You are on page 1of 11

Pendahuluan Mola Hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang meliputi berbagai penyakit yang

berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa parsial dan komplet, koriokarsinoma, mola invasif dan placental site trophoblastic tumors. Para ahli ginekologi dan onkologi sependapat untuk mempertimbangkan kondisi ini sebagai kemungkinan terjadinya keganasan, dengan mola hidatidosa berprognosis jinak, dan koriokarsinoma yang ganas, sedangkan mola hidatidosa invasif sebagai borderline keganasan. Salah satu penyakit trofoblas gestasional yang sering ditemukan adalah mola hidatidosa. Insidensi mola hidatidosa Di Indonesia menurut laporan beberapa peneliti dari berbagai daerah menunjukkan angka kejadian yang berbeda-beda, angka kejadian mola hidatidosa di Indonesia berkisar antara 1 : 55 sampai 1 : 45 kehamilan. Surabaya antara tahun 2001 sampai 2003 diperoleh angka kejadian 1:96 persalinan, antara tahun 2000 sampai 2002 angka kejadian mola hidatidosa 1:63 kejadian persalinan. Dari data tersebut diatas, nampak adanya kenaikan angka kejadian mola hidatidosa disurabaya dan sekitarnya. Sedangkan di Negara Barat angka kejadian ini lebih rendah dari pada Negaranegara Asia dan Amerika Latin, misalnya Amerika Serikat 1:1500 kehamilan dan Inggris 1:1550 kehamilan. Wanita yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai resiko 10 kali lebih besar untuk menderita mola. Angka kejadian juga lebih tinggi pada wanita sosial ekonomi rendah.

Delapan puluh persen mola bersifat jinak. Meskipun demikian kemungkinan keganasan pada kasus mola juga harus dipikirkan. Oleh sebab itu penanganan kasus mola harus tuntas terutama penatalaksanaan post evakuasi mola dimana follow-up pasien sangat diperlukan untuk memantau perkembangan penyakit tersebut.

Definisi Mola hidatidosa adalah merupakan kehamilan yang dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologis terdapat proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah. Mola hidatidosa terbagi atas 2 kategori. Yakni komplet mola hidatidosa dan parsial mola hidatidosa. Mola hidatidosa komplet tidak terdapat janin atau bagian tubuh janin. 90 % biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10% 46,XY. Semua kromosom berasal dari paternal. Ovum yang tidak bernukleus mengalami fertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi oleh 2 sperma. Pada mola yang komplet, vili khoriales memiliki ciri seperti buah angur, ada gambaran proliferasi trofoblas, degenerasi hidropik villi chorialis dan berkurangnya vaskularisasi / kapiler dalam stroma. Sering disertai pembentukan kista lutein (25-30%).

Gambar 1. Mola hidatidosa komplet

Gambar 2. Gambaran mikroskopik Mola hidatidosa komplet

Pada mola hidatidosa parsial terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan pembuluh darah di vili khorialis sering didapatkan. Ciri histologik, terdapat jaringan plasenta yang sehat dan fetus. Gambaran edema villi hanya fokal dan proliferasi trofoblas hanya ringan dan terbatas pada lapisan sinsitiotrofoblas.

Perkembangan janin terhambat akibat kelainan kromosom dan umumnya mati pada trimester pertama.

Gambar 3. Mola hidatidosa inkomplet

Gambar 4. Gambaran mikroskopik Mola hidatidosa inkomplet

Faktor resiko Faktor resiko Mola hidatidosa sering didapatkan pada wanita usia reproduktif. Wanita pada remaja awal atau usia perimenopausal amat sangat

beresiko. Wanita dengan usia reproduksi yang ekstrim yaitu yang berusia kurang dari 15 tahun dan yang lebih dari 40 tahun. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko 2 kali lipat. Wanita usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko 7 kali dibanding wanita yang lebih muda. Riwayat mola hidatidosa atau abortus spontan sebelumnya, juga dikaitkan dengan defisiensi vitamin A. Paritas tidak mempengaruhi faktor resiko ini.

Diagnosis Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda dan gejala klasik yakni: (1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus. (2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon -HCG. (3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor dan kulit yang hangat. Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi lebih awal pada trimester awal sebelum terjadi onset gejala klasik tersebut, akibat terdapatnya alat penunjang USG yang beresolusi tinggi. Gejala mola parsial tidak sama seperti komplet mola. Penderita biasanya hanya mengeluhkan gejala seperti terjadinya abortus inkomplet atau missed

abortion, seperti adanya perdarahan vaginal dan tidak adanya denyut jantung janin. Dari pemeriksaan fisik pada kehamilan mola komplet didapatkan umur kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya uterus (tinggi fundus uteri). Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik yang eksesif dan tertahannya darah dalam uterus. Tidak teraba bagian janin, tidak ada bunyi jantung janin. Uji batang sonde (Acosta-Sison / Hanifa) tidak ada tahanan massa konsepsi Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia. Kejadian kejang jarang didapatkan. Kista theca lutein, yakni kista ovarii yang diameternya berukuran > 6 cm yang diikuti oleh pembesaran ovarium. Kista ini tidak selalu dapat teraba pada pemeriksaan bimanual melainkan hanya dapat diidentifikasi dengan USG. Kista ini berkembang sebagai respon terhadap tingginya kadar beta HCG dan akan langsung regresi bila mola telah dievakuasi. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain kadar beta HCG yang normal. Bila didapatkan > 100.000 mIU/mL merupakan indikasi dari pertumbuhan trofoblastik yang banyak sekali dan kecurigaan terhadap kehamilan mola harus disingkirkan. Anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi disertai dengan kecenderungan terjadinya koagulopati, sehingga pemeriksaan darah lengkap dan tes koagulasi dilakukan. Dilakukan juga pemeriksaan tes fungsi hati, BUN dan kreatinin serta thyroxin dan serum inhibin A dan activin A.

Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar untuk mengidentifikasi kehamilan mola. Dari gambaran USG tampak gambaran badai salju (snowstorm) yang mengindikasikan vili khoriales yang hidropik. Dengan resolusi yang tinggi didapatkan massa intra uterin yang kompleks dengan banyak kista yang kecil-kecil. Bila telah ditegakkan diagnosis mola hidatidosa, maka pemeriksaan rontgen pulmo harus dilakukan karena paru - paru merupakan tempat metastasis pertama bagi PTG.

Gambar 5. USG Mola hidatidosa komplet tampak gambaran snowstorm

Gambar 6. USG Mola hidatidosa inkomplet tampak gambaran swiss cheese

Pemeriksaan histologis memperlihatkan pada mola komplet tidak terdapat jaringan fetus, terdapat proliferasi trofoblastik, vili yang hidropik, serta kromosom 46,XX atau 46,XY. Sebagai tambahan pada mola komplet memperlihatkan peningkatan faktor pertumbuhan, termasuk c-myc, epidermal growth factor, dan c-erb B-2, dibandingkan pada plasenta yang normal. Pada mola parsial terdapat jaringan fetus beserta amnion dan eritrosit fetus.

Penatalaksanaan Secara medis pasien distabilkan dahulu, dilakukan transfusi bila terjadi anemia, koreksi koagulopati dan hipertensi diobati. Evakuasi uterus dilakukan dengan dilatasi dan kuretase penting dilakukan. Induksi dengan oksitosin dan prostaglandin tidak disarankan karena resiko peningkatan perdarahan dan sekuele malignansi. Pada saat dilatasi infus oksitosin harus segera dipasang dan

dilanjutkan pasca evakuasi untuk mengurangi kecenderungan perdarahan. Pemberian uterotonika seperti metergin atau hemabate juga dapat diberikan. Respiratori distres harus selalu diwaspadai pada saat evakuasi. Hal ini terjadi karena embolisasi dari trofoblastik, anemia yang menyebabkan CHF, dan iatrogenik overload. Distres harus segera ditangani dengan ventilator.

Setelah dilakukan evakuasi, dianjurkan uterus beristirahat 4 6 minggu dan penderita disarankan untuk tidak hamil selama 12 bulan. Diperlukan kontrasepsi yang adekuat selama periode ini. Pasien dianjurkan untuk memakai kontrasepsi oral, sistemik atau barier selama waktu monitoring. Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2 hal yaitu mencegah kehamilan dan menekan pembentukan LH oleh hipofisis yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar HCG. Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim(AKDR) tidak dianjurkan sampai dengan kadar HCG tidak terdeteksi karena terdapat resiko perforasi rahim jika masih terdapat mola invasif. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi dan terapi sulih hormon dianjurkan setelah kadar hCG kembali normal.1,3 Tindak lanjut setelah evakuasi mola adalah pemeriksaan HCG yang dilakukan secara berkala sampai didapatkan kadar HCG normal selama 6 bulan. Kadar HCG diperiksa pasca 48 jam evakuasi mola, kemudian di monitor setiap minggu sampai dengan terdeteksi dalam 3 minggu berturut-turut. Kemudian diikuti dengan monitoring tiap bulan sampai dengan tdak terdeteksi dalam 6 bulan berturut turut. Waktu rata-rata yang dibutuhkan sampai dengan kadar HCG tidak terdeteksi setelah evakuasi kehamilan komplit maupun parsial adalah 9 11 minggu. Tinjauan kepustakaan lain menyebutkan waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai kadar normal sekitar 6-9 bulan. Setelah monitoring selesai maka pasien dapat periksa HCG tanpa terikat oleh waktu.

Prognosis Kematian pada mola hidatidosa disebabkan karena perdarahan, infeksi, eklampsia, payah jantung atau tirotoksikosa. Di negara maju, kematian karena mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian besar dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringan dikeluarkan. Hampir kira-kira 20% wanita dengan kehamilan mola komplet berkembang menjadi penyakit trofoblastik ganas. Penyakit trofoblas ganas saat ini 100% dapat diobati. Faktor klinis yang berhubungan dengan resiko keganasan seperti umur penderita yang tua, kadar hCG yang tinggi (>100.000mIU/mL), eclamsia, hipertiroidisme, dan kista teka lutein bilateral. Kebanyakan faktor-faktor ini muncul sebagai akibat dari jumlah proliferasi trofoblas. Untuk

memprediksikan perkembangan mola hidatidosa menjadi PTG masih cukup sulit dan keputusan terapi sebaiknya tidak hanya berdasarkan ada atau tidaknya faktorfaktor risiko ini. Risiko terjadinya rekurensi adalah sekitar 1-2%. Setelah 2 atau lebih kehamilan mola, maka risiko rekurensinya menjadi 1/6,5 sampai 1/17,5 .

10

DAFTAR PUSTAKA

Marjono Budi Antonius. Penyakit Trofoblastik Gestasional. Dalam: Cakul Obgin Plus. FKUI. 1992. Ningrum Metta Diyah, Emilia Ova. Diagnosis dan manajemen mola hidatidosa. (online) (http://arhamazhari.blogspot.com/feeds/422589184547269151 /comments/default/Tengku Arham Azhari. Diagnosis dan manajemen mola hidatidosa. diakses tanggal 15 Desember 2008). 2008. Suheimi K. Diabetes Dalam Kehamilan. (online) (http://ksuheimi. blogspot. com/feeds/1141850157510481014/comments/default/dr. H. K. Suheimi Blog: Molahydatidosa. htm. diakses tanggal 15 Desember 2008). 2008. Wiknjosastro Hanifa, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Penyakit Serta Kelainan Plasenta Dan Selaput Ketuban. Dalam: Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2002;339.

11

You might also like