You are on page 1of 2

Resensi

Buku ini diawali oleh fakta bahwa padi bukan tanaman asli Indonesia. Penduduk yang bermigrasi dari India dan Indocina ribuan tahun lalu membawa tanaman padi ke Indonesia. Sebab itu padi ada dalam simbolsimbol agama Hindu. Sistem Subak adalah pengejawantahan dari falsafah hidup Tri Hita Karana. Pembangunan pura-pura di daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu, tengah, dan hilir bertujuan untuk menjaga kelestarian sumber daya air dan efisiensi penggunaannya. Kertamasa di Bali dan pranata mangsa di Jawa adalah pedoman waktu tanam yang dikaitkan dengan pemanfaatan sumber daya iklim. Beras merupakan bahan makanan pokok penduduk dengan kebutuhan yang terus meningkat. Sebab itu kenaikan produksi beras terus diupayakan sejak awal Indonesia merdeka. Walaupun sumbangan beras terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menurun secara gradual, upaya untuk meningkatkan produksi padi tidak pernah mengendor, bahkan terkesan all out dan at all cost. Upaya ini dapat dimaklumi, karena ketergantungan terhadap beras impor untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dalam jangka panjang berisiko tinggi kalau terjadi gejolak di pasar internasional seperti yang terjadi sejak awal 2008. Penelitian sistem usahatani berbasis padi telah dirintis sejak tahun 1970-an. Sistem usahatani tradisional berbasis padi telah dipraktekkan oleh petani, tetapi resource mapping dan resource flow dari sistem usahatani tradisional itu belum tertata, lebih-lebih setelah teknologi modern (teknologi Revolusi Hijau) direkomendasikan. Peluang untuk meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani cukup besar dengan introduksi sistem usahatani baru. Iklim, tanah, dan tataguna air bagi pertanaman padi sawah, padi gogo, dan padi rawa pasang surut juga dibahas dalam buku ini. Padi ditanam di semua jenis tanah dengan luasan yang berbeda, karena tingkat kesesuaian tanah-tanah tersebut berbeda, seperti tercermin dalam penamaan jenis-jenis tanah. Penamaan dari jenis-jenis tanah secara nasional dikenal oleh penyuluh dan praktisi di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten. Walaupun penamaan dari kelas-kelas tanah dengan menggunakan metode internasional lebih berguna dalam praktek, karena dalam penamaan itu faktor iklim (regim air tanah, suhu) dan penciri tanah spesifik dimasukkan, namun belum dikenal luas, kecuali oleh para ahli tanah di perguruan tinggi. Penamaan secara nasional disetarakan dengan penamaan secara internasional. Pelumpuran dan penggenangan lahan sawah sebenarnya merusak struktur tanah, tetapi memperbaiki kesuburan tanah karena meningkatkan pH tanah masam atau menurunkan pH tanah basa ke status netral. Sistem persawahan demikian justru mempertahankan kesuburan tanah melalui peningkatan ketersediaan hara. Akan tetapi sistem persawahan terus-menerus dengan intensitas tanam padi 2-3 kali per tahun membuat tanah jenuh (soil fatique), yang lebih dikenal sebagai tanah sakit (soil sickness). Konsep pemupukan berimbang juga diuraikan. Sistem persawahan juga mengkonservasi air secara makro tetapi merangsang emisi gas metan, yaitu gas rumah kaca (GRK) yang menyumbang pemanasan global dan konsekuensinya adalah perubahan iklim global. Iklim tropik basah Indonesia cocok untuk pertanaman padi sepanjang tahun, bergantung pada ketersediaan air bagi tanaman. Namun demikian, iklim Indonesia mempunyai satu-dua unsur terutama curah hujan, yang dapat menjadi kendala bagi upaya peningkatan produksi padi. Berdasarkan ketersediaan air, sistem produksi padi dikelompokkan menjadi: padi sawah irigasi, padi sawah tadah hujan, padi gogo, padi rawa (lebak), dan padi pasang surut. Perubahan iklim global akan berpengaruh terhadap pola dan distribusi hujan. Frekuensi El Nino dan La Nina akan semakin pendek. Teknik irigasi padi sawah untuk menghemat air irigasi, teknik pengolahan tanah untuk mempercepat masa tanam pada lahan sawah tadah hujan, teknik konservasi tanah dan air pada lahan kering, teknik collector-drain pada lahan rawa (lebak) dan tata air mikro pada lahan pasang surut dikemukakan secara detail. Teknologi revolusi hijau pada budi daya padi yang diawali oleh introduksi varietas unggul baru (VUB) IR8 dan IR5, yang berdaya hasil tinggi, dicirikan oleh: batang pendek, tahan rebah, dan tegak, anakan banyak, dan tanggap terhadap pemupukan nitrogen. IR8 adalah hasil persilangan antara varietas Peta (dari Indonesia) dan Dee-Geo-Woo-Gen (asal Taiwan). Sejak itu, ratusan bahkan ribuan persilangan dibuat

dengan induk IR5, IR8, dan turunannya, baik dalam kerja sama dengan IRRI maupun oleh pemulia nasional. Strategi baru pemuliaan untuk merakit varietas unggul tipe baru dengan ciri batang pendek, daun tegak, dan berwarna hijau tua, anakan < 10, semua bermalai panjang, jumlah gabah > 300 per malai, diprediksi akan menghasilkan gabah 15-20% lebih tinggi dari VUB. VUTB (varietas unggul tipe baru) yang dirintis oleh IRRI menggunakan tetua dari Indonesia. Varietas padi hibrida dirakit dengan menggunakan kelebihan dari heterosis telah menghasilkan varietas Rokan, Maro dsb. Banyak galur-galur VUB, VUTB, dan hibrida dengan sifat-sifat khusus yang memberi harapan sedang diuji daya adaptasinya. Varietas-varietas padi sawah yang berhasil meningkatkan produksi padi dari sekitar 12,5 juta ton GKG pada tahun 1969 menjadi lebih dari 50 juta ton sejak tahun 2000 adalah Pelita 1-1, IR36, Cisadane, dan IR64. Dominasi IR64 mulai tergeser oleh varietas Ciherang. Varietas padi sawah lain yang dikenal karena rasa nasinya enak adalah Membramo dan Sintanur. Varietas padi gogo yang mulai meluas adalah Situ Patenggang, Situ Bagendit, dan Aek Sibundong (beras merah). Bioteknologi juga digunakan dalam pemuliaan tanaman padi, karena ada hal-hal yang tidak dapat ditempuh dengan teknik pemuliaan konvensional. Teknik nuklir untuk mengubah sifat tanaman padi juga digunakan dan telah menghasilkan beberapa varietas unggul padi. Decision Support System dengan menggunakan model simulasi telah divalidasi untuk dikembangkan dalam pengembangan teknologi spesifik lokasi. Model simulasi yang semula dikenal sebagai RUT II-CMS telah disempurnakan menjadi SIPADI. RUT II-CMS atau SIPADI mengaitkan kesuburan tanah, morfologi tanaman, dan cuaca dalam proses fisiologi tanaman padi. Model simulasi dapat digunakan secara parsial untuk menentukan anjuran komponen teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) atau PHT (Pengendalian Hama Terpadu) spesifik lokasi. Teknologi panen dan pascapanen adalah komponen agribisnis padi/beras yang juga berpengaruh terhadap produksi padi dan kualitas beras. Akan tetapi aspek ini kurang mendapat perhatian atau kurang menarik perhatian. Cara panen menentukan tingkat kehilangan hasil dan kualitas hasil, tetapi insentifnya tidak menarik, maka tidak mendorong petani untuk memperbaikinya. Sistem panen keroyokan marak di kawasan pertanaman padi di Jalur Pantai Utara Jawa, dan ini menyebabkan kehilangan hasil dan penurunan kualitas hasil yang cukup nyata. Kalau beras domesik akan bersaing dengan beras impor, agribisnis beras dari sisi pengolahan hasil harus diperbaiki. Perbaikan itu harus dimulai dari alat dan mesin pertanian, khususnya alat penggiling padi menjadi beras. Alat penggiling harus distandardisasi, karena selain menentukan rendeman beras, juga menentukan kualitas beras. Teknologi panen dan pasca-panen adalah proses akhir dari seluruh teknologi budi daya. Sehingga kualitas hasil ditentukan oleh teknologi pra- dan pascapanen. Mekanisasi pertanian adalah masa depan pertanian Indonesia, di kala tenaga kerja terbatas, efisiensi tinggi dituntut agar produk pertanian berdaya saing. Padi sawah (sawah irigasi dan pasang surut) mengemisi GRK berupa gas metana (CH4). Teknologi untuk menekan emisi CH4 telah diketahui, yaitu melalui penanaman varietas padi yang mampu menekan emisi CH4 dan teknik budidaya (pemupukan, cara tanah, dan tataguna air). Budi daya ramah lingkungan secara lebih luas juga dibahas.

You might also like