You are on page 1of 18

Kata pengantar Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun. Penulis mengharapkan makalah ini dapat berguna bagi para pembaca. Atas perhatiannya penulis ucapakan limpah terima kasih.

Jakarta, 18 Juli 2011

Penulis

Daftar isi

Bab I Pendahuluan A. Latar belakang B. Tujuan penulisan C. Metode penulisan Metode penulisan yang digunakan penulis adalah metode kepustakaan.

Bab II Pembahasan A. Anamnesis Anamnesis adalah suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung, atau dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya. Tujuan anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Anamnesis yang baik harus mengikuti suatu sistematika yang baku sehingga mudah diikuti. Sistematika ini juga berguna dalam pembuatan status pasien agar memudahkan siapa saja yang membacanya. Sistematika tersebut terdiri dari : 1. Data umum pasien Meliputi nama pasien, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan, status perkawinan, agama, dan suku bangsa. 2. Keluhan utama Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan yang paling berat sehingga mendorong pasien datang berobat atau mencari pertolongan medis. Tidak jarang pasien datang dengan beberapa keluhan sekaligus, sehingga seorang dokter harus jeli dan cermat untuk menentukan keluhan mana yang merupakan keluhan utamanya. 3. Riwayat penyakit sekarang Terdapat 4 unsur utama dalam anamnesis riwayat penyakit sekarang, yakni kronologi atau perjalanan penyakit, gambaran atau deskripsi keluhan utama, keluhan atau gejala penyerta, dan usaha berobat. Selama melakukan anamnesis keempat unsur ini harus ditanyakan secara detail dan lengkap. Penyakit yang sekarang diderita merupakan alasan untuk perawatan di rumah sakit atau kunjungan pasien ke tempat pribadi dokter. 4. Anamnesis system Anamnesis sistem / pemeriksaan sistem tubuh merupakan usaha untuk menemukan gajala-gejala yang belum disadari sebagai gejala oleh pasien dan gejala-gejala yang telah dilupakannya atau dianggapnya tidak penting. Keluhan ini mungkin saja tidak berhubungan dengan penyakit yang sekarang diderita tapi mungkin juga merupakan informasi berharga yang terlewatkan.

Anamnesis di bagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Autoanamnesis Pada autoanamnesis, seorang dokter menanyakan langsung kepada pasien tentang keluhan keluhannya untuk membantu melakukan diagnosis, atau pasien dengan sendirinya memberitahukan keluhan keluhannya pada dokter. Contohnya seperti kasus di atas: Pasien datang dengan keluhan adanya nyeri pada tungkai bawah kanan di atas sendi lutut. Pasien tersebut tidak dapat berdiri dan merasa kesakitan ketika berusaha mengangkat pahanya. Gerakan tungkainya terbatas dan terdapat bunyi kretek-kretek bila digerakkan.3 2. Alloanamnesis Pada alloanamnesis, seorang dokter menganamnesa dengan tidak menanyakan langsung kepada pasiennya, tetapi menanyakan kepada kerabat atau keluarga pasien yang membawa pasien ke dokter. Ini biasanya karena pasien susah diajak bicara, bisa karena pasien saat datang ke dokter sangat kesakitan, atau mungkin bisa juga pasien dalam keadaan tidak sadar penuh.2

B. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demem (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan apapun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimptomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak didalam, akan sulit menemukan suatu kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran getaran/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi, dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.

Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya cor pulmonal dan gagal jantung kanan. Di sini akan didapatkan tanda-tanda cor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardi, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur graham steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites, dan edema. Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi menimbulkan suara pekak. Auskultasi memberikan suara nafas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif. Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada anak-anak pada umumnya adalah : Perut : nyeri, bengkak, pembesaran limfa atau hati. Dada : batuk, mengi, atau nyeri. Perkusi pekak yang menandakan adanya konsolidasi atau cairan. Tungkai : pembengkakan sendi, nyeri pada saat berjalan, kaku. Tulang belakang : kaku atau bongkok. Kulit : ulkus atau luka; pembengkakan kelenjar getah bening, leher, selangkangan, atau ketiak.

C. Pemeriksaan penunjang Tes tuberkulin Tes tuberkulin didasarkan pada kenyataan bahwa M. Tuberculosis menimbulkan kepekaan khas terhadap produk tertentu organisme yang ada dalam ekstrak biakan. Suntikan tuberkulin secara intradermal pada individu yang tersensitisasi menimbulkan daerah indurasi dengan eritema yang ukuran dan intesitasnya berbeda-beda tergantung pada jumlah tuberkulin yang disuntikkan dan kepekaan individu. Sekarang ini digunakan dua preparat tuberkulin. Tuberkulin lama

(OT) dibuat dengan sterilisasi pemanasan dan menyaring biakan hasik tuberkel. Derivat protein yang dimurnikan (PPD) terdiri dari bahan protein aktif. PPD lebih disukai karena kekuatanya distandardisasi dan hasilnya lebih seragam. Ada teknik pemakaian tes tuberkulin yang digunakan secara umum. Tes intradermal (mantoux) dilakukan dengan suntikan intradermal 0,1 mL tuberkulin dengan konsentrasi yang diinginkan. Dosis standar yang harus digunakan adalah PPD intermediet (5 TU). PPD kekuatan-pertama (1 TU) harus digunakan untuk setiap individu yang diduga sangat sensitiv terhadap tuberkulin. Tes tuberkulin juga bisa dilakukan dengan alat penusuk multiple yang memasukkan tuberkulin pekat dibawah kulit. Cara ini termasuk tine test, Applitest, Mono-Vacc, dan beberapa lainnya. Uji tusuk multiple mudah diaplikasikan tetapi mempunyai kerugian yang serius. Tes ini tidak distandardisasi, memberikan hasil yang bervariasi, dan karena diperlukan tes mantoux konfirmasi, tes ulangan menyebabkan fenomena booster (penambahan ukuran pada tes ke dua). Karena alasan ini, tes mantoux sangat dibutuhkan, terutama ketika tuberculosis dicurigai. Tes harus dibaca dalam 48-72 jam. Untuk tes mantoux diameter transversal indurasi harus diukur. Eritema tanpa indurasi tidaklah bermakna. Tes positif bila indurasi >5 mm atau lebih pada anak yang kontak dengan pasien infeksius, mereka yang terinfeksi HIV atau penyakit imunosupresan lain dan mereka yang foto toraksnya menunjukkan tuberkulosis. Indurasi >10 mm adalah positif pada sebagian besar grup anak yang mempunyai faktir resiko epidemiologi, seperti kemiskinan, lahir dinegara berprevalensi tinggi, dan tinggal di daerah prevalensi tuberkulosisnya tinggi. Bagi mereka yang tidak mempunyai faktor resiko, positif bila indurasi > 15 mm. Pada anak yang mendapat imunisasi BCG, indurasi 10 mm atau lebih besar harus dipertimbangkan positif. Tuberkulin tes positif menandakan bahwa ada infeksi, tetapi tidak membuktikan bahwa penyakit aktif. Terjadinya sensitivitas tuberkulin memerlukan waktu 4-8 minggu dan cenderung menetap. Keadaan ini akan hilang pada orang tua atau bila pengobatan diberikan dalam stadium infeksi dini. Bila dokter menduga tuberkulosis dan ts tuberkulin negatif, pasien mungkin mengalami penurunan atau tidak mempunyai kekebalan yang diperantarai sel. Hal ini bisa terjadi pada berbagai penyakit, antara lain AIDS, malnutrisi berat, penekanan kekebalan oleh obat, antara lain kortikosteroid. Dalam keadaan ini dokter harus menentukan apakah anak alergi dengan memberikan antigen seperti candida atau toksoid tetanus, bagi yang telah diimunisasi.

Pemeriksaan radiologi Lokasi lesi tuberculosis umumnya didaerah apeks paru (segmen apical lobus atas atau segmen apical lobus bawah). Akan tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau didaerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkhial). Gambaran tuberculosis milier berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Akibat adanya penyebaran tuberculosis paru secara hematogen akan tampak sarang-sarang sekecil 1-2 mm, atau sebesar kepala jarum (milium), tersebar merata dikedua belah paru. Pada foto toraks, tuberculosis miliaris ini dapat menyerupai gambaran badai kabut (snow storm appearance). Penyebaran penayakit tuberculosis paru ini juga dapat terjadi ke ginjal, tulang, sendi, selaput otak (meninges), dan sebagainya. Pada pemeriksaan radiologi, gambaran tuberculosis milier yang berupa bayanganbayangan nodul-nodul halus dan kecil berbatas sangat tegas yang tersebar di seluruh lapangan paru. Besarnya pada tiap kasus berlainan, tetapi pada satu kasus biasanya sama besar. Bayangan-bayangan ini sebenarnya disebabkan oleh superposisi dari banyak tuberkel, dan ini mungkin sama sekali tidak mengakibatkan suatu bayangan sebelum jumlahnya cukup banyak atau besarnya cukup luas untuk menyebabkan suatu bayangan karena superposisi. Oleh karena itu radiograf mula-mula mungkin berbentuk normal, akan tetapi akan tampak bayangan-bayangan itu didalam kira-kira 2 minggu. Sementara didalam pengobatan, bayangan-bayangn hilang jauh sebelum tuberkel-tuberkel secara patologis benar-benar menghilang, sehingga sebaiknya pengobatan tetap diteruskan walaupun pasien telah merasa enak badan dan oleh karena gambaran radiologi telah menjadi normal. Mungkin ada tanda-tanda lain dari tuberculosis paru-paru seperti suatu kavitas, atau kelenjar-kelenjar hilus mungkin membesar. Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Secara rutin dilakukan foto rontgen paru dan atas indikasi juga dibuat rontgen alat tubuh lain, misalnya foto tulang punggung pada spondilitis. Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru ialah : 1. Kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran 2. Pembesaran kelenjar paratrakeal 3. Penyebaran milier 4. Penyebaran bronkogen

5. Atelektasis 6. Pleuritis dengan efusi Pemeriksaan radiologis paru saja tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis tuberkulosis, tetapi harus disertai data klinis lainnya. Pemeriksaan bakteriologis Penemuan basil tuberkulosis memastikan diagnosis tuberkulosis, tetapi tidak ditemukannya basil tuberkulosis bukan berarti tidak menderita tuberkulosis. Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah : 1. Bilasan lambung 2. Sekret bronkus 3. Sputum pada anak besar 4. Cairan pleura 5. Likuor serebrospinal 6. Cairan asites 7. Bahan-bahan lainnya Di negeri yang sudah maju dengan sarana laboratorium yang baik, basil tuberkulosis dapat ditemukan sebesar 50-90% dari anak dengan tuberkulosis. Pada umumnya hanya dapat ditemukan 25-30% saja. Di jakarta pada tahun 1956-1960 pemeriksaan bilasan lambung pada 204 anak dengan meningitis tuberkulosa menghasilkan basil tuberkulosis positif pada 27 (13 %) anak dan ada pemeriksaan likuor serebrospinalisnya hanya ditemukan 18,5 % (38 anak). Pemeriksaan patologi anatomi Pemeriksaan patologi anatomi tidak dilakukan secara rutin. Biasanya diperiksa kelenjar getah bening, hepar, pleura, peritonium, kulit dan lain-lain. Pada pemeriksaan biasanya ditemukan tuberkel dan basil tahan asam.

D. Diagnosis Permulaan tuberkulosis sukar diketahui karena gejalanya tidak jelas dan tidak khas, tetapi kalau terdapat panas yang naik turun dan lama dengan atau tanpa batuk pilek, anoreksia, penurunan berat badan dan anak lesu, harus dipikirkan kemungkinan tuberkulosis. Petunjuk lain untuk diagnosis tuberkulosis ialah adanya kontak dengan penderita tuberkulosis orang dewasa.

Diagnosis tuberkulosis paru berdasarkan gambaran klinis, uji tuberkulin positif dan kelainan radiologis paru. Basil tuberkulosis tidak selalu dapat ditemukan pada anak. UKK Respirologi IDAI 2007 menyusun sistim skoring yang dapat digunakan sebagai uji tapis bila sarana memadai. Bila skor 6, beri OAT selama 2 bulan, lalu evaluasi. Bila respon positif maka terapi diteruskan, tetapi bila tidak ada respon, rujuk ke rumah sakit untuk ditinjau lebih lanjut. Rujukan ke rumah sakit dilakukan sesegera mungkin bila ditemukan tanda-tanda bahaya seperti gambaran milier pada foto rontgen, gibbus, skrofuloderma, dan terdapat tanda infeksi sistim saraf pusat (kejang, kaku kuduk, kesadaran menurun), serta kegawatan lain. WHO membuat kriteria anak yang diduga (suspected) menderita TB, bila: 1. Sakit, dengan riwayat kontak dengan seseorang yang diduga atau dikonfirmasi menderita TB paru 2. Tidak kembali sehat setelah sakit campak atau batuk rejan (whooping cough) 3. Mengalami penurunan berat badan, batuk, dan demam yang tidak berespon dengan antibiotik saluran nafas 4. Terdapat pembesaran abdomen, teraba massa keras tak terasa sakit, dan ascites 5. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening superfisial, tidak terasa sakit, dan berbatas tegas 6. Mengalami gejala-gejala yang mengarah ke meningitis atau penyakit sistim saraf pusat.

Tabel 1. Sistim Skoring Diagnosis TB Anak 0 1 Kontak Positif TB, BTA (-) Uji tuberkulin Berat badan Demam Batuk Pembesaran kelenjar Tulang Rontgen dada Negatif <3 minggu Normal Penurunan berat badan + 3 minggu 1 cm, tidak nyeri Bengkak

3 BTA (+) Positif

Malnutrisi berat

Suggestive TB

E. Etiologi Penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu tuberculosis paru dan tuberculosis ekstra paru. Tuberkulosis paru merupakan bentuk yang

paling sering dijumpai yaitu sekitar 80 % dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru-paru merupakan satu-satunya bentuk dari TB yang mudah menular. Tuberculosis ekstra paru merupakan bentuk penyakit TBC yang menyerang organ tubuh lain seperti pada kelenjar limpe, pleura, persendian tulang belakang, saluran kencing, dan susunan syaraf pusat. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau agak bengkok dengan ukuran 0,2-0,4 x 1-4 um. Pewarnaan Ziehl-Neelsen dipergunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam. Kuman ini tumbuh lambat, koloni tampak setelah lebih kurang 2 minggu atau setelah 6-8 minggu. Suhu optimum 37C, tidak tumbuh pada suhu 25C atau lebih dari 40C. Medium padat yang biasa dipergunakan adalah Lowenstein-Jensen. PH optimum 6,4-7,0. Mycobacterium tuberculosis tidak tahan panas, akan mati pada suhu 6C selama 15-20 menit. Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari langsung selama 2 jam. Dalam dahak dapat bertahan 20-30 jam. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil tersebut dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20C selama 2 tahun. Mycobacterium tuberculosis tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh yodium tinctur dalam 5 minit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit. Golongan kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks antara lain, yaitu: Mycobakterium tuberculosis, varian asian, varian african I, varian asfrican II, dan mycobakterium bovis. Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial othetan Tb antara lain: Mycobacterium cansasli, mycobacterium avium, mycobacterium intra celulase, mycobacterium scrofulaceum, mycobacterium malma cerse, dan mycobacterium xenopi.

F. Epidemiologi Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia maupun diberbagai belahan dunia. Penyakit tuberculosis merupakan penyakit menular yang kejadiannya paling tinggi dijumpai di India sebanyak 1.5 juta orang, urutan kedua dijumpai di Cina yang mencapai 2 juta orang dan Indonesia menduduki urutan ketiga dengan penderita 583.000 orang. Setiap tahunnya, di Indonesia bertambah seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara

0,2 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Menurut WHO (1999), di Indonesia setiap tahun terjadi 583 kasus baru dengan kematian 130 penderita dengan tuberkulosis positif pada dahaknya. Sedangkan menurut hasil penelitian kusnindar 1990, Jumlah kematian yang disebabkan karena tuberkulosis diperkirakan 105,952 orang pertahun. Pada tahun 1995 pemerintah telah memberikan anggaran obat bagi penderita tuberkulosis secara gratis ditingkat Puskesmas, dengan sasaran utama adalah penderita tuberkulosis dengan ekonomi lemah. Kejadian kasus tuberkulosa paru yang tinggi ini paling banyak terjadi pada kelompok masyarakat dengan sosio ekonomi lemah. Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi dan kebersihan diri individu dan kepadatan hunian lingkungan tempat tinggal.

G. Manifestasi klinis Banyak pasien TB paru yang datang tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. keluhan terbanyak pada anak-anak berupa : Demam, biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk. Demam atau meriang ini berlangsung selama lebih dari satu minggu tanpa penyebab yang jelas. Batuk, gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalag berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

Sesak nafas, pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

Nyeri dada, gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan nafasnya.

Malaise, penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lainnya. Gejala ini makin lama makin berat dam terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

Perut membuncit, gejala ini perlu diwaspadai terutama bila teraba benjolan dan yang tetap bertahan setelah pemberian obat cacing. Diare kronis, biasanya disertai dengan buang air besar tinja keputihan yang tidak sembuh setelah diberi obat cacing atau obat untuk giardiasis (dengan metronidazole). Berat badan tidak naik, biasanya berat badan pada anak tidak kunjung naik atau turun selama lebih dari 4 minggu (adanya grafik kenaikan berat badan akan sangat berguna).

Adanya cairan di salah satu sisi dada, gejala ini disertai dengan gejala umum lainnya dan pada pemeriksaan perkusi akan pekak pada saluh satu sisi dada. Jalan timpang, punggung kaku seperti sukar untuk membungkuk. Tulang belakang membungkuk pada saat berjalan. Pembengkakan, akan terdapat pembengkakan di bagian lutut atau pergelangan kaki, tangan, siku atau bahu, iga atau tulang atau sendi yang manapun yang tidak disebabkan cedera.

Pembengkakan kelenjar getah bening, pembengkakannya biasanya keras atau lembut, tidak nyeri, terkadang dengan beberapa kelenjar getah bening kecil didekatnya dan terkadang melekat tidak teratur.

Abses kelenjar getah bening, abses ini biasanya mengenai ataupun menembus kulit. Benjolan lembut dibawah kulit, terdapatnya satu atau lebih benjolan yang tidak nyeri. Kulit dapat menjadi ulkus dengan pinggir yang tajam dan dasar yang bersih. Sinus (luka) yang mengeluarkan sekret, terdapat di dekat sendi manapun.

Sakit kepala dan mudah tersinggung, terkadang gejala ini sering disertai muntah. Anak lebih suka ditinggal sendiri dan lambat laun semakin sulit untuk dibangunkan dalam jangka waktu 2-3 minggu.

H. Patogenesis Masuknya basil tuberkulosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis serta daya tahan tubuh manusia. Infeksi primer biasanya terjadi dalam paru. Ghon dan Kudlich (1930) menemukan bahwa 95,93 % dari 2.114 kasus mereka mempunyai fokus primer di dalam paru. Hal ini disebabkan penularan sebagian besar melalui udara dan mungkin juga karena jaringan paru mudah terkena infeksi tuberkulosis (susceptible). Lokasi fokus primer pada 2.114 kasus Ghon dan Kudlich ialah : Paru Usus Kulit Hidung Tonsil 95,93% 1,14% 0,14% 0,09% 0,09% Telinga tengah Kelenjar parotis Konjugtiva Tidak diketahui 0,09% 0,05% 0,05% 2,41%

Basil tuberkulosis masuk kedalam paru melalui udara dan dengan masuknya basil tuberkulosis maka terjadi eksudasi dan konsolidasi yang terbatas dan disebut fokus primer. Basil tuberkulosis akan menyebar dengan cepat melalui saluran getah bening menuju saluran regional yang kemudian akan mengadakan reaksi eksudasi. Fokus primer, limfangitis dan kelenjar getah bening regional yang membesar, membentuk kompleks primer. Kompleks primer terjadi 2-10 minggu (6-8 minggu) setelah infeksi. Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahui dari uji tuberkulin. Waktu antara terjadinya infeksi sampai terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi. Pada anak, lesi dalam paru dapat terjadi dimanapun, terutama di perifer dekat pleura. Labih banyak terjadi dilapangan bawah paru dibandingkan dengan lapangan atas, sedangkan pada orang dewasa lapangan atas paru merupakan tempat predileksi. Pembesaran kelenjar regional lebih banyak terdapat pada anak dibanding orang dewasa. Pada anak penyembuhan utama ke arah kalsifikasi, sedangkan pada orang dewasa

terutama ke arah fibrosis. Penyebaran hematogen lebih banyak terjadi pada bayi dan anak kecil. Schmid dkk. (1963) meragukan adanya fokus primer didalam jaringan paru. Lesi dalam jaringan paru yang dianggap sebagai fokus primer oleh Ghon dan Kudlich, sebenarnya terjadi sekunder karena pecahnya kelenjar getah bening bronchial. Jadi Schimd dkk. Berpendapat bahwa infeksi terjadi dalam kelenjar terlebih dahulu. Tuberkulosis primer cenderung sembuh sendiri, tetapi sebagian akan menyebar lebih lanjut dan menimbulkan komplikasi. Tuberkulosis dapat meluas dalam jaringan paru sendiri. Selain itu basil tuberkulosis dapat masuk ke aliran darah secara langsung atau melalui kelenjar getah bening. Basil tuberkulosis dalam aliran darah dapat mati, tetapi dapat pula berkembang terus. Hal ini bergantung kepada keadaan penderita dan virulensi kuman. Melalui aliran darah basil tuberkulosis dapat mencapai alat tubuh lain seperti bagian paru lain, selaput otak, otak, tulang, hati, ginjal, dan lain-lain. Dalam alat tubuh tersebut basil tuberkulosis dapat segera menimbulkan penyakit, tetapi dapat pula menjadi tenang dahulu dan setelah beberapa waktu menimbulkan penyakit atau dapat pula tidak pernah menimbulkan penyakit sama sekali. Sebagian besar komplikasi tuberkulosis primer terjadi dalam 12 bulan setelah terjadinya penyakit. Penyebaran hematogen atau milier dan meningitis biasanya terjadi dalam 4 bulan, tetapi jarang sekali sebelum 3-4 minggu setelah terjadinya kompleks primer. Efusi pleura dapat terjadi 6-12 bulan setelah terbentuknya kompleks primer, kalau efusi pleura disebabkan oleh penyebaran hematogen maka dapat terjadi lebih cepat. Komplikasi pada tulang dan kelenjar getah bening permukaan (superfisial) dapat terjadi akibat penyebaran hematogen, hingga dapat terjadi dalam 6 bulan setelah terbentuknya kompleks primer, tetapi komplikasi ini dapat juga terjadi setelah 6-18 bulan (Lincoln). Komplikasi pada traktus urogenital dapat terjadi setelah bertahun-tahun (Lincholn). Menurut wallgran komplikasi berupa penyebaran milier dan meningitis tuberkulosa dapat terjadi dalam 3 bulan, pleuritis dan penyebaran bronkogen dalam 6 bulan dan tuberkulosis tulang dalam 1-5 tahun setelah terbentuknya kompleks primer. Pembesaran kelenjar getah bening yang kena infeksi dapat menyebabkan atelektasis karena menekan bronkus hingga tampak sebagai perselubungan segmen atau lobus, sering lobus tengah paru kanan. Selain oleh tekanan kelenjar getah bening yang membesar, atelektasis dapat terjadi karena konstriksi bronkus pada tuberkulosis dinding bronkus, tuberkuloma dalam lapisan otot bronkus atau sumbatan oleh gumpalan kiju didalam lumen bronkus.

Pembesaran kelenjar getah bening yang terkena infeksi selain menyebabkan atelektasis karena penekanan, dapat juga menembus bronkus kemudian pecah dan menyebabkan penyebaran bronkogen. Lesi tuberkulosis biasanya menyembuh sebagai proses resolusi, fibrosis dan atau kalsifikasi. I. Komplikasi J. Penatalaksanaan Karena sifat-sifat mikobakteri yang unk, sifat alamiah lesi-lesi patologis dan pengaruh berbagai faktor pejamu atas perjalanan infeksi tuberkulosis, maka penatalaksanaan yang sesuai melibatkan tidak hanya penerapan sejumlah prinsip umum tetapi juga pelaksanaan pengobatan dengan pemberian obat spesifik. Berlainan dengan hampir semua tipe penyakit menular lain, maka penatalaksanaan tuberkulosis mencakup usaha berbulan-bulan dan bertahun-tahun, kadang-kadang harus dilakukan sepanjang usia penderita. Secara spesifik, sangat penting jika orang tua memahami permasalahan khusus penyakit tersebut. Jika anak sudah mampu mengurus diri dan kebutuhannya sendiri, maka harus diberikan pendidikan yang sesuai mengenai berbagai faktor yang membantu atau mengurangi kemungkinan berkembangnya penyakit. Penatalaksanaan umum Sekali diagnosis penyakit ditegakkan, maka keputusan. Apakah penderita perlu dirawat dengan penatalaksaan seoptimal mungkin atau tidak, harus ditetapkan. Keadaan yang memerlukan perawatan di rumah sakit meliputi : 1. Penyakit ekstensif atau yang mengancam keselamatan jiwa penderita, misalnya tuberkulosis milier, perikardium, ginjal, paru-paru ekstensif, tulang atau meningen. 2. Tuberkulosis pada bayi kecil. 3. Keperluan untuk pengisolasian atau melakukan sejumlah biakan atau biospsi untuk penegakan diagnosis yang tepat. 4. Keperluan untuk melakukan tindakan bedah atau pengobatan dengan kortikosteroid. 5. Keadaan keluarga atau sosial sedemikian rupa, sehingga penatalaksanaan yang sesuai tidak dapat dicapai di lingkungan runah tangga penderita. Sementara anak berada dirumah sakit, maka segala upaya harus dilakukan untuk mengenali, mengisolasi dan menangani secara tepat kontak, dengan siapa anak tersebut memperoleh infeksi.

Sebagian besar anak dengan tuberkulosis awal tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, tetapi sebenarnya dapat ditangani dirumah. Penderita harus didorong untuk tetap menjalani kehidupan normal. Secara spesifik, tidak perlu membatasi kegiatan, dengan beristirahat di tempat tidur atau memberikan makanan khusus, kecuali jika dijumpai adanya gangguan gizi. Orang tua harus mengetahui bahwa anak-anak tidak perlu dilindungi dari individu lain dan juga tidak akan menularkan teman sepermainannya atau anggota keluarganya. Sekali pengobatan antituberkulosa yang sesuai diberikan, maka tidak terdapat alasan untuk tidak memberikan imunisasi yang sering diberikan pada anak-anak. Jika penderita mengalami demam karena infeksi penyerta atau tuberkulosis maka istirahat ditempat tidur baru dipertimbangkan. Jika penderita merasa cukup nyaman untuk berada diluar tempat tidur untuk menjalankan kegiatannya, amak kemauan tersebut harus didorong. Sepanjang masa perawatan tersebut, prognosis yang sangat baik bagi penderita tuberkulosis dengan pengobatan yang sesuai, harus selalu ditekankan pada orang tua, guru atau setiap individu yang sering berhubungan dengan keluarga tersebut untuk mengurangi kekhawatiran dan kecemasan yang sering dijumpai dikalangan penduduk yang terpapar pada cerita populer dn kultural menyangkut tuberkulosis pada manusia. Kemoterapi tuberkulosis Respons terhadap pengobatan antituberkulosa yang sesuai berjalan lambat dan kesembuhan akan dicapai dalam waktu yang lama. Evolusi penyembuhan yang lambat biasanya bukan disebabkan oleh pengobatan yang tidak efektif atau akibat kurangnya peran serta penderita, tetapi merupakan gambaran utama dari penyakit. Secara ideal, pemilihan pengobatan harus berdasarkan pengujian sensitivitas yang sesuai dari organisme yang diisolasi dari penderita atau, jika tidak berhasil dilakukan, dari kontak dari siapa penyakit tersebut didapat. Seringkali hal ini tidak dapat dilakukan dan dalam kedaan demikian, maka pemilihan pengobatan harus dilakukan secara empiris atau berdasarkan pengetahuan tentang pola sensitivitas umum mikobakteri pada daerah geografis spesifik, dimana penderita bertempat tinggal atau mendapatkan penyakit. Bahan-bahan pengobatan paling aktif jika mikobakteri tersebut sedang bermultiplikasi dengan cepat, jadi dengan tenangnya penyakit dan multiplikasi bakteri melambat, maka efektivitas pengobatan akan berkurang tajam. Karena itu diperlukan pengobatan

jangka panjang untuk menyingkirkan semua bakteri, suatu tujuan yang mungkin tidak dapat dicapai pada beberapa penderita, meskipun dilakukan usaha bertahun-tahun. Obat antituberkulosa pada umumnya diberikan secara tunggal atau dalam kombinasi dua tau tiga macam obat. Pengobatan kombinasi tidak harus dilakukan untuk meningkatkan efektivitas, tetapi lebih dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya strain-strain mikobakteria yang resisten. Obat-obat dengan aktivitas antituberkulosis tersedia cukup banyak saat ini, tetapi berbeda dalam derajat pemanfaatanya. Hanya 2 obat yang dianggap benar-benar menonjol : isoniazid (INH) dan rifampizin (RMP). Semua obat lain mempunyai manfaat lebih rendah atau memiliki toksisitas cukup tinggi sehingga menghalangi penggunaannya. Isoniazid adalah obat yang tersedia dengan penyerapan cepat dan mudah memasuki semua jaringan serta cairan tubuh termasuk susunan saraf pusat. Obat tersebut terutama disekresi melalui ginjal. Anak-anak dapat menerima obat tersebut dan karenanya dapat diberikan dengan dosis besar daripada orang dewasa, berdasarkan berat badan atau luas permukaan. Hepatotoksisitas dan neuropati perifer yang kadangkadang terjadi pada orang dewasa jarang ditemukan pada anak-anak. Kenyataanya, toksisitas pada kelompok usia pediatri jarang terjadi sehingga tidak diperlukan pemantauan fungsi hati kecuali pada penderita yang sebelumnya mempunyai penyakit hati. Lagipula, tidak diperlukan pemberian piridoksin secara bersamaan kecuali jika menu makanannya tidak mencukupi. Sejumlah pandangan berpendapat bahwa piridoksin dapat mengurangi efektivitas isoniazid. Rifampizin, tersedia di Ameriksa serikat sebagai obat oral, tetapi penyerapannya sangat baik sehingga dapat dikatakan tidak perlu parenteral. Obat tersebut dapat masuk ke jaringan dengan baik K. Prognosis L. Pencegahan

You might also like