You are on page 1of 2

Nama : Devi Dwi Octafianti NRP : 0851393

Kelas

: AK-A

Soichiro Honda adalah lahir pada tanggal 17 November 1906 di Komyo (sekarang bernama Tenryu), distrik Shizuoka, Jepang. Ayahnya, Gihei Honda adalah seorang pandai besi yang memiliki bengkel reparasi alat-alat pertanian. Di banyak menghabiskan waktu bermainnya semasa kecil di bengkel milik ayahnya ini. Karena seringnya ia bermain di bengkel ayahnya, ia jadi memiliki pengetahuan tentang perbengkelan. Sejak kecil Soichiro Honda memang memiliki keunikan tersendiri. Dia biasa berdiam diri selama berjam-jam memperhatikan mesin diesel yang menjadi motor penggerak penggilingan padi. Bersepeda adalah hobinya sejak kecil. Ia pernah bersepeda sejauh 10 mil hanya untuk menyaksikan pesawat terbang. Ketertarikan pada sepeda membuahkan hasil, pada umur 12 tahun ia menciptakan sepeda dengan model rem kaki yang merupakan cikal bakal sepeda motor nantinya. Pada usia 15 tahun, Honda pindah ke kota untuk bekerja di Art Shokai Company, sebuah bengkel di Hamamatsu. Namun pekerjaan yang ia lakukan pertama kali bukan di bidang permesinan, tapi sebagai tenaga cleaning service dan baby sitter bagi anak pemilik bengkel. Pemilik bengkel, Saka Kibara kemudian menemukan bakat Honda yang sebenarnya. Ia senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja di sana,menambah wawasannya tentangpermesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, Saka Kibara mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu dan tawaran itu diterima Honda. Di Hamamatsu prestasi kerjanya kian membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya tak jarang hingga larut malam, dan terkadang sampai subuh. Walau terus kerja lembur otak jeniusnya tetap kreatif. Kejeniusannya membuahkan hasil. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik untuk meredam goncangan. Menyadari ini, Soichiro punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Pada usia 30 tahun, Honda menandatangani patennya yang pertama. Setelah menciptakan ruji. Lalu Honda pun ingin melepaskan diri dari bosnya, dan percaya diri untuk membuat usaha bengkel sendiri. Namun di harus memilih spesialisasi apa yang akan dipilihnya. Lalu ia memutuskan untuk membuat ring piston. Kemudian ia tawarkan ring piston itu pada sejumlah pabrik otomotif. Sayangnya, piston itu ditolak oleh Toyota karena kurang memenuhi standar. Ring piston buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Akibat kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal ring pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Tetapi, setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah. Kepada rektornya, ia jelaskan kuliahnya bukan mencari ijazah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan. Namun ia terus berusaha. Berkat kerja kerasnya, desain ring pistonnya diterima pihak Toyota yang langsung memberikan kontrak. Hal ini menimbulkan niatan Honda untuk mendirikan pabrik. Tetapi sayangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana kepada masyarakat. Namun Honda tidak menyerah. Dia lalu nekat mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik.

Namun lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar, bahkan hingga dua kali kejadian itu menimpanya. Tapi Honda tidak pernah patah semangat. Dia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, untuk digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Namun tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskannya menjual pabrik ring pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal. Akhirnya pada tahun 1947, setelah perang, Jepang kekurangan bensin. Kondisi ekonomi Jepang porak poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya akibat krisis moneter itu. Padahal dia ingin menjual mobil itu untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia lalu kembali bermain-main dengan sepeda yang dulu ia pernah ciptakan. Karena memang keahliannya dalam merekayasa mesin, dia pun memasang motor kecil pada sepeda itu. Siapa sangka, sepeda motor itu diminati oleh para tetangga. Jadilah dia memproduksi sepeda bermotor itu. Para tetangga dan kerabatnya berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Lalu Honda kembali mendirikan pabrik motor, pada tanggal 24 September 1948 yang dinamakan Honda Motor Company. Prototype pertamanya sendiri lahir pada Agustus 1948 yang dinamai "Dream" (Seperti halnya spirit dan filosofi Honda Company, "The Power of The Dream"). Meski sepeda motornya sukses, Honda ternyata terbentur masalah finansial bahkan terancam bangkrut. Ia memang seorang penemu dan mekanik yang hebat namun tidak pandai mengelola keuangan. Inilah yang kemudian mempertemukan dirinya dengan Takeo Fujisawa, orang yang sangat berpengaruh pada kelangsungan bisnis Honda selanjutnya. Saat itu Honda berusia 42 tahun dan Fujisawa berusia 38 tahun. Dengan mimpi dan keinginannya untuk menjangkau dunia, dan itulah yang terjadi selanjutnya sehingga produk-produk Honda tak hanya menjadi nomor 1 di Jepang tapi juga di belahan bumi lainnya, termasuk Indonesia. Di mata karyawannya, Sochiro terkenal keras, bekerja dengan Sochiro berarti ada dua pilihan: pindah ke perusahaan lain atau belajar dengannya. Pada tahun 1950-an tidak banyak lowongan pekerjaan pada perusahaan besar. Honda pernah berbicara dihadapan karyawan baru bahwa perusahaan lain mungkin tidak mempertimbangkan Anda, tapi kami percaya pada anda semua, kalau ingin keluar silahkan. Beritahu kami jika ada yang tidak puas dan kalau ada kesempatan yang lebih baik silahkan ambil Selain mencintai dunia permesinan, Sochiro sendiri tergila-gila dalam dunia balap. Itu pula yang kemudian menjadi kunci suksesnya. Dari arena balap, dia mendapatkan masukan berharga bagi pengembangan produknya. Bahkan ketika baru memasuki dunia pembuatan mobil pada tahun 1962, hanya 2 tahun sesudahnya, ia langsung merealisasikan idamannya, terjun di arena Formula 1. Sedangkan di kancah produksi massal, Honda menelurkan produk yang sangat disukai pasar, hemat bahan bakar dan berkecepatan tinggi, yang menjadi trade merk Honda hingga sekarang. Ketika ia pensiun pada 1973, ia menyerahkan pimpinannya pada Kiyoshi Kawashima. Sochiro meninggal pada tahun 1991 di usia 84 setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo. Akibat penyakit liver. Meninggalkan istrinya, Sachi dan seorang anak laki-laki serta dua anak perempuan.

You might also like