You are on page 1of 29

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

TUGAS MAKALAH PRAKTEK KERJA PROFESI BIDANG PEMERINTAHAN DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR DEMAM BERDARAH DENGUE DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

Disusun oleh : Femi, S.Farm Fika Katrin T, S.Farm Fonny Cokro, S.Farm Imelda Palit, S.Farm Ismu Dwi Supangkat, S.Farm Olivia Sugiarta, S.Farm Patmawati, S.Farm Putu Restu Antasari, S.Farm Richa Amiliana, S.Farm Ridho Islamie, S.Farm Yosiko Meivia S, S.Farm Yuliana, S.Farm 91101031 91101034 91101036 91101039 91101042 91101066 91101068 91101070 91101074 91101076 91101107 91101109

PROGRAM PROFESI APOTEKER ANGKATAN XXXIX FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SURABAYA 2011

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

57

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI BIDANG PEMERINTAHAN


DI

DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 118 Surabaya ( 7-9 Maret 2011 )

DISUSUN OLEH : MAHASISWA PROGRAM PROFESI APOTEKER PERIODE XXXIX FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SURABAYA GELOMBANG III

DISETUJUI OLEH :
Pembimbing

Wari Iin Dehasworo, SKM 19701203 199703 2 001

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

58

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan salah satu aspek yang berpengaruh dalam kehidupan manusia. Salah satu tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan jasmaniah, rohaniah, dan sosial seluruh masyarakat Indonesia dan tercapainya mutu lingkungan hidup yang optimal. Untuk mewujudkannya, pemerintah Indonesia berupaya mengubah upaya peningkatan kesehatan dari paradigma sakit menuju paradigma sehat artinya pelayanan kesehatan di masa yang akan datang lebih menekankan pada tindakan pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif), tidak lagi pada tindakan penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas penyebarannya. DBD merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang mempunyai peran yang sangat penting terhadap terjadinya penyakit ini. Berkaitan dengan penyebaran penyakit DBD, kita seringkali melupakan akar masalah mengapa penyakit tersebut bisa tersebar sehingga menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) yang menelan korban jiwa. Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya musim hujan, sehingga terjadi peningkatan aktivitas vektor dengue pada musim hujan yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit DBD pada manusia melalui vektor Aedes. Sejauh ini permasalahan masih berkutat pada bagaimana mengobati penyakit DBD atau memberantas nyamuk sebagai vektor penyebarannya. Karenanya meski program pemberantasan penyakit DBD dianggap sukses namun beberapa waktu kemudian ketika semua orang melupakannya penyakit itu malah muncul kembali dengan ancaman yang lebih besar.

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

59

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Penyakit DBD di Indonesia pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968, dan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969. Pada tahun 1994 kasus DBD menyebar ke 27 provinsi di Indonesia. Sejak tahun 1968 angka kesakitan kasus DBD di Indonesia terus meningkat, tahun 1968 jumlah kasus DBD sebanyak 53 orang (Incidence Rate (IR) 0.05/100.000 penduduk) meninggal 24 orang (42,8%). Pada tahun 1988 terjadi peningkatan kasus sebanyak 47.573 orang (IR 27,09/100.000 penduduk) dengan kematian 1.527 orang (3,2%) (Hadinegoro dan Satari, 2002). Jumlah kasus DBD cenderung menunjukkan peningkatan baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit, dan secara sporadis selalu terjadi KLB. KLB terbesar terjadi pada tahun 1988 dengan IR 27,09/100.000 penduduk, tahun 1998 dengan IR 35,19/100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) 2 %, pada tahun 1999 IR menurun sebesar 10,17/100.000 penduduk (tahun 2002), 23,87/100.000 penduduk (tahun 2003) (Kusriastusi, 2005). Dari data yang ada di Jawa Timur pada Januari hingga Agustus 2010, didapatkan data CFR adalah 1,23%. Hasil studi epidemiologi lingkungan memperlihatkan tingkat kesehatan masyarakat atau kejadian suatu penyakit dalam suatu kelompok masyarakat merupakan resultan dan hubungan timbal balik antara masyarakat itu sendiri dengan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan adanya Standar Pelayanan Minimal yang menguatkan pentingnya upaya pengendalian penyakit DBD di Indonesia hingga ke tingkat kabupaten/kota bahkan sampai ke desa, hal ini sesuai dengan KepMenKes 1457 Tahun 2003. Selain itu pemerintah bersama dengan masyarakat melakukan upaya pemberantasan penyakit DBD secara tepat guna salah satunya dengan kegiatan 3 M plus, yaitu menguras tempat-tempat penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air, dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan. Dengan dilaksanakannya upaya pemberantasan penyakit DBD maka diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit demam berdarah di Indonesia.

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

60

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

BAB II ANALISA SITUASI


Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi hasil analisis baru diperoleh pada tahun 1970, sedangkan di Jakarta kasus DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1969, yang kemudian dilaporkan berturut-turut di Bandung dan Yogyakarta (1972). Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan tahun 1972 yaitu di Sumatera Barat, Lampung, Riau, Sulawesi Utara, dan Bali. Bahkan sejak tahun 1975 penyakit itu telah berjangkit. Saat ini DBD sudah endemik di banyak daerah pedesaan. Sejak tahun 1994, seluruh provinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan sejak tahun 1996 telah bergeser dari usia anak-anak ke usia dewasa. Hal ini terbukti pada tahun 2004, jumlah kematian mencapai 26.015 orang (CFR = 1,53%) di Indonesia. Dari data yang didapat dari Januari-Agustus 2010, data CFR yang ada sudah mencapai 1,23 %. A. Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit DBD ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempattempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Kristina et al., 2004). Penyakit DBD ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda perdarahan dikulit berupa bintik perdarahan, lebam/ruam. Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau shock (Depkes RI, 2009). Perkembangan hidup nyamuk penular DBD dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya. Kemampuan terbang nyamuk berkisar antara 40-100 meter dari tempat berkembang biaknya. Tempat istirahat yang disukai adalah benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti gorden, kelambu, baju di kamar yang gelap dan

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

61

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

lembab. Kepadatan nyamuk meningkat pada musim hujan, karena banyak dijumpai genangan air bersih.

Gambar 2.1. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti B. Etiologi DBD DBD disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthopod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviricae, dan mempunyai 4 jenis sterotipe yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi salah satu sterotipe akan menimbulkan antibodi terhadap stereotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap stereotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap stereotipe lain. Stereotipe DEN-3 merupakan stereotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Hadinegoro et al, 2001). C. Vektor Penular Penyakit DBD Vektor penyakit DBD adalah nyamuk jenis Aedes aegypti dan Aedes albopictus terutama bagi negara-negara di Asia, yaitu Filipina dan Jepang, sedangkan nyamuk jenis Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris dan Aedes pseudoscutellaris merupakan vektor di negara-negara kepulauan Pasifik dan New Guinea. Vektor DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti dan albopictus (Djunaedi, 2006).

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

62

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

D. Ciri-ciri Nyamuk Aedes aegypti Menurut Nadezul (2007), nyamuk Aedes aegypti telah lama diketahui sebagai vektor utama dalam penyebaran penyakit DBD dengan ciri-cirinya adalah: 1. Badan kecil berwarna hitam dengan bintik-bintik putih. 2. Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter. 3. Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan. 4. Menghisap darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00 dan sore hari pukul 16.00-17.00. 5. Nyamuk betina menghisap darah unuk pematangan sel telur, sedangkan nyamuk jantan memakan sari-sari tumbuhan. 6. Hidup di genangan air bersih. 7. Di dalam rumah dapat hidup di bak mandi, tempayan, vas bunga, dan tempat air minum burung. 8. Di luar rumah dapat hidup di tampungan air yang ada di dalam drum, dan ban bekas. E. Tanda dan Gejala Penyakit DBD Tanda-tanda dan gejala penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnosa klinis dan laboratoris, yaitu: - Diagnosa Klinis a. Demam tinggi mendadak 2 sampai 7 hari (38 40 C). b. Manifestasi perdarahan dengan bentuk : uji Tourniquet positif , Petekie (bintik merah pada kulit), Purpura(pendarahan kecil di dalam kulit), Ekimosis, perdarahan konjungtiva (pendarahan pada mata), Epistaksis (pendarahan hidung), perdarahan gusi, Hematemesis (muntah darah), Melena (BAB darah) dan Hematuri (adanya darah dalam urin). c. Perdarahan pada hidung dan gusi. d. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah. e. Pembesaran hati (hepatomegali).

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

63

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

f. Renjatan (syok), tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah. g. Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia (hilangnya selera makan), lemah, mual, muntah, sakit perut, diare dan sakit kepala. Diagnosa Laboratoris: a. Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan penurunan trombosit hingga 100.000 /mmHg. b. Hemokonsentrasi, meningkatnya hematokrit sebanyak 20% atau lebih. (Depkes RI, 2009). F. Penularan Penyakit DBD Penularan penyakit DBD memiliki tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus, yaitu manusia, virus dan vektor perantara (Hadinegoro et al, 2001). Depkes RI, 2009 menjelaskan mekanisme penularan penyakit DBD dan tempat potensial penularannya. 1. Mekanisme Penularan DBD Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk, termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena sebelum menghisap darah, nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersamaan air liur tersebut virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

64

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

2. Tempat potensial bagi penularan DBD Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Oleh karena itu tempat yang potensial untuk terjadi penularan DBD adalah: a. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis). b. Tempat-tempat umum yang menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue yang cukup besar seperti sekolah, RS/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, tempat umum lainnya (hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah dan lain-lain). c. Pemukiman baru di pinggir kota, penduduk pada lokasi ini umumnya berasal dari berbagai wilayah maka ada kemungkinan diantaranya terdapat penderita yang membawa tipe virus dengue yang berbeda dari masing-masing lokasi. G. Epidemiologi Penyakit DBD Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga epidemiologik, yaitu adanya agen, host dan lingkungan (environment). 1. Agen (virus dengue) Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari genus Flavivirus (Arbovirus Grup B), salah satu genus familia Togaviradae. Dikenal ada empat stereotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Virus dengue ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penular penyakit DBD. 2. Host Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa faktor yang mempengaruhi manusia adalah:

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

65

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

a. Umur Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus dengue, meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir. Di Indonesia, Filipina dan Malaysia pada awal tahun terjadi epidemi DBD penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tersebut menyerang terutama pada anakanak berumur antara 5-9 tahun, dan selama tahun 1968-1973 kurang lebih 95% kasus DBD menyerang anak-anak di bawah 15 tahun. b. Jenis kelamin Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di Filipina dilaporkan bahwa rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD antara laki-laki dan perempuan, meskipun ditemukan angka kematian yang lebih tinggi pada anak perempuan namun perbedaan angka tersebut tidak signifikan. Singapura menyatakan bahwa insiden DBD pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan. c. Nutrisi Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang berat. d. Populasi Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut. e. Mobilitas penduduk Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

66

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

1942 adalah perpindahan personil militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati merupakan jalur penyebaran virus dengue (Sutaryo, 2005). 3. Lingkungan (environment) Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit DBD adalah: a. Letak geografis Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30 Lintang Utara dan 40 Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya (Djunaedi, 2006). Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat itu virus dengue menimbulkan penyakit yang disebut penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai nyeri otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala. Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut masih merupakan problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara endemik maupun epidemi yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara lain (Hadinegoro dan Satari, 2002). b. Musim Pada negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim panas, meskipun ditemukan kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di Asia Tenggara seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Filipina, epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah musim hujan. Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

67

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

menyebabkan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi. H. Cara-cara Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD Strategi pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu: 1. Cara pemutusan rantai penularan Ada lima kemungkinan cara memutuskan rantai penularan DBD: a.Melenyapkan virus dengue dengan cara mengobati penderita. Tetapi sampai saat ini belum ditemukan obat anti virus tersebut. b.Isolasi penderita agar tidak digigit vektor sehingga tidak menularkan kepada orang lain. c. Mencegah gigitan nyamuk sehingga orang sehat tidak ditulari. d. Memberikan imunisasi dengan vaksinasi. e. Memberantas vektor agar virus tidak ditularkan kepada orang lain. 2. Cara pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti Pemberantasan terhadap jentik nyamuk Aedes aegypti dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) yang dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2009): a. Fisik Cara ini dikenal dengan kegiatan 3 M, yaitu Menguras (dan menyikat) bak mandi, bak WC, dan lain-lain; Menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum, dan lain-lain); dan Mengubur barang-barang bekas (seperti kaleng, ban, dan lain-lain). Pengurasan tempat-tempat penampungan air (TPA) perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembangbiak di tempat itu. Pada saat ini telah dikenal pula istilah 3 M plus, yaitu kegiatan 3 M yang diperluas. Bila PSN DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendah-rendahnya sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi. Untuk itu upaya penyuluhan

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

68

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

dan motivasi kepada masyarakat harus dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan karena keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat. b. Kimia Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida) ini antara lain dikenal dengan istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah Temephos. Formulasi Temephos yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram (1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasida dengan Temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan. c. Biologi Pemberantasan jentik nyamuk Aedes aegypti secara biologi dapat dilakukan dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang atau tempalo, dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thuringiensis var israeliensis (Bti). 3. Cara pencegahan a. Memberikan penyuluhan serta informasi kepada masyarakat untuk membersihkan tempat perindukan nyamuk dan melindungi diri dari gigitan nyamuk dengan memasang kawat kasa, perlindungan diri dengan pakaian dan menggunakan obat gosok anti nyamuk. b. Melakukan survei untuk mengetahui tingkat kepadatan vektor nyamuk, mengetahui tempat perindukan serta habitat larva dan membuat rencana pemberantasan sarang nyamuk serta pelaksanaannya. 4. Penanggulangan wabah a. Menemukan dan memusnahkan spesies Aedes aegypti di lingkungan pemukiman, membersihkan tempat perindukan nyamuk atau taburkan larvasida di semua tempat yang potensial sebagai tempat perindukan larva Aedes Aegypti. b. Gunakan obat gosok anti nyamuk bagi orang-orang yang terpajan dengan nyamuk (Kandun, 2000).

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

69

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

c. Menempatkan para JuManTik (Juru Pemantau Jentik) pada setiap kelurahan atau desa (DepKes, 2009). I. Faktor Penularan Penyakit DBD Ada dua faktor yang menyebabkan penyebaran penularan penyakit DBD adalah: 1. Faktor Internal Faktor internal meliputi ketahanan tubuh atau stamina seseorang. Jika kondisi badan tetap bugar, maka kemungkinannya kecil untuk terkena penyakit DBD. Hal tersebut dikarenakan tubuh memiliki daya tahan cukup kuat dari infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, parasit, atau virus seperti penyakit DBD. Oleh karena itu sangat penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh pada musim hujan dan pancaroba. Pada musim itu terjadi perubahan cuaca yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan virus dengue penyebab DBD. Hal ini menjadi kesempatan jentik nyamuk berkembangbiak menjadi lebih banyak. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar tubuh manusia. Faktor ini tidak mudah dikontrol karena berhubungan dengan pengetahuan, lingkungan dan perilaku manusia baik di tempat tinggal, lingkungan sekolah, atau tempat bekerja. Faktor yang memudahkan seseorang menderita DBD dapat dilihat dari kondisi berbagai tempat berkembangbiaknya nyamuk seperti di tempat penampungan air, karena kondisi ini memberikan kesempatan pada nyamuk untuk hidup dan berkembangbiak. Hal ini dikarenakan tempat penampungan air umumnya lembab, kurang sinar matahari dan sanitasi atau kebersihannya (Satari dan Meiliasari, 2004). Nyamuk lebih menyukai benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti gorden, kelambu dan baju/pakaian. Maka dari itu pakaian yang tergantung di balik pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam almari, karena nyamuk Aedes aegypti senang hinggap dan beristirahat di tempat-tempat gelap

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

70

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

dan kain yang tergantung untuk berkembangbiak, sehingga nyamuk berpotensi untuk bisa mengigit manusia (Yatim, 2007). Saat ini, semakin mudah nyamuk Aedes menularkan virusnya dari satu orang ke orang lainnya karena pertumbuhan penduduk yang tinggi sehingga akan dapat meningkatkan kesempatan penyakit DBD menyebar, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, peningkatan sarana transportasi. Beberapa peranan faktor lingkungan dan perilaku terhadap penularan DBD, antara lain: 1. Keberadaan jentik pada Tempat Penampungan Air (TPA) Keberadaan jentik pada TPA dapat dilihat dari letak, macam, bahan, warna, bentuk volume dan penutup TPA serta asal air yang tersimpan dalam TPA sangat mempengaruhi nyamuk Aedes betina untuk menentukan pilihan tempat bertelurnya. Keberadaan TPA sangat berperan dalam kepadatan vektor nyamuk Aedes, karena semakin banyak TPA akan semakin banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk Aedes. Semakin padat populasi nyamuk Aedes, maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya KLB. Dengan demikian program pemerintah berupa penyuluhan kesehatan masyarakat dalam penanggulangan penyakit DBD antara lain dengan cara menguras, menutup, dan mengubur (3 M plus) sangat tepat dan perlu dukungan luas dari masyarakat dalam pelaksanaannya. 2. Kepadatan vektor Kepadatan vektor nyamuk Aedes yang diukur dengan menggunakan parameter Angka Bebas Jentik (ABJ) yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota. Hal ini nampak peran kepadatan vektor nyamuk Aedes terhadap daerah yang terjadi kasus KLB. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin tinggi angka kepadatan vektor akan meningkatkan risiko penularan.

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

71

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

3. Tingkat pengetahuan DBD Pengetahuan merupakan hasil proses keinginan untuk mengerti, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terutama indera pendengaran dan pengelihatan terhadap obyek tertentu yang menarik perhatian terhadap suatu objek. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung sedangkan tindakan nyata seseorang yang belum terwujud (overt behavior). Pengetahuan itu sendiri di pengaruhi oleh tingkat pendidikan, dimana pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan, selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran dari pendidikan. J. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian DBD Menurut Widyana (1998), faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian DBD adalah: 1. Kebiasaan menggantung pakaian Kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah merupakan indikasi menjadi kesenangan beristirahat nyamuk Aedes aegypti. Kegiatan PSN dan 3M plus ditambahkan dengan cara menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar merupakan kegiatan yang mesti dilakukan untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan penyakit DBD dapat dicegah dan dikurangi. 2. Siklus pengurasan TPA lebih dari seminggu sekali. Salah satu kegiatan yang dianjurkan daelam pelaksanaan PSN adalah pengurasan TPA sekurang-kurangnya dalam frekuensi seminggu tiga kali. TPA yang berjentik, halaman yang tidak bersih dan anak dengan golongan umur 5-9 tahun. Selain itu, menurut Nugroho (1999), faktorfaktor yang mempengaruhi penyebaran virus dengue antara lain:

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

72

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

1. Kepadatan nyamuk Kepadatan nyamuk merupakan faktor risiko terjadinya penularan DBD. Semakin tinggi kepadatan nyamuk Aedes aegypti, semakin tinggi pula risiko masyarakat untuk tertular penyakit DBD. Hal ini berarti apabila di suatu daerah yang kepadatan Aedes aegypti tinggi terdapat seorang penderita DBD, maka masyarakat sekitar penderita tersebut berisiko untuk tertular. Kepadatan nyamuk dipengaruhi oleh adanya kontainer baik itu berupa bak mandi, tempayan, vas bunga, kaleng bekas yang digunakan sebagai tempat perindukan nyamuk. Agar TPA tidak menjadi tempat perindukan nyamuk maka harus dikuras satu minggu satu kali secara teratur dan mengubur barang bekas yang tidak digunakan lagi. 2. Kepadatan rumah Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang jarak terbangnya pendek (100 meter). Oleh karena itu nyamuk tersebut bersifat domestik. Apabila rumah penduduk saling berdekatan maka nyamuk dapat dengan mudah berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya. Ketika penghuni salah satu rumah ada yang terkena DBD, maka virus tersebut dapat ditularkan kepada tetangganya. 3. Kepadatan hunian rumah Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang sangat aktif mencari makan, nyamuk tersebut dapat menggigit banyak orang dalam waktu yang pendek. Oleh karena itu bila dalam satu rumah ada penghuni yang menderita DBD maka penghuni lain mempunyai risiko untuk tertular penyakit DBD. K. Pengobatan Bagian terpenting dari pengobatannya adalah terapi suportif. Sang pasien disarankan untuk menjaga penyerapan makanan, terutama dalam bentuk cairan. Jika hal itu tidak dapat dilakukan, penambahan dengan cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis.

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

73

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena. Meskipun demikian kombinasi antara manajemen yang dilakukan secara medik dan alternatif harus tetap dipertimbangkan. L. Program P2-DBD Tindakan penemuan, pertolongan, dan pelaporan demam berdarah dengue: - Keluarga - Petugas kesehatan - KK - Kepala Desa - Puskesmas : melakukan pertolongan pertama : pemeriksaan, diagnosa, pengobatan, perawatan : melapor ke Ketua RT/RW/Kepala dusun : melapor ke Puskesmas : melakukan PE

Penyakit DBD dapat dicegah dengan melaksanakan kewaspadaan dini terhadap penyakit tersebut, antara lain dengan: a. Penemuan dan pelaporan penderita. b. Penanggulangan fokus DBD sesuai hasil penyelidikan epidemiologi. c. Pemberantasan vektor secara intensif di kecamatan endemis: - Abatisasi selektif di desa endemis. - Pemeriksaan jentik berkala di desa endemis dan sporadis. - Penyuluhan dan penggerakan peran serta masyarakat dalam pemberantasan di semua desa atau keluarga. Program-program untuk tenaga kesehatan yang dilaksanakan guna mengurangi angka penderita penyakit DBD yaitu: 1. Melaksanakan pelatihan klinis tenaga medis atau paramedis dalam penatalaksanaan kasus DBD. 2. Melaksanakan pelatihan atau pertemuan bagi pengelola program dan teknisi mesin. 3. Melaksanakan pertemuan atau pembinaan Pokjanal DBD secara berjenjang.

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

74

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

4. Melaksanakan penyuluhan melalui berbagai media, baik penyuluhan kelompok atau individu. 5. Melaksanakan gerakan intensifikasi pemberantasan sarang nyamuk DBD yang dikaitkan dengan gerakan Jumat Bersih. M. Permasalahan Berdasarkan daftar penderita dan kematian DBD provinsi Jawa Timur diliat dari data 5 tahun, diketahui banyak ditemui kasus penderita DBD. Data dapat diihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.1. Data Jumlah Penderita dan Kematian DBD Jawa Timur Tahun 2005-2010 Jumlah Tahun Jumlah Kejadian Kematian 2005 14796 254 2006 20420 253 2007 25941 372 2008 16929 16 2009 18631 185 2010 26059 234

Gambar 2.1. Grafik Jumlah Kasus dan Jumlah Kematian DBD Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2010

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

75

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan daftar penderita dan kematian DBD provinsi Jawa Timur bulan Januari Desember 2010, data angka kejadian DBD dapat dlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2.2. Data Jumlah Penderita dan Kematian DBD Jawa Timur Bulan Januari-desember 2010 jumlah Bulan Jumlah Kasus kematian Januari 5595 43 Pebruari 5251 37 Maret 4018 43 April 2475 16 Mei 2172 26 Juni 1704 15 Juli 1231 11 Agustus 783 7 September 475 4 Oktober 850 6 Nopember 909 15 Desember 694 11

Gambar 2.2. Grafik Jumlah Penderita DBD Provinsi Jawa Timur JanuariDesember 2010

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

76

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Gambar 2.3. Grafik Jumlah Kematian DBD Provinsi Jawa Timur JanuariDesember 2010

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

77

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

BAB III PEMBAHASAN


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di seluruh kota/kabupaten di Indonesia termasuk di provinsi Jawa Timur. Sejak tahun 1968 hingga saat ini telah terjadi banyak kasus akibat penyakit DBD dan penyebaran penyakit yang semakin meluas Berdasarkan data penderita DBD provinsi Jawa Timur tahun 2010 dapat dilihat jumlah rata-rata penderita akibat penyakit DBD semakin meningkat dibandingkan tahun 2009. Peningkatan jumlah penderita di provinsi Jawa Timur pada tahun 2010 ini terjadi karena kurangnya upaya masyarakat melakukan pemberantasan penyakit DBD secara tepat guna. Berdasarkan data pada tahun 2010 rata-rata kejadian demam berdarah meningkat dari bulan januari sampai juli dimana angka tertinggi dicapai pada bulan januari yakni 5595 kasus. Keadaan ini disebabkan karena pada bulan-bulan tersebut rata-rata curah hujan meningkat. Hal ini menjadi faktor penyebab terjadi peningkatan populasi jentik nyamuk yang mengakibatkan penyebaran infeksi virus dengue oleh nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Sedangkan angka kejadian terendah terjadi dibulan september, hal ini kemungkinan disebabkan oleh menurunya frekuensi terjadinnya hujan. Pada prinsipnya pencegahan dan pembasmian DBD ini adalah memutus mata rantai penyebarannya. Hal ini dapat dilakukan dengan program 3 M plus (kegiatan 3 M yang diperluas), yaitu dengan menguras tempat-tempat penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air, dan mengubur barangbarang bekas yang dapat menampung air hujan sehingga tidak sampai menjadi nyamuk dewasa. Kegiatan 3 M plus harus sering dilakukan oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing. Keberadaan jentik nyamuk yang hidup sangat memungkinkan terjadinya DBD. Jentik nyamuk yang hidup di berbagai tempat seperti bak air, atau hinggap di lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang,

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

78

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

potongan bambu. Virus dengue ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh manusia. Oleh karena itu apabila keberadaan jentik nyamuk dibiarkan, maka yang terjadi adalah kejadian DBD akan terus meningkat. Anjuran pemerintah untuk melaksanakan kegiatan 3 M plus hendaknya dilaksanakan secara menyeluruh oleh masyarakat. Sebelum kejadian penyakit di temukan sehingga penyebaran penyakit tidak semakin meluas. Gerakan sanitasi lingkungan ini merupakan tindakan preventif yang sangat efektif dan efisien. Selain dengan kegiatan 3 M plus, dapat juga dilakukan dengan penyemprotan insektisida dan/atau pemberantasan sarang nyamuk. Pertemuan untuk dilakukan musyawarah desa dan RW/lingkungan/dusun, penyediaan tenaga untuk pemeriksa jentik dan penyuluhan untuk dilatih, serta dilakukan pemantauan hasil pelaksanaan di tiap RW/lingkungan/dusun perlu dlakukan untuk pemberantasan DBD, juga dapat didukung dengan peran serta masyarakat dan pemerintah dalam hal ini puskesmas yaitu dengan melaporkan keluarga yang anggotanya menunjukkan gejala penyakit DBD, memberikan pertolongan pertama (dengan memberi banyak minum, kompres dingin, obat penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat), memeriksakan anggota yang sakit ke dokter atau unit pelayanan kesehatan. Kemudian petugas kesehatan melakukan pemeriksaan kesehatan, penentuan diagnosa, dan pengobatan atau perawatan yang sesuai dengan keadaan penderita dan wajib melaporkan kepada puskesmas. Kebiasaan hidup masyarakat yang kurang mengerti akan pentingnya kesehatan juga berpengaruh terhadap perkembangan penyakit DBD ini. Salah satunya adalah masyarakat masih memiliki kebiasaan menggantung pakaian sehingga memiliki peluang untuk bisa terkena penyakit DBD. Seharusnya pakaian-pakaian yang tergantung di balik lemari atau di balik pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam almari, karena nyamuk Aedes aegypti senang hinggap dan beristirahat di tempat-tempat gelap dan kain yang tergantung. Tempat istirahat yang disukai nyamuk adalah benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti gorden, kelambu dan pakaian. Kebiasaan

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

79

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

masyarakat menggantung pakaian sudah lama terjadi baik masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan. Kebiasaan yang tidak baik ini sudah berlangsung cukup lama. Nyamuk dalam hidupnya seringkali hinggap pada pakaian. Nyamuk lebih tertarik pada cahaya terang, pakaian, dan suhu badan manusia. Ada juga perangsang jarak jauh yang disebabkan karena adanya zat amino, suhu yang hangat serta keadaan yang lembab. Selain kebiasaan masyarakat yang suka mengantung pakaian, juga adanya kebiasaan untuk tidak menutup dan menguras TPA (Tempat Penampungan Air) yang ada. Pentingnya ketersediaan tutup pada TPA sangat mutlak diperlukan untuk menekan jumlah nyamuk yang hinggap pada TPA. TPA tersebut dapat menjadi media berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti. Dengan adanya penutup pada TPA, diharapkan keberadaan nyamuk dapat diberantas. Pengurasan TPA juga merupakan aspek yang penting. Hal ini penting untuk dilakukan karena secara umum nyamuk meletakkan telurnya pada dinding TPA. Oleh karena itu, pada waktu pengurasan atau pembersihan TPA dianjurkan untuk menggosok atau menyikat pada dinding-dindingnya. Pengurasan TPA perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembangbiak di tempat itu. Kurangnya frekuensi pengurasan TPA dapat mengakibatkan tumbuhnya jentik nyamuk untuk hidup dan dapat memicu terjadinya kasus DBD. Kemauan dan tingkat kedisiplinan untuk menguras TPA pada masyarakat perlu ditingkatkan sehingga dapat menjaga kebersihan air untuk kesehatan manusia dan dapat menciptakan kondisi bersih pada lingkungan. Hal lain yang dapat berpengaruh adalah pengetahuan dari seseorang. Pengetahuan merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung, sedangkan tindakan nyata seseorang yang belum otomatis terwujud sebagai respons terhadap stimulus merupakan Over Behaviour. Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, dimana pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan, selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat.

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

80

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Faktor pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka wawasan yang dimilikinya akan semakin luas sehingga pengetahuan pun juga akan meningkat, sebaliknya rendahnya pendidikan seseorang, maka akan mempersempit wawasannya sehingga akan menurunkan tingkat pengetahuan terhadap masalah kesehatan. Masyarakat yang berpendidikan tinggi akan cenderung memiliki wawasan yang luas serta mudah dalam menerima informasi dari luar, seperti dari televisi, koran, dan majalah. Pada tingkat pendidikan menengah, seseorang telah mempunyai wawasan dan tingkat pengetahuan yang cukup baik sehingga terbuka terhadap hal-hal baru, termasuk juga berusaha untuk menjaga kebersihan disekitar lingkungan rumahnya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berhubungan dengan sikap kesehatan masyarakat, sehingga berpengaruh pada pembentukan sikap dan perilaku seseorang terkait dengan tingkat pengetahuan dan wawasannya dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan terhadap kejadian DBD. Oleh karena itu masyarakat dengan latar belakang berpendidikan SMA ke bawah, mungkin memiliki cara pandang yang belum optimal untuk mencegah terjadinya DBD. Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan penyakit DBD sangat berperan besar dan setiap saat dapat menjadi bom waktu yang amat dahsyat. Oleh karena hal itulah, maka penting sekali untuk menjaga kebersihan lingkungan. Dengan kebersihan lingkungan diharapkan dapat menekan terjadinya berbagai penyakit yang timbul akibat dari lingkungan yang tidak bersih. Bila kegiatan PSN DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendah-rendahnya sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi (Depkes RI, 2009).

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

81

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

BAB IV KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam upaya melasanakan anjuran pemerintah untuk melaksanakan kegiatan 3 M plus yaitu menguras tempat-tempat penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air, dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan. 2. Pada prinsipnya upaya pemberantasan dapat dilakukan melalui penyediaan tenaga untuk pemeriksa jentik (JuManTik) dan penyuluhan untuk dilatih, didukung dengan peran serta masyarakat dan pemerintah dalam hal ini melaporkan keluarga yang anggotanya menunjukkan gejala penyakit DBD, memberikan pertolongan pertama, memeriksakan anggota yang sakit ke dokter atau unit pelayanan kesehatan.

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

82

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

BAB V SARAN
Dari uraian di atas dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengaruh lingkungan terhadap penyakit khususnya DBD. Pemerintah dapat melakukan penyuluhan-penyuluhan ke desa-desa dan perkampungan di Jawa Timur karena masih tingginya jumlah penderita DBD. 2. Perlu diadakan pelatihan berkala pada petugas pemberantas DBD di lapangan dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemberantasan penyakit DBD di Jawa Timur.

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

83

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2009. Petunjuk Teknis. Jakarta: Depkes RI Dirjen P2M dan 2L. Djunaedi D. 2006. Demam Berdarah [Dengue DBD] Epidemiologi, Imunopatologi, Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaannya. Malang: UMM Press. Hadinegoro S., Soegijanto S., Wuryadi S., Seroso T. 2001. Tatalaksana DemamBerdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Hadinegoro dan Satari. 2002. Demam Berdarah Dengue Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. Jakarta: FK UI. Kandun I. (ed.). 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta: Infomedika. Kristina, Isminah, Wulandari L. 2004. Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah Dengue. Diakses: 8 September 2008. http://www.litbang.depkes.go.id. Kusriastuti R. 2005. Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue Dan Kebijaksanaan Penangulangannya Di Indonesia. Disampaikan Pada Simposium Demam Berdarah Dengue, UGM, 2 Juni 2005. Nadezul, H. 2007. Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas Notoatmodja, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho B. 1999. Tinjauan Tentang Keadaan Lingkungan dan Kepadatan Hunian Rumah pada Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Wilayah Verja Puskesmas Mangkang Tahun 1999. (Skripsi) Semarang : FKM UNDIP. Satari, H.I. dan Meiliasari, M. 2004. Demam Berdarah. Jakarta: Puspa Swara. Sutaryo. 2005. Dengue. Yogyakarta: Medika FK UGM. Widyana. 1998. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian DBD Di Kabupaten Bantul. Jurnal Epidemiologi Indonesia.

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

84

Laporan Praktek Kerja Profesi Bidang Pemerintahan - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Yatim, F. 2007. Macam-Macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya. Jilid 2. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Program Profesi Apoteker Angkatan XXXIX Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

85

You might also like