You are on page 1of 8

Majalah Ilmiah Unikom, Vol.4, hlm.

136143 TINJAUAN YURIDIS PRIVATISASI

BADAN USAHA MILIK NEGARA

Bidang Hukum TINJAUAN YURIDIS PRIVATISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA


HELZA NOVA LITA Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia Krisis keuangan di Indonesia pada era tahun 1997 1998, telah memberikan pelajaran yang sangat berharga, bahwa stabilitas keuangan memegang peranan penting dalam perekonomian negara. Stabilitas ekonomi merupakan salah satu unsur penting dalam menilai tingkat kesejahteraan suatu negara yang merupakan tujuan negara modern yang mengarah kepada konsep Welfare State. BUMN sebagai salah satu pelaku usaha di Indonesia, disamping sektor swasta dan koperasi, diharapkan dapat berperan serta aktif dalam pengembangan perekonomian nasional, terutama dalam mengemban misi utamanya sebagaimana yang diamanatkan dalam pasal 33 UUD 1945, yakni digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Privatisasi BUMN, welfare state. PENDAHULUAN Abad ke 21 ditandai dengan stabilitas penduduk. Namun demikian, kebutuhan dasar masyarakat memerlukan produksi dan konsumsi yang bertambah dua kali lipat, sehingga menambah kebutuhan akan tanah, energi, dan bahan-bahan mentah, yang menambah tekanan kepada lingkungan dan sumber-sumber kehidupan. Hal ini menjadi tantangan-tantangan politik, institusi, dan hukum (Lee Kan N., dalam Rajagukguk, 2003). Krisis keuangan dan perbankan yang terjadi tahun 1997-1998 telah memberikan pelajaran yang sangat berharga mengenai pentingnya penciptaan suatu kerangka stabilitas sistem keuangan dimana stabilitas sistem keuangan merupakan suatu rangkaian proses dan kegiatan yang diawali dengan pemantauan (surveillance) dan identifikasi kemungkinan timbulnya suatu krisis, sampai dengan pencegahan krisis (crisis prevention) serta upaya-upaya penyelesaian yang harus dilakukan apabila krisis tersebut terjadi. Aspek pemantauan dan identifikasi krisis merupakan salah satu pilar penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan karena langkah preventif dan antisipatif dipandang sebagai langkah yang lebih murah daripada penyelesaian krisis (crisis resolution) (Nasution, 2003). BUMN sebagai salah satu pelaku bisnis, dalam perekonomian Indonesia, disamping sektor swasta dan koperasi, diharapkan dapat melaksanakan peranannya secara aktif dalam pengembangan ekonomi nasional guna mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran bagi rakyat. Namun dalam pelaksanaannya, menunjukan bahwa sektor BUMN belum menunjukan kinerja yang optimal bagi pengembangan ekonomi nasional. Bila dibandingkan dengan sektor swasta, maka swasta lebih menunjukan kinerja dan optimalisasi yang lebih baik dibandingkan dengan BUMN. Bahkan dari data yang ada, menunjukan bahwa tidak sedikit BUMN yang tidak sehat yang masih terus mendapatkan

Alamat korespondensi pada Helza Nova Lita, Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia, Jalan Dipati Ukur 116, Bandung 40132. Email helzanova@yahoo.com.

136

HELZA NOVA LITA

suntikan dana dari pemerintah sementara hasil keuntungan yang diperoleh tidak sebanding dengan suntikan dana tersebut, atau malah merugi. Untuk itu upaya pembenahan BUMN harus segera diwujudkan untuk mengatasi permasalahan tersebut, baik dari segi aturan hukum, ekonomi dan aspek lain yang terkait. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan peranan BUMN dalam menyukseskan pembangunan nasional dalam era tahun 2000 ini, adalah dengan melakukan pembenahan tidak hanya dari sudut ekonomi namun yang tidak kalah penting adalah instrumen hukumnya. Pembaharuan ketentuan mengenai BUMN antara lain dengan keluarnya UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN. Dalam undang-undang tersebut, privatisasi atau swastanisasi merupakan agenda penting sebagai salah satu upaya untuk melakukan restrukturisasi BUMN. PEMBAHASAN Landasan Hukum BUMN Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan untuk terciptanya keadilan dan kemandirian bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana dimuat dalam arah kebijakan GBHN bidang ekonomi periode 1999 2004 yang diatur dalam TAP MPR No. IV/MPR/1999, dalam butir 7 menyebutkan menggembangkan kebijakan fiskal dengan memperhatikan prinsip transparansi, disiplin, keadilan, efisiensi, efektifitas, untuk menambah penerimaan negara dan mengurangi ketergantungan dana dari luar negeri. Menurut GBHN, kekuatan perekonomian kita pada dasarnya dapat digolongkan dalam tiga sektor, yakni: pemerintah (BUMN), koperasi, dan swasta. Ketiga sektor ini diharapkan dapat berkembang dengan harmonis atau dengan selaras, serasi, dan seimbang sehingga mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat. BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi di Indonesia, disamping sektor swasta dan 137

koperasi, membutuhkan legitimasi hukum dalam pelaksanaan kegiatan usahanya. Ketentuan-ketentuan hukum yang menjadi dasar pengelolaan BUMN di Indonesia adalah: 1. Undang-Undang Dasar 1945 2. UU No. 9 tahun 1969 tentang BentukBentuk Usaha Negara 3. UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas 4. PP No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) 5. PP No. 13 tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (Perum) 6. PP No. 64 tahun 2001 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Persero, Perum, Perjan, kepada Menteri Negara BUMN. 7. UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN (UU BUMN). Adapun maksud dan tujuan pendirian BUMN sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 2 UU BUMN yakni: 1. memberikan sumbangan bagi perkembangan ekonomi nasional pada umumnya dan perekonomian negara pada khususnya; 2. mengejar keuntungan; 3. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; 4. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; 5. turut aktif memberikan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. Peranan BUMN dalam Penggembangan Perekonomian Nasional Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tersedianya dana merupakan faktor essential yang harus ada disamping faktor-faktor lainnya yakni sumber daya manusia, skill (keahlian), dan sumber daya alam.

TINJAUAN YURIDIS PRIVATISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA

Dalam PJP II sumber dana untuk pembiayaaan pembangunan nasional dalam bidang ekonomi diarahkan pada tersedianya dana yang digali dari kemampuan sendiri, sedangkan sumber dana luar negeri yang masih diperlukan merupakan pelengkap, dengan prinsip peningkatan kemandirian dalam pelaksanaan pem-bangunan dan mencegah keterikatan serta campur tangan asing. Persero sangat berperan dalam perekonomian nasional sebagai penyedia barang dan jasa untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi maupun untuk kebutuhan proses produksi. Sejalan dengan makin meningkatnya pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasil yang dicapai, maka produktifitas dan efisiensi seluruh kekuatan ekonomi nasional perlu ditingkatkan lagi, sehingga peran dan sumbangannya dalam pembangunan dapat memberikan hasil optimal bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Soedjono Dirdjosisworo, dalam bukunya Hukum Perusahaan mengenai Bentuk-Bentuk Perusahaan (Badan Usaha) di Indonesia, menjelaskan sesungguhnya kedudukan Perusahaan Negara mempunyai dua ciri yakni : 1. Sebagai aparatur perekonomian negara, yaitu lembaga yang melaksanakan tugastugas pemerintahan di bidang usaha negara. Dalam kedudukan ini perusahaan milik negara merupakan unsur dari kelembagaan pemerintahan dan tunduk pada peraturan-peraturan di bidang tata pemerintahan, khususnya yang bersangkutan dengan penguasaan dan pengurusan kekayaan negara, yang dilimpahkan kepadanya sebagai modal atau penyertaan negara, baik yang dipisahkan ataupun yang tidak dipisahkan. 2. Sebagai salah satu unsur dalam kehidupan perekonomian nasional disamping perusahaan swasta dan koperasi. Dalam kedudukan ini perusahaan milik negara merupakan subyek hukum yang dalam lalu lintas hukum perekonomian dan hukum perikatan hak dan kewajibannya disesuaikan dengan badan-badan hukum lainnya.

Selama masa orde lama dan permulaan orde baru banyak BUMN baru didirikan, disamping BUMN yang berasal dari nasionalisasi perusahaan asing. Ketika itu perusahaanperusahaan swasta belum banyak berperan. Setelah krisis ekonomi dan moneter, banyak dari BUMN masih berjalan dengan baik dan memberi kontribusi bagi pembangunan nasional. Sedangkan perusahaan-perusahaan besar yang dinamakan konglomerat baru tumbuh pada akhir masa orde baru. Namun setelah krisis ekonomi dan moneter tahun 1997, sebagian dari konglomerat ini hancur, sebabnya antara lain karena melakukan pengembangan usaha-usaha jangka panjang dengan meminjam uang jangka pendek dari perbankan dalam negeri dan asing. Perbuatan mereka ini tidak dapat dicegah karena KKN dengan rezim yang berkuasa pada saat itu (Sutadji, 2003). Operasional BUMN sebagai salah satu sarana penerimaan pajak nasional diharapkan dapat mampu memberikan kontribusi yang besar untuk pendanaan pembangunan nasional disamping sumber-sumber lain dari dalam negeri, sehingga bantuan dari pihak luar hanya bersifat penunjang. Penerimaan pajak BUMN untuk tahun 2003 mencapai Rp. 17 triliun. Untuk tahun 2004 Pemerintah mentargetkan bisa menerima pajak sekitar 20 persen dari BUMN. Total target penerimaan pajak tahun 2004 sebesar Rp. 219,4 triliun. Diharapkan sebesar 20 persen diantaranya atau Rp 38 - 40 triliun disumbang oleh BUMN. Untuk mewujudkan target penerimaan pajak BUMN untuk pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan negara, hal ini perlu dilakukan dengan melihat kondisi tingkat kesehatan dan kinerja BUMN untuk mencapai target tersebut. Pencapaian target tersebut harus pula diimbangi dengan budaya perusahaan yang melaksanakan prinsipprinsip good corporate governance atau tata laksana usaha yang baik. Perusahaan yang menerapkan prinsip ini, pada umumnya

138

HELZA NOVA LITA

memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang mengabaikan prinsip-prinsip tersebut. Prinsipprinsip ini sangat berkaitan dengan moralitas dan tanggung jawab yang tinggi dari pelaksana usaha itu sendiri. Mengantisipasi perkembangan ekonomi global dan melihat fakta yang ada, BUMN harus segera berbenah diri untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada terutama untuk mengatasi kerugian-kerugian yang diderita. Keterpurukan beberapa kinerja BUMN yang mengalami kerugian selama ini, perlu dicari akar permasalahannya sehingga pembenahan dapat lebih terencana. Ada banyak faktor yang mempengaruhi buruknya kinerja BUMN tersebut, seperti budaya birokrasi dan intervensi pemerintah yang cukup besar dalam mempengaruhi kebijakan BUMN, faktor politik, intervensi pihak asing, serta kualitas dan moralitas SDM yang berkaitan dengan permasalahan KKN yang cukup rentan dalam tubuh BUMN. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain dengan merealisasikan konsep Good Corporate Governance atau tata laksana perusahaan yang baik harus segera dilaksanakan untuk membekali SDM yang berkualitas dan bermoral, strategi bisnis dan manajemen yang memperhatikan analisis kekurangan maupun kelebihan internal dan eksternal perusahaan, serta memperhatikan perkembangan dan kebutuhan pasar baik dalam maupun luar negeri. Selain itu satu hal yang tidak kalah pentingnya sebagai negara hukum, kita harus tetap menempatkan hukum sebagai panglima yang memberikan kerangka aturan pelaksanaan ekonomi yang beretika. Restrukturisasi dan Privatisasi BUMN Program restrukturisasi dan privatisasi yang tertuang dalam UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan peranan BUMN dalam menyukseskan pembangunan nasional serta mengatasi permasalahan kerugian dalam tubuh BUMN. Restrukturisasi

merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam UU BUMN dijelaskan bahwa privatisasi merupakan penjualan saham perseroan, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat. Privatisasi dapat dilakukan dengan cara: 1. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal. Yang dimaksud dengan penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal antara lain adalah penjualan saham melalui penawaran umum (Initial Public Offering / Go Public), penerbitan obligasi konversi dan efek lain yang bersifat ekuitas. Termasuk dalam pengertian ini adalah penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) bagi BUMN yang terdaftar di bursa. 2. Penjualan saham langsung kepada investor. Yang dimaksud dengan penjualan saham langsung kepada investor adalah penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) atau investor lainnya termasuk financial investor. Cara ini, khusus berlaku bagi penjualan saham BUMN yang belum terdaftar di bursa. 3. Penjualan saham kepada manajemen dan/ atau karyawan yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan penjualan saham kepada manajemen (Management Buy Out/ MBO) dan/atau karyawan (Employee Buy Out/EBO) adalah penjualan sebagian besar atau seluruh saham suatu perusahaan langsung kepada manajemen dan/atau karyawan perusahaan yang bersangkutan. Selanjutnya dalam Pasal 75 UU BUMN beserta penjelasannya dinyatakan bahwa privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akun-

139

TINJAUAN YURIDIS PRIVATISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA

tabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran. Pelaksanaan privatisasi dilakukan secara transparan, baik dalam proses penyiapannya maupun dalam pelaksanaannya. Proses privatisasi dilaksanakan dengan berpedoman pada prosedur privatisasi yang telah ditetapkan tanpa ada intervensi dari pihak lain di luar mekanisme korporasi serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Proses privatisasi juga dilakukan dengan berkonsultasi secara intensif dengan pihak-pihak terkait, sehingga proses dan pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Pada pelaksanaannya, privatisasi BUMN menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan. Kelompok yang pro privatisasi, memandang bahwa dengan privatisasi, BUMN diharapkan dapat tumbuh lebih mandiri dan efisien serta mampu bersaing secara kompetitif baik di pasar dalam maupun luar negeri. Sementara kelompok yang kontra dengan program privatisasi ini antara lain berkaitan de-ngan kekhawatiran adanya kelompok tertentu yang dapat memanfaatkan kesempatan memperoleh kepemilikan saham BUMN semata-mata hanya untuk kepentingan golongan atau pribadi semata, sementara hal ini bertentangan dengan tujuan BUMN itu sendiri, dimana sebagai badan usaha milik negara tidak semata-mata berorientasi mengejar keuntungan, tetapi juga bertujuan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945. Pertentangan pelaksanaan privatisasi ini terlihat jelas dalam kasus privatisasi P.T. Indosat, yang merupakan salah satu unit usaha yang sangat strategis yang memberikan kontribusi ekonomi yang cukup besar kepada negara. Dengan divestasi saham P.T. Indosat oleh Singapore Technologies Telemedia Ltd (STT) sebesar 41,94%, kepemilikan saham pemerintah RI pada P.T. Indosat tinggal sebesar 14,96%, sisanya dikuasai public sebesar 43,10%. Dengan komposisi saham demikian, sesuai dengan ketentuan dalam UU no. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, hal ini

tentunya akan sangat mengurangi kekuasaan pemerintah RI dalam menentukan kebijakan P.T. Indosat. Privatisasi harus dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan yang matang, tidak hanya dari sudut ekonomi, namun juga dari sudut hukum, sosial politik, budaya, pertahanan dan keamanan negara. Tidak semua BUMN harus diprivatisasi. Kita harus mampu memilah antara BUMN yang perlu diprivatisasi maupun yang tidak. Hal ini perlu dipertimbangkan dan dilaksanakan dengan bijaksana, mengingat privatisasi merupakan sarana yang melegalkan perpindahan asset-aset negara yang kepada pihak swasta nasional maupun asing. Dalam Pasal 77 UU BUMN telah diatur mengenai ketentuan persero yang tidak bisa diprivatisasi, yakni: 1. Persero yang bidang usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan hanya boleh dikelola kepemilikan saham-saham BUMN; 2. Persero yang bergerak disektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara; 3. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat; 4. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi. Belajar dari keberhasilan program privatisasi di Inggris, dimana pada masa pemerintahan perdana menteri Margaret Thatcher, swastanisasi perusahaan-perusahaan negara di Inggris memberikan kontribusi yang besar bagi pengembangan ekonomi Inggris. Selain itu sebagai perbandingan privatisasi perusahaanperusahaan negara di Malaysia, yang lebih menekankan kepada keikutsertaan pribumi, maka di Indonesia privatisasi lebih dikarenakan selain memang karena kondisi internal BUMN yang banyak merugi, serta ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola BUMN secara efisien, walaupun intervensi

140

HELZA NOVA LITA

pihak asingpun tidak sedikit dalam menentukan kebijakan mengenai privatisasi ini. Ide privatisasi dicetuskan oleh seorang CEO perusahaan asing pada awal tahun 1990-an, yang mengatakan performance BUMNBUMN umumnya kurang baik dibandingkan dengan perusahaan swasta, oleh karena itu BUMN perlu diprivatisasi, lebih-lebih hutanghutang RI mulai terasa berat pada paruh kedua tahun 1990-an. Ketika RI meminta bantuan IMF untuk mengatasi kesulitan dalam mengatasi kekurangan pembiayaan pemerintah RI, IMF memberikan anjuran untuk memprivatisasi BUMN melalui penjualan sahamsahamnya, baik melalui strategic alliance maupun IPO atau direct placement untuk mendapatkan tambahan dana. Kemudian rencana privatisasi ini dituangkan dalam beberapa LOI (Letter of Intent) antara pemerintah RI dengan IMF (Sutadji, 2003). Selanjutnya dari laporan Staf Ahli Menteri BUMN bidang penggembangan usaha dikatakan bahwa perusahaan BUMN diharapkan sebagian sudah diprivatisasi pada tahun 2006. Kepemilikan saham BUMN oleh pihak swasta baik nasional maupun asing dalam program privatisasi seharusnya tidak melebihi saham kepemilikan negara RI sebesar paling sedikit 51% dari keseluruhan modal perusahaan yang terbagi dalam saham. Karena kepemilikan saham tersebut sangat memiliki peranan penting bagi negara RI dalam mengatur kebijakan BUMN, mengingat bahwa tujuan BUMN tidak hanya keuntungan semata-mata namun juga untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Keikutsertaan pihak swasta nasional maupun asing diharapkan dapat memacu kinerja BUMN yang selama ini diketahui banyak mengalami kerugian. Namun kasus divestasi PT. Indosat beberapa waktu yang lalu dari sudut ketentuan UUPT telah memberikan porsi yang lebih besar kepada pihak asing dalam hal ini Singapore Technologies Telemedia Ltd untuk menentukan kebijakan pelaksanaan P.T. Indosat dibandingkan dengan pemerintah RI, mengingat kepemilikan sahamnya yang lebih besar. Kasus divestasi

semacam ini harus segera diluruskan kembali, karena dikhawatirkan jika juga akan terjadi pada BUMN yang lain sama artinya kita menjual asset-aset strategis milik negara, yang pada akhirnya kita lebih berperan sebagai pekerja daripada penentu arah kebijakan. Hal ini sama halnya kita menjual kedaulatan ekonomi kita dengan cara diatur dan dikendalikan oleh pihak asing. Ironi memang kalau kita harus menjadi kuli di negara sendiri. Di mana aset-aset BUMN tersebut ada di Indonesia dan melibatkan banyak tenaga kerja Indonesia, namun kepemilikan dan kekuasaan kebijakannya lebih didominasi pihak asing. PENUTUP BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi di Indonesia, disamping swasta dan koperasi, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan peranannya dalam perkembangan ekonomi Indonesia menuntut pembenahan tidak hanya dari sudut ekonomi, namun juga pengaturan hukumnya. UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, memberikan arah baru bagi penggembangan BUMN. Restrukturisasi dan privatisasi yang merupakan salah satu pengaturan dalam UU BUMN, merupakan agenda penting yang perlu dicermati dalam pelaksanaannya, mengingat privatisasi ini menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan, terutama jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 33 UUD 1945. Pada dasarnya, dari sudut pandang ekonomi, privatisasi dapat memberikan keuntungan bagi BUMN, disamping itu juga dapat meningkatkan efisiensi dan kinerja BUMN agar juga mampu bersaing dengan pihak swasta. Namun demikian, sebagai BUMN, privatisasi ini harus dilakukan dengan bijak dan tetap dalam aturan hukum yang ada, mengingat misi BUMN tidak hanya mengejar keuntungan semata, namun juga berorintasi memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945.

141

TINJAUAN YURIDIS PRIVATISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA

DAFTAR PUSTAKA Dirdjosisworo, S. (1997). Hukum perusahaan mengenai bentuk-bentuk perusahaan (badan usaha) di Indonesia. Ban-dung: Mandar Maju. Nasution, A. (2003). Stabilitas sistem keuangan, urgensi, implikasi hukum, dan agenda ke depan. Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia,Denpasar, 14 18 Juli 2003. Rajagukguk, E. (2003). Hukum ekonomi Indonesia: memperkuat persatuan nasional, mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesejahteraan sosial. Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Denpasar 14 18 Juli 2003. Sutadji, N.S. (2003). Asingisasi BUMN di Indonesia. Majalah Business dan BUMN II(03), 08 Juni 08 Juli 2003. (1995). UU No. 1 tahun1995 tentang Perseroan terbatas. (1995). UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal. (2003). UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN.

142

HELZA NOVA LITA

143

You might also like