You are on page 1of 16

Gagal Jantung Kongestif

Definisi Gagal Jantung Kongestif (Congestive Heart Failure)


Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh. Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh: 1. penyakit-penyakit yang melemahkan otot-otot jantung, 2. penyakit-penyakit yang menyebabkan kekakuan otot-otot jantung, atau 3. penyakit-penyakit yang meningkatkan permintaan oksigen oleh jaringan tubuh diluar kemampuan jantung untuk memberikannya. Jantung mempunyai dua atria atau serambi-serambi (atrium kanan dan atrium kiri) yang membentuk kamar-kamar jantung bagian atas, dan dua ventricles atau bilik-bilik (ventricle kiri dan ventricle kanan) yang membentuk kamar-kamar jantung bagian bawah. Ventricle-ventricle adalah kamar-kamar yang berotot yang memompa darah ketika otot-otot berkontraksi (kontraksi dari otot-otot ventricle disebut systole). Banyak penyakit-penyakit dapat mengganggu aksi memompa dari ventricles. Contohnya, otot-otot dari ventricles dapat diperlemah oleh serangan-serangan jantung atau infeksi-infeksi (myocarditis). Kemampuan memompa yang berkurang dari ventricles yang disebabkan oleh pelemahan otot disebut disfungsi sistolik. Setelah setiap kontraksi ventricle (systole) otot-otot ventricle perlu untuk mengendur untuk mengizinkan darah dari atria untuk mengisi ventricles. Pengenduran dari ventricles disebut diastole. Penyakit-penyakit seperti hemochromatosis atau amyloidosis dapat menyebabkan pengkakuan dari otot jantung dan mengganggu kemampuan ventricle-ventricle untuk mengendur dan mengisi; ini dirujuk sebagai disfungsi diastolik. Penyebab paling umum dari ini adalah tekanan darah tinggi yang berkepanjangan yang berakibat pada penebalan jantung (hypertrophied). Sebagai tambahan, pada beberapa pasien-pasien, meskipun aksi memompa dan kemampuan mengisi dari jantung mungkin adalah normal, permintaan oksigen yang tingginya abnormal oleh jaringan-jaringan tubuh (contohnya, dengan hyperthyroidism) mungkin membuatnya sulit jantung untuk mensuplai aliran darah yang cukup (disebut high output heart failure). Pada beberapa pasien-pasien satu atau lebih dari faktor-faktor ini dapat hadir untuk menyebabkan gagal jantung kongestif. Sisa dari artikel ini akan fokus terutama pada gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh kelemahan otot jantung, disfungsi sistolik.

Gagal jantung kongestif dapat mempengaruhi banyak organ-organ tubuh. Contohnya, otot-otot jantung yang melemah mungkin tidak mampu untuk mensuplai darah yang cukup ke ginjal-ginjal, yang kemudian mulai kehilangan kemampuan normalnya untuk mengekskresi garam (sodium) dan air. Fungsi ginjal yang berkurang ini dapat menyebabkan tubuh menahan lebih banyak cairan. Paru-paru mungkin menjadi padat dengan cairan (pulmonary edema) dan kemampuan seseorang untuk berolahraga berkurang. Cairan mungkin juga berakumulasi dalam hati, dengan demikian mengganggu kemampuannya untuk menghilangkan racun-racun dari tubuh dan menghasilkan protein-protein penting. Usus-usus mungkin menjadi kurang efisien dalam menyerap nutrisi-nutrisi dan obat-obat. Melalui waktu, tidak dirawat, gagal jantung kongestif yang memburuk akan hampir mempengaruhi setiap organ dalam tubuh.

Penyebab Gagal Jantung Kongestif


Banyak proses-proses penyakit dapat mengganggu efisiensi memompa dari jantung untuk menyebabkan gagal jantung kongestif. Di Amerika, penyebab-penyebab yang paling umum dari gagal jantung kongestif adalah:

penyakit arteri koroner, tekanan darah tinggi (hipertensi), penyalahgunaan alkohol yang berkepanjangan, dan penyakit-penyakit dari klep-klep jantung.

Penyebab-penyebab yang kurang umum termasuk infeksi-infeksi virus dari kekakuan otot jantung, penyakit-penyakit tiroid, penyakit-penyakit irama jantung, dan banyak lain-lainnya. Harus juga dicatat bahwa pada pasien-pasien dengan penyakit jantung yang mendasarinya, meminum obat-obat tertentu dapat menjurus pada perkembangan atau perburukan dari gagal jantung kongestif. Ini terutama benar untuk obat-obat yang dapat menyebabkan penahanan sodium atau mempengaruhi kekuatan dari otot jantung. Contoh-contoh dari obat-obat seperti itu adalah obat-obat anti-peradangan nonsteroid yang umum digunakan (NSAIDs), yang termasuk ibuprofen (Motrin dan lain-lainnya) dan naproxen (Aleve dan lain-lainnya) serta steroid-steroid tertentu, beberapa obat diabetes, dan beberapa calcium channel blockers.

Gejala-Gejala Gagal Jantung Kongestif


Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individual-individual menurut sistim-sistim organ tertentu yang terlibat dan tergantung pada derajat kepadanya seluruh tubuh telah "mengkompensasi" untuk kelemahan otot jantung.

Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Sementara kelelahan adalah indikator yang sensitif dari kemungkinan gagal jantung kongestif yang mendasarinya, ia adalah jelas gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga mungkin juga berkurang. Pasien-pasien mungkin bahkan tidak merasakan pengurangan ini dan mereka mungkin tanpa sadar

mengurangi aktivitas-aktivitas mereka untuk mengakomodasikan keterbatasan ini. Ketika tubuh menjadi terlalu terbebani dengan cairan dari gagal jantung kongestif, pembengkakan (edema) dari pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki atau perut mungkin tercatat. Sebagai tambahan, cairan mungkin berakmulasi dalam paru-paru, dengan demikian menyebabkan sesak napas, terutama selama olahraga/latihan dan ketika berbaring rata. Pada beberapa kejadian-kejadian, pasien-pasien terbangun di malam hari, megap-megap untuk udara. Beberapa mungkin tidak mampu untuk tidur kecuali duduk tegak lurus. Cairan ekstra dalam tubuh mungkin menyebabkan kencing yang meningkat, terutama pada malam hari. Akumulasi dari cairan dalam hati dan usus-usus mungkin menyebabkan mual, nyeri perut, dan nafsu makan yang berkurang.

Mendiagnosa Gagal Jantung Kongestif


Diagnosis dari gagal jantung kongestif adalah paling umum klinis yang berdasarkan pada pengetahuan dari sejarah medis yang bersangkutan dari pasien, pemeriksaan fisik yang hati-hati, dan tes-tes laboratorium yang dipilih. Sejarah menyeluruh pasien mungkin menyingkap kehadiran dari satu atau lebih dari gejala-gejala gagal jantung kongestif yang digambarkan diatas. Sebagai tambahan, sejarah dari penyakit arteri koroner yang signifikan, serangan jantung sebelumnya, hipertensi, diabetes, atau penggunaan alkohol yang signifikan dapat menjadi petunjuk-petunjuk. Pemeriksaan fisik difokuskan pada pendeteksian kehadiran cairan ekstra dalam tubuh (suara-suara napas, pembengkakan kaki, atau vena-vena leher) serta pengkarakteristikan yang hati-hati kondisi dari jantung (nadi, ukuran jantung, suarasuara jantung, dan desiran-desiran atau murmurs). Tes-tes diagnostik yang bermanfaat termasuk electrocardiogram (ECG) dan x-ray dada untuk menyelidiki kemungkinan serangan-serangan jantung sebelumnya, arrhythmia, pembesaran jantung, dan cairan didalam dan sekitar paru-paru. Mungkin tes diagnostik tunggal yang paling bermanfaat adalah echocardiogram, dimana ultrasound digunakan untuk mencitrakan (image) otot jantung, struktur-struktur klep, dan pola-pola aliran darah. Echocardiogram adalah sangat bermanfaat dalam mendiagnosa kelemahan otot jantung. Sebagai tambahan, tes dapat menyarankan kemungkinan penyebab-penyebab untuk kelemahan-kelemahan otot jantung (contohnya, serangan jantung sebelumnya, dan kelainan-kelainan klep yang parah). Hampir semua pasien-pasien padanya diagnosis dari gagal jantung kongestif dicurigai harus idealnya menjalankan echocardiography pada awal penilaian mereka. Studi-studi medis nuklir menilai kemampuan memompa keseluruhan dari jantung dan memeriksa kemungkinan dari aliran darah yang tidak cukup ke otot jantung. Kateterisasi jantung mengizinkan penggambaran (visualisasi) arteri-arteri ke jantung dengan angiography (menggunakan zat pewarna didalam pembuluh-pembuluh darah yang dapat dilihat menggunakan metode-metode x-ray). Selama kateterisasi tekanan

didalam dan sekitar jantung dapat diukur dan performa (prestasi) jantung dinilai. Pada kasus-kasus yang jarang, biopsi dari jaringan jantung mungkin direkomendasikan untuk mendiagnosa penyakit-penyakit spesifik. Biopsi ini dapat seringkali dilaksanakan melalui penggunaan alat kateter khusus yang dimasukan kedalam vena dan dimaneuver kedalam sisi kanan jantung. Tes diagnostik yang bermanfaat lainnya adalah tes darah yang disebut BNP atau tingkat brain natriuretic peptide. Tingkat ini dapat bervariasi dengan umur dan jenis kelamin namun secara khas meningkat dari gagal jantung dan dapat membantu dalam diagnosis, dan dapat bermanfaat dalam mengikuti respon pada perawatan dari gagal jantung kongestif. Pilihan dari tes-tes tergantung pada setiap kasus pasien dan didasarkan pada diagnosadiagnosa yang dicurigai.

Perawatan Gagal Jantung Kongestif


Modifikasi-Modifikasi Gaya Hidup
After congestive heart failure is diagnosed, treatment should be started immediately. Perhaps the most important and yet most neglected aspect of treatment involves lifestyle modifications. Sodium causes an increase in fluid accumulation in the body's tissues. Because the body is often congested with excess fluid, patients become very sensitive to the levels of intake of sodium and water. Restricting salt and fluid intake is often recommended because of the tendency of fluid to accumulate in the lungs and surrounding tissues. An American "no added salt" diet can still contain 4 to 6 grams (4000 to 6000 milligrams) of sodium per day. In patients with congestive heart failure, an intake of no more than 2 grams (2000 milligrams) of sodium per day is generally advised. Reading food labels and paying close attention to total sodium intake is very important. Likewise, the total amount of fluid consumed must be regulated. Although many patients with congestive heart failure take diuretics to aid in the elimination of excess fluid, the action of these medications can be overwhelmed by an excess intake of water and other fluids. The maxim that "drinking eight glasses of water a day is healthy" certainly does not apply to patients with congestive heart failure. In fact, patients with more advanced cases of congestive heart failure are often advised to limit their total daily fluid intake from all sources to 2 quarts. The above guidelines for sodium and fluid intake may vary depending on the severity of congestive heart failure in any given patient and should be discussed with the patient's physician. An important tool for monitoring an appropriate fluid balance is the frequent measurement of body weight. An early sign of fluid accumulation is an increase in body weight. This may occur even before shortness of breath or swelling in the legs and other body tissues (edema) is detected. A weight gain of two to three pounds over two to three days should prompt a call to the physician, who may order an increase in the dose of diuretics or other methods designed to stop the early stages of fluid accumulation before it becomes more severe.

Aerobic exercise, once discouraged for congestive heart failure patients, has been shown to be beneficial in maintaining overall functional capacity, quality of life, and perhaps even improving survival. Each patient's body has its own unique ability to compensate for the failing heart. Given the same degree of heart muscle weakness, patients may display widely varying degrees of limitation of function. Regular exercise, when tailored to the patient's tolerance level, appears to provide significant benefits and should be used only when the patient is compensated and stable.

Menujukan Faktor-Faktor Yang Berpotensi Dapat Dibalikan


Tergantung pada penyakit yang mendasarinya dari gagal jantung kongestif, faktorfaktor yang berpotensi dapat dibalikan harus diselidiki. Contohnya, pada pasienpasien tertentu yang gagal jantung kongestifnya disebabkan oleh aliran darah yang tidak cukup ke otot jantung, restorasi (pemulihan) dari aliran darah melalui operasi arteri koroner atau prosedur-prosedur kateter (angioplasty, intracoronary stenting) mungkin dipertimbangkan. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh penyakit yang parah dari klep-klep mungkin dikurangi pada pasien-pasien yang tepat dengan operasi klep. Jika gagal jantung kongestif disebabkan oleh hipertensi yang kronis dan tidak terkontrol, kontrol tekanan darah yang agresif akan seringkali memperbaiki kondisi. Demikian juga, kelemahan otot jantung yang disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol yang parah dan berkepanjangan dapat menjadi baik secara signifikan dengan penghentian meminum. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh keadaan-keadaan penyakit lain mungkin dengan cara yang sama sebagian atau seluruhnya dapat dibalikan dengan tindakan-tindakan yang tepat.

Obat-Obat
Sampai akhir-akhir ini, pilihan dari obat-obat yang tersedia untuk perawatan gagal jantung kongestif terbatasnya membuat frustrasi dan terfokus terutama pada mengontrol gejala-gejala. Obat-obat sekarang telah dikembangkan yang melakukan kedua-duanya yaitu memperbaiki gejala-gejala, dan yang penting, memperpanjang kelangsungan hidup. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitors ACE inhibitors telah digunakan untk perawatan hipertensi lebih dari 20 tahun. Kelompok obat-obat ini juga telah dipelajari secara ekstensif dalam merawat gagal jantung kongestif. Obat-obat ini menghalangi pembentukan dari angiotensin II, hormon dengan banyak efek-efek merugikan yang potensial pada jantung dan sirkulasi pada pasien-pasien dengan gagal jantung. Pada berbagai studi-studi dari ribuan pasien-pasien, obat-obat ini telah menunjukan perbaikan gejala-gejala yang luar biasa pada pasien-pasien, pencegahan dari perburukan klinis, dan perpanjangan dari kelangsungan hidup. Sebagai tambahan, mereka baru-baru ini telah ditunjukan mencegah perkembangan dari gagal jantung dan serangan-serangan jantung. Kekayaan dari bukti yang mendukung penggunaan dari agen-agen ini pada gagal jantung adalah begitu kuat sehingga ACE inhibitors harus dipertimbangkan pada semua pasien-pasien dengan gagal jantung, terutama mereka yang dengan kelemahan otot jantung. Efek-efek sampingan yang mungkin dari obat-obat ini termasuk:

cerewet, batuk kering, tekanan darah rendah, perburukan fungsi ginjal dan ketidakseimbangan-ketidakseimbangan elektrolit, dan jarang, reaksi-reaksi alergi yang benar.

Jika digunakan secara hati-hati dengan pengamatan yang tepat, bagaimanapun, mayoritas dari pasien-pasien gagal jantung kongestif mentolerir obat-obat ini tanpa persoalan-persoalan yang signifikan. Contoh-contoh dari ACE inhibitors termasuk:

captopril (Capoten), enalapril (Vasotec), lisinopril (Zestril, Prinivil), benazepril (Lotensin), dan ramipril (Altace).

Untuk pasien-pasien yang tidak mampu untuk mentolerir ACE inhibitors, kelompok alternatif dari obat-obat, yang disebut angiotensin receptor blockers (ARBs), mungkin digunakan. Obat-obat ini bekerja pada jalur hormon yang sama seperti ACE inhibitors, namun sebagai gantinya menghalangi aksi dari angiotensin II pada tempat reseptornya secara langsung. Studi awal yang kecil dari salah satu dari agen-agen ini menyarankan manfaat kelangsungan hidup yang lebih besar pada pasien-pasie gagal jantung kongestif yang lebih tua dibandingkan dengan ACE inhibitor. Bagaimanapun, studi follow-up yang lebih besar gagal untuk menunjukan keunggulan dari ARBs atas ACE inhibitors. Studi-studi lebih jauh sedang dalam perjalanan untuk menyelidiki penggunaan dari agen-agen ini pada gagal jantung kongestif kedua-duanya yaitu sendirian dan dalam kombinasi dengan ACE inhibitors. Efek-efek sampingan yang mungkin dari obat-obat ini adalah serupa pada yang berhubungan dengan ACE inhibitors, meskipun batuk keringnya jauh kurang umum. Contoh-contoh dari kelompok obat-obat ini termasuk:

losartan (Cozaar), candesartan (Atacand), telmisartan (Micardis), valsartan (Diovan), dan irbesartan (Avapro).

Beta-blockers Hormon-hormon tertentu, seperti epinephrine (adrenaline), norepinephrine, dan hormon-hormon serupa lain, bekerja pada reseptor beta dari beragam jaringanjaringan tubuh dan menghasilkan efek stimulasi. Efek dari hormon-hormon ini atas reseptor-reseptor beta dari jantung adalah kontraksi yang lebih kuat dari otot jantung. Beta-blockers adalah agen-agen yang menghalangi aksi dari hormon-hormon yang menstimulasi ini atas reseptor-reseptor beta dari jaringan-jaringan tubuh. Karena diasumsikan bahwa menghalangi reseptor-reseptor beta lebih jauh menekan fungsi dari jantung, beta-blockers secara tradisi telah tidak digunakan pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kongestif, bagaimanapun, efek stimulasi dari hormon-hormon ini, sementara awalnya bemanfaat dalam memelihara

fungsi jantung, tampaknya mempunyai efek-efek yang merugikan pada otot jantung dari waktu ke waktu. Bagaimanapun, studi-studi telah menunjukan manfaat klinik yang mengesankan dari beta-blockers dalam memperbaiki fungsi jantung dan kelangsungan hidup pada pasuien-pasien gagal jantung kongestif yang telah meminum ACE inhibitors. Tampaknya bahwa kunci untuk sukses dalam menggunakan beta-blockers pada gagal jantung kongestif adalah untuk memulai dengan dosis yang rendah dan meningkatkan dosis dengan sangat perlahan. Pertama, pasien-pasien mungkin bahkan merasa patients may even feel a little worse and other medications may need to be adjusted. Efek-efek sampingan yang mungkin termasuk:

penahanan cairan, tekanan darah rendah, nadi yang rendah, dan kelelahan keseluruhan dan kepala-kepala yang enteng.

Beta-blockers umumnya harus tidak digunakan pada orang-orang dengan penyakitpenyakit signifikan yang tertentu dari saluran-saluran udara (contohnya, asma, emphysema) atau denyut-denyut jantung istirahat yang sangat rendah. Sementara carvedilol (Coreg) telah menjadi obat yang dipelajari paling menyeluruh dalam setting dari gagal jantung kongestif, studi-studi dari beta-blockers lain juga telah menjanjikan. Penelitian yng membandingkan carvedilol secara langsung dengan betablockers lain dalam merawat gagal jantung kongestif sedang berlangsung. Metoprolol (Toprol XL) yang beraksi lama adalah juga sangat efektif pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif. Digoxin Digoxin (Lanoxin) telah digunakan dalam perawatan dari gagal jantung kongestif beratus-ratus tahun. Ia dihasilkan secara alamiah oleh tanaman berbunga foxglove. Digoxin menstimulasi otot jantung untuk berkontraksi lebih kuat. Ia juga mempunyai aksi-aksi lain, yang tidak dimengerti sepenuhnya, yang memperbaiki gejala-gejala gagal jantung kongestif dan dapat mencegah lebih jauh gagal jantung. Bagaimanapun, studi yang diacak dalam skala besar gagal untuk menunjukan efek mana saja dari digoxin atas kematian. Digoxin bermanfaat untuk banyak pasien-pasien dengan gejala-gejala gagal jantung kongestif yang signifikan, meskipun kelangsungan hidup jangka panjang mungkin tidak terpengaruh. Efek-efek sampingan yang potensial termasuk:

mual, muntah, gangguan-gangguan irama jantung, disfungsi ginjal, dan kelainan-kelainan elektrolit.

Efek-efek sampingan ini, bagaimanapun, umumnya adalah akibat dari tingkat-tingkat racun dalam mdarah dan dapat dimonitor oleh tes-tes darah. Dosis dari digoxin

mungkin juga perlu di sesuaikan pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal yang signifikan. Diuretics Diuretics adalah seringkali komponen yang penting dari perawatan gagal jantung kongestif untuk mencegah atau mengurangi gejala-gejala dari penahanan cairan. Obat-obat ini membantu menahan pembetukan cairan dalam paru-paru dan jaringanjaringan lain dengan memajukan aliran dari cairan melalui ginjal-ginjal. Meskipun mereka efektif dalam membebaskan gejala-gejala seperti sesak napas dan pembengkakan kaki, mereka telah tidak ditunjukan berdampak secara positif pada kelangsungan hidup jangka panjang. Meskipun demikian, diuretics tetap kunci dalam mencegah perburukan dari kondisi pasien dengan demikian keperluan opname rumah sakit. Ketika opname rumah sakit diperlukan, diuretics seringkali dimasukan secara intravena karena kemampuan untuk menyerap diuretics oral mungkin terganggu, ketika gagal jantung kongestifnya parah. Efek-efek sampingan yang potensial dari diuretics termasuk:

dehidrasi, kelainan-kelainan elektrolit, tingkat-tingkat potassium yang sangat rendah, gangguan-gangguan pendengaran, dan tekanan darah rendah.

Adalah penting untuk mencegah tingkat-tingkat potassium yang rendah dengan meminum suplemen-suplemen, jika tepat. Gangguan-gangguan elektrolit jenis ini mungkin membuat pasien-pasien mudah kena gangguan-gangguan irama jantung yang serius. Contoh-contoh dari beragam kelompok-kelompok diuretics termasuk

furosemide (Lasix), hydrochlorothiazide (Hydrodiuril), bumetanide (Bumex), torsemide (Demadex), spironolactone (Aldactone), and metolazone (Zaroxolyn).

Satu diuretic tertentu telah ditunjukan secara mengejutkan mempunyai efek-efek menguntungkan atas kelangsungan hidup pada pasien-pasien gagal jantung kongestif dengan gejala-gejala yang relatif telah berlanjut. Spironolactone (Aldactone) telah digunakan bertahun-tahun sebagai diuretic yang relatif lemah dalam perawatan dari beragam penyakit-penyakit. Diantara hal-hal lain, obat ini menghalangi aksi dari hormon aldosterone. Aldosterone secara teoritis mempunyai banyak efek-efek yang merugikan pada jantung dan sirkulasi pada gagal jantung kongestif. Pelepasannya distimulasikan sebagian oleh angiotensin II (lihat ACE inhibitors, diatas). Pada pasien-pasien yang meminum ACE inhibitors, bagaimanapun, ada peristiwa "lepas" dimana tingakttingkat aldosterone dapat meningkat meskipun dengan tingkat-tingkat angiotensin II yang rendah. Peneliti-peneliti medis telah menemukan bahwa spironolactone dapat

memperbaiki angka kelangsungan hidup dari pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif. Dalam hal dosis-dosis yang digunaka dalam studi adalah relatif kecil, telah diteorikan bahwa manfaat dari obat adalah dalam kemampuannya untuk menghalangi efek-efek dari aldosterone daripada aksinya yang relatif lemah sebagai diuretic (pil air). Efek-efek sampingan yang mungkin dari obat ini termasuk tingkat-tingkat potassium yang meninggi dan, pada pria-pria, pertumbuhan jaringan payudara (gynecomastia). Aldosterone inhibitor lainnya adalah eplerenone (Inspra).

Transplantasi Jantung
Pada beberapa kasus-kasus, meskipun dengan penggunaan terapi-terapi yang optimal seperti digambarkan diatas, kondisi pasien terus menerus memburuk yang disebabkan oleh gagal jantung yang progresif. Pada pasien-pasien yang terpilih, transplantasi jantung adalah opsi (pilihan) perawatan yang sehat. Calon-calon untuk transplantasi jantung umumnya berumur dibawah 70 tahun dan tidak mempunyai penyakitpenyakit yang parah atau yang tidak dapat dibalikan yang mempengaruhi organ-organ lain. Sebagai tambahan, transplantasi dilakukan hanya ketika jelas bahwa prognosis pasien adalah buruk dengan perawatan medis yang berkelanjutan dari kondisi jantung. Pasien-pasien transplantasi memerlukan follow-up medis yang ketat sembari meminum obat-obat yang diperlukan yang menekan sistim imun, dan karena risiko penolakan dari jantung yang ditransplantasikan. Mereka harus bahkan dimonitor untuk kemungkinan perkembangan dari penyakit arteri koroner dalam jantung yang ditransplantasikan. Meskipun ada ribuan pasien-pasien di daftar tunggu untuk transplantasi jantung pada saat mana saja, jumlah operasi-operasi yang dilakukan setiap tahun adalah terbatas oleh jumlah dari organ-organ donor yang tersedia. Untuk sebab-sebab ini, transplantasi jantung adalah realistik pada hanya subset yang kecil dari jumlah-jumlah pasien yang besar dengan gagal jantung kongestif.

Terapi-Terapi Mekanik Lain


Karena keterbatasan-keterbatasan yang berhubungan dengan transplantasi jantung, banyak perhatian baru-baru ini telah diarahkan menuju ke perkembangan dari alat-alat yang dibantu mekanik yang didisain untuk mengambil sebagian atau seluruh fungsi memompa jantung. Ada beberapa alat-alat yang tersedia untuk penggunaan klinik dan lebih banyak lagi sedang dikembangkan secara aktif. Contohnya, sekarang ada alatalat bantu ventricle (bilik) kiri yang disetujui untuk penggunaan sebagai mode sementara dari dukungan sirkulasi pada pasien-pasien yang sangat sakit sampai transplantasi dapat dilakukan. Studi-studi yang menguji kemungkinan peran dari alatalat bantu mekanik ini pada basis jangka panjang sebagai implant-implant (penanaman) menyatu yang permanen sedang berlangsung. Pembatasan utama sekarang ini dari alat-alat ini adalah risiko infeksi, terutama di tempat dimana alat keluar dari tubuh melalui kulit untuk berkomunikasi dengan sumber kekuatan eksternalnya. Modalitas (cara sesuatu dilakukan) yang kurang invasif, yang dapat ditempatkan tanpa operasi, adalah pemacu jantung biventricular. Alat ini telah membuktikan

berharga pada tipe-tipe pasien yang tepat dengan gagal jantung dan gangguan ventricles dengan memperbaiki sinkroni dari kontraksi.

Harapan Jangka Panjang Untuk Pasien-Pasien Dengan Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung kongestif umumnya adalah penyakit yang progresif dengan periodeperiode dari stabilitas yang diberi tanda baca oleh perburukan-perburukan klinis secara episodik (kadang-kadang). Perjalanan penyakit pada pasien mana saja, bagaimanapun, adalah bervariasi dengan ekstrem. Faktor-faktor yang terlibat dalam menentukan harapan jangka panjang (prognosis) untuk pasien yang diberikan termasuk:

sifat dasar dari penyakit jantung yang mendasarinya, respon pada obat-obat, derajat yang padanya sistim-sistim organ lain terlibat dan keparahan dari kondisi-kondisi lain yang menyertainya, gejala-gejala pasien dan derajat gangguan, dan faktor-faktor lain yang tetap dengan kurang baik dimengerti.

Dengan ketersediaan dari obat-obat baru yang berpotensi untuk mempengaruhi secara menguntungkan kemajuan dari penyakit, prognosis pada gagal jantung kongestif umumnya adalah lebih menguntungkan daripada yang diamati 10 tahun yang lalu. Pada beberapa kasus-kasus, terutama ketika disfungsi otot jantung telah berkembang baru-baru ini, perbaikan secara spontan yang signifikan bukannya tidak biasa diamati, bahkan ke titik dimana fungsi jantung menjadi normal. Hal yang penting pada gagal jantung kongestif adalah risiko gangguan-gangguan irama jantung (arrhythmias). Dari kematian-kematian yang terjadi pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif, kira-kira 50% berhubungan dengan gagal jantung yang profresif. Penting, setengahnya diperkirakan berhubungan dengan aritmiaaritmia yang serius. Kemajuan utama adalah penemuan bahwa penempatan yang bukan operasi dari cardioverter/defibrillators automatik yang dapat ditanamkan atau automatic implantable cardioverter/defibrillators (AICD) pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif yang parah (ditentukan oleh fraksi ejeksi atau ejection fraction dibawah 30%-35%) dapat secara signifikan memperbaiki kelangsungan hidup, dan telah menjadi standar dari perawatan pada kebanyakan pasien-pasien seperti ini.

Area-Area Penelitian Baru Pada Gagal Jantung Kongestif


Meskipun dengan kemajuan-kemajuan yang signifikan dalam terapi obat untuk gagal jantung kongestif lebih dari 20 tahun yang lalu, banyak perkembangan-perkembangan yang menggairahkan berada dibawah studi yang aktif. Kelompok-kelompok baru dari obat-obat sedang diuji dalam percobaan-percobaan klinik, termasuk calcium sensitizing agents, vasopeptidase inhibitors, dan natriuretic peptides. Seperti kasusnya dengan ACE inhibitors dan beta-blockers, penggunaan potensial dari

obat-obat ini didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan teoritis yang telah berakibat dari pengertian yang meningkat dari proses-proses kedua-duanya yaitu gagal jantung yang mendasarinya dan yang berakibat darinya. Sebagai tambahan, terapi gen yang ditargetkan menuju gen-gen tertentu yang diperkirakan berkontribusi pada gagal jantung sedang diuji. Perkembangan-perkembangan ini telah membenarkan optimisme yang belum pernah terjadi dalam merawat gagal jantung kongestif. Mayorotas dari pasien-pasien, dengan ukuran-ukuran gaya hidup yang tepat dan regimen-regimen medis, dapat memelihara gaya-gaya hidup yang aktif dan penuh arti. Batasan dari opsi-opsi perawatan telah diperkuat secara signifikan oleh obat-obat seperti ACE inhibitors dan beta-blockers. Di masa depan, kita pasti akan melihat tambahan dari lebih banyak dan sama kuatnya intervensi-intervensi. http://www.totalkesehatananda.com/index.html

Gagal Jantung, Cegah sebelum Terjadi


Jantung adalah organ yang berfungsi memompa darah ke seluruh bagian tubuh Anda. Jantung bagian kanan akan memompa darah ke paru-paru. Di paru-paru, darah menerima oksigen (O2). Kemudian, darah yang mengandung banyak oksigen ini mengalir kembali ke jantung bagian kiri. Dari sini darah dialirkan ke seluruh organ tubuh. Setelah tubuh menggunakan oksigen yang terkandung dalam darah, darah dialirkan kembali ke jantung sebelah kanan dan proses sirkulasi darah dimulai kembali. Jika proses ini terganggu, maka akibat lebih lanjut dari keadaan ini dinamakan gagal jantung. Apa upaya yang perlu dilakukan guna mengcegah gagal jantung ini? GAGAL jantung adalah suatu keadaan kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Karena jantung sudah lemah, hanya sedikit darah yang dapat dialirkan pada setiap kali memompa. Dengan berkurangnya darah yang mengalir dalam tubuh, berarti oksigen yang dapat dialirkan ke seluruh tubuh pun akan berkurang. Dengan demikian gagal jantung dapat mengakibatkan kerusakan berbagai organ tubuh. Misalnya, jika kerja ginjal (berfungsi membantu pengeluaran cairan yang berlebihan) terganggu, maka cairan akan tertimbun di berbagai bagian tubuh seperti hati, tungkai bawah, saluran pencemaran dan pagu-paru. Makin Meningkat Penderita gagal jantung di Amerika Serikat (AS) diperkirakan hampir 5 juta orang dan makin meningkat hampir 2 kali lipat pada tiap dekade seiring bertambahnya usia harapan hidup. Di negara maju, penyakit jantung merupakan penyebab kematian terbanyak, kemudian disusul penyakit kanker dan stroke. Sedangkan di Indonesia, angka kejadian gagal jantung belum diketahui dengan pasti namun diperkirakan meningkat seiring dengan perubahan pola hidup dan meningkatnya kesejahteraan, dimana pola penyakit juga berubah dan cenderung meningkatnya penyakit-penyakit degeneratif. Banyak kondisi yang dapat melemahkan dan mengganggu kerja jantung. Beberapa kondisi dapat merusak otot jantung, jantung bekerja lebih keras sehingga jantung akan melemah akibat digunakan secara berlebihan. Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel (bilik jantung) seperti penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, kelainan katup jantung (kelainan jantung bawaan), dan serangan jantung.

Sedangkan meningkatnya asupan garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infark miokard akut (mungkin yang tersembunyi), hipertensi, aritmia akut (gangguan irama jantung), infeksi atau demam, anemia, kehamilan, gangguan kelenjar gondok (tiroroksikosis), dan diabetes (kencing manis) juga berperan menyebabkan terjadinya gagal jantung. Gejala Penyakit Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif (bagian jantung kanan dan kiri mengalami gangguan). Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda. Pada gagal jantung kiri terjadi sesak nafas, tersengal-sengal saat beraktivitas yang berat, lemah dan cepat lelah, terbangun pada malam hari karena batuk dan sesak nafas. Sedangkan pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran jantung, takikardi (denyut jantung melebihi 100 kali per menit), nafas yang cepat dan dalam. Pada gagal jantung kanan timbul gejala badan lemah, pembengkakan kaki, nafsu makan berkurang dan perut kembung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran jantung bagian kanan. Sedang pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan. New York Hearth Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas, yakni (1) bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan, (2) bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan, (3) bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan, dan (4) bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apa pun dan harus tirah baring. Untuk menegakkan diagnosis gagal jantung dilakukan pemeriksaan foto toraks (rontgen dada) untuk melihat pembesaran jantung (kardiomegali), corakan pembuluh darah jantung, dan efusi pleura (penimbunan cairan pada rongga pleura paru). Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit yang mendasari seperti rusaknya otot jantung (infark miokard) dan aritmia (gangguan irama jantung). Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb, elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi kelenjar tiroid. Ekhokardiografi untuk mengetahui struktur dan pergerakan otot jantung, ukuran jantung, penebalan dinding jantung, kerja pompa jantung, masalah pada katup jantung. Kateterisasi jantung dimana kateter dimasukkan melalui pembuluh darah di sela paha atau lengan, kemudian dengan hati-hati diarahkan ke jantung. Jika kateter itu sudah mencapai target di tempat yang dituju, cairan khusus akan disuntikkan melalui selang dan dilakukan foto khusus (angiogram). Angiogram dapat merekam pembuluh darah yang tersumbat. Kateterisasi ini dapat menunjukkan adanya gangguan pemompaan, aliran darah di jantung atau katup jantung. Hal yang ingin dicapai dalam pengobatan gagal jantung adalah mengurangi beban jantung, mengurangi penimbunan cairan dan garam dalam tubuh (edema dan menurunnya produksi air seni) dan meningkatkan atau memperbaiki fungsi jantung. Penderita dirawat di rumah sakit pada keadaan jika gejala gagal jantung sudah berat, misalnya sesak nafas atau kesulitan bernafas pada saat beristirahat/aktivitas minimal. Para ahli jantung sering bertindak cepat dan agresif dengan pengobatan intravena untuk mendapatkan perbaikan yang cepat. Obatobatan yang diberikan termasuk obat inotropik (digoxin) yang bertujuan untuk

memperbaiki kontraktilitas otot jantung, dan obat yang berfungsi untuk menurunkan beban jantung seperti golongan vasodilator, (captopril, enalapril, hydralazine, losartan) dan diuretik (furosemide, bumetadine, thiazide) yang berfungsi untuk mengeluarkan cairan tubuh yang berlebih. Pembatasan asupan garam dan cairan, disamping pembatasan aktivitas fisik dengan tirah baring sangatlah dianjurkan untuk mengurangi beban jantung. Sangat penting pula mengobati faktor-faktor presipitasi bila perlu pemberian antibiotika kalau terdapat infeksi dan pembedahan bila terdapat kelainan pada pembuluh darah dan katup jantung. Pada keadaan tertentu, jika penanganan di atas tidak memberikan hasil, sering pula dipakai alat yang dicangkokan ke jantung yang dikenal sebagai alat pacu jantung. Dan upaya terakhir yang dilakukan di negara maju adalah dengan melakukan pencakokan/transplantasi jantung. dr. Benny Arthawibawa GEJALA PENYAKIT GAGAL JANTUNG Gagal Jantung Kiri: * Terjadi sesak nafas. * Tersengal-sengal saat beraktivitas berat. * Lemah dan cepat lelah. * Terbangun pada malam hari karena batuk dan sesak nafas. * Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran jantung. * Denyut jantung melebihi 100 kali per menit. * Nafas yang cepat dan dalam. Gagal Jantung Kanan: * Timbul gejala badan lemah. * Pembengkakan kaki. * Nafsu makan berkurang dan perut kembung. * Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran jantung bagian kanan. Gagal Jantung Kongestif: * Terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan. CARA MENCEGAH GAGAL JANTUNG * Kurangi asupan garam yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari. * Stop merokok. * Jaga berat badan agar tetap ideal dan seimbang. * Bila menderita gangguan ginjal, tekanan darah tinggi, diabetes (kencing manis) dan denyut jantung abnormal, sebaiknya kontrol dan ikuti petunjuk dokter dalam menjaga kondisi Anda. * Usahakan tetap rajin berolahraga dan usahakan pula cukup beristirahat.

http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2002/9/8/kes1.html

Gagal Jantung (Decompensatio Cordis)


Pendahuluan Berdasar definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007). Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun (Fathoni, 2007). Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita ( Sugeng dan Sitompul, 2003). Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya (Sugeng dan Sitompul, 2003). Definisi Klinik Gagal Jantung Merupakan sindroma klinik yang terdiri dari sesak napas dan rasa cepat lelah yang disebabkan oleh kelainan jantung (Purwaningtyas, 2007). Klasifikasi Fungsional (NYHA) 1. I bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas fisik yang berat. 2. II bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang sedang. 3. III bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang ringan. 4. IV bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang sangat ringan dan pada waktu istirahat (Purwaningtyas, 2007). Etiologi Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif (Chandrasoma, 2006). Patofisiologi Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat : (1) meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal

perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif (Price dan Wilson, 2006). Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain : (1) norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas myocite, (2) angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis, (3) aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium, (4) endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite, (5) vasopresin menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air, (6) TNF merupakan toksisitas langsung myosite, (7) ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite, (8) IL 1 dan IL 6 toksisitas myocite (Nugroho, 2009). Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah besar. Oleh karena itu pada gagal jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi sehingga dapat meningkatkan curah jantung (Masud, 1992). Gambaran Klinik Efek gagal jantung digolongkan sebagai gagal jantung ke depan (curah tinggi) dan gagal jantung ke belakang (curah rendah). Gagal jantung curah rendah terjadi apabila jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung sistemik normal. Sedangkan gagal curah tinggi terjadi bila jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung yang tinggi karena kebutuhan yang meningkat. Masing-masing terdiri dari dominan sisi kiri dan dominan sisi kanan. Gambaran klinik gagal curah rendah kanan : hepatomegali, peningkatan vena jugularis, kongesti sistemik pasif, edema tungkai. Gagal curah rendah kiri : edema paru, hipoksemia, dispnea, hemoptisis, kongesti vena paru, dispnea waktu bekerja, PND, hipertensi pulmonal, hipertrofi dan gagal ventrikel kanan. Gagal curah tinggi kanan : kematian mendadak, penurunan aliran arteri pulmonalis (efek klinis minimal). Curah tinggi kiri : kematian mendadak, syok kardiogenik, sinkop, hipotensi, penurunan perfusi jaringan, vasokontriksi ginjal, retensi cairan, edema (Chandrasoma, 2006; Sugeng dan Sitompul, 2003). Pemeriksaan Diagnosis klinik berdasar pada riwayat klinik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan EKG, foto rontgen thorax, ekokardiografi, pemeriksaan radionuklir, dan pemeriksaan invasif (Jota, 2002; Kertohoesodo, 1987) Kriteria Diagnosis Kriteria diagnosis gagal jantung dibagi 2 menjadi kriteria utama dan kriteria tambahan. Kriteria utama : dispnea paroxismal nokturnal (PND), kardiomegali, gallop S-3, peningkatan tekanan vena, reflex hepatojugular, ronkhi. Kriteria tambahan : edem pergelangan kaki, batuk malam hari, dispnea waktu aktivitas, hepatomegali,

efusi pleura, takikardi. Diagnosis ditetapkan atas adanya 2 kriteria utama atau 1 kriteria utama ditambah 2 kriteria tambahan (Fathoni, 2007). Penatalaksanaan Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditujukan pada 5 aspek : mengurangi beban kerja, memperkuat kontraktilitas miokard, mengurangi kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan terhadap penyebab, faktor pencetus dan penyakit yang mendasari. Pada umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan. Terapi nonfarmakologi antara lain: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur (Nugroho, 2009). Beban awal dapat dikurangi dengan pembatasan cairan, pemberian diuretika, nitrat, atau vasodilator lainnya. Beban akhir dikurangi dengan obat-obat vasodilator, seperti ACE-inhibitor, hidralazin. Kontraktilitas dapat ditingkatkan dengan obat ionotropik seperti digitalis, dopamin, dan dobutamin (Sugeng dan Sitompul, 2003). Daftar Pustaka 1. Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta : EGC. 2. Fathoni, Mochammad. 2007. Heart Failure Pathophysiologi and Management. Dalam : CatKul IPD Jantung. Surakarta : Forrinsik 04 FKUNS. 3. Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9 . Jakarta: EGC. 4. Jota, Santa. 2002. Diagnosis Penyakit Jantung. Jakarta : Penerbit Widya Medika. 5. Kertohoesodo, Soeharto. 1987. Pengantar Kardiologi. Jakarta : Penerbit UI. 6. Masud, Ibnu. 1992. Dasar-Dsar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta : EGC. 7. Nugroho, HS. 2009. Heart Failure Pathophysiologi and Management. Surakarta : Slide Kuliah Blok Kardiovaskuler Angkatan 2007 FKUNS. 8. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC. 9. Purwaningtyas, Niniek. 2007. Gagal Jantung (Decompensatio Cordis). Dalam : Cardiology After Mid. Surakarta : Filamen 05 FKUNS. 10. Rakhman, Otte. 2003. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pada Penyakit Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 11. Sugeng dan Sitompul. 2003. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. http://ackogtg.wordpress.com/2009/03/10/gagal-jantung-decompensatio-cordis/

You might also like