You are on page 1of 3

WHO Batasi Penggunaan Babi untuk Pembuatan Vaksin

(Foto: thinkstock) Jakarta, Di negara muslim, asal-usul sebuah vaksin selalu jadi kontroversi karena dalam pembuatannya bersinggungan dengan unsur babi. Kini tidak hanya babi, penggunaan unsur binatang yang lain juga dibatasi oleh organisasi kesehatan dunia (WHO). Peneliti senior PT Biofarma, Dr Neni Nurainy, Apt mengatakan saat ini penggunaan unsur binatang sudah mulai ditinggalkan. Sebagai gantinya, industri vaksin diarahkan untuk memakai bahan sintetis yang dibuat semirip mungkin dengan unsur binatang. Dalam pembuatan vaksin, unsur binatang termasuk babi sering dipakai sebagai media untuk membiakkan bibit vaksin dari kuman yang dilemahkan. Media ini berfungsi sebagai pemotong rantai kimia tertentu, sehingga bersinggungan dengan bahan baku pembuatan vaksin. Menurut Neni, risiko penggunaan unsur binatang dalam pembuatan vaksin sebenarnya tidak hanya menyangut halal atau haram. Bagi negara non muslim sekalipun, penggunaan unsur binatang mulai dibatasi karena berisiko memicu transmisi penyakit dari binatang ke manusia. "WHO mulai membatasi, karena ada risiko transmisi dan itu sangat berbahaya. Misalnya penggunaan serum sapi bisa menularkan madcow (sapi gila)," ungkap Neni dalam jumpa pers Forum Riset Vaksin Nasional 2011 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (26/7/2011). Biofarma sendiri saat ini sudah mulai menggunakan media non-animal origin sebagai pengganti unsur binatang. Salah satunya pada vaksin polio injeksi atau Injected Polio Vaccinne (IPV), yang proses pembuatannya telah dipresentasikan di Majelis Ulama Indonesia. Selain mengganti media dari unsur binatang dengan media sintetis, industri vaksin juga mulai beralih dengan bahan baku sintetis. Tidak lagi menggunakan vaksin yang dilemahkan, tetapi menggunakan viruslike protein yang merupakan protein sintetzs dengan struktur mirip virus.

MUI: Vaksin Imunisasi Halal dan Baik

Ma'ruf Amin Ketua MUI (inet) dakwatuna.com -Dalam ajaran Islam ada wilayah ijtihad. Ijtihad artinya usaha maksimal para ulama untuk menemukan dan mengambil kesimpulan hukum, yang tidak ditemukan ketika Nabi Muhammad masih ada. Ijtihadberarti menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Quran dan Hadis. Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Maruf Amin, ijtihad sangat diperlukan untuk menjawab semua permasalahan umat dan bangsa. Antara lain, dalam menentukan sesuatu yang halal. Dan meskipun yang halal jelas, banyak juga ditemukan yang samar-samar ataumutyasabihat. Yang samar-samar ini harus dihindari, agar tidak jatuh kepada yang haram, kata Maruf Amin dalam rangka peringatan Hari Anak Nasional serta seminar dan lokakarya nasional sosialisasi Vaksin Imunisasi Halal dan Baik di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta (Sabtu, 23/7). Dalam kesempatan ini Maruf juga mengatakan bahwa vaksin imunisasi itu halal dan baik. Acara ini terselenggara atar kerjasama Majelis Ulama Indonesia dengan Dirjen P2 PL Kementerian Kesehatan RI dan PT Bio Farma. Selain Maruf Amin, hadir dalam acara Dirjen P2PL Tjandra Yoga Aditama, Wakil Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia Sudjatmiko, dan Direktur P2PL Kementerian Kasehatan Andi Muhadir. Menurut Direktur Bio Farma, Iskandar, Indonesia mempunyai potensi besar dalam menghasilkan vaksin nomor satu di dunia. Saat ini Bio Farma telah meneliti dan berusaha menghasilkan vaksin halal melalui campuran hewan dan tumbuhan (recombain) untuk mengganti tripsin. Kedepan kami berkomitmen dan bertanggung jawab untuk menghasilkan 100 persen halal. Saat ini Bio Farma telah mempunyai jaringan luas secara internasioal, kata Iskandar. Sementara Sudjatmiko mengatakan bahwa imunisasi mutlak diperlukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Begitu juga pemberian air susu ibu (ASI) pada bayi selama dua tahun sangat penting. Begitu juga dengan vaksinasi diharapkan menumbuhkan kekebalan tubuh manusia, kata Sudjatmiko. Sementara itu, Amirsyah Tambunan mengatakan bahwa inti ajaran Islam adalah merealisasikan kemaslahatan (jalb al-mashlahah) dan mencegah terjadinya kemudaratan (dafu al-madlarrah). Dengan demikian Islam sangat mendorong umatnya untuk senantiasa menjaga kesehatan. Menjaga kesehatan dapat dilakukan pada dua fase. Yaitu melakukan upaya preventif, agar tidak terkena penyakit dan berobat manakala sakit agar diperoleh kesehatan kembali. Disinilah pentingnya vaksinasi untuk menumbuhkan kekebalan tubuh manusia, sehingga terhindar dari penyakit, tegas Amirsyah. (yan/Zul Hidayat Siregar/RMOL)

Bio Farma Mengakui Penggunaan Tripsin Babi Pada Pembuatan Vaksin?


wihans.web.id Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT. Bio Farma, Drs. Iskandar, Apt., M.M mengatakan, enzim tripsin babi masih digunakan dalam pembuatan vaksin, khususnya vaksin polio (IPV).

Demikian dikatakannya kepada sebuah situs web pada acara seminar ilmiah Bio Farma, tentang pandemi influenza di Aula PT. Bio Farma, Bandung. Namun Iskandar menolak vaksinnya dikatakan haram. Saat ini yang kami pegang adalah surat dari MUI tentang kehalalan produk yang kita produksi untuk vaksin polio, ujar Iskandar. Iskandar mengibaratkan kehalalan vaksinnya dengan air yang diproduksi oleh perusahaan air minum (PAM). Kata Iskandar, air PAM dibuat dari air sungai yang mengandung berbagai macam kotoran dan najis, namun menjadi bersih dan halal setelah diproses. Iskandar melanjutkan, dalam proses pembuatan vaksin, tripsin babi hanya dipakai sebagai enzim proteolitik (enzim yang digunakan sebagai katalisator pemisah sel/protein) . Pada hasil akhirnya (vaksin), enzim tripsin yang merupakan unsur turunan dari pankreas babi ini tidak terdeteksi lagi. Enzim ini akan mengalami proses pencucian, pemurnian, dan penyaringan. Iskandar mengatakan, saat ini PT. Bio Farma sedang melakukan riset untuk mengganti enzim berbahan binatang dengan bahan yang berasal dari tanaman. Di antaranya mengusahakan enzim yang diolah dari kacang kedelai. Ketika kita melakukan riset tidak bisa selesai dalam waktu setahun. Ini sudah setahun berjalan, mudahmudahan 2 ? 3 tahun selesai, ujar Iskandar. Jaringan Ginjal Kera dan Anjing Selain penggunaan tripsin, produksi vaksin juga menggunakan media biakan virus (sel kultur) yang berasal dari jaringan ginjal kera (sel vero), sel dari ginjal anjing, dan dari retina mata manusia. Kepala Divisi Produksi Vaksin Virus PT. Bio Farma, Drs. Dori Ugiyadi mengatakan, ketiga sel kultur tersebut dipakai untuk pengembangan vaskin influenza. Di Bio Farma, kita menggunakan sel ginjal monyet untuk produksi vaksin polio. Kemudian sel embrio ayam untuk produksi vaksin campak, ujar Dori. Diakui Iskandar, sejauh ini vaksin yang bebas dari keterlibatan bahan haram adalah vaksin campak. Karena vaksin tersebut dibiakkan dengan dengan embrio telur ayam serta bebas dari tripsin babi. Namun secara umum, kata Dori, produksi vaksin masih menggunakan berbagai macam sel yang berasal dari hewan maupun manusia. Dori mengatakan, untuk satu dosis vaksin campak dibutuhkan 1 sampai 1.5 telur. 12500 telur perhari, dan 600 ribu telur setiap pekannya. Bahkan Iskandar menambahkan, PT Bio Farma pernah digugat oleh LSM lingkungan, Pro Fauna, atas penangkapan ribuan kera ekor panjang untuk produksi vaksinnya.

You might also like