You are on page 1of 16

Mengungkap apa yang tidak terungkap

Beranda About

Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah dan Peranannya Dalam Penilaian Pasien-Pasien Kritis
Juli 10, 2010 tags: agd, interpretasi, segal, steward oleh Segal

Analisa gas darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basanya. Manfaat dari pemeriksaan analisa gas darah tersebut bergantung pada kemampuan dokter untuk menginterpretasi hasilnya secara tepat. Pemahaman yang mendalam tentang fisiologi asam basa memiliki peran yang sama pentingnya dengan pemahaman terhadap fisiologi jantung dan paru pada pasien-pasien kritis. Telah banyak perkembangan dalam pemahaman fisiologi asam basa, baik dalam suatu larutan maupun dalam tubuh manusia. Pendekatan tradisional dalam menganalisa kelainan asam basa adalah dengan menitik beratkan pada rasio antara bikarbonat dan karbondioksida, namun cara tersebut memiliki beberapa kelemahan. Saat ini terdapat pendekatan yang sudah lebih diterima yaitu dengan pendekatan Stewart, dimana pH dapat dipengaruhi secara independent oleh tiga faktor, yaitu strong ion difference (SID), tekanan parsial CO2, dan total konsentrasi asam lemah yang terkandung dalam plasma. Kelainan asam basa merupakan kejadian yang sering terjadi pada pasien-pasien kritis. Namun, pendekatan dengan metode sederhana tidak dapat memberikan gambaran mengenai prognosis pasien. Pendekatan dengan metode Stewart dapat menganalisa lebih tepat dibandingkan dengan metode sederhana untuk membantu dokter dalam menyimpulkan outcome pasien. Analisa Gas Darah Salah satu faktor utama yang mempengaruhi oksigenasi sel atau jaringan adalah jumlah oksigen yang terkandung dalam darah. Tekanan gas darah tersebut dapat diukur dengan menganalisa darah arteri secara langsung atau melalui pulse oksimetri dengan melihat saturasi hemoglobin. Analisa gas darah (AGD) telah banyak digunakan untuk mengukur pH, PaO2, dan PCO2. Akan tetapi, makna dari hasil pengukuran tersebut tergantung pada kemampuan dokter untuk menginterpretasikannya. AGD biasanya diambil dari arteri radialis, meskipun dapat juga dari arteri lainnya seperti arteri femoralis. Pengambilan darah arteri dapat berakibat spasme, kloting intralumen, perdarahan, dan hematoma yang pada akhirnya akan menimbulkan obstruksi arteri bagian distal. Hal ini tidak

terjadi jika arteri yang ditusuk memiliki kolateral yang cukup. Arteri radialis lebih dipilih karena memiliki cukup kolateral untuk menghindari terjadinya obstruksi dibandingkan dengan arteri brakhialis atau femoralis. Selain itu, letak arteri radialis lebih superfisial, mudah diraba dan difiksasi. Darah arteri diambil sebanyak 3 ml pada spuit yang sebelumnya telah diberikan heparin 0,2 ml. Sampel darah yang telah diambil harus terbebas dari gelembung udara dan dianalisa secepatnya. Hal ini disebabkan komponen seluler pada sampel masih aktif bermetabolisme, sehingga akan mempengaruhi tekanan gas. Interpretasi Hasil AGD Secara singkat, hasil AGD terdiri atas komponen:

pH atau ion H+, menggambarkan apakah pasien mengalami asidosis atau alkalosis. Nilai normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45. PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah menggambarkan hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg PCO2, menggambarkan gangguan pernafasan. Pada tingkat metabolisme normal, PCO2 dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi. PCO2 yang tinggi menggambarkan hipoventilasi dan begitu pula sebaliknya. Pada kondisi gangguan metabolisme, PCO2 dapat menjadi abnormal sebagai kompensasi keadaan metabolik. Nilai normal PCO2 adalah 35-45 mmHg HCO3-, menggambarkan apakah telah terjadi gangguan metabolisme, seperti ketoasidosis. Nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik dan begitu pula sebaliknya. HCO3- juga dapat menjadi abnormal ketika ginjal mengkompensasi gangguan pernafasan agar pH kembali dalam rentang yang normal. Kadar HCO3- normal berada dalam rentang 22-26 mmol/l Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat yang harus ditambahkan dalam mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada kondisi PCO2 = 40 mmHg dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu 37C0. BE bernilai positif menunjukkan kondisi alkalosis metabolik dan sebaliknya, BE bernilai negatif menunjukkan kondisi asidosis metabolik. Nilai normal BE adalah -2 sampai 2 mmol/l Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Nilai normalnya adalah 95-98 %

Dari komponen-komponen tersebut dapat disimpulkan menjadi empat keadaan yang menggambarkan konsentrasi ion H+ dalam darah yaitu: Asidosis respiratorik Adalah kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2 tinggi dan kadar HCO3- juga tinggi sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis tersebut. Ventilasi alveolar yang inadekuat dapat terjadi pada keadaan seperti kegagalan otot pernafasan, gangguan pusat pernafasan, atau intoksikasi obat. Kondisi lain yang juga dapat meningkatkan PCO2 adalah keadaan hiperkatabolisme. Ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat. Setelah terjadi kompensasi, PCO2 akan kembali ke tingkat yang normal.

Alkalosis respiratorik Perubahan primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2 sehingga pH meningkat. Kondisi ini sering terjadi pada keadaan hiperventilasi, sehingga banyak CO2 yang dilepaskan melalui ekspirasi. Penting bagi dokter untuk menentukan penyebab hiperventilasi tersebut apakah akibat hipoksia arteri atau kelainan paru-paru, dengan memeriksa PaO2. Penyebab hiperventilasi lain diantaranya adalah nyeri hebat, cemas, dan iatrogenik akibat ventilator. Kompensasi ginjal adalah dengan meningkatkan ekskresi bikarbonat dan K+ jika proses sudah kronik. Asidosis Metabolik Ditandai dengan menurunnya kadar HCO3-, sehingga pH menjadi turun. Biasanya disebabkan oleh kelainan metabolik seperti meningkatnya kadar asam organik dalam darah atau ekskresi HCO3- berlebihan. Pada kondisi ini, paru-paru akan memberi respon yang cepat dengan melakukan hiperventilasi sehingga kadar PCO2 turun. Terlihat sebagai pernafasan kussmaul. Pemberian ventilasi untuk memperbaiki pola pernafasan justru akan berbahaya, karena menghambat kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis. Untuk mengetahui penyebab asidosis metabolik, dapat dilakukan penghitungan anion gap melalui rumus (Na+ + K+) (HCO3- + Cl-) Batas normal anion gap adalah 10 12 mmol/l. Rentang normal ini harus disesuaikan pada pasien dengan hipoalbumin atau hipofosfatemi untuk mencegah terjadinya asidosis dengan anion gap yang lebih. Koreksi tersebut dihitung dengan memodifikasi rumus diatas menjadi (Na+ + K+) (HCO3- + Cl-) (0,2 x albumin g/dl + 1,5 x fosfat mmol/l) Asidosis dengan peningkatan anion gap, disebabkan oleh adanya asam-asam organik lain seperti laktat, keton, salisilat, atau etanol. Asidosis laktat biasanya akibat berkurangnya suplai oksigen atau berkurangnya perfusi, sehingga terjadilah metabolisme anaerob dengan hasil sampingan berupa laktat. Pada keadaan gagal ginjal, ginjal tidak mampu mengeluarkan asam-asam organik sehingga terjadi asidosis dengan peningkatan anion gap. Asidosis dengan anion gap yang normal disebabkan oleh hiperkloremia dan kehilangan bikarbonat atau retensi H+. Contohnya pada renal tubular asidosis, gangguan GIT (diare berat), fistula ureter, terapi acetazolamide, dan yang paling sering adalah akibat pemberian infus NaCl berlebihan. Alkalosis metabolik Adalah keadaan pH yang meningkat dengan HCO3- yang meningkat pula. Adanya peningkatan PCO2 menunjukkan terjadinya kompensasi dari paru-paru. Penyebab yang paling sering adalah iatrogenik akibat pemberian siuretik (terutama furosemid), hipokalemia, atau hipovolemia kronik dimana ginjal mereabsorpsi sodium dan mengekskresikan H+, kehilangan asam melalui GIT bagian atas, dan pemberian HCO3- atau prekursornya (laktat atau asetat) secara berlebihan.

Persisten metabolik alkalosis biasanya berkaitan dengan gangguan ginjal, karena biasanya ginjal dapat mengkompensasi kondisi alkalosis metabolik. Keseimbangan Asam Basa pH adalah derajat keasaman yang merupakan log negatif dari konsentrasi ion H+. Konsentrasi ion H+ ini diatur dengan sangat ketat, karena perubahan pada konsentrasinya akan mempengaruhi hampir semua proses biokimia, termasuk struktur dan fungsi protein, dissosiasi dan pergerakan ion, serta reaksi kimia obat. Berbeda dengan ion-ion lain, kadar ion H+ dijaga dalam nanomolar (36-43 nmol/l ~ pH 7,35-7,45). Sebagian besar asam yang masuk dalam tubuh berasal dari proses respirasi, yaitu CO2 yang membentuk asam karbonat, sedangkan sisanya berasal dari metabolisme lemak dan protein. Mekanisme tubuh untuk menjaga pH tetap dalam rentang normalnya diketahui melalui tiga mekanisme,

Kontrol respirasi terhadap PaCO2 oleh pusat pernafasan yang mengatur ventilasi alveolar. Semakin banyak ion H+ dalam darah, semakin banyak CO2 yang dibuang melalui paru-paru. Mekanisme ini cepat dan sangat efektif untuk mengkompensasi kelebihan ion H+. Pengontrolan ginjal terhadap bikarbonat dan ekskresi asam-asam non-volatil. Mekanisme ini relatif lebih lama (jam sampai hari) jika dibandingkan dengan kontrol respirasi. Sistem buffer oleh bikarbonat, sulfat, dan hemoglobin yang meminimalkan perubahan asam-basa akut.

Metode Henderson Hasselbach (H H) Persamaan H H menitik beratkan pada sistem buffer asam karbonat yang memegang peranan penting dalam pengaturan asam basa melalui ginjal dan paru paru. Karbondioksida bereaksi dengan air untuk membentuk HCO3- dan H+. CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-

Berdasarkan hukum kekekalan massa, maka [H+] [HCO3-] / [H2CO3] = konstan. Sehingga, dapat ditentukan bahwa pH = pKa + log([H+] [HCO3-] / [H2CO3]). Dari persamaan tersebut, pH dapat dikatakan sebagai rasio antara bikarbonat dan karbondioksida. Perubahan pH dapat disebabkan oleh perubahan CO2 (respirasi) atau HCO3- (metabolik). Sistem kompensasi tubuh berusaha mempertahankan rasio tersebut tetap 20:1. Namun, persamaan H H tidak membahas mekanisme perubahan pH akibat efek metabolik sejelas efek respiratoriknya, karena secara in vivo kadar bikarbonat sangat tergantung pada tekanan parsial karbondioksida (pCO2). Oleh sebab itu, muncullah konsep standard bikarbonat dan standard base excess (BE) untuk membantu menghitung efek metabolik terhadap perubahan pH. Standard bikarbonat adalah jumlah bikarbonat yang seharusnya ada pada PCO2 = 40 mmHg, sehingga dapat menyingkirkan efek respirasi pada suatu perubahan pH. Sementara standard BE melihat jumlah asam (dalam mmol/l) yang harus ditambahkan atau dikurangkan pada sampel

darah yang sama dengan Hb 5,5 g/dl untuk mencapai pH normal pada PCO2 40 mmHg. Semakin negatif BE menunjukkan sampel darah tersebut semakin asam. Metode Stewart Pada tahun 1983, Stewart memperkenalkan metode pendekatan asam basa yang diakui secara luas. Metode ini menggunakan pendekatan matematis dan menyimpulkan bahwa jika hukum keseimbangan muatan terjadi pada suatu larutan, maka pH atau konsentrasi ion H+ akan ditentukan terutama oleh derajat disosiasi air. Terdapat tiga variabel yang masing-masing dapat mempengaruhi derajat disosiasi air, yaitu PCO2, strong ion difference (SID), dan konsentrasi total asam lemah (Atot). Ion bikarbonat dan asam lemah merupakan variabel yang terikat dan tidak mempengaruhi pH secara langsung.

Diagram1. Pendekatan Asam Basa Metode Stewart Pengaruh PCO2 sudah dijelaskan melalui persamaan H H, bahwa perubahan pada CO2 hasil respirasi secara langsung juga akan mengubah konsentrasi ion H+. Ion-ion kuat adalah ion yang dalam jumlah besar terdapat dalam bentuk terdisosiasi atau ion bebas dalam plasma. Pada manusia, SID adalah selisih antara kation kuat (Na+, K+, Mg2+, dan Ca2+) dengan anion kuat (Cl- dan laktat) yang nilai normalnya adalah 42 mmol/l. SID memiliki pengaruh kuat terhadap disosiasi air, peningkatan kation total akan menurunkan konsentrasi H+ dan menurunkan pH. Begitu pula sebaliknya, peningkatan jumlah anion total akan menurunkan pH. Pada dasarnya plasma tidak bisa bermuatan, sehingga dibutuhkan muatan negatif untuk menetralkan kelebihan muatan (SIDe). SIDe terutama dibentuk oleh ion yang sulit berdisosiasi seperti HCO3- dan asam lemah yang terdisosiasi seperti albumin, fosfat, dan sulfat. Strong ion

gap (SIG) adalah selisih antara SID dan SIDe, menggambarkan ion-ion yang tidak terukur seperti keton, sulfat, atau asam yang berasal dari luar. Perhitungan ini mirip dengan anion gap, namun memiliki kelebihan karena memperhitungkan albumin dan fosfat. SIG juga dapat menjadi prediktor yang sensitif bagi kegawatan pada pasien-pasien kritis. Atot adalah konsentrasi total asam-asam lemah non-volatil dalam plasma, fosfat inorganik, protein serum dan albumin.

Gambar1. Keseimbangan Ion-ion Dalam Plasma Pendekatan Stewart tidak merubah klasifikasi kelainan asam basa sebelumnya, begitu pula dengan BE tetap dapat digunakan untuk menghitung jumlah perubahan SID yang telah terjadi dibandingkan dengan nilai normal. Namun dengan pendekatan ini, kita dapat melihat peran ionion dalam mengembalikan pH darah. Contoh kasus adalah, untuk merubah BE dari -20 menjadi -10 mEq/l adalah dengan memberikan NaHCO3, dimana terjadi peningkatan konsentrasi Na+ dalam serum sebesar 10 mEq/l. Implikasi lain yang penting dari pendekatan Stewart adalah peran ion klorida dalam homeostasis asam basa. Ion-ion yang terutama mempengaruhi SID adalah Na+ dan Cl-. Peningkatan Clrelatif terhadap Na+ akan menurunkan SID dan begitu pula pH. Peran Cl- menjadi lebih penting dalam mengatur pH, karena Na+ dikontrol secara lebih ketat untuk mengatur tonus plasma. Contoh kasus adalah pada muntah yang terus menerus sering menyebabkan alkalosis. Pendekatan lama menganggap hal ini disebabkan karena kehilangan ion H+ melalui HCl. Namun, hipotesis Stewart menganggap hal ini terjadi akibat Cl- (anion kuat) berkurang tanpa diimbangi oleh berkurangnya kation kuat, sehingga terjadi peningkatan SID. Pada akhirnya hal ini akan menghambat disosiasi air dan ion H+ berkurang. Penatalaksanaan kasus ini adalah dengan pemberian normal saline sehingga ion klorida tergantikan. Kasus lain adalah asidosis hiperkloremik yang juga sering terjadi akibat pemberian infus normal saline berlebihan. Normal

saline mengandung ion sodium dan klorida sebanyak 150 mEq/l dibandingkan dengan konsentrasi plasma 135 dan 100 mEq/l. Hal ini menyebabkan penurunan SID dan pH. Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa kedua metode sebenarnya dapat digunakan. Metode pendekatan Handerson-Hasselbach lebih mudah diterapkan, terutama untuk mengklasifikasikan jenis kelainan asam basa yang terjadi. Sedangkan, pendekatan Stewart lebih berguna dalam menghitung kelainan asam basa secara kualitatif dan juga untuk menyusun hipotesis mekanisme yang menyebabkan timbulnya kelainan asam basa pada pasien. Gangguan Keseimbangan Asam Basa Pada Pasien Kritis Beberapa kelainan pada AGD dapat digunakan sebagai marker resiko kematian pada pasienpasien kritis. Diantaranya adalah terjadinya asidosis laktat, BE yang tinggi, asidosis hiperkloremik, efek asidosis terhadap sistem imun, dan SIG yang tinggi. Sebagian besar pasien-pasien trauma menderita asidosis laktat akibat hovolemia atau hipoperfusi. Perbaikan asidosis laktat berkorelasi dengan survival pasien berdasarkan hubungan waktu. Keadaan asidosis laktat yang persisten, meskipun telah terjadi perbaikan tanda vital, berhubungan dengan resiko infeksi dan kematian. Kadar BE yang tinggi dapat menjadi prognosis yang buruk bagi pasien-pasien, namun hal tersebut tergantung pada jenis penyakit atau trauma pasien. BE lebih memiliki nilai prognostik pada pasien-pasien dengan cedera kepala. Selain itu, jumlah SIG juga memiliki nilai prognostik pada pasien-pasien kritis. Dikatakan nilai SIG >5 pada pasien yang membutuhkan resusitasi atau >2 pada pasien asidosis metabolik adalah prediktif untuk mortalitas. Kondisi hiperkloremik diketahui dapat menyebabkan disfungsi renal dan gangguan pembekuan darah. Asidosis diduga dapat menstimulasi sel T-protein kinase sehingga memperparah reaksi peradangan pada pasien kritis. DAFTAR PUSTAKA
1. Orlando Regional Healthcare. Interpretation of Arterial Blood Gas. Orlando Regional Healthcare. 2004. p 4 2. Kellum JA. Determinants of blood pH in health and disease. Crit Care 2000; 4: 614. 3. Kaplan L, Frangos S. Clinical review: acidbase abnormalities in the intensive care unit part II. Crit Care 2005; 9: 198203. 4. Williams AJ. ABC of Oxygen: Assessing and Interpreting Arterial Blood Gases and Acid-Base Balance. BMJ 1998; 317: 1213-16 5. Diunduh dari www.wikipedia.com pada tanggal 12 Oktober 2008 6. Hubble SMA. Acid-Base and Blood Gas Analysis. Anesthesia and Intensive Care Medicine 2007; 11: 471-3 7. Fletcher S, Dhrampal A. Acid-Base Balance and Arterial Blood Gas Analysis. Surgery 2003; 7:61-5 8. Kellum J. Clinical review: reunification of acidbase physiology. Crit Care 2005; 9: 5007.

http://egaliter.wordpress.com/2010/07/10/interpretasi-hasil-analisa-gas-darah-dan-peranannyadalam-penilaian-pasien-pasien-kritis-2/

ANALISA GAS DARAH DEFINISI Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai: Keseimbangan asam basa dalam tubuh, Kadar oksigenasi dalam darah, Kadar karbondioksida dalam darah Ukuran-ukuran dalam analisa gas darah: - PH normal 7,35-7,45 - Pa CO2 normal 35-45 mmHg - Pa O2 normal 80-100 mmHg - Total CO2 dalam plasma normal 24-31 mEq/l - HCO3 normal 21-30 mEq/l - Base Ekses normal -2,4 s.d +2,3 - Saturasi O2 lebih dari 90%. Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A. Femoralis. PROSEDUR PENGAMBILAN GAS DARAH ARTERI A. Alat - Spuit gelas atau plastik 5 atau 10 ml - Botol heparin 10 ml, 1000 unit/ml (dosis-multi)

- Jarum nomor 22 atau 25 - Penutup udara dari karet - Kapas alcohol - Wadah berisi es (baskom atau kantung plastik) - Beri label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi: a. Nama, tanggal dan waktu b. Apakah menerima O2 dan bila ya berapa banyak dan dengan rute apa f. Suhu B. Tekhnik 1. Arteri radialis umumnya dipakai meskipun brakhialis juga dapat digunakan 2. Bila menggunakan pendekatan arteri radialis lakukan tes Allens. Secara terus menerus bendung arteri radialis dan ulnaris. Tangan akan putih kemudian pucat. Lepaskan aliran arteri ulnaris. Tes allens positif bila tangan kembali menjadi berwarna merah muda. Ini meyakinkan aliran arteri bila aliran arteri radialis tidal paten 3. Pergelangan tangan dihiperekstensikan dan tangan dirotasi keluar a. Penting sekali untuk melakukan hiperekstensi pergelangan tangan biasanya menggunakan gulungan handuk untuk melakukan ini b. Untuk pungsi arteri brakialis, siku dihiperekstensikan setelah Meletakkan handuk di bawah siku 1. 1 ml heparin diaspirasi kedalam spuit, sehingga dasar spuit basah dengan heparin, dan kemudian kelebihan heparin dibuang melalui jarum, dilakukan perlahan sehingga pangkal jarum penuh dengan heparin dan tak ada gelembung udara 2. Arteri brakialis atau radialis dilokalisasi dengan palpasi dengan jari tengah dan jari telunjuk, dan titik maksimum denyut ditemukan. Bersihkan tempat tersebut dengan kapas alcohol 3. Jarum dimasukkan dengan perlahan kedalam area yang mempunyai pulsasi penuh. Ini akan paling mudah dengan memasukkan jarum dan spuit kurang lebih 45-90 derajat terhadap kulit 4. Seringkali jarum masuk menembus pembuluh arteri dan hanya dengan jarum ditarik perlahan darah akan masuk ke spuit 5. Indikasi satu-satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah adanya pemompaan darah kedalam spuit dengan kekuatannya sendiri

Bila kita harus mengaspirasi darah dengan menarik plunger spuit ini kadang-kadang diperlukan pada spuit plastik yang terlalu keras sehingga tak mungkin darah tersebut positif dari arteri.Hasil gas darah tidak memungkinkan kita untuk menentukan apakah darah dari arteri atau dari vena 1. Setelah darah 5 ml diambil, jarum dilepaskan dan petugas yang lain menekan area yang di pungsi selama sedikitnya 5 menit (10 menit untuk pasien yang mendapat antikoagulan) 2. Gelembung udara harus dibuang keluar spuit. Lepaskan jarum dan tempatkan penutup udara pada spuit. Putar spuit diantara telapak tangan untuk mencampurkan heparin 3. Spuit diberi label dan segera tempatkan dalam es atau air es, kemudian dibawa kelaboratorium ANALISA Jenis gangguan asam basa Asidosis respiratorik tidak terkonpensasi Alkalosis respiratorik tidak terkonfensasi Asidosis metabolic tidak terkonfensasi Alkalosis metabolic tidak terkonfensasi Asidosis respiratorik kompensasi alkalosis metabolic Alkalosis respiratorik kompensasi asidosis metabolic Asidosis metabolic kompensasi alkalosis respiratorik Alkalosis metabolic kompensasi asidosis respiratorik PH Rendah Tinggi Rendah Tinggi Normal Normal Normal Normal Total CO2 Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi PCO2 Tinggi Rendah Normal Rendah Normal Normal Rendah Tinggi

Semoga bermanfaat Sumber : Tim Pengajar Gawat Darurat FIK UI Depok..


http://rasibintang003.wordpress.com/2009/01/13/pemeriksaan-analisa-gas-darahastrup/

analisa gas darah


Pemantauan Gas Darah Arteri
Pengukuran gas darah arteri berguna untuk menentukan keefektifan paru sebagai oksigenator dan ventilator. Pengukurannya dapat dilakukan baik secara invasif maupun non-invasif. Pemeriksaan secara invasif dengan memasang jarum atau kateter1,5. Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan analisa gas darah dapat dilakukan pada a. radialis, a. tibialis posterior, a. dorsalis pedis, dan lain-lain. Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak2. Pada neonatus, dimana sering ditemukan kesulitan untuk mendapatkan darah dari arteri, sampel darah kapiler dapat digunakan. Korelasi nilai sampel darah arteri dan kapiler bervariasi, baik untuk pH dan PCO2, tapi jelek untuk PaO22,12. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan analisa gas darah2,5,22: Gelembung udara Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan mengikat. Antikoagulan Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.

Metabolisme Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam. Suhu Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2. Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi darah2.
http://meika-sisilia.blog.friendster.com/2007/09/analisa-gas-darah/

ANALISA GAS DARAH ANALISA GAS DARAH

STATUS ASAM BASA Fungsi utama dari paru-paru adalah memasok oksigen dan mengeluarkan carbondioxida dari darah. Oleh karena itu untuk mengetahui keadekuatan dari proses ventilasi dan difusi diperlukan analisa dari gas darah dalam arteri. Keseimbangan asam-basa mengukur bagaimana level respirasi dan metabolic buffer mempengaruhi keseluruhan pH. Hubungan diantara factor-faktor tersebut dapat dilihat pada persamaan berikut: CO2 + H2O <-> H2CO3 <-> (H+) + (HCO3-) Persamaan diatas menunjukkan bahwa adanya perubahan pada consentrasi buffer tertentu akan mengubah pH.dari sistim tersebut. Adanya perubahan pada carbondioksida menunjukkan adanya respiratory acidosis atau alkalosis, sedang perubahan pada bicarbonate menunjukkan adanya metabolic acidosis atau alkalosis. Berikut ini adalh 3 langkah mudah untuk menginterpretasikan ABG (arterial blood

gases) : 1. Tentukan apakah pH nya normal, acidosis atau alkalosis PH darah arteri merupakan sebuah pengukuran konsentrasi ion hydrogen. Karena asam didefinisikan sebagai cairan yang mempunyaikemampuan untuk memberikan ion hydrogen dan basa didefinisikan sebagai cairan yang mempunyai kemampuan untuk menerima ion hydrogen, , maka pH dapat menunjukkan keseimbangan dari sttus asam-basa dalam darah arteri. Nilai pH normalnya 7,40 dengan batas normal 7,35 7,45. Jika terdapat peningkatan ion hydrogen, maka berarti ph menurun, sehingga darah bersifat acidosis. Sedangkan bila terjadi penurunan ion hydrogen berarti pH naik, hal ini menunjukkan darahnya bersifat alkalosis.

2. Tentukan penyebab ketidakseimbangan pH Untuk menentukan penyebab dari ketidak seimbangan pH apakah metabolik atau respiratory problem, maka kita tentukan buffer mana yang mempunyai permasalahan sama dengan pH. Adanya peningkatan kadar PaCO2 menunjukkan adanya acidosis, sedang penurunan PaCO2 menunjukkan alkalosis. Adanya Peningkatan HCO3- menunjukkan alkalosis, sedang adanya penurunan HCO3menunjukkan acidosis. 3. Tentukan apakah masalahnya pada respirasi atau metabolik

4. Tentukan kompensasi yang telah terjadi Ada tiga jenis kompensasi dalam keseimbangan asam basa, yaitu kompensasi penuh, sebagian atau tidak ada kompensasi. TIDAK ADA KOMPENSASI

Dikatakan tidak ada kompensasi bila status asam basa yang tidak sesuai dengan status pH dalam batas normal. KONPENSASI SEBAGIAN Dikatakan terdapat kompensasi sebagian bila status asam basa yang tidak sesuai dengan status pH berada diluar batas normal dan nilai pH sendiri juga diluar batas normal. KOMPENSASI PENUH Dikatakan kompensasi penuh bila status asam basa yang tidak sesuai dengan status pH diluar batas normal, tetapi nilai pH dalam batas normal. Dalam menginterpretasi ABG tidak boleh dilakukan secara terpisah, tetapi harus senantiasa dikonfirmasikan dengan pemeriksaan yang lain seperti riwayat penyakit, pengobatan medis. http://www.sirada.co.cc/2009/01/analisa-gas-darah.html

ANALISA GAS DARAH ARTERI (Artery Blood Gases Analysis : ABGs) Oleh Stop Dreaming Start Action Leave a Komentar Kategori: Materi Kuliah Keperawatan
Analisa gas darah arteri berguna untuk mengkaji status oksigenasi klien (tekanan oksigen arterial [PaO2]), ventilasi alveolar (tekanan karbondioksida arterial [PaCO2]), dan juga untuk menilai keseimbangan asam basa. Hasil dari pemeriksaan gas darah sangat berarti bagi monitoring hasil tindakan penatalaksanaan oksigenasi klien, therapy oksigen, dan untuk mengevaluasi respon tubuh klien terhadap tindakan dan therapy misalnya pada saat klien menjalani weaning dari penggunaan ventilator. Sampel darah yang diambil digunakan untuk mengukur komponen gas didalam darah arteri dan pH darah. Nilai yang diperoleh mereflekasikan kualitas ventilasi dan perfusi jaringan. ALAT YANG DIPERLUKAN : Spuit 2 cc + 0,1 cc heparin Kapas alcohol dan kassa steril Tutup jarum dari karet Kain pengalas Tempat berisi es batu Formulir permintaan

PELAKSANAAN Tentukan tempat yang akan dilakukan penusukan. Siapkan spuit yang telah diisi heparin 0,1 cc heparin (pengisian dilakukan dengan menghisap 2 cc heparin, kemudian keluarkan kembali dan sisakan sebanyak 0,1 cc dalam spuit). Lakukan desinfeksi pada area yang akan ditusuk dengan menggunakan kapas alkohol. Tusukkan jarum (450 untuk arteri radialis, 900 untuk arteri femoralis), ketika jarum mengenai arteri, tidak diperlukan aspirasi karena darah akan keluar dengan sendirinya. Setelah sampel darah cukup, cabut jarum dan lakukan penekanan pada tempat penusukan. Penekanan dilakukan selama 5 menit untuk arteri radialis dan 10 menit untuk arteri femoralis. Segera setelah dicabut, cek kemungkinan adanya udara yang terperangkap dalam spuit, bila ada cepat keluarkan. Putar-putar spuit diantara kedua telapak tangan agar tercampur merata dengan heparin. Segera jarum ditutup dengan menggunakan tutup yang terbuat dari karet, simpan sampel darah pada tempat yang diisi es batu dan segera kirimkan ke laboratorium. Formulir pengiriman harus lengkap, jangan lupa mencantumkan suhu tubuh klien saat pengambilan sampel darah. PEMERIKSAAN pH darah arteri 7,35 7,45 PaO2 80 100 mmHg PaCO2 35 45 mmHg HCO3- 22 26 mEq/l Base Excess (B.E) -2,5 (+2,5) mEq/l O2 Saturasi 90 100 % INTERPRETASI a. Hipoksia Ringan PaO2 50 80 mmHg

Sedang PaO2 30 50 mmHg Berat PaO2 20 30 mmHg a. Hiperkapnia Ringan PaCO2 45 60 mmHg Sedang PaCO2 60 70 mmHg Berat PaCO2 70 80 mmHg

(taken from Matkul-AAB Bandung)


http://tutorialkuliah.wordpress.com/2008/12/12/analisa-gas-darah-arteri-arteryblood-gases-analysis-abgs/

You might also like