koq kosong. Buang-buang kertas kado Papa. Kan
mahal?"

Si kecil menjawab, "Nggak Pa, nggak kosong. Tadi, Putri masukin begitu buaanyaak ciuman untuk Papa."

Sang ayah terharu, ia mengangkat anaknya. Dipeluknya, diciumnya. "Putri, Papa belum pernah menerima
hadiah seindah ini. Papa akan selalu menyimpan boks ini. Papa akan bawa ke kantor dan sekali-sekali kalau
perlu ciuman Putri, Papa akan mengambil satu. Nanti kalau kosong diisi lagi ya!"

Boks kosong yang sesaat sebelumnya dianggap tidak berisi, tidak memiliki nilai apa pun, tiba-tiba terisi, tiba-
tiba memiliki nilai yang begitu tinggi.

Page | 80

Apa yang terjadi?

Lalu, kendati kotak itu memiliki nilai yang sangat tinggi di mata sang ayah, di mata orang lain tetap juga tidak
memiliki nilai apa pun. Orang lain akan tetap menganggapnya kotak kosong. Kosong bagi seseorang bisa
dianggap penuh oleh orang lain. Sebaliknya, penuh bagi seseorang bisa dianggap kosong oleh orang lain.

Kosong dan penuh, dua-duanya merupakan produk dari "pikiran" anda sendiri.

Sebagaimana anda memandangi hidup, demikianlah kehidupan anda. Hidup menjadi berarti, bermakna, karena
anda memberikan arti kepadanya, memberikan makna kepadanya.

Bagi mereka yang tidak memberikan makna, tidak memberikan arti, hidup ini ibarat lembaran kertas yang
kosong...

Dan Dialah Allah, baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang
kamu lahirkan dan mengetahui apa yang kamu usahakan. (QS. Al-Anaam: 3)

Page | 81
Wanita Bagi Pahlawan

Oleh:
M. Anis Matta, Lc
Direktur Al-Manar Jakarta


Di balik setiap pahlawan besar selalu ada seorang wanita agung. Begitu kata pepatah Arab. Wanita agung itu
biasanya satu dari dua, atau dua-duanya sekaligus; sang ibu atau sang istri.

Pepatah itu merupakan hikmah psiko-sejarah yang menjelaskan sebagian dari latar belakang kebesaran
seorang pahlawan. Bahwa karya-karya besar seorang pahlawan lahir ketika seluruh energi di dalam dirinya
bersinergi dengan momentum di luar dirinya; tumpah ruah bagai banjir besar yang tidak terbendung. Dan
tiba-tiba sebuah sosok telah hadir dalam ruang sejarah dengan tenang dan ajeg.

Apa yang telah dijelaskan oleh hikmah psiko-
sejarah itu adalah sumber energi bagi para
pahlawan; wanita adalah salah satunya. Wanita
bagi banyak pahlawan adalah penyangga spiritual,
sandaran emosional; dari sana mereka mendapat
ketenangan dan kegairahan, kenyamanan dan
keberanian, keamanan dan kekuatan. Laki-laki
menumpahkan energi di luar rumah, dan
mengumpulkannya lagi di dalam rumahnya.

Kekuatan besar yang dimiliki para wanita yang mendampingi para pahlawan adalah kelembutan, kesetiaan,
cinta dan kasih sayang. Kekuatan itu sering dilukiskan seperti dermaga tempat kita menambatkan kapal, atau
pohon rindang tempat sang musafir berteduh. Tapi kekuatan emosi itu sesungguhnya merupakan padang jiwa
yang luas dan nyaman, tempat kita menumpahkan sisi kepolosan dan kekanakan kita, tempat kita bermain
dengan lugu dan riang, saat kita melepaskan kelemahan-kelemahan kita dengan aman, saat kita merasa bukan
siapa-siapa, saat kita menjadi bocah besar. Karena di tempat dan saat seperti itulah para pahlawan kita
menyedot energi jiwa mereka.

Itu sebabanya Umar bin Khattab mengatakan, "Jadilah engkau bocah di depan istrimu, tapi berubahlah
menjadi lelaki perkasa ketika keadaan memanggilmu." Kekanakan dan keperkasaan, kepolosan dan
kematangan, saat lemah dan saat berani, saat bermain dan saat berkarya, adalah ambivalensi-ambivalensi
kejiwaan yang justru berguna menciptakan keseimbangan emosional dalam diri para pahlawan.


Page | 82
"Saya selamanya ingin menjadi bocah besar yang polos" kata Sayyid Quthub. Para pahlawan selalu
mengenang saat-saat indah ketika ia berada dalam pangkuan ibunya, dan selamanya ingin begitu ketika
terbaring dalam pangkuan istrinya.

Siapakah yang pertama kali ditemui Rasulullah SAW setelah menerima wahyu pertama dan merasakan
ketakutan luar biasa? Khadijah! Maka ketika Rasulullah ditawari untuk menikah setelah Khadijah wafat, beliau
mengatakan; "Dan siapakah wanita yang sanggup menggantikan peran Khadijah?"

Itulah keajaiban dari kesederhanaan. Kesederhanaan yang sebenarnya adalah keagungan; kelembutan,
kesetiaan, cinta dan kasih sayang. Itulah keajaiban wanita.

Page | 83
Ketika Suatu Bangsa Diganti oleh Kaum yang Lain

".......... Dan jika kamu berpaling, niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan Kaum yang lain (qawman
ghayrakum), dan mereka tidak akan seperti kamu (ini)." (Muhammad: 38)

Pergantian suatu kaum atau bangsa dengan kaum yang lain adalah perkara biasa. Banyak contoh tentang
fenomena tersebut. Misalnya bangsa Indian di Benua Amerika yang telah tergeser dan digantikan bangsa lain
yaitu bangsa dari Eropa.

Sejarah Islam sendiri membuktikan bahwa banyak terjadi peristiwa seperti ini. Allah telah menjelaskan
tentang fenomena "penggantian" sebagaimana dalam ayat al-Quran di atas. Dari ayat tersebut dapat
diketahui bahwa penyebab Allah mengganti dengan kaum yang lain (baru) adalah karena kaum yang lama
sudah tidak mempedulikan agama Allah. Dalam kaitannya dengan kaum muslimin, maka Allah akan mengganti
(yastabdil) kaum muslimin dengan kaum yang lain, bila kaum muslimin "berpaling" (tatawallau). Maksud dari
"berpaling" adalah tidak melaksanakan hukum-hukum Allah, yang terbesar adalah tidak mau berdakwah atau
tidak mau mendukung dakwah.

Berkaitan dengan kaum muslimin, maka
mengganti dengan kaum yang lain bisa berarti
sebagai berikut:
- Mengganti kaum muslimin dengan kaum
muslimin lain yang lebih baik.
- Atau bahkan mengganti kaum muslimin dengan
kaum kafir yang lebih durhaka.

Sejarah telah cukup gamblang memberi peringatan bahwa ketika kaum muslimin mulai berpaling dari perintah
Allah dan Rasul-Nya, tidak mau lagi berdakwah, tenggelam dalam keduniaan mereka, maka saat itu Allah
mengganti dengan kaum yang lain. Berikut ini adalah sebagai contoh kasusnya:
1. Daulah Islam di Andalus-Cordova (Spanyol). Thariq bin Ziad telah menaklukkan Spanyol dengan
dakwahnya. Sehingga, daulah Islam bisa berdiri di Spanyol sampai kurang lebih 7 abad. Tetapi, anak
cucu mereka yang telah menikmati kemewahan dari hasil kerja bapak-bapaknya, telah "berpaling",
hidup penuh kemewahan, pakaian mereka terbuat dari sutra yang menggambarkan cinta dunia.
Mereka tidak lagi menghidupkan dakwah, maka Allah mengutus orang-orang Moro (yaitu orang-
orang Eropa Kristen yang saat itu masih terbelakang dibanding kaum muslimin) untuk
memberontak terhadap kaum muslimin. Sehingga, seluruh kaum muslimin dibantai baik laki-laki
maupun wanita, dari anak-anak sampai orang tua, semua orang bersunat (orang Islam dan Yahudi
bersunat) dibunuh. Sehingga akhir dari semua itu, Andalus dikuasai oleh orang kafir dan sekarang
menjadi Spanyol. Masjid diganti menjadi museum dan gereja.

Page | 84
2. Daulah Islam di Baghdad - kota seribu satu malam. Baghdad yang berada di pinggir Sungai Trigis
merupakan pusat pemerintahan Daulah Abbasiah. Saat itu ilmu begitu tinggi dan berkembang.
Banyak sarjana dari seluruh dunia datang ke sana. Tetapi walaupun begitu, Baghdad telah
"berpaling" yaitu tidak menghidupkan dakwah. Sehingga, agama jatuh dalam jurang kehancuran,
moral rusak sehingga pada puncaknya terjadi seorang anak ulama telah berzina/ menghamili
orang keturunan Tartar/ China. Orang-orang Tartar China menuntut keadilan, tetapi tidak
didapatkan. Maka, mereka menyiapkan pasukan besar yang dipimpin oleh Hulagu Khan untuk
menyerang Baghdad. Baghdad dibumihanguskan, semua laki-laki dibantai, kitab-kitab agama yang
berisi ilmu dibakar, dalam riwayat yang lain dilemparkan ke Sungai Tigris untuk dijadikan jembatan
bagi tentara Tartar. Sehingga, air sungai hitam karena lunturan tinta. Daulah Abbasiah pun diganti
oleh orang Tartar.

Bagaimana Cordova yang menjadi ibukota kekhalifahan Islam di Andalus atau Spanyol, Semenanjung Eropa,
telah digantikan bangsa Moro Kristen. Bagaimana kekhalifahan Abbasiah di Baghdad digantikan oleh Tartar
dan sebagainya. Begitu juga yang terjadi atas Irak Modern pimpinan Saddam Husain, mereka digantikan oleh
kaum lain yaitu Amerika dan Inggris.

Hal ini dikarenakan kaum muslimin di Irak telah jauh dari nilai-nilai agama/ jauh dari amal agama (keimanan
telah jatuh), yaitu berupa pengkultusan terhadap Saddam. Hal ini tampak dari banyaknya patung Saddam
Husain di setiap kota di Irak (padahal dalam Islam sangat dilarang untuk membuat patung, bahkan siksa yang
paling berat di akhirat adalah terhadap orang-orang yang membuat patung).

Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang menjadi faktor penyebab "berpalingnya kaum muslimin dari
agamanya" sehingga mereka diganti kaum yang lain? Ini yang mesti dijawab.

Semua itu berpangkal pada dua hal saja yaitu penyakit 'Wahn': cinta dunia dan takut mati. Orang yang kaya,
takut miskin; dan orang yang miskin, ingin kaya tanpa mempedulikan agama. Orang-orang miskin berusaha
sekuat tenaga bagi kekhawatiran itu sehingga agama ditinggalkan demi mendapat dunia, akhirnya mereka
berpaling dari perintah Allah dan Rasul-Nya.

Pada saat seperti itulah mereka akan Allah ganti dengan kaum yang lain. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah ra bahwa Rasulullah bersabda, "Akan datang suatu zaman pada manusia yang waktu itu seseorang
memanggil anak pamannya dan kerabatnya, 'Marilah kita pergi mencari kebebasan dan kemewahan, marilah
kita pergi mencari kebebasan dan kemewahan!' Padahal, kota Madinah lebih baik dari mereka kalau mereka
mengetahui. Demi Allah yang diriku berada dalam genggaman-Nya, tidak seorangpun dari mereka keluar
meninggalkan Madinah karena merasa tidak suka melainkan Allah akan menggantinya dengan orang yang lebih
baik daripada dia.


Page | 85

Sumber: Armageddon: Peperangan Akhir Zaman karya Ir. Wisnu Sasongko, MT

Page | 86
Ukurlah dengan Iman

Oleh:
Muhammad Nursani


[www.usahamulia.net] "Apa yang dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Surgaku ada dalam jiwaku, Jika
mereka memenjarakanku maka itu adalah masa penyepianku dengan Tuhanku. Jika mereka mengasingkanku
ke suatu tempat yang jauh maka itu adalah masa pengembaraan bagiku. Jika mereka membunuhku, itu adalah
kematian yang semoga menjadikanku sebagai syahid." (Ibnu Taimiyah)

Bagaimana seseorang mengarungi hidup jika tanpa iman? Kesibukan, bagi orang yang tak memiliki iman,
adalah menapaki keinginan yang tak pernah selesai. Menjalani waktu, sejak pagi, siang, petang, malam hingga
bertemu pagi kembali, bagi orang yang tak memiliki iman, adalah ibarat mengarungi belantara hutan yang tak
pernah ada ujungnya, atau menyeberangi lautan luas yang tak pernah bertepi. Mereka terus bergelut dengan
ambisi, memenuhi keinginan nafsu, sementara itu
semua tidak pernah membuat lapar dan dahaganya
berkurang.

Wajar, jika tak sedikit orang yang merasa lelah
menjalani hidup. Ya, mereka lelah karena ternyata
seluruh keringat, pikiran dan usahanya tak pernah
membuatnya merasa cukup. Semakin banyak usaha
yang diperoleh, semakin tinggi tuntutan untuk memperoleh yang lebih banyak. Peluh yang menetes temyata
hanya memberi kepuasan yang makin membakar nafsu untuk mendapatkan yang lebih besar. Lalu setelah itu,
jatuh bangun lagi, bertarung demi ambisi lagi, mengejar dan memenuhi nafsu lagi, untuk keinginan yang tak
ada habisnya.

Saudaraku, Semoga kita semakin memahami, bahwa ada banyak keinginan yang ternyata tidak baik untuk kita
sendiri. Perhatikanlah bagaimana ungkapan seorang sahabat mulia, Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu,
"Sesungguhnya ada seorang hamba yang sangat terobsesi mencapai sesuatu, baik masalah bisnis maupun
kekuasaan. Dan sebenarnya ia dimudahkan untuk mencapai keinginannya itu. Tapi Allah melihatnya, lalu
berkata pada para Malaikat-Nya, 'Hindari dia dari apa yang diinginkannya itu. Karena sesungguhnya jika Aku
mudahkan dia memperoleh keinginannya, maka ia akan masuk neraka.' Maka orang itu pun dihindari oleh Allah
dari apa yang diinginkannya. Selanjutnya, orang tersebut menduga-duga dengan mengatakan, 'Kenapa fulan
lebih berhasil dariku, kenapa fulan lebih unggul dariku. Padahal apa yang terjadi itu tidak lain hanya karunia
Allah swt belaka." (Nurul Iqtibas, 49)


Page | 87
Imanlah yang menyelamatkan kita dari dinamika hidup yang melelahkan itu. Imanlah yang selalu memberikan
kesegaran baru. Iman yang memberi pencerahan batin yang membuat kita selalu prima menghadapi badai
apapun dalam hidup. Andai seorang hamba selalu mengembalikan segala masalah pada hakikat keimanan,
niscaya ia yakin bahwa Allah tidak pernah menetapkan sesuatu kecuali kebaikan. Meskipun kebaikan itu tidak
ia sadari.

Saudaraku, pikiran kita seringkali tak mampu membaca langsung kebaikan-kebaikan Allah. Mungkin karena
hati kita yang kerap tidak bersinar. Pergulatan hidup, sentuhan urusan dunia menyebabkan hati seseorang
terselubung oleh suasana pekat. Itulah yang pernah digambarkan oleh Rasulullah saw pada kita, "Tidaklah hati
seseorang itu kecuali ia mengalami kondisi seperti awan dan bulan. Jika hati terdominasi oleh awan, maka
hati akan menjadi gelap. Tapi bila awan itu menyingkir maka hati akan menjadi terang." (HR. Thabrani dalam
hadits shahih).

Begitulah, hati yang terkadang tertutup oleh awan, akan terhijab cahayanya lalu menjadi temaram. Jika kita
berupaya menambah keimanan dalam hati dengan memperbanyak amal shalih dan meminta pertolongan Allah
untuk menyingkapkan awan itu, maka hati kita akan bercahaya lagi.

Karenanya saudaraku, sadarilah kapan saat-saat awan kelabu itu mulai menyelimuti hati. Waspadailah ketika
hati mulai terasa redup dan tak tersinari oleh cahaya. Seperti yang disebutkan dalam perkataan salafushalih,
"Termasuk kecerdasan seorang hamba adalah, jika ia menyadari kondisi imannya dan apa-apa yang kurang
darinya."

Ada pula para salafushalih yang mengatakan bahwa termasuk kecerdasan seorang hamba adalah, "Jika ia
mengetahui dari mana datangnya bisikan-bisikan syaitan pada hatinya."

Kembalilah pada iman, maka semua keinginan kita akan terwujud. Keinginan yang tidak dibatasi oleh target,
angka atau hasil yang bisa diraba. Karena keinginan tak pemah selesai oleh target, angka dan hasil-hasil itu.
Tapi keimanan akan memberi semua harapan, melalui ketenangan, ketentraman hati dan kepuasan. ltulah
yang kita cari.

Imam Ibnul Jauzi mengatakan, "Wahai orang yang ditolak dari pintu. Wahai orang yang terhalangi menemui
kekasihnya. Jika engkau ingin mengetahui kedudukanmu di sisi raja. Lihatlah sarana apa yang bisa
membantumu untuk mengetahui posisimu di sisi sang raja. Lihatlah pekerjaan apa yang menyibukkanmu.
Betapa banyak orang yang berdiri di depan pintu istana raja. Tapi tak satupun yang dapat masuk dan
berhadapan dengan raja kecuali orang-orang yang memang telah dipilih oleh sang raja. Tak seluruh hati bisa
mendekat. Tak semua jiwa menyimpan rasa cinta."

Seorang ulama menjelaskan makna perkataan Ibnul Jauzi ini. Ia mengatakan bahwa jika seseorang ingin tahu

Page | 88
di mana posisinya di hadapan Allah, bercerminlah pada amal-amal yang menyibukkannya. "Jika ia sibuk
dengan dakwah dan berbagai masalahnya, jika ia sibuk menyelamatkan umat manusia dari neraka, jika ia
sibuk melakukan pekerjaan untuk memperoleh kemenangan di surga, menolong yang lemah dan orang yang
membutuhkan, maka bergembiralah karena semoga ia mempunyai kedudukan yang dekat dengan Allah.
Beritakanlah kabar gembira bahwa Allah tidak akan memberikan kebaikan kecuali pada orang yang Ia cintai.
Tapi jika dia berpaling dari dakwah, berpaling dari para juru dakwah, berpaling dari melakukan kebaikan, sibuk
dengan dunia dan mengumpulkan harta benda, sibuk dengan banyak bertanya tapi sedikit beramal, sibuk
dengan mengikuti hawa dan nafsu, ketahuilah bahwa ia jauh dari Allah."

Saudaraku, lihatlah apa sarana yang bisa mendekatkan kita pada Allah? Dan apa pekerjaan yang menyibukkan
kita? Allah akan memilih orang-orang yang bisa menempuh sarana yang mendekatkan diri kita pada-Nya dan
menyibukkan diri untuk menjalani perintah-Nya. Mari mengukur segala keadaan dengan iman.

Mari kembalikan semua keinginan pada keimanan. Mari melihat peristiwa hidup apa saja dengan kacamata
iman, Ibnu Taimiyah mengatakan, "Apa yang dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Surgaku ada dalam
jiwaku. Jika mereka memenjarakanku maka itu adalah masa penyepianku dengan Tuhanku. Jika mereka
mengasingkanku ke suatu tempat yang jauh maka itu adalah masa pengembaraan bagiku. Jika mereka
membunuhku, itu adalah kematian yang semoga menjadikanku sebagai syahid."

Saudaraku,

Adakah kekecewaan, kekhawatiran, kegelisahan dan ketakutan di sana?

Page | 89
Tunjukkan Padaku Kau S'lalu Mencintaiku

Oleh:
Abu Aufa


Mengungkapkan cinta? Wuih... Buat sebagian orang, mungkin itu hal yang biasa, bahkan teramat biasa. Sana-
sini tebar pesona, bagai Ramli si Raja Chatting atau Arjuna si Pencari Cinta. Emang, dahsyatnya ungkapan
cinta kepada seseorang, jangankan ke gurun atau ke kutub, luasnya laut siapa takut. Setia menemani sang
kekasih dalam samudra cinta, walaupun rakit hanya terbuat dari gedebong pisang yang diikat daun ilalang.
Kayuhan tangan pecinta berlayarkan secarik hati yang telah menyatu, yakin menggapai cinta-Nya hingga
ujung waktu.

Cinta... Selalu mengharu-biru perasaan manusia. Cinta kadang tersaji
dalam hidangan alunan nada menye-menye melankolik, namun cinta
juga bagaikan mutiara yang dapat menjanjikan keamanan, ketentraman
dan kedamaian. Duahsyaat nian!!! Karena itu, Syaikh Yusuf al-
Qardhawiy pun pernah menganalogikan cinta ibarat quwwah
maghnathisiyyah (kekuatan gaya gravitasi), apabila kekuatan gaya
gravitasi dapat menahan bumi dan bintang-bintang dari saling
bertumbukan, maka cintalah yang menjadi kekuatan penahan dari
terjadinya benturan antar manusia yang menyebabkan terjadinya
kehancuran.

Menunjukkan cinta kita kepada yang dicintai, sangatlah dianjurkan
dalam Islam. Dalam suatu riwayat, Rasulullah Sallallaahu Alayhi
Wasallam mengajarkan kepada kita untuk menunjukkan cinta secara zahir. Suatu ketika Abdullah bin Sarjas
radhiyallahu'anhu berkata kepada beliau, "Aku mencintai Abu Dzar." Tanya Rasulullah Sallallaahu Alayhi
Wasallam, "Apa sudah kau kabarkan kepadanya?" "Belum," lalu Rasulullah Sallallaahu Alayhi Wasallam
memerintahkan agar ia memberitahukan kecintaannya itu kepada Abu Dzar. "Wahai Abu Dzar, aku
mencintaimu karena Allah Subhanahu wa Ta'ala," ucap Abdullah. "Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala
mencintaimu, yang engkau cintai aku karena-Nya," balas Abu Dzar. Rasulullah Sallallaahu Alayhi Wasallam lalu
bersabda, "Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberi pahala bagi siapa yang mengatakan
perkataan itu."

Subhanallah... Begitu besar imbalan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada seseorang yang selalu
menunjukkan cinta kepada saudaranya. Apalagi dengan membiasakan mendoakan saudaranya dari jauh,
mengucapkan salam, berjabat tangan bila berjumpa, saling memberi hadiah, menziarahi bahkan dengan hanya

Page | 90
seulas senyum termanis yang dimilikinya.

Kalo gitu sah-sah aja dong, mengatakan "Aku cinta padamu duhai ukhti," kepada akhwat atau sebaliknya, Akhi,
aku mencintaimu," idih... ini sih emang maunya! Gedubrak!!! Sah-sah aja sih, namun menurut Ustadz Bukhori
Yusuf, MA bisakah hati ini tulus menyatakan cinta itu hanya semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta'ala?
Menurut beliau lagi, seluruh sisi wanita adalah daya tarik bagi laki-laki, wuih...., karena itu dalam pandangan
syar'i hal ini dapat menjadi suatu problema, dan belum pernah ditemukan dalam khazanah Salafus Shalih
radhiallahuanhum. Wilayah sensitif banget nih, amannya sih emang gak perlu dinyatakan kecuali kalo udah
suami istri, ehm...

Cinta sejati emang hanyalah pantas ditunjukkan pada Sang Pemilik Cinta, hinggalah jiwa-jiwa ini bersinar
dengan cahaya iman yang mengaliri denyut nadi dan butiran darah untuk mematuhi gerak titah-Nya.
Merekalah yang dengan cinta-Nya akan memancarkan nuruhum yas'a baina aidihim wa bi aimanihim (cahaya
yang memancar di depan dan kanan mereka) hingga tercipta keindahan akhlak adzilatin 'alal muminina
a'izatin 'alal kafirin (lemah lembut kepada orang mu'min dan bersikap keras terhadap orang kafir).

Ya akhi wa ukhti fillah,

Tunjukkan selalu cintamu pada saudaramu, berikan senyum terindah, jabat erat tangannya, peluk dengan
penuh cinta bagaikan cintanya seorang ibunda kepada ananda serta katakan, "Inniy uhibbuka fillahi ta'ala, aku
mencintaimu karena Allah Subhanahu wa Ta'ala," dan balas cinta saudaramu dengan senyum bahagia, jabatan
tangan yang tak kalah erat, raih pelukannya seraya mengatakan, "Uhibbukal ladzi ahbabtani lahuu, aku
mencintaimu sebagaimana engkau mencintaiku karena-Nya."

Segarnya tetesan embun pagi
Biaskan indahnya sinar mentari
Angin yang semilir sejukkan hari
Gambarkan kuasa Ilahi

Kuikuti jalannya hari
Kini kucoba tuk fahami dunia
Betapa mempesonanya alam
Terkuak misteri kehidupan

Andai semua seindah bintang
Menepis kegelapan
Menabur kasih antara kita
Terbingkai keihklasan

Page | 91
Warnai persaudaraan Islam

Bila malam telah menjelang
Kupandangi bintang kian benderang
Kurangkai sebait doa pada-Mu
Tunjukilah kami, luruskanlah kami dalam mengarungi kehidupan

(Dikutip dari lirik nasyid Nuansa Kehidupan - Nuansa)

Wallahua'lam bi showab.

Page | 92
10 Kesalahan Pebisnis Pemula

Oleh:
Vieny


Banyak orang yang tertarik berwirausaha dan segera mencobanya. Namun akhirnya banyak yang tak
bertahan lama dan jadi patah semangat. Karenanya sebagai pebisnis pemula perlu menghindari hal-hal di
bawah ini:
1. Kaya ide, miskin keberanian. Resep sukses para pebisnis adalah tidak ragu dalam memulai ide
usaha. Setelah cocok dengan satu ide usaha, maka lakukanlah. Jika ditunda maka kesempatan akan
hilang. Jangan khawatir soal keterampilan yang diperlukan. Jika ada niat, maka anda akan terampil
dalam usaha itu dengan sendirinya.
2. Kurang memiliki "modal" sebagai entrepreneur. Modal di sini menurut Purdi E. Chandra adalah
berani mimpi, berani mencoba, berani merantau, berani sukses dan berani gagal. Kesuksesan dan
kegagalan usaha adalah pelajaran berharga buat enterpreuner.
3. Ingin cepat
mengharap
kan hasil.
Jangan
berharap
terlalu
cepat untuk mengharapkan hasil dari usaha yang baru dirintis. Hasilnya mungkin baru dapat kita
rasakan beberapa bulan yang akan datang.
4. Tidak berani bermimpi besar. Anda memang bukan Bill Gates boss Microsoft itu, atau Michael Dell
pendiri Dell Computer. Tapi anda bisa bermimpi seperti mimpi mereka. Banyaklah membaca
biografi pengusaha sukses untuk memotivasi bisnis anda.
5. Bingung menentukan usaha yang akan dijalani. Anda bisa memulainya dari hobby. Steve Geppi
seorang tukang pos di Amerika telah berhasil memiliki toko tempat menjual komik lama dengan
harga tinggi. Ini semua karena hobinya membaca komik. Jika anda kreatif bisa jadi anda bisa
menjual limbah kertas koran menjadi barang berharga yang bisa diekspor seperti Lucy Gani Wijaya
dari Yogyakarta.
6. Tidak memiliki strategi rencana pemasaran dan penjualan. Dengan rencana pemasaran anda dapat
memfokuskan sasaran produk atau jasa yang ingin anda jual. Sedangkan rencana penjualan adalah
peta nyata mengenai gambaran dari mana hasil penjualan datang, bagaimana caranya dan dari
siapa. Dengan strategi ini usaha jadi bisa dikendalikan sesuai tujuan kita.
7. Tidak mengenali konsumen. Apakah kita sudah cukup mengenali pelanggan produk atau jasa kita?
Pebisnis yang baik harus tahu apa keinginan konsumen saat ini dan mendatang, bagaimana pola beli

Page | 93
dan bagaimana konsumen memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dengan pengetahuan ini anda bisa
berinovasi dan membuat produk yang bersaing.
8. Mencampuradukkan modal usaha dan keuntungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ingatlah,
kita harus membuat kas keuangan yang cukup baik walau sifatnya mungkin masih sederhana.
Jangan lantas menggunakan modal dan keuntungan hasil usaha untuk kebutuhan kita sehari-hari.
Jika anda terpaksa mengambil dari kas, maka anggaplah itu pinjaman yang harus segera dilunasi.
9. Senang berbisnis sendiri. Jika anda memiliki niat mulia untuk membuka lapangan pekerjaan, kenapa
tidak berani membayar tenaga orang untuk mengerjakan sebagian tanggung jawab anda jika usaha
anda mulai berkembang? Hal ini menguntungkan karena anda bisa memikirkan memperluas bidang
usaha dengan ide-ide anda yang lain tanpa terbebani secara teknis bisnis yang sudah anda mulai
lebih dulu.
10. Kurang sungguh-sungguh dalam berbisnis. Hasil yang anda terima sepadan dengan usaha yang
telah anda berikan. Nah, jangan harap hasil yang anda terima akan besar jika anda mengerjakan
bisnis anda dengan setengah hati. Kesungguhan adalah salah satu kunci kesuksesan.


http://www.ummigroup.co.id/ummi/lengkap.php?id=98

Page | 94
Satu Pertanyaan Dua Cerita

When desire drives us, life gets problematic. --Alan Senauke, Adbuster no. 33, Jan/Feb 01

Kau sudah bekerja keras, tapi tidak semua berhasil. --Matthew Tabak

Oleh:
Anwar Holid
Eksponen Textour dan Forum Studi Kebudayaan.


Suatu hari aku bertanya ke seseorang, 'Andai kata kita dicaci maki oleh seseorang, padahal kita tahu itu salah;
apa yang pantas kita lakukan kepadanya? Bagaimana cara kita membalas perlakuan itu? Bagaimana
memandang peristiwa itu secara utuh agar bisa memandang lebih baik? Di satu sisi kita ingin menyatakan
bahwa kita tidak seperti yang dia cacimakikan, di sisi lain kita ingin memperlihatkan harga diri, sementara kita
pun ingin bilang bahwa dia salah, serta
memperlihatkan ketegasan, bahwa kita bukan
orang yang bisa dengan mudah bisa dicaci maki?'

Orang itu menjawab, 'Well, bagaimana jika yang
terjadi sebaliknya, misalnya kita dipuji? Di beri
penghargaan, dibilang baik? Padahal kita
sebenarnya tidak seperti itu sepenuhnya? Apa
kita lantas merasa pantas menerima perlakuan itu? Atau menolak? Di caci maki hanya sebuah peristiwa. Yang
penting bagaimana reaksinya. Orang cenderung reaktif, mudah tersinggung, defensif.

'Ada baiknya kita berjarak dulu dengan itu. Andai kita dicaci maki padahal tahu persis tak pantas menerima
perlakuan itu, kita diam dulu. Ada apa dengan peristiwa itu? Barangkali benar kita tak pantas menerima
perlakuan itu, tapi peristiwa bisa terjadi begitu saja. Tak ada yang bisa mencegah peristiwa bila itu harus
terjadi. Barangkali tanpa sepengetahuan kita sengaja terpilih mengalami peristiwa nahas itu sebagai latihan
akan seperti apa kita bereaksi atau menganggap kejadian itu. Hati-hatilah saat bereaksi. Barangkali peristiwa
itu terjadi untuk membangunkan ego, sisi gelap kita, dan kita tahu, betapa mudah itu muncul. Semua orang
punya sisi lemah, dan persis dengan hal itu dia diuji. Bila orang merasa punya harga diri, persis dengan harga
diri itu dia diuji. Bila orang merasa saleh, dengan kesalehan itu dia dicoba. Cacian, pujian, peringatan,
keberhasilan... Semua itu tak berbeda. Yang berbeda adalah bagaimana kita menghadapinya, sampai kita tahu
apa itu sebenarnya.'

Aku pikir itu jawaban yang manis. Biar aku tambah dua cerita dalam tulisan ini:

Page | 95

Ada seorang istri yang suatu hari ditinggal suami pergi kerja, sampai sore belum datang. Di rumah istri itu
tanpa diduga dikunjungi oleh teman baik suaminya. Teman yang sudah sangat lama mengenal mereka satu
sama lain, kerap makan bersama, main kartu, dan sebagainya. Dia sudah bisa disebut sebagai teman sejati.
Tapi malam itu dia datang agak mabuk. Dia dipersilakan masuk, dan ingin menunggu suaminya sampai datang.
Waktu si istri kembali masuk ke kamar, tamu itu tiba-tiba menangkap tubuhnya, merengkuh, hendak melucuti
pakaian, mencoba memperkosanya. Karena dia kuat, istri itu kalah, sampai akhirnya dia ditindih dalam posisi
hendak disetubuhi. Persis saat itulah suaminya muncul di depan pintu. Tanpa perlu menunggu waktu, dia hajar
kawannya itu dengan palu sampai ampun-ampunan, dan akhirnya tumbang. Setelah itu istrinya dia guncang-
guncang karena dalam pandangannya dia selingkuh dan mengkhianati kesetiaan perkawinan. Tapi setelah
semua terjadi, dia menyesal setengah mati melakukan perbuatan mengerikan pada teman dan istrinya.
Persoalannya dia tidak menunggu sampai tahu segala yang terjadi.

Kisah lain: Seorang pemilik perusahaan asuransi suatu hari ingin membeli anggur. Sudah pasti dia kaya,
berselera, mendekati sempurna. Waktu menerima botol anggur dari penjual, dia lihat label anggur itu
tergores merusakkan merk dan segera minta ganti yang baru. Penjual dengan senang hati melayani, meminta
pelayannya mengambil botol baru yang ada di gudang. Waktu mereka ngobrol sambil menunggu pelayan
kembali, saat itulah seorang perampok bersenjata masuk. Dia mendorong jatuh ke lantai pemilik perusahaan
itu, menodong pemilik toko untuk segera mengumpulkan uang dan menyerahkan kepadanya. Pemilik toko tak
melawan. Ketika uang hendak diserahkan, pelayan itu muncul dari pintu, memegang botol anggur baru.
Terkejut, seketika perampok menembak pelayan itu, kena di perut, tumbang, tapi tangannya tetap
menggenggam botol. Tahu terjadi kecelakaan, perampok itu segera kabur tanpa sempat membawa uang yang
sudah di hadapannya. Pemilik toko berusah mengejar perampok di luar toko; sedangkan calon pembeli itu
mendekati dan memegang pelayan yang roboh. Berusaha membantu menenangkannya. Pikirannya
berkecamuk, bagaimana mungkin keinginan mendapat label anggur yang sempurna sampai harus ditebus oleh
sebuah nyawa, disertai insiden, kecelakaan, ataupun perubahan kejadian lain?

Peristiwa: Semua bisa terjadi, semua dibolehkan. Bahkan yang menurut kita karena kebetulan.

Tapi apakah yang benar-benar kebetulan di alam ini? Betulkah tanpa ada rencana sebelumnya, terjadi begitu
saja, atau kita tak tahu itu sebenarnya apa, rencana yang tak kasat mata, yang rahasia. Kata sebagian orang,
yang terjadi adalah karena kita tak tahu apa itu sebenarnya. Yang kita tahu hanya sebelah, bukan seluruhnya.
Yang kita pahami adalah yang eksplisit, tampak, terlihat; sementara yang tersirat, tersembunyi, simbolik
belum terungkap. Sering sekali kita bereaksi karena semata-mata hanya mempertimbangkan yang menohok
diri kita yang paling kasar, yang paling permukaan. Kita tak terima dipukul, dan balas ingin menghajar. Kita tak
terima diperlakukan buruk, akhirnya mendendam. Kita marah karena aib terasa diuar-uar, dan balas
mengumbar kesalahan dan keburukan yang dialamatkan pada orang lain, padahal bisa jadi tidak benar. Ada
nasihat bagus untuk itu: keburukan yang dilakukan orang lain adalah cermin, siapa tahu hal itu terjadi pada

Page | 96
diri kita suatu ketika; bersyukur kita belum dipilih memperlihatkan keburukan itu.

Tapi melihat secara utuh merupakan hal yang sangat sulit, kalau bukan mustahil. Karena kita punya keyakinan,
pengalaman, ego, prasangka, sejarah, trauma, hasrat, dan sebagainya. Diri kita adalah sesuatu yang
kompleks; dia tak bisa dijelaskan, apalagi ditenangkan, hanya oleh satu faktor, apalagi yang menyebalkan. Dia
haus akan pengakuan, harga diri, tapi mudah sekali menampik, menyanggah, membenar-benarkan, menuduh-
nuduh, membolak-balikkan hal, meski menempuh cara kesalahan logika sekalipun. Betul kita bisa menerima,
mengakui, berempati pada pendirian, argumen, atau pendapat orang lain, tapi entah kenapa kita juga sangat
sulit masuk ke dalam, apalagi mau melakukan sebagaimana yang dialami orang lain. Bisa jadi kita mudah
berempati pada narapidana, tukang sampah, orang cacat, penjual kerupuk eceran, atau penjual rokok, calo,
tapi kalau ditawari untuk benar-benar menjadi persis mereka, kita tentu menolak dan mencari dalih
menghindarinya, atau berkata sedikit sulit, 'Itukan kasusnya berbeda.'

Tapi sampai di mana kita tahu bahwa itu benar-benar 'benar'? Sering terjadi kita ternyata gagal melihat
kesalahan yang ada di diri sendiri, sementara mudah sekali mencoba meruntuhkan kebenaran yang ada pada
orang lain. Bahkan ketika diperlihatkan kejadian sebagaimana adanya pun, kalau ada kesempatan, kita kerap
berusaha menyangkal. Kadang-kadang kita merasa pendirian kita sekuat baja, padahal ternyata tidak lebih
rapuh dari sarang laba-laba. Jadi sebenarnya keinginan kita apa? Kata Alan Senauke: Saat hasrat
mengendalikan kita, hidup jadi persoalan. Benar sekali: hasrat akan kebenaran, harga diri, kekayaan, nama,
pengakuan, kehebatan... Membuat hidup kita malah terjerembab persis oleh hal sama. Sampai di mana kita
akan berhenti dan mengakui? Jawabannya termasuk sulit, sebab meskipun dihancurkan pun, kalau belum
betul-betul mengaku kalah, kita tak akan nyerah. Kata orang Betawi mah, 'Kagak ada matinye!' Manusia telah
terbukti secara sejarah sebagai makhluk keras kepala.

Satu pertanyaan dan dua cerita itu memperlihatkan betapa manusia kerap mudah bertindak dengan bekal
keyakinan pandangan picik. Dia kesulitan mendapat perspektif lain, yang sangat mungkin melengkapi retakan
anggapan, lebih utuh, dari sudut yang tak terlihat oleh pandangannya, terhalang oleh beberapa hal, dan
menggunakan keyakinannya sebagai standar nilai; di sisi lain rasa keingintahuan pada keutuhan cerita kerap
tak datang begitu saja, melainkan baru bisa dipahami setelah mengalami banyak hal, ujian, pengorbanan,
termasuk waktu. Wawasan dan kebajikan tidak datang begitu saja, dia perlu tempaan. Untuk mengerti secara
utuh kadang-kadang orang harus hancur dulu, egonya dikalahkan, bodoh, tak tahu apa-apa; harus mengaku
dulu bahwa dia ada di bawah, kurang. Sayang, setelah bekerja keras pun, tidak semua berhasil.

Renungilah diri sendiri, betapa sering kita terlalu cepat menyimpulkan, terburu-buru ingin 'menyelesaikan'
atau bereaksi, kemudian baru sadar ternyata kita hanya kurang sabar menunggu satu detik lebih lama agar
semua berjalan sempurna. Pikir pemilik perusahaan asuransi itu: 'Andai aku menerima botol dengan merk
cacat itu, tentu tak seperti ini kejadiannya. Tak perlu sampai ada yang tewas. Kenapa aku begitu terganggu
oleh gores kecil itu? Tapi sebaliknya, kalau semua ini tak terjadi, tak mengalami peristiwa dramatik ini,

Page | 97
terlibat dalam peristiwa yang bersentuhan dengan nasib orang lain, kapan lagi aku tambah tahu, sedikit
tambah bijak, atau muncul kemungkinan perubahan jalur hidupku?'

Tapi kadang-kadang kebebalan membuat segala-galanya terlambat, melahirkan sesal. Sayangnya, sesal
kemudian tak berguna. Contoh ekstrem adalah betapa kita manusia sulit sekali menerima berita bahwa kita di
Dunia ini ternyata tertidur, tak melakukan apa-apa, malah lebih buruk kerap melakukan hal sia-sia. Kita mudah
sekali melecehkan, 'Tidur? Mimpi kali ye? Terus yang kita perbuat selama ini apa dong?' Padahal begitu nyawa
dicabut, raga dipisahkan dari ruh, barulah orang tahu, dia terbangun dari mimpi panjang. Itu membuatnya
terkejut; tapi ternyata kesadaran itu sia-sia. Dia datang terlambat, tak muncul sedetik lebih awal. Contoh
sederhana: orang bisa sedetik lebih cepat memukul orang lain yang tak terpikir minta maaf dalam kepalanya,
apalagi setelah salah paham. Suami gagal menahan kesabaran satu saat lebih lama, akhirnya terpuruk
menampar istri yang dianggap dalam pandangannya terus mendesak dan tak sabar.

Bila sudah terjadi, tak ada yang bisa mencegah. Orang hanya harus menerima resiko dan mengalami. Kata
seseorang, 'Kau tahu urusannya!' Kalau sudah begitu, kita mau apa lagi ya? Yah, berharaplah semua akan
tetap baik-baik saja. Kalau tidak, jangan bilang siapa-siapa.[]wartax@yahoo.com | 7:18 PM 6/1/05 | Usai baca
'Meniti Bianglala' dan nonton 'Auggie Rose'.

(c) 2005

Stones taught me to fly
Love taught me to cry
Life taught me to die
2002, Damien Rice ('Cannonball')

Page | 98
...dan Biarkan Air Mata Itu Menetes

Oleh:
Abu Aufa


Menitik air mata, mengalir membasahi pipi. Jernih bagaikan butiran embun pagi yang berkilauan diterpa sinar
mentari. Menghanyutkan rasa karena kedukaan, hati pun menjadi lara akan kesedihan. Lalu mata meluapkan
derai tangisan, hingga tercipta nelangsa yang luruh dalam kedukaan.

Air mata kadang bercerita akan indahnya kisah cinta dan bahagia. Namun tak jarang tercurah dan hanyut
dalam sedu sedan penyesalan belaka. Karenanya, betapa banyak untaian kisah yang tercipta dari tetesannya.

Air mata pun kadang menetes karena pelajaran akan sebuah makna ketegaran jiwa.

Hirotada Ototake, seorang pria yang lahir tanpa
kaki dan tangan, darinya kita bisa belajar tentang
makna tegar dalam kehidupan. Ia mengisahkan
dalam buku Gotan Fumanzoku tentang
kesanggupannya menamatkan studi di Universitas
Waseda dan pernah menjadi presenter berita
olahraga di televisi.

Ketegaran air mata pun pernah berkisah tentang Mitsuyo Ohira dalam bukunya Dakara Anata mo Ikinuite.
Ohira san adalah seorang wanita yang menjadi sasaran olok-olok ketika duduk di sekolah menengah. Ia
pernah mencoba bunuh diri ketika remaja, menikah dengan seorang gangster pada usia enam belas tahun,
bercerai, namun kemudian berhasil bangkit dari masa lalunya dan kini menjadi pengacara.

Kisah-kisah itu menceritakan ketegaran yang menguras air mata.

Air mata ibarat hujan yang jatuh dari langit pada lahan hati yang tandus, gersang dan kering kerontang.
Tetesannya melunakkan hati dan jiwa yang keras membatu, lalu menciptakan rasa empati dan peka terhadap
ciptaan-Nya.

Kegersangan hati dan jiwa, serta qalbu yang merekah karena berbagai nista perlahan pupus. Hanyut,
bagaikan debu-debu yang terbawa arus oleh untaian doa dalam butir-butir air mata yang dimunajatkan
kepada Sang Pencipta.


Page | 99
Mahal...

Sungguh sangat mahal harganya tetesan air mata yang mengalir saat khusyuk menghadap-Nya. Hingga salah
satu dari dua tetesan yang disukai RasuluLlah SAW adalah air mata yang mengalir karena rasa takut dan
rindu kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Beliau, yang terjaga dari dosa bahkan selalu menumpahkan air mata
karena penuh harap untuk berjumpa dengan-Nya.

Seorang mujahid serta mujaddid yang pernah hidup di dunia ini, Hasan al-Banna, juga menguraikan air
matanya karena memikirkan ummat.

Betapa keinginannya agar ummat mengetahui bahwa mereka lebih dicintai daripada dirinya sendiri. Hingga ia
pernah berkata, "Sesaat pun kami tak akan pernah menjadi musuh kalian."

Betapa bangganya Sang Imam ketika jiwa-jiwa ini gugur sebagai penebus kehormatan mereka, atau menjadi
harga bagi tegaknya kejayaan, kemuliaan dan terwujudnya cita-cita Islam.

Rasa cinta itu mengharu-biru hati, menguasai perasaan bahkan mencabut rasa ngantuk di pelupuk mata
hingga membuat beliau memeras air matanya. Air bening itu lalu mengalir karena menyaksikan bencana yang
mencabik-cabik ummat ini. Sementara kita hanya sanggup menyerah pada kehinaan serta pasrah pada
ketidakberdayaan.

Dan...

Apa yang terjadi pada diri ini?

Takkala lahir menangis, namun orang-orang tercinta tertawa bahagia karena menyambut kelahiran kita.
Namun, mereka pun menangis pilu saat kita tutup usia.

Saat diri akan beranjak pergi, apakah kita juga turut menangis ataukah mengulas senyum bahagia karena
akan berjumpa dengan-Nya?

Adakah amal kita lebih banyak dari dosa yang kita lakukan selama hidup di dunia fana?

Apakah prestasi kita hanya lahir, hidup, mati, kemudian dilupakan orang, bahkan oleh orang-orang terdekat
kita?

Lalu setelah itu hanya pasrah, rebah di bantalan tanah, cemas menanti pengadilan akhir yang pasti tiba.


Page | 100
Duhai Sang Pemilik Jiwa...

Jadikanlah tetesan air yang jatuh dari sudut mata adalah air mata berharga, hingga mampu membersihkan
hati yang pekat ini untuk mudah dicelupi cahaya-Mu, Ilahi Rabbi.

Dan, jangan Engkau jadikan air mata ini kelak berubah menjadi tetesan darah karena lelah berteriak, menangis
dan mengetuk pintu surga yang telah tertutup rapat.

Sungguh...

Bersimbah tetesan air mata di dunia fana adalah lebih baik daripada genangan air mata bercampur darah
saat di akhirat nanti.

Menangislah sebelum datang hari di mana kita semua akan ditangisi, karena saat itu pasti akan terjadi.

Telah tertutuplah pintu surga
Diketuk keras tak akan terbuka
Walau pekik ingin memecah langit
Walau air matanya berganti darah

Ya Allah, yang manusia harus takuti
Angkatlah kami dari lembah maksiat
Sampai kami keluar dari dunia
Tak bawa beban walau sebesar zarrah

[Lirik nasyid: Air Mata dari Izzatul Islam]

WaLlahua'lam bi shawab...

Page | 101
A Letter About Love

Ba'da tahmid wa shalawat.

Udah pernah dapet surat cinta yang isinya kayak gini belum? Kalau belum, ya udah disimak dan ambil
ibrahnya. Kalau udah, mudah-mudahan lebih terpatri di hati dan manfaat ya.

Bismillahirrhmaanirrahiim...

Surat ini kutujukan untuk diriku sendiri serta saudara-saudariku yang insya Allah tetap mencintai Allah dan
rasul-Nya di atas segalanya, karena hanya cinta itu yang dapat mengalahkan segalanya, cinta hakiki yang
membuat manusia melihat segalanya dari sudut pandang yang berbeda, lebih bermakna dan indah.

Surat ini kutujukan untuk hatiku dan hati saudara-saudariku yang kerap kali terisi oleh cinta selain-Nya, yang
mudah sekali terlena oleh indahnya
dunia, yang terkadang melakukan
segalanya bukan karena-Nya, lalu di
ruang hatinya yang kelam merasa
senang jika dilihat dan dipuji orang,
entah di mana keikhlasan. Maka saat ini
kurasakan kekecewaan dan kelelahan
karena yang kulakukan tidak
sepenuhnya berlandaskan keikhlasan,
padahal Allah tidak pernah menanyakan
hasil. Dia akan melihat kesungguhan dalam berproses.

Surat ini kutujukan pula untuk jiwaku serta jiwa saudara-saudariku yang mulai lelah menapaki jalan-Nya ketika
seringkali mengeluh, merasa terbebani bahkan terpaksa untuk menjalankan tugas yang sangat mulia. Padahal
tiada kesakitan, kelelahan, serta kepayahan yang dirasakan oleh seorang hamba melainkan Allah akan
mengampuni dosa-dosanya.

Surat ini kutujukan untuk ruhku dan ruh saudara-saudariku yang mulai terkikis oleh dunia yang menipu, serta
membiarkan fitrahnya tertutup oleh maksiat yang dinikmati, lalu dimanakah kejujuran diletakkan?? Dan kini
terabaikan sudah secara nurani yang bersih, saat ibadah hanyalah rutinitas belaka, saat fisik dan fikiran
disibukkan oleh dunia, saat wajah menampakkan kebahagiaan yang semu, coba lihat hatimu menangis, tertawa
dan merana??

Surat ini kutujukan untuk diriku dan diri saudara-saudariku yang sombong, yang terkadang bangga pada

Page | 102
dirinya sendiri. Sungguh tiada satupun yang membuat kita lebih di hadapan-Nya selain ketakwaan. Padahal
kita menyadari bahwa tiap-tiap jiwa akan merasakan mati, namun kita masih bergulat terus dengan kefanaan.

Surat ini kutujukan untuk hatiku dan hati saudara-saudariku yang mulai mati, saat tiada getar ketika asma
Allah disebut, saat tiada sesal ketika kebaikan terlewatkan begitu saja, dan saat tiada rasa dosa ketika
menzhalimi diri dan saudaranya.

Akhirnya surat ini kutujukan untuk jiwa yang masih memiliki cahaya mekipun sedikit, jangan biarkan cahaya itu
padam. Maka terus kumpulkan cahaya itu hingga ia dapat menerangi wajah-wajah di sekeliling, memberikan
keindahan Islam yang sesungguhnya hanya dengan kekuatan dari-Nya.

"Adakah hari-hari yang mungkin aku bisa lari dari maut, hari yang ditentukan, dan yang tidak ditentukan. Hari
yang tidak ditetapkan, akupun tak gentar dan hari yang ditentukan-pun aku tak kuasa menghindarinya.
Kukatakan padanya, ia telah terbang bertabur bintang. Dari para syuhada yang gugur yang tak kau pedulikan.
Maka sesungguhnya engkau walau meminta penundaan meski sehari atas ajal yang ditetapkan padamu, tentu
ia takkan mau karena itu bersabarlah saat menghadapi kematian karena mengharapkan keabadian adalah
sesuatu yang mustahil." (Disenandungkan oleh Ali bin Abi Thalib kala mengahadapi musuh-musuhnya).


NB : Semoga bisa membangkitkan iman yang sedang mati atau 'jalan ditempat', berdiam diri tanpa ada
sesuatu amalan-pun yang dapat dikerjakan. It's works for me...and i hope same as you... Kembalikan semangat
itu saudaraku..... Ada Allah dan orang-orang beriman yang selalu menemani di kala hati "lelah".

"Ya..Allah yang maha membolak-balikkan hati, tetapkan hati ini pada agama-MU, pada ta'at kepada-Mu dan
da'wah dijalan-Mu"

Wallahu'alam bishowab

Page | 103
Anugerah Terindah Milik Kita

Oleh:
Abu Aufa


Ringkih dan renta karena ditelan usia, namun tampak tegar dan bahagia. Ikhlas, memancarkan selaksa cinta
penuh makna yang membias dari guratan keriput di wajah. Tiada yang berubah sejak saat dalam buaian,
hingga sekarang mahkota putih tampak anggun menghiasinya. Dekapannya pun tak berubah, luruh
memberikan kenyamanan dan kehangatan.

Jemari itu memang tak lagi lentik, namun selalu fasih menyulam kata pinta, membaluri sekujur tubuh dengan
doa-doa. Kaki tampak payah, tak mampu menopang tubuhnya. Telapak tempat surga itu pun penuh bekas
darah bernanah, simbol perjuangan menapak sulitnya kehidupan.

Ibunda...

Adakah saat ini
kita terenyuh
mengenangkan
nya? Ia adalah
sebuah
anugerah
terindah yang
dimiliki setiap manusia. Sejak dalam rahim, betapa cinta itu tak putus-putusnya mengalirkan kasih yang tak
bertepi. Hingga kerelaan, keikhlasan dan kesabaran selama 9 bulan pun bagai menuai pahala seorang prajurit
yang sedang berpuasa, namun tetap berperang di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Polesannya adalah warna dasar pada diri kita. Menggores sebuah kanvas putih nan suci, hingga tercipta
lukisan Yahudi, Musyrik atau Nasrani. Namun, goresan yang diselimuti untaian ayat suci al-Quran, zikir, tasbih
serta tahmid, tentu akan melahirkan syakhsiyah Islamiyah (kepribadian Islam) pada jiwa. Ibunda pun berharap
tercipta jundullah (tentara Allah) dari sebuah madrasah keluarga.

Selaksa cinta ibunda yang dibaluri tsaqofah Islamiyah (wawasan keislaman) telah menyemai banyak pahlawan
Islam. Teladan Asma' binti Abu Bakar ash-Shiddiq melahirkan pahlawan Abdullah bin Zubair, yang dengan
cintanya masih berdoa agar dirinya tidak mati sebelum mengurus jenazah anaknya yang disalib Hajaj bin
Yusuf, antek Bani Umayyah. Polesan warna seorang ibunda, al-Khansa, melahirkan putra-putra kebanggaan
Islam yang berani dan luhur akhlaqnya, hingga satu persatu syahid pada perang Qodisyiah. Di sela

Page | 104
kesedihannya, ibunda masih berucap, "Alhamdulillah... Allah telah mengutamakan dan memberikan karunia
padaku dengan kematian anak-anakku sebagai syuhada. Aku berharap semoga Allah mengumpulkan aku
dengan mereka dalam rahmat-Nya kelak."

Banyak... Sungguh teramat banyak cinta ibunda yang melahirkan kisah-kisah teladan. Yatim seorang anak pun
tidaklah menghalangi ibunda untuk merangkai sejarah dengan tinta emas, terbukti dengan mekar harumnya
para mujtahid, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i, Imam Ahmad bin Hambal serta Imam Bukhari. Didikan ibunda
mereka telah mampu mendidiknya hingga menjadi anak-anak yang gemar menuntut ilmu tanpa kenal lelah,
bahkan mandiri dalam kemiskinan.

Kita mungkin dilahirkan dari rahim seorang perempuan biasa. Bahkan kita pun tidak dilahirkan untuk menjadi
seorang pahlawan. Namun, ibunda kita dan mereka adalah sama, sebuah anugerah terindah dari Allah
Subhanahu wa Ta'ala.

Saat dewasa, tapak kaki telah kuat menjejak tanah dan tangan pun terkepal ke angkasa, masihkah selalu ingat
ibunda? Cita-cita telah tergenggam di tangan, popularitas, kemewahan hingga dunia pun telah takluk
menyerah kalah, tunduk karena ketekunan, jerih payah serta kerja keras tiada hentinya. Haruskah sombong
dan angkuh hingga kata-kata menyakitkan begitu gampang terlontar?

Duhai jiwa, sekiranya engkau sadar bahwa tanpa doa ibunda, niscaya semua masih angan-angan belaka.
Astaghfirullah... Ampuni diri ini ya Allah.

Duhai ibunda...

Maafkan jika mata ini pernah sinis memandang, dan lidah yang pernah terucap kata makian hingga membuat
luka hatimu. Maafkanlah pula kalau kesibukan menghalangi untaian doa terhatur untukmu. Ampuni diri ananda
yang tak pernah bisa membahagiakanmu, ibunda.

Sungguh, jiwa dan jasad ini ingin terbang ke angkasa lalu luruh di pangkuan, mendekap tubuh sepuh, serta
menangis di pangkuanmu. Hingga terhapuskan kerinduan dalam riak anak-anak sungai di ujung mata.
Rengkuhlah ananda dengan belai kasih sayangmu bagai masa kecil dulu. Mengenangkan indahnya setiap detik
dalam rahimmu dan hangatnya dekapanmu. Buailah dengan doa-doa hingga ananda pun lelap tertidur di
sampingmu.

Duhai ibunda...

Keindahan dunia tak akan tergantikan dengan keindahan dirimu. Sorak-sorai pesona dunia pun tak dapat
menggantikan gemuruh haru detak jantung saat engkau memelukku. Indah... Semua begitu indah dalam alunan

Page | 105
cintamu, menelisik lembut, membasahi lorong hati dan jiwa yang rindu kasih sayangmu.

Duhai ibunda...

Bukakanlah pintu ridhomu, hingga Allah pun meridhoiku.

Wallahua'lam bi showab.

Page | 106
Allah Mengetahui Bahwa Kita Sibuk

Oleh:
Musyaffa A. Rahim, Lc.


[www.usahamulia.net] Sebagai seorang da'i, atau sebagai seorang anggota lembaga yang menamakan dirinya
sebagai lembaga da'wah, sudah seharusnyalah ia mempunyai hubungan yang kokoh kuat (quwwatush-shilah)
dengan Allah SWT.

Ada banyak sarana yang bisa kita jadikan sebagai opsi atau pilihan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
hubungan tersebut.

Di dalam al-Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus Sa'id Hawa rahimahullah menyebutkan 13 sarana yang bisa kita
jadikan sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kita kepada Allah swt. Mulai dari shalat, zakat-infaq-sedekah,
puasa, haji, tilawatul Quran, dzikrullah, tafakkur alam dan
seterusnya.

Meskipun demikian, kita masih sering merasakan adanya
kekeringan ruhani, karena kita memang sangat jarang
mengalirinya dengan siraman-siraman ruhani yang
berupa sarana-sarana tersebut. Atau istilah accu-nya, kita
jarang ngeces accu dan baterai ruhani yang kita miliki
dengan sarana-sarana Islamiyyah itu tadi.

Alasan yang sering kita kemukakan selalu sama dan klasik: sibuk dan repot alias susah mengatur dan
mendapatkan waktu senggang untuk menyiram dan mengecesnya.

Kadangkala, kalau kita sedang berkumpul dengan sesama kader, kita ingat bahwa ruhani kita sedang sangat
kekeringan. Namun begitu keluar dari majlis ikhwah, kita kembali lagi menjadi manusia-manusia yang "sibuk".

Namun, kita perlu mengingat bahwa kesibukan kita tidak berarti meninggalkan langkah-langkah untuk
melakukan siraman-siraman dan pengecesan ruhani kita.

Mari kita renungkan bersama firman Allah SWT berikut ini:

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga
malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang

Page | 107
bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali
tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu
bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang
yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang
yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Quran dan
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan
kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah
sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Muzzammil: 20).

Ayat ini menjelaskan bahwa:
1. Allah swt mengetahui bahwa kemampuan kita dalam berqiyamullail berbeda-beda, ada yang hampir
mampu mencapai 2/3 malam, ada yang mampu setengah malam, ada yang sepertiga malam.
2. Allah swt-lah yang membuat ukuran-ukuran siang dan malam.
3. Allah swt mengetahui bahwa kita ini lemah dan tidak akan mampu memenuhi kewajiban (ya, waktu
itu qiyamullail setengah malam adalah kewajiban kaum muslimin) itu.
4. Allah swt mengetahui bahwa di antara kita ada yang sakit, ada yang sibuk mencari ma'isyah, ada
yang sibuk berperang fi sabilillah.

Meskipun Dia mengetahui kesibukan kita, namun Dia tetap memerintahkan kepada kita untuk:
1. Membaca al-Quran (bahkan diulang dua kali) sesuai dengan kemudahan kita.
2. Menegakkan shalat.
3. Membayar zakat, dan
4. Memberikan pinjaman yang baik kepada Allah swt (sedekah dan semacamnya).
5. Banyak-banyak beristighfar.

Artinya, betapapun kesibukan yang melanda kita, kita tidak boleh melupakan tugas menyirami ruhani kita dan
mengecesnya dengan berbagai sarana yang ada.

Ada banyak cara yang ditawarkan oleh Islam agar kita tetap bisa mendapatkan kesempatan melakukan
siraman dan pengecesan ruhani kita. Diantaranya adalah:
1. Kita harus mensplit waktu-waktu yang kita miliki agar muncul menjadi berbagai macam saat,
sehingga di hadapan kita akan muncul sederet waktu yang bisa kita daya gunakan.
Pada suatu kali seorang sahabat yang bernama Hanzhalah bertemu Abu Bakar Ash Shiddiq
radhiyallahu 'anhu. Begitu bertemu Hanzhalah berkata: Nafaqa Hanzhalah (Hanzhalah menjadi
munafiq). Mendengar pernyataan seperti itu Abu Bakar kaget, lalu berkata: "Kenapa? Hanzhalah
berkata: "Kalau kita berada di majelis Nabi saw seakan kita melihat dengan kepala kita sendiri
suasana surga dan neraka, akan tetapi begitu ketemu anak-anak, kita lupa semua yang kita rasakan

Page | 108
tadi". Mendengar penjelasan seperti itu Abu Bakar menjawab: "Kalau begitu sama dengan saya".
Singkat cerita keduanya mendatangi Nabi saw. Setelah keduanya menceritakan apa yang
dirasakannya, nabi saw menjawab: " Akan tetapi sa'ah wa sa'ah". Maksudnya: bagilah (spiltlah)
waktumu agar ada saat untuk ini dan ada saat untuk itu. (HR. Bukhari).
2. Kita harus pandai memanfaatkan "serpihan-serpihan" waktu yang kita miliki dan
mendayagunakannya untuk melakukan penyiraman dan pengecesan ruhani kita.
Pada suatu hari Rasulullah saw memperingatkan bahaya memaksakan diri sendiri untuk
memperbanyak ibadah. Beliau bersabda: "Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak ada yang
memberat-beratkan diri sendiri kecuali agama itu akan mengalahkannya, karenanya, luruskan
langkah dan kokohkan, berusahalah untuk selalu mendekati (target ideal), bergembiralah (jangan
pesimis), dan meminta tolonglah dengan waktu pagi, waktu sore dan sedikit malam". (HR. Bukhari).
Saudara-saudara yang dimuliakan Allah
3. Terakhir sekali, kita harus pandai-pandai membuat diversifikasi acara (keragaman acara) agar
tidak cepat bosan, ingatlah bahwa "Sesungguhnya Allah swt tidak bosan sehingga kita bosan, dan
bebanilah jiwa ini sesuai dengan kadar kemampuannya, dan bahwasanya amal yang paling dicintai
Allah swt adalah yang kontinyu" (HR. Ahmad, Abu Daud dan an-Nasai).

Semoga Allah swt memberikan taufiq, bimbingan dan kekuatan kepada kita untuk istiqamah di atas jalan
agama-Nya, amiiin.

Page | 109
All About Love

Sangatlah menyakitkan mencintai seseorang, tetapi tidak dicintai olehnya. Tetapi lebih indah untuk mencintai
dan tidak pernah menemukan keberanian untuk memberitahu mereka apa yang kamu rasakan.

Hanya perlu satu menit untuk menghancurkan seseorang, satu jam untuk menyukai seseorang, satu hari
untuk mencintai seseorang tetapi membutuhkan seumur hidup untuk melupakan seseorang

Mungkin Tuhan menginginkan kita untuk bertemu dengan orang yang tidak tepat sebelum bertemu. Jadi ketika
kita akhirnya bertemu dengan orang yang tepat, kita akan tahu betapa berharganya anugerah tersebut

Cinta adalah ketika kamu membawa perasaan, kesabaran dan romantis dalam suatu hubungan dan
menemukan bahwa kamu peduli dengan dia.

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu.
Hanya untuk menemukan bahwa pada akhirnya menjadi tidak berarti dan kamu harus membiarkannya pergi.

Ketika pintu kebahagiaan tertutup, yang lain terbuka. Tetapi kadang-kadang kita
menatap terlalu lama pada pintu yang telah tertutup itu sehingga kita tidak
melihat pintu lain yang telah terbuka untuk kita.

Teman yang terbaik adalah teman di mana kamu dapat duduk bersamanya dan merasa terbuai, dan tidak
pernah mengatakan apa-apa dan kemudian berjalan bersama. Perasaan seperti itu adalah percakapan
termanis yang pernah kamu rasakan.

Benarlah bahwa kita tidak tahu apa yang kita dapatkan sampai kita kehilangan itu?? Tetapi benar juga bahwa
kita tidak tahu apa yang hilang sampai itu ada.

Memberikan seseorang semua cintamu tidak pernah menjamin bahwa mereka akan mencintai kamu juga!!!
Jangan mengharapkan cinta sebagai balasan, tunggulah sampai itu tumbuh di dalam hati mereka. Tetapi jika
tidak, pastikan dia tumbuh di dalam hatimu.

Ada hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi tidak akan pernah kamu dengar dari orang yang dari mereka
kamu ingin dengar. Tetapi jangan sampai kamu menjadi tuli walaupun kamu tidak mendengar itu dari
seseorang yang mengatakan itu dari hatinya.

Jangan pernah berkata selamat tinggal jika kamu masih ingin mencoba. Jangan menyerah selama kamu
merasa masih dapat maju. Jangan pernah berkata kamu tidak mencintai orang itu lagi bila kamu tidak bisa

Page | 110
membiarkannya pergi.

Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan walapun mereka telah dikecewakan. Kepada
mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai,
walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan
untuk membangun kembali kepercayaan.

Jangan melihat dari wajah, itu bisa menipu. Jangan melihat kekayaan, itu bisa menghilang.

Datanglah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum karena sebuah senyuman dapat membuat
hari yang gelap menjadi cerah. Berharaplah kamu dapat menemukan seseorang yang dapat membuatmu
tersenyum.

Semoga kamu mendapat cukup kebahagiaan untuk membuat kamu bahagia, cukup cobaan untuk membuat
kamu kuat, cukup penderitaan untuk mmbuat kamu menjadi manusia yang sesungguhnya, dan cukup harapan
untuk membuat kamu bahagia.

Selalu letakkan dirimu pada posisi orang lain. Jika kamu merasa bahwa itu menyakitkan kamu, mungkin itu
menyakitkan orang itu juga. Kata-kata yang ceroboh dapat mengakibatkan perselisihan, kata-kata yang kasar
bisa membuat celaka, kata-kata yang tepat waktu dapat mengurangi ketegangan, kata-kata cinta dapat
menyembuhkan dan menyenangkan.

Permulaan cinta adalah dengan membiarkan orang yang kita cintai menjadi dirinya sendiri dan tidak
membentuk mereka menjadi sesuai keinginan kita. Dengan kata lain kita mencintai bayangan kita yang ada
pada diri mereka.

Orang yang bahagia tidak perlu memiliki yang terbaik dari segala hal. Mereka hanya membuat segala hal yang
datang dalam hidup mereka.

Kebahagiaan adalah bohong bagi mereka yang menangis, mereka yang terluka, mereka yang mencari, mereka
yang mencoba. Mereka hanya bisa menghargai orang-orang yang penting yang telah menyentuh hidup
mereka.

Masa depan yang cerah berdasarkan pada masa lalu yang telah dilupakan. Kamu tidak dapat melangkah
dengan baik dalam kehidupan kamu sampai kamu melupakan kegagalan kamu dan rasa sakit hati. Ketika kamu
lahir, kamu menangis dan semua orang di sekeliling kamu tersenyum. Hiduplah dengan hidupmu, jadi ketika
kamu meninggal, kamu satu-satunya yang tersenyum dan semua orang di sekeliling kamu menangis.


Page | 111
May the PURE of LOVE always in your heart.

Page | 112
All About Friends

Teman adalah hadiah dari Tuhan buat kita.

Seperti hadiah, ada yang bungkusnya bagus dan ada yang bungkusnya jelek.

Yang bungkusnya bagus punya wajah rupawan, atau kepribadian yang menarik. Yang bungkusnya jelek punya
wajah biasa saja, atau kepribadian yang biasa saja, atau malah menjengkelkan.

Seperti hadiah, ada yang isinya bagus dan ada yang isinya jelek.

Yang isinya bagus punya jiwa yang begitu indah sehingga kita terpukau ketika berbagi rasa dengannya, ketika
kita tahan menghabiskan waktu berjam-jam saling bercerita dan menghibur, menangis bersama, dan tertawa
bersama.. Kita mencintai dia dan dia mencintai kita.

Yang isinya
buruk punya
jiwa yang
terluka. Begitu
dalam luka-
lukanya
sehingga
jiwanya tidak
mampu lagi
mencintai, justru karena ia tidak merasakan cinta dalam hidupnya.

Sayangnya yang kita tangkap darinya seringkali justru sikap penolakan, dendam, kebencian, iri hati,
kesombongan, amarah, dll. Kita tidak suka dengan jiwa-jiwa semacam ini dan mencoba menghindar dari
mereka.

Kita tidak tahu bahwa itu semua BUKANlah karena mereka pada dasarnya buruk, tetapi ketidakmampuan
jiwanya memberikan cinta karena justru ia membutuhkan cinta kita, membutuhkan empati kita, kesabaran dan
keberanian kita untuk mendengarkan luka-luka terdalam yang memasung jiwanya.

Bagaimana bisa kita mengharapkan seseorang yang terluka lututnya berlari bersama kita? Bagaimana bisa
kita mengajak seseorang yang takut air berenang bersama? Luka di lututnya dan ketakutan terhadap airlah
yang mesti disembuhkan, bukan mencaci mereka karena mereka tidak mau berlari atau berenang bersama
kita. Mereka tidak akan bilang bahwa "lutut" mereka luka atau mereka "takut air", mereka akan bilang bahwa

Page | 113
mereka tidak suka berlari atau mereka akan bilang berenang itu membosankan, dll.

It's a defense mechanism. Itulah cara mereka mempertahankan diri.

Mereka tidak akan bilang, "Aku tidak bisa menari". Mereka akan bilang, "Menari itu tidak menarik."

Mereka tidak akan bilang, "Aku membutuhkan kamu". Mereka akan bilang, "Tidak ada yang cocok denganku."

Mereka tidak akan bilang, "Aku kesepian". Mereka akan bilang, "Teman-temanku sudah lulus semua"


Mereka tidak akan bilang, "Aku ingin didengarkan". Mereka akan bilang, "Kisah hidupku membosankan.."

Mereka tidak akan bilang, "Aku butuh diterima". Mereka akan bilang, "Aku ini buruk, siapa yang bakal tahan
denganku?"

Mereka semua hadiah buat kita, entah bungkusnya bagus atau jelek, entah isinya bagus atau jelek. Dan jangan
tertipu oleh kemasan. Hanya ketika kita bertemu jiwa-dengan-jiwa, kita tahu hadiah sesungguhnya yang sudah
disiapkan-Nya buat kita.

Berikanlah makna di dalam kehidupan Anda bukan hanya untuk diri Anda sendiri saja melainkan juga untuk
membahagiakan sesama manusia di dalam lingkungan kehidupan Anda. Berikanlah waktu Anda dengan
digabung oleh rasa kasih!

Seorang sahabat sama seperti satu permata yang tak ternilai harganya. Seorang kawan bisa membuat kita
ceria, membuat kita terhibur. Mereka meminjamkan kupingnya kepada kita pada saat kita membutuhkannya.
Mereka bersedia membuka hati maupun perasaannya untuk berbagi suka dan duka dengan kita pada saat kita
membutuhkannya.

Maka dari itu janganlah buang waktu yang Anda miliki, janganlah sia-sia akan waktu yang sedemikian
berharganya. Bagikanlah sebagian dari waktu yang Anda miliki untuk seorang kawan. Pasti waktu yang Anda
berikan tersebut akan berbalik kembali seperti juga satu lingkaran walaupun terkadang kita tidak tahu dari
mana dan dari siapa datangnya.

Page | 114
Aturlah "Waktu" Untuk Mengatur K.e.h.i.d.u.p.a.n

Betapa hebatnya waktu mengatur kita, mengatur kehidupan kita.

Ketika lonceng jam usai kerja berdering, tanpa diperintah segera kita berkemas.

Menyimpan kertas dan pensil dalam laci, lalu meninggalkannya jauh-jauh. Seolah semua persoalan telah
terpecahkan untuk hari itu.

Padahal masalah tetap terjaga selagi kita pejamkan mata.

Namun, esok hari, ketika lonceng jam mulai kerja berdentang, semua tumpukan masalah kita aduk, seolah ia
terlampau banyak tidur semalam. Perselisihan pun bolehlah dilanjutkan kembali. Ah, betapa hebatnya waktu
menghibur kita.

Betapa bergairahnya waktu membangunkan kita.

Saat kita mengatur waktu, sesungguhnya kita pun
mengatur pikiran, emosi, dan perasaan kita. Karena
waktu adalah lingkaran di mana kehidupan kita
berjalan, kita atur waktu untuk mengatur kehidupan.
Kita rayakan sesuatu karena kita ciptakan hari besar.
Kita heningkan diri karena kita tegakkan kesyahduan. Dan, semua itu kita rangkai dalam jalinan waktu.

Maka, hanya mereka yang tak kenal akan waktulah yang terjerat dalam persoalan tiada berujung.

Page | 115
Atmosfer Perjuangan

Kisah berikut sangat kita kenal. Yaitu tentang seorang penjahat yang telah membunuh 99 orang. Ia menyadari
kesalahan dan hendak bertaubat. Kemudian ia menemui seorang rahib/alim. Namun oleh rahib itu dikatakan
dosanya sudah tidak bisa diampuni. Akhirnya dibunuhlah pendeta itu dan genap 100 orang yang telah ia bunuh.

Kemudian ia menemui rahib kedua. Oleh rahib kedua ini ia disarankan untuk menuju sebuah kampung yang
berisi orang-orang yang shalih. Maka berlarilah mantan penjahat itu menuju kampung itu.

Dalam dunia preman pun, seorang preman yang telah sadar maka ia harus meninggalkan secara total
lingkungannya dan berpindah ke lingkungan yang kondusif untuk merealisasikan taubatnya. Jika tidak, ia akan
menerima ancaman, intimidasi atau ajakan-ajakan kembali ke kemaksiatan oleh lingkungan lamanya.


Kesadaran dan Atmosfer Perjuangan

Kisah di atas menggambarkan bahwa seseorang yang telah
mempunyai kesadaran dan ingin menjaga dan merealisasikan
kesadarannya, maka harus berada dalam atmosfer yang
kondusif.

Dalam sejarah kita mengenal nama-nama besar. Zaid bin
Haritsah masih berumur 18 tahun ketika diangkat menjadi
panglima perang. Imam Hasan al-Banna berusia sekitar 22 tahun ketika membentuk organisasi cikal bakal
Ikhwanul Muslimin yang kemudian menjadi gerakan Islam paling berpengaruh dan inspirator gerakan Islam di
dunia sampai saat ini. Mochammad Hatta baru berumur 25 tahun ketika bersama Nehru menjadi pembicara di
forum internasional. Demikian juga M. Natsir, Jendral Sudirman dan pahlawan-pahlawan lain yang hadir dalam
sejarah.

Dua kata kunci yang menjadikan mereka berdaya besar di usia muda dan mencapai puncak kontribusinya,
yaitu kesadaran untuk berubah dan mengubah, dan tumbuh dalam atmosfir perjuangan. Mereka hidup
dalam atmosfer perjuangan dawah dan perjuangan pembebasan dari penjajahan. Semua pahlawan hadir dari
kesadaran yang kemudian tumbuh dalam atmosfer perjuangan.

Kita menjumpai banyak pemuda dan mahasiswa yang mempunyai kesadaran untuk membangun negeri
memberantas korupsi, termasuk pelajar yang dikirim ke luar negeri. Namun kesadaran itu seringkali hanya
sampai pada sebatas kesadaran dan mandul setelah kembali ke tanah air dan masuk dunia kerja. Hal ini
dikarenakan tidak menemukan lagi atmosfer perjuangan bersama-sama pejuang yang mempunyai misi sama.

Page | 116
Berbeda dengan ketika masih mahasiswa apalagi jika mengikuti pergerakan mahasiswa, atmosfer perjuangan
sangat kental.


Atmosfer Perjuangan

Tumbuh dalam atmosfer perjuangan bukan berarti meninggalkan lingkungan kerja yang memerlukan
perbaikan dari kita. Namun yang dimaksud adalah mempunyai afiliasi perjuangan berupa komunitas yang
berisi para pejuang, tempat beraktualisasi. Yang di sana saling menasehati, mengingatkan, tempat untuk
charging semangat juang.

Begitu pentingnya atmosfer perjuangan sehingga dalam dawah pun mengharuskan kita untuk berjuang dalam
komunitas dakwah, yang akan menjaga semangat juang. Bukan dalam kesendirian.

Selamat menemukan atmosfer perjuangan untuk puncak kontribusi kita, atmosfer perjuangan dawah dan
perjuangan perbaikan bangsa.

You might also like