You are on page 1of 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mawar dijuluki ratu segala bunga karena keindahannya, keanggunannya, dan keharumannya.

Tanaman hias ini memiliki nilai ekonomi tinggi, diminati konsumen, dan dapat dibudidayakan secara komersial dan terencana sesuai dengan permintaan pasar (Santika 1996). Berdasarkan kegunaannya, mawar dikelompokkan ke dalam mawar bunga potong, mawar taman, mawar tabur, dan mawar bahan kosmetik. Volume penjualan bunga mawar potong paling tinggi dibandingkan dengan bunga potong lainnya (BCI dan Nehem 1987). Permintaan bunga mawar potong meningkat terutama pada hari-hari besar. Berdasarkan perkembangan permintaan bunga potong di Jakarta pada tahun 1999, mawar menempati peringkat ketiga setelah anggrek dan gladiol, yaitu 4.952.000 tangkai/ tahun. Pada bulan Juli 2000, permintaan bunga mawar potong lokal dan introduksi masingmasing 127.500 dan 10.200 tangkai dengan harga Rp177,18/tangkai untuk mawar local dan Rp1.359,50/tangkai untuk mawar introduksi (Pusat Promosi dan Pemasaran Bunga/Tanaman Hias 2000). Sentra produksi mawar di Indonesia adalah Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Komar dan Effendi 1995). Pengembangan bunga potong di Indonesia tergolong lambat karena adanya kendala dalam pengadaan benih. Tanaman mawar dapat diperbanyak dengan setek, cangkok, okulasi, dan penyambungan. Petani umumnya memperbanyak tanaman mawar dengan penyambungan. Namun, perbanyakan dengan penyambungan menghadapi masalah batang bawah banyak yang terserang penyakit yang disebabkan oleh virus. Kultur jaringan merupakan salah satu alternatif dalam perbanyakan tanaman mawar. Perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan dapat menghasilkan benih dalam jumlah banyak dalam waktu singkat, seragam, dan bebas penyakit. Keberhasilan teknik kultur jaringan dipengaruhi antara lain oleh jenis eksplan, yaitu bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur, dan komposisi media yang digunakan. Pada dasarnya, semua tanaman dapat diregenerasikan

menjadi tanaman sempurna bila ditumbuhkan pada media yang sesuai. Salah satu komponen media yang menentukan keberhasilan kultur jaringan adalah jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan. Sitokinin digunakan untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas aksiler atau merangsang pertumbuhan tunas adventif (Yusnita 2004). Menurut Raharja (1993), sitokinin termasuk hormon yang dapat mempengaruhi pembelahan sel pada jaringan tanaman yang ditumbuhkan pada media buatan. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah komposisi media yang sesuai untuk perbanyakan mawar dengan menggunakan eksplan dari beberapa bagian nodus/buku 1.3 Tujuan Untuk mengetahui komposisi media yang sesuai untuk perbanyakan mawar dengan eksplan dari beberapa bagian nodus/buku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kultur Jaringan 2.1.1 Pengertian Kultur Jaringan Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Kultur jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan vakuolanya kecilkecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan (Daisy, 1994). Teknik kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang sering disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium padat atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril. dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan kedlam medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dlama jumlah yang besar. Pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel seperti yang dikemukakan oleh Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, darimana saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan dilingkungan yangsesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna. Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukkan kalus, penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik

dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur dan dormansi. 2.1.2 Teori Dasar Kultur Jaringan

Sel dari suatu organisme multiseluler dimanapun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (setiap sel berasal dari satu sel). Teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap. 2.1.3 Manfaat Kultur Jaringan Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan induknya. Dari teknik kultur jaringan tanaman ini diharapkan juga memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul. Secara lebih rinci dan jelas berikut ini akan dibahas secara khusus kegunaan dari kultur jaringan terhadap berbagai ilmu pengetahuan. Menciptakan tanaman baru yang toleran terhadap stress garam pernah dilakukan oleh Handa dkk. (Suryowinoto, 1985) yaitu terhadap tanaman tomat dan tembakau Kultur jaringan dapat menyelamatkan populasi tumbuhan langka. Kultur jaringan juga mempunyai manfaat yang besar dibidang farmasi. Kultur jaringan juga memberikan masukkan atau informasi pengetahuan yang sangat bermanfaat di bidang fisiologi tanaman. Melalui perbanyakan vegetatif dengan kultur jaringan ternyata juga berpengaruh terhadap devisa negara. Sebagai sarana dalam penelitian pertumbuhan dan perkembangan berbagai organ tanaman.

Dapat diarahkan untuk perbanyakan massal tanaman untuk memenuhi kebutuhan bibit. Eliminasi virus pada bibit tanaman. Menciptakan variasi-variasi melalui Variasi somaclonal dari kalus. Hybridisasi somatic. Aplikasi Teknik Kultur Jaringan dalam Bidang Agronomi: Perbanyakan vegetatif secara cepat (Micropropagation). Membersihkan bahan tanaman/bibit dari virus Membantu program pemuliaan tanaman (Kultur Haploid, Embryo Rescue, Seleksi In Vitro, Variasi Somaklonal, Fusiprotoplas, Transformasi Gen /Rekayasa Genetika Tanaman dll). Produksi metabolit sekunder. 2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regenerasi

1. Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro: pucuk aksilar, pucuk adventif, embrio somatik, pembentukan protocorm like bodies, dll. 2. Eksplan adalah bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll. 3. Media Tumbuh Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan, antara lain: Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dll. Media yang sering digunakan secara luas adalah MS. 4. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur tertentu. Jenis yang sering digunakan adalah golongan Auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic

Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin seperti Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan Gibberelin seperti GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC. 5. Lingkungan Tumbuh Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur. 2.1.5 Media Tanam Kultur Jaringan 2.1.5.1 Unsur-unsur yang Dibutuhkan Tanaman Sebelum menguraikan cara-cara membuat medium kultur jaringan, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Unsur-unsur yang dibuthkan tanaman dikelompokkan menjadi: 1. Garam-garam Anorganik Setiap tanaman membutuhkan paling sedikit 16 unsur untuk pertumbuhannya yang normal. Tiga unsur di antaranya adalah C,H,O yang di ambil dari udara, sedangkan 13 unsur yang lain berupa pupuk yang dapat diberikan melalui akar atau melalui daun. Pada perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Semua unsur tersebut dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Ada unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar yang disebut unsur makro, ada pula yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah sedikit tetapi harus tersedia yang disebut unsur mikro. 2. Zat-zat Organik Zat-zat organik yang biasanya ditambahkan dalam medium kultur jaringan adalah sukrosa, mio inositol, asam amino, dan zat pengatur tumbuh. Sedangkan sebagai tambahan biasanya diberi zat organik lain seperti air kelapa, ekstrak ragi, pisang, tomat, toge dan lain-lain.

2.1.5.2 Kegunaan Setiap Unsur Bagi Tanaman Setelah mengetahui unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman, maka sebelum kita menentukan unsur-unsur yang akan digunakan untuk meramu medium kultur jaringan perlu mengetahui terlebih dahulu kegunaan unsur-unsur tersebut bagi pertumbuhan tanaman atau jaringan tanaman. 1. Unsur Nitrogen (N) Kegunaan unsur Nitrogen bagi tanaman adalah untuk menyuburkan tanaman, sebab unsur N dapat membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik yang lain. 2. Unsur Fospor (P) Dibutuhkan oleh tanaman untuk membentuk karbohidrat. Maka, unsur P ini dibutuhkan secara besar-besaran pada waktu pertumbuhan benih. 3. Unsur Kalium (K) Memperkuat untuk tubuh tanaman, karena unsur ini dapat digunakan untuk memperkuat serabut-serabut akar, sehingga daun, bunga dan buah tidak mudah gugur. 4. Unsur Sulpur (S) Unsur ini digunakan untuk proses pembentukan anakan sehingga pertumbuhan dan ketahanan tanaman terjamin. 5. Unsur Kalsium (Ca) Digunakan untuk merangsang pembentukkan bulu-bulu akar, mengeraskan batang dan merangsang pembentukkan biji. 6. Unsur Magnesium (Mg) Digunakan tanaman sebagai bahan mentah untuk ppembentukkan sejumlah protein. 7. Unsur Besi (Fe) Unsur ini digunakan sebagai penyangga (chelati agint) yang sangat penting untuk menyagga kestabilan pH media selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman. 8. Unsur Sukrosa

Unsur ini sering ditambahkan pada medium kultur jaringan sebagai sumber energi yang diperlukan untuk induksi kalus. 9. Unsur Glukosa atau Fruktosa Unsur ini dapat digunakan sebagai unsur pengganti sukrosa karena dapat merangsang beberapa jaringan. 10. Unsur Mio-inositol Penambahan unsur ini pada medium bertujuan untuk membantu diferensiasi dan pertumbuhan sejumlah jaringan. 11. Unsur Vitamin Vitamin-vitamin yang sering digunakan dalam mediumklutur jaringan antara lain adalah Thiamin. Thiamin adalah vitamin esensial yang digunakan untuk medium kultur jaringan. 12. Unsur Asam Amino Unsur ini diunakan oleh tanaman untuk proses pertumbuhan dan diferensiasi sel. Kebutuhan unsur asam amino oleh tanaman berbeda. 13. Unsur Zat Pengatur Tumbuh. Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senywa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Zat pengatur tumbuh dalam tanaman terdir dari lima kelompok yaitu, Auksin, Sitokinin, Giberelin, Etilen dan Inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis. Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen medium bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam medium, pertumbuhan sangat terhambat bahkan tidak akan tumbuh sama sekali. 2.1.5.3 Bentuk Fisik Media Tanam

Media tanam harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan. Bahan-bahan yang diramu berisi campuran garam mineral sumber unsur makro dan unsur mikro, gula, vitamin, protein, dan hormon tumbuh. Media tanam dalam kultur jaringan adalah tempat untuk tumbuh eksplan. Media tanam tersebut dapat berupa larutan (cair) atau padat. Media cair berarti campuran-

campuran zat kimia dengan air suling, sedangkan media padat adalah media zat cair tersebut ditambah dengan zat pemadat agar. 2.1.5.4 Faktor Lingkungan 1. Keasaman (pH) Keasaman pH adalah nilai derajat keasaman atau kebasaan dari larutan dalam air. Keasaman (pH) suatu larutan menyatakan kadar dari ion H dalam larutan. Nilai di dalam pH berkisar antara 0 (sangat asam) sampai 14 (sangat basa), sedangkan titk netral adalah pH pada 7. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0-6,0. Bila eksplan mulai tumbuh, pH dalam lingkungan kultur jaringan tanaman umumnya akan naik apabila nutrein habis terpakai. Pengukuran pH dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter, atau bila menginginkan yang lebih praktis dan murah dapat digunakan kertas pH. Bila ternyata pH medium masih kurang normal, maka dapat ditambah KOH 1-2 tetes. Sedangkan apabila pH melampaui batas normal dinetralkan dengan penambahan HCL. 2. Kelembapan Kelembapan relatif (RH) lingkungan biasanya mendekati 100%. RH sekeliling kultur mempengaruhi pola pengembangan. Jadi, pengaturan RH pada keadaan tertentu memerlukan suatu bentuk diferensiasi khusus. 3. Cahaya Intensitas cahaya yang rendah dapat mempertinggi embriogenesis dan organogenesis. Cahaya ultra violet dapat mendorong pertumbuhan dan pembentukan tunas dari kalus pada intesitas yang rendah. 4. Temperatur Temperatur yang dibutuhkan untuk dapat terjadi pertumbuhan yang optimum umumnya adalah berkisar di antara 200-300C. Sedangkan temperatur yang optimum untuk pertumbuhan kalus endosperm adalah sekitas 250C.

2.1.5.5 Pembuatan Media Tanam Sebelum membuat medium, maka terlebih dahulu harus menentukan medium apa yang akan dibuat. Jenis medium dengan komposisi unsur kimia yang berbeda dapat digunakan untuk media tumbuh dari jaringan tanaman yang berbeda pula. Misalnya media Vacin Went sangat baik untuk media tumbuh anggrek. Tetapi tidak cocok untuk media tumbuh lain. Untuk eksplan dari tanaman keras sring menggunakan medium WPM, sedangkan untuk tanaman semusim (sayuran dan tanaman hias) sering menggunakan medium MS. Medium Kundson C cocok untuk menanam eksplan kelapa kopyor dan anggrek. Untuk membuat media kultur jaringan, biasanya menimbang setiap komponen bahan kimia yang terdapat pada resep medium dasar. Langkah ini kurang praktis karena memakan banyak waktu dan mengurangi ketepatan. Selain itu, timbangan yang digunakan untuk menimbang sejumlah kecil bahan kimia kadang-kadang tidak tersedia. Kendala ini dapat diatasi dengan membuat larutan stoc terlebih dahulu, kecuali untuk unsur makronya. Jadi perlu membuat larutan stoc mikro. 2.1.6 Metode Pelaksanaan Kultur Jaringan

2.1.6.1 Metode Kultur Jaringan 1) Dilihat dari Macam Media Tanam Teknik kultur jaringan dapat dilaksanakan dengan dua metode yaitu: a. Metode Padat (Solid Method) Metode pada dilakukan dengan tujuan mendapatkan kalus dan kemudian dengan medium diferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan akar dan tunas sehingga kalus dapat tumbuh menjadi planlet. Media padat adalah media yang mengandung semua komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman dan kemudian dipadatkan dengan menambahkan zat pemadat. Zat pemadat tersebut dapat berupa agar-agar batangan, agar-agar bubuk, atau agar-agar kemasan kaleng yang yang memang khusus digunakan untuk media padat untuk kultur jaringan. Media yang terlalu padat akan mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab akar sulit untuk menembus ke dalam media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan menyebabkan kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa

tenggelamnya eksplan yang ditanam. Eksplan yang tenggelam tidak akan dapat tumbuh menjadi kalus, karena tempat area kalus yaitu pada irisan (jaringan yang luka) tertutup oleh medium. Metode padat dapat digunakan untuk metode kloning, untuk menumbuhkan protoplas stelah diisolasikan, untuk menumbuhkan planlet dari protokormus stelah dipindahkan dari suspensi sel, dan untuk menumbuhkan planlet dari prtoplas yang sudah difusikan (digabungkan). b. Metode Cair (Liquid Metho) Penggunaan metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode padat, karena untuk menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat sulit sehingga keberhasilannya sangat kecil dan hana tanaman-tanaman tertentu yang dapat berhasil. Oleh karena itu, penggunaan media cair lebih ditekankan untuk suspensi sel, yaitu untuk menumbuhkan plb (prtocorm like bodies). Dari protokormus ini nantinya dapat tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan kedalam media padat yang sesuai. Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena kita tidak perlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar. Media cair juga tidak memerlukan zat pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein. 2) Dilihat dari Bahan atau Eksplan yang Dipakai Bila dilihat dari macam bahan yang digunakan, maka metode kultur jaringan yang telah dikenal sekarang antara lain adalah kultur meristem, kultur antera, kultur endosperma, kultur suspensi sel, kultur protoplas, kultur embrio, kultur spora, dan lain-lain. 3) Dilihat dari Cara Pemeliharaan Eksplan yang telah ditanam, agar dapat tumbuh menjadi kalus dan kemudian menjadi planlet, membutuhkan pemeliharaan yang rutin dan tepat. Artinya, eksplan atau kalus yang sudah waktunya untuk dipindahkan ke dalam media tanam yang baru harus segera dilaksanakan, tidak boleh sampai terlambat. Pemindahan yang terlambat dapat menyebabkan pertumbuahn eksplan atau kalus dapat terhenti atau dapat mengalami brownig atau terkontaminasi oleh jamur atau bakteri.

2.1.6.2 Pelaksanaan Kultur Jaringan 1. Sterilisasi Alat Penabur Sebelum digunakan, enkas harus diterilisasi dengan menggunakan hand sprayer berisi spirtus atau campuran formalin 10% dan alkohol 70%, dengan perbandinga 1:1. Setelah disemprot kemudian dibiarkan terlebih dahulu kurang lebih 10 menit, baru kemudian boleh digunakan. 2. Sterilisasi Alat dan Medium Alat-alat dissecting set dan glass ware yang akan digunakan untuk kultur jaringan, setelah dicuci dan dikeringkan kemudian dibungkus dengan kertas payung dan disterilisasi di dalam autoklaf dengan suhu 121 oC, tekanan 15 lb, dan lama sterilsiasi 20-30 menit. Botol-botol eksplan yang sudah berisi medium setelah ditutup dengan alumunium foil, kemudian disterilisasi. Sterilisasi medium lebih sedikit waktunya dibandingkan dengan sterilisasi alat-alat, yakni 15 menit, tetapi suhu dan tekannya sama. 3. Sterilisasi Eksplan Sterilisasi eksplan dilaksanakan dengan dua cara yaitu a. Sterilisasi Eksplan secara Mekanis Cara ini digunakan untuk eksplan yang keras atau berdaging, yaitu dengan membakar eksplan tersebut di atas lampu spirtus sebanyak tiga kali. b. Sterilisasi Eksplan secara Kimiawi Sterilisasi ini gunakan untuk eksplan yang lunak. Sterilisasi ini menggunakan bahan kimia. Bahan-bahan yang digunakan untuk sterilisasi adalah sodium hipoklorit, mercuri chlorit, alkohol 70% 4. Menabur Eksplan Menabur eksplan dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet dengan kondisi aseptik. Sebelum kita bekerja di dalam laminar air flow cabinet, semua perhiasan tangan harus dilepas, dan tangan dibasuh terlebih dahulu dengan alkohol 70%. Eksplan yang siap ditaman dipotong dengan menggunakan scalpel di dalam cawan petri. Potongan eksplan dimasukan kedalam erlenmeyer yang berisi media tumbuh, hingga permukaan yang teriris bersentuhan dengan medium.

Setelah semua pekerjaan menabur selesai, kemudian alat-alat yang sudah dipakai dibersihkan. 5. Melaksanakan Sub-Kultur Dalam waktu satu sampai dua minggu, eksplan akan tumbuh menjadi kalus. Kalus adalah suatu masa sel yang terbentuk pada permukaan eksplan atau irisan eksplan. Kalus ini akan tumbuh pada media eksplan yang padat., sedangkan pada media cair akan tumbuh plb (protokormus). Sub-kultur adalah suatu usaha untuk mengganti media kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk kalus atau protokormus dapat terpenuhi. 2.1.7 Masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan Kontaminasi adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan kultur jaringan. Munculnya gangguan ini bila dipahami secara mendasar adalah merupakan sesuatu yang sangat wajar sebagai konsekuensi penggunaan yang diperkaya. Fenomena kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis kontaminasinya (bakteri, jamur, virus, dll). Upaya mencegah terjadinya kontaminsai. Biasakan membersihkan berbagai sarana yang diperlukan dalam kultur jaringan. Yakinkan bahwa proses sterilisasi media secara baik dan benar. Lakukan proses penanaman bahan pada keadaan anda nyaman dan cari waktu

1. Kontaminasi

yang longgar. 2. Pencoklatan/browning Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan sesunggguhnya merupakan peristiwa alamiah yang biasa yang sering terjadi. Pencoklatan umumnya merupakan suatu tanda-tanda kemunduran fisiologi eksplan dan tidak jarang berakhir pada kematian eksplan. 3. Vitrifikasi Vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur yang ditandai dengan: Munculnya pertumbuhan dan pertumbuhan yang tidak normal, Tanaman yang dihasikan

pendek-pendek atau kerdil. Perturumbuhan batang cenderung ke arah penambahan diameter. Tanaman utuhnya menjadi sangat turgescent. Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade. 4. Variabilitas Genetik Bila kultur jaringan digunakan untuk upaya perbanyakan tanaman yang seragam dalam jumlah yang banyak, dan bukan sebagai upayapemuliaan tanaman maka variasi genetik adalah kendala. Variasi genetik dapat terjadi pada kultur in vitro karena: Laju multiflikasi yang tinggi, variasi terjadi karena terjadinya sub kultur berulang yang tidak terkontrol Penggunaan teknik yang tidak sesuai. Variasi genetik yang paling umum terjadi pada kultur kalus dan kultur suspensi sel, hal tersebut terjadi karena munculnya sifat instabilitas kromosom mungkin akibat teknis kultur, media atau hormon. Cara mengatasi problem variasi genetik tentunya tidak sederhana, harus memperhatikan aspek yang dikulturkan. 5. Pertumbuhan dan Perkembangan Problem utama berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila eksplan yang ditanam mengalami stagnasi, dari mulai tanam hingga kurun waktu tertentu tidak mati tetapi tidak tumbuh. Untuk menghindari hal itu dapat dilakukan dengan preventif menghindari bahan tanam yang tidak juvenil atau tidak meristematik. Karena awal pertumbuhan eksplan akan dimulai dari sel-sel yang muda yang aktif membelah, atau dari sel-sel tua yang muda kembali. Media juga dapat menjadi sebab terjadinya stagnasi pertumbuhan, karena dari kondisi medialah suatu sel dapat atau tidak terdorong melakukan proses pembelahan dan pembesaran dirinya. Pada proses klutur jaringan yang bersifa inderict embriogenesis, tahapan pembentukan kalus harus dilanjutkan dengan mendorong induksi embriosomatik dari sel-sel kalus. Terjadinya embrio somatik dapat secara endogen atau eksogen. 6. Praperlakuan Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman eksplan saja, pertumbuahan dan perkembangannya dlama botol saja tetapi juga sangat bisa dipengaruhi oleh persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini masalah akan muncul bila kegiatan

prapelakuaan tidak dilakukan. Prapelakuan dilakukan umumnya untuk tujuan-tujuan tertentu, secara umum adalah dalam rangka menghilangkan hambatan. Hambatan apat berupa hambatan kemikalis, fisik, biologis. Hambatan berupa bahan kimia penanganannya harus dimulai dari pengenalan senyawa aktif, potensi gangguan, proses reaksi dan alternatif pengelolaannya. 7. Lingkungan Mikro Masalah lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaikan karena ini juga sering menjadi masalah. Suhu ruangan inkubator sangat menentukan optimasi pertumbuhan eksplan, suhu yang terlalu rendah aatau tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan. Kebutuhan antara satu tananaman dengan tanaman yang lain berbeda, namun demikian solusinya sulit dilakukan mengingat umumnya ruangan inkubator suatu ruangan laboratorium kultur jaringan tidak bisa dibuat variasi antara satu ruangan dengan bagian ruangan yang lainnya. Sehingga optimasi pertumbuhan tidak bisa diharapkan sama antara kultur yang satu dengan kultur yang lain.
2.2

Deskripsi Tanaman Mawar (Rosa damascena Mill.) Mawar merupakan tanaman bunga hias berupa herba dengan batang berduri. Mawar yang dikenal nama bunga ros atau "Ratu Bunga" merupakan simbol atau lambang kehidupan religi alam peradaban manusia. Mawar berasal dari dataran Cina, Timur Tengah dan Eropa Timur. Dalam perkembangannya, menyebar luas di daerah-daerah beriklim dingin (sub-tropis) dan panas (tropis). Di Indonesia berkembang aneka jenis mawar hibrida yang berasal dari Holand (Belanda). Mawar yang banyak peminatnya adalah tipe Hybrid Tea dan Medium, memiliki variasi warna bunga cukup banyak, mulai putih sampai merah padam dan tingkat produktivitas tinggi: 120-280 kuntum bunga/m2 /tahun. Varietas-varietas mawar hibrida (Hybrid Tea) yang telah ditanam di Indonesia oleh PT. Perkebunan Mangkurajo adalah: Coctail, Diplomat, Idole, Jacaranda, Laminuette, Osiana, Pareo, Samorai, Sonate de Meilland, Sonia, Sweet Sonia, Tineke, Vivaldi, White Success dan Yonina. Sedangkan mawar tipe Medium antara lain adalah Golden Times, Jaguar, Sissel, Laser, dan Kiss. Kelebihan varietas mawar hibrida adalah tahan lama dan warna-warninya menarik. Mawar tipe Hybrid Tea bertangkai bunga 80120 cm, tipe Medium 40-60 cm. Beberapa varietas mawar introduksi yang dianjurkan

didataran rendah: Cemelot, Frad Winds, Mr. Lincoln, dan Golden Lustee sebagai mawar bunga potong. Sedangkan varietas Folk Song, Khatherina Zeimet, Woborn Abbey dan Cimacan Salem untuk tanaman taman. 2.2.1 Klasifikasi Tanaman Mawar Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), mawar diklasifasikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Famili Genus Species dan lain-lain. (Prihatman, 2000). 2.2.2 Manfaat Tanaman Mawar 1. Tanaman hias di taman/halaman terbuka (out doors). 2. Tanaman hias dalam pot pengindah dan penyemarak ruang tamu ataupun koridor. 3. Dijadikan bunga tabur pada upacara kenegaraan atau tradisi ritual. 4. Diekstraksi minyaknya sebagai bahan parfum atau obat-obatan (pada skala penelitian di Puslitbangtri). (Prihatman, 2000). 2.2.3 Syarat Pertumbuhan 1. Iklim a.
b.

: Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Rosanales : Rosaceae : Rosa : Rosa damascena Mill., R. multiflora Thunb., R. hybrida Hort.,

Angin tidak mempengaruhi dalam pertumbuhan bunga mawar. Curah hujan bagi pertumbuhan bunga mawar yang baik adalah

1500-3000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 5-6 jam per hari. Di daerah cukup sinar matahari, mawar akan rajin dan lebih cepat berbunga

serta berbatang kokoh. Sinar matahari pagi lebih baik dari pada sinar matahari sore, yang menyebabkan pengeringan tanaman.
c.

Tanaman mawar mempunyai daya adaptasi sangat luas terhadap

lingkungan tumbuh, dapat ditanam di daerah beriklim dingin/sub-tropis maupun di daerah panas/tropis. Suhu udara sejuk 18-26 derajat C dan kelembaban 70-80 %. 2. Media Tanam
a. Penanaman dilakukan secara langsung pada tanah secara permanen di kebun

atau di dalam pot. Tanaman mawar cocok pada tanah liat berpasir (kandungan liat 20-30 %), subur, gembur, banyak bahan organik, aerasi dan drainase baik.
b. Pada tanah latosol, andosol yang memiliki sifat fisik dan kesuburan tanah

yang cukup baik.


c. Derajat keasaman tanah yang ideal adalah PH=5,5-7,0. Pada tanah asam (pH

5,0) perlu pengapuran kapur Dolomit, Calcit atupun Zeagro dosis 4-5 ton/hektar. Pemberian kapur bertujuan untuk menaikan pH tanah, menambah unsur-unsur Ca dan Mg, memperbaiki kehidupan mikroorganisme, memperbaiki bintil-bintil akar, mengurangi keracunan Fe, Mn, dan Al, serta menambah ketersediaan unsur-unsur P dan Mo. Tanah berpori-pori sangat dibutuhkan oleh akar mawar. 3. Ketinggian Tempat Mawar tumbuh baik pada:
a.

Ketinggian 560-800 m dpl, suhu udara minimum 16-18 derajat C dan Ketinggian 1100 m dpl, suhu udara minimum 14-16 derajat C, Ketinggian 1400 m dpl, suhu udara minimum 13,7-15,6 derajat C dan

maksimum 2830 derajat C.


b.

maksimum 2427 derajat C. c. maksimum19,5-22,6 derajat C. Di daerah tropis seperti Indonesia, tanaman mawar dapat tumbuh dan produktif berbunga di dataran rendah sampai tinggi (pegunungan) rata-rata 1500 m dpl. (Prihatman, 2000).

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan dilaksanakan di laboratorium kultur jaringan Balai Penelitian Tanaman

Hias (Balithi), Segunung, Cianjur, Jawa Barat. Bulan September 2006-Januari 2007. 3.2 Metode Penelitian Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua factor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah komposisi media dan faktor kedua adalah eksplan bagian nodus/buku. 3.3 Alat dan Bahan Alat yang digunakan: a. botol kultur b. gelas ukur c. Erlenmeyer d. Pipet e. Mikro f. timbangan analitik g. pH meter
h. cawan petri

i. k. l. m.

pangaduk j. magnetic autoklaf lampu bunsen pisau n. o. pisau pinset

p.

laminar air flow cabinet.

Bahan yang digunakan: a. Media murashige and skoog (MS) b. Planlet steril hasil kultur mata tunas tanaman mawar kultivar kiss c. Media Gamborg (B5) 3.4 Prosedur Penelitian Bahan tanaman berupa planlet steril hasil kultur mata tunas tanaman mawar kultivar Kiss

dipersiapkan melalui perbanyakan terbatas menggunakan media Murashige and Skoog (MS). Tunas yang telah dikultur lalu diinkubasi pada suhu 25-26C selama 6-8 minggu. Setelah jumlah planlet mencukupi, selanjutnya planlet digunakan untuk melaksanakan percobaan. Eksplan yang digunakan adalah nodus/buku kesatu sampai kelima. Media dasar yang digunakan adalah MS dan B5 (Gamborg) yang terdiri atas unsur hara makro dan mikro, vitamin, sukrosa dan Fe khelat, dengan penambahan zat pengatur tumbuh sitokinin. Ke dalam media ditambahkan agar 7 g sebagai pemadat dan sukrosa 30 g. Bahan lain yang digunakan adalah alkohol, spirtus, aluminum foil, plastic wrafing, dan karet gelang. Komposisi media yang digunakan disajikan pada Tabe1 1 (Gunawan 1992). Tabel 1. Unsur Hara Unsur makro (NH4)2SO4 NH4NO3 KNO3 CaCl2 2H2O MgSO4 7H2O KH2PO4 NaH2PO4.H2O Unsur mikro H3BO3 MnSO4 H2O ZnSO4 7H2O KI Na2MoO4 2H2O CuSO4 5H2O CoCl2 6H2O Fe khelat Na2 EDTA 2H2O FeSO4 7H2O Vitamin Asam nikotinat Piridoksin HCl Tiamin HCl Glisin Mio-inositol Sukrosa (g) BAP Konsentrasi (mg/L) MS 1.650 1.900 440 370 170 6,20 22,03 8,60 0,83 0,25 0,025 0,025 37,30 27,80 0,50 0,50 0,10 2 100 30 0,30 B5 134 2.500 150 250 150 3 2 0,75 0,25 0,025 0,025 37,30 27,80 1 1 10 100 30 2

Eksplan atau bahan tanaman yang akan dikultur dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan menentukan keberhasilan perbanyakan. Pada percobaan ini, eksplan yang digunakan berasal dari jaringan tanaman yang masih muda sehingga mempunyai daya regenerasi yang tinggi. 3.5 Cara Kerja Tahapan kerja dalam percobaan ini disajikan pada Gambar 1. Pengambilan eksplan dilakukan dalam kondisi steril laminar air flow cabinet. Sumber eksplan berupa planlet steril hasil kultur mata tunas tanaman mawar kultivar Kiss. Planlet dikeluarkan dari botol kultur dengan menggunakan pinset, lalu diletakkan di atas cawan petri dan dipotong pada setiap bagian buku atau nodus. Eksplan yang telah dipotong lalu dipisah menurut urutan bagian nodus/buku (Gambar 2). Eksplan ditanam pada media perlakuan dengan menggunakan pinset steril. Setiap botol kultur ditanam lima eksplan dari masingmasing bagian nodus/buku. Botol kultur lalu ditutup dengan plastik dan aluminum foil, kemudian disimpan dalam ruang inkubasi pada suhu 24-25C dengan pencahayaan 16 jam terang dan 8 jam gelap. Gambar 1.

Planlet mawar steril hasil kultur mata tunas dibawa ke dalam laminar air flow cabinet

Planlet dikeluarkan dari botol kultur lalu diletakkan dalam cawan petri Planlet dipotong dengan pisau bedah pada bagian nodus/buku Eksplan nodus ke-1 sampai ke-5 dipisah sesuai urutan nodus Eksplan ditanam pada media perlakuan. Tiap botol ditanam lima eksplan dari masing-masing bagian nodus

Botol kultur ditutup plastik dan aluminum foil lalu diikat karet gelang Kultur nodus mawar disimpan di ruang inkubasi pada suhu 24-25C dengan pencahayaan 16 jam terang dan 8 jam gelap

Pengamatan dilakukan setiap 14 hari sebanyak enam kali

Gambar 2.

Keterangan : Planlet tanaman mawar kultivar Kiss: a = planlet steril dalam botol hasil kultur mata tunas, b = planlet yang telah dikeluarkan dari botol kultur, dan c = bagian eksplan yang telah dipotong pada setiap bagian nodus/buku

Pengamatan dilakukan terhadap tinggi planlet dan jumlah tunas yang tumbuh. Pengamatan dilakukan secara periodik setiap 14 hari sebanyak enam kali. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Tabel 2. Tinggi planlet rata-rata mawar kultivar Kiss, Balithi, Segunung, 2007 Tinggi Planlet Rata-Rata (cm) Nodus 2 Nodus 3 Nodus 4 2,22 2,90 2,38 1,37 2,98 3,29

Perlakuan MS + BAP 0.30 mg/L BS + BAP 2 mg/L

Nodus 1 1,88 3,12

Nodus 5 3,01 1,90

Tabel 3. Jumlah tunas rata-rata mawar kultivar Kiss, Balithi, Segunung, 2007 Tinggi Planlet Rata-Rata (cm) Nodus 2 Nodus 3 Nodus 4 1,20 1,70 1,90 0,80 1,80 1,60

Perlakuan MS + BAP 0.30 mg/L BS + BAP 2 mg/L

Nodus 1 1,20 1,60

Nodus 5 1,40 1

4.2

Pembahasan Tinggi planlet rata-rata masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 2. Tabel tersebut menunjukkan pengaruh interaksi dua komposisi media dan lima jenis eksplan. Hasil pengamatan dan pengukuran menunjukkan bahwa tinggi planlet bertambah pada pengamatan kedua sampai kelima dengan penambahan rata-rata 1,45 cm. Planlet tertinggi (3,29 cm) diperoleh pada perlakuan media dasar B5 (Gamborg) dengan penambahan BAP 2 mg/l dengan eksplan nodus keempat. Planlet terendah dihasilkan

perlakuan media dasar MS dengan penambahan BAP 0,30 mg/l. Interaksi antara media B5 dan eksplan nodus keempat menunjukkan bahwa pemberian sitokinin dengan konsentrasi tinggi pada media B5 dapat menginisiasi penambahan tinggi planlet. Tabel 3 menunjukkan jumlah tunas terbanyak diperoleh pada perlakuan media dasar MS dengan penambahan BAP 0,30 mg/l dengan eksplan nodus ketiga dengan jumlah tunas rata-rata 1,90. Jumlah tunas terendah diperoleh pada perlakuan media dasar B5 dengan penambahan BAP 2 mg/l dengan jumlah tunas rata-rata 0,80. Hasil ini menunjukkan bahwa media MS mengandung unsur hara makro dan mikro yang lebih tinggi dibandingkan dengan media B5, sehingga dengan pemberian sitokinin yang rendah, jumlah tunas yang dihasilkan paling banyak. Hal ini diduga karena eksplan nodus ketiga mengandung hormon sitokinin endogen yang tinggi, sehingga konsentrasi hormon eksogen kurang berpengaruh terhadap jumlah tunas. Secara umum dari hasil pengamatan dapat dinyatakan bahwa jenis media dan bagian eksplan nodus berpengaruh terhadap pertambahan tinggi planlet dan jumlah tunas pada mawar kultivar Kiss. Lima bagian nodus eksplan mawar yang digunakan seluruhnya memberikan respons positif pada parameter tinggi planlet dan jumlah tunas.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh jenis media perbanyakan terhadap penambahan tinggi planlet dan jumlah tunas pada beberapa jenis eksplan bagian nodus dari tanaman mawar kultivar Kiss. Perlakuan media dasar MS dengan penambahan BAP 0,30 mg/l dengan jenis eksplan bagian nodus ketiga menghasilkan jumlah tunas tertinggi. Perlakuan media B5 (Gamborg) dengan penambahan BAP 2 mg/l dengan jenis eksplan bagian nodus keempat menghasilkan planlet tertinggi.

DAFTAR PUSTAKA BCI and Nehem. 1987. Investment Study of Indonesia Flower and Ornamental Plant Sector. BCI and Nehem, Jakarta.

Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Komar, D. dan K. Effendi. 1995. Agroekonomi mawar. hlm. 55-60. Dalam Mawar. Balai Penelitian Tanaman Hias, Jakarta. Pusat Promosi dan Pemasaran Bunga/Tanaman Hias. 2000. Harga dan volume beberapa jenis bunga potong, Januari-Juli 2000. Pusat Promosi dan Pemasaran Bunga/Tanaman Hias, Jakarta. Raharja, P.D. 1993. Kultur Jaringan: Teknik perbanyakan tanaman secara modern. Penebar Swadaya, Jakarta. 53 hlm. Santika, A. 1996. Arah dan strategi penelitian tanaman hias untuk menunjang sistem usaha pertanian berwawasan agribisnis. Seminar Penelitian Tanaman Hias, Jakarta, 20 Maret 1996. Balai Penelitian Tanaman Hias, Jakarta. Yusnita. 2004. Kultur Jaringan: Cara memperbanyak tanaman secara efisien. Agromedia Pustaka, Jakarta. 105 hlm. Prihatman, Kemal. 2000. Mawar. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Jakarta. Available at : http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/mawar.pdf Openet at : 15.11.10

You might also like