You are on page 1of 23

BAB I Pendahuluan

Talasemia adalah kelainan bawaan dari sintesis hemoglobin. Presentasi klinisnya bervariasi dari asimtomatik sampai berat hingga mengancam jiwa. Dahulu dinamakan sebagai Mediterannian anemia, diusulkan oleh Whipple, namun kurang tepat karena sebenarnya kondisi ini dapat ditemukan di mana saja di seluruh dunia. Seperti yang akan dijelaskan selanjutnya, beberapa tipe berbeda dari talasemia lebih endemik pada area geografis tertentu. Pada tahun 1925, Thomas Cooley, seorang spesialis anak dari Detroit, mendeskripsikan suatu tipe anemia berat pada anak-anak yang berasal dari Italia. Beliau menemukan adanya nukleasi sel darah merah yang masif pada sapuan apus darah tepi, yang mana awalnya beliau pikir sebagai anemia eritroblastik, suatu keadaan yang disebutkan oleh von Jaksh sebelumnya. Namun tak lama kemudian, Cooley menyadari bahwa eritroblastemia tidak spesifik dan esensial pada temuan ini sehingga istilah anemia eritroblastik tidak dapat dipakai. Meskipun Cooley curiga akan adanya pengaruh genetik dari kelainan ini, namun beliau gagal dalam menginvestigasi orangtua sehat pada anak-anak yang mengidap kelainan ini. Di Eropa, Riette mendeskripsikan mengenai adanya anemia mikrositik hipokromik ringan yang tak terjelaskan pada anak-anak keturunan Italia pada tahun yang sama saat Cooley melaporan adanya bentuk anemia berat yang akhirnya dinamakan mengikutinya namanya. Sebagi tambahan, Wintrobe di Amerika Serikat melaporkan adanya anemia ringan pada kedua orangtua dari anak yang mengidap anemia Cooley. Anemia ini sangat mirip dengan kelainan yang ditemukan Riette. Baru setelah itu anemia Cooley dinyatakan sebagai bentuk homozigot dari anemia hipokromik mikrositik ringan yang dideskripsikan oleh Riette dan Wintrobe. Bentuk anemia berat ini kemudian dilabelisasi sebagai talasemia mayor dan bentuk ringannya dinamakan sebagai talasemia minor. Kata talasemia berasal dari bahasa Yunani yaitu thalassa yang berarti laut (mengarah ke Mediterania), dan emia, yang berarti berhubungan dengan darah.

BAB II TALASEMIA
II. 1. Pengertian Talasemia adalah ketidakadaan atau kekurangan produksi satu atau lebih dari rantai globin dari hemoglobin (Nelson, 1996). Talasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu (Tjokronegoro, A. 2001). Talasemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokromik herediter dengan berbagai derajat keparahan (Nelson, 1996). Talasemia merupakan anemia hemolitik herediter yang diturunkan kepada anak-anaknya secara resesif (Rusepno, 1985). Talasemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid yang menyusun molekul globin dalam hemoglobin. Dari asal katanya talasemia berarti anemia of the sea, karena mulanya banyak ditemukan pada penduduk yang bermukim di pesisir Laut Tengah (Mediteranea). Talasemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif.

II. 2 Epidemiologi Talasemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesia dan Italia. Kalau sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) talasemia, dan 25% kemungkinan bebas

talasemia. Sebagian besar penderita talasemia adalah anak-anak usia 0 hingga 18 tahun. Frekuensi gen talasemia di Indonesia berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih dari 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia. Frekuensi pembawa sifat talasemia beta di Indonesia berkisar antara 610%, artinya setiap 100 orang ada 6 sampai 10 orang pembawa sifat talasemia beta. Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari talasemia. Fakta ini mendukung talasemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia. Beberapa tipe talasemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia. Talasemialebih sering ditemukan di negara-negara Mediteraniam seperti

Yunani, Itali, dan Spanyol. Banyak pulau-pulau Mediterania seperti Ciprus, Sardinia, dan Malta, memiliki insidens talasemiasignifikan. Talasemiamayor yang tinggi secara

juga umum ditemukan di Afrika Utara, India, Timur

Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya, talasemia- lebih sering ditemukan di Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika.

Pada orang dewasa normal, susunan Hb adalah sebagai berikut: a) Hb A (   95%-98%)

HbA mengandung dua rantai alpha ( ) dan dua rantai beta ( ). b) Hb A2 (    2%-3,5%) HbA2 mempunyai dua rantai alpha ( ) dan dua rantai delta ( ).

c) Hb F (  

<2%)

Hb F diproduksi pada saat masa kehamilan dan akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Hb F mempunyai dua rantai alpha ( ) dan dua rantai gamma ( ).

II. 3. Patofisiologi Talasemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari gangguan produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin tertentu akan menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi rantai globin lain yang normal. Karena dua tipe rantai globin ( dan non- ) berpasangan antara satu sama lain dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi produksi berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai tersebut di dalam sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil dan memudahkan terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini merupakan suatu tanda khas pada semua bentuk talasemia. Karena alasan ini, pada sebagian besar talasemia kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati karena pada tipe-tipe talasemia tersebut didapatkan rantai globin normal secara struktural dan juga terbatas pada menurunnya produksi dari rantai globin tertentu. Tipe talasemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi. Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama sekali (complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai
+

karena defeknya

hanya sedikit

diproduksi, tipe talasemia-nya dinamakan sebagai talasemia- , sedangkan tipe talasemia- menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai tidak diproduksi sama

sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi rantai globin mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik). Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi lebih kecil, yang mengarah ke gambaran klasik talasemia yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal ini berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya gangguan produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin. Namun hal ini tidak terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel darah merah berada dalam batas normal.

Pada tipe trait talasemia-

yang paling umum, level Hb A2 ( 2/ 2)

biasanya meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai oleh rantai rantai diketahui bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan dan , untuk

adekuat untuk dijadikan pasangan. Gen , tidak seperti gen memiliki keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya

memproduksi rantai

yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai , rantai yang

memproduksi Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari rantai

berlebihan digunakan untuk membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai ) akan terpresipitasi di dalam sel, bereaksi dengan membran sel, mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak sebagai benda asing sehingga terjadinya destruksi dari sel darah merah. Tingkat toksisitas yang disebabkan oleh rantai yang berlebihan bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri (misalnya toksisitas dari rantai pada talasemia- lebih nyata dibandingkan toksisitas rantai pada talasemia- ). Dalam bentuk yang berat, seperti talasemia- mayor atau anemia Cooley, berlaku patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial yang berlebihan. Kelebihan rantai bebas yang signifikan akibat kurangnya rantai

akan menyebabkan terjadinya pemecahan prekursor sel darah merah di sumsum tulang (eritropoesis inefektif).

Produksi Rantai Globin Untuk memahami perubahan genetik pada talasemia, kita perlu mengenali dengan baik proses fisiologis dari produksi rantai globin pada orang sehat atau normal. Suatu unit rantai globin merupakan komponen utama untuk membentuk Hb : bersama-sama dengan Heme, rantai globin menghasilkan Hb. Dua pasangan berbeda dari rantai globin akan membentuk struktur tetramer dengan Heme sebagai intinya. Semua Hb normal dibentuk dari dua rantai globin (atau mirip- )

dan dua rantai globin non- . Bermacam-macam tipe Hb terbentuk, tergantung dari tipe rantai globin yang membentuknya. Masing-masing tipe Hb memiliki karakteristik yang berbeda dalam mengikat oksigen, biasanya berhubungan dengan kebutuhan oksigen pada tahap-tahap perkembangan yang berbeda dalam kehidupan manusia.

Pada masa kehidupan embri nik, rantai (rantai mirip- ) berkombinasi dengan rantai membentuk Hb Portland ( 2 2) dan dengan rantai
2 2).

untuk

membentuk Hb Gower-1 (

Selanjutnya, ketika rantai (


2 2 ). 2 2.

telah diproduksi, Hb Fetal dibentuk Hb fisiologis yang

dibentuklah Hb Gower-2, berpasangan dengan rantai dari


2 2

dan Hb dewasa primer (Hb A) dibentuk dari


2 2.

ketiga, Hb A2, dibentuk dari rantai

Gambar Gen rantai

yang berduplikasi pada kromosom 16 berpasangan dengan rantai-rantai non-

untuk memproduksi bermacam-macam Hb normal.

Pat fi i l gi

Kelainan dasar dari semua tipe talasemia adalah ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai globin yang berlebihan berbeda-beda pada tiap tipe talasemia. Pada talasemia- , rantai yang berlebihan, tidak mampu membentuk Hb tetramer, terpresipitasi di dalam prekursor sel darah merah dan, dengan berbagai cara, menimbulkan hampir semua gejala yang bermanifestasi pada sindroma talasemia- ; situasi ini tidak terjadi pada talasemia- . Rantai globin yang berlebihan pada talasemiatahun-tahun pertama kehidupan, dan rantai adalah rantai pada

rantai tipe ini relatif bersifat larut sehingga mampu membentuk homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil, mampu tetap bertahan (viabl ) dan dapat memproduksi molekul Hb seperti Hb Bart ( 4) dan Hb H ( 4). Perbedaan dasar


l l pada usia yang lebih dewasa. Rantai -

pada dua tipe utama ini mempengaruhi perbedaan besar pada manifestasi klinis dan tingkat keparahan dari penyakit ini. Rantai yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah bersifat

tidak larut (insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan membran sel (mengakibatkan kerusakan yang signifikan), dan mengganggu divisi sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya destruksi intramedular dari prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel yang bertahan yang sampai ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai yang berlebih) akan mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis maupun eritropoesis inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan talasemia- . Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi dari rantai , yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai yang

berlebihan untuk membentuk Hb F, adalah suatu hal yang menguntungkan. Ikatan dengan sebagian rantai berlebih tidak diragukan lagi dapat mengurangi gejala dari penyakit dan menghasilkan Hb tambahan yang memiliki kemampuan untuk membawa oksigen. Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia berat, menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada penderita dengan talasemia- . Peningkatan level Hb F akan meningkatkan afinitas oksigen, menyebabkan terjadinya hipoksia, dimana, bersama-sama dengan anemia berat akan menstimulasi produksi dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari massa eritroid yang inefektif akan menyebabkan ekspansi tulang berat dan deformitas. Baik penyerapan besi dan laju metabolisme akan meningkat, berkontribusi untuk menambah gejala klinis dan manifestasi laboratorium dari penyakit ini. Sel darah merah abnormal dalam jumlah besar akan diproses di limpa, yang bersama-sama dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia yang tidak diterapi, akan menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya hipersplenisme. Terjadinya hemosiderosis

merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis II. 4. Klasifikasi talasemia

Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan minor. Pada talasemia alfa terjadi delesi gen, sedangkan pada talasemia beta terjadi mutasi gen 1. Talasemia alfa Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri memiliki beberapa jenis. a. Delesi pada empat rantai alfa (alpha talasemia major) Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat Hb Barts (  ), sedikit Hb Portland-1 (   ), serta Hb Portland-2 (   . Kedua Hb yang

terakhir memungkinkan kehamilan berlanjut, meskipun akan berakhir dengan prematuritas dan kematian janin (still birth). Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin mati dalam kandungan pada minggu ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80 -90% Hb Barts, tidak ada HbA maupun Hb F. b. Delesi pada tiga rantai alfa Dikenal juga sebagai HbH (  ) disease biasa disertai dengan anemia hipokromik mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.

10

Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang menunjukkan HeinzBodies -

c. Delesi pada dua rantai alfa (alpha talasemia trait) Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH. d. Delesi pada satu rantai alfa Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal. Mungkin ditemukan pada anak yang salah satu orang tuanya menderita HbH. Kadar HbA dan Hb F nya normal. Clinical Condition Number functional genes Normal Silent carrier -talasemia (mild anemia) HbH Hydrops 1 fetalis 0 -/---/-25% 0% 4 3 trait 2 / /-/ - or /-of genotype -chain production 100% 75% 50%

(Hb Bart s) (  )

2. Talasemia beta
11

Trait talasemiao

Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya

Individu dengan ciri (trait) talasemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait talasemiamempunyai

peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili talasemia tipe
y

Talasemia- yang terkait dengan variasi struktural rantai


o

Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan talasemia media hingga seberat talasemia- mayor

Ekspresi gen homozigot talasemia ( +) menghasilkan sindrom mirip anemia Cooley yang tidak terlalu berat (talasemia intermedia). Deformitas skelet dan hepatosplenomegali timbul

12

pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.
o Kebanyakan bentuk talasemia- heterozigot terkait dengan anemia

ringan. Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal menurut umur.
o Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis,

ovalositosis, dan seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga ditemukan tapi biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk talasemia.
o

MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum normal atau meningkat.

Talasemia- homozigot (Anemia Cooley, Talasemia Mayor)


o bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6

bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
o Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang

menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

13

o Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan

coklat kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder. Anak yang menderita talasemia mayor perlu mendapat perhatian juga perawatan khusus, berbeda dengan anak penderita talasemia minor. Pasalnya, di dalam tubuhnya tidak tersedia hemoglobin dalam jumlah cukup karena tulang sumsumnya tidak dapat memproduksi sel darah merah dalam kadar yang dibutuhkan. Pada saat lahir, anak umumnya lahir normal tetapi pada usia 3 sampai 18 bulan mulai kekurangan darah. Untuk itu, anak harus segera diobati, jika tidak kemungkinan usianya hanya mencapai 1-8 tahun.

II. 5. Stadium Talasemia Terdapat suatu sistem pembagian stadium talasemia berdasarkan jumlah kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan talasemia- mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
y

Stadium I
o

Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam normal.

14

Stadium II
o Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit

PRC dan memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam
y

Stadium III
o Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif,

menurunnya fraksi ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan ventrikular. DIAGNOSIS Diagnosis talasemia dibuat berdasarkan anamnesis mengenai gejala klinis, riwayat keluarga/pola herediter, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboratorium. Manifestasi klinis Bayi baru lahir dengan talasemia mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Umumnya penderita talasemia minor tidak merasakan gejala apapun. Hanya kadang-kadang mengalami anemia kekurangan zat besi ringan. Untungnya lagi, tidak semua penderita talasemia minor atau carrier kelak akan mengidap talasemia mayor. Kemungkinan untuk itu hampir tidak ada.

15

Pemeriksaan penunjang : 1. FBC (Full Blood Count) Pemeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai berapa jumlah sel darah merah yang ada, berapa jumlah hemoglobin yang ada di sel darah merah, dan ukuran serta bentuk dari sel darah merah. 2. Sediaan Darah Apus Pada pemeriksaan ini darah akan diperiksa dengan mikroskop untuk melihat jumlah dan bentuk dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Darah tepi : Hb rendah dapat sampai 2-3 g%; Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic

stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target, Retikulosit meningkat.

Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) : Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

3. Pemeriksaan zat besi Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek penggunaan dan penyimpanan zat besi dalam tubuh, untuk membedakan apakah penyakit disebabkan oleh anemia defisiensi besi biasa atau talasemia.

16

4. Pemeriksaan khusus Hb F meningkat 20%-90% Hb total, Elektroforesis Hb: hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien talasemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A meningkat (> 3,5% dari Hb total).

5. Pemeriksaan lain Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas. 6. Analisis DNA Analisis DNA digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang memproduksi rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini merupakan tes yang paling efektif untuk mendiagnosa keadaan karier pada talasemia. Diagnosis Banding Thalasemia minor : anemia kurang besi, anemia karena infeksi menahun, anemia pada keracunan timah hitam (Pb); anemia sideroblastik

II. 6. Terapi Penderita trait talasemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit talasemia berat. Penderita talasemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala

17

dan setelah periode pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.

Transfusi Darah
y

Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL sepanjang waktu.

Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.

Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.

Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk mencegah demam dan reaksi alergi.

Komplikasi Transfusi Darah Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan infeksius ataupun terjadinya iron o erload. Penderita talasemia mayor biasanya lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi

terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan talasemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron o erload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO). Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol.

18

Terapi Khelasi (Pen ikat Besi)


y

Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung tersebut.

Chelatin

a ent

kompleks hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan).
y

Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam saat pasien tidur selama 5 hari/minggu.

Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH) TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk talasemia yang saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan tersebut adalah setahun setelah TSSH. Terdapat hasil menguntungkan transplantasi stem cells dari anggota keluarga dengan HLA (Human Leucocyte Antigen) yang identik pada pasien thalasemia berat. Pada tahun 2009, seorang penderita talasemia dari India berhasil sembuh setelah memperoleh ekstrak sel punca dari adiknya yang baru lahir. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi , termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus

dipertimbangkan.

yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan

19

Terapi Bedah Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien dengan talasemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu, fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan. Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi. Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250 mL / kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%. Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / L pasca splenektomi. Koenzim Q10 Adanya kerusakan sel darah merah dan zat besi yang menumpuk di dalam tubuh akibat talasemia, menyebabkan timbulnya aktifasi oksigen atau yang lebih dikenal dengan radikal bebas. Radikal bebas ini dapat merusak lapisan lemak dan protein pada membram sel, dan organel sel, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel. Biasanya kerusakan ini terjadi di organ-organ vital dalam tubuh seperti hati, pankreas, jantung dan kelenjar

20

pituitari. Oleh sebab itu penggunaan antioksidan, untuk mengatasi radikal bebas, sangat diperlukan pada keadaan talasemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Siriraj Hospital, Universitas Mahidol, Bangkok, Thailand, ditemukan bahwa kadar koenzim Q 10 pada penderita talasemia sangat rendah. Pemberian suplemen koenzim Q 10 pada penderita talasemia terbukti secara signifikan mampu menurunkan radikal bebas pada penderita talasemia. Oleh sebab itu pemberian koenzim Q 10 dapat berguna sebagai terapi ajuvan pada penderita talasemia untuk meningkatkan kualitas hidup. Diet Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut: asam folat, asam askorbat dosis rendah, dan alfa-tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.

Evaluasi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang. Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan. Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita. Rujukan lain : Tumbuh kembang, kardiologi, Gizi, endokrinologi, radiologi, Gigi

Komplikasi
1. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung 2. dapat disertai demam berulang akibat infeksi. 3. Terdapat hepatosplenomegali. 4. Ikterus ringan mungkin ada.

21

5. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu teriadinya bentuk muka mongoloid akibat sistem eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan, dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis.

6. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. 7. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. 8. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pansitopenia akibat hipersplenisme. 9. Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan

menstruasi dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pankreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia-gangguan konduksi , gagal jantung), dan perikardium (perikarditis).

II. 7. Pencegahan Karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program pencegahan talasemia terdiri dari beberapa strategi, yakni (1) penapisan (skrining) pembawa sifat talasemia, (2) konsultasi genetik (genetic counseling), dan (3) Diagnosis prenatal.

22

Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat talasemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita talasemia (family study). Dapat dilakukan skrining premarital dengan menggunakan pedi ree. Atau bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar ras, melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada talasemia- ). Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai .

II. 8. Prognosis Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari talasemia. Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita talasemia sangat bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa.

23

BAB III KESIMPULAN

Talasemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid yang menyusun molekul globin dalam hemoglobin. Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Sampai saat ini belum ada obat yang menyembuhkan penyakit thalassemia secara total. Pada dasarnya pengobatan yang diberikan pada penderita talasemia bersifat simptomatik dan suportif. Karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Penderita talasemia memiliki ketahanan terhadap malaria. Oleh karena itu, meskipun kelainan ini dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, tetapi umumnya diderita oleh orang-orang yang bertempat tinggal pada tempat yang endemis malaria.

24

DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Edisi ke15. Jakarta : EGC ; 1996

http://www.bascommetro.com/2009/04/talasemia.html

Cappellini N, Cohen A, Eleftheriou A, Piga A, Porter J. Guidelines for the Clinical Management of Thalassaemia. Thalassaemia International Federation, April 2000.

Robert S. Hillman, Kenneth A. Ault, Henry M. Rinder (2005). Hematology in clinical practice: a guide to diagnosis and management. McGraw-Hill Professional.

Nathan DB, Oski FA. Hematology of Infancy and Childhood. 2nd ed. Philadelphia : WB Saunders, 2000 : 979.

http://www.talasemia.com/what_is_thal.html

http://iospress.metapress.com/app/home/contribution.asp?referrer=parent&backto =issue,28,32;journal,11,50;linkingpublicationresults, 1:103144,1

Martin H. Steinberg (2001). Disorders of hemoglobin: genetics, Pathophysiology, and clinical management. Cambridge University Press.

Howard A. Pearson, M.D., Lauren C. Berman, M.S.W., Allen C. Crocker, M.D. (1997). "Talasemia Intermedia: A Region I Conference". THE GENETIC RESOURCE 11 (2).

Yaish HM. Talasemia. July 29, 2009 (cited December 5, 2009). Available at : http://emedicine.medscape.com/article/958850-followup

25

You might also like